copy of laporan mikrobiologi part 2
TRANSCRIPT
![Page 1: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1. Sterilisasi
Berdasarkan hasil praktikum Sterilisasi yang dilakukan ada dua macam,
yaitu sterilisasi kering dan sterilisasi basah.
1.1.1. Sterilisasi Kering
Berdasarkan hasil pengamatan, alat-alat dan bahan yang akan digunakan
dalam praktikum harus steril. Sterilisasi kering merupakan terilisasi dengan udara
panas menggunakan oven. Panas oven akan diserap oleh permukaan alat dan
bahan dan akhirnya bagian dalam akan menjadi panas. Hal ini sesuai pendapat
Gruendemann dan Fernsebner (1996) yang menyatakan bahwa oven yang
memiliki suhu tinggi digunakan untuk proses panas kering, sedangkan autoklaf
digunakan untuk sterilisasi uap. Metode ini menggunakan konduksi pada benda –
benda yang disterilisasi. Panas diserap oleh permukaan luar dan akhirnya bagian
dalam menjadi panas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Berman et al, (2009)
yang menyatakan bahwa pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi yang tepat akan
mengurangi atau mengeliminasi mikroorganisme (Berman et al, 2009).
![Page 2: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/2.jpg)
2
1.1.2. Sterilisasi Basah
Berdasarkan hasil pengamatan, sterilisasi basah merupakan sterilisasi
dengan uap air bertekanan menggunakan autoklaf. Sterilisasi uap panas
bertekanan tinggi ini merupakan merupakan sterilisasi yang mudah digunakan dan
mudah pengoperasiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gruendemann dan
Fernsebner (1996) yang menyatakan bahwa Oven bersuhu tinggi digunakan untuk
proses panas kering, sedangkan autoklaf digunakan untuk sterilisasi uap. Darmadi
(2008) menyatakan bahwa metode sterilisasi uap panas bertekanan tinggi ini
adalah metode yang banyak digunakan, aman, cukup efektif, serta mudah
pengoperasiannya. Uap panas pada suhu, tekanan, dan waktu pemaparan tertentu
mampu membunuh mikroba patogen dengan cara denaturasi protein dari enzim
dan membran sel.
1.2. Pembuatan Medium
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan medium dilakukan dengan
menggunakan medium Potato Dextrose Agar (PDA).
1.2.1. Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
Berdasarkan hasil praktikum bahwa Potato Dextrose Agar (PDA) terbuat
dari kentang dan merupakan medium yang murah dibanding medium lain. Hal ini
sesuai dengan pendapat Gunawan (2008) yang berpendapat bahwa media agar-
agar dekstrosa kentang merupakan media yang paling murah di antara media agar-
agar lainnya. Potato Dextrose Agar (PDA) tinggi akan karbohidrat dan memiliki
![Page 3: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/3.jpg)
3
pH asam dan pembentukan spora berkurang sehingga terjadi seleksi mikroba. Hal
ini sesuai dengan pendapat Ernest et al., (1991) yang berpendapat bahwa media
dibuat ph 5,0 untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi oleh bakteri pada saat
isolasi. Jamur lebih tahan terhadap pH suasana asam jika dibandingkan dengan
bakteri atau aktinomisetes, sehingga dengan cara ini juga telah terjadi seleksi
terhadap mikroba yang sedang diisolasi.
1.3. Metode Hitungan Cawan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data hasil perhitungan cawan
yang adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Metode Hitungan Cawan
SampelPengenceran
SPC (Cfu/ml)10-4 10-5 10-6
Dada Ayam520
(TBUD)328
(TBUD)236 2,36 x 104
Sumber: Data Primer Praktikum Mikrobiologi, 2013.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, perhitungan bakteri dengan
metode hitungan cawan ada dua langkah yang petama adalah pengenceran yang
kedua dengan metode tuang. Pengenceran dilakukan dengan memeriksa sampel
secara berturut-turut yaitu 1 ml sampel ke dalam tabung pertama sehingga
konsentrasi tabung pertama menjadi 10-1 lalu 1 ml larutan dari tabung pertama
dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung kedua menjadi 10-2 demikian seterusnya
hingga konsentrasi terendah yaitu pengenceran 10-6. Hal ini sesuai dengan
pendapat Harmita et al., (2006) yang menyatakan bahwa bakteri dengan cara
pengenceran dilakukan dengan cara memeriksa sampel secara berturut-turut yaitu
1 ml sampel ke dalam tabung pertama sehingga konsentrasi tabung pertama
![Page 4: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/4.jpg)
4
menjadi 10-1 lalu 1 ml larutan dari tabung pertama dipipet dan dimasukkan ke
dalam tabung kedua menjadi 10-2 demikian seterusnya sehingga didapat larutan
dengan konsentrasi terendah yang dikehendaki yaitu 10-6. Pengenceran yang biasa
digunakan dalam perhitungan bakteri menggunakan metode ini adalah 10-4 sampai
10-6 menggunakan 3 tabung pengenceran. Hal ini sesuai dengan pendapat (Fardiaz,
1992) yang berpendapat bahwa metoda pengenceran yang paling mudah dengan
melakukan pengenceran 10 kali lipat dengan menggunakan 3 atau 5 tabung
pengenceran sekaligus.
Setelah dilakukan pengenceran, sampel 1 ml diambil dari tabung
pengenceran 10-4 dan di campurkan dengan Potato Dextrose Agar (PDA) dan
diinkubasi. Hali ini sesuai pendapat Harmita et al., (2006) yang menyatakan
bahwa metode agar tuang, seperti halnya metode perhitungan jumlah kuman
hidup lainnya, dilakukan dengan mancampurkan sampel pada media padat yang
mendukung pertumbuhan mikroorganisme, dan kemudian menginkubasi pelat
sehingga setiap sel bakteri dapat membelah dan membentuk koloni. Dengan
demikian, jumlah koloni yang tumbuh tersebut dapat dihitung. Karena pada
umumnya tidak mempunyai gambaran tentang jaumlah bakteri dalam sampel,
penyiapan pengenceran berseri hampir selalu dibutuhkan untuk memastikan
bahwa kita akan mendapatkan pengenceran dengan jumlah bakteri yang dapat
dihitung. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi dan Hadiroseyani (2002) yang
berpendapat bahwa prinsip metode hitungan cawan adalah mikroba yang
berkembang biak dapat dihitung langsung dengan mata.
![Page 5: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/5.jpg)
5
1.4. Pewarnaan Gram
1.4.1. Lactobacillus acidophillus
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Lactobacillus acidophillus
diperoleh hasil sebagai berikut :
Illustrasi 1. Penampang bakteri Lactobacillus acidipillus perbesaran 100x
Keterangan :Bakteri : Lactobacillus acidophillusBentuk : BatangKoloni : BerkoloniWarna : UnguGram : Positif
Keterangan :Bakteri : Lactobacillus
Bentuk : BatangKoloni : BerkoloniWarna : UnguGram : Positif
Sumber : Data Primer Praktikum Mikrobiologi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa penampang bakteri
Lactobacillus acidophillus pada perbesaran 100 kali terlihat batang-batang kecil
yang menyebar merata dan berwarna ungu, terlihat koloni-koloni besar berwarna
ungu setelah dilakukan pewarnaan Gram. Hal ini sesuai dengan pendapat
![Page 6: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/6.jpg)
6
Pelczsar dan Chan (1986) yang menyatakan bahwa bakteri gram-positif
mempertahankan warna ungu kristal dan tampak ungu tua.
Bakteri tersebut digolongkan pada tipe bakteri gram-positif dikarenakan
bakteri tersebut tidak dapat mengikat larutan safranin tetapi dapat mengikat kristal
violet sehingga warnanya tetap ungu. Bakteri gram-positif memiliki dinding sel
berlipida tinggi sehingga dapat melebarkan pori-pori dan meningkatkan
permeabelitas zat warna. Ketika dicuci warna pertama (safranin) akan hilang
sedangkan warna kedua yang diambil (Kristal violet), hal ini sesuai dengan
pendapat Lay dan Sugyo (1992) yang menyatakan bahwa dinding sel bakteri
gram-positif mengandung lipida tinggi sehingga waktu pencucian dengan larutan
pemucat menyebabkan pembesaran lubang pori-pori dan peningkatan
permeabelitas zat warna. Pencucian menyebabkan kompleks zat warna pertama
terlepas dan sel akan mengambil zat warna kedua. Hal tersebut didukung pula
oleh James et al., (2006) menyatakan bahwa pewarnaan gram tergantung dari
reaksi dinding sel terhadap tinta safranin atau kristal violet, pada bakteri gram-
positif sel tidak terpengaruhi oleh larutan safranin, sehingga warnanya tetap ungu.
![Page 7: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/7.jpg)
7
1.4.2. Escherichia coli
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Escherichia coli diperoleh hasil
sebagai berikut :
Illustrasi 2. Penampang bakteri Eschericia Coli perbesaran 100 x
Keterangan :Bakteri : Escherichia. ColiBentuk : BulatKoloni : BerkoloniWarna : merah mudaGram : negatif
Keterangan :Bakteri : Escherichia. ColiBentuk : BulatKoloni : BerkoloniWarna : merah mudaGram : negatif
Sumber : Data Primer Praktikum Mikrobiologi, 2013.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa Escherichia
coli berwarna merah muda setelah diwarnai dengan larutan gram. Warna merah
muda menunjukkan bakteri tersebut adalah bakteri gram negatif. Hal ini sesuai
dengan pendapat James et al., (2008) yang menyatakan bahwa bakteri yang warna
ungunya hilang jika dibilas dengan alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda
karena menahan warna merah safranin disebut bakteri Gram-negatif. Misalnya
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa.
![Page 8: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/8.jpg)
8
Bakteri Escherichia coli tersebut digolongkan dalam bakteri gram-negatif
karena bakteri tersebut dapat menahan warna merah safranin tetapi tidak dapat
mengikat larutan kristal violet dan iodin dikarenakan bakteri tersebut memiliki
membran sel yang tipis dan mengandung lipida rendah. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Brooks et al., (2001) bahwa sel gram-negatif tidak mengikat
larutan kristal violet dan iodin tetapi dapat mempertahankan larutan safranin.
Kecenderungannya mengikat larutan safranin dan mempertahankan warna merah
muda. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Lay dan Sugyo (1992) bahwa
dinding sel bakteri gram-negatif mengandung lipida rendah, sehingga waktu
penambahan alcohol terjadi dehidrasi dan pengecilan lubang pori-pori. Ini
menyebabkan zat warna tetap terikat, dan sel tetap berwarna ungu.
![Page 9: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/9.jpg)
9
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1.1. Simpulan
Berdasarkan hasil Praktikum Mikrobiologi yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa sterilisasi kering bertujuan untuk menyeterilkan alat-alat
praktikum, sterilisasi bertujuan untuk mensterilkan medium. Dalam biakan bakteri
digunakan medium PDA dengan sampel dada ayam. Jumlah Koloni yang
terhitung adalah 2,36 X 104. Jumlah tersebut sesuai dengan standar normal jumlah
koloni bakteri pada sampel dada ayam. Pewarnaan gram dilakukan pada bakteri
Lactobacillus acidophillus dan Eschericia coli, Lactobacillus acidophillus
termasuk kedalam gram positif, ditunjukan dengan hasil pewarnaan berwarna
ungu. Eschericia coli termasuk kedalam gram-negatif, ditunjukan dengan warna
merah.
1.2. Saran
Diharapkan dalam praktikum prosedur dilakukan dengan teliti dan
cermat agar praktikum berjalan dengan lancar.
![Page 10: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/10.jpg)
10
DAFTAR PUSTAKA
Adam, S. 1992. Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitologi untuk Perawat. EGC, Jakarta Brooker, C. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. EGC, Jakarta.
Berman, A., S. Snyder, B. Kozier, G. Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Edisi Kelima. EGC, Jakarta.
Brooks, G. F., Butel, J. S., dan Morse, S. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika, Jakarta.
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikkrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Effendi, I. dan Hadiroseyani, Y. 2002. Peningkatan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betutu, Oxyeleotris marmorata (BLKR.) dengan Antibiotik). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia, Jakarta.
Fardiaz, S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gobel, Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas Hasanuddin: Makassar.Harmita, Maksum Radji, dan M. Biomed. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Gruendemann, J. dan Barbada J. 1996. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Vol. 1 Prinsip. EGC, Jakarta.
Harmita, Maksum Radji, dan M. Biomed. 2006. Analisis Hayati. EGC, Jakarta.
James, J., Colin Baker, dan Helen Swain. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Erlangga, Jakarta.
Lay, B. dan Sugyo, H. 1992. Mikrobiologi.Rajawali Pers. JakartaAdam, S. 1992. Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitologi untuk Perawat. EGC, Jakarta.
Makfoeld. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius, Yogyakarta.
Pelczsar, M. J dan Chan, E. C. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Penn, C. 1991. Handling Laboratory Microorganism. Open University, Milton Keynes.
![Page 11: Copy of Laporan Mikrobiologi Part 2](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022080220/55cf9bb5550346d033a7191a/html5/thumbnails/11.jpg)
11
Sacher, R.A. dan Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, E/11. EGC, Jakarta.
Suwahyono, U. 2009. Biopestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yuwono, T. 2008. Boiologi Molekuler. Erlangga, Jakarta.