contoh kasus pidana

Upload: jusran-ipandi

Post on 12-Jul-2015

16.539 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Assalamualaikum wr.wb tulisan di bawah adalah tugas hukum pidana mengenai analisis dua kasus. kasus yang saya angkat adalah pencurian dan pemerasan. Kasus 1 : PEMERASAN Liputan6.com, Solo: Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7), dibekuk polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan pelawak Nunung Srimulat. Pemuda bernama Andi Rismanto alias Ambon yang dikenal sebagai preman kampung meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan iuran keamanan. Saat dimintai keterangan, ia hanya bisa tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari keterangan saksi, tersangka sering memeras di rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku tidak segan melakukan kekerasan. Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung Srimulat yang menjadi korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut. Dari pengakuan tersangka, uang yang diperoleh digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras. Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan kartu tanda penduduk milik tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.(BJK/ANS) Analisis Kasus 1 Pada kasus di atas, pelaku, Andi Rismanto telah melakukan tindak pidana pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara meminta secara paksa uang Rp 150.000,- setiap minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah warga Negara Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku hukum pidana Indonesia , yang berarti KUHPidana (asas teritorialitas). Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHPidana. Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan sebagai berikut : 1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini. > Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP

>> Unsur-unsur dalam ketentuan ayat (1) Pasal 368 KUHP :[1] >>> Unsur obyektif yaitu unsur yang terdapat di luar diri si pelaku tindak pidana, yang meliputi unsur-unsur : 1. 2. 3. 4. Memaksa . Orang lain. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). 5. Supaya memberi hutang. 6. Untuk menghapus piutang. >>> Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat di dalam diri si pelaku tindak pidana yang meliputi unsur unsur : 1. Dengan maksud. 2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. > Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Unsur memaksa. Dengan istilah memaksa dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri. 2. Unsur untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang.Berkaitan dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas. 3. Unsur supaya memberi hutang. Berkaitan dengan pengertian memberi hutang dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu perjanjianyang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang dikehendaki. 4. Unsur untuk menghapus hutang. Dengan menghapusnya piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras.

5. Unsur untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kaitannya pada kasus: Pelaku memenuhi semua unsur unsur di atas, baik yang subjektif maupun yang obyektif. Pelaku memeras korban setiap minggu dengan cara memaksa untuk memberikan uang Rp 150.000,-, korban pun terpaksa memenuhi permintaan pelaku. Barang yang diserahkan adalah uang, yang akhirnya digunakan oleh pelaku untuk membeli rokok dan minuman keras untuk dirinya sendiri. Artinya, pelaku telah memeras korban untuk menguntungkan dirinya sendiri. Pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negeri Solo, karena Solo merupakan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti) pemerasan tersebut. Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku, terlihat bahwa pelaku pemerasan pada saat melakukan aksi pemerasannya itu telah mampu bertanggung jawab. Dilihat dari sisi umur, meski tidak disebutkan berapa umur pelaku, tapi karena ia ditakuti oleh masyarakat sekitar, berarti dapat disimpulkan bahwa pelaku telah berumur lebih dari 16 tahun yang artinya KUHP berlaku atas pelaku secara utuh dah sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya. Jarak antara perbuatan pemerasan yang dilakukan dengan pelaku tertangkan di sumber belum mencapai 30 tahun, sehingga perbuatan yang dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa. Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas maka pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan yang Ia lakukan telah melanggar hukum. Karena ia menyesali perbuatannya setelah tertangkap dan dimintai keterangan oleh polisi. Atas laporan korban, keterangan saksi dan alat bukti yang disita polisi sebesar uang dua puluh ribu dan kartu tanda penduduk, maka pelaku dapat dihukum penjara maksimal Sembilan tahun, kecuali bila ada hal hal yang dapat meringankan hukuman. Pelaku dapat dipenjara kurang dari Sembilan tahun bila hakim memutuskan begitu, sesuai dengan keyakinannya ataupun mengacu kepada jurisprudensi kasus yang sama. Delik pemerasan tergolong kepada: [2] 1. delik formal (formeel delict), karena merupakan delik yang terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh undang undang. Dalam kasus ini, perbuatannya adalah pemerasan.

2. delik komisi (commissie delict), karena merupakan delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan di dalam undang undang. Dalam hal ini, pelaku telah melakukan pemerasan terhadap korban, dan pemerasan dilarang oleh pasal 368 KUHP. 3. delik rampung (aflopend delict), karena merupakan satu perbuatan tertentu yang selesai dalam waktu yang singkat. 4. delik tunggal (enkelvoudig delict), karena merupakan delik yang hanya satu kali perbuatan sudah cukup untuk dikenakan pidana. 5. delik sederhana (eenvoudig delict) karena merupakan delik pokok tanpa pemberatan. 6. delik kesengajaan (doleus delict), karena dilakukan dengan sengaja oleh si pelaku. 7. delik umum (gemeen delict), karena tidak ditujukan kepada keamanan negara dan kepala negara. 8. delik umum (delicta communia), karena termasuk delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja. 9. delik aduan (klacht delict), dan merupakan delik aduan absolut (absolute klacht delict) karena menurut sifat kejahatannya delik pemerasan hanya dapat dituntut apabila diadukan. Pada kasus ini, yang melaporkan adalah kerabat korban yang merasa dirugikan, maka polisi pun menangkap pelaku. Bila tidak ada aduan dari keluarga korban maka pelaku pun tidak akan bisa ditangkap. Kasus 2 : PENCURIAN Perampok Jarah Kantor Dinkes Gresik Laporan wartawan Kompas Adi Sucipto Sabtu, 4 Desember 2010 | 13:44 WIB GRESIK, KOMPAS.com Kawanan perampok pada Sabtu (4/12/2010) pukul 04.00 beraksi di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Dua anggota Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas diplakban mata dan mulutnya serta diikat tali rafia. Pelaku berhasil membawa kabur uang tunai Rp 6,7 juta di laci. Kasus itu terungkap sekitar pukul 08.00 saat sebagian pegawai akan beraktivitas di kantor, lalu peristiwa itu dilaporkan ke polisi. Awalnya, petugas jaga Sunaryoto dan Rahmat didatangi empat orang yang membawa celurit dan parang. Keduanya sempat melawan, tetapi tidak bisa berkutik. Selain kalah banyak, keduanya juga khawatir karena pelaku juga mengancam dengan senjata tajam. Keduanya diringkus pelaku, mulut dan mata diplakban, serta tangan dan kaki diikat tali rafia. Petugas jaga lainnya, Nawawi, memilih sembunyi saat perampok beraksi membuka laci dan mengubrak-abrik isinya.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Sugeng Widodo, pelaku hanya berhasil menemukan uang tunai Rp 6,7 juta. Kepala Kepolisian Resor Gresik Ajun Komisaris Besar Jakub Prajogo menyatakan, polisi masih melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Dari tempat kejadian perkara, polisi mendapatkan plakban dan tali rafia. Analisis Kasus 2 Pada kasus di atas, pelaku berjumlah empat orang telah melakukan tindak pidana pencurian dengan cara mengambil uang tunai Rp 6,7 juta di dalam Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Karena yang melakukan tindak pidana adalah orang Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka yang berlaku adalah hukum pidana Indonesia, yang berarti KUHPidana (asas teritorialitas). Perbuatan pelaku tergolong kepada delik berkualifikasi, karena perbuatan tersebut memiliki unsur unsur yang sama dengan delik dasar atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur unsur lain sehingga ancaman pidananya lebih berat daripada delik dasar. Dalam kasus ini, delik dasar adalah pasal 362 KUHP yaitu mengenai pencurian. Tetapi karena pencurian tersebut disertai dengan ancaman kekerasan pada penjaga malam, maka pelaku akan diancam dengan pasal 365 KUHP ayat (1) dan (2), (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun: 1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu; 4. jika perbuatan mengakibatkan luka luka berat. Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan pengambilan suatu barang, yang seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian. Berikut unsur unsur pencurian, > Unsur Unsur Objektif berupa :

1. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen). Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80). Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna. Sebagai ternyata dari Arrest Hoge Raad (HR) tanggal 12 Nopember 1894 yang menyatakan bahwa perbuatan mengambil telah selesai, jika benda berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskannya karena diketahui. 2. Unsur benda. Pada mulanya benda benda yang menjadi objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda benda bergerak (roerend goed). Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja. Benda bergerak adalah setiap benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (pasal 509 KUHPerdata). 3. Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain. Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain , cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. > Unsur Unsur Subjektif berupa : 1. Maksud untuk memiliki. Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya. Apabila dihubung kan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya. 2. Melawan hukum. Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Unsur maksud adalah merupakan bagian dari kesengajaan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan melawan hukum (wederrechtelijk) undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum tertulis. Sedangkan melawan hukum materiil, ialah bertentangan dengan azas-azas hukum masyarakat.

Kaitan dengan kasus: Sesuai dengan asas legalitas kasus ini jelas melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP, tepatnya tentang pencurian pasal 362: Barangsiapa mengambil sesuatu, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah Dari sisi sifat melawan hukumnya tercantum secara eksplisit dalam bunyi pasal yang bersangkutan. Atas kasus diatas pengadilan yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri Gresik karena kasus perampokan tersebut dilakukan di Gresik. Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku, terlihat bahwa para pelaku perampokan pada saat melakukan aksinya telah mampu bertanggung jawab, karena dengan sadar mengancam penjaga kantor menggunakan senjata tajam lalu mengikat mereka, kemudian mengambil uang yang ada di dalam kantor. Ini memenuhi unsur pada pasal 365 ayat 1, yaitu pencurian yang disertai dengan ancaman kekerasan. Dilihat dari sisi umur, para pelaku disimpulkan telah berumur lebih dari 16 tahun, karena telah memiliki kematangan dalam tindakan mereka. yang artinya KUHP berlaku atas para pelaku secara utuh dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya, karena para pelaku telah dewasa dan cakap hukum. Jarak antara perbuatan yang dilakukan dengan para pelaku tertangkap bila seandainya belum mencapai 30 tahun maka perbuatan yang dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa, sehingga masih bisa diadili. Perbuatan yang dilakukan para pelaku dari kasus diatas terbukti bahwa perbuatan tersebut tertangkap tangan. Artinya perbuatan tersebut jelas diketahui oleh orang lain, mengingat aksi yang dilakukan diketahui oleh kedua petugas jaga yang merupakan anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam keadaan seperti itu mereka masih saja mengambil dan membawa uang Rp 6,7 juta yang ada di kantor dengan maksud untuk dimiliki. Perbuatan ini jelas melanggar ketentuan yang terdapat dalam KUHP. Kesalahan yang diperbuat merupakan kesalahan yang disengaja, yaitu kesalahan yang dengan sengaja (doleus delicti), dalam keadaan sadar, diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang hukum. Para pelaku dengan sadar mencuri disertai ancaman kekerasan pada kedua petugas jaga. Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas maka kedua pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Para pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Hal ini terlihat setelah mereka berhasil mengambil uang dari kantor, mereka lalu melarikan diri. Hal ini mereka lakukan karena mereka takut dan sadar jika tertangkap akan diadili massa atau oleh pihak yang berwajib (polisi). Selain

itu mereka mengetahui bahwa perbuatan mereka telah melanggar nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hukum pidana Indonesia dalam hal pertanggungan jawab menganut sistem fiktif, artinya menurut hukum Indonesia, setiap pelaku perbuatan pidana pada dasarnya selalu dianggap sebagai orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Pengecualian dari system fiktif tersebut terdapat pada pasal 44 KUHP, dengan kata lain dianggap tidak mampu bertanggung jawab, yaitu apabila : 1) Jiwa pelaku mengalami cacat mental sejak pertumbuhannya, 2) Jiwa pelaku mengalami gangguan kenormalan yang disebabkan oleh penyakit, sehingga akalnya kurang berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, seperti orang gila atau epilepsy. Jika melihat kasus diatas lagi, para pelaku tidak termasuk dalam pengecualian yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP diatas. Para pelaku tidak mengalami gangguan psikis, tidak mengalami cacat mental sejak pertubuhannya dan juga tidak mengalami gangguan jiwa seperti gila, epilepsy dan lain sebagainya. Unsur kesalahan yang ada dalam perbuatan pelaku dalam kasus diatas jelas mencakup tiga unsur yang ada dalam landasan teori, yaitu pertanggungjawaban, adanya hubungan batin perbuatan dengan pelaku perbuatan dan tidak adanya alasan penghapusan pidana. Perbuatan yang dilakukan telah dianggap merugikan orang lain, sehingga patut untuk dipidana karena perbuatan merugikan orang lain tersebut. Salah satu teori pemidanaan yang dikenal adalah teori pembalasan yaitu kejahatan itu menimbulkan ketidakadilan, maka harus dibalas dengan ketidakadilan pula (Immanuel Kant). Seperti yang telah disebutkan di atas, keempat pelaku dapat dijerat dengan pasal 365 KUHP. Semua unsur, mulai dari pencurian, ancaman kekerasan, jumlah pelaku lebih dari seorang, dilakukan di malam hari ke pekarangan tertutup yang ada rumahnya, memasukinya menggunakan kejahatan dengan merusak, maka ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada mereka adalah dipenjara paling lama dua belas tahun. Pencurian tergolong kepada delik delik yang sama seperti pemerasan, yang membedakan hanyalah pencurian bukan termasuk golongan delik aduan, melainkan merupakan golongan delik biasa (gewone delict), yaitu delik yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk menuntutnya. Dalam kasus ini ketika terjadi perampokan memang diperlukan adanya laporan dari masyarakat, tapi bukan pengaduan. Seandainya tanpa ada laporan tapi polisi mengetahui ada pencurian, maka tetap bisa dilakukan penuntutan. Kesimpulan Kesimpulannya, baik kasus pemerasan maupun kasus pencurian sama sama tergolong delik formil, karena kedua delik ini terjadi karena adanya pelanggaran pada larangan yang dimuat dalam undang undang (KUHP pasal 368 dan 365). Pada kasus pemerasan, pelaku dapat dituntut maksimal hukuman penjara sembilan tahun, sementara pada kasus pencurian dengan ancaman kekerasan, keempat pelaku dapat dijerat pasal 368 KUHP dengan hukuman penjara maksimal dua belas tahun. Para pelaku di kedua kasus di atas dianggap cakap hukum, sadar akan perbuatannya yang melawan hukum dan bertanggungjawab penuh terhadap perbuatannya,

sehingga tidak ada alasan penghapusan pidana. Hukuman yang tepat diberikan pada mereka, selain merujuk kepada pasal pasal dalam KUHP, akan disesuaikan juga dengan keyakinan hakim dan jurisprudensi pada kasus kasus yang sama. DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang Undang Hukum Pidana Sofjan Sastrawidjaja, S.H., Hukum Pidana : Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana. 1995. Bandung : Armico. Situs Resmi Liputan 6 SCTV Situs Resmi Kompas hukumislam-uii.blogspot.com excellentlawyer.blogspot.com

[1] Sofjan Sastrawidjaja, S.H., Hukum Pidana : Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana. 1995. Bandung : Armico. Hal. 117-121 [2] ibid. Hal. 135-142 Assalamualaikum wr.wb tulisan di bawah adalah tugas hukum pidana mengenai analisis dua kasus. kasus yang saya angkat adalah pencurian dan pemerasan. Kasus 1 : PEMERASAN Liputan6.com, Solo: Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7), dibekuk polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan pelawak Nunung Srimulat. Pemuda bernama Andi Rismanto alias Ambon yang dikenal sebagai preman kampung meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan iuran keamanan. Saat dimintai keterangan, ia hanya bisa tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari keterangan saksi, tersangka sering memeras di rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku tidak segan melakukan kekerasan. Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung Srimulat yang menjadi korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut. Dari pengakuan tersangka, uang yang diperoleh digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras. Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan kartu tanda penduduk milik tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.(BJK/ANS)

Analisis Kasus 1 Pada kasus di atas, pelaku, Andi Rismanto telah melakukan tindak pidana pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara meminta secara paksa uang Rp 150.000,- setiap minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah warga Negara Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku hukum pidana Indonesia , yang berarti KUHPidana (asas teritorialitas). Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHPidana. Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan sebagai berikut : 1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini. > Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP >> Unsur-unsur dalam ketentuan ayat (1) Pasal 368 KUHP :[1] >>> Unsur obyektif yaitu unsur yang terdapat di luar diri si pelaku tindak pidana, yang meliputi unsur-unsur : 1. 2. 3. 4. Memaksa . Orang lain. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). 5. Supaya memberi hutang. 6. Untuk menghapus piutang. >>> Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat di dalam diri si pelaku tindak pidana yang meliputi unsur unsur : 1. Dengan maksud. 2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. > Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Unsur memaksa. Dengan istilah memaksa dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri.

2. Unsur untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang.Berkaitan dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas. 3. Unsur supaya memberi hutang. Berkaitan dengan pengertian memberi hutang dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu perjanjianyang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang dikehendaki. 4. Unsur untuk menghapus hutang. Dengan menghapusnya piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras. 5. Unsur untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kaitannya pada kasus: Pelaku memenuhi semua unsur unsur di atas, baik yang subjektif maupun yang obyektif. Pelaku memeras korban setiap minggu dengan cara memaksa untuk memberikan uang Rp 150.000,-, korban pun terpaksa memenuhi permintaan pelaku. Barang yang diserahkan adalah uang, yang akhirnya digunakan oleh pelaku untuk membeli rokok dan minuman keras untuk dirinya sendiri. Artinya, pelaku telah memeras korban untuk menguntungkan dirinya sendiri. Pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negeri Solo, karena Solo merupakan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti) pemerasan tersebut. Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku, terlihat bahwa pelaku pemerasan pada saat melakukan aksi pemerasannya itu telah mampu bertanggung jawab. Dilihat dari sisi umur, meski tidak disebutkan berapa umur pelaku, tapi karena ia ditakuti oleh masyarakat sekitar, berarti dapat disimpulkan bahwa pelaku telah berumur lebih dari 16 tahun yang artinya KUHP berlaku atas pelaku secara utuh dah sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya.

Jarak antara perbuatan pemerasan yang dilakukan dengan pelaku tertangkan di sumber belum mencapai 30 tahun, sehingga perbuatan yang dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa. Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas maka pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan yang Ia lakukan telah melanggar hukum. Karena ia menyesali perbuatannya setelah tertangkap dan dimintai keterangan oleh polisi. Atas laporan korban, keterangan saksi dan alat bukti yang disita polisi sebesar uang dua puluh ribu dan kartu tanda penduduk, maka pelaku dapat dihukum penjara maksimal Sembilan tahun, kecuali bila ada hal hal yang dapat meringankan hukuman. Pelaku dapat dipenjara kurang dari Sembilan tahun bila hakim memutuskan begitu, sesuai dengan keyakinannya ataupun mengacu kepada jurisprudensi kasus yang sama. Delik pemerasan tergolong kepada: [2] 1. delik formal (formeel delict), karena merupakan delik yang terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh undang undang. Dalam kasus ini, perbuatannya adalah pemerasan. 2. delik komisi (commissie delict), karena merupakan delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan di dalam undang undang. Dalam hal ini, pelaku telah melakukan pemerasan terhadap korban, dan pemerasan dilarang oleh pasal 368 KUHP. 3. delik rampung (aflopend delict), karena merupakan satu perbuatan tertentu yang selesai dalam waktu yang singkat. 4. delik tunggal (enkelvoudig delict), karena merupakan delik yang hanya satu kali perbuatan sudah cukup untuk dikenakan pidana. 5. delik sederhana (eenvoudig delict) karena merupakan delik pokok tanpa pemberatan. 6. delik kesengajaan (doleus delict), karena dilakukan dengan sengaja oleh si pelaku. 7. delik umum (gemeen delict), karena tidak ditujukan kepada keamanan negara dan kepala negara. 8. delik umum (delicta communia), karena termasuk delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja. 9. delik aduan (klacht delict), dan merupakan delik aduan absolut (absolute klacht delict) karena menurut sifat kejahatannya delik pemerasan hanya dapat dituntut apabila diadukan. Pada kasus ini, yang melaporkan adalah kerabat korban yang merasa dirugikan, maka polisi pun menangkap pelaku. Bila tidak ada aduan dari keluarga korban maka pelaku pun tidak akan bisa ditangkap.

Kasus 2 : PENCURIAN Perampok Jarah Kantor Dinkes Gresik Laporan wartawan Kompas Adi Sucipto Sabtu, 4 Desember 2010 | 13:44 WIB GRESIK, KOMPAS.com Kawanan perampok pada Sabtu (4/12/2010) pukul 04.00 beraksi di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Dua anggota Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas diplakban mata dan mulutnya serta diikat tali rafia. Pelaku berhasil membawa kabur uang tunai Rp 6,7 juta di laci. Kasus itu terungkap sekitar pukul 08.00 saat sebagian pegawai akan beraktivitas di kantor, lalu peristiwa itu dilaporkan ke polisi. Awalnya, petugas jaga Sunaryoto dan Rahmat didatangi empat orang yang membawa celurit dan parang. Keduanya sempat melawan, tetapi tidak bisa berkutik. Selain kalah banyak, keduanya juga khawatir karena pelaku juga mengancam dengan senjata tajam. Keduanya diringkus pelaku, mulut dan mata diplakban, serta tangan dan kaki diikat tali rafia. Petugas jaga lainnya, Nawawi, memilih sembunyi saat perampok beraksi membuka laci dan mengubrak-abrik isinya. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Sugeng Widodo, pelaku hanya berhasil menemukan uang tunai Rp 6,7 juta. Kepala Kepolisian Resor Gresik Ajun Komisaris Besar Jakub Prajogo menyatakan, polisi masih melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Dari tempat kejadian perkara, polisi mendapatkan plakban dan tali rafia. Analisis Kasus 2 Pada kasus di atas, pelaku berjumlah empat orang telah melakukan tindak pidana pencurian dengan cara mengambil uang tunai Rp 6,7 juta di dalam Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Karena yang melakukan tindak pidana adalah orang Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka yang berlaku adalah hukum pidana Indonesia, yang berarti KUHPidana (asas teritorialitas). Perbuatan pelaku tergolong kepada delik berkualifikasi, karena perbuatan tersebut memiliki unsur unsur yang sama dengan delik dasar atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur unsur lain sehingga ancaman pidananya lebih berat daripada delik dasar. Dalam kasus ini, delik dasar adalah pasal 362 KUHP yaitu mengenai pencurian. Tetapi karena pencurian tersebut disertai dengan ancaman kekerasan pada penjaga malam, maka pelaku akan diancam dengan pasal 365 KUHP ayat (1) dan (2), (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud

untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun: 1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu; 4. jika perbuatan mengakibatkan luka luka berat. Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan pengambilan suatu barang, yang seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian. Berikut unsur unsur pencurian, > Unsur Unsur Objektif berupa : 1. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen). Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80). Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna. Sebagai ternyata dari Arrest Hoge Raad (HR) tanggal 12 Nopember 1894 yang menyatakan bahwa perbuatan mengambil telah selesai, jika benda berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskannya karena diketahui. 2. Unsur benda. Pada mulanya benda benda yang menjadi objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda benda bergerak (roerend goed). Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja. Benda bergerak adalah setiap benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (pasal 509 KUHPerdata). 3. Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain. Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain , cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri.

> Unsur Unsur Subjektif berupa : 1. Maksud untuk memiliki. Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya. Apabila dihubung kan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya. 2. Melawan hukum. Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Unsur maksud adalah merupakan bagian dari kesengajaan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan melawan hukum (wederrechtelijk) undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum tertulis. Sedangkan melawan hukum materiil, ialah bertentangan dengan azas-azas hukum masyarakat. Kaitan dengan kasus: Sesuai dengan asas legalitas kasus ini jelas melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam KUHP, tepatnya tentang pencurian pasal 362: Barangsiapa mengambil sesuatu, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah Dari sisi sifat melawan hukumnya tercantum secara eksplisit dalam bunyi pasal yang bersangkutan. Atas kasus diatas pengadilan yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri Gresik karena kasus perampokan tersebut dilakukan di Gresik. Dari sifat melawan hukumnya perbuatan yang dilakukan pelaku, terlihat bahwa para pelaku perampokan pada saat melakukan aksinya telah mampu bertanggung jawab, karena dengan sadar mengancam penjaga kantor menggunakan senjata tajam lalu mengikat mereka, kemudian mengambil uang yang ada di dalam kantor. Ini memenuhi unsur pada pasal 365 ayat 1, yaitu pencurian yang disertai dengan ancaman kekerasan. Dilihat dari sisi umur, para pelaku disimpulkan telah berumur lebih dari 16 tahun, karena telah memiliki kematangan dalam tindakan mereka. yang artinya KUHP berlaku atas para pelaku secara utuh dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalamnya, karena para pelaku telah dewasa dan cakap hukum.

Jarak antara perbuatan yang dilakukan dengan para pelaku tertangkap bila seandainya belum mencapai 30 tahun maka perbuatan yang dilakukan belum dianggap sebagai perbuatan yang daluarsa, sehingga masih bisa diadili. Perbuatan yang dilakukan para pelaku dari kasus diatas terbukti bahwa perbuatan tersebut tertangkap tangan. Artinya perbuatan tersebut jelas diketahui oleh orang lain, mengingat aksi yang dilakukan diketahui oleh kedua petugas jaga yang merupakan anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam keadaan seperti itu mereka masih saja mengambil dan membawa uang Rp 6,7 juta yang ada di kantor dengan maksud untuk dimiliki. Perbuatan ini jelas melanggar ketentuan yang terdapat dalam KUHP. Kesalahan yang diperbuat merupakan kesalahan yang disengaja, yaitu kesalahan yang dengan sengaja (doleus delicti), dalam keadaan sadar, diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang hukum. Para pelaku dengan sadar mencuri disertai ancaman kekerasan pada kedua petugas jaga. Pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku dilihat dari kemampuannya terlebih dahulu. Sesuai dengan fakta diatas maka kedua pelaku dianggap sudah mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Para pelaku jelas mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Hal ini terlihat setelah mereka berhasil mengambil uang dari kantor, mereka lalu melarikan diri. Hal ini mereka lakukan karena mereka takut dan sadar jika tertangkap akan diadili massa atau oleh pihak yang berwajib (polisi). Selain itu mereka mengetahui bahwa perbuatan mereka telah melanggar nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hukum pidana Indonesia dalam hal pertanggungan jawab menganut sistem fiktif, artinya menurut hukum Indonesia, setiap pelaku perbuatan pidana pada dasarnya selalu dianggap sebagai orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Pengecualian dari system fiktif tersebut terdapat pada pasal 44 KUHP, dengan kata lain dianggap tidak mampu bertanggung jawab, yaitu apabila : 1) Jiwa pelaku mengalami cacat mental sejak pertumbuhannya, 2) Jiwa pelaku mengalami gangguan kenormalan yang disebabkan oleh penyakit, sehingga akalnya kurang berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk, seperti orang gila atau epilepsy. Jika melihat kasus diatas lagi, para pelaku tidak termasuk dalam pengecualian yang dimaksud dalam pasal 44 KUHP diatas. Para pelaku tidak mengalami gangguan psikis, tidak mengalami cacat mental sejak pertubuhannya dan juga tidak mengalami gangguan jiwa seperti gila, epilepsy dan lain sebagainya. Unsur kesalahan yang ada dalam perbuatan pelaku dalam kasus diatas jelas mencakup tiga unsur yang ada dalam landasan teori, yaitu pertanggungjawaban, adanya hubungan batin perbuatan dengan pelaku perbuatan dan tidak adanya alasan penghapusan pidana. Perbuatan yang dilakukan telah dianggap merugikan orang lain, sehingga patut untuk dipidana karena perbuatan merugikan orang lain tersebut. Salah satu teori pemidanaan yang dikenal adalah teori pembalasan yaitu kejahatan itu menimbulkan ketidakadilan, maka harus dibalas dengan ketidakadilan pula (Immanuel Kant).

Seperti yang telah disebutkan di atas, keempat pelaku dapat dijerat dengan pasal 365 KUHP. Semua unsur, mulai dari pencurian, ancaman kekerasan, jumlah pelaku lebih dari seorang, dilakukan di malam hari ke pekarangan tertutup yang ada rumahnya, memasukinya menggunakan kejahatan dengan merusak, maka ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada mereka adalah dipenjara paling lama dua belas tahun. Pencurian tergolong kepada delik delik yang sama seperti pemerasan, yang membedakan hanyalah pencurian bukan termasuk golongan delik aduan, melainkan merupakan golongan delik biasa (gewone delict), yaitu delik yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk menuntutnya. Dalam kasus ini ketika terjadi perampokan memang diperlukan adanya laporan dari masyarakat, tapi bukan pengaduan. Seandainya tanpa ada laporan tapi polisi mengetahui ada pencurian, maka tetap bisa dilakukan penuntutan. Kesimpulan Kesimpulannya, baik kasus pemerasan maupun kasus pencurian sama sama tergolong delik formil, karena kedua delik ini terjadi karena adanya pelanggaran pada larangan yang dimuat dalam undang undang (KUHP pasal 368 dan 365). Pada kasus pemerasan, pelaku dapat dituntut maksimal hukuman penjara sembilan tahun, sementara pada kasus pencurian dengan ancaman kekerasan, keempat pelaku dapat dijerat pasal 368 KUHP dengan hukuman penjara maksimal dua belas tahun. Para pelaku di kedua kasus di atas dianggap cakap hukum, sadar akan perbuatannya yang melawan hukum dan bertanggungjawab penuh terhadap perbuatannya, sehingga tidak ada alasan penghapusan pidana. Hukuman yang tepat diberikan pada mereka, selain merujuk kepada pasal pasal dalam KUHP, akan disesuaikan juga dengan keyakinan hakim dan jurisprudensi pada kasus kasus yang sama. DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang Undang Hukum Pidana Sofjan Sastrawidjaja, S.H., Hukum Pidana : Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana. 1995. Bandung : Armico. Situs Resmi Liputan 6 SCTV Situs Resmi Kompas hukumislam-uii.blogspot.com excellentlawyer.blogspot.com

[1] Sofjan Sastrawidjaja, S.H., Hukum Pidana : Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana. 1995. Bandung : Armico. Hal. 117-121 [2] ibid. Hal. 135-142

Liputan6.com, Batam: Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam Center, Kelurahan Baloi Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan warga ke kantor kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu berada dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan. Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian tulang hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. Di dalamnya kita tak temukan sisa jaringan organ dalam, kata Novita. Di betis juga terdapat irisan. Sehari kemudian, identitas jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30). Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala Polsekta Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara kerumunan warga yaitu Harun. Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji coba dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas malam. Waktu itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya untuk mengintip orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka, kawasan perumahan liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. Dia bangun dan ikut saya. Saat itu dia cuma pake celana pendek, nggak pake baju, ujar Harun. Harun mengajak Fahmi ke semak-semak. Fahmi beberapa kali bertanya tentang posisi orang yang sedang pacaran. Harun pura-pura mundur. Dengan posisi itu, Harun yang sebelumnya sudah mempersiapkan martil, leluasa memukuli kepala Fahmi. Dia langsung jatuh, sempat teriak sekali, darahnya kena muka saya. Terus saya pergi cuci muka dulu, ungkap Harun. Setelah cuci muka, Harun kembali dan memukuli kepala Fahmi sebanyak tiga kali Harun mengaku menghabisi nyawa korban, Oktober 2009 silam. Setelah membunuh, tersangka kemudian mengambil organ tubuh bagian dalam Fahmi untuk dimakan. Selama beberapa bulan hingga ditemukan 3 Maret 2010, pelaku menyimpan mayat korban. Organ tubuh tersebut dimakannya setiap malam Jumat yang menurut Harun berguna untuk meningkatkan ilmu kebal serta kesaktian. Saya pukul pakai martil sekali, lalu saya sembunyi di sumur, saya tunggu setengah jam dia diam saja, terus saya belah perutnya, dan saya ambil hati dan jantung untuk saya makan kata Harun. Kepolisian Daerah Kepulauan Riau kemudian menghadirkan tenaga psikiater untuk memeriksa kejiwaan Harun. Pada awalnya, polisi meragukan kejiwaan tersangka. Dari hasil pemeriksaan, Harun memakan organ tubuh Fahmi dalam kondisi sehat alias normal. Atas perbuatannya itu, Harun dijerat pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun. Sementara jenazah Fahmi dimakamkan di kampung halamannya di Desa Pagerbarang, Tegal, Jawa Tengah, 10 Maret lalu. Korban yang menyandang gelar sarjana muda kesehatan ini dikenal

sebagai pribadi yang baik serta supel kepada tetangga. Keluarga mengaku ikhlas dan berharap tersangka mendapat hukuman yang setimpal.(BOG) Sumber : Liputan6.com dengan penambahan dari indonesiaheadline.com dan klip21.com

Analisis KasusI.

Unsur unsur

Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tersebut adalah : 1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia. Menurut doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu : a. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1) KUHP), melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah (pasal 51 ayat (2) KUHP) b. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa dalam arti sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2) KUHP), dan perintah jabatan tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP) Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Harun, sebab dia merupakan pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Fahmi, dan Harun tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut 1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif) Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk memukulkan martil ke kepala Harun agar Harun mati sebab didorong oleh motif ingin mengetahui kebenaran pengakuan Harun yang menyatakan dirinya memiliki ilmu kebal dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan tindakannya. Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku mempersiapkan alat yaitu martil terlebih dahulu yang menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan kronologis kejadian sejak korban dibangunkan dari tidur hingga korban dikelabui untuk mengikuti pelaku ke semak-semak untuk kemudian dibunuh, merupakan kronologis yang terjadi akibat sebelumnya telah dipikirkan terlebih dahulu I.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP

Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan Berdasarkan pasal tersebut, Tidak ada suatu tindak pidana yang dapat dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut mengandung asas-asas hukum pidana, yaitu : 1. Asas legalitas Bahwa harus ada peraturan tertulis yang mengatur tindakan tersebut 1. Asas larangan berlaku surut maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa terikat pada undang-undang yang tidak diancam pidana walaupun kelak ditentukan sebagai tindak pidana sebab tidak ada undang undang yang berlaku surut atau mundur waktunya. 1. Asas larangan analogi Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak terdapat perumusannya dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan pasal yang mirip dengan kejahatan itu Berdasarkan kasus pembunuhan diatas, maka tersangka dapat dikenakan hukuman sebab telah ada peraturan tertulis yang mengatur larangan pembunuhan sebelum tindak pidana dilakukan, yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun I.

Berdasarkan tempus dan locus delicti

a. Tempus adalah waktu terjadinya tindak pidana. Tujuan ditentukannya tempus adalah agar pada saat terjadinya tindak pidana dapat ditentukan:

Sudah ada atau belum peraturan yang mengaturnya (Pasal. 1 ayat (1) KUHP) Apabila ada perubahan peraturan, UU mana yang berlaku (Pasal 1 ayat (2) KUHP) Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Pasal 44 KUHP) Sudah berumur 16 tahun atau belum (Pasal 45 KUHP) Batas waktu pengajuan delik aduan (Pasal 74 KUHP) Batas waktu menarik kembali aduan (Pasal 75 KUHP) Daluarsa (Pasal 79 KUHP)

Cara menentukan tempus adalah : 1. Teori perbuatan materiil Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan kasus, maka yang ditentukan adalah waktu tindakan pembunuhan dilakukan, yaitu Oktober 2009 1. Teori bekerjanya alat Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak ditemukan waktu berdasarkan bekerjanya alat. 1. Teori munculnya akibat Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang muncul adalah matinya korban yaitu pada tanggal Oktober 2009 1. Teori gabungan Merupakan gabungan tanggal dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada waktu yang sama, yaitu Oktober 2009 a. Locus adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan :

Apakah hukum pidana Indonesia berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP) Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, terbagi atas :

~ Kompetensi absolut Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili perkara tersebut. Dalam kasus adalah pengadilan Umum ~ Kompetensi relatif

Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili perkara tersebut. Untuk lebih lengkapnya penentuan pengadilan ini ditentukan dengan menggunakan teori locus. Cara menentukan locus adalah : 1. Teori perbuatan materiil Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan kasus, maka yang lokasi terjadinya pembunuhan adalah di Kota Batam 1. Teori bekerjanya alat Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak ditemukan lokasi berdasarkan bekerjanya alat. 1. Teori munculnya akibat Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang muncul adalah matinya korban yaitu di Kota Batam 1. Teori gabungan Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada tempat yang sama, yaitu di Kota Batam I.

Berdasarkan prinsip KUHP1. Prinsip Teritorialitas berdasarkan Pasal 2 KUHP dan diperluas dengan Pasal 3 KUHP

Pasal 2 KUHP : Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia Menentukan wilayah dengan hubungannya dengan berlakunya aturan pidana dalam perundangundangan Indonesia terkait dengan batas-batas atau yuridiksi wilayah tindak pidana terjadi Yang termasuk didalamnya adalah :

Wilayah Indonesia sebagai wilayah berlakunya hukum pidana Indonesia Wilayah Indonesia sebagai pelaku tindak pidana terjadi Wilayah Indonesia sebagai tempat tindak pidana terjadi

Kemudian mengenai perluasannya yaitu Pasal 3 KUHP Pasal 3 KUHP: Aturan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia

Dalam pasal ini yang dimaksud dengan wilayah Indonesia adalah :

Daratan (dari Sabang sampai Merauke) Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia Udara Kapal laut berbendera Indonesia (Tidak harus milik Indonesia) yang termasuk didalamnya adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia dimanapun Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP

Berdasarkan Kasus, tindak pidana yang terjadi adalah di Kota Batam yang merupakan daratan Indonesia sehingga memiliki syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan 1. Prinsip Nasionalitas Aktif berdasarkan Pasal 5-7 KUHP Berdasarkan asas bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warga negaranya. Ciri utamanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia. Pasal 5 ayat (1) Mengatur kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat presiden dan wakil presiden dan tidak dipersoalkan apakah di negara berrsangkutan (luar negri itu) termasuk tindak pidana atau tidak Pasal 5 ayat (2) mengharuskan bahwa di negara tersebut (luar negri) harus merupakan tindak pidana Pasal 6 mengatur bahwa tindak pidana mati tidak dapat dijatuhkan bila di Negara dimana tindakan tersebut dilakukan tidak dipidana mati Pasal 7 mengenai perluasan asas personalitas Berdasarkan kasus, karena kasus yang terjadi adalah pembunuhan dan bukan termasuk dalam kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, makasa prinsip ini tidak digunakan. 1. Prinsip Nasionalitas Pasif berdasarkan Pasal 4 KUHP Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum negaranya atau kepentingan nasionalnya. Dalam prinsip ini, yang diatur adalah kepentingan hukum suatu negara dilanggar oleh seseorang yang berada di luar negaranya. Ciri utamanya adalah setiap orang di luar Indonesia melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 4 KUHP tersebut Berdasarkan kasus, karena pelaku berada dalam wilayah Indonesia sehingga prinsip nasionalitas pasif tidak digunakan. 1. Prinsip Universalitas

Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia, seperti UU antiterorisme Berdasarkan kasus, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan biasa yang sudah diatur dalam pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan prinsip universalitas I.

Jenis-jenis delik1. Delik Kejahatan

Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan 1. Delik Materil Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. 1. Delik Komisionis Adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan 1. Delik dolus (sengaja) Adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas. 1. Delik Biasa Adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap tangan

Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai. 1. Delik dikualivisir Adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan, dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP). 1. Delik Selesai Adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung selesai, tidak berlangsung terus menerus 1. Delik Communa Adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan 1. Delik Mandiri Adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut. 1. Delik tunggal Adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik berangkai) Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang I.

Ajaran Kausalitas

Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis delik tertentu saja, yaitu : 1. Delik Materil 2. Delik Omisi tidak murni 3. Delik yang diperberat/dikualivisir Kasus pembunuhan ini merupakan delik dikualivisir, sehingga dapat dirumuskan kausanya. Menurut teori Von Buri (teori sama nilai atau ekuivalensi), semua faktor yang perlu atau turut serta menyebabkan suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menjadi syarat mutlak terjadinya akibat, harus diberi nilai sama. Berdasarkan teori tersebut, kausa yang menimbulkan akibat adalah : a. Pengakuan korban bahwa ia memiliki ilmu kebal yang menyebabkan pelaku ingin mengujinya. b. Korban mengikuti pelaku ke semak-semak belakang rumah c. Dipukul menggunakan martil oleh pelaku Teori Von Buri memerlukan suatu restriksi (pembatasan). Dari semua faktor yang bernilai sama, diambil satu yang dianggap paling bernilai. Faktor paling bernilai itu diterima sebagai kausa. Teori yang bermaksud menghapuskan kekurangan Von Buri dapat dibagi dalam dua golongan : 1. Teori yang mengindividualisasikan Dari semua faktor yang oleh Von Buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang dianggap paling berpengaruh atas terjadinya akibat atau terjadinya delik. Teori yang terkenal dalam golongan ini adalah teori Birkmeyer. Berdasarkan teori Birkmeyer, kausa dalam kasus adalah dipukul menggunakan martil oleh pelaku sebab faktor inilah yang paling besar pengaruhnya untuk mengakibatkan kematian. 1. Teori yang merata-samakan Dari semua faktor yang oleh Von buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang menurut pengalaman, boleh dianggap umumnya menjadi kausa. Teori yang menganut golongan ini adalah : a. Teori Von Kries (subjective pragnose) Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah faktor yang adequate (sesuai, seimbang) dengan terjadinya akibat yang bersangkutan dan sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat delik bahwa akan mengakibatkan delik. Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah dipukul menggunakan martil oleh pelaku sebab pelaku mengetahui bahwa pemukulan dengan martil dapat mengakibatkan matinya korban. a. Teori Rumelin (objectivenachtraglicher pragnose)

Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah ditinjau dari sudut objektif (yaitu faktor yang setelah terselesainya delik umum diterima), harus ada untuk terjadinya akibat perbuatan tersebut. Jadi yang menjadi faktor adalah faktor yang kemudian, yang setelah terjadinya delik (akibat) yang bersangkutan, setelah terselesainya delik, umum yang diterima sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya delik tersebut. Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah pelaku ingin memiliki kekebalan dengan memakan organ tubuh bagian dalam korban setiap malam jumat. I.

Melawan hukum

Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif. Menurut KUHP, melawan hukum dikenal dengan istilah secara tanpa hak, secara bertentangan dengan kewajibannya, serta bertentangan dengan kewajiban orang lain menurut undang-undang, secara bertentangan dengan kewajiban umum. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan hukum Aliran melawan hukum (onrechtmatigheid) adalah : 1. Aliran Formil Melawan hukum itu sebagai konstitutif elemen tiap peristiwa pidana. Sehingga apabila suatu kelakuan memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik kata melawan hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan) dalam undang-undang, maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana. Disebut melawan hukum positif tertulis Berdasarkan kasus, yang dipergunakan adalah Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang terdapat dalam pasal (dibuktikan dalam bagian I), maka dinyatakan sah sebagai tindak pidana. Dalam pasal 340 KUHP tidak terdapat unsur melawan hukum sehingga tidak perlu dibuktikan secara terperinci, namun dengan terpenuhinya semua unsur dalam pasal, maka dapat perbuatan tersebut dikatakan melawan hukum 1. Aliran Materil Melawan hukum sebagai suatu anisir yang tidak hanya melawan hukum tertulis, tetapi juga sebagai suatu anisir yang melawan hukum yang tidak tertulis, yaitu yang melawan asas-asas hukum umum

Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku juga tidak dapat diterima oleh umum (hukum tidak tertulis), sehingga terpenuhilah unsur melawan hukum. I.

Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana

Terdapat adagium yang terkenal mengenai kesalahan yaitu Geen straf zonder schuld (tiada suatu hukuman tanpa kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan). Kesalahan dalam arti luas adalah dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian 1. Kesengajaan/Dolus Adalah kehendak untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Untuk mewujudkan tindakannya, ada tiga tahapan yaitu adanya motif, adanya kehendak, dan adanya tindakan. Kesengajaan terbagi atas : a. Kesengajaan dengan dasar mengetahui, termasuk delik formil b. Kesengajaan dengan dasar menghendaki, termasuk delik materil Kasus pembunuhan tersebut masuk kedalam kesengajaan dengan dasar menghendaki, sebab menghendaki akibat yang terjadi dari tindakan membunuh tersebut, yaitu matinya korban. Gradasi kesengajaan yaitu : a. Kesengajaan dengan maksud, adalah terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku b. Kesengajaan dengan kesadaran tujuan yang pasti mengenai tujuan/keharusan/akibat perbuatan c. Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan (kesengajaan bersyarat) Kasus pembunuhan tersebut termasuk dalam kesengajaan dengan maksud, karena terjadinya tindakan yaitu pemukulan dengan martil, atau akibat tertentu yaitu kematian yang direncanakan oleh pelaku guna dimakan organ tubuh bagian dalamnya untuk kekebalan, adalah perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku. Pembagian dolus dihubungkan dengan sasaran, yaitu : a. Dolus Determinatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk melakukan suatu tindakan yang menimbulkan suatu akibat b. Dolus Indeterminatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat pada sembarang sasaran (tidak ditentukan) c. Dolus Alternativus, kehendak berupa pilihan d. Dolus Deneralus, sasaran jamak e. Dolus Inderectus, akibat timbul sebenarnya bukan kehendak dan tujuan pelaku f. Dolus Premiditatus, kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu

Kasus pembunuhan tersebut masuk pada Dolus determinatus sebab pelaku dengan kehendaknya dan keinsyafannya melakukan pemukulan martil agar korban tewas. 1. Kealpaan/Culpa Adalah kesalahan sebagai akibat kurang hati-hati atau tidak sengaja. Dalam kasus pembunuhan tersebut telah dibuktikan bahwa kesalahan timbul akibat kesengajaan atau dolus, sehingga bukan merupakan kealpaan atau culpa I.

Pogging

Adalah perluasan tindak pidana karena membahayakan suatu kepentingan meskipun tindakan tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan Dasar pogging dapat dipidana adalah Pasal 53 KUHP, dimana salah satu ayatnya berbunyi Ayat (1) : Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Maka dapat disimpulkan syarat-syarat poging sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah : 1. Niat 2. Permulaan pelaksanaan tindakan 3. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku Untuk niat, terdapat dua teori mengenai niat yaitu : 1. Teori Percobaan Subjektif Seseorang yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya dalam tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian kepentingan hukum sesuai dengan pasal yang dipidana. 1. Teori Percobaan Objektif Bertolak pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda berpendapat bahwa KUHP menganut teori objektif. Berdasarkan kasus, tidak terjadi poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh unsur yang ada. Seandainya pada saat pelaku hendak memukulkan martil ke kepala korban, ada warga sekitar yang melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP.

Liputan6.com, Batam: Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam Center, Kelurahan Baloi Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan warga ke kantor kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu berada dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan. Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian tulang hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. Di dalamnya kita tak temukan sisa jaringan organ dalam, kata Novita. Di betis juga terdapat irisan. Sehari kemudian, identitas jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30). Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala Polsekta Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara kerumunan warga yaitu Harun. Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji coba dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas malam. Waktu itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya untuk mengintip orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka, kawasan perumahan liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. Dia bangun dan ikut saya. Saat itu dia cuma pake celana pendek, nggak pake baju, ujar Harun. Harun mengajak Fahmi ke semak-semak. Fahmi beberapa kali bertanya tentang posisi orang yang sedang pacaran. Harun pura-pura mundur. Dengan posisi itu, Harun yang sebelumnya sudah mempersiapkan martil, leluasa memukuli kepala Fahmi. Dia langsung jatuh, sempat teriak sekali, darahnya kena muka saya. Terus saya pergi cuci muka dulu, ungkap Harun. Setelah cuci muka, Harun kembali dan memukuli kepala Fahmi sebanyak tiga kali Harun mengaku menghabisi nyawa korban, Oktober 2009 silam. Setelah membunuh, tersangka kemudian mengambil organ tubuh bagian dalam Fahmi untuk dimakan. Selama beberapa bulan hingga ditemukan 3 Maret 2010, pelaku menyimpan mayat korban. Organ tubuh tersebut dimakannya setiap malam Jumat yang menurut Harun berguna untuk meningkatkan ilmu kebal serta kesaktian. Saya pukul pakai martil sekali, lalu saya sembunyi di sumur, saya tunggu setengah jam dia diam saja, terus saya belah perutnya, dan saya ambil hati dan jantung untuk saya makan kata Harun. Kepolisian Daerah Kepulauan Riau kemudian menghadirkan tenaga psikiater untuk memeriksa kejiwaan Harun. Pada awalnya, polisi meragukan kejiwaan tersangka. Dari hasil pemeriksaan, Harun memakan organ tubuh Fahmi dalam kondisi sehat alias normal. Atas perbuatannya itu, Harun dijerat pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun. Sementara jenazah Fahmi dimakamkan di kampung halamannya di Desa Pagerbarang, Tegal, Jawa Tengah, 10 Maret lalu. Korban yang menyandang gelar sarjana muda kesehatan ini dikenal

sebagai pribadi yang baik serta supel kepada tetangga. Keluarga mengaku ikhlas dan berharap tersangka mendapat hukuman yang setimpal.(BOG) Sumber : Liputan6.com dengan penambahan dari indonesiaheadline.com dan klip21.com

Analisis KasusI.

Unsur unsur

Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tersebut adalah : 1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia. Menurut doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu : a. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1) KUHP), melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah (pasal 51 ayat (2) KUHP) b. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa dalam arti sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2) KUHP), dan perintah jabatan tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP) Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Harun, sebab dia merupakan pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Fahmi, dan Harun tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut 1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif) Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk memukulkan martil ke kepala Harun agar Harun mati sebab didorong oleh motif ingin mengetahui kebenaran pengakuan Harun yang menyatakan dirinya memiliki ilmu kebal dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan tindakannya. Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku mempersiapkan alat yaitu martil terlebih dahulu yang menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan kronologis kejadian sejak korban dibangunkan dari tidur hingga korban dikelabui untuk mengikuti pelaku ke semak-semak untuk kemudian dibunuh, merupakan kronologis yang terjadi akibat sebelumnya telah dipikirkan terlebih dahulu I.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP

Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan Berdasarkan pasal tersebut, Tidak ada suatu tindak pidana yang dapat dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut mengandung asas-asas hukum pidana, yaitu : 1. Asas legalitas Bahwa harus ada peraturan tertulis yang mengatur tindakan tersebut 1. Asas larangan berlaku surut maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa terikat pada undang-undang yang tidak diancam pidana walaupun kelak ditentukan sebagai tindak pidana sebab tidak ada undang undang yang berlaku surut atau mundur waktunya. 1. Asas larangan analogi Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak terdapat perumusannya dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan pasal yang mirip dengan kejahatan itu Berdasarkan kasus pembunuhan diatas, maka tersangka dapat dikenakan hukuman sebab telah ada peraturan tertulis yang mengatur larangan pembunuhan sebelum tindak pidana dilakukan, yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun I.

Berdasarkan tempus dan locus delicti

a. Tempus adalah waktu terjadinya tindak pidana. Tujuan ditentukannya tempus adalah agar pada saat terjadinya tindak pidana dapat ditentukan:

Sudah ada atau belum peraturan yang mengaturnya (Pasal. 1 ayat (1) KUHP) Apabila ada perubahan peraturan, UU mana yang berlaku (Pasal 1 ayat (2) KUHP) Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Pasal 44 KUHP) Sudah berumur 16 tahun atau belum (Pasal 45 KUHP) Batas waktu pengajuan delik aduan (Pasal 74 KUHP) Batas waktu menarik kembali aduan (Pasal 75 KUHP) Daluarsa (Pasal 79 KUHP)

Cara menentukan tempus adalah : 1. Teori perbuatan materiil Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan kasus, maka yang ditentukan adalah waktu tindakan pembunuhan dilakukan, yaitu Oktober 2009 1. Teori bekerjanya alat Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak ditemukan waktu berdasarkan bekerjanya alat. 1. Teori munculnya akibat Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang muncul adalah matinya korban yaitu pada tanggal Oktober 2009 1. Teori gabungan Merupakan gabungan tanggal dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada waktu yang sama, yaitu Oktober 2009 a. Locus adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan :

Apakah hukum pidana Indonesia berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP) Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, terbagi atas :

~ Kompetensi absolut Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili perkara tersebut. Dalam kasus adalah pengadilan Umum ~ Kompetensi relatif

Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili perkara tersebut. Untuk lebih lengkapnya penentuan pengadilan ini ditentukan dengan menggunakan teori locus. Cara menentukan locus adalah : 1. Teori perbuatan materiil Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan. Berdasarkan kasus, maka yang lokasi terjadinya pembunuhan adalah di Kota Batam 1. Teori bekerjanya alat Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus, pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak ditemukan lokasi berdasarkan bekerjanya alat. 1. Teori munculnya akibat Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang muncul adalah matinya korban yaitu di Kota Batam 1. Teori gabungan Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada tempat yang sama, yaitu di Kota Batam I.

Berdasarkan prinsip KUHP1. Prinsip Teritorialitas berdasarkan Pasal 2 KUHP dan diperluas dengan Pasal 3 KUHP

Pasal 2 KUHP : Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia Menentukan wilayah dengan hubungannya dengan berlakunya aturan pidana dalam perundangundangan Indonesia terkait dengan batas-batas atau yuridiksi wilayah tindak pidana terjadi Yang termasuk didalamnya adalah :

Wilayah Indonesia sebagai wilayah berlakunya hukum pidana Indonesia Wilayah Indonesia sebagai pelaku tindak pidana terjadi Wilayah Indonesia sebagai tempat tindak pidana terjadi

Kemudian mengenai perluasannya yaitu Pasal 3 KUHP Pasal 3 KUHP: Aturan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia

Dalam pasal ini yang dimaksud dengan wilayah Indonesia adalah :

Daratan (dari Sabang sampai Merauke) Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia Udara Kapal laut berbendera Indonesia (Tidak harus milik Indonesia) yang termasuk didalamnya adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia dimanapun Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP

Berdasarkan Kasus, tindak pidana yang terjadi adalah di Kota Batam yang merupakan daratan Indonesia sehingga memiliki syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan 1. Prinsip Nasionalitas Aktif berdasarkan Pasal 5-7 KUHP Berdasarkan asas bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warga negaranya. Ciri utamanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia. Pasal 5 ayat (1) Mengatur kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat presiden dan wakil presiden dan tidak dipersoalkan apakah di negara berrsangkutan (luar negri itu) termasuk tindak pidana atau tidak Pasal 5 ayat (2) mengharuskan bahwa di negara tersebut (luar negri) harus merupakan tindak pidana Pasal 6 mengatur bahwa tindak pidana mati tidak dapat dijatuhkan bila di Negara dimana tindakan tersebut dilakukan tidak dipidana mati Pasal 7 mengenai perluasan asas personalitas Berdasarkan kasus, karena kasus yang terjadi adalah pembunuhan dan bukan termasuk dalam kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, makasa prinsip ini tidak digunakan. 1. Prinsip Nasionalitas Pasif berdasarkan Pasal 4 KUHP Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum negaranya atau kepentingan nasionalnya. Dalam prinsip ini, yang diatur adalah kepentingan hukum suatu negara dilanggar oleh seseorang yang berada di luar negaranya. Ciri utamanya adalah setiap orang di luar Indonesia melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 4 KUHP tersebut Berdasarkan kasus, karena pelaku berada dalam wilayah Indonesia sehingga prinsip nasionalitas pasif tidak digunakan. 1. Prinsip Universalitas

Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia, seperti UU antiterorisme Berdasarkan kasus, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan biasa yang sudah diatur dalam pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan prinsip universalitas I.

Jenis-jenis delik1. Delik Kejahatan

Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan 1. Delik Materil Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. 1. Delik Komisionis Adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan 1. Delik dolus (sengaja) Adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas. 1. Delik Biasa Adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap tangan

Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai. 1. Delik dikualivisir Adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan, dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP). 1. Delik Selesai Adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung selesai, tidak berlangsung terus menerus 1. Delik Communa Adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan 1. Delik Mandiri Adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut. 1. Delik tunggal Adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik berangkai) Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang I.

Ajaran Kausalitas

Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis delik tertentu saja, yaitu : 1. Delik Materil 2. Delik Omisi tidak murni 3. Delik yang diperberat/dikualivisir Kasus pembunuhan ini merupakan delik dikualivisir, sehingga dapat dirumuskan kausanya. Menurut teori Von Buri (teori sama nilai atau ekuivalensi), semua faktor yang perlu atau turut serta menyebabkan suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menjadi syarat mutlak terjadinya akibat, harus diberi nilai sama. Berdasarkan teori tersebut, kausa yang menimbulkan akibat adalah : a. Pengakuan korban bahwa ia memiliki ilmu kebal yang menyebabkan pelaku ingin mengujinya. b. Korban mengikuti pelaku ke semak-semak belakang rumah c. Dipukul menggunakan martil oleh pelaku Teori Von Buri memerlukan suatu restriksi (pembatasan). Dari semua faktor yang bernilai sama, diambil satu yang dianggap paling bernilai. Faktor paling bernilai itu diterima sebagai kausa. Teori yang bermaksud menghapuskan kekurangan Von Buri dapat dibagi dalam dua golongan : 1. Teori yang mengindividualisasikan Dari semua faktor yang oleh Von Buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang dianggap paling berpengaruh atas terjadinya akibat atau terjadinya delik. Teori yang terkenal dalam golongan ini adalah teori Birkmeyer. Berdasarkan teori Birkmeyer, kausa dalam kasus adalah dipukul menggunakan martil oleh pelaku sebab faktor inilah yang paling besar pengaruhnya untuk mengakibatkan kematian. 1. Teori yang merata-samakan Dari semua faktor yang oleh Von buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang menurut pengalaman, boleh dianggap umumnya menjadi kausa. Teori yang menganut golongan ini adalah : a. Teori Von Kries (subjective pragnose) Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah faktor yang adequate (sesuai, seimbang) dengan terjadinya akibat yang bersangkutan dan sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat delik bahwa akan mengakibatkan delik. Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah dipukul menggunakan martil oleh pelaku sebab pelaku mengetahui bahwa pemukulan dengan martil dapat mengakibatkan matinya korban. a. Teori Rumelin (objectivenachtraglicher pragnose)

Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah ditinjau dari sudut objektif (yaitu faktor yang setelah terselesainya delik umum diterima), harus ada untuk terjadinya akibat perbuatan tersebut. Jadi yang menjadi faktor adalah faktor yang kemudian, yang setelah terjadinya delik (akibat) yang bersangkutan, setelah terselesainya delik, umum yang diterima sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya delik tersebut. Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah pelaku ingin memiliki kekebalan dengan memakan organ tubuh bagian dalam korban setiap malam jumat. I.

Melawan hukum

Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif. Menurut KUHP, melawan hukum dikenal dengan istilah secara tanpa hak, secara bertentangan dengan kewajibannya, serta bertentangan dengan kewajiban orang lain menurut undang-undang, secara bertentangan dengan kewajiban umum. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan hukum Aliran melawan hukum (onrechtmatigheid) adalah : 1. Aliran Formil Me