contoh usulan penelitian

14
USULAN PENELITIAN PEMANFAATAN PIGMEN MERAH ANGKAK DARI M onascus purporeus SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KERUPUK BAWANG Oleh JIAN SEPTIAN F24090046 ERYDHATIRTI D. P. F24090071 ASTRI RORO K. F24090096 SARAH LUBNA F24090104 NURUL HADIYANA F24090126 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: jian-septian

Post on 21-Jul-2015

578 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

USULAN PENELITIAN

PEMANFAATAN PIGMEN MERAH ANGKAK DARI Monascus purporeus SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KERUPUK BAWANG

Oleh JIAN SEPTIAN ERYDHATIRTI D. P. ASTRI RORO K. SARAH LUBNA NURUL HADIYANA F24090046 F24090071 F24090096 F24090104 F24090126

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

USULAN PENELITIAN PEMANFAATAN PIGMEN MERAH ANGKAK DARI Monascus purporeus SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KERUPUK BAWANG

USULAN PENELITIAN Sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian mayor Ilmu dan Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh JIAN SEPTIAN ERYDHATIRTI D. P. ASTRI RORO K. SARAH LUBNA NURUL HADIYANA F24090046 F24090071 F24090096 F24090104 F24090126

Menyetujui, Bogor, 25 Mei 2012

Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc NIP. 19490612 197603 Dosen Pembimbing Akademik

USULAN PENELITIAN I. JUDUL PEMANFAATAN PIGMEN MERAH ANGKAK DARI Monascus purporeus SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KERUPUK BAWANG II. PERSONALIA PELAKSANA : JIAN SEPTIAN ERYDHATIRTI D. P. ASTRI RORO K. SARAH LUBNA NURUL HADIYANA F24090046 F24090071 F24090096 F24090104 F24090126

Mahasiswa Tingkat III Mayor Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, DOSEN PEMBIMBING Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor : Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc Staf Pengajar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor III. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 3.1 WAKTU : Penelitian dilaksanakan selama lima bulan (Oktober 2012 Februari 2013) 3.2 TEMPAT : Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST IV. PENDAHULUAN 4.1 Latar Belakang Permasalahan pangan, khususnya penggunaan bahan tambahan makanan (BTP) kini telah menjadi bahasan yang sangat menarik. Titik utama

permasalahannya ialah penggunaan bahan tambahan pangan yang salah. Koran Tempo Selasa, 9 Agustus 2011 menginformasikan bahwa pada sidak tim gabungan Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Tanggerang Selatan menemukan penggunaan zat pewarna tekstil pada kerupuk. Di tempat lain, hasil pengujian sampel makanan Dinas Kesehatan (DKK) Solo (Juni 2000) menyebutkan 80% sampel makanan kerupuk merah mengandung zat pewarna berbahaya rhodamin. Penggunaan bahan-bahan ini ilegal karena bahan tersebut berbahaya bagi kesehatan. Kelebihan dosis rhodamin bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Zat pewarna ini juga dapat merusak organ dan sirkulasi pencernaan (BPOM 2004). Kasus-kasus tersebut terjadi umumnya karena produsen tidak memiliki pengetahun akan pengguannan bahan makanan yang benar, ataupun juga karena faktor ekonomis. Masyarakat Indonesia yang dikenal konsumtif mempunyai kebiasaan mengkonsumsi camilan yang tinggi, misalnya kerupuk. Kerupuk dikonsumsi sebagai pendamping makanan nasi, ataupun hanya sebagai snack. Sensasi renyah dan rasa gurih yang diberikan oleh kerupuk mempunyai kesan tersendiri pada masyarakat Indonesia. Beberapa daerah bahkan memiliki jenis pangan khas yang terkait dengan kerupuk, misalnya kerupuk merah soto Lamongan dan kerupuk merah gado-gado. Berbagai jenis makanan di warung makan seperti kwetiau, capcay, fuyung hay, juga selalu disajikan dengan kerupuk. Beberapa kota di Indonesia pun dikenal sebagai sentra produksi kerupuk, misalnya Sidoarjo. Paparan di atas menunjukkan tingginya konsumsi kerupuk masyarakat Indonesia. Kerupuk umunya mempunyai warna putih, kecoklatan ataupun merah. Hal ini bergantung pada warna bahan utama dan adanya pewarna. Fungsi pewarna pada kerupuk tentu saja untuk memberikan kesan yang lebih menarik. Sayangnya, produsen mulai melakukan kecurangan dengan menggunakan pewarna ilegal dan terlarang seperti pewarna tekstil atau rodhamin B. Isu back to nature saat ini tengah semarak di masyarakat, termasuk di dalamnya penggunaan pewarna alami. Jenis pewaran alami di Indonesia pun

sangat beragam, salah satunya angkak. Menurut Jenie et al. (1994), angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh Monascus purpureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak beracun serta tidak karsinogenik. Aplikasi pigmen warna merah angkak ke dalam kerupuk tentu merupakan suatu solusi permasalahan penggunaan bahan tambahan pangan yang berbahaya. 4.2 Tujuan Tujuan dari pelaksanaan program ini untuk mengetahui bagaimana cara mengekstrak pigmen merah angkak. Lalu, mendapatkan formulasinya pada pewarnaan kerupuk bawang sehingga dihasilkan produk yang menarik dan dapat diterima oleh konsumen. V. TINJAUAN PUSTAKA 5.1 Angkak Angkak adalah produk beras yang difermentasikan hingga warnanya menjadi merah gelap. Nama angkak diambil dari nama kapang Monascus angka yaitu kapang yang dimanfaatkan sebagai Gambar 1. Biji Angkak biang fermentasi untuk membuat angkak. Namun angkak juga bisa dibuat dengan menggunakan kapang lain yaitu Monascus pupureus dan Monascus pilosus. Selama bertahun-tahun angkak dikonsumsi di negara Asia sebagai pewarana alami makanan pada ikan, keju Cina, red wine, dan sosis (Pinthong dan Pattanagul 2004). Di beberapa negara, angkak dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Contohnya adalah beni-koji, hong qu, hung-chu, monascus, red koji, red leaven, red yeast rice, xue zhi kang, dan zhi tai (Anonim 2008).

Kapang angkak menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan Zakaria 1996). Menurut Maryland et. al (2000), komponen pigmen yang dihasilkan oleh kapang adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin (kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan monaskorubramin (ungu). Kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh pemanasan, cahaya matahari, pH, reduktor dan oksidator. Pemanasan pekatan angkak dan bubuk angkak pada suhu dibawah 1500C tidak menyebabkan perubahan spektrum warna angkak yang signifikan, perubahan yang terjadi hanya berkisar 91.7 % (Mitrajanty 1994). Angkak lebih stabil pada pH basah dan larutan reduktor memberikan kestabilan pada warna angkak. Berdasarkan penelitian Fabre et al. (1993) didapatkan bahwa pigmen merah angkak mengalami degradasi sebesar 55% setelah dipanaskan pada 1000C selama 8 jam. Angkak mengandung senyawa antihiperkolesterolemia yang disebut meviolin (C24H36O5, Lovastatin, Monacolin dan Mevacor) yang menghambat sintesis kolesterol melalui penghambatan aktifitas HMGCoA reduktase enzim penentu biosintesis kolesterol (Erdogrul dan Azirak, 2004). Produk Monascus ini telah lama digunakan sebagai makanan sehat dan makanan tambahan untuk penderita hiperkolesterolemia yang penggunanya telah disetujui Food and Drug Administration (FDA) atau badan keamana pangan Amerika Serikat sejak 1998 (Dhanutirto 2004). Hasil penelitian terdahulu oleh Kasim dkk (2005) dengan menggunakan beras putih pera sebagai substrat padat, diketahui kandungan lovastatinnya dapat mencapai 0,92%. Kandungan yang terpenting adalah HMG-CoA (monacolin/lovastatin/ statins) yang diakui sangat efektif untuk menurunkan kolesterol jahat LDL dan Trigliserida. Efektivitas red yeast rice untuk menurunkan kolesterol telah diuji secara klinis oleh lebih dari 17 riset di Cina. Sedangkan Universitas Kedokteran UCLA di Amerika juga telah melakukan riset yang menyimpulkan konsumsi 2.4 gram red yeast rice per hari dapat menurunkan secara nyata tingkat kolesterol Total dan LDL dalam 12 minggu.

5.2 Kerupuk Secara umum kerupuk adalah bahan kering yang berupa lempengan tipis yang terbuat dari bahan baku adonan tepung tapioka dicampur Gambar 2. Kerupuk Merah bahan perasa seperti udang atau ikan. Jenis kerupuk yang ada di Indonesia adalah kerupuk

bawang, kerupuk udang, kerupuk kulit (rambak), dan kerupuk aci. Kerupuk berharga murah seperti kerupuk aci atau kerupuk mlarat hanya dibuat dari adonan sagu dicampur garam, bahan pewarna makanan, dan vetsin. Kerupuk kulit (kerupuk jangek) adalah kerupuk yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau yang dikeringkan. Berdasarkan survei Susenas tentang Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesaia tahun 2003, diketahui konsumsi kerupuk di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan yaitu bernilai Rp 154,- dengan jumlah konsumsi 0,193 ons berbanding Rp 99,- dan jumlah konsusminya 0,147 ons. Kerupuk merupakan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat luas, baik penduduk miskin, pendapatan menengah ataupun pendapatan tinggi (Tabel 1). Penggunaan kerupuk sebagai makanan melengkapi berbagai jenis makanan seperti nasi goreng, gado-gado, kwetiau, mi goreng, soto, bahkan bubur. Harga kerupuk udang ialah Rp 8.000,- per kg, harga kerupuk bawang Rp 6.000,- per kg kemudian harga kerupuk aci (Puli, Melarat) lebih murah yaitu Rp 3.000,- per kg. Harga kerupuk di Indonesia cukup fakultatif, dengan kisaran 10% (BI 2007). Usaha produksi kerupuk umumnya dilakukan oleh perusahaan besar-menengah dan juga perusahaan kecil rumah tangga. Sentra produksi kerupuk ummnya ada di wilayah yang mempunyai potensi pearaian yang baik seperti Belitung, Jawa Timur dan Kalimantan, salah satu contoh wilayahnya adalah Sidoarjo. Kerupuk dijual dalam bentuk mentah ataupun telah digoreng terlebih dahulu sehingga siap dikonsumsi.

Tabel 1.

Konsusmi Rata-Rata per Kapita untuk Kerupuk Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan

Golongan Pengeluaran (Rp) Konsumsi (ons) Kurang dari 40.000 40.000-59.999 0.075 60.000-79.999 0.087 80.000-99.999 0.085 100.000-149.999 0.128 150.000-199.999 0.140 200.000-299.999 0.196 300.000-499.999 0.250 500.000 dan lebih 0.305 Rata-rata konsumsi per kapita 0.166 Sumber: Susenas, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia, 2003 Kerupuk umumnya mempunyai warna putih, kecoklatan ataupun merah. Hal ini bergantung pada warna bahan utama dan adanya pewarna. Fungsi pewarna pada kerupuk tentu saja untuk memberikan kesan yang lebih menarik. Sayangnya, produsen mulai melakukan kecurangan dengan menggunakan pewarna ilegal dan terlarang seperti pewarna tekstil atau rodhamin B. VI. METODOLOGI PENELITIAN 6.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah baskom, pisau, loyang, blender, talenan, panci, panci kukus, kompor, wajan penggorengan, pengaduk, perangkat alat pengujian konsentrasi warna ekstrak, spektrofotometer, serta perlatan yang digunakan dalam uji organoleptik (uji rating hedonik). Bahanbahan yang digunakan adalah angkak, air, tepung tapioka, tepung terigu, bawang putih, garam, merica, minyak goreng. 6.2 Metode Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan program ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu ektraksi pigmen, formulasi pigmen pada kerupuk, uji organoleptik kerupuk.

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian 6.3 Langkah Percobaan Ekstraksi pigmen angkak. Sejumlah 500 g angkak direbus dalam air mendidih 2000 ml selama 30 menit. Perbandingan suhu ekstraksi yaitu 700C, 800C, 900C dan 1000C. Pembuatan kerupuk bawang merah. Bawang putih sejumlah 75 gr dihaluskan, kemudian ditumis sampai harum. Lalu dicampur dengan garam (100 gr), gula pasir (75 gr, bumbu masak (2 gr), dan tumisan bawang putih. Tepung terigu (250 gr) dan tapioka (250 gr) dicampur dan dilarukan dalam 500 ml air dan ditambahkan campuran adonan bumbu. Adonan lau dipanaskan diatas wajan sambil diaduk sampai menjadi bubur yang kental. Kemudian masukkan sisa tepung (750 gr tapioka) ke dalam adonan dan tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai menjadi adonan yang kalis. Pada tahap inilah ditambahkan ekstrak pigmen merah angkak sebagai pewarna. Adonan dicetak dalam bentuk silinder dengan panjang kurang lebih 30 cm dan diameter 5 cm. Adonan lalu dikukus dalam dandang selama 1.5 jam sampai masak. Setelah matang adonan didinginkan, dipotong tipis kira-kira 2 mm tebalnya. Adonan yang telah diiris kemudian dijemur sampai kering menggunakan oven (500C) selama 2 jam.

Formulasi kerupuk bawang merah. Formulasi dilakukan dengan pembandingan biaya dan juga kadar angkak yang sesuai dengan efekasi menurunkan kolesterol. Formulasi yang dipakai didasarkan pada kombinasi jumlah ektrak air angkak per 1 kg tepung tapioka yaitu sejumlah 500 ml, 1000 ml, dan 2000 ml. Adapun pada penambahan 1000 ml dan 2000 ml dipekatkan dengan rotary evaporator sampai volumenya jadi 500 ml. Hasil penelitian Anggraeni et al. (2009) yang menyatakan bahwa konsumsi angkak sejumlah 108mg/kgBB/hari dapat menurunkan kadar kolesterol total darah tikus jadi 59.71 mg/dL dari tikus yang diberi ransum kuning telur (134.83 mg/dL). Nilai formulasi diperoleh dari perhitungan nilai konsumsi kerupuk per hari berdasarkan Susenas (10 gr/hari) dibandingkan dengan kadar angkak pada kerupuk. 6.4 Parameter Uji Parameter uji yang dilakukan pada penelitian ini yaitu: 6.4.1 Uji Intensitas Warna Ekstrak Ekstraksi angkak pada empat perlakuan suhu 700C, 800C, 900C dan 1000C diuji intensitas warnanya dengan spektrofotometer pada panajang gelombang 500nm. 6.4.2 Uji Chromameter Kelima sampel kerupuk uji (tanpa pewarna, pewarna standar dan 3 formulasi kerupuk) digoreng dalam minyak panas lalu diukur warnanya dengan Chromameter (notasi warna L, a, b). 6.4.3 Uji Texture Analyzer Kelima sampel kerupuk uji (tanpa pewarna, pewarna standar dan 3 formulasi kerupuk) digoreng dalam minyak panas lalu diuji tektur kerenyahannya dengan Texture Analyzer. 6.4.4 Analisis Organoleptik Uji hedonik dilakukan menggunakan 70 orang panelis (Carpenter et al. 2000 diacu dalam Gaithersburg et al. 2005) berusia 18-30 tahun yang berasal dari sekitar kampus IPB. Pada uji Hedonik, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya mengenai kesukaan atau

ketidaksukaan terhadap kelima sampel. Pada penelitian ini digunakan 9 skala hedonik dengan urutan skala 1 menyatakan sangat tidak suka sekali sampai skala 9 menyatakan sangat suka sekali. Parameter yang dinilai pada uji hedonik antara lain warna, rasa, tekstur, dan overall. 6.5 Analisis Statistik (Gaspersz 1994) Data uji organoleptik dianalisis secara statistika menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Model rancangan tersebut adalah: Yij = + i + ij. Keterangan: = Pengaruh rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5 ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5 i i i i i = 1 adalah kerupuk bawang tanpa pewarna = 2 adalah kerupuk bawang dengan pewarna standar = 3 adalah kerupuk bawang dengan penambahan angkak 500 ml = 4 adalah kerupuk bawang dengan penambahan angkak 1000 ml = 5 adalah kerupuk bawang dengan penambahan angkak 2000 ml Data kesukaan panelis pada tiap parameter uji yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam uji analysis of varian (ANOVA) dua arah dengan sumber keragaman waktu pengambilan dan perlakuan kelompok I, II, III, IV, dan V. Adapun ringkasan ANOVA dua arah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan analisis varian untuk data rancangan acak lengkap (ral) dengan ulangan sama SK Db A (a-1) B (b-1) A x B (a-1)(b-1) Galat (r-1)(ab) Total (N-1) Keterangan: SK : sumber keragaman db : derajat kebebasan JK JKA JKB JKAB JKG JKT KT KTA KTB KTAB KTG FHit FHit.A FHit.B FHit.AB FTab 1% dbA/dbG dbB/dbG dbAB/ dbG

FHit: F hitung JK : jumlah kuadrat

KT : kuadrat tengah a b : jumlah taraf dari faktor A : jumlah taraf dari faktor B

A : pengambilan sampel waktu ke-h, h= hari ke-0, ke-7, dan ke-21 B : perlakuan ke-i AB : interaksi antara faktor A dan B r : ulangan setiap perlakuan

FTab: F tabel

Signifikasi hasil penelitian dapat diketahui dengan membandingkan nilai FTab dengan FHit. Jika diperoleh hasil bahwa FHit lebih besar daripada FTab, pada taraf kepercayaan 95% maka hasil ujinya dinyatakan berbeda nyata. Apabila perhitungan dengan analisis varian menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka untuk menentukan perlakuan yang berbeda dengan perlakuan kontrol digunakan uji BNT, yaitu: BNT = t (db acak) x SD SD = Ket. : = nilai t taraf nyata 5% n = replikasi (ulangan)

Bila Selisih nilai tengah dua perlakuan itu lebih besar dari BNT, maka kedua perlakuan itu dikatakan berbeda nyata. Tetapi bila Selisih nilai tengah kedua perlakuan lebih kecil dari BNT berarti kedua perlakuan itu tidak berbeda nyata. VII. JADWAL KEGIATAN Tabel 3. Jadwal Kegiatan

Jenis Kegiatan Administrasi lab. Persiapan bahan & alat Ekstraksi pengujian Formulasi Uji organoleptik Monitoring evaluasi Pembuatan akhir &

Februari Oktober November Desember Januari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

&

laporan

VIII. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni CD, J. Subandono, dan Kustiwinarni. 2009. Pengaruh Pemberian Angkak terhadap Kadar Kolesterol Total darah Tikus Putih (Rattus novergicus). CDK 168/vol.36 n0.2/Maret-April 2009 Anonim. 2008. Angkak dapat menurunkan kolesterol. http://id.shvoong.com/ medicine-and-health/alternative-medicine. [16 Mei 2012]. [BI] Bank Indonesia. 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Syariah (PPUKSyariah): Usaha Kerupuk Ikan. BI: 2007 [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu: Bahan Tambahan Illegal-Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Jakarta Carpenter R.P., H.D. Lyon, T.A. Hasdell. 2000. Guidelines for Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control. Aspen Publisher, Inc. Di dalam Gaithersburg, F. Chen., X. Hu. 2005. Study on red fermented rice with high concentration of monacolin K and low concentration of citrinin. Int. Food Micro. 103. 331-337

Dhanutirto H. 2004. Optimasi produksi Antikolesterol Inhiobitor HMG CoA reduktase dari Angkak. http://www.gunadarmauniversity.net/ digitallibrary-jbptitbpp-gdl-res-2004-dhanutirto-1717. [16 Mei 2012] Erdogrul O, S. Azirak. 2004. Review of the studies on the red yeast rice (Monascus purpureus). Turkish Elec. J. Of Biot. (2), 37-49. Fabre C.E., A.L. Santerre, M.O. Loret, R. Baberian, A.Pareilleux, G. Goma dan P.J. Blanc. 1993. Production and food aplication of the red pigments of Monascus ruber. J. Food Sci. 58: 1099-1102. Fardiaz S.F.D.B. dan F. Zakaria. 1996. Toksisitas dan imunogenitas pigmen angkak yang diproduksi dari kapang Monascus purpureus pada substrat limbah cair tapioka. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 1(12): 34-38. Gaspersz V. 1994. Metode rancangan percobaan. Bandung:CV Armico Jenie BSL, Helianti, S. Fardiaz. 1994. Pemanfaatan ampas tahu, onggok, dan dedak untuk produksi pigmen merah oleh Monascus purpureus. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 5 (2):22-29 Kasim E., S. Astuti., dan N. Nurhidayat. 2005. Karakterisasi pigmen dan kadar lovastatin beberapa isolat Monascus purpureus. Biodiversitas 6 (4): 245-247. Maryland, J. Ma, Y. Li, Q. Ye, J. Li, Y. Hua, D. Ju. 2000. Constituents of red yeast rice, a traditional Chinese food and medicine. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 48, 52205225. Mitrajanty K. Dharma. 1994. Pengaruh faktor Fisik dan Kimia terhadap Mutu Pigmen Angkak serta Stavilitasnya selama penyimpanan dalam bebrapa jenis kemasan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pinthong R. and P. Pattanagul. 2004. Effect of angkak and tapioca starch on quality of sausages containing vegetable oil (Thai). J. Khon Kaen Agri. 32 (2), 120-127.