contoh presus

58
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu kedokteran, khususnya di bidang pembedahan, tidak terlepas dari kemajuan di bidang anestesiologi. Pembedahan yang luas dan rumit dapat berlangsung berjam-jam dengan aman dan tanpa rasa sakit dapat terjadi karena adanya dukungan teknik anestesi yang canggih, yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Anestesiologi merupakan ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The American Board of Anesthesiology 1989 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau praktik yang meliputi hal-hal sebagai berikut (Latief, 2001): 1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesia 2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau pada saat dilakukan tindakan diagnostik-terapeutik. 1

Upload: novia-mentari

Post on 27-Oct-2015

82 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

za

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Presus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan ilmu kedokteran, khususnya di bidang pembedahan, tidak

terlepas dari kemajuan di bidang anestesiologi. Pembedahan yang luas dan

rumit dapat berlangsung berjam-jam dengan aman dan tanpa rasa sakit dapat

terjadi karena adanya dukungan teknik anestesi yang canggih, yang

senantiasa berkembang dari waktu ke waktu.

Anestesiologi merupakan ilmu kedokteran yang pada awalnya

berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan

sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan

perkembangan ilmu kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The American

Board of Anesthesiology 1989 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau

praktik yang meliputi hal-hal sebagai berikut (Latief, 2001):

1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesia

2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan,

persalinan atau pada saat dilakukan tindakan diagnostik-terapeutik.

3. Memantau dan memperbaiki homeostatis pasien perioperatif dan pada

pasien dalam keadaan kritis.

4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.

5. Mengelola dan mengajarkan resusitasi jantung paru (RJP).

6. Membuat evaluasi fungsi pernafasan dan mengobati gangguan

pernafasan.

7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang

penampilan personil paramedik dalam bidang anestesia, perawatan

pernafasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis.

8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk

menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi

fisiologis dan respon terhadap obat.

1

Page 2: Contoh Presus

9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran

dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi

pertanggungjawaban.

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan, baik elektif

maupun darurat, harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam

penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang

herus dilaksanakan yaitu praanestesi, penatalaksanaan dan tahap pemulihan

serta perawatan pasca anestesi.

Salah satu jenis anestesi yang biasa dilakukan adalah Total

Intravenous Anesthesi (TIVA). TIVA merupakan jenis anestesi umum

(General Anestesi). Pada jenis anestesi ini, obat-obatan yang menunjang

anestesi diberikan melalui jalur intravena. Obat-obatan yang berada di dalam

pembuluh darah akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi

umum dan menuju target organ tertentu untuk mempengaruhi fungsi organ

tertentu. Secara umum, obat-obatan yang digunakan pada TIVA adalah yang

bersifat analgesia, arefleksia otonomik dan amnesia, terkadang dapat

disertakan obat yang menimbulkan relaksasi otot.

Salah satu tindakan bedah yang biasa menggunakan anestesi jenis

TIVA adalah tindakan kuretase. Kuretase merupakan tindakan medis yang

cukup sering dilakukan. Sebuah penelitian di Rumah Sakit di Gowa pada

tahun 2010 mencatat sebanyak 201 kali tindakan kuretase dilakukan pada

tahun 2009 karena berbagai indikasi. Tindakan kuretase dilakukan untuk

menghentikan perdarahan yang bisa disebabkan karena masih adanya janin

atau plasenta yang tertinggal di dalam rahim. Tindakan kuretase ini dapat

menimbulkan rasa sakit pada pasien sehingga dibutuhkan tindakan anestesi

yang tepat untuk mengurangi penderitaan pasien.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Meninjau manajemen tindakan anestesi pada tindakan kuretase kasus

abortus inkomplit

2

Page 3: Contoh Presus

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan tentang kuretase

b. Menjelaskan tentang abortus inkomplit

c. Menjelaskan tentang TIVA

C. Manfaat

Menambah khasanah pengetahuan kedokteran tentang anestesiologi

khususnya yang berkaitan dengan anestesi pada tindakan kuretase kasus

abortus inkomplit

.

3

Page 4: Contoh Presus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Total Intravenous Anesthesi

TIVA atau anastesi intravena total adalah suatu teknik yang dirancang

untuk menginduksi dan/atau mempertahankan anestesi umum dengan agen

atau obat yang dimasukkan secara intravena atau parenteral saja. Induksi

biasanya dilakukan dengan suntikan bolus obat, disusul mempertahankan

infus secara kontinyu. Pasien yang dilakukan anestesi dengan TIVA dalam

proses pembedahannya dapat tiba-tiba bernafas secara spontan jika

anestesinya terlalu ringan dan dapat terjadi henti nafas jika anestesinya terlalu

dalam.

1. Persiapan Pra Anestesi

Persiapan pra pembedahan harus dilakukan secara memadai untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat proses pembedahan.

Salah satu hal dalam persiapan pra pembedahan yang dilakukan oleh

dokter spesialin anestesi adalah kunjungan pra pembedahan. Kunjungan

ini dilakukan untuk mempersiapkan pasien sehingga pasien berada dalam

kondisi segar bugar pada saat pembedahan. Tujuan utama kunjungan pra

pembedahan atau pra anestesia adalah untuk mengurangi kesakitan

operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan (Latief, 2001).

Dalam proses persiapan ini, pasien juga perlu dinilai mengenai

kesiapan pasien dalam menjalani pembedahan. Penilaian dilakukan

melalui beberapa proses, yaitu :

a. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap memungkinkan ahli anastesi untuk

merencanakan manajemen anastesi dan masa pasca anastesi dengan

lebih efektif. Hal-hal yang penting untuk ditanyakan pada proses

anamnesis diantaranya (Behrman, 1999):

1) Riwayat prosedur anestesi dan bedah yang pernah dijalani

4

Page 5: Contoh Presus

2) Riwayat penyakit berat dan rawat inap di rumah sakit

3) Masalah pernafasan

4) Masalah jantung

5) Masalah saluran cerna

6) Masalah hematologis

7) Masalah ginjal

8) Keadaan psikososial

9) Obat yang sedang digunakan

10) Alergi obat, makanan dan bahan tertentu (plester, kasa, dll)

11) Waktu makan dan minum terakhir (pada kasus gawat darurat)

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup pemeriksaan

keadaan umum, kesadaran, tanda vital dan pemeriksaan umum

semua organ tubuh pasien meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi. Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut dan lidah

sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui penyulit yang

mungkin terjadi pada saat tindakan laringoskop intubasi (Latief,

2001).

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan sebelum tindakan

anestesi diantaranya :

1) Pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin, leukosit, APTT dan

PTT)

2) Pemeriksaan kadar gula darah puasa

3) Liver function test

4) Renal function test

5) Pemeriksaan foto toraks

6) Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam

post prandial, pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun

5

Page 6: Contoh Presus

7) Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula kadar

albumin, globulin, elektrolit darah, CT scan, faal paru, dan faal

hemostasis.

d. Klasifikasi status pasien

Status fisik pasien ditentukan dengan klasifikasi ASA

(American Society Anesthesiology) (Latief, 2001):

1) ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa

kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

2) ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan

sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.

Angka mortalitas 16%.

3) ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga

aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

4) ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang

mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misalnya

insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas

68%.

5) ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan

operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam

24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda

darurat .

6) ASA VI : Pasien yang telah dinyatakan mati batang otak dan

organ tubuhnya akan digunakan untuk donor organ.

2. Induksi dan Pemeliharaan Anestesi Umum

Anestesi umum adalah keadaan ketiadaan nyeri secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).

Anestetik umum yang baik dan ideal mempunyai sifat-sifat mudah cara

pemberiannya, mempunyai daya analgesik pada dosis kecil,

menimbulkan relaksasi otot yang cukup, tidak toksik, dan mudah

dinetralkan.

6

Page 7: Contoh Presus

Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainva anestesia dan

pembedahan. Induksi anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena,

inhalasi, intramuskular atau rectal (Latief, 2001).

Pemeliharaan atau rumatan anestesia dapat dikerjakan dengan

secara intravena, inhalasi atau dengan campuran keduanya.

Pemeliharaan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu

tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup,

diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan

relaksasi otot lurik yang cukup (Latief, 2001).

3. Jenis obat-obatan

a. Propofol

Propofol merupakan derivat fenol yang banyak digunakan

sebagai anestesi intravena. Obat ini pertama kali digunakan dalam

praktik anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Saat ini

propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi

umum, pada pasien dewasa dan anak-anak berusia lebih dari 3 tahun.

Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH

7-8. Obat ini juga kompatibel dengan D5W.

1) Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui,

tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor

GABA–A (Gamma Amino Butired Acid).

2) Farmakokinetik

a) Absorpsi

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana

98% terikat protein plasma.

b) Distribusi

Waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24

jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek

7

Page 8: Contoh Presus

karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi.

Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 –45

detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu

ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Propofol

bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun

relaksasi otot.

c) Metabolisme

Hepar

d) Eliminasi

Hepar

3) Farmakodinamik

a) Sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana

dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi,

tanpa disetai efek analgetik. Pada pemberian dosis induksi

(2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat

menyebabkan perubahan mood tapi efeknya tidak sehebat

thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan

tekanan intraokularsebanyak 35%.

b) Sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada

jantung dan pembuluhdarah dimana tekanan dapat turun

sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini

diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi

pembebasan katekolamin danmenurunkan resistensi

vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.

c) Sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal,

dalam beberapa kasusdapat menyebabkan henti nafas

kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.

4) Dosis dan penggunaan

8

Page 9: Contoh Presus

a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV

b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus

c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150

µg/kg/min IV (titrate to effect)

d) Turunkan dosis pada orang tua atau pasien dengan

gangguan hemodinamik atau apabila digabung

penggunaannya dengan obat anestesi lain.

e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan

konsentrasi yang minimal

f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus

berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol

dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam

untuk mencegah kontaminasi dari bakteri

5) Efek samping

a) Nyeri

Propofol dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada

50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi

pembuluh darah vena. Nyeri pada pemberian propofol dapat

dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan

jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan

pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat

suntikan, berikan secara intravena melaui vena yang besar.

b) Mual dan muntah

Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada

pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol

merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus

hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme

lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

c) Kejang

9

Page 10: Contoh Presus

Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang

mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau

methohexital).

d) Phlebitis

Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian

induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang.

e) Nekrosis jaringan

Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada

ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian

propofol.

b. Tiopentin

Tiopentin (Sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium

atau Trapanal) merupakan obat anestesi umum barbiturat short

acting. Dalam waktu 1 menit, tiopenton sudah mencapai puncak

konsentrasi. Setelah 5 – 10 menit, konsentrasi di otak mulai menurun

dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau

dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan

hilangnya kesadaran.

1) Mekanisme kerja

Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA. Barbiturat

akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA di sistem

saraf pusat. Hambatan ini akan menekan sistem aktivasi

retikuler yang terletak di batang otak yang salah satu fungsinya

adalah mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran.

2) Farmakokinetik

a) Absorpsi

Untuk induksi anestesi umum pada anak dan dewasa

digunakan secara intravena, sedangkan untuk premedikasi

dilakukan secara intramuskuler.

b) Distribusi

10

Page 11: Contoh Presus

Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh

jaringan tubuh yang selanjutnya akan diikat oleh jaringan

saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi. Secara

perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain

seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi

penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh

karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.

c) Metabolisme

Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.

d) Eksresi

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine.

3) Farmakodinamis

a) Sistem saraf pusat

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi

menimbulkan hiperalgesia, menghasilkan penurunan

metabolisme serebral dan aliran darah pada dosis

subhipnotik, sedangkan pada dosis yang tinggi akan

menghasilkan isoelektrik elektro ensepalogram. Thiopental

turut menurunkan tekanan intrakranial.

b) Mata

Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian

induksi thiopental. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah

pemberian induksi thiopental supaya tekanan intraokular

kembali ke nilai sebelum induksi.

c) Sistem kardiovaskuler

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output serta dapat

meningkatkan frekwensi jantung. Penurunan tekanan darah

sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal

ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung,

sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah.

Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih

11

Page 12: Contoh Presus

normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik

secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi

yang berat. Hal ini terutama terjadi akibat dilatasi pembuluh

darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak

turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek

depresi langsung obat pada miokard.

d) Sistem pernafasan

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas

terhadap CO2. Terjadi penurunan frekwensi nafas dan

volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya

asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks

laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga

menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan

bronkospasme.

4) Dosis dan penggunaan

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kgBB.

Untuk menghindarkan efek negatif, sering diberikan dosis kecil

dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

5) Efek samping

a) Alergi

b) Nyeri

Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri

pada saat pemberian melalui intravena, hal ini dapat diatasi

dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional

simpatis.

c. Ketamin

Ketamin (ketalar atau ketaject) merupakan arylcyclohexylamine

yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin

pertama kali disintesis tahun 1962, untuk menggantikan obat

anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan

halusinasi dan kejang. Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil

12

Page 13: Contoh Presus

sikloheksilamin, merupakan “rapid actingnon barbiturate general

anesthesia”. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia,

karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi ,

nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah–muntah,

pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamin juga sering

menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi serta

mimpi gembira yang mengikuti anesthesia yang sering disebut

dengan emergencephenomena.

1) Mekanisme kerja

Efek analgesik terjadi karena blok terhadap reseptor opiat dalam

otak dan medula spinalis.

2) Farmakokinetik

a) Absorpsi

Pemberian dapat dilakukan secara intravena dan

intramuskular

b) Distribusi  

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat

akan didistribusikan keseluruh organ.Efek muncul dalam

30–60 detik setelah pemberian secara I.V dengan

dosisinduksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit.

Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul

setelah 15 menit.

c) Metabolisme

Ketamin dimetabolisme di hepar.

d) Eksresi

Eksresi ketamin melalui ginjal

3) Farmakodinamik

a) Sistem saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik

pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang

disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka

13

Page 14: Contoh Presus

spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai

gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti

gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila

diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam

5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan

halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien

mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat,

menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.

Pemberian ketamin dapat menyebabkan efek psikologis

yang berupa mimpi buruk, perasaan ekstrakorporeal

(merasa seperti melayang keluar dari badan)·, salah

persepsi, salah interpretasi dan ilusi,·euphoria, eksitasi,

kebingungan serta ketakutan.

b) Sistem kardiovaskuler

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat

simpatomimetik sehingga bisa meningkatkan tekanan darah

dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek

inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

c) Sistem pernafasan

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap

sistem respirasi. Dapat menimbulkan dilatasi bronkus

karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat

pilihan pada pasien asma.

d) Mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata

terbuka spontan. Terjadi peningkatan tekanan intraokuler

akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.

4) Dosis

a) Dosis induksi adalah 1-2mg/kgBB secara intravena

b) Dosis sedatif 0,2 mg/kgBB dan harus dititrasi untuk

mendapatkan efek yang diinginkan. Untuk pemeliharaan

14

Page 15: Contoh Presus

dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian

secara intermitten diulang setiap 10 –15 menit dengan dosis

setengah dari dosis awal sampai operasi selesai

c) Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic

adalah 0,2 – 0,8mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10

µg/kg/min IV drip infus.

5) Efek samping

a) Peningkatan sekresi air liur pada mulut

b) Agitasi dan perasaan lelah

c) Halusinasi dan mimpi buruk   pasca operasi

d) Peningkatan tekanan intracranial

e) Nistagmus dan diplopia.

6) Kontra indikasi

a) Trauma kepala

b) Tumor otak

c) Operasi intrakranial

d) Glaukoma

e) Operasi intraokuler

f) Diabetes melitus

g) Hipertensi

h) Tirotoksikosis

i) Penyakit jantung kronis

d. Opioid

Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan

tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum

somniferum, dan kata “opium“ berasal dari bahasa yunani yang

berarti getah. Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids.

Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, dan

remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan

dalam anestesi umum. Efek utamanya adalah analgetik.

1) Mekanisme kerja

15

Page 16: Contoh Presus

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada

sistem saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor

opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit

efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia.

2) Farmakokinetik

a) Absorbsi

Absorpsi terjadi melalui pemberian secara intravena,

intramuskular dan transmukosal.

b) Distribusi

Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Morfin

memiliki kelarutan lemak yang rendah sehingga

memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga

onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang.

Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi

singkat setelah injeksi bolus.

c) Metabolisme

Metabolisme di hepar

d) Eksresi

Eksresi lewat urin.

3) Farmakodinamik

a) Sistem kardiovaskuler 

Tidak menyebabkan perubahan kontraktilitas otot jantung

dan tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah

biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran

simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat

pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya

pelepasan histamin.

b) Sistem pernafasan

Golongan ini dapat menyebabkan penekanan pusat nafas,

ditandai dengan penurunan frekuensi nafas dan volume

16

Page 17: Contoh Presus

tidal. Opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis

tertentu

c) Sistem gastrointestinal

d) Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga

pengosongan lambung terhambat.

e) Endokrin 

Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan

metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan,

sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

4) Dosis dan pemberian

Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau

intravena 0,5mg/Kgbb, sedangkan morfin sepersepuluh dari

petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

e. Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi

adalah diazepam (valium), lorazepam (ativan) dan midazolam

(versed).

1) Mekanisme kerja

Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative,

anxiolitik, amnestik, antikonvulsan dan pelumpuh otot yang

bekerja di sentral. Benzodiazepine bekerja di reseptor ikatan

GABA-A. Afinitas pada reseptor GABA-A berurutan seperti

berikut lorazepam >midazolam > diazepam.

2) Farmakokinetik

Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek

puncak akan muncul setelah 4-8 menit setelah diazepam

disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini

adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya

akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan

diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus.

3) Farmakodinamik

17

Page 18: Contoh Presus

a) Sistem saraf pusat 

Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik,

relaksasi otot dan mempunyai efek sedasi, efek analgesik

tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju

metabolisme.

b) Sistem Kardiovaskuler 

c) Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan

menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi

frekuensi denyut jantung. Perubahan hemodinamik

mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila

dikombinasi dengan opioid.

d) Sistem Pernafasan

Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal,

depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien

dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.

e) Sistem saraf otot 

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di

tingkat supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan

pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

4) Dosis

Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

a) Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb.

b) Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3-5 mg

c) Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.

d) Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

5) Efek samping

Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika

digunakan sebagai sedasi. Lorazepam dan diazepam dapat

menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis.

Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia

pada pasien. Efek samping dapat diatasi dengan flumazenil

18

Page 19: Contoh Presus

(Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn sampai 1 mg, dan 0.5 -

1 mcg/kg/menit berikutnya.

4. Pemulihan

Pemulihan atau perawatan pasca anestesi biasanya dilakukan di

recovery room. Pasien dapat dikembalikan ke unit perawatan setelah

status pasien dianggap stabil. Pengkajian status pasien meliputi (Berman,

2009):

a. Keadekuatan jalan nafas

b. Saturasi oksigen

c. Keadekuatan ventilasi

d. Status kardiovaskular

e. Tingkat kesadaran

f. Status cairan

g. Kondisi area operasi

h. Status cairan

i. Warna kulit

B. Kuretase

1. Definisi

Kuretase adalah pembersihan daerah permukaan yang terkena

penyakit dengan menggunakan alat kuret (Dorland, 2010). Tindakan

kuretase kebanyakan dilakukan di bidang obstetri dan ginekologi

sehingga kuretase bisa didefinisikan sebagai serangkaian proses

pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri dengan

melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret) ke dalam

kavum uteri.

Definisi kuretase menurut dr. Taufik Jamaan, Sp.OG adalah

tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam rahim. Jaringan

itu sendiri bisa berupa tumor,selaput rahim,atau janin yang dinyatakan

tidak berkembang maupun sudah meninggal. Dengan alasan medis,tidak

ada cara lain jaringan semacam itu harus dikeluarkan.

19

Page 20: Contoh Presus

Tindakan kuretase harus didahului pemeriksaan dalam untuk

menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besar uterus. Tujuan

dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengantisipasi terjadinya

bahaya kecelakaan, misalnya perforasi.

2. Indikasi

a. Abortus incomplete

Abortus incomplete adalah keguguran ketika usia kehamilan < 20

minggu, dengan didapatkan sisa-sisa kehamilan. Kuretase dalam

kasus ini dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi

karena masih adanya sisa jaringan dalam rahim yang menghambat

rahin untuk berkontraksi dengan baik sehingga pembuluh darah pada

lapisan dalam rahim tidak dapat tertutup.

b. Blighted ova (ketiadaan janin, hanya plasenta yang berkembang)

Kuretase dilakukan untuk menghambat pertumbuhan plasenta yang

akan berkembang menjadi suatu keganasan.

c. Dead conceptus (janin mati pada usia kehamilan <20 minggu)

d. Abortus Mola (tidak ada janin, hanya ada plasenta yang

bergelembung-gelembung)

e. Menometroraghia (perdarahan yang banyak dan memanjang diantara

siklus haid).

Tindakan kuretase dilakukan untuk menghentikan perdarahan dan

mencari penyebab perdarahan, apakah terjadi karena gangguan

hormonal atau keganasan

3. Komplikasi

a. Perdarahan

b. Cerukan di dinding rahim

c. Gangguan haid

d. Infeksi

e. Kanker

f. Perforasi uterus

20

Page 21: Contoh Presus

g. Mual

h. Pusing

i. Nyeri

C. Abortus inkomplit

1. Definisi

Kehamilan adalah suatu proses yang dimulai dari ovulasi sampai

persalinan aterm sekitar 280 hari (40 minggu). Kehamilan dibagi menjadi

tiga triwulan yaitu :

a. Triwulan pertama antara 0-12 minggu

b. Triwulan kedua antara 12-28 minggu

c. Triwulan ketiga 28-40 minggu dan apabila kehamilan ini berakhir

sebelum waktunya maka disebut dengan abortus. (Manuaba, 1998)

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini

janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar kandungan memiliki

berat badan lahir 297 gram tetapi jarangnya janin yang di lahirkan

dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus

ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat

500 gram atau kurang dari 20 minggu (Winkjosastro, 2005).

Abortus inkomplit merupakan jenis abortus spontan (abortus yang

terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis,

semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah). Pada kasus abortus

inkomplit, hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang

tertinggal adalah desidua atau plasenta.

2. Etiologi

Penyebab keguguran sebagian besar tidak di ketahui secara pasti,

tetapi terdapat beberapa sebab antara lain :

a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi

21

Page 22: Contoh Presus

Ini dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan

yang menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor

yang menyebabkan kelainan ini adalah :

1) Kelainan kromosom

Gangguan yang terjadi sejak semula pertemuan kromosom

terutama ditemukan pada trisomi autosom.

2) Faktor lingkungan endometrium

a) Endometrium yang belum siap untuk menerima hasil

konsepsi terganggu.

b) Gizi ibu  kurang

3) Pengaruh dari luar

a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap untuk

menerima hasil konsepsi.

b) Hasil konsepsi dipengaruhi oleh radiasi dan obat

menyebabkan pertumbuhan janin terganggu.

b. Kelainan plasenta

Endarteritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan

oksigenasi plasenta terganggu sehingga menyebabkan gangguan

pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak

kehamilan muda misalnya karena hipertensi.

c. Penyakit ibu 

Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam

kandungan melalui placenta yaitu penyakit infeksi seperti

pneumonia, tifus abdominalis, malaria, syphilis. Toxin, bakteri,

virus, atau plasmodium sehinggga menyebabkan kematian janin dan

terjadi abortus.

d. Kelainan traktus genitalis

Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat

menyebabkan abortus.

3. Patofisiologi

22

Page 23: Contoh Presus

Gejala awal yang di timbulkan terjadinya perdarahan dalam

desidua basalis yang diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya yang

menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga

bagian yang terlepas ini merupakan benda asing dalam uterus. Ini

menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing

tersebut, oleh karena adanya kontraksi uterus maka akan memberi gejala

umum berupa nyeri perut karena kontraksi disertai perdarahan dan

pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya

dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua

lebih dalam. Pada kehamilan antara 8 – 14 minggu villi korialis

menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak

dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada

kehamilan 14 minggu yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah

janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak

banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap

4. Gejala Klinis

a. Amenoroe

b. Perdarahan pervaginam

c. Sakit perut dan mules-mules

d. Tes kehamilan menunjukkan positif

e. Pada pemeriksaan dalam dijumpai gambaran berupa :

1) Kanalis servikalis terbuka kadang tidak

2) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau kanalis servikalis.

5. Klasifikasi dan Diagnosis

Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi

mengeluh tentang perdarahan  pervaginam setelah mengalami haid

terlambat, rasa mules, kecurigaan tersebut diperkuat dengan

ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dengan tes

kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan macam

23

Page 24: Contoh Presus

dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks dan adanya jaringan

dalam kavum uteri atau vagina.

Abortus inkomplit diduga bila pada pemeriksaan vaginal, kanalis

servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau

kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan

pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok

dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi

dikeluarkan.

Tabel : Diagnosa Perdarahan Kehamilan Muda

Perdaraha

n

Serviks Uterus Gejala/Tanda Diagnosa

Bercak

hingga

sedang

Tertutup Sesuai

dengan usia

gestasi

Keram perut bawah Abortus

Imminens

Sedikit

membesar

dari normal

Limbung atau

pinsan, Nyeri perut

bawah, Nyeri

goyang porsio,

Massa Adneksa,

Cairan bebas

intraabdominal

Kehamilan

Ektopik

terganggu

Tertutup/

Terbuka

Lebih kecil

usia gestasi

Sedikit/tanpa nyeri

perut bawah,

Riwayat ekspulsi

hasil konsepsi

Abortus

Inkomplit

Sedang

hingga

banyak

Terbuka Sesuai usia

kehamilan

Kram atau nyeri

perut bawah belum

terjadi ekspulsi

hasil konsepsi

Abortus

Insipiens

Kram atau nteri Aborus

24

Page 25: Contoh Presus

perut bawah,

Ekspulsi sebagian

hasil konsepsi

Inkomplit

Terbuka Lunak dan

lebih besar

dari usia

ggestasi

Mual muntah, Kram

perut bawah, tak

ada janin, keluar

jaringan seperti

anggur

Abortus

mola

Sumber : Saifuddin, 2002.

6. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,

infeksi, dan syok.

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dan sisa-sisa

hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian

yang disebabkan oleh perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan

tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiperretrofleksi. Jika peristiwa ini terjadi penderita

perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera

dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk peforasi,

penjahitan luka operasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada

abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan

gawat karena perlukaan lebih luas, mungkin pula terjadi perlukaan

pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan terjadinya

perforasi, laparatomi harus segera dilakukan.

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi tiap abortus, tetapi

biasanya ditemukan abortus inkomplit dan lebih sering pada abortus

25

Page 26: Contoh Presus

buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Apabila infeksi menyebar lebih jauh terjadilah peritonitis umum atau

sepsis dengan kemungkinan diikuti syok.

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)

dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

26

Page 27: Contoh Presus

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. R

2. Umur : 26 tahun

3. Berat badan : 41 Kg

4. Jenis kelamin : Perempuan

5. Alamat : Susukan, Sumbang

6. Agama : Islam

7. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

8. Pendidikan : SD

9. Tanggal masuk RSMS : 21 Maret 2013

10. No. CM : 960891

B. Anamnesis

1. Keluhan utama

Keluar darah dari jalan lahir sejak tanggal 20-3-2013 siang hari

2. Keluhan tambahan

Perut kiri bawah terasa nyeri

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD diantar bidan dengan perdarahan dari jalan lahir

sejak tanggal 20-3-2013 siang hari. Sejak 3 hari sebelumnya keluar flek

kecoklatan. Perut kiri bawah terasa nyeri. Pasien G4P1A2 / HPHT 10-1-

2013 HPL 17-10-2013 UK 10+4 minggu Riwayat obstetri P1A3/6,5

tahun/spt/bidan/kb pil Riwayat nikah 1x(10tahun) Riwayat Haid teratur/7

hari.

4. Riwayat penyakit dahulu

a. Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal

b. Riwayat penyakit DM : disangkal

c. Riwayat penyakit alergi : disangkal

27

Page 28: Contoh Presus

d. Riwayat penyakit asma : disangkal

e. Riwayat operasi sebelumnya : positif

5. Riwayat penyakit keluarga

a. Riwayat penyakit darah tinggi : positif (nenek dan ibu dari pasien)

b. Riwayat penyakit DM : disangkal

c. Riwayat penyakit alergi : disangkal

d. Riwayat penyakit asma : disangkal

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status generalis

a. Keadaan Umum : sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Vital Sign

Tekanan darah = 110/70 mmHg

Respirasi = 20 kali/menit

Nadi = 76 /menit, isi dan tekanan penuh

Suhu = 36,5oC

d. Kepala : Mesochepal, simestris, tumor (-)

1) Mata : Konjungtiva anemis -/-

Sklera tidak ikterik

Reflek cahaya +/+

Pupil isokor, (/) 3 mm

2) Hidung : Discharge (-)

epistaksis (-)

deviasi septum (-)

3) Mulut : Lidah Kotor (-)

bibir kering (-)

hiperemis (-)

pembesaran tonsil (-)

mallapati kelas 1

4) Gigi : Gigi palsu (-)

28

Page 29: Contoh Presus

5) Telinga : Discharge (-) tidak ada kelainan bentuk

e. Leher : Simestris

trakea ditengah

pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (-)

f. Thorax

1) Pulmo

a) Simetris kanan – kiri, Tidak ada retraksi

b) SD : vesikuler (+/+) normal

c) ST : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

2) Cor : BJ I-II reguler, S1>S2, , bising (-)

3) Abdomen : Status lokalis

g. Extremitas

1) Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)

2) Inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-)

h. Turgor kulit : cukup

i. Akral : hangat

j. Vertebrae : Tidak ada kelainan

k. Vagina : lendir-lendir (-) air ketuban (-)

2. Status lokalis

a. Regio Abdomen

1) Inpeksi : Datar

2) Auskultasi : Bising usus (+) normal

3) Palpasi : Tinggi fundus Uterus (TFU) tidak teraba

4) Perkusi : Timpani

3. Regio genitalia

1) PPV (+) FA (-)

2) Pemeriksaan dalam

a) VT 2cm teraba jaringan

b) perdarahan sisa

29

Page 30: Contoh Presus

D. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 21 – 3 – 2013)

Pemeriksaan darah lengkap :

1. Hb : 12.2 g/dl (12 – 16 g/dl)

2. Leukosit : 13080 ul (4800 – 10800 ul)

3. Ht : 33 % (W 37 – 47 %)

4. Eritrosit : 4.0 jt/ul (W 4.2 – 5.4 jt)

5. Trombosit : 245000/ul (150000 – 450000/ul)

6. MCV : 83.6 fl (79 – 99 fl)

7. MCH : 30.7 pgr (27 – 31 pgr)

8. MCHC : 36.7 % (33 -37 %)

9. Hitung jenis :

a. Eosinofil : 0.1 (2 – 4%)

b. Basofil : 0.1 (0-1%)

c. Batang : 0 (2 – 5%)

d. Segmen : 65.4 (40-70 %)

e. Limfosit : 10.6 (25 – 40 %)

10. Monosit : 2.8 (2 – 8%)

11. PT : 12.1 detik (11.5-15.5 detik)

12. APTT : 29.8 detik (25-35 detik)

E. Diagnosis Klinis

Diagnosis prabedah : Abortus inkomplet

Diagnosis pasca bedah : post kuretase

Jenis pembedahan : Kuretase

F. Kesimpulan Pemeriksaan Fisik

Status ASA II

G. Tindakan

Dilakukan: Kuretase

Tanggal : 22 Maret 2013

30

Page 31: Contoh Presus

H. Laporan Anestesi

1. Persiapan Anestesi

a. Informed concent

b. Stop makan dan minum 6 jam sebelum operasi

2. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis anestesi : General Anestesi (GA)

b. Premedikasi : Diazepam

c. Medikasi : Ketalar 30 ml

Propofol 50 mg

Methergin 0,2mg/ml

3. Teknik anestesi

a. General anestesi

b. Respirasi : Terkendali

c. Posisi : Litotomi

d. Inhalasi : O2

e. Jumlah cairan yang masuk : Kristaloid = 500 cc (RL 1)

4. Pemantauan selama anestesi :

a. Waktu anestesi

1) Mulai anestesi : 09.35

2) Mulai operasi : 09.35

3) Selesai operasi : 09.45

b. Cairan yang masuk durante operasi:

RL : 500 cc

c. Tindakan dan pemantauan selama operasi

09.35 : TD (103/83)

RL 500 cc

Diazepam 10mg/2ml bolus

Ketalar 30 ml IV bolus

Propofol 50 mg IV bolus

Inhalasi 02

Mulai operasi

31

Page 32: Contoh Presus

09.40 : TD (103/83)

09.45 : TD (103/83)

Operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan

09.50 : pasien sadar

10.00 : pasien kembali ke ruang perawatan

I. Prognosa

1. ad vitam ad bonam

2. ad functionam dubia ad bonam

3. ad sanationam ad bonam

32

Page 33: Contoh Presus

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pre Operatif

Persiapan pre operatif yang dilakukan pada pasien dalam kasus ini

diantaranya :

1. Persiapan alat

Persiapan alat meliputi alat-alat kuretase, monitor tanda vital, alat

inhalasi dan alat-alat pendukung lain yang berada di ruang operasi.

2. Persiapan obat

Obat yang disiapkan diantaranya :

a. Ketalar 30 ml

b. Propofol 50 mg

c. Diazepam 10mg

d. Methergin 0,2 mg

3. Penilaian dan persiapan pasien

Penilaian dan persiapan pasien diantaranya:

a. Anamnesis

Pada saat anamnesis ditanyakan mengenai identitas, riwayat asma,

riwayat alergi obat dan makanan, riwayat penyakit jantung, diabetes

melitus dan hipertensi, serta riwayat operasi sebelumnya. Pada kasus

ini pasien tidak memiliki riwayat asma, alergi, penyakit jantung,

diabetes melitus dan hipertensi. Pasien pernah kuret sebelumnya dan

tidak ada masalah selama proses anestesinya. Hasil anamnesis

mengindikasikan minimalnya kemungkinan penyulit yang akan

terjadi pada saat pelaksanaan kuretase.

b. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

c. Penilaian status pasien (ASA II)

d. Puasa 6 jam pre operasi

e. Persiapan informed consent, suatu persetujuan medis untuk

mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk

33

Page 34: Contoh Presus

melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan

keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin

terjadi selama operasi dan post operasi.

B. Durante Operatif

Teknik anestesi yang digunakan adalah general anestesi dengan Total

Intravenous Anesthesi (TIVA). Teknik ini merupakan teknik yang mudah dan

paling disenangi ahli anestesi. Teknik ini merupakan teknik anestesi pilihan

pada beberapa beberapa pasien, tetapi penggunaannya harus diawasi karena

dosisnya dapat meningkat secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan henti nafas

(Dobson, 1994).

Induksi intravena dilakukan dengan ketamin dan propofol secara

bolus melalui karet selang infus. Ketamin merupakan obat yang mempunyai

sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat

analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem

viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-

kadang tonusnya sedikit meninggi. Kesadaran pasien yang menggunakan

ketamin akan pulih setelah 10-15 menit. Efek analgesia akan bertahan selama

40 menit, sedangkan amnesia dapat berlangsung selama 1-2 jam (Zunilda,

2009). Ketamin dapat digunakan dalam proses induksi maupun rumatan pada

proses anestesi saat pembedahan. Obat ini banyak digunakan dalam

pembedahan singkat (Omoigui, 1997).

Propofol lebih sering digunakan sebagai terapi rumatan anestesi

dibandingkan dengan induksi. Penyuntikan propofol secara intravena dapat

menimbulkan nyeri sehingga biasanya didahului dengan lidokain. Kelebihan

propofol dibandingkan obat anestesi lain diantaranya dapat meminimalisasi

konfusi dan mual-muntal pasca bedah (Zunilda, 2009).

Kombinasi ketamin (ketalar) dan propofol dikenal dengan ketofol.

Kombinasi ini sering digunakan pada anestesi jenis TIVA. Ketamin dianggap

lebih aman pada sistem pernafasan dibandingkan dengan golongan opioid

yang dapat menyebabkan depresi nafas. Kombinasinya (ketamin) dengan

34

Page 35: Contoh Presus

propofol dapat menghambat efek gangguan hemodinamik oleh propofol

(Badrinath, 2000).

Propofol dapat menyebabkan depresi nafas dan sistem kardiovaskuler,

sifat sedasi kuat tetapi tidak sebagai analgesik. Ketamin memiliki efek

minimal terhadap sistem pernafasan dan kardiovaskuler, serta memiliki sifat

analgesik kuat (Willman, 2007).

Diazepam yang diberikan setelah induksi sebenarnya berfungsi

sebagai obat-obatan premedikasi. Diazepam pada pra anestesia berfungsi

sebagai neurolepanalgesia, yaitu suatu bentuk analgesia yang dihasilkan dari

penggunaan neuroleptik dan analgesia secara bersamaan yang dapat

menurunkan kecemasan, aktivitas motorik dan kepekaan terhadap rangsang

sakit sehingga pasien menjadi tenang dan tidak terganggu oleh lingkungan

sekitarnya. Efek ini diperlukan untuk mencegah terjadinya emergence

phenomenon yang terjadi karena pemberian ketamin (Badrinath, 2000).

Diazepam merupakan obat pre medikasi golongan benzodiazepin. Golongan

ini menyebabkan tidur, amnesia retrograd dan dapat mengurangi rasa cemas

(Zunilda, 2009).

Pada pasien ini diberikan cairan infus RL. (ringer laktat) sebagai

cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat

puasa.

C. Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang perawatan. Observasi

post kuretase dilakukan selama 15 menit dan dilakukan pemantauan tekanan

darah. Oksigen tetap diberikan. Setelah pasien sadar dan tidak ditemukan

tanda-tanda kegawatan, pasien dibawa kembali ke ruangan.

35

Page 36: Contoh Presus

BAB V

KESIMPULAN

1. TIVA atau anastesi intravena total adalah suatu teknik yang dirancang untuk

menginduksi dan/atau mempertahankan anestesi umum dengan agen atau obat

yang dimasukkan secara intravena atau parenteral saja.

2. Kuretase adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam

rahim

3. Abortus inkomplit merupakan jenis abortus spontan (abortus yang terjadi

dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-

mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah). Pada kasus abortus inkomplit,

hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah

desidua atau plasenta.

4. Diazepam digunakan pada pra medikasi untuk mengatasi emergence

phenomenon yang disebabkan oleh penggunaan ketamin.

5. Propofol digunakan untuk efek sedasi, sedangkan ketamin digunakan untuk

analgesik serta mengatasi depresi nafas dan sistem kardiovaskuler karena

penggunaan propofol

36

Page 37: Contoh Presus

DAFTAR PUSTAKA

Badrinath, S., M.N. Avramov, M.Shadrick, T.R.Witt dan A.D. Ivankovich. 2000.

The Use of a Ketamine-Propofol Combination During Monitored

Anesthesia Care. International Anesthesia research Society, volume

90(4) : 858-862.

Behrman, R.E., R.M Kliegman, dan A.M. Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson : Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Berman, A., S. Snyder, B. Kozier dan G. Erb. 2009. Buku Ajar Praktik

Keperawatan Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Dobson, M.B. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Latief A.L., K.A. Suryadi dan M.R. Dachlan. 2001. Petunjuk Praktis

Anestesiologi. Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Omoigui, S. 1997. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta.

Syaifuddin A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan

Neonatal : Edisi I. YBP-SP, Jakarta.

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo, Jakarta.

Willman, E.V. dan G. Andolfatto. 2007. A Prospective Evaluation of “Ketofol”

(Ketamine/Propofol Combination) for Procedural Sedation and Analgesia

in the Emergency Department. American College of Emergency Physician,

volume 49 : 23-30.

Zunilda, D.S. dan Elysabeth. 2006. Farmakologi dan Terapi : Anestetik Umum.

Balai Penerbit FKUI, Jakarta

37

Page 38: Contoh Presus

LAMPIRAN

38

Page 39: Contoh Presus

39

Page 40: Contoh Presus

40