contoh jurnal

7
Perancangan Oceanarium Dengan Pendekatan Kontekstual Lingkungan di Nusa Dua, Bali Sonia Radix Patria Jurusan Arsitektur – FTSP, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta, 11440 [email protected] Abstrak Perancangan oceanarium didasari oleh kondisi Indonesia yang belum memiliki fasilitas oceanarium yang memadai. Tingginya potensi laut yang ada menjadi tidak tersalurkan sebagai bahan edukasi bagi masyarakat luas. Oceanarium diharapkan dapat berfungsi sebagai penyalur informasi, fungsi sosial dan budaya, maupun sebagai museum. Tugas utama oceanarium adalah untuk mengedukasi masyarakat tentang kekayaan laut Indonesia dengan media biota laut hidup di dalam replika habitat aslinya. Selain edukasi, oceanarium memiliki tujuan sebagai pusat koservasi biota laut, pusat publikasi, dan pusat rekreasi. Kesuksesan pencapaian tujuan oceanarium tersebut dapat ditentukan dengan pemilihan lokasi. Lokasi harus dapat memenuhi kepentingan masyarakat maupun kepentingan biota laut. Berbeda dengan bangunan lainnya, oceanarium memiliki masalah yang kompleks karena memiliki konten biota laut hidup. Mahluk hidup tidak dapat bertahan hidup jika dilepas dari habitat aslinya. Oleh karena itu, oceanarium memiliki tema perancangan kontekstual lingkungan untuk mencapai kesinambungan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Kata Kunci: Oceanarium, Kontekstual, Bali. A. PENDAHULUAN A.1 Latar Belakang Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki fasilitas oceanarium yang memadai. SeaWorld Ancol adalah satu- satunya oceanarium yang ada, hal ini tidak sebanding dengan kekayaan laut yang dimiliki Indonesia. Pusat Penelitian Oceanografi LIPI menyatakan bahwa Indonesia merupakan pusat biodiversitas kelautan dengan keanekaragaman spesies biota laut yang sangat tinggi. Informasi mengenai kekayaan laut yang berlimpah tersebut menjadi tidak tersalurkan sebagai bahan edukasi bagi masyarakat luas. Berbeda halnya dengan Singapore yang memiliki oceanarium terbesar di dunia. Marine Life Park yang berlokasi di Sentosa Island ini dapat menampung 800 spesies biota laut di dalam 45 juta liter air. Di Indonesia, kurangnya fasilitas oceanarium menyebabkan banyak potensi kelautan Indonesia yang tidak terpublikasi, sehingga kurangnya pemahaman akan kelautan terjadi pada masyarakat luas. Oleh karena itu, oceanarium yang dirancang akan mengedepankan fungsi edukasi. Oceanarium memiliki konten yang berhubungan dengan lingkungan, sehingga bangunan akan berfungsi baik jika memiliki konteks dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, oceanarium yang baik memiliki kriteria berlokasi di pesisir pantai (Britannica, 2008). Pantai memiliki beberapa masalah seperti kadar garam di udara, angin, panas matahari, dan sebagainya. Bangunan harus dapat beradaptasi dengan masalah tersebut,

Upload: sonia-radix-patria

Post on 22-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Jurnal

TRANSCRIPT

  • Perancangan Oceanarium Dengan Pendekatan Kontekstual Lingkungan di Nusa Dua, Bali

    Sonia Radix Patria

    Jurusan Arsitektur FTSP, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta, 11440

    [email protected]

    Abstrak Perancangan oceanarium didasari oleh kondisi Indonesia yang belum memiliki fasilitas

    oceanarium yang memadai. Tingginya potensi laut yang ada menjadi tidak tersalurkan sebagai bahan edukasi bagi masyarakat luas. Oceanarium diharapkan dapat berfungsi sebagai penyalur informasi, fungsi sosial dan budaya, maupun sebagai museum.

    Tugas utama oceanarium adalah untuk mengedukasi masyarakat tentang kekayaan laut Indonesia dengan media biota laut hidup di dalam replika habitat aslinya. Selain edukasi, oceanarium memiliki tujuan sebagai pusat koservasi biota laut, pusat publikasi, dan pusat rekreasi. Kesuksesan pencapaian tujuan oceanarium tersebut dapat ditentukan dengan pemilihan lokasi. Lokasi harus dapat memenuhi kepentingan masyarakat maupun kepentingan biota laut.

    Berbeda dengan bangunan lainnya, oceanarium memiliki masalah yang kompleks karena memiliki konten biota laut hidup. Mahluk hidup tidak dapat bertahan hidup jika dilepas dari habitat aslinya. Oleh karena itu, oceanarium memiliki tema perancangan kontekstual lingkungan untuk mencapai kesinambungan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Kata Kunci: Oceanarium, Kontekstual, Bali.

    A. PENDAHULUAN A.1 Latar Belakang

    Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki fasilitas oceanarium yang memadai. SeaWorld Ancol adalah satu-satunya oceanarium yang ada, hal ini tidak sebanding dengan kekayaan laut yang dimiliki Indonesia. Pusat Penelitian Oceanografi LIPI menyatakan bahwa Indonesia merupakan pusat biodiversitas kelautan dengan keanekaragaman spesies biota laut yang sangat tinggi. Informasi mengenai kekayaan laut yang berlimpah tersebut menjadi tidak tersalurkan sebagai bahan edukasi bagi masyarakat luas.

    Berbeda halnya dengan Singapore yang memiliki oceanarium terbesar di dunia. Marine Life Park yang berlokasi di Sentosa Island ini dapat menampung 800

    spesies biota laut di dalam 45 juta liter air. Di Indonesia, kurangnya fasilitas oceanarium menyebabkan banyak potensi kelautan Indonesia yang tidak terpublikasi, sehingga kurangnya pemahaman akan kelautan terjadi pada masyarakat luas. Oleh karena itu, oceanarium yang dirancang akan mengedepankan fungsi edukasi.

    Oceanarium memiliki konten yang berhubungan dengan lingkungan, sehingga bangunan akan berfungsi baik jika memiliki konteks dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, oceanarium yang baik memiliki kriteria berlokasi di pesisir pantai (Britannica, 2008). Pantai memiliki beberapa masalah seperti kadar garam di udara, angin, panas matahari, dan sebagainya. Bangunan harus dapat beradaptasi dengan masalah tersebut,

  • namun juga sekaligus dapat mengambil sisi positif pesisir pantai. Maka, pemilihan arsitektur kontekstual dianggap dapat mengakomodasi seluruh kebutuhan oceanarium.

    Berdasarkan pertimbangan di atas maka oceanarium masih dibutuhkan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Wisata Bahari Didien Junaedy (Jumat 21/9), minimnya infrastruktur wisata bahari di Indonesia menyebabkan arus wisatawan terbatas dan untuk memaksimalkannya membutuhkan komitmen. A.2 Permasalahan

    Masalah dapat timbul dari adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada. Berangkat dari permasalahan dapat ditemukan tujuan. Dalam perancangan, masalah akan timbul dalam proses pencarian bentuk desain dan pemecahannya. Perancangan oceanarium memiliki sebuah masalah utama yaitu bagaimana menentukan desain bangunan yang konteks dengan lingkungan sekitarnya.

    Selain masalah utama, terdapat masalah lain seperti Bagaimana menentukan lokasi tapak yang sesuai dengan kebutuhan oceanarium, bagaimana menentukan material dan teknologi yang akan digunakan guna menciptakan bangunan yang konteks dengan lingkungan, bagaimana menata alur tata ruang yang sesuai dengan konten oceanarium, hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam memindahkan biota laut hidup ke dalam replika habitat aslinya, dan lain sebagainya.

    B. KAJIAN TEORI B.1 Pengertian Oceanarium

    Kata oceanarium berasal dari bahasa latin ocean, yang berarti laut, dan rium yang artinya tempat atau bangunan.

    Pengertian oceanarium menurut Encyclopedia Britannica 2008 adalah bangunan yang di dalamnya terdapat akuarium air laut untuk memamerkan biota laut. Oceanarium berfungsi sebagai pusat rekreasi publik, edukasi dan studi ilmiah. Mayoritas bangunan oceanarium berlokasi di dekat pesisir pantai.

    Oceanarium juga dapat digolongkan ke dalam museum (Time-Saver Standards for Building Types, 1973). Perbedaan museum dengan oceanarium dapat dilihat dari konten objek koleksi. Objek koleksi oceanarium adalah biota laut yang hidup di dalam replika habitat aslinya. Sebuah museum yang baik memiliki beberapa persyaratan. Secara garis besar, persyaratan museum dapat bertindak sebagai persyaratan oceanarium karena masih merupakan satu jenis bangunan.

    Misi dari sebuah museum adalah untuk mengedukasi, menghibur, menginspirasi pengunjung. Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungan. Fungsi utama dari museum adalah edukasi, konservasi, publikasi, dan rekreasi. B.2 Persyaratan Bangunan Oceanarium

    Dalam mendirikan bangunan dengan fungsi museum, arsitek tidak hanya memikirkan kemegahan atau keindahan saja, namun juga bangunan tersebut harus mampu menyelamatkan koleksi, personil museum dan pengunjung. Kesan bangunan tidak angker atau dingin, namun hangat dan mengundang. Bangunan harus dapat menjangkau seluruh lapisan sosial-ekonomi masyarakat.

    Persyaratan utama dalam pembangunan oceanarium (Susuli, 1999)

  • adalah (1) Bangunan dikelompokan dan dipisahkan menurut fungsi dan aktifitasnya, ketenangan dan keramaian, dan keamanan; (2) Pintu masuk (main entrance) utama adalah untuk pengunjung museum; (3) Pintu masuk khusus (service entrance) untuk bagian pelayanan, perkantoran serta ruang-ruang khusus penunjang; (4) Area publik/umum terdiri dari bangunan utama, auditorium, keamanan, gift shop dan kafetaria, ticket box dan penitipan barang, lobby, toilet, taman dan tempat parkir; (5) Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi; (6) Area privat terdiri dari laboratorium konservasi, studio reparasi dan gudang penyimpanan.

    Selain persyaratan bangunan, terdapat juga persyaratan lokasi oceanarium (Susuli, 1999) yaitu (1) Lokasi bangunan harus strategis. Kriteria strategis tidak harus berada di dalam kota atau pusat keramaian kota, melainkan tempat yang mudah dijangkau oleh umum; (2) Lokasi bangunan harus sehat. Pengertian sehat adalah lokasi yang bukan terletak di daerah industri yang banyak polusi udara, bukan daerah yang tanahnya berlumpur atau tanah rawa dan kelembapan udara setidaknya harus terkontrol mencapai kenetralan, yaitu antara 55%-65%; (3) Lebih baik jika berada di lokasi yang dekat dengan laut agar dapat memenuhi kebutuhan oceanarium. B.3 Tema Perancangan

    Konten oceanarium adalah biota laut dan habitatnya. Untuk menunjang konten oceanarium, bangunan harus konteks dengan lingkungannya. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam pendekatan perancangan adalah arsitektur kontekstual.

    Arsitektur kontekstual dapat diartikan sebagai arsitektur yang membuat sebuah desain individual menyatu dengan lingkungannya menjadi satu kesatuan yang memiliki makna secara keseluruhan (Alexander, 1979). Arsitektur kontekstual

    terdiri dari elemen fisik (tapak bangunan, massa, material, posisi, skala) dan elemen simbolik (konsep, suasana ruang, identitas).

    Sesuai dengan pengertian diatas, kontekstual berarti meningkatkan kualitas lingkungan yang telah ada sebelumnya menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan hal ini, sebuah desain tidak harus selamanya kontekstual dalam aspek form dan fisik saja, akan tetapi kontekstual dapat pula dihadirkan melalui aspek non fisik, seperti fungsi, filosofi, maupun teknologi. B.4 Lokasi Perancangan

    Lokasi tapak terpilih yang berada di Pulau Bali. Bali dianggap sesuai untuk dijadikan lokasi oceanarium karena memiliki berbagai kelebihan, yaitu aksesibilitas yang tinggi, merupakan magnit wisatawan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara, memiliki potensi laut yang masih terjaga, dan lokasi pulau Bali yang strategis.

    Nusa Dua terpilih sebagai lokasi tapak oceanarium karena aksesibilitas yang tinggi, memiliki akses langsung ke laut dengan view yang indah, lingkungan yang sehat, dan aman. Nusa Dua merupakan lokasi strategis yang terkenal memiliki resort-resort berkelas dunia. Nusa Dua mudah dicapai karena terletak hanya 40 km dari Denpasar dan 9,6 km dari bandara Ngurah Rai.

    Lokasi tapak berada di Jalan Raya Nusa Dua Selatan, Nusa Dua, Bali. Batas timur tapak adalah proyek pembangunan resort, batas barat adalah Samabe Villa dan Resort, dan batas selatan adalah pantai Geger. Tapak memiliki luas 48.900 m dengan KDB 50%, KLB dua (2), dan GSP 40 meter. Tapak berada di kawasan dengan peruntukan akomodasi wisata.

  • C. SINTESIS (Hasil Rancangan) C.1 Site Development

    Pengolahan tapak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kaidah adat Bali dalam pengaturan zona tapak, kontur, view, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut kemudian akan menghasilkan sebuah perancangan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan oceanarium.

    Massa bangunan oceanarium bersifat

    majemuk bergabung, dengan alasan untuk menyesuaikan dengan kondisi rural dan kontur pada tapak. Bangunan oceanarium terdiri atas bangunan utama, bangunan pendukung, dan bangunan pelengkap. Bangunan utama menampung fungsi-fungsi utama, yaitu edukasi, publikasi dan kantor. Bangunan pelengkap menampung fungsi konservasi dan filtrasi air. Sedangkan bangunan pelengkap merupakan bangunan rekreasi.

    Peletakan massa bangunan dipengaruhi oleh kaidah Tri Angga, yang

    membagi tapak atas Utama, Madya, dan Nista. Pada area Utama terdapat pamerajan, yang berarti tempat suci atau tempa sembahyang. Pada Madya terdapat open space dan bangunan utama. Sedangkan area Nista digunakan untuk servis dan filtrasi air laut.

    Faktor kontur pada tapak juga menjadi pertimbangan penting. Bangunan diletakan pada ketingga tertinggi agar mendapatkan view pantai yang maksimal.

    Berdasarkan analisa faktor-faktor diatas, maka rancangan tapak yang dihasilkan adalah:

    Lokasi tapak dapat diakses melalui satu jalan utama, yaitu Jl. Raya Nusa Dua Selatan, yang berada di sisi Utara. Selain jalan utama, tapak diapit oleh dua jalan sekunder pada sisi Timur dan Barat, sedangkan pada sisi Selatan tapak langsung berbatasan dengan pantai Geger. Hal ini menyebabkan seluruh akses pengguna kendaraan bermotor berasal dari jalan utama.

    Main Entrance pada tapak bagi pengunjung diletakan pada jalan utama, dengan pertimbangan agar mudah dicapai dan diidentifikasi oleh pengunjung.

    Gb 1. Lokasi Tapak

    Gb 2. Analisa Tri Angga & Kontur

    Gb 3. Posisi Massa Bangunan

    Gb 4. Pengolahan Tapak

  • Sedangkan entrance servis diletakan pada jalan-jalan sekunder.

    Sirkulasi di dalam tapak dibedakan

    antara sirkulasi kendaraan bermotor dan sirkulasi pejalan kaki. Sirkulasi kendaraan hanya mencapai sisi depan tapak yang berdekatan dengan jalan utama, sehingga sisi belakang tapak yang berdekatan dengan pantai menjadi area pedestrian. Hal ini dilakukan agar pantai Geger menjadi area yang bebas kendaraan bermotor dengan tingkat kebisingan yang rendah.

    Area parkir dibedakan menjadi dua, yaitu parkir pengunjung dan parkir privat. Parkir pengunjung bersifat umum dan dekat dengan main entrance. Sedangkan parkir privat merupakan parkir untuk staff ahli dan karyawan yang bekerja dalam fungsi penunjang oceanarium. Parkir privat ini dapat dicapai melalui entrance privat.

    Pintu masuk pada setiap bangunan diletakan pada sisi cekung (konkaf) bangunan agar memberikan kesan yang menerima dan mudah untuk diidentifikasi. Dari sisi jalan utama, bangunan yang menarik perhatian dan dominan secara visual bagi pengunjung adalah bangunan utama. Hal ini terjadi dengan pertimbangan agar fungsi utama oceanarium (edukasi), yang ditampung dalam bangunan utama, dapat teridentifikasi dengan jelas.

    C.2 Functional Planning

    Flow sirkulasi pengunjung di dalam bangunan utama bersifat linear dan memiliki alur. Alur berperan penting dalam fungsi edukasi, karena penataan koleksi dalam fungsi edukasi diatur berdasarkan pola kedalaman laut.

    Objek koleksi, atau biota laut, diklasifikasi dan ditempatkan di dalam akuarium berdasarkan kedalaman habitatnya. Sehingga, pengunjung pertama akan melihat kelompok ikan yang berhabitat dekat dengan permukaan laut, kemudian akan berlanjut ke kelompok ikan yang berhabitat semakin dekat dengan dasar laut. Alur ini diatur agar pengunjung dapat merasakan perbedaan kedalaman melalui rasa ruang.

    Rasa ruang juga berperan sangat

    penting agar alur area koleksi dapat dirasakan pengunjung. Rasa ruang area akuarium yang berisikan kelompok ikan berhabitat dekat dengan permukaan laut akan terasa lebih terang, lebih tinggi, dan lebih luas. Sedangkan pada area akuarium ikan dasar laut, rasa ruang dibuat lebih gelap dan berskala lebih intim.

    Gb 5. Site Entrance

    Gb 6. Sirkulasi Dalam Tapak

    Gb 7. Alur Sirkulasi Pengunjung

  • C.3 Spatial Quality Di dalam bangunan oceanarium

    digunakan berbagai jenis skala dan pencahayaan. Pada area koleksi, skala yang digunakan adalah monumental dan intim. Pada ruang akuarium utama, digunakan skala monumental dengan penerapan void agar terkesan luas. Hal ini dikarenakan akuarium utama merupakan puncak atau klimaks dari flow ruang yang terjadi sebelumnya. Di dalam akuarium utama juga terdapat atraksi-atraksi yang dapat menjadi pusat perhatian bagi pengunjung, seperti atraksi penyelam dan pemberian makan ikan.

    Oceanarium menggunakan beberapa jenis pencahayaan, yaitu pencahayaan alami untuk ruang-ruang terbuka publik, pencahayaan buatan untuk ruang yang tertutup. Penghawaan juga menggunakan penghawaan alami untuk ruang terbuka dan penghawaan buatan untuk ruang tertutup di dalam bangunan dengan sistem AC sentral. Sedangkan untuk pencahayaan dan penghawaan di dalam akuarium, digunakan chiller dan lampu akuarium untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sama dengan dibawah laut. C.4 Building Form

    Bentuk bangunan didominasi oleh bentuk lengkung karena untuk mencerminkan konten oceanarium yaitu biota laut. Hal ini didasari oleh pola gerak biota laut yang meliuk dan jauh dari kesan kaku. Bentuk lengkung juga dapat memberikan kesan yang dinamis dan lebih menyatu dengan kontur pada tapak.

    Bentuk massa bangunan memiliki ketinggian yang berbeda-beda dengan pertimbangan untuk pemisahan fungsi yang lebih jelas. Fungsi di dalam oceanarium dipisahkan berdasarkan lantai. Pada bangunan utama, lantai satu merupakan fungsi edukasi, lantai dua merupakan fungsi publikasi, dan lantai tiga merupakan kantor.

    C.5 Aesthetic Design Perancangan bangunan oceanarium

    menggunakan pendekatan kontekstual lingkungan, maka untuk menyatukan bangunan dengan lingkungan sekitarnya, bangunan oceanarium memiliki kesan Bali yang modern. Bangunan menggunakan secondary skin berupa ornament ukiran bali.

    C.6 Structural System Sistem struktur bangunan utama

    menggunakan sistem struktur portal atau rangka kaku dengan menggunakan kolom dan balok. Pondasi menggunakan sistem tiang pancang. Struktur atap menggunakan sistem tree coloumn dimana kolom terakhir pada lantai teratas menopang rangka atap yang bertopang pada rangka atap. Struktur atap menggunakan struktur rangka bidang dengan material Zincalum Steel.

    Bangunan Utama Bangunan Pendukung

    Gb 8. Bentuk Bangunan

    Gb 9. Fungsi Didalam Bangunan

    Gb 10. Fasad Bangunan

  • C.7 Use of Material Material kaca yang digunakan pada

    akuarium adalah kaca acrylic (poly methyl methacrylate). Kaca ini digunakan karena memiliki beberapa keuntungan lebih baik dibanding kaca biasa, seperti lebih ringan, 17 kali lebih kuat dibanding kaca, fleksibel, dan sambungan yang lebih rapi.

    Zincalume Steel digunakan sebagai material penutup atap. Bahan ini memiliki beberapa kelebihan dan cocok untuk iklim di pinggir pantai. Besi Zincalume ini bersifat lebih kuat, tidak berkarat, dan fleksibel sehingga dapat mengikuti bentuk atap yang dinamis.

    C.8 Enviromental Control System Oceanarium menggunakan sistem

    terbuka dalam penyediaan persediaan air laut, yaitu mengambil langsung air laut yang kemudian disaring melalui proses filtrasi air. Air laut yang ada di dekat tapak disedot langsung melalui pipa-pipa, kemudian di filtrasi dengan berbagai tahap.

    Filtrasi yang dilakukan adalah sand filtration, chlorine sterilization, dan carbon filtration. Tiga tahap ini dilakukan sebelum air dapat dipakai sebagai habitat biota laut di dalam akuarium. UV filtration juga digunakan untuk filtrasi air sehari-hari di dalam tangki akuarium.

    Daftar Pustaka Alexander, C., The Timeless Way of Buildings, Oxford University Press, New York, 1979 .

    Encyclopedia Britannica, Encyclopaedia Britannica, Inc, USA, 2008

    Dechiara, Joseph, Time-Saver Standards for Building Types, McGraw-Hill, Europe, 1973.

    Susuli, Tedjo, Buku pedoman Pendirian Museum, Departemen Pendidikan Nasional Dirjend Kebudayaan Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Jakarta, 1999.

    Gb 11. Penggunaan Material

    Gb 12. Sistem Filtrasi Air Laut

    Encyclopedia Britannica, Encyclopaedia Britannica, Inc, USA, 2008