contoh kata pengantar
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Diare Kronik”
sebagai salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Albert Daniel SpA selaku dosen pembimbing yang memberikan masukan demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih semoga kiranya tulisan ini
dapat membawa manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………...…...i
Daftar Isi………………………………………………………………………………..……ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi........................................................................................................................2
Insiden..........................................................................................................................2
Klasifikasi....................................................................................................................2
Patofisiologi.................................................................................................................3
Diagnosa dan
Evaluasi.........................................................................................................4
Penatalaksanaan........................................................................................................5
BAB III
KESIMPULAN..............................................................................................................10
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia yang menyebabkan 1,6-2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari seluruh penyebab kematian. Survey kesehatan rumah tanga di Indonesia menunjukan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995). Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan survey serupa, yaitu 40% (1972) menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001).
Moh I. Indonesia: Demographic and Health Survey. Jakarta: Government of Indonesia. 2003.
Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran pernafasan
sebagai penyebab kematian. Dengan upaya yang sekarang dilakukan pemerintah, angka
kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%
Margawani KR. Pengetahuan dan Perilaku Ibu Balita tentang Penggunaan ASI dan Kejadian Diare di Kelurahan Kayu Manis Jakarta Timur. MKI vol. 7 no. 8 Agustus 1997 ; 37-38
WHO. Reading in Diarrhoe. Medical Education Project, 1998.
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama
dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar penyebab kunjungan Poliklinik Rumah
Sakit/Puskesmas/Balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab
kunjungan ke sarana kesehatan tersebut.
Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah – Denpasar. Penerbit Sagung Seto. Edisi pertama.
Jakarta. 2005. Hal 1-24
Batasan dari diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi lebih encer atau cair dari biasanya, dapat atau tidak disertai dengan lendir atau
darah yang timbul mendadak dan berlangsung tidak lebih dari 2 minggu. Sedangkan diare
kronik adalah diare yang berlanjut sampai dengan 14 hari atau lebih. Adapun etiologi dari
diare kronik sama dengan diare akut
Muhyi R, Abimanyu, H.A Soefyani, M. Isa, Editor, Paradigma Sehat dari Kacamata BKGAI di Milenium III. Dalam : Naskah Lengkap Simposium Nasional Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI).Banjarmasin, 20 Mei 2000 ; 73
5. Yunanto A, Gladys Gunawan, Ruslan Muhyi. Editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi I. Rumah Sakit Umum Ulin, Banjarmasin 2000
Pada umumnya, diare pada sebagian besar kasus akan sembuh dalam satu
minggu. Walaupun demikian, pada sebagian kasus diare kronik, proses penyembuhan
akan gagal dan akan menetap lebih dari 2 minggu. Suatu badan peneliti epidemiologis
menyimpulkan bahwa kejadian diare kronik banyak terjadi di negara yang merupakan
endemik penyakit infeksi kronis seperti infeksi HIV, yang menyebabkan enteropati
kronik (Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah – Denpasar. Penerbit Sagung Seto.
Edisi pertama. Jakarta. 2005. Hal 1-24
1.2 Tujuan
Penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai diare kronik serta diagnosis dan penatalaksanaan yang baik dan benar sehingga
segala komplikasi yang mungkin timbul dapat diatasi.
A. DIARE KRONIK
1. DEFINISI
Menurut WHO, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dibagi atas:
- Diare kronik ( diare yang berkelanjutan) diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
dan disebabkan oleh infeksi
- Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan tidak disebabkan oleh infeksi 5
(Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK UNUD/RS Sanglah – Denpasar. Penerbit Sagung Seto. Edisi pertama. Jakarta. 2005. Hal 1-24)
ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologi diare persisten menurut PRITECH/WHO adalah :
1. Infeksi
Kuman penyebab yang khusus
a. Kelompok yang lebih sering ditemukan pada diare kronik dari pada diare akut.
- Enteroadherent E. Coli
- Cryptosporidium
- Enteropathogenic E. Coli
b. Kelompok yang sering dijumpai dengan frekuensi sama antara diare kronik dan
diare akut.
- Shigella
- Nontyphoid Salmonella
- Campylobacter jejuni
- Enterotoxigenic E. Coli
- Giardia lamblia
- Entamuba histolytica
- Clostridium lamblia
2. Faktor host
- Gizi buruk : Atrofi mukosa usus, regenerasi epitel usus berkurang,
pembentukan enzim serta penyerapannya terganggu
- Defisiensi zat imunologis
- Defisiensi enzim laktase
- Alergi makanan
3. Faktor-faktor lain
- Penanganan diare yang tidak cocok/efektif
- Penghentian ASI dan makanan
- Penggunaan obat-obat anti motilitas
(Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah – Denpasar. Penerbit Sagung Seto.
Edisi pertama. Jakarta. 2005. Hal 1-24)
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak
Guandalini, Stefano. Diarrhea From http://www.emedicine.com (diakses tanggal 05-
06-2015). Infeksi baik itu oleh virus, bakteri dan parasit merupakan penyebab diare
tersering. Virus, terutama Rotavirus merupakan penyebab utama (70-80 %) diare
infeksi pada anak, virus lainnya adalah virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus,
Coronavirus dan Minirotavirus, sedangkan sekitar 10-20 % adalah bakteri. Bakteri-
bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium
perfringens,E.coli, Plesiomonas, Shigeloides, Salmonella spp, Staphylococcus aureus,
Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica dan kurang dari 10% adalah parasit.
Parasit yang dapat menyebabkan penyakit adalah Balantidium coli, Capillaria
philippinensis, Cryptosporidium, Entamoeba Hystolitica, Giardia lamblia, Isospora
billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan
Trichuris trichiura.
Guandalini, Stefano. Diarrhea From http://www.emedicine.com (diakses tanggal 05-
06-2015)
MENIFESTASI KLINIS
Roy et al (2006) mengungkapkan bahwa anak dengan diare persisten lebih banyak
menunjukan manifestasi diare cair dibandingkan diare disentriform. Selain itu, malnutrisi
merupakan gambaran umum anak-anak dengan diare persisten. Studi kohort di America
menunjukan bahwa gejala penurunan nafsu makan, muntah, demam, adanya lendir dalam
tinja, dan gejala-gejala flu, lebih banyak ditemukan pada diare persisten dibandingkan diare
akut. Gejala lain yang mungkintimbul tidak khas, karena sangat terkait dengan penyakit yang
mendasarinya.
Soenarto, Yati. Diare kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Cetakan kedua. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hlm: 121-133.
Penderita sindrom malabsorbsi usus halus biasanya mengalami penurunan berat
badan. Jika lemak tidak diserap sebagaimana mestinya, tinja akan berwarna terang, lunak,
berminyak, berbau busuk dan jumlahnya sangat banyak, yang disebut sebagai steatorrhea.
Jika terjadi kekurangan enzim laktase, mungkin akan mengalami diare, perut kembung dan
flatulen, karena kurangnya absorbsi air dan karbohidrat serta iritasi usus oleh asam lemak
yang tidak larut.
Ghishan RE. Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Edition. WB Saunders, Philadelphia. 2007.
Gejala-gejala dari pertumbuhan bakteri yang berlebihan termasuk mual , kembung ,
flatus, kronis diare, dan sembelit . Beberapa pasien dapat mengalami ketidaknyamanan pada
perut dan berat badan menurun. Anak-anak dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan
dapat berkembang menjadi kekurangan gizi dan mengalami kesulitan mencapai pertumbuhan
yang tepat. Steatorrhea adalah jenis diare dimana lipid yang malabsorbsi dan tumpah ke
dalam tinja. Pasien dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan yang lama dapat
berkembang dengan komplikasi dari penyakit mereka sebagai akibat dari malabsorpsi zat
gizi. Anemia dapat terjadi dari berbagai mekanisme, karena banyak nutrisi yang terlibat
dalam produksi sel darah merah diserap di usus kecil yang terkena dampak. Besi diserap
dalam bagian yang lebih proksimal dari usus kecil, duodenum, dan jejunum, dan pasien
dengan malabsorpsi zat besi dapat berkembang menjadi anemia mikrositik, dengan sel darah
merah yang kecil. Vitamin B 12 diserap di bagian terakhir dari usus kecil ileum, dan pasien
yang malabsorbsi vitamin B 12 dapat berkembang menjadi anemia megaloblastik dengan sel
darah merah yang besar.
FAKTOR RESIKO
1. Gizi kurang : Akan memperlambat regenerasi mukosa usus.
2. Tidak mendapat ASI dan pemberian susu formula dapat menimbulkan intoleransi
laktosa dan hipersensitif terhadap protein susu sapi.
3. Dilahirkan premature.
4. Umur kurang dari 18 bulan, umumnya usia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan oleh
antibodi ibu yang sudah menurun, kekebalan aktif bayi kurang, bayi mulai terpajan
pada lingkungan sekitar.
5. Imunitas kurang pada anak dengan gizi buruk, terinfeksi virus seperti campak atau
AIDS.
6. Riwayat diare sebelumnya.
7. Obat- obat yang diberikan termasuk antibiotik.
8. Adanya penyakit penyerta, dan anemia. 6
Firmansyah. Agus, dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia. Jakarta. 2007
PATOGENESIS
Pathogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks.
Pertemuan Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition
(CAPGAN) menghasilkan suatu konsep patogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa
paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun non-infeksi akan menyebabkan
rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan
diare kronis. Seringkali diare kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga
beberapa referensi hanya mengunakan salah satu istilah untuk menerangkan kedua jenis diare
tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda, namun
kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap sebagai diare oleh karena infeksi.
Ghishan RE. Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Edition. WB Saunders, Philadelphia. 2007.
Diare kronis
Malabsorbsi asam empedu
Kerusakan mukosa
Insufisiensi pankreas
Malnutrisi
Faktor predisposisi utama: Kemiskinan Penyapihan dini Terapi puasa Organisme patogen
Alergi makananPenurunan status imun
Interkuren infeksi
Gambar 1. Konsep Patogenesis Diare Persisten dan Kronis. Sumber : Sulivan
Malnutrisi sejak awal Pengobatan diare yang tidak optimaldan terlambat
Defisiensi imunInfeksi diare yang berulang
Malnutrisi mikronutrien(mis. Zinc dan vit A)
Gambar 2. Alur perjalanan diare akut menjadi diare persisten. Sumber: Bhutta
Gambar 2 menunjukan perjalanan diare akut menjadi diare persisten. Dijelaskan bahwa faktor seperti malnutrisi, defisiensi imun, defisiensi mikronutrien, dan ketidaktepatan terapi terapi diare menjadi faktor risiko terjadinya diare berkepanjangan (prolonged diarrhea). Pada akhirnya prolonged diarrhea akan menjadi diare persisten yang memiliki konsekuensi enteropati dan malabsorbsi nutrisi lebih lanjut.
Diare berkepanjangan
Diare persisten dan enteropati
Diare Infeksius
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan faktor mukosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen, termasuk gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mukosal adalah faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas membran mukosa usus, ataupun gangguan pada fungsi transport protein. Perubahan integritas membran mukosa usus dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi susu sapi dan intoleransi laktosa. Gangguan fungsi transport protein misalnya disebabkan gangguan penukaran ion Natrium-Hidrogen dan Klorida-Bikarbonat. 4
Walker-Smith J, Barnard , Bhutta Z et al. Chronic Diarrhea and Malabsorption: Working Group Report of the First World Congress of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2002; 33.Secara umum patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh
Ghishan, dengan membagi menjadi 5 mekanisme: sekretoris, osmotik, mutasi protein transport membran apikal, pengurangan luas permukaan anatomi, dan perubahan motilitas usus. Soenarto, Yati. Diare kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Cetakan kedua. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hlm: 121-133.1. Sekretoris
Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP, dan Ca2+. Mediator tersebut juga mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel villi usus. Hal ini berakibat cairan tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairan secara massif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang banyak (> 200 ml/24 jam), konsistensi tinja yang sangat cair, konsentrasi ion Na+ dan Cl- >70 mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare sekretoris adalah Vibrio cholera dimana bakteri mengeluarkan toksin yang mengaktivasi cAMP dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya.
2. OsmotikDiare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjadi kegagalan proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrient dalam usus halus sehingga zat tersebut akan langsung memasuki colon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik di lumen usus sehinga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorbsi usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunanwaktu transit usus yang menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorbs nutrient. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim laktase karena berbagai sebab baik infeksi maupun non-infeksi yang didapat (sekunder) maupun bawaan (primer), menyebabkan latosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak terserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini kemungkinan akan dimanifestasi oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu pH <5, bereaksi positif terhadap substansi reduksi, dan berhenti dengan penghentian konsumsi makanan yang memicu diare.
3. Mutasi Protein Transport
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur pertukaran ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus ileo-colon, berdampak pada gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolic dan pengasaman isi usus yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada kelainan ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion, kelainan prematur dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai daerah di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, hamper seluruh Negara di Eropa, imur Tengah, Jepang, dan Vietnam. Selain mutasi dan penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi pada penukar Na+/H+ dan Na+ protein pengakut asam empedu.
4. Pengurangan Luas Permukaan Anatomi UsusOleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu seperti necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn, dan lain-lain, diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudian menyebabkan short bowel syndrome. Diare dengan patogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang massif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien.
5. Perubahan Pada Gerakan UsusPerubahan usus akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi, skleroderma, obstruksi usus dan diabetes mellitus, mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih di usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam empedu yang berdampak meningkatnya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes mellitus terjadi akibat neuropati saraf otonom, misalnya saraf adrenergik yang pada kondisi normal berperan sebagai antisekretori dan/atau proabsorbtif cairan usus, sehingga gangguan pada fungsi saraf ini memicu terjadinya diare.
Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks dan multipel. Patogenesis utama pada diare kronik adalah kerusakan mukosa usus, yang menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien melalui mukosa. Faktor penting lainnya adalah faktor intraluminal yang menyebabkan gangguan proses digesti saja misalnya akibat gangguan pankreas, hati, dan membrane brush border enterosit. Biasanya kedua faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab diare kronik. Pada tahap awal kerusakan mukosa usus disebabkan oleh etiologi diare akut yang tidak mendapat penanganan dengan baik. Akhirnya berbagai faktor melalui interaksi timbal balik mengakibatkan lingkaran setan. Keadaan ini tidak hanya menyebabkan perbaikan kerusakan mukosa tidak efektif tetapi juga menimbulkan kerusakan mukosa yang lebih berat dengan segala komplikasinya. 3
Enteropatogen misalnya infeksi bakteri/infestasi parasit yang sudah resisten terhadap antibiotik/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti Pseudomonas, Klebsiella, Streptococcus, Staphylococcus, dan sebagainya akan memprovokasi timbulnya lesi di mukosa usus. Kerusakan epitel usus menyebabkan kekurangan enzim laktase dan protease yang mengakibatkan maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein. Pada tahap lanjut, setelah terjadi malnutrisi, terjadi atrofi mukosa lambung, usus halus disertai penumpulan vili, dan kerusakan hepar dan pankreas yang mengakibatkan terjadinya maldigesti dan malabsorpsi seluruh nutrien. Makanan yang tidak dicerna dengan baik akan meningkatkan tekanan koloid osmotik dalam lumen usus sehingga terjadilah diare osmotik. Overgrowth bakteri yang terjadi mengakibatkan dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu. Dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu merupakan zat toksik terhadap epitel usus dan menyebabkan gangguan pembentukan ATP-ase yang sangat penting sebagai sumber energi dalam absorpsi makanan.
Usus merupakan organ utama untuk pertahanan tubuh. Defisiensi sekretori IgA (SigA) dan cell mediated immunity akan menyebabkan individu tidak mampu mengatasi infeksi bakteri/virus/jamur atau infestasi parasit dalam usus, akibatnya kuman akan berkembang biak dengan leluasa, terjadi overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorpsi makanan yang lebih berat.
Diagnosis dan penatalaksanaan
1. Evaluasi pada pasien dengan diare kronis/persisten meliputi:
Soenarto, Yati. Diare kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Cetakan kedua. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hlm: 121-133.
A. Anamnesa Anamnesis harus dapat menggali secara jelas perjalanan penyakit diare, antra lain berapa lama diare sudah berlangsung dan frekuensi berak. Selain itu anamnesis juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko penyebab diare, antara lain riwayat pemberian makanan atau susu, ada tidaknya darah dalam tinja anak, riwayat pemberian obat dan adanya penyakit sistemik. Anamnesis pada diare kronik sangat penting bukan saja untuk mengetahui lamanya diare tetapi juga untuk mengungkap etiologi diare kronik, derajat beratnya malabsorpsi, menemukan penyakit yang mendasari terjadinya diare kronik,
Diare Kronik
Alergi sensitisasi
Tekanan osmotik koloid
Absorpsi protein asing
Sekresi & motilitas
Maldigesti/ malabsorpsi
nutrien
ATP-ase
PankreasPankreozimin &
polipeptida pankreas
Atrofi mukosa lambung & villi ususGastrin, HCl, pepsin,
sekretin
Hepar dekonjugasi &
dehidroksilasi asam empedu
Malnutrisi
Protease Laktase
Kerusakan epitel usus
Infeksi & overgrowth bakteriDefisiensi Imun
menentukan derajat malnutrisi, dan failure to thrive. Status nutrisi penderita harusdiidentifikasi melalui anamnesis makanan dalam tiga hari terakhir. Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain onset dan durasi diare; gambaran feses dan faktor-faktor yang memperberat/memperingan; kualitas feses (warna, bau, konsistensi,volume, adanya darah/lendir/makanan yang tidak dicerna); adanya demam atau gejala-gejala lain yang berhubungan; riwayat gastroenteritis, konstipasi, riwayat pneumonia sebelum onset diare kronik; riwayat perjalanan atau paparan infeksi; riwayat pengobatan; atau riwayat keluarga. Penderita juga dianamnesis tentang jumlah dan jenis cairan yang diminum setiap hari. Diare non spesifik kronik perlu dicurigai pada penderita yang banyak minum cairan berkarbonat atau jus buah-buahan >150 mL/kg/24 jam dan tidak disertai gangguan pertumbuhan dan parameter tinggi badan.
B. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada diare kronis/persisten harus mencakup perhatian khusus pada penilaian status dehidrasi, status gizi, dan status perkembangan anak. Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi status hidrasi penderita, berat badan, tinggi badan, indikator pertumbuhan; kulit apakah disertai edema, ikterus, pucat, rash kemerahan, jari tabuh; paru-paru apakah disertai mengi atau crackles; abdomen apakah nyeri, adanya massa (feses, abses, tumor, organomegali); dan rektum apakah disertai tanda-tanda penyakit perianal, prolaps rekti, hirschprung ,atau konstipasi.
C. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit, ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12, folat, kalsium, ferritin, laju endap darah, dan protein C-reaktif.
b. Pemeriksaan TinjaPemeriksaan tinja spesifik antara lain meliputi tes enzim pankreas, seperti tes fecal elatase, untuk kasus yang diduga sebagai insufisiensi pankreas. pH tinja <5 atau adanya substansi yang mereduksi pemeriksaan tinja, membantu mengarahkan kemungkinan intoleransi laktosa dengan mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya. Kultur tinja diperlukan unutk menyingkirkan kemungkinan infeksi protozoa, seperti giardiasis, dan amebiasis yang banyak dikaitkan dengan kejadian diare persisten. Pemeriksaan feses merupakan langkah penting dalam investigasi diare kronik. Bagian feses yang paling penting untuk diperiksa adalah cairan yang terkandung dalam feses. Spesimen feses harus disimpan dalam kulkas sebelum dilakukan pemeriksaan. Untuk pemeriksaan kultur feses dianjurkan menggunakan specimen feses segar. Adanya darah dalam pemeriksaan makroskopis feses menandakan inflamasi kolon. Warna feses sangat penting dianalisis kecuali disertai darah. Occult testing bermanfaat untuk mengetahui adanya perdarahan mikroskopik. Pada pemeriksaan mikroskopik juga perlu diperiksa adanya leukosit, telur/parasite seperti Giardia, amuba, atau kriptosporidia
c. Sweat chloride test, deteksi malabsorpsi lemak, elektrolit feses, osmolalitas feses; pemeriksaan phenophthalein, magnesium sulfat, fosfat feses; breath hydrogen test. Sweat chloride test bermanfaat untuk menyingkirkan fibrosis kistik. Pengumpulan feses selama 72 jam merupakan syarat untuk mengetahui adanyamalabsorpsi lemak bila sweat chloride test negatif. Pemeriksaan phenolphthalein, magnesium sulfat, dan fosfat berguna untuk mengetahui apakah diare akibatpenggunaan yang salah laksatif
(diare factitia). Breath hydrogen test berguna untuk menentukan malabsorpsi karbohidrat. Breath hydrogen test untuk glukosa atau laktulosa bermanfaat untuk diagnosis pertumbuhan bakteri. Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat;hidrogen akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Breath hydrogen test akan mencapai puncaknya dua jam setelah pertumbuhan bakteridan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi laktasa atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi laktosa dan insufisiensi pancreas adalah dengan pemberian enzim pancreas; metode ini akan menurunkanbreath hydrogen
PENATALAKSANAAN DIARE KRONIK
1. Penatalaksanaan Umum , Resusitasi dan Stabilisasi
Penatalaksanaan diare kronik meliputi rehidrasi entera/parenteral, nutrisi dan
medikamentosa.
a. Terapi rehidrasi cairan
Menurut dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa
jenis yaitu:
a. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare,
harus diperhatikan jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan hal-hal
sebagai berikut:
1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL
(Previous Water Losses) ditambah dengan,
2) banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL
(Normal Water Losses) ditambah dengan,
3) banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses).
Ada 2 jenis pengobatan cairan yaitu:
1. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
(Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136)
Salah satu cara untuk mengatasi dehidrasi adalah dengan memberikan
minuman rehidrasi pada anak. Minuman rehidrasi dapat membantu mencegah atau
mengatasi dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang
diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah
berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang
menderita diare. Oralit merupakan cairan rehidrasi oral (CRO) yang mengandung
elektrolit (Na, K, Cl, HCO3) dan glukosa telah terbukti dapat mengganti cairan
saluran secara efektif dan memberikan dehidrasi. Saat ini telah banyak cairan
rehidrasi oral di pasaran dengan berbagai nama.
Pengamatan klinis merupakan langkah awal yang penting dalam serangkaian
penanganan diare pada anak, terutama dalam hal penentuan derajat dehidrasi. Kita
mengenal 3 status dehidrasi pada seorang anak yang mengalami diare, yaitu (1)
tanpa dehidrasi ; (2) dehidrasi ringan sedang ; (3) dehidrasi berat. Tetapi cairan
yang diberikan pun disesuaikan dengan derajat dehidrasi yang ada.
1. Diare Tanpa Dehidrasi
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.
Pada keadaan tanpa dehidrasi, secara klinis anak masih terlihat aktif
dan buang air kecil masih berlangsung normal. Pada keadaan ini tidak perlu
membatasi pemberian makanan dan minuman termasuk susu formula. ASI
diteruskan pemberiannya.
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga
untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-
sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kg BB atau untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun
adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB, atau dapat juga
diberikan dapat diberikan CRO sebanyak 5-10cc/kg BB setiap buang air besar
dengan tinja cair untuk mencegah dehidrasi. Pada bayi, oralit dapat diberikan
dengan cara berselang-selang dengan cairan yang tidak mengandung kadar Na
seperti air putih atau ASI.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak
boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir
atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap
2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus
diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali
sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan
yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu
karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak bertambah
berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara
pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
Rehidrasi dengan menggunakan clear fluid (air putih, cairan rumah
tangga, sari buah, dsb) akan memberikan hasil tidak optimal. Karena,
kandungan natriumnya kurang. Sebaiknya, pemberian jus buah dan coal dapat
memperbesar keadaan diare, karena mengandung osmolaritas tinggi di samping
kadar Na yang rendah.
Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter
mengandung osmolalitas 333 mOsm/L, glukosa 20 g/L, kalori 85 cal/L.
Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, kalium 20 mEq/L,
klorida 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L.
2. Dehidrasi Ringan-Sedang
Pada keadaan dehidrasi ringan-sedang, anak terlihat gelisah, rewel, sangat
haus, dan buang air kecil mulai berkurang. Mata agak cekung, tidak ada air
mata, turgor (kekenyalan kulit) menurun, dan mulut kering. Rehidrasi
dilaksanakan dengan memberikan CRO sebanyak 75ml/kg BB yang diberikan
dalam 3-4 jam.
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,
meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan
dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun adalah 300
ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah
2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang
sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan
memantau tanda-tanda dehidrasi.
Apabila telah tercapai rehidrasi dapat segera diberikan makan dan minum,
ASI diteruskan, pemberian CRO rumatan (5-10 ml/kg BB) setiap buang air
besar cair. Minuman, seperti cola, gingerale, apple juice, dan minuman
olahraga sports drink umumnya mengandung kadar Na yang rendah sehingga
tidak dapat mengganti kehilangan elektrolit yang telah terjadi.
Makanan tidak perlu dibatasi, karena meneruskan pemberian makanan
(early feeding) akan mempercepat penyembuhan. Bila disertai muntah, CRO
dapat diberikan secara bertahap; 1 atau 2 sendok teh setiap 1 atau 2 menit
dengan peningkatan jumlah sesuai dengan kemajuan daya terima anak.
Tindakan ini perlu di bawah pengawasan, sehingga dapat dilaksanakan dalam
suatu ruang observasi yang dikenal dengan Ruang Upaya Rehidrasi Oral atau
Ruang Rawat Sehari.
Pada akhir jam ke 3-4, pasien dapat dipulangkan untuk mendapat terapi
rumatannya di rumah, atau tetap diobservasi untuk mendapat terapi lebih lanjut
bila dehidrasi masih berlangsung. Suatu hal yang paling penting sebelum
memulangkan pasien adalah orangtua harus paham betul dalam menyiapkan
dan memberikan CRO dengan benar. Seorang anak tidak boleh hanya diberikan
CRO saja selama lebih dari 24 jam. Early feeding harus segera diberikan.
Makanan sehari-hari dapat dicapai secara bertahap dalam 24 jam. Memuaskan
anak yang menderita diare hanya akan memperpanjang durasi diarenya. 4, 9, 11, 12
Suharyono. Diare Kronik dalam Gastroenterologi Anak Praktis.Balai Penerbit FKUI,
Jakarta 1988.
Staf Pengajar IKA FKUI. Gastroenterologi. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jilid 1. Jakarta : FKUI, 1998
Pusponegoro, H.D,dkk.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Diare Akut, edisi I, Penerbit Badan Penerbit IDAI, 2005. 49:52.
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.
Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
1. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,
yang dikenal dengan nama oralit.
Tabel 5. Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umur
Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umurUmur
Jumlah kebutuhan cairan
Bayi baru lahir 80-100 mL/kg/hariBayi 120-130 mL/kg/hari2 tahun 115-125 mL/kg/hari6 tahun 90-100 mL/kg/hari15 tahun 70-85 mL/kg/hari18 tahun 40-50 mL/kg/hari
2. Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di tabel
diatas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah
dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia
Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan
diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang
lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik
adalah disebakan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak
menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para
ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas
yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas
plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun
efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan
low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan
mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi
kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera
pada anak.
Tabel 6. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Mmol/liter
Natrium 75Klorida 65Glucose, anhydrous 75Kalium 20Sitrat 10Total Osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru adalah:
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk
persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan:
1. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
2. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
A. Cara Membuat Cairan Rehidrasi
1. Dibuat dengan bubuk sereal dan garam
Bahan yang terbaik adalah tepung beras. Namun anda bisa menggunakan jagung
pipil yang sudah dihaluskan, tepung terigu, sejenis gandum, atau kentang matang
yang dihaluskan.
Cara membuatnya:
- Masukkan ½ sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan matang,
- Juga masukan 8 sendok teh penuh bubuk sereal.
- Didihkan selama 5 sampai 7 menit sampai menjadi bubur encer. Cepat
dinginkan dan mulai berikan kepada anak diare.
Untuk diperhatikan, cicipi minuman ini setiap kali sebelum diberikan kepada
penderita untuk meyakinkan minuman tidak basi. Pada cuaca panas, minuman
sereal seperti ini bisa basi dalam beberapa jam saja.
2. Dibuat dengan gula dan garam
Anda dapat menggunakan gula kasar, gula coklat atau gula putih, atau sirop gula.
Cara membuatnya:
- Masukkan ½ sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan matang,
- Juga masukkan 8 sendok teh peras gula. Aduk rata.
Perhatian sebelum menambahkan gula, cicipi dulu dan pastikan minumannya tidak
seasin air mata Orang tua harus waspada dan mengetahui tanda-tanda jika diare si
anak memburuk. Bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan atau ke dokter jika
kondisinya tidak membaik dalam 3 hari atau buang air besar cair bertambah sering,
muntah berulang-ulang, makan atau minum sangat sedikit, terdapat demam dan
tinja anak berdarah.
2. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP)
(Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.)
Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah cairan
yang keluar bersama tinja dan muntah dan perubahan tanda-tanda dehidrasi.
1) Dehidrasi Berat
Pada dehidrasi berat, selain tanda klinis pada dehidrasi ringan-sedang, juga
terlihat kesadaran anak menurun, lemas, malas minum, mata sangat cekung, mulut
sangat kering, pola napas yang sangat cepat dan dalam, denyut nadi cepat, dan
kekenyalan kulit sangat menurun. Pada keadaan ini, anak harus segera dirawat
untuk mendapat terapi rehidrasi parenteral (melalui infus).
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit
selama pemberian cairan intravena (± 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum
dengan baik, biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang
lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan
kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan
intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis
100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30
cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam berikutnya 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam.
Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi
atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya
yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Pemberian susu formula khusus pada bayi diare hanya pada kasus yang
terindikasi. Pemberian susu yang mengandung rendah atau bebas laktosa hanya
diberikan kepada anak yang secara klinis jelas memperlihatkan gejala intoleransi
laktosa (tidak dapat mencerna laktosa yang terdapat di dalam susu).
Sebagian besar diare pada anak terutama pada bayi disebabkan oleh virus,
oleh karena itu antibiotik pada bayi dengan diare hanya diberikan pada kasus
tertentu saja. Pemberian obat antidine yang banyak beredar saat ini meskipun dari
beberapa laporan memperlihatkan hasil yang baik dalam hal lama dan frekuensi
diare. Tetapi, hal ini belum dimasukkan ke dalam rekomendasi penanganan diare
pada anak. Secara singkat, pemahaman gejala dehidrasi dan penanganan yang
benar merupakan kunci keberhasilan anak dengan terapi diare.
Tabel 7. Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit Dehidrasi
Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit Dehidrasi
Rehidrasi Waktu
Cairan Pencegahan Dehidrasi
Makan Minum
Tanpa dehidrasi - - 10-20 cc/kgBB / tiap BAB, Oralit
ASI diteruskan. Susu formula diteruskan dengan mengurangi makanan berserat, ekstra 1 porsi
Ringan-sedang 4 jam 75 cc (½ gelas) oralit/kgBB atau ad libitum sampai tanda-tanda dehidrasi hilang
Idem Dapat ditangguhkan sampai anak menjadi segar
Berat 4 jam IVFD RL 30cc/kg BB 7½ tetes/kgBB/menit,Oralit ad libitum segera setelah anak bisa minum
Idem Idem
Monitoring dilakukan tiap 1 jam
Setelah Rehidrasi Idem penderita tanpa dehidrasi
Tabel 8. Kebutuhan elektrolit menurut Ament ME, 1993Elektrolit Dosis anak (mEq/kg/24 jam) Dosis bayi (mEq/kg/24 jam)
Na 3 – 4 2 – 8K 2 – 3 2 – 6Cl 2 – 4 0 – 6Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3
Fosfat 2 1 – 1,5Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5
a. Hipernatremia
(Na>155 mEq/L), koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan
pemberian dekstrosa 5% + 1/2 salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10
mEq per hari karena bias menyebabkan edem otak.
b. Hiponatremia
(Na < 130 mEq/L), koreksi kadar Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu dengan memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan memakai
rumus :
Kadar Na koreksi (mEq/L)= 125 - kadar Na serum x 0,6 x BB diberikan dalam 24
jam
c. Hiperkalemia
(K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glikonas 10 % 0,5 -1
ml/KgBB IV perlahan-lahan dalam 5 – 10 menit, sambil memantau detak jantung.
d. Hipokalemia
(K< 3,5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K.
- Jika kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan 75 mEq/KgBB per oral per hari dibagi 3
dosis
- Jika kadar K < 2,5 mEq/L : berikan secara drip intravena dengan dosis :
a. 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam
pertama
b. 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam
berikutnya.
2. Pemberian Nutrisi
1. Nutrisi enteral
Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima untuk
mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran
pencernaan yang masih berfungsi jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau
nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube.
Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3
macam diet :
a. Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai
untuk pasien dengan fungsi usus yang normal.
b. Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal.
c. Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang
untuk pemakaian pada elsefolapati hepatic dan pasien dengan perubahan kadar
asam amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of
metabolism).
Kandungan formula yang ditetapkan meliputi :
a) Karbohidrat
Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi
monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim
oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase
(glukosa a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada
penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Laktase merupakan enzim yang paling
peka dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.
b) Lemak
Lemak merupakan nutrient yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian
lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan
pemasukan kalori.
c) Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh.
protein hidrolisat, asam amino atau gabungan.
d) Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kendatipun dan pemasukan
kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak. atau terjadi interaksi
obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus.
Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung
glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain
triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l dan bersifat hipoalergik
(Pregestimil) atau yang mengandung short chain peptide (Pepti Yunior).
Menaikkan konsentrasi formula dilakukan perlahan-lahan. mula-mula
dianjurkan konsentrasi 1/3 IV. selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral: 1/3 IV. dan
bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil
dalam konsentrasi penuh.
Pemberian melalui pipa nasagastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak
mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran
gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan
meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai
kebutuhan nutrisi anak.
Komplikasi nutrisi enteral:
- Hidrasi berlebih
- Hiperglikemia
- Azotemia (konsumsi protein berlebih)
- Hipervitaminosis K
- Dehidrasi sekunder karena diare
- Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare)
- Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energi tidak cukup.
- Aspirasi
- Defisiensi nutris sekunder karena kesalahan formula
2. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
melalui jalur intravena. Nutrient khusus terdiri atas air, dekstrosa. asam amino,
emulsi lemak. mineral, vitamin. trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila
penderita masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta
masih dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral atau gastrostorni. Pada
umumnya tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari
Kebutuhan pada nutrisi parenteral
a. Kalori
Tabel 9. Kebutuhan kalori per berat badan
Umur Perkiraan kebutuhan kalori per hari (kkal/kg)Neonatus
Berat badan lahir rendah 150Berat badan lahir normal 100-200
Anak 0 – 10 kg 10011 – 20 kg 1000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg > 10 kg
> 20 kg 1500 kkal/kg + 20 kkal/kg untuk setiap kg > 20 kg
Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per
setiap setiap kenaikan 1°C di atas 37°C) gagal jantung (15 - 20 %), pembedahan besar (20
-30% kombosio sampai 100%), dan sepsis berat (25%).
b. Cairan
Tabel 10. Kebutuhan cairan sesuai umur
Berat badan Kebutuhan cairan (ml/kg)< 10 kg 100
10 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg>20 kg 1500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg
c. Karbohidrat
- Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4
kka1/gram dalam bentuk monohidrat
- Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10 - l2,5%
- Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh
dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.
d. Asam amino
Tabel 11. Kebutuhan asam amino menurut usia
Umur Kebutuhan (gr protein/kg/hari) Mulai pemberianBayi prematur 2,5 – 3 0,5 gram protein/kg/hari dinaikkan 0,5
gram protein/kg/hariBayi 0 – 1 tahun 2,5 – 3 1 gram protein/kg/hari dinaikkan 0,5
gram protein/kg/hariAnak 2 – 13 tahun 1,5 – 2Remaja – dewasa 1 – 1,5
e. Lemak
- Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak
essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang
normal.
- Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2
kka1/ml)
- Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk
menghindari terjaadinya defisiensi asam lemak. yang dapat dicapai dengan
penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari
- Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan
tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan
rambut berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan
penyembuhan luka.
3. Medikamentosa
a. Obat anti diare
Tidak perlu diberikan obat anti diare seperti kaolin, pektin, difenoksilat (Lomotil).
Tidak satu pun daripada obat-obat ini memberi efek positif pada patofisiologi.
Penelitian baru-baru ini memberi petunjuk bahwa obat-obat yang memperlambat
motilitas usus justru akan memperpanjang lamanya enteritis karena infeksi.
b. Obat anti mikroba
Pengobatan antibiotik pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan hal ini akan mengubah
flora usus dan menimbulkan keadaan diare menjadi lebih buruk. Untuk membersihkan
isi usus anak dengan infeksi usus karena bakteri, fungsi peristaltik ternyata lebih
efektif walaupun pada anak lebih besar antibiotik sebaiknya tidak diberikan, namun
pada neonatus, anak yang sakit serius (sepsis atau lainnya), anak dengan defisiensi
imunologi dan anak dengan protracted diarrhoea yang sangat berat, dianjurkan tetap
diberikan. Metronidazole merupakan obat yang efektif dan aman untuk Giardia
lamblia .
c. Kortikosteroid
Anak dengan kolitis ulserativa, paling tidak pada serangan pertama memberi respons
baik hanya terhadap enema steroid, beberapa anak mendapat kombinasi steroid rektal
dan sistemik.
d. Imunosupresif
Obat imunosupresif (azathioprine) digunakan pada penyakit Crohn dan ini pun hanya
diberikan bila pengobatan konvensional tidak mungkin. Efek samping segera yang
terbanyak ialah penekanan sumsum tulang, karena itu pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan darah secara teratur.
e. Kolestiramin
Penggunaan kolestiramin pada diare kronik, terutama untuk malabsorpsi asam empedu
(pada reseksi akhir ileum) dan pada infeksi usus karena bakteri (untuk mengikat
endotoksin) sangat bermanfaat.
f. Operasi
Bila diare kronik terjadi pada kasus-kasus bedah seperti misalnya penyakit
Hirschsprung, enterokolitis nekrotik, maka sering terdapat indikasi untuk melakukan
operasi. Tindakan ini hendaknya dilakukan setelah keadaan umum pasien membaik.
(Suharyono. Diare Kronik dalam Gastroenterologi Anak Praktis.Balai Penerbit FKUI,
Jakarta 1988)