contoh proposal
DESCRIPTION
contohTRANSCRIPT
PENGARUH WAKTU INTERAKSI ADSORPSI ZAT WARNA METILEN
BIRU TERHADAP DAYA ADSORPSI KITOSAN KULIT UDANG WINDU
SITUBONDO
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
Putri Andhika
NIM. 12030234206
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri di dalam negeri semakin berkembang dengan ditandai makin
banyaknya industri-industri kecil yang bermunculan di daerah-daerah
pedesaan. Dari perkembangan tersebut, tentulah ada efek negatif yang
mendampinginya. Sebut saja pencemaran melalui zat warna tekstil yang
cukup berbahaya. Hal ini disebut sebagai pencemaran lingkungan ketika air
limbah industri tekstil yang mengandung zat warna dibuang ke sungai atau
selokan tanpa diolah terlebih dahulu. Kualitas air sungai pun menjadi rendah
yang ditandai dengan warna air sungai yang semakin pekat.
Apabila hal ini tidak ditanggapi dengan serius, maka akan ada dampak
serius dari pencemaran lingkungan perairan, khususnya di daerah sekitar
industri tersebut. Kebanyakan zat warna organik stabil secara kimia baik
terhadap cahaya, panas, dan zat oksidator serta sulit untuk disingkirkan dari
air limbah secara biologis karena tahan terhadap penguraian aerobik
(Tanasale, 2012).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi atau
mengambil zat warna sebagai bahan pencemar lingkungan perairan, yaitu
adsorpsi. Adsorpsi merupakan alternatif terbaik untuk mengatasi pencemaran
zat warna. Kitosan dapat dipilih sebagai adsorben yang memiliki selektivitas
dan kapasitas tinggi.
Kitosan merupakan senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi
dari limbah perikanan, seperti kulit. Kitin itu sendiri merupakan polimer
alami yang kelimpahannya terbesar setelah selulosa dan banyak terkandung
pada limbah hasil laut, khususnya golongan Krustaceae seperti udang,
kepiting, ketam, dan lobster. Daerah penyebaran benih udang windu antara
lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah
(Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban,
Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur,
dan lain-lain. Pada penelitian ini, akan digunakan kulit udang windu sebagai
bahan baku kitosan.
Kitin Kitin dan kitosan atau turunannya telah dimanfaatkan sebagai
adsorben fenol (Zheng, 2004; Tanasale, 2006), logam berat (Darjito, 2006;
Cahyaningrum & Amaria, 2005; Santosa, 2006), dan zat warna (Annadurai,
1999; Kim & Lee, 2002; Crini, 2008; Wang et al. 2008).
Kitosan memiliki gugus amino (–NH2) merupakan sisi aktif yang
dalam kondisi asam berair, akan menangkap H+ dari lingkungannya sehingga
gugus aminonya terprotonasi menjadi –NH3+. Muatan positif –NH3+ ini dapat
dimanfaatkan untuk mengadsorpsi zat warna anionik. Sementara adsorpsi zat
warna kationik dan kation logam memanfaatkan keberadaan pasangan
elektron bebas pada gugus OH dan NH3 yang bertindak sebagai ligan dan
dapat berinteraksi dengan zat warna kationik atau kation logam melalui
mekanisme pembentukan ikatan kovalen koordinasi (kompleks) (Sugita et al.
2009).
Zat warna biru metilen (CI 52015) atau Basic Blue 9 merupakan suatu
zat warna basa yang umumnya digunakan untuk mewarnai kertas, pewarna
rambut, zat warna kain katun, wol, dan lain-lain (Alzaydien, 2009). Zat warna
ini dapat menimbulkan gejala sesak napas, muntah-muntah, diare, dan mual
apabila terhirup walaupun dapat dikategorikan bukan sebagai zat warna yang
berbahaya (Bhattacharya & Sharma, 2005).
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka perlu diadakan
penelitian untuk mengadsorpsi zat warna metilen biru dengan menggunakan
kitosan dari kulit udang windu di Situbondo dengan variasi waktu interaksi
untuk mencari waktu optimum penyerapan yang terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diuraikan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi kitosan kulit udang windu dalam mengadsorpsi zat
warna Metilen Biru?
2. Bagaimana pengaruh waktu interaksi dalam mengadsorpsi zat warna?
3. Bagaimana efektivitas kitosan kulit udang windu sebagai adsorben?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Mengetahui potensi kitosan kulit udang windu dalam mengadsorpsi zat
warna.
2. Mengetahui pengaruh waktu interaksi dalam mengadsorpsi.
3. Mengetahui aktivitas kitosan kulit udang windu sebagai adsorben.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat:
1. Untuk menambah wawasan serta informasi mengenai potensi kitosan
yang terbuat dari kulit udang windu di Situbondo.
1.5 Definisi Operasional
a. Kitosan dari kulit udang windu adalah senyawa polimer alam turunan
kitin yang diisolasi dari kulit udang windu yang diambil dari
Situbondo.
b. sajcbsjakcaks kcsdbcjsd kdjcds ssxs.
1.6 Asumsi
Waktu interaksi adsorpsi akan berpengaruh terhadap daya adsorpsi
kitosan pada zat warna metilen biru.
1.7 Batasan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini dibatasi
pada permasalahan pengisolasian kitosan dari kulit udang windu yang diambil
dari kabupaten Situbondo, dan dilanjutkan untuk mengetahui karakterisasi
dari kitosan tersebut dengan menggunakan instrumen FTIR, kemudian
dilakukan adsorpsi biru metilen oleh kitosan yang telah diisolasi tersebut dan
ditentukan konsentrasi biru metilen menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Windu
Sebagai anggota dari golongan krustasea, semua badan udang dan
kepiting terdiri dari ruas-ruas yang tertutup oleh kulit keras yang mengandung
zat kitin. Secara periodik, kulit keras tersebut terlepas (moulting) dan berganti
dengan kulit baru yang lembek. Seiring dengan mengerasnya kulit tersebut
selama beberapa hari, tubuh udang tersebut dapat tumbuh besar dengan cepat
(Rachmatun & Takarina, 2009).
Udang adalah jenis hewan yang hidup di perairan, khususnya sungai,
laut atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air
yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada
kedalaman yang bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter
di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood)
(Rachmatun & Takarina, 2009).
Menurut Soetomo (1990), sistematika udang windu (Penaeus
monodan Fab) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobranchiata
Famili : Penaiedea
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon Fab
2.2 Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan polimer dari glukosamin yaitu polisakarida yang
mengandung gugus asetatamida, yang dihasilkan dari isolasi kulit udang.
Sedangkan untuk kitosan, pengertiannya adalah hasil proses hidrolisa kitin
dengan alkali sehingga terjadi proses deasetilasi dari gugus asetamida
menjadi gugus amina. Pada prinsipnya, proses transformasi kitin menjadi
kitosan dapat melalui hidrolisis dengan asam dan basa (Ramadhan, 2010).
Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan
merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning,
tidak berbau. Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat
menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali
beratnya (Rismana, 2006).
Sumber utama kitosan ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang,
lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama hasil dari
laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah
udang (Hawab, 2005 dalam Rahman, 2012).
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui reaksi kimia
dengan tahap-tahap deproteinisasi, demineralisasi, depigmentasi, dan
deasetilasi (Tanasale, 2012).
2.3 Struktur Kitosan
Kitosan adalah jenis polimer rantai yang tidak linier yang mempunyai
rumus umum (C-6H11O4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-
Glukosa, dimana strukturnya dapat dilihat sebagai berikut:
2.4 Tahap Pembuatan Kitosan
a. Pembuatan kitin
Deproteinasi
Proses ini dilakukan pada suhu 60-70°C dengan menggunakan larutan
NaOH 1 M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr
serbuk/ml NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran
dipisahkan dengan disaring untuk diambil endapannya.
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai
pH netral. Selanjutnya disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan.
Demineralisasi
Penghilangan mineral dilakukan pada suhu 25-30°C dengan
menggunakan larutan HCl 1 M dengan perbandingan sampel dengan larutan
HCl = 1:10 (gr serbuk/ml HCl) sambil diaduk selama 120 menit. Kemudian
disaring untuk diambil endapannya.
Penghilangan warna
Endapan hasil demineralisasi diekstrak dengan aseton dan dibleaching
dengan 0,315% NaOCl (w/v) selama 5 menit pada suhu kamar. Perbandingan
solid dan solven 1:10 (w/v)
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai
pH netral. Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan.
b. Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan
Kitin yang telah dihasilkan pada proses di atas dimasukkan dalam
larutan NaOH dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60% (berat) pada suhu
90-100°C sambil diaduk kecepatan konstan selama 60 menit. Hasilnya berupa
slurry disaring, endapan dicuci dengan aquadest lalu ditambah larutan HCl
encer agar pH netral kemudian dikeringkan. Maka terbentuklah kitosan.
Selanjutnya kitosan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode
FTIR untuk mengetahui Derajat Deasetilasi (DD). Untuk menentukan DD
digunakan metode garis oleh Moore dan Robert, seperti ditunjukkan dalam
persamaan (1). Sampel dibuat pellet dalam bubuk KBr kemudian ditentukan
spektrumnya (Hanafi, dkk, 1999).
(1)
dengan:
A aa= log(Po/P) = absorbansi
A1588 = Absorbansi pada panjang gelombang 1588 cm-1 untuk serapan
gugus amida/asetamida (CH3CONH-)
A3410 = Absorbansi pada panjang gelombang 3410 cm-1 untuk serapan
gugus hidroksil (OH-)
Kitosan dengan DD yang paling besar digunakan untuk proses penyerapan
lemak.
2.5 Zat Warna Metilen Biru
Zat warna biru metilena (CI 52015) atau Basic Blue 9 merupakan
suatu zat warna basa yang umumnya digunakan untuk mewarnai kertas,
pewarna rambut, zat warna kain katun, wol, dan lain-lain (Alzaydien 2009).
Walaupun biru metilena bukan termasuk zat warna berbahaya tetapi setelah
terhirup akan menimbulkan gejala sesak napas, muntah-muntah, diare, dan
mual (Bhattacharya & Sharma 2005). Selama ini biru metilena telah
digunakan sebagai model untuk mempelajari proses adsorpsi bahan pencemar
organik dari larutan berair (Rahman & Saad 2003; Gürses et al. 2004;
Alzaydien 2009), dan telah diketahui kinetika adsorpsinya pada kitin dan
kitosan yang mengikuti reaksi orde dua (Fransina & Tanasale 2007).
2.6 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik yang terjadi pada permukaan
suatu padatan. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik menarik antara zat terlarut
dengan permukaan penyerap dapat mengatasi gaya tarik menarik antar pelarut
dengan permukaan penyerap (Oscik, 1982). Zat atau molekul yang terserap
ke permukaan disebut adsorbat, sedangkan zat atau molekul yang menyerap
disebut adsorben (Sukardjo, 1985).
2.7 Isoterm Adsorpsi Langmuir
Isoterm adsorpsi Langmuir merupakan salah satu dari isoterm yang
secara teoritis menganggap bahwa hanya sebuah adsorpsi tunggal yang
terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, yang memiliki arti bahwa molekul-
molekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat ytertentu dan panas
adsorpsi tidak tergantung pada permukaan yang tertutup adsorben. Isoterm
adsorbsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan adsorpsi kimia.
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dijelaskan sebagai berikut:
di mana:
m = Massa yang teradsorpsi
b = Kapasitas adsorpsi (mg/g)
p = Konsentrasi akhir larutan (mg/L)
K = Konstanta kesetimbangan adsorpsi
Dengan membuat plot antara 1/m terhadap 1/p maka harga konstanta K dan d
dapat dihitung dari slope dan intersep grafik (Rakhmawati, 2007).
2.8 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
Fakta:
Kebanyakan zat warna organik stabil secara kimia baik terhadap
cahaya, panas, dan zat oksidator serta sulit untuk disingkirkan dari air
limbah secara biologis karena tahan terhadap penguraian aerobik.
Apabila pencemaran ini tidak ditanggapi, maka akan semakin
memperburuk keadaan perairan di sekitar industri tersebut.
Pada dasarnya, kitosan dapat diperoleh dari limbah hasil laut,
khususnya golongan Krustaceae seperti udang, kepiting, ketam, dan
lobster. Pada industri pengolahan udang di samping menghasilkan
produk utama berupa udang bersih juga menghasilkan limbah, berupa
kulit udang yang sangat potensial sebagai pencemar lingkungan. Maka
dari itu, perlu dilakukan pengolahan terhadap limbah ini. Pada penelitian
yang telah ada, disebutkan bahwa derajat penyerapan yang dilakukan
oleh kitosan hasil isolasi dari kulit udang dalam menyerap kolesterol
kambing adalah sebesar 45,46%
Harapan:
Adsorpsi metilen biru menggunakan kitosan dari
kulit udang windu dipengaruhi oleh lama waktu
interaksi dengan derajat penyerapan mencapai lebih
dari 95%.
Rumusan Masalah:
Bagaimana potensi kitosan kulit udang windu dalam mengadsorpsi zat warna Metilen Biru?
Bagaimana pengaruh waktu interaksi dalam mengadsorpsi zat warna?
Bagaimana efektivitas kitosan kulit udang windu sebagai adsorben?
Teori:
Kitin merupakan polimer dari glukosamin yaitu polisakarida yang mengandung gugus asetatamida, yang dihasilkan dari isolasi kulit udang. Sedangkan untuk kitosan, pengertiannya adalah hasil proses hidrolisa kitin dengan alkali sehingga terjadi proses deasetilasi dari gugus asetamida menjadi gugus amina. Pada prinsipnya, proses transformasi kitin menjadi kitosan dapat melalui hidrolisis dengan asam dan basa.
Besarnya derajat deasetilasi dari kitosan sangat tergantung pada kondisi operasi proses deasetilasi pada pembuatan kitosan.
Penelitian Terdahulu:
Hargono (2008). Kitosan dibuat dari cangkang udang untuk
diaplikasikan sebagai perduksi kolesterol lemak kambing, diperoleh
derajat deasetilasi paling tinggi adalah 82,98%. Turmuzi Tami (2013).
Variasi konsentrasi dan pH terhadap kemampuan kitosan dalam
mengadsorpsi metilen biru didapatkan bahwa derajat deasetilasi sebesar
54,65% dengan daya adsorpsinya sebesar 95,044%.
Erna (2014). Studi interaksi dan karakterisasi kitin dan kitosan dengan
ion Fe mengatakan bahwa kondisi interaksi minimum kitosan terjadi
pada konsentrasi awal Fe 9 ppm, pH 4, massa kitin 7 mg dan waktu
interaksi 7,5 menit dengan afinitas pengikatan 12,64 ppm/mg.
Hipotesis:
Ada pengaruh lama waktu interaksi dengan kapasitas adsorpsi kitosan yang
mana juga akan berpengaruh terhadap derajat deasetilasi dari kitosan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimen
3.2 Sasaran Penelitian
Populasi acuan : Kulit udang windu
Populasi Penelitian : Kulit udang windu varietas unggul di Situbondo
Sampel : Random pada masa panen tertentu.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini “The Postest Only Control Group Design”.
Rancangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
S = Sampel awal
P = Waktu interaksi kitosan
O = Hasil dari adsorpsi sampel oleh kitosan
3.4 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas : Waktu interaksi
b. Variabel kendali : Masa panen udang windu
c. Variabel intervening : Adsorpsi
d. Variabel moderator : Proses Adsorpsi
e. Variabel confounding : Mineral lain dalam kulit udang
f. Variabel random : Ukuran udang
R
P1
P1
P3
O1
O2
O3
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dari hasil penelitian ini deskriptif kuantitatif.
Analisa spektra infra merah kitin, kitosan memakai daerah gugus fungsi dan
daerah sidik jari dengan frekuensi berkisar 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Data
variasi waktu interaksi dibuat kurva sehingga dapat ditentukan waktu
interaksi optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningrum, S., Agustini, R., dan Herdyastuti, N. 2007. Pemakaian Kitosan
Limbah Udang Windu sebagai Matriks Pendukung pada Imobilisasi
Papain. Jurnal Akta Kimindo. Vol.2, No.2: 93-98.
Crini, G. 2006. Non-Conventional Low-Cost Adsorbents for Dye Removal: A
Review. Bioresour. Technol. No.97: 1061-1085.
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. 2000. Budidaya Udang Windu. TTG
Budidaya Perikanan. Hal. 1-22.
Erna, M., Emriadi, Alif, A., Arief S. 2014. Studi Interaksi dan Karakterisasi Kitin
dan Kitosan dengan Ion Fe. Perpustakaan Online Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Andalas, Padang.
Hanafi, M., Syahrul A., Efrina D., dan B. Suwandi. 1999. Pemanfaatan Kulit
Udang untuk Pembuatan Kitosan dan Glukosamin. LIPI Kawasan
PUSPITEK: Serpong.
Hargono dan Sumantri, A. 2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang
Udang Serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing.
Jurnal Reaktor. Vol.12, No.1: 53-57.
Kurniasih, Mardiyah dan Kartika, Dwi. 2013. Sintesis dan Karakterisasi Fisika-
Kimia Kitosan. Jurnal Inovasi. Vol.5, No.1: 42-48.
Oscik, J. 1982. Adsorption. John Wiley & Son: New York.
Prasetyaningrum, Rokhati, dan Purwintasari. 2007. Optimasi Derajat Deasetilasi
pada Proses Pembuatan Chitosan dan Pengaruhnya sebagai Pengawet
Pangan. Jurnal Riptek. Vol.1, No.1: 39-46.
Rahman. 2012. Kitosan. (Online) repository.usu.ac.id Diakses pada tanggal 10
Desember 2014.
Rakhmawati, Eka. 2007. Pemanfaatan Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang
Bekicot Sebagai Adsorben Zat Warna Remazol Yellow. Skripsi yang
dipublikasikan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret.
Ramadhan, dkk. 2010. Deasetilasi Kitin Secara Bertahap dan Pengaruhnya
terhadap Derajat Deasetilasi serta Massa Molekul Kitosan. Jurnal Kimia
Indonesia. Vol.5, No.1: 17-21.
Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A & Wahyono, D. 2009. Kitosan: Sumber
Biomaterial Masa Depan. IPB Press: Bogor.
Sukardjo. 1985. Kimia Fisika. Bina Aksara: Yogyakarta.
Suyanto, Rachmatun dan Takarina. 2009. Panduan Budidaya Udang Windu.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Tammi, T., Suaniti, Manurung, M. 2013. Variasi Konsentrasi dan pH terhadap
Kemampuan Kitosan dalam Mengadsorpsi Metilen Biru. Jurnal Kimia.
Vol.7, No.1: 11-18.
Tanasale, M., Killay, A & Saily, M. 2006. Kitosan dari limbah udang windu
(Penaeus monodon) sebagai adsorben fenol. J Alchemy. No.5: 23-30.
Tanasale, M., dkk. 2012. Kitosan dari Limbah Kulit Kepiting Rajungan (Portunus
sanginolentus L.) sebagai Adsorben Zat Warna Biru Metilena. Jurnal
Natur Indonesia. Vol.14, No.2:165-171.