copy of 91520567-psikiatri

22
1 ASPEK PSIKIATRI PADA PENDERITA EPILEPSI I. PENDAHULUAN Epilepsi dapat terjadi pada siapa s aja di sel uruh dunia tanpa bat asan ras dan sosial ekonomi. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang. 10  Epilepsi adalah suatu gangguan yang berhubungan dengan sistem saraf  pusat, yang ditandai dengan adanya bangkitan kejang yang disebabkan oleh hiperaktifitas muatan listrik dari neuron otak secara spontan. Penderita epilepsi digambarkan mempunyai perilaku yang stereotipi, retardasi mental, psikotik, agresif, dengan gangguan kognitif, afektif, dan gangguan perilaku lain. 1,4  Adanya manifestasi psikotik pada epilepsi menimbulkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis gangguan psikiatri, apakah gejala ini merupakan bagian dari epilepsi atau merupakan gangguan psikiatri yang menyertai suatu epilepsi. Pada umumnya gangguan psikiatri ditemukan pada periode interiktal yaitu berupa gangguan mood, gangguan tingkah laku, psikotik, dan tindakan kekerasan. 7  II. DEFINISI Epilepsi didefinisikan sebagai suatu yang ditandai o leh bangkitan (seizure)  berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron- neuron secara paroksismal dan disebabkan oleh berbagai etiologi. 5  Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik dari  bangkitan serupa (streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). 5  

Upload: dedy-jie

Post on 17-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

ASPEK PSIKIATRI PADA PENDERITA EPILEPSII. PENDAHULUANEpilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.10 Epilepsi adalah suatu gangguan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, yang ditandai dengan adanya bangkitan kejang yang disebabkan oleh hiperaktifitas muatan listrik dari neuron otak secara spontan. Penderita epilepsi digambarkan mempunyai perilaku yang stereotipi, retardasi mental, psikotik, agresif, dengan gangguan kognitif, afektif, dan gangguan perilaku lain.1,4 Adanya manifestasi psikotik pada epilepsi menimbulkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis gangguan psikiatri, apakah gejala ini merupakan bagian dari epilepsi atau merupakan gangguan psikiatri yang menyertai suatu epilepsi. Pada umumnya gangguan psikiatri ditemukan pada periode interiktal yaitu berupa gangguan mood, gangguan tingkah laku, psikotik, dan tindakan kekerasan.7II. DEFINISI Epilepsi didefinisikan sebagai suatu yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron- neuron secara paroksismal dan disebabkan oleh berbagai etiologi.5Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik dari bangkitan serupa (streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).5III. ETIOLOGI a. Faktor biologis1. Peranan neurotransmitterDefisiensi sistem noradrenergik dan/atau serotonergik, atau abnormalitas receptor 5HT2, dapat mempredisposisi penderita epilepsi menjadi psikotik dan depresi.12. Peranan asam folatPasien psikosis dan depresi dengan epilepsi oleh karena pemakaian obat anti konvulsi selalu disertai dengan kadar konsentrasi folat yang rendah pada serum dan sel darah merah dibandingkan pasien psikiatri yang lain. Pasien dengan konsentrasi asam folat yang sangat rendah umumnya menunjukkan "rating" depresi yang cukup tinggi dibanding pasien dengan kadar konsentrasi asam folat yang normal.13. Faktor biokimiawiKeseimbangan antara fungsi neuron eksitatorik dengan inhibitorik merupakan prasyarat untuk normalitas fungsi sistem limbik yang mengatur emosi dan afek. Berbagai perubahan dalam sistem biokimiawi yang melibatkan norepinefrin, dopamin, dan GABA. Perubahan keseimbangan biokimiawi ini akan menimbulkan aktifitas berlebihan dari salah satu neuron terhadap yang lain.14. NeuroanatomikGejala psikotik dan depresi yang terdapat pada pasien epilepsi berhubungan secara signifikan dengan suatu gangguan lobus frontalis bilateral akibat kurangnya metabolisme glukosa di otak.1

5. Peranan penggunaan antikonvulsiPada penderita epilepsi yang telah mendapat terapi antiepilepsi dalam jangka waktu lama, bila terapi dihentikan tiba-tiba maka sering timbul berbagai efek pada penderita, antara lain gangguan psikiatri dan yang paling sering dijumpai yaitu depresi atau ansietas.16. Faktor genetikFaktor genetik memegang peranan dalam menimbulkan gangguan psikotik dan depresi pada epilepsi. Penderita epilepsi dengan gangguan psikotik dan depresi mempunyai riwayat keluarga menderita gangguan psikopatologis, dimana depresi merupakan gangguan yang paling umum dijumpai.8b. Faktor psikososialPermasalahan psikososial sehari-hari yang membebani penderita epilepsi membuat penderita rentan terhadap gangguan psikotik dan gangguan tingkah laku. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi penderita epilepsi tersebut adalah : Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh adanya struktur patologis merupakan dampak dari seringnya serangan kejang. Bias sosial atau stigma, menyebabkan penderita epilepsi terbatas dalam pekerjaannya, terbatas dalam kehidupan sehari-harinya, dan terbatas pergaulannya. Pola hubungan keluarga yang terganggu, seperti ketergantungan pada anggota keluarga yang lain, overproteksi, penolakan oleh anggota keluarga yang lain.8

IV. KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINISPsikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang ditemukan. Berdasarkan penelitian epidemiologi yang dilakukan ditemukan kasus psikosis pada penderita epilepsi berkisar antara 0,5% - 9%. Keadaan ini biasa disebut dengan psychoses of epilepsy (POE)2Psychoses of epilepsy (POE) diklasifikasikan berdasarkan hubungan waktu antara kejadian dengan masa iktal :21. Psikosis iktal2. Psikosis post-iktal3. Psikosis inter-iktal 1. Psikosis iktal (IP)Psikosis iktal adalah kejadian yang berhubungan dengan discharge epilepsi dalam otak, kecuali pada beberapa pasien dengan parsial sederhana dan EEG abnormal tidak terdeteksi. Biasanya hal ini berangkai dengan iritabilitas, keagresifan, automatisme, henti bicara/blocking atau mutisme. Kecuali untuk kasus status parsial sederhana, keadaan perasaan secara umum menjadi memburuk. Kebanyakan dari psikosis iktal mempunyai fokus epileptiknya pada lobus temporal, hanya 30% fokus epileptiknya berada selain di lobus temporal (terutama di korteks frontalis). Adakalanya, psikosis menetap meskipun masa iktal telah selesai 2. Psikosis post-iktal (PIP) Hampir 25% dari kasus psikosis pada penderita epilepsi adalah psikosis post- iktal. Pada psikosis post iktal, gejala psikotik yang berlangsung singkat mengikuti berakhirnya seizure. Gejala yang muncul dapat bermacam, dapat ditemukan halusinasi (Auditorik, visual ataupun taktil), perubahan perilaku seksual, dan waham.

3. Psikosis inter iktal Psikosis inter-iktal merupakan keadaan psikosis yang persisten, ditandai oleh paranoid, tidak berhubungan dengan kejadian masa iktal dan tidak dengan penurunan kesadaran. Kejadiannya diperkirakan 9% dari semua populasi penderita epilepsi, dan mulai dari usia 30 tahun.Gejala yang biasanya muncul adalah waham, halusinasi dengan gangguan moral/etika, kurang inisiatif, penilaian yang tidak terorganisasi dengan baik, perilaku agresif dan ide bunuh diri.V. PENATALAKSANAAN PSIKOTIK PADA EPILEPSIPenatalaksanaan psikotik pada pasien epilepsi adalah sama saja antara pasien dengan atau tanpa epilepsi, dengan beberapa catatan. Penggunaan neuroleptik pada penderita epilepsi akan disesuaikan khususnya oleh etiologi dari psikotik apakah psikotik itu iktal, post iktal, interikta1.3,4Psikosis iktal sangat baik diterapi dengan tujuan mengendalikan seizure. Status epileptikus dan iktal diterapi dengan cara yang sama seperti epilepsi yang nonpsikiatrik.Psikosis post iktal dapat diobati dengan memperbaiki kontrol seizure. Psikosis post iktal lebih umum daripada psikosis iktal dan biasanya tidak memerlukan penggunaan obat antipsikotik jangka panjang. Penggunaan neuroleptik jangka pendek atau benzodiazepine mungkin diperlukan untuk psikosis post iktal.2,3Terapi psikosis interiktal perlu dipertimbangkan penggunaan neuroleptik jangka panjang. Beberapa studi menyatakan bahwa risperidone, memiliki riwayat yang lebih baik bila dibandingkan dengan obat antipsikotik yang lebih lama. Obat antipsikotik atipikal secara potensial sedikit sekali mengurangi ambang seizure dan kurang menyebabkan efek ekstrapiramidaL Dosis yang lebih rendah dibanding yang digunakan pada skizofrenia primer kelihatannya efektif. Dukungan psikososial dan edukasi keluarga juga penting.6,8Ketika memilih obat antipsikotik yang spesifik, harus dipertimbangkan risiko penurunan ambang seizure dan interaksi obat secara potensial. Reaksi munculnya seizure selalu dipertimbangkan ketika memulai pengobatan neuroleptik, namun tidak ada alasan tidak memberikan terapi penderita yang memerlukan pengobatan antipsikotik. Banyak obat neuroleptik dapat menyebabkan perubahan gambaran EEG berupa perlambatan aktivitas background ketika menggunakan dosis tinggi.6,7Mc Connell menyimpulkan, data penggunaan neuroleptik pada penderita epilepsi dengan merekomendasikan sebagai berikut :4,9,101. Clozapine, chlorpromazine, dan loxapine dihindari pada penderita epilepsi karena secara jelas meningkatkan potensi epilepsi. Jika clozapine diperlukan, maka pemberian bersamaan dengan obat antiepilepsi seperti asam valproat, mungkin lebih rendah menimbulkan risiko seizure.2. Di antara neuroleptik yang lama, haloperidol mungkin merupakan drug of choice untuk penderita epilepsi. Jika terapi jangka panjang diperlukan maka risperidone dan sulphiride mungkin sedikit menurunkan ambang seizure dengan efek ekstrapiramidal yang lebih kecil.3. Trifluoperazine, fluphenazine, molindone, dan thioridazine adalah alternatif lain yang memiliki efek sedikit menurunkan ambang seizure.4. Tanpa memperhatikan pilihan neuroleptik, dimulai dengan dosis awal dan ditambahkan secara perlahan dengan memonitor derajat keparahan dan frekuensi dari seizure.I. IDENTITAS PASIENTn. I, umur 32 tahun, suku Makassar, agama Islam, pendidikan S1 , bertempat tinggal di Bangkala Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto, masuk RSKD Dadi diantar oleh Tn A ( ayah kandung) pada tanggal 15 Februari 2011.

II. RIWAYAT PSIKIATRIDiperoleh dari catatan medik, autoanamnesis dan alloanamnesis dari Tn A (umur 62 tahun, pekerjaan wiraswasta , pendidikan SMA (tamat),ayah kandung pasien) dan Ny. M ( umur 60 tahun, PNS sebagai guru SD, pendidikan PGSD, ibu kandung pasien) .A. Keluhan Utama MengamukB. Riwayat Gangguan SekarangPasien mengamuk dialami sejak 5 bulan yang lalu, semakin memberat 2 bulan ini. Pasien mengamuk dan marah-marah jika menonton berita di TV dan mengatakan orang-orang koruptor semua didalam. Jika mengamuk akan mengancam dan memukul orang. Kadang-kadang pasien bicara dan tertawa sendiri, mendengar suara ting, ting, ting, juga pasien mendengar suara neneknya yang sudah meninggal tapi tidak tiap hari. Pasien merasa dibicarakan oleh orang lain apabila melihat tetangga-tetangganya dan orang yang berkumpul. Nafsu makan menurun satu kali sehari dan juga sulit tidur pada malam hari. Menurut ibunya pasien sering kejang sejak tahun 2006 (selesai Wisuda S1) makanya belum bekerja karena penyakitnya itu. Kejang muncul secara tiba-tiba 2 kali dalam satu minggu. Lamanya kejang 5 menit berupa kejang seluruh tubuh disertai mulut berbusa dan bola mata naik keatas, kejang sering terjadi pada malam hari. Pasien pernah berobat ke dokter tapi tidak ada perubahan akhirnya pasien memilih berobat ke dukun.C. Riwayat Penyakit DahuluTidak terdapat riwayat penyakit fisik, trauma kapitis, penyakit infeksi. Tidak ada riwayat minum alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan, merokok (+). Terdapat riwayat kejang sejak tahun 2006.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi1. Riwayat Prenatal dan PerinatalPasien lahir di Jeneponto , tanggal 17 September 1978, lahir normal cukup bulan dan ditolong oleh bidan. Saat dalam kandungan ibu pasien dalam keadaan sehat. Tidak ada riwayat ibu pasien pernah mengkonsumsi alkohol, rokok atau obat-obat terlarang.2. Riwayat Masa Kanak-kanak Awal ( usia 1-3 tahun)Pasien mendapat ASI hingga berumur 2 tahun, pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak sebayanya, riwayat trauma, demam tinggi, kejang tidak ada.3. Riwayat Masa Kanak Pertumbuhan (Usia 4-11 tahun)Selama masa ini pertumbuhan dan perkembangan normal, pasien mulai masuk SDN Inpres Bukit Jaya Jeneponto pada usia 6 tahun. Prestasi di sekolah pasien termasuk anak yang cerdas.4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun )Pasien bersekolah tamat SDN Inpres Bukit Jaya Jeneponto lalu melanjutkan ke SMPN Kelara Kecamatan Kelara di Jeneponto setelah lulus dari SMPN melanjutkan ke SMAN 6 Makassar. Setelah tamat SMAN pasien melanjutkan pendidikan di Universitas Sawerigading di fakultas hukum ( tamat ). Prestasi disekolah pasien termasuk anak yang cerdas. Selama bersekolah di Makassar pasien tinggal sendiri di rumah kost. Pasien termasuk anak yang mudah bergaul, sabar dan ramah. 5. Riwayat Masa Dewasa1. Riwayat Pekerjaan Belum bekerja 1. Riwayat pernikahan Pasien Belum menikah

6. Riwayat Keluarga Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara ( ,,, ). Pasien memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta, ibu pasien bekerja sebagai pegawai negeri sipil sebagai guru SD.7. Riwayat Keluarga Saat IniPasien tinggal di Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto bersama ayah, ibu serta adik laki-laki pasien.III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIA. Status InternusStatus vital : TD : 120/80mmHg, S : 36,7oCN: 96x/menit P : 20 x/mntcor/pulmo : dalam batas normal. Abdomen: dalam batas normal. Ekstremitas: akral hangat, edema -/-B. Status NeurologiGCS: E4M6V5FKL: sulit dinilaiRM: negatifNn Cranialis: normalMotorik: normalSensibilitas: normalSSO: dalam batas normalLaboratorium Hb 13,7 gr%, lekosit : 8.600/mm3, trombosit 248.000/mm3, SGOT : 35, SGPT : 41, GDS 100 mg/dl, Ureum 19 mg/dl, Creatinin 0,82 mg/dl.

Radiologis CT Scan kepala tanpa kontras tgl. 18 Februari 2011Kesan : normal

EEG tgl. 16 Februari 2011Kesan : lesi struktural di frontal yang berciri epileptogenik

IV. DIAGNOSIS NEUROLOGI Diagnosis klinis: general tonic clonic seizureDiagnosis topis: hemisfer serebri (frontal)Diagnosis etiologis: epilepsiV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL A. Deskripsi Umum 1. Penampilan:Seorang pria mengenakan baju kaos warna hitam dan celana jeans panjang warna biru tua, wajah sesuai umur, rambut ikal, kurang rapi, perawakan sedang, kesan perawatan diri cukup terawat, cara jalan biasa.2. Kesadaran: Berubah3. Perilaku dan aktifitas psikomotorSaat wawancara pasien duduk dengan tenang4. Pembicaraan:Pasien menjawab sesuai pertanyaan, cukup spontan, intonasi biasa tidak terdapat hendaya berbahasa.5. Sikap terhadap pemeriksa :Cukup kooperatifB. Keadaan Afektif1. Afek : inappropriate2. Keserasian : tidak serasi 3. Empati : tidak dapat dirabarasakanC. Fungsi Intelektual (Kognitif)1. Taraf Pendidikan :Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan pendidikannya.

2. Orientasi :a. Waktu : baikb. Tempat : baikc. Orang : baik 3. Daya ingat :a. Jangka segera: baikb. Jangka pendek: baikc. Jangka panjang: baik4. Konsentrasi dan Perhatian : kurang5. Pikiran Abstrak : terganggu6. Bakat kreatif: tidak ada7. Kemampuan menolong diri sendiri : kurangD. Gangguan PersepsiTerdapat gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik suara yang berbunyi ting,ting, ting dan suara neneknya yang sudah meninggal Proses Berpikir1. Arus pikiranProduktivitas cukup, kontuinitas relevan, koheren.2. Isi pikiran : Preokupasi : selalu memikirkan penyakitnyaGangguan pikiran : ideas of refrecurrent E. Daya Nilai dan Tilikan1. Norma sosial: Terganggu2. Uji Daya Nilai: Terganggu3. Penilaian Realitas: Terganggu4. Tilikan : Pasien tahu dirinya sakitF. Taraf Dapat DipercayaDapat dipercaya

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNASeorang pria umur 32 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan mengamuk. Keluhan mengamuk ini dialami sejak 5 bulan yang lalu, bila mengamuk akan memukul orang disekitarnya, sering tertawa dan bicara sendiri. Bila nonton TV pada acara berita pasien sering marah-marah dan mengatakan orang-orang koruptor semua didalam. Pasien juga merasa sering dibicarakan oleh orang lain. Sejak tahun 2006 pasien sering kejang. Kejang muncul secara tiba-tiba 2 kali dalam satu minggu. Lamanya kejang 5 menit berupa kejang diseluruh tubuh dan disertai mulut berbusa dan bola mata naik keatas.Pada pemeriksaan fisis dan neurologi, tidak ditemukan kelainan yang bermakna. Hasil pemeriksaan EEG menunjukkan lesi struktural di frontal yang berciri epileptogenik. Hasil CT Scan kepala tidak tampak kelainan. Pemeriksaan status mental menunjukkan keadaan afektif inapproriate dan tidak ada keserasian, serta daya nilai terganggu. Gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik serta memiliki gangguan isi pikir yang selalu merasa curiga. VII. EVALUASI MULTIAKSIALAksis IBerdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinis yang bermakna berupa yakni sering mengamuk, marah-marah, bicara dan tertawa sendiri. Pasien sulit tidur, tidak dapat lagi mengurus dirinya sendiri dan bekerja seperti biasanya dimana hal ini menimbulkan hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat digolongkan pasien mengalami gangguan jiwa.Pada pemeriksaan status mental, didapatkan hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi auditorit dan wahan ideas of refrecurrent sehingga pasien dikatakan mengalami gangguan jiwa psikotik. Hasil pemeriksaan EEG menunjukkan epileptogenik. Pada kasus ini penderita mengalami gangguan mental dan perilaku yang berkaitan dengan kerusakan dan disfungsi otak, maka berdasarkan PPDGJ III pasien ini didiagnosa dengan Gangguan Mental Lain YDT Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak dan Penyakit Fisik (F06.8).Aksis II Belum cukup data untuk menegakkan suatu ciri kepribadianAksis IIIEpilepsi Aksis IVStressor psikososial tidak adaAksis VGAF SCALE 50 41, Pasien mengalami gejala berat dan disabilitas berat

VIII. PROGNOSISPrognosis pasien ini adalah dubiaIX. DAFTAR MASALAHOrganobiologik Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakoterapi. PsikologikDitemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa halusinasi auditorik, dan waham deas of refrecurrent sehingga menimbulkan gejala psikis, maka pasien memerlukan psikoterapi.Sosiologik Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang, sehingga pasien memerlukan sosioterapi.

X. TATALAKSANAA. PsikofarmakaHaloperidol 1,5 mg 3x1Fenobarbital 100 mg 2x1B1B6 2x1B. Psikoterapi1. Terhadap pasien:Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien sehingga dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya dan cara menghadapinya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan, memotivasi pasien agar mau minum obat secara teratur. Memberi pengertian bagaimana pasien harus bersikap terhadap waham dan halusinasinya.Bimbingan:Membimbing pasien mengenali dan menghadapi penyakitnya, membimbing pasien mengenali dan menghadapi stresornya.2. Terhadap KeluargaSosioterapiMemberikan penjelasan kepada pasien dan orang-orang disekitarnya sehingga keluarga pasien dapat menerima dan memberikan dukungan moral menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan serta manfaat pengobatan secara teratur.

XI. DISKUSIPasien ini didiagnosis sebagai psikosis epilepsi berdasarkan riwayat epilepsi yang dialami sejak tahun 2006 gangguan psikosis yang dialami sejak 5 bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan EEG lesi struktural difrontal yang berciri epileptogenik, menunjang diagnosis suatu epilepsi. Dari anamnesis didapatkan riwayat pasien mengamuk dan pemeriksaan status mental menunjukkan keadaan yang inapproriate dan tidak ada keserasian, serta daya nilai yang terganggu, gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik serta memiliki gangguan isi pikir yang selalu merasa curiga menggambarkan suatu gangguan psikotik.Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi. Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).Psikosis adalah hendaya berat dalam : kemampuan daya nilai realitas (yang bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri yang terganggu, daya nilai sosial terganggu, dan daya tilikan diri terganggu), fungsi-fungsi mental (bermanifestasi dalam gejala positif dan gejala negatif), fungsi kehidupan sehari-hari (bermanifestasi dalam gejala tidak dapat bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin).2Mekanisme neurologik yang menyebabkan comorbidity psikiatrik pada penderita epilepsi adalah kompleks dan multifalctorial. Ada beberapa penjelasan tentang hubungan yang mungkin antara epilepsi dan psikotik, secara luas dikiasifikasikan sebagai berikut :1. Epilepsi dan psikosis adalah bagian dan neuropatologi umum yang dapat terlokalisasi atau menyebar luas pada otak.2. Psikosis disebabkan oleh gangguan elektrik berulang, secara langsung atau melalui perkembangan abnormal neurofisiologik atau neurokimia.3. Faktor lain yang mungkin,, seperti masalah psikologik, neurotoksisitas dari obat antiepilepsi dan defisiensi drug induced seperti asam folat.3Tata laksana pada pasien ini dengan pemberian obat antipsikotik haloperidol yang mungkin merupakan drug of choice pada penderita psikosis epilepsi, dan pemberian obat antiepilepsi untuk mengendalikan kejang yang timbul.Prognosis dari pasien ini adalah baik. Dengan pengobatan yang teratur dan adekuat, diharapkan kejang dapat diatasi, dengan demikian gangguan psikotik yang ada bisa ikut teratasi.

Autoanamnesis hari Selasa tanggal 17 Februari 2011Seorang pria mengenakan baju kaos warna hitam dan celana jeans panjang warna biru tua, wajah sesuai umur, rambut ikal, kurang rapi, perawakan sedang, kesan perawatan diri kurang terawat.D:Assalamu alaikum, saya dr erna yang bertugas hari ini, nama bapak siapa?P:Waalaikumsalam .. iksan dokterD:Boleh kita berbincang-bincang sebentar?P:BolehD:Berapa umur bapak ?P:32 tahunD:Dimana tempat tinggalnya?P:Di JenepontoD:Bapak tau dimana sekarang?P:(Terdiam sejenak) dirumah sakit dok, rumah sakit DadiD:Siapa yang antar kesini?P:Keluargaku dok, ayah dan ibuD:Mungkin bapak bisa cerita apa yang terjadi sampai dibawa kesini?P:saya kurang tau dokterD : Mungkin ada yang kurang nyaman bapak rasa ?P : Mungkin karena saya sering kejang sampai saya dibawa kesini.D : Kejang maksudnya ?P : Kejang-kejang sampai pingsan, lamami.D : Bagaimana perasaan bapak waktu akan kejang ?P : Kadang tidak enak saya rasa, kadang langsung tiba-tiba muncul kejangnya. D : Apa yang bapak rasakan selain itu?P : Tidak ada lagi dokterD : Apa bapak mendengar suara-suara yang tidak ada orangnya ?P : Ada dokterD : Suara apa itu ?P : Suara yang berbunyi ting, ting, ting, dan suara nenek saya yang sudah meninggalD : Apa terus menerus kita rasakan ?P : Tidak, kadang muncul pagi, kadang juga malamD : Sudah berapa lama kita dengar itu suara?P : Sudah lama dokterD : Apa ada lagi yang mengganggu yang menggangu perasaan anda ?P : saya curiga sering mereka ceritakan sayaD: memangnya bapak dengar apa yang mereka ceritakan ? P : saya tidak dengar dok, tapi saya pikir mereka sedang membicarakan saya dengan penyakit yang saya deritaD:bapak suka nonton TV?P:suka dokterD:biasanya acara apa itu ?P:acara berita dokter, mereka koruptor semua didalamD : Terima kasih atas waktunya bapak, silahkan istirahat duluP : Pasien hanya tersenyum.

DAFTAR PUSTAKA

0. Cockrell DC, Shorvon SD : Epilepsi, Currents Concepts Current Medical Literature, 1996, 20-211. Elst LTV. Beumer D, Lemieux L. Amygdala Pathology in psychosis of Epilepsy. London : Bran inc ; 20022. Guernien R. Hallk JEC. Walz R, et all. Pharmacological treatment of psychosis in epilepsy. Brazil : Hospital da clinic CIREP : 2004.3. Grupta Ak, Ettinger AB, Weisbrot DM. Psychiatric Comorbidity in Epilepsy Managing Epilepsy and Co. Existing Disorders. Butterwort Heinemann. Chapter 20 : 345-346, 349-3534. Kelompok Studi Epilepsi Perdossi, dalam : Pedoman Tatalaksana Epilepsi, 2008.5. Kaplan HI, Benyamin JS, Grebb JA : Sypnosis of Psychiatry, Behavioral Science Clinical psychiatry, 7th ed William & Wilkin. 1998. 539-552, 568-571.6. Novack WJ. Psychiatric Disorders Associated with Epilepsy. Emedicine, Section 3. Available from www.emedicine.com/neuro/topic 604.htm.85k7. Robertson MM : Epilepsy and Mood Epilepsy, Behavior and Cogniture Function. Ed : Trimble MR Reynold E. 1998, 145-151.8. Taylor MP. Managing Epilepsy, Primary Care. Blackwell Science Ltd. London, 1996 : 32-43.9. WHR. Epilepsy in The Word Health Report : Mental Health : New Understanding, New Hope, WHO, 2001

Stase Neuropsikiatri15 Maret 2011

ASPEK PSIKIATRI PADA PENDERITA EPILEPSI

Oleh:Erna Heryani

Pembimbing:Dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALISBAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2011LEMBAR PENGESAHAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan pada :Hari : SelasaTanggal: 15 Maret 2011Tempat: Ruang Pertemuan RS Universitas Hasanuddin, Makassar

Pembimbing,

Dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ

5