compensation latest rold.worldagroforestry.org/sea/publications/files/book/bk0087-05.pdf · yang...

38

Upload: others

Post on 27-Jan-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

34

KOMPENSASI JASA EKOSISTEM

DAN MASYARAKAT PEDESAAN:PENGALAMAN DARI BENUA AMERIKA

COMPENSATION FOR ECOSYSTEM SERVICES

AND RURAL COMMUNITIES: LESSONS FROM THE AMERICAS

Herman Rosa, Susan Kandel and Leopoldo Dimas

Penerjemah:Aunul Fauzi

Editor:Wisnu Arto SubariBeria LeimonaKuswanto SA

PRISMA bertujuan menggerakkan berbagai aksi dan inisiatif, baik lokal, nasional, maupunregional untuk memperkuat penghidupan masyarakat pedesaan dan mendorong pengelolaansumberdaya alam secara berkelanjutan. Demi tercapainya tujuan tersebut, PRISMAmelakukan upaya promosi serta pengembangan pendekatan pengelolaan teritorial dansumberdaya.

PRISMA dapat dihubungi di alamat berikut:Programa Salvadoreño de Investigación Sobre Desarrollo y Medio Ambiente 3a. Calle Poniente No. 3760, Colonia EscalónSan Salvador, El Salvador, C.A.Tel: (503) 298-6852, (503) 298-6853 Fax: (503) 223-7209Email: [email protected]

Foto:Herman RosaAlba Miriam Amaya

Tulisan ini didasarkan pada laporan yang berjudul “Compensation for EnvironmentalServices and Rural Communities in the Americas: Lessons from the Americas and Keyfor Strengthening Community Strategies”. Laporan ini menyajikan berbagai temuandalam proyek “Payment for Environmental Services in the Americas” (1999-2003)yang dilaksanakan oleh PRISMA atas sponsor Ford Foundation.

Laporan tersebut juga memuat suatu kerangka penguatan strategi masyarakat dalamjasa ekosistem yang dikembangkan oleh PRISMA dengan sokongan dana dari FordFoundation, SIDA (Swedish International Development Cooperation Agency), SDC(the Swiss Agency for Development and Cooperation), WWF (World Wide Fund forNature), dan NOVIB (Nederlandse Organisatie voor Internationale Bijstand).

Laporan lengkap dapat diperoleh dari www.prisma.org.sv

JASA EKOSISTEM DAN

MASYARAKAT

Millenium Ecosystem Assessment (MEA)1

membuat klasifikasi jasa ekosistemberdasarkan fungsinya:

Jasa Penyediaan (provisioning services):sumber bahan makanan, obat-obatanalamiah, sumberdaya genetik (geneticresources), kayu bakar, serat, air, mineral, dll.

Jasa Pengaturan (regulating services): fungsimenjaga kualitas udara, pengaturan iklim,pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air,pengelolaan sampah, kontrol penyakitmanusia, kontrol biologi, penguranganresiko, dll.

Jasa Kultural (cultural services): identitas dankeragaman budaya, nilai-nilai religius danspiritual, pengetahuan (tradisional danformal), inspirasi, nilai estetika, hubungansosial, nilai peninggalan pusaka, rekreasi, dll.

Jasa Pendukung (supporting services):produksi utama, formasi tanah, produksioksigen, ketahanan tanah, penyerbukan,ketersediaan habitat, siklus gizi, dll.

Jasa-jasa tersebut berperan dalam pelestariankondisi yang diperlukan kehidupan danbermanfaat dalam penciptaan jasa ekosistemlainnya.

Jenis jasa yang diperlukan serta besarnyaketergantungan setiap kelompok masyarakatterhadap jasa tersebut ternyata berbeda-beda. Jasa ekosistem tertentu seperti berbagaijenis kacang-kacangan atau umbi-umbianyang dapat dimakan, produksi kayu, danpenyeimbang iklim ekstrim merupakan jasayang sangat penting bagi kehidupan danketahanan pangan masyarakat miskin. Se-mentara itu bagi kelompok masyarakat lain,jasa kultural dan religius dapat saja lebihbernilai dibandingkan dengan jasa lainnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwamasyarakat memaknai suatu kondisi ataukeadaan yang disediakan oleh ekosistemtergantung pada kemampuan ekosistemtersebut dalam menyediakan jasa yangdiinginkan. Walaupun kadang kedekatansebagian masyarakat dengan lingkungannyaterhalang oleh berbagai faktor sepertikelembagaan sosial, budaya, danteknologinya, tidak dapat dipungkiri bahwasemua individu pada umumnya sangattergantung pada keberadaan jasa ekosistem.

Dari sudut pandang ekonomi, secaratradisional beberapa jasa ekosistem dianggap

1

KOMPENSASI JASA EKOSISTEM DAN

MASYARAKAT PEDESAAN: PENGALAMAN DARI NEGARA-NEGARA AMERIKA

Herman Rosa, Susan Kandel dan Leopoldo Dimas

1 Informasi lebih detail tentang kerangka MEA dapat ditemukan dalam Joseph Alcamo et al 2003. Ecosystems andhuman well being: a framework for assessment /Millenium Ecosystem Assessment. Island Press, Washington D.C.Laporan ini juga dapat diperoleh di www.millenniumassessment.org

sebagai 'positive externalities' − ataukeuntungan ekternal dari keputusan-keputusan produksi dan managemen.Berdasarkan perspektif tersebut,pengembangan pasar jasa ekosistem, atausecara lebih umum disebut pemanfaataninstrumen berbasis pasar, merupakan usahauntuk "menginternalisasi" atau memberinilai ekonomi atas keuntungan yangdimaksud. Dengan demikian diharapkanekosistem akan tetap terpelihara dan dapatdiperbaiki untuk meningkatkan ketersediaanjasa ekosistem. Bila masyarakat pedesaansudah mulai terlibat dalam pasar danmemberi nilai ekonomi atas jasa ekosistemyang turut mereka sediakan, maka sumberpendapatan baru tercipta. Untuk itu,diperlukan kerangka kerja yang luas untukdapat mengakomodasi perspektif masyarakatmengenai jasa ekosistem dan kompensasinya.

Dalam tulisan ini akan dijelaskan berbagaielemen penting dari kerangka yangdimaksud, dilanjutkan dengan sajianberbagai pendapat tentang perlunya skemakompensasi jasa ekosistem dan berbagaikeuntungan yang dapat dihasilkan. Dalambagian selanjutnya, akan dijabarkan berbagaialasan mengapa masyarakat miskin pedesaandijadikan fokus skema kompensasi. Padabagian studi kasus akan disajikan berbagaipengalaman inisiatif jasa ekosistem dariBenua Amerika. Terakhir, pada bagian kesim-pulan, akan dibahas berbagai isu pentingyang harus dipertimbangkan dalam penguat-an strategi berbasis masyarakat terkaitdengan jasa ekosistem dan kompensasinya.

BERBAGAI PERSPEKTIF

TENTANG JASA EKOSISTEM

DAN KOMPENSASINYA

Berbagai pandangan berikut mendukungperlunya pembayaran atau pemberian kompensasi bagi mereka yang memfasilitasitersedianya jasa ekosistem:

• Pertama, program pembayaran jasaekosistem (PJE) dapat menjadi instrumen

finansial untuk pembiayaan kegiatankonservasi tradisional

• Kedua, berbagai program PJE berusahamenjawab kebutuhan jasa eksosistemglobal, seperti penambatan karbon ataupengurangan dampak perubahan iklim. Disini, ketimbang melindungi ekosistemtertentu, tujuan yang hendak dicapaiadalah mencari alternatif biaya termurahuntuk memperoleh suatu jasa − dalam halini penambatan karbon.

• Ketiga, beberapa skema kompensasi jasaekosistem bertujuan meningkatkan suplaijasa ekosistem yang menarik minat kalang-an lokal dan regional, seperti regulasialiran sungai serta jaminan kualitas air.

• Keempat, kompensasi jasa ekosistem dapatdimanfaatkan untuk meningkatkankehidupan masyarakat pedesaan sekaligusmeningkatkan nilai lanskap pedesaanberikut segenap ragam praktek danekosistemnya.

Walaupun perspektif yang diuraikan di atastidak dapat dipisahkan satu sama lain,penekanan masing-masing perspektiftetaplah sangat penting. Pendekatankonservasi tradisional yang menggusurmasyarakat setempat dari suatu wilayahekosistem seringkali membuat masyarakatpetani dan penduduk lokal terasing sehinggaberdampak rusaknya berbagai pilihan hidupmereka dalam menjaga kelangsungan hidup.Pada akhirnya, semua ini hanya akanmempermiskin mereka. Di samping itu,pemanfaatan sumberdaya dengan cara yangilegal dan tidak berkelanjutan juga akandapat memperlemah upaya konservasi.

Di lain pihak, perspektif konservasi yangmenghargai pengetahuan dan praktekpenduduk lokal akan dapat memastikanketersediaan jasa lingkungan secaraberkelanjutan. Hal ini juga berarti memper-luas hak-hak dan kesempatan masyarakatyang akhirnya akan meningkatkan kondisikehidupan mereka.

Sedangkan alternatif biaya terendah (lowestcost option), seperti dalam beberapa inisiatif

2

penambatan karbon, berpotensi menim-bulkan dampak negatif bagi sisi ekosistemdan sosial jika minimalisasi nilai jasaekosistem dan efisiensi ekonomis lebihdiutamakan ketimbang kesetaraan. Di lainpihak, untuk memastikan ketersediaan jasa −dalam berbagai inisiatif yang terkait denganair − keragaman pemanfaatan lahan maupunpemangku kepentingan yang terlibat perludipertimbangkan. Dengan demikian, skema-skema kompensasi yang dinegosiasikan dandisepakati akan menjadi skema yangmendukung perbaikan ekosistem sekaligusmemberikan keuntungan bagi konsumen dihilir dan produsen di hulu.

Dalam perspektif komunitas yangmenghargai pengetahuan dan praktekpenduduk lokal dan bertujuan memperluasakses dan hak guna atas lahan, langkah-langkah yang diambil akan memberi hasilpositif dalam arti pengentasan kemiskinandan perbaikan pengelolaan ekosistem. Prosesuntuk menyiapkan skema kompensasi yangberdasarkan perspektif ini memangcenderung lebih kompleks dan sejauh inibelum merupakan perspektif yang dominan.

MENGAPA BERFOKUS PADA

MASYARAKAT MISKIN PEDESAAN?

Argumen pertama yang menjadi landasanperlunya memberikan kompensasi bagimasyarakat petani atau penduduk lokal atasperan mereka dalam menjaga ketersediaanjasa ekosistem semata merupakan alasanpragmatis (pragmatic considerations).Banyak kawasan yang harus dilindungi danmemiliki potensi penyediaan jasa ekosistemyang didiami, dikelola, dan dimanfaatkanoleh penduduk lokal. Dalam kasus seperti ini, mengabaikan penduduk lokal bukanlahsesuatu yang dapat dilakukan.

Perjuangan untuk memperoleh perluasan hakakses dan kontrol terhadap sumberdaya alamoleh berbagai kelompok masyarakat diberbagai belahan bumi sudah banyak yangdilakukan. Untuk itu, perlu dikembangkanskema kompensasi yang melibatkanmasyarakat secara penuh. Bila sistempengetahuan tradisional dan praktekpengelolaan sumberdaya alam yang dimilikipenduduk lokal yang menghasilkan jasatersebut tidak dijaga dan dilestarikan, makabeberapa jasa ekosistem tertentu sepertikeragaman genetik spesies (genetic diversityof species) yang diperlukan, di antaranyasebagai sumber bahan makanan dan obat-obatan dapat hilang begitu saja.

Argumen kedua didasarkan padapertimbangan kesetaraan (equity consider-ations). Skema konservasi yang tidakmengintegrasikan tujuan sosial (memberikankeuntungan bagi masyarakat pedesaan)dengan tujuan lingkungan (menjaminketersediaan jasa ekosistem) hanya akanmenjadi instrumen yang timpang. Jika tujuanperlindungan dan pelestarian sumberdayaalam dipisahkan dari penguatan strategikehidupan masyarakat pedesaan, makatujuan lingkungan mungkin akan terwujudtetapi dengan ongkos sosial yang tinggi.Strategi kompensasi yang direncanakan dandilaksanakan berdasarkan perspektifmasyarakat pedesaan, penduduk lokal, danpetani akan dapat memperkuat kehidupanmereka sekaligus memperbaiki pengelolaanlahan di kawasan pedesaan.

BERBAGAI STUDI KASUS DARI

BENUA AMERIKA

Terdapat berbagai contoh inisiatifkompensasi atau pembayaran jasa ekosistem2

dari benua Amerika. Inisiatif-inisiatif

3

2 Laporan mengenai Mexico ditulis oleh John Burstein (Koordinator), Gonzalo Chapela y Mendoza, Jazmín Aguilar,Emilienne de León, Adalberto Vargas, Luisa Paré, Héctor Marcelli, Matha Miranda dan Francisco Chapela. LAporantentang Brazil disiapkan oleh Rubens Harry Born (Koordinator), Sergio Talocchi, Adalberto Veríssimo, Salo VinocurCoslosky, Ramón Arigoni Ortiz, Yann Le Boulluec Alves, Ronaldo Seroa da Motta, Clarissa Riccio de Carvalho,Jasylene Pena de Abreu dan Muriel Saragoussi. Laporan mengenai Costa Rica ditulis oleh María Antonieta Camacho(Koordinator), Olman Segura Bonilla, Virginia Reyes Gatiens dan Miriam Miranda Quirós. Laporan tentang El Salvadoroleh Doribel Herrador (Koordinator), Leopoldo Dimas, Ernesto Méndez, Nelson Cuéllar, Oscar Díaz dan MargaritaGarcía. Laporan tentang New York oleh Ryan Isakson. Laporan-laporan tersebut dapat diperoleh di www.prisma.org.sv

tersebut banyak dipengaruhi oleh konteks ditiap lokal dan terutama pula oleh motif parapemangku kepentingan yang terlibat.

Kostarika memiliki sistem pembayaran jasaekosistem yang kelembagaannya diatur olehnegara (state-driven). Kasus di Meksikotergolong unik dalam arti, luasnya akses dankontrol terhadap sumberdaya alam sudahdapat dinikmati masyarakat petani danpenduduk lokal. Di Brazil, yang terjadi malahsebaliknya. Akses dan kontrol masyarakatmasih sangat terbatas dan tidak seimbang.

Di El Salvador, dengan keterbatasan luaskawasan yang masih alami, mengharuskankita melihat peran yang dimainkan sistempertanian (agrosystem) dan pentingnya usahaperbaikan lanskap yang sudah terlanjurterdegradasi. Pengalaman kompensasi diDAS Delaware/Catskill di negara bagianNew York membuktikan pentingnya prosesnegosiasi dalam menentukan skemakompensasi dengan mempertimbangkankebutuhan penduduk lokal.

PENGALAMAN DARI KOSTARIKA

Setelah dilakukan amandemen Undang-Undang Kehutanan (UU No. 7575), programPJE di Kostarika secara resmi dimulai pada1996. Pengembangan programnya berda-sarkan pengalaman terdahulu berupa pemberian subsidi langsung bagi sektorkehutanan. Didukung pembiayaan eksternal,berupa pajak minyak bumi (fossil oil),program ini berkonsentrasi pada jasaekosistem global seperti keragaman hayatidan penambatan karbon.

Progam PJE ini berfokus pada sistempemanfaatan lahan berbasis pohon (tree-based land use). Pada awalnya, hanya empatkategori pemanfaatan lahan yang mendapat-kan pembayaran yang dihitung per hektare:perlindungan hutan (forest protection),pengelolaan hutan (forest management),

reboisasi (reforestration), dan penanamanpohon (tree plantation). Antara 1997 dan2002, sebanyak 314.472 hektare lahandiikutkan ke dalam program ini dengan totalpembayaran mencapai US$80,5 juta.

Sayangnya, program ini kurang berhasildalam mengikutsertakan petani kecil danpenduduk lokal. Yang mendapatkankeuntungan hanyalah pemilik lahan luas danmenengah karena peserta programdiharuskan memiliki hak kepemilikan danmengikuti prosedur birokrasi yang berbelit-belit yang melambungkan biaya transaksi.

Adanya berbagai kritik, baik dari kalanganinternal lembaga PJE maupun tekanansejumlah organisasi penduduk lokal danprodusen skala kecil yang merasa tidakdiikutsertakan, menyebabkan strukturkelembagaannya dimodifikasi supaya lebihinklusif. Namun, konflik posisi antaraberbagai pemangku kepentingan yang sudahmapan dan kurangnya keterwakilanprodusen berskala kecil tetap tidakmemungkinkan terjadinya perubahan yangcukup signifikan. Sebagai akibatnya, skemaPJE yang didasarkan pada Undang-UndangKehutanan 1996 tetap berlaku.

Walaupun demikian, dapat dikatakan bahwapartisipasi penduduk lokal sudah mulaimeningkat. Selain itu, sistem agroforestrijuga dianggap memenuhi syarat (eligible)untuk memperoleh kompensasi melaluidekrit eksekutif pada 2002. Pembayaranuntuk sistem agroforestri − dihitung US$0,60per pohon − dimulai pada 2003. Secaraumum disimpulkan bahwa partisipasipenduduk lokal dan petani skala kecil dalamprogram PJE masih perlu ditingkatkan.

Selain berbagai aksi yang telah disebutkantadi, inisiatif-inisiatif lokal ternyata cukupmenarik minat produsen skala kecil. Inisiatiflokal cenderung berfokus pada jasa sepertiperlindungan sumber air bagi konsumsimanusia, perbaikan lanskap, dan penyediaantenaga listrik.

4

Dibandingkan dengan program PJE yangberskala nasional, beberapa inisiatif initernyata memiliki kriteria persyaratan yanglebih fleksibel. Walaupun produsen skalakecil yang berpartisipasi dalam skema inipada umumnya masih menganggap PJE tidakmendatangkan hasil, mereka sangat gembiradengan berbagai keuntungan yang dapatdirasakan, seperti kondisi air dan lanskapyang lebih baik. Juga tersedianya bantuanteknis terkait dengan skema pembayaranyang memungkinkan diversifikasi produksidan menjadi pintu masuk ke pasar baru.

Ditinjau dari perspektif masyarakat miskinpedesaan, pengalaman program PJEKostarika memberikan beberapa pelajaran:

1. Pentingnya keikutsertaan yang luas dantulus pada tahap awal pelembagaan skemakompensasi. Ini untuk menjaminlegitimasi jangka panjang sertakeberlanjutannya. Pelembagaan skemakompensasi yang tergesa-gesa, tanpacukup mempertimbangkan kepentinganprodusen kecil dan penduduk lokal, akanmenimbulkan konflik yang tidak mudahdiatasi di kemudian hari. Hal inimenyiratkan pentingnya organisasiprodusen skala kecil dan penduduk lokalyang kuat dan representatif. Keterlibatanmereka penting sekali untuk memastikanadanya partisipasi luas yang diperlukandalam skema kompensasi yang inklusif.Berbagai perbedaan pandangan di tingkatlokal menyangkut pemanfaatansumberdaya alam merupakan tantangandalam implementasi skema kompensasi.Untuk menanggulanginya diperlukannegosiasi yang hati-hati.

2. Supaya skema kompensasi menarikkelompok produsen kecil, konsep yangluas tentang jasa ekosistem dan skemakompensasi perlu diadopsi. Program PJEperlu secara langsung dihubungkandengan berbagai kegiatan produktifseperti agroforestri, agroturisme,ekoturisme, produk non-kayu, danpertanian berkelanjutan. Hal ini akanmakin meningkatkan, meragamkan, danmemperkuat strategi kehidupan

masyarakat pedesaan. Dalam konteks ini,kriteria persyaratan serta aturan mainskema kompensasi yang tepat perludidisain secara khusus karena akanbanyak menentukan kapasitas pelibatanyang diinginkan.

3. Mempertimbangkan perspektif lokaldengan segala prioritas dan visinya akanmemperkuat penduduk lokal danmemungkinkan tumbuhnya pengelolaanyang partisipatorik. Bila penduduk lokalsudah mampu menjalankan kontrol yanglebih besar terhadap keputusanpemanfaatan sumberdaya, maka modalsosial mereka akan meningkat.

PENGALAMAN DARI MEKSIKO

Masyarakat pedesaan dan penduduk lokal diMeksiko memiliki akses dan kontrolterhadap sebagian lahan dan 80% kawasanhutan di negara tersebut. Akses yang luasseperti ini telah merangsang tumbuhnyaberbagai inisiatif berbasis masyarakat dalamhal perlindungan keanekaragaman hayati,penambatan karbon, ekoturisme, danproduksi yang ramah lingkungan.

Di Chiapas, lebih dari 300 petani merupakanpeserta Proyek Scolel Te, sebuah proyek awalpenambatan karbon. Setiap petani setujumenanam pohon untuk menambat karbon disebagian lahan mereka − biasanya 1 dari 3atau 4 hektare lahan yang dimiliki − dansebagai kompensasinya mereka mendapatkanpembayaran langsung.

Federasi Kendaraan Bermotor Internasional(International Automobile Federation)membeli 5.500 ton karbon untukmengimbangi emisi tahunan mereka.Walaupun secara kuantitas para petani hanyamemperoleh tambahan pemasukan dalamjumlah yang sangat kecil, mereka masih bisaberharap dari beberapa insentif terkaitlainnya. Sejumlah insentif ini seperti potensiuntuk memasuki pasar kayu yangberkelanjutan. Selain itu, juga dapat meng-

5

integrasikan penambatan karbon denganinisiatif-inisiatif di bidang pertanian sepertiproduksi kopi organik dan berbagai inisiatifagroekologi lainnya. Walaupun dalambeberapa kasus terkadang muncul konflikantara mereka dengan anggota masyarakatlainnya, para petani sudah berhasilmenunjukkan kemampuan mereka bekerja-sama dalam mengelola sumberdaya alam.

Di Oaxaca, kelompok masyarakat yangdikenal dengan nama UZACHI (Union ofZapotec Chinantec Communities) memulaigerakan untuk memperoleh kembali kontrolatas pemanfaatan hutan di lahan masyarakat.Pada saat ini, hutan yang dimaksud dikelolaberdasarkan rencana pengelolaan hutan danpemanfaatan lahan dengan beragam praktekpengelolaan lahan yang dilaksanakan dalamzona-zona tertentu. Praktek pengelolaantersebut diintegrasikan melalui prosesperencanaan pengelolaan sumberdaya yangpartisipatorik untuk menentukan peruntukanlahan bagi pertanian subsisten yang dikelolakeluarga (berupa gandum dan jagung),penciptaan pendapatan (berupa kayu), sertalokasi untuk perlindungan keanekaragamanhayati, tanah, dan air.

Dalam pengembangan jasa ekosistem,UZACHI berfokus pada kegiatan-kegiatankeragaman hayati dan penambatan karbon.UZACHI juga sudah melakukan diversifikasijenis tanaman, termasuk di dalamnya jamur,anggrek, dan berbagai jenis tanamanornamental lainnya. Sebuah kontrak'bioprospecting' juga ditandatangani denganNovartis, suatu perusahaan farmasiinternasional, untuk melakukan penelitiankemungkinan pengembangan obat-obatandari berbagai jenis tumbuhan obat.

Dalam hal penambatan karbon, UZACHIbersama dengan penduduk lokal sertabeberapa ornop (organisasi non pemerintah)pendukungnya mengajukan proposalpenyediaan 836.000 ton karbon selamakurun waktu 30 tahun. Programnya melaluisilviculture dan agrosilviculture yang akanmenstabilisasi garis depan pertanian danmemperluas tutupan hutan.

Terdapat beberapa contoh inisiatifekoturisme di Meksiko. Di Mazunte, sebuahasosiasi penduduk lokal mengembangkansebuah konsesi daerah pantai yangmerupakan kawasan pendukung populasipenyu. Tujuh tahun sejak berdirinya,Mazunte sudah memiliki 400 tempat tidur,12 restoran, sebuah hotel kecil, 30 usaha dipinggir pantai, dan 4 taksi. Sebagian besarpenduduk Mazunte mencari penghidupandari pariwisata. Namun, kesuksesan tersebutmengarah pada pemanfaatan Mazuntemelebihi kapasitas ekosistemnya.

Di Ventanilla, setelah terjadinya badaiHurricane Pauline pada 1997, sebagai bagiandari usaha rehabilitasi dan reboisasi, adausaha memperbaiki habitat beberapa jenisburung dan buaya dengan harapan akanmeningkatkan pariwisata di masa datang.

Selain itu, proyek Selva del Marineromenawarkan tur bagi sekitar 500 pesertasetiap tahun (sebagian besar dari MeksikoCity). Namun, rata-rata pendapatan pertahun ternyata hanya sekitar US$35, yangbesarnya setara pendapatan 10 hari kerja.

Secara umum, ekoturisme terlihat sebagaialternatif yang menarik bagi sebagiankalangan masyarakat pedesaan. Berbagaiproyek yang sudah dilaksanakanmenunjukkan hasil beragam, baik dilihat darisudut pandang sosial maupun ekologis.Kesuksesan proyek Mazunte menimbulkandegradasi sumberdaya alam yang sebenarnyaturut berperan atas keberlangsungan proyek.Sedangkan Ventanilla dan Selva del Marineroberhasil menjaga alam dengan lebih baiktetapi keuntungan ekonomisnya masihdipertanyakan.

Berbagai inisiatif yang ada di Meksikomemberi beberapa pelajaran berikut:

• Bila akses luas terhadap sumberdaya dasarterjamin, maka kapasitas pengorga-nisasian menjadi faktor penting yangmenentukan hasil setiap kompensasi atasinisiatif jasa ekosistem. Kapasitas

6

kelembagaan penting dalam negosiasikesepakatan, kepatuhan mengikuti norma,pengelolaan konflik, menghadapi faktor-faktor eksternal, dan penerapan strategipengelolaan sumberdaya alam dalam skalatertentu yang menjamin ketersediaan jasaekosistem.

• Kegiatan-kegiatan produksi yang adadapat berfungsi sebagai awal yang palingsesuai dalam penyediaan jasa ekosistemkepada pasar. Strategi yang dipakaitermasuk diversifikasi (kegiatan wanatanidikombinasikan dengan aktivitas penam-batan karbon), atau dengan menjual jasaekosistem yang diasosiasikan dengantanaman yang ada (kopi naungan yangbersahabat dengan keanekaragamanhayati). Selain itu, pasar jasa ekosistemperlu dikombinasikan dengan fair trademarkets atau solidarity markets yangterkait dengan petani dan masyarakatpribumi.

• Alat-alat manajemen dan perencanaansumberdaya yang partisipatoris perludikembangkan di berbagai tingkatan:mulai dari plot atau lahan pertaniansampai ke tingkatan lanskap, yang perludilakukan adalah rekonsiliasi beragampraktek pemanfaatan lahan yang seringkalibertentangan satu sama lain.

• Potensi ekonomi ekoturisme untukmeningkatkan pendapatan akan dapatdiperoleh melalui integrasi dengan strategiproduksi yang lain seperti kerajinantangan, produk hutan non-kayu, danproduk organik. Namun, pertanyaanmengenai tingkat besarnya pemanfaatanakan dilakukan − ditinjau dari sisikapasitas dukung ekologis − harus betul-betul dipikirkan.

• Asosiasi strategis antara masyarakat atauorganisasi petani dengan lembagaperantara perlu dibina. Masyarakatpedesaan dan penduduk lokal sangattergantung pada dukungan ornop yangmembantu meneliti, memberikan bantuanteknis, sertifikasi, pencarian dukungandana, promosi dan komersialisasi.

PENGALAMAN DARI BRAZIL

Dibandingkan dengan Meksiko, aksesmasyarakat petani dan penduduk lokal Brazilterhadap sumberdaya tergolong sangatkurang dan tidak terjamin. Di negara ini,hampir semua kegiatan konservasi masihmengikuti model tradisional yaitumenciptakan kawasan lindung dan mengusirpenduduk dari kawasan tersebut.

Di Vale do Riberia yang masuk wilayahnegara bagian Sao Paolo dan Parana,keinginan untuk melakukan konservasihutan pantai Mata Atlantica menyebabkanhampir 50% daerah tersebut dijadikankawasan lindung. Hal ini menyebabkanmunculnya tekanan yang luar biasa bagikehidupan masyarakat pedesaan di kawasantersebut. Untuk bertahan hidup, masyarakattetap melanjutkan usaha pemanfaatankawasan walaupun dengan cara yang ilegal.Bentuk 'kawasan lindung' dapat dikatakantidak mendatangkan manfaat, baik bagilingkungan maupun masyarakat pedesaan.Dalam konteks ini, skema kompensasi jasaekosistem seharusnya merupakan alat untukpenyediaan jasa ekosistem dan pada saatyang sama memperkuat kehidupanmasyarakat. Beberapa skema kompensasiyang pada saat ini diterapkan di wilayah Valedo Ribeira, beberapa sudah dimodifikasidengan baik, dan diharapkan dapatmencapai tujuan yang dimaksud.

ICMS mungkin merupakan instrumen pajakpenjualan yang paling populer di negara ini.Masing-masing negara bagian mengalo-kasikan sebagian pendapatan dari pajakpenjualan yang lalu diberikan kepada setiapkabupatennya sesuai dengan luas kawasanlindung yang dimilikinya. Pengalokasian inidisebut dengan ICMS Ekologis.

Pada 2001, Vale do Ribeira − wilayahtermiskin di negara bagian Sao Paulo −menerima 37% ICMS Ekologis yangdikumpulkan oleh pemerintah negara bagian

7

Sao Paulo.3 Tetapi, beberapa kabupaten yangterkait dengan program ini menganggapkompensasi tersebut tidak cukup biladibandingkan dengan sumber pendapatanyang hilang karena pembangunan tamannasional dan berbagai gangguan sosial-ekonomi yang timbul.

Barra da Turvo, sebuah kabupaten yangsecara khusus terkena dampak pembangunankawasan lindung bahkan mendesak gubernursetempat untuk menunda kuota ICMSEkologis (150.000 real Brazil per bulan atausama dengan US$52.000) dan menuntut agarpara petani kecil di wilayah tersebut dapatmemanfaatkan lahan yang sudahterdegradasi di dalam kawasan taman.

Mendapatkan penghasilan dari kegiatanpemanfaatan yang mengandalkan sektorpertanian merupakan hal yang sangatpenting bagi kehidupan banyak kelompokmasyarakat di Brazil. Konsep 'kawasanpemanfaatan' dimaksudkan sebagai peng-ganti tren lama, dimana akses dan hak gunamasyarakat sekitar hutan sangat terbatas.Penyediaan kawasan ini memperluas aksesuntuk dapat dinikmati oleh penduduk didalam kawasan dengan bentuk formalmengakui hak guna lahan mereka (misalnyaberupa hak untuk mengambil karet danproduk non kayu lainnya).

Sebagai contoh, di negara bagian Acre dalamUndang-Undang Chico Mendes, untuk setiapkilogram karet yang disadap, sejumlah 0,60real Brazil dibayarkan kepada asosiasi petanipenyadap karet sebagai bentuk imbalan atasperan mereka sebagai penjaga hutan yangmemfasilitasi tersedianya jasa ekosistem.Penyaluran pembayaran melalui asosiasi jugabermakna meningkatkan modal sosialkelompok masyarakat ini. Dengan asosiasi,mereka berlatih mengelola diri merekasendiri, memecahkan permasalahan yangdihadapi, dan melakukan negosiasi denganpihak-pihak luar (misalnya pemerintah,pembeli karet, lembaga perbankan, danpenyalur barang-barang konsumsi).

Bahkan di dalam taman nasional, terdapatpula beberapa contoh pelibatan masyarakatdalam perencanaan sumberdaya. Salah satucontoh dapat ditemukan di Taman NasionalJau yang merupakan salah satu dari WorldHeritage Site dan taman nasional terbesarkedua di Brazil. Walaupun terdapatperaturan yang melarang pendudukmenempati kawasan lindung, sekitar 930orang yang bekerja di sektor subsisten tinggaldi Jau.

Kelompok masyarakat ini memainkanperanan sangat penting dalam prosesperencanaan partisipatorik dalampengembangan rencana pengelolaan taman.Mereka berpartisipasi dalam semuapertemuan, memberikan kontribusi dalamkegiatan pemetaan pemanfaatan sumber-daya, dan terlibat dalam pertemuan-pertemuan teknis untuk menentukan zonadan program taman nasional.

Diselesaikan pada 1998, rencana pengelolaantersebut merupakan rencana taman nasionalyang pertama kali terwujud di Brazil melaluiproses partisipatorik. Namun, sampai saat inistatus hukum lahan yang dimanfaatkanpenduduk lokal di kawasan taman belummendapatkan kejelasan. Salah satu solusiadalah melakukan reklasifikasi penggunaanlahan dan menetapkan kawasanpemanfaatan atau kawasan ekologi-kulturaldalam suatu wilayah di dalam taman. Hal iniakan menjamin hak-hak tradisionalmasyarakat setempat.

Di samping itu, hal tersebut dapat meretasjalan bagi pengenalan skema kompensasi jasaekosistem. Contohnya, masyarakat diberikankompensasi bila mereka mengajarkanpengetahuan tradisionalnya mengenaiberbagai aspek keragaman hayati yang dapatmembantu pengelolaan taman. Saat ini, parapengelola taman khawatir pengetahuantersebut dapat hilang bila masyarakat yangmemilikinya dipindahkan ke tempat yangterlalu jauh.

8

3 Total pendapatan pajak ICMS Ekologis untuk negara bagian Sao Paulo pada 2002 hampir mencapai 40 juta realBrazil.

Pengalaman-pengalaman di Brazil membe-rikan beberapa pelajaran berharga sebagaiberikut:

1. Fokus pada konservasi tradisional danmekanisme insentif untuk menunjangskema tersebut dapat menimbulkandampak negatif bagi masyarakat yangsangat tergantung pada sumberdaya alam.

2. Penting untuk mengintegrasikan tujuanlingkungan dengan tujuan sosial dankesetaraan di dalam disain danimplementasi skema kompensasi.Fokusnya harus pada perluasan akses, hakguna, serta penguatan kegiatan produktifmasyarakat yang membantu pelestariandan penyediaan jasa ekosistem. Disamping memperkuat sumberpenghidupan masyarakat, juga akanmenjamin ketersediaan jasa ekosistem.

3. Diskusi dan keputusan publik tentanghak-hak, tanggung jawab, prosedur danaturan, serta pengkajian skema kom-pensasi akan dapat mencegah dampakyang tidak diinginkan dan membantumencapai hasil yang adil dan setara.

PENGALAMAN DARI

EL SALVADOR

El Salvador dengan luas hanya sekitar 20.000km2 merupakan contoh kasus menarik dalamhal akses masyarakat miskin pedesaanterhadap sumberdaya, lanskap yangdidominasi kawasan hunian, organisasisosial, dan pengaruh wacana konservasitradisional. Ekonomi El Salvador banyakditopang oleh dana remitan (remintancesdriven) sehingga menimbulkan percepatanproses urbanisasi. Sementara, kegiatanpertanian di pedesaan terpuruk.

Pada 80-an dan awal 90-an, seperlimawilayah El Salvador ditata kembali(redistribusi). Hal ini menyebabkan aksesmasyarakat pedesaan terhadap sumberdayamenjadi lebih luas. Namun, potensi yangmungkin dapat dimanfaatkan dengan makin

luasnya akses ini belum dapat direalisasikankarena terjadinya krisis dalam sektorpertanian dan suasana regulasi yang kurangmenguntungkan.

Karena kawasan yang disebut 'alami' sangatsempit dan berada di dalam wilayah yangdidominasi agroekosistem (seperti tanamanpenghasil biji-bijian di lereng bukit yangkritis dan padang penggembalaan, kopinaungan di tanah yang mengandung endapanvulkanik), diharapkan ide untuk mewu-judkan sinergi antara produksi, konservasi,dan restorasi ekosistem akan mendapatkandukungan publik. Dukungan semacam inidapat diterjemahkan menjadi skemakompensasi yang melibatkan produsen kecil.Juga difokuskan pada jasa ekosistem yangmemiliki relevansi di tingkat lokal.

Sayangnya, sebagian besar programtermasuk program pemerintah yangdidukung donor lebih memprioritaskanprodusen besar dan lebih fokus pada jasaekosistem yang memiliki relevansi global.Contoh yang jelas menggambarkan hal iniadalah Proyek "Kopi dan KeragamanHayati" yang didukung pendanaan GEF-Bank Dunia (1998-2001). Proyek inibertujuan untuk melestarikan keragamanhayati di banyak perkebunan kopi naungan(shade-coffee plantation).

Dengan mengeluarkan sertifikasi "kopi yangbersahabat dengan keanekaragaman hayati",diharapkan para produsen dapatmemperoleh harga tertinggi di pasar kopialternatif sebagai pembayaran jasa ekosistemyang mereka berikan. Namun, kriteriapemilihan yang diterapkan, termasuk pulasertifikasi dan persyaratan pengumpulandata ekologi, membuat proyek ini lebihbanyak melibatkan perusahaan berskalabesar dan menengah.

Pada kenyataannya, luas keseluruhan lahanpertanian skala kecil (di bawah 7 hektare)tidak hanya merupakan 80% darikeseluruhan pertanian individual, tetapi jugamerupakan sistem pertanian yang lebih

9

kompleks dibandingkan dengan pertanianskala besar. Pertanian kecil, sebagai sistempertanian campuran, menghasilkan beragamproduk lain selain kopi, seperti buah-buahan,kayu bakar, tumbuhan obat dan makananternak yang mampu membentengi keluargadari pasar kopi internasional yang tidakmenentu.

Ketika proyek dibiayai donor dan inisiatifregional berskala besar, seperti Mesoamer-ican Biological Corridor yang berfokus padajasa ekosistem global, jasa-jasa hidrologisternyata paling banyak diminati di seanteronegara ini, muncul ketidakmampuan dalampengaturan aliran air (hydrological flows)yang terkait dengan kekeringan, banjir,masalah ketersediaan air, dan menurunnyakemampuan penyediaan tenaga listrik.

Dalam konteks seperti ini, muncul berbagaiinisiatif lokal yang bertujuan melibatkanpetani kecil. Dengan tetap menekankanprioritas lokal, inisiatif tersebut sebagianbesar berfokus pada pengelolaan sumberdayaair di berbagai skala. Salah satu contohinisiatif tersebut adalah aksi yang dilakukanoleh CACH (Environmental Committee ofChalatenago). CACH menuntut PemerintahKota Metropolitan Sal Salvador membayarkompensasi kepada provinsi Chalatenangoyang terletak di hulu DAS Lempa atasberbagai jasa ekosistem yang terkait denganair (energi air dan pengawasan kualitas air).Di samping itu, CACH juga melakukaneksplorasi potensi ekoturisme di wilayahtersebut. Pada level mikro, "MancomunidadLa Montanona" asosiasi 7 kabupaten diprovinsi Chalatenango, mengembangkanstrategi pengelolaan sumberdaya teritorialberupa jasa ekosistem yang memainkanperan strategis, sebagai alternatif sumberpendapatan baru (misalnya ekoturisme) danpeningkatan pengelolaan sumberdaya air.

Ada juga beberapa inisiatif berskala kecil,seperti skema yang dikembangkan olehornop di San Francicso Menendez. Skemanyaadalah masyarakat miskin setempatmembayar sejumlah biaya beban pada saat

membayar tagihan air bulanan untukmenutup gaji seorang penjaga di TamanNasional El Imposible yang letaknyaberdekatan dengan wilayah mereka.

Pengalaman di El Salvador memberikanbeberapa pelajaran sebagai berikut:

1. Perlu memandang lebih jauh di luar yangterkait dengan hutan dan mengutamakankonservasi tradisional, serta perspektifpertanian agar dapat memahami bahwapraktek ekosistem-tani yang lebih baikakan dapat memperluas ketersediaan jasaekosistem sekaligus memperkuatkehidupan. Pemahaman dan penghargaanterhadap peran penduduk lokal dalammenyediakan jasa ekosistem mensya-ratkan kerangka kelembagaan dankebijakan yang lebih memperkuatpengelolaan lanskap antropogenik,wilayah pedesaan, dan sektor pertaniansecara inklusif. Semua ini dapat berjalanlancar di luar ruang lingkup aturan-aturantradisional pertanian dan konservasi.

2. Organisasi sosial yang kuat memiliki artisangat penting. Pengelolaan lanskap yangberagam dan terpecah-pecah mem-butuhkan tindakan efektif bersamamelalui proses negosiasi yang baik ditingkat lokal. Organisasi sosial jugamemainkan peranan penting dalamnegosiasi skema kompensasi, aturan-aturannya, serta untuk menjamindistribusi manfaat secara adil.

3. Partisipasi yang tulus dalam penetapankebijakan dan aturan. Skema yang sudahdidisain sebelumnya mungkin tidak akansesuai dengan realitas masyarakatsetempat atau bahkan tidak adil. Melaluipartisipasi secara luas dan tulus, berbagaikenyataan dan inisiatif lokal yangmengintegrasikan tujuan lingkungandalam strategi produksi danpembangunan wilayah setempat akanmemberi pengaruh lebih besar dalampembuatan kebijakan publik bagi wilayahpedesaan. Termasuk juga dalammendefinisikan orientasi dan aturanskema kompensasi.

10

PENGALAMAN DARI NEW YORK

Sistem air Kota New York menyediakan 1,4juta galon air per hari bagi sekitar 7,4 jutapenduduknya. Ini di luar 1,5 juta pekerjamigran, tamu, pendatang, dan beberapakomunitas di sekitar kota New York sendiri.Sumber air diperoleh dari tiga DAS:Delaware, Catskill, dan Croton. Dua yangpertama menyediakan 90% seluruhkebutuhan air.

Pada tahun 1989, the United StatesEnvironmental Protection Agency (EPA),melalui regulasi tentang Pengelolaan AirPermukaan, mengharuskan semua air yangdiperoleh dari sumber air permukaan untukdisaring (filtrasi) terlebih dulu bila akandimanfaatkan untuk keperluan masyarakat.Hal ini tidak perlu dilakukan, jika kriteriakesehatan masyarakat yang sangat ketatdapat dipenuhi dan strategi pengelolaandaerah aliran sungai disetujui dandilaksanakan. Biaya pembangunan sistemfiltrasi untuk Delaware/Catskill diperkirakanmencapai jumlah US$6 milyar. Ditambahsejumlah US$200-300 juta untuk biayapemeliharaan dan operasional tahunan.

Dihadapkan pada besarnya kebutuhan biayatersebut, pada 1990 Departemen Perlin-dungan Lingkungan Kota New Yorkmencoba menerapkan aturan baru mengenaipenggunaan lahan. Aturan ini akan banyakmembatasi kesempatan melakukan usahapertanian dan berdampak pada pendapatanmasyarakat pedesaan di daerah aliran sungai.Regulasi ini mendapatkan tentangan kerasterutama dari masyarakat yang tinggal disepanjang daerah aliran sungai.

Anggapan bahwa petani sebagai pengelolalahan yang buruk adalah yang palingditentang. Mereka berargumentasi bahwabila dibandingkan dengan jenis pemanfaatanlahan lainnya (misalnya: pembangunan realestate komersial), pertanian ekstensif palingsedikit memberikan dampak negatif bagikualitas air. Pertentangan ini akhirnyadiselesaikan dalam suatu proses negosiasi

panjang yang memakan waktu beberapatahun dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

Pihak pemerintah kota menerima pertaniansebagai sistem pemanfaatan lahan yangpaling baik di daerah aliran sungai.Sementara para petani berkomitmen untukmengubah praktek pertanian mereka atasdukungan pemerintah kota untuk menjaminketersediaan suplai air bersih.

Pada 1997, strategi pengelolaan daerahaliran sungai mensahkan kesepakatan ini,yang meliputi berbagai inisiatif untukmendukung usaha-usaha petani untukmeningkatkan kualitas persediaan air. Bagianpokok dari strategi ini adalah WatershedAgricultural Program (WAP). WAPmerupakan program yang dikelola di tingkatlokal secara sukarela untuk menerapkanaktivitas pertanian yang bersahabat denganlingkungan di sepanjang daerah aliransungai. Dananya datang dari pemerintahKota New York.

Setiap petani yang terlibat dalam program inimemperoleh bantuan teknis untukmembangun Rencana Pertanian Menyeluruh(Whole Farm Plan). Rencana ini merupakanstrategi komprehensif untuk mengontrolsumber polusi potensial di lahan pertanianmelalui praktek pengelolaan terbaik.Pemerintah menanggung semua biaya yangterkait dengan implementasi praktekpertanian terpilih, termasuk bantuan teknisdan manajerial, peralatan pertanian baru,dan perbaikan infrastruktur yang diperlukandalam pengelolaan pertanian.

Para petani yang ikut serta dalam programjuga berhak atas beberapa komponen paketkompensasi. Komponen tersebut sepertiConservation Reserve Enhancement Program(CREP) yang memberi insentif petani agartidak menggunakan lahan di pinggir sungaiuntuk produksi pertanian. Whole FarmEasement Program (WFEP) yangmemberikan kompensasi kepada para petaniyang menunjukkan komitmen jangkapanjang untuk menerapkan pertanianberkelanjutan di lahan masing-masing.

11

Natural Resources Viability Program(NRVP) untuk membantu mengembangkanpasar bagi produk-produk petani daerahaliran sungai, dan Catskill Family FarmsCooperative (CFFC) yang memanfaatkanpasar khusus bagi sayur mayur dan produklain yang dikelola di daerah tersebut.Koperasi ini merupakan struktur organisasibagi para petani untuk mengembangkanekonomi dan kekuatan pasar denganmenyediakan peralatan modal.

WAP dikembangkan dengan target utamapertanian skala besar, khususnya yangmengusahakan kegiatan peternakan.Sedangkan Small Farms Programs, denganmodel seperti WAP, target utamanya lebihkepada petani kecil.

Pengalaman New York memberikanbeberapa pelajaran berharga sebagai berikut:

1. Mekanisme pembayaran langsung tidakselalu menjadi bentuk kompensasi yangpaling disukai atau paling tepat. Makadari itu, perlu dipertimbangkan suatupaket kompensasi dalam arti yang lebihluas dengan berbagai komponen sepertipelatihan, bantuan finansial, dandukungan pemasaran.

2. Negosiasi multi pihak perlu dilakukanuntuk mengharmonisasi visi lanskap danmembangun skema kompensasi yangpaling tepat. Proses negosiasi juga dapatmemperkuat modal sosial seperti dalamkasus di Catskill. Negosiasi dankesepakatan yang diperoleh merupakanmodal sosial para petani di daerah aliransungai. Meningkatnya partisipasi petanidalam Watershed Agricultural Counciltelah memfasilitasi munculnya kerjasamasosial dan memperkuat identitas bersama.Para petani sudah mulai dikenal sebagaipengelola lahan yang baik. Merekasekarang memiliki suara dalammenentukan pengelolaan daerah aliransungai dan interpretasi aturan.

3. Negara dapat menjalankan berbagai perandalam disain dan implementasi prosesyang terkait dengan kompensasi jasaekosistem. Dalam kasus ini, EPA berperan

sebagai katalisator. Sementara pemerintahnegara bagian dan kota berperan sebagaipendukung kepentingan para konstituenmereka. Negara Bagian New York me-mainkan peran sebagai mediator di antaraberbagai kepentingan yang bertentangansehingga berhasil menuju kesepakatanyang menguntungkan semua pihak.

PENGUATAN STRATEGIMASYARAKAT UNTUKJASA LINGKUNGAN

Dari pembahasan di atas jelas terlihatbeberapa perbedaan signifikan di antarasetiap kasus yang dibahas. Perbedaannyaterdapat pada sumberdaya alam yangdikelola, modal sosial yang dimilikimasyarakat, rejim hak atas kepemilikan(property rights), dan skema kompensasiyang diterapkan. Karena itu, mungkin akanterlalu sederhana bila suatu skemakompensasi yang sukses diterapkan dalamsatu konteks dipakai untuk diterapkan dalamkonteks lain dan berharap akan sukses.Namun, beberapa pelajaran yang memilikirelevansi luas dapat diambil dari kasus-kasusdi atas. Berdasarkan analisis terdahulu, disini ditawarkan beberapa faktor pendukung(enabling factors) yang kami anggap perlu −walaupun tidak selalu berarti memadai −dalam memajukan skema kompensasibertujuan ganda yaitu meningkatkanpengelolaan ekosistem sekaligus memperkuatpenghidupan masyarakat pedesaan.

INTEGRASI HUBUNGANANTARA MASYARAKATDENGAN EKOSISTEMPADA BERBAGAITINGKATAN

Hubungan antara masyarakat denganekosistem yang dikelolanya dapat

12

dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan.Pertama, hubungan yang paling langsungyaitu pengelolaan ekosistem untukpemenuhan kebutuhan subsisten (dasar)seperti bahan makanan, kayu, api, air, dankehidupan spiritual. Kedua, hubungan yangterkait dengan masyarakat penggunasumberdaya alam untuk melakukan kegiatanproduksi sehingga menghasilkan kelebihanproduksi (surplus). Surplus ini lalu dijual dipasar dalam upaya memperoleh pendapatan.Tingkat terakhir berkaitan dengan usahapenyediaan jasa lingkungan bagi kepentinganregional dan global (misalnya kualitas air,keanekaragaman hayati, dan penambatankarbon) yang saat ini merupakan fokussejumlah inisiatif baru. Strategi masyarakat,dengan makin tersedianya jasa ekosistem,harus terintegrasi ke dalam ketiga tingkatantersebut dan mampu mengurai setiaphambatan dalam setiap tingkatan.

Hubungan-hubungan yang terjadi padaTingkat 1 sangat penting karena berfokuspada kebutuhan dasar masyarakat pedesaan.Sebagian besar transaksi terjadi di dalammasyarakat. Sementara transaksi denganpihak luar dan pasar formal jarang terjadi.Penyediaan jasa ekosistem pada tingkatan initergantung pada hak akses dan kontrolterhadap sumberdaya alam dan sistempengelolaan yang diterapkan olehmasyarakat itu sendiri dalam memastikanketersediaan jasa yang dimaksud. Skemakompensasi yang kurang memahamihubungan-hubungan pada tingkat ini akangagal atau menimbulkan kerugian bagimasyarakat pedesaan.

Dalam Tingkat 2, penyediaan jasa ekosistemtergantung pada kemampuan strategiproduksi memasukkan berbagai atribut danjasa ekosistem ke dalam proses produksi. Jika

13

bentuk-bentuk produksi tradisional sudahmemasukkan segala atribut tersebut, makalangkah selanjutnya adalah membuat atributtersebut terlihat melalui pemasaran(marketing). Beberapa contoh yaitupertanian organik atau produk-produk yangbersahabat dengan keanekaragaman hayati(kopi naungan dan sertifikasi produksikehutanan berkelanjutan). Dalam kasus-kasus seperti ini, dibutuhkan sertifikasi,kesungguhan usaha pemasaran, pelatihan,dan dukungan teknis yang bersifat khusus.

Hubungan-hubungan yang terdapat padaTingkat 3 adalah yang paling kompleks. Ditingkat ini, pengakuan eksternal diperlukanbagi peran masyarakat dalam penyediaanjasa ekosistem yang dinikmati anggotamasyarakat lainnya. Tidak seperti padaTingkat 2, kompensasi jasa ekosistem tidakdikelompokkan ke dalam bentuk produkpremium. Yang penting, program ini didisaindan dilaksanakan dengan partisipasi masya-rakat pedesaan (penyedia) dan masyarakaturban atau global (konsumen). Kegagalanmenempatkan hubungan-hubungan Tingkat3 dalam konteks kedua tingkatan terdahuluakan menyebabkan semua yang diusahakantidak akan dapat terlaksana, bahkan dapatmengancam kehidupan masyarakat pedesaan.

KERANGKA BESARDALAM PENILAIAN DANKOMPENSASI JASAEKOSISTEM

Dari sudut pandang sosial dan ekologi,penilaian jasa ekosistem dalam kontekslanskap beragam merupakan pekerjaankompleks. Kerangka penilaian ekonomitradisional yang didasarkan pada pendekatanutilitarian tidak cukup mengakomodasiheterogenitas faktor yang saling berinteraksi(bio-fisik, sosial, dan kelembagaan) serta

ragam kepentingan dan investasi para pelakudalam pengelolaan sumberdaya alam.

Oleh karena itu, penting untuk menerapkankerangka penilaian jasa ekosistem yang lebihluas, terintegrasi, juga dekat dengan realitasdan konteks masyarakat. Sudah menjadi halbiasa bila ditemukan inisiatif dengan asumsibahwa pembayaran jasa ekosistem harusdalam bentuk uang, yang idealnyaditentukan melalui studi valuasi ekonomi.

Namun kenyataannya, dalam prosesnegosiasi dan pembuatan kesepakatan, aktoryang terlibat memilih skema kompensasiyang lebih efektif. Caranya denganmengkombinasikan komponen-komponenfinansial dan non-finansial, individual dankolektif, dan bahkan teritorial. Olehkarenanya diperlukan identifikasi jeniskompensasi yang paling tepat, paketmekanisme untuk memperkuat strategimasyarakat pada semua tingkatan, danmemastikan ketersediaan jasa ekosistem yangdiharapkan.

Contoh instrumen kompensasi4 adalah pajakdan subsidi, pembayaran transfer, pasar bagiproduk-produk dengan atribut ekosistem(label dan sertifikat), dukungan bagi strategimasyarakat untuk turisme pedesaan danekologis, dan pasar internasional bagi jasaekosistem. Sebagai tambahan, termasuk jugabantuan teknis, pembiayaan investasi, dandukungan pemasaran.

PERSPEKTIF LANSKAPYANG MENGHARGAIPERAN MANUSIA

Dalam perspektif konservasi tradisional,penekanannya adalah "menyiapkan ataumenyediakan" suatu kawasan alami denganmemperluas atau melindungi kawasan

14

4 Lebih detail tentang berbagai intrumen dan penerapannya dapat dilihat pada Graviria, D. (1997). Economic andFinancial Instruments for Sustainable Forestry in Columbia. Unasylva 188, 48:32-35; dan Merrifield, J (1996). AMarket Approach to Covering Biodiversity, Ecological Economics. 16:217-226.

lindung yang sudah ada dan menghu-bungkannya melalui suatu koridor biologi.Mekanisme kompensasi difokuskan padakegiatan konservasi hutan, termasukkegiatan-kegiatan yang mendukung regenera-si secara alami. Pendekatan ini tidak banyakberpotensi meningkatkan ketersediaan jasaekosistem dan mengentaskan kemiskinan.

Bila kita mengamati masyarakat pedesaandan wilayah tempat mereka mencaripenghidupan, kita akan dihadapkan padasuatu mosaik atau lanskap yang sangatkompeks, hasil kombinasi ekosistem alamidan antropogenik. Banyak analis dan ahlikonservasi meremehkan peran positif yangdimainkan manusia dalam mengelolaekosistem. Karenanya, praktek-praktekpemanfaatan lahan untuk memperkuatkehidupan dan meningkatkan ketersediaanjasa ekosistem yang berasal dariantropogenik tidak dipertimbangkan dandianggap berada di luar kerangka kebijakan.Ini merupakan permasalahan yang sangatserius. Terutama, bila perspektif seperti iniditerapkan di negara-negara yang angkakemiskinannya tinggi atau tidak memilikikebijakan khusus mengenai wilayahpedesaan. Bila manusia tidak dilibatkandalam melindungi ekosistem "alamiah" yangdianggap dalam kondisi kritis, makakesempatan untuk menerapkan pendekatanlebih komprehensif akan menjadi hilang. Inimerupakan satu-satunya jaminan agarekosistem "alamiah" dapat dilestarikan.

Perspektif lanskap memberikan lebih banyakharapan. Pandangan ini memungkinkan kitamemahami bahwa jasa ekosistem dihasilkandari dan terdapat dalam beragam praktekpemanfaatan lahan seperti hutan, lahanbasah, padang penggembalaan, berbagaijenis praktek pertanian, hutan sekunder, danpemukiman manusia. Kita juga akanmemahami bahwa interaksi berbagaikomponen mosaik beragam juga sangatpenting. Dengan fokus pada keseluruhanlanskap, kita juga akan dapat menghindariresiko keharusan mengutamakan jasatertentu secara terpisah-pisah. Contohnyadalam kasus monokultur yang dapatmembawa dampak negatif bagi ekosistem

dan menambah rentan kehidupan penduduklokal.

TINDAKAN BERSAMADAN MODAL SOSIAL

Modal sosial merujuk pada hubungankepercayaan, kebersamaan dan pertukaran,aturan dan norma bersama, keterkaitan, danjaringan di dalam masyarakatmemungkinkan setiap anggota masyarakatmelakukan aksi bersama dan mengamankansumberdaya penting yang lain (seperti aksespasar, sumber keuangan, pengetahuan).Dengan demikian, modal sosial bermanfaatsebagai faktor penting untuk mempengaruhidan menentukan bentuk keputusan dasar,termasuk juga pengaturan kelembagaan yangakan berpengaruh terhadap penggunaanlahan dan kehidupan masyarakat pedesaan.

Modal sosial merupakan elemen pentingdalam pengelolaan lanskap dan penyediaanjasa ekosistem. Dalam banyak kasus, wilayahyang dikelola melewati batas lahan suatukawasan atau lahan pertanian denganberagam pemangku kepentingan. Olehkarena itu, para pelaku dalam lanskaptersebut perlu berkoordinasi demi terlak-sananya praktek pengelolaan yang tepat.

Modal sosial juga berfungsi sebagai jembatanuntuk membangun unit-unit pengelolaanlebih besar sehingga memungkinkanpengintegrasian pengelolaan lanskapheterogen dengan melibatkan semua pihak.Dalam konteks seperti, aksi bersama yangdidefinisikan sebagai koordinasi kegiatan-kegiatan individual atau kelompok dalammencapai tujuan bersama menjadi sangatpenting.

Modal sosial dapat dimanfaatkan untukmeningkatkan keefektifan skema kompensasimelalui dua cara. Pertama, mendorongmunculnya kohesi internal dalam suatumasyarakat dengan memanfaatkan orga-nisasi dan sumberdaya internal dalam

15

mendiskusikan dan menyelesaikan konflik,membuat kesepakatan, dan menjalankanserta memonitor aksi. Kedua, modal sosialdapat memperkuat kapasitas masyarakatdalam bernegosiasi dengan pihak luar untukmemperoleh dukungan dan sumberdaya yangakan dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat.

MEMPERLUAS HAKMASYARAKATPEDESAAN

Bentuk dan besarnya pemanfaatansumberdaya alam, termasuk prioritas jasaekosistem, sangat ditentukan olehpengaturan hak kepemilikan yang berlaku.

Skema kompensasi tradisional mencobamembatasi akses dan hak guna denganmaksud memfasilitasi ketersediaan jasaekosistem. Sebaliknya, inisiatif-inisiatif yangmuncul belakangan berusaha memperluashak. Perubahan ini merefleksikan tumbuhnyapemahaman bahwa memperluas hakmasyarakat akan dapat memastikanketersediaan jasa ekosistem karena dapatmenjadikan para pemegang hak gunamenjadi mitra yang tertarik menyediakanjasa ekosistem. Lebih jauh lagi, perluasan hakdianggap sebagai cara yang efektif untukmewujudkan program pengentasankemiskinan karena aset diberikan kepadamasyarakat miskin. Hal ini akan dapatmemperkuat strategi kehidupan mereka.

Dalam rangka perluasan hak masyarakat,diperlukan suatu perspektif luas tentang hak.Perspektif ini jauh melampaui kategorikonvensional: kepemilikan pribadi, negara,dan komunal. Skema konseptual mengenaihak kepemilikan yang dikelompokkanmenjadi hak akses, hak mengambil produk,hak pengelolaan, hak eksklusi and alienasi.Hal ini merupakan kerangka penting dalammengeksplorasi hubungannya denganpengelolaan ekosistem dan kehidupan.

Hak akses meliputi hak operasional untukmemasuki suatu kawasan yang sudahditentukan dan menikmati keuntungan non-ekstraktif, terutama kegiatan rekreatif. Hakmengambil produk memberikan hak untukmengekstraksi berbagai produk tertentu darikawasan yang dimaksud.

Dengan mengikuti urutan-urutan ini, dapatdikatakan bahwa hak mengelola meliputihak memasuki, hak mengambil produk, danmenentukan pola penggunaan sumberdaya.Bagi mereka yang memiliki hak khusus yaitumenentukan yang berhak memperoleh aksesdan mengambil sumberdaya, maka disebutpemegang hak eksklusi. Akhirnya, merekayang memegang hak untuk mentransfersumberdaya disebut pemegang hak alienasi.

Dalam hampir semua situasi, banyak jenishak kepemilikan dipegang oleh sejumlahpihak yang berbeda. Bila masyarakat miskinpedesaan tidak perlu memiliki hak alienasi −seperti dalam skema kepemilikan pribadi −untuk bisa mendapatkan keuntungan, makamereka memerlukan hak akses danmengambil produk. Minimal, merekamendapatkan sebagian hak mengelola.

PERAN NEGARA,LEMBAGA DONORINTERNASIONAL DANORGANISASIPENDUKUNG

Negara memainkan peran yang sangatmenentukan dalam pengembangan skemakompensasi jasa ekosistem. Peran tersebutdapat diterapkan dalam berbagai cara. Untukmemastikan keadilan, negara memegangperan mendasar yaitu memperluas danmelindungi hak akses, hak guna, dan hakkontrol yang dimiliki masyarakat pedesaan.Dalam kapasitasnya sebagai pembuatkeputusan, negara dapat berfokus padamasyarakat dan kawasan pedesaan, juga

16

memprioritaskan strategi berbasis masya-rakat dalam penyediaan jasa ekosistem.

Negara juga berperan menentukan bentukpasar jasa ekosistem dan pedoman skemakompensasi. Jika aturan mekanisme kompen-sasi tidak mempertimbangkan masyarakatmiskin pedesaan, maka masyarakat miskintidak akan memperoleh keuntungan. Bisajadi, akan timbul ketidakadilan yang lebihparah. Proses pembuatan peraturan seringdipengaruhi oleh pihak yang memilikikekuasaan besar, maka negara perlumemperkuat partisipasi masyarakat pedesaandalam proses pembuatan aturan.

Lembaga donor internasional juga berperanpenting dalam pengembangan skemakompensasi. Mereka memainkan peranpositif bila mendukung penguatan modalsosial dan landasan negosiasi yangmemungkinkan munculnya partisipasi efektifdalam menentukan strategi kompensasi,mekanisme, dan aturannya. Tidak tepatnyaintervensi donor, termasuk memaksakanpelaksanaan mandat, prioritas, atau jadwalwaktu yang sudah ditentukan terlebih dahuludapat menciptakan kesulitan yang nantinyaharus dipecahkan oleh masyarakat.

Skema kompensasi sangat kompleks, baikdisain maupun implementasinya, sehinggamemerlukan perantara dan dukunganlembaga-lembaga yang dapat memberikanbantuan, seperti pelatihan teknis, sertifikasi,penglolaan dana, dan akses pasar. Lembaga-lembaga tersebut dapat berperan di tingkatlokal, nasional, dan pada akhirnya tingkatinternasional.

Di sisi lain, keberadaan organisasipendukung dapat pula membawa dampaknegatif. Rantai panjang perantara dapatmengurangi keuntungan yang mungkinditerima produsen dan masyarakat. Konflikdapat muncul bila perantara dan masyarakatmengadopsi pendekatan strategi dan

mekanisme kompensasi yang berbeda-beda.Maka dari itu, organisasi pendukung harusmenghormati agenda, prioritas, perhatian,dan nilai-nilai masyarakat. Mereka harusbekerja sama dengan pemain lokal, mene-rapkan transparansi dalam tawar-menawaryang mereka lakukan, dan menghormatikeputusan masyarakat dalam kaitannyadengan pengelolaan sumberdaya alam.

KESIMPULAN

Memberikan kompensasi kepada merekayang berjasa dan memfasilitasi ketersediaanjasa ekosistem akan mendorong rehabilitasiekosistem. Dengan demikian, ketersediaanjasa ekosistem akan terjamin dan pada saatyang sama akan menstimulasi peningkatanpenghidupan masyarakat pedesaan. Namun,kompensasi jasa ekosistem bukan obatmujarab bagi penanggulangan kemiskinanpedesaan dan degradasi ekosistem. Strategikompensasi harus dilihat sebagai bagian dariusaha menciptakan keanekaragaman strategidalam meningkatkan kehidupan masyarakat.Dengan demikian, strategi kompensasi dapatmenjadi nilai tambah bagi strategi-strategiyang ada.

Konsep kompensasi jasa ekosistem dapatmenimbulkan pengaruh katalisasi melaluiproses-prosesnya. Sebagai contoh,kompensasi dapat mengkatalisasi usaha-usaha penduduk lokal dalam menerapkanpraktek produksi dan pengelolaanberkelanjutan. Kompensasi dapat pulamemfasilitasi dialog tentang kebijakan untukmenghargai peran penting penduduk lokaldan petani dalam pengembangan lanskapberkesinambungan. Melalui hal tersebut,kompensasi dapat memberikan kontribusidalam pengembangan kerangka kebijakanpenanganan berbagai tantangan kawasanpedesaan, pertanian, ekosistem dan sosialbudaya dengan cara yang lebihkomprehensif.

17

ECOSYSTEM SERVICES AND

COMMUNITIES

From a functional viewpoint, the MilleniumEcosystem Assessment (MEA)1 classifiesecosystem services as follows:

Provisioning services: Food, naturalmedicines and pharmaceuticals, geneticresources, fuel wood, fiber, water, minerals,etc.

Regulating services: Air quality maintenance,climate regulation, water regulation, erosioncontrol, water purification, waste treatment,human disease control, biological control,risk mitigation, etc.

Cultural services: Cultural diversity andidentity, religious and spiritual values,knowledge (traditional and formal),inspiration, aesthetic values, social relations,heritage values, recreation, etc.

Supporting services: Primary production,soil formation, oxygen production, soilretention, pollination, habitat provision,nutrient cycling, etc. Such services maintainconditions for life and are necessary forgenerating other ecosystem services.

The type of ecosystem services sought bydifferent communities and their extent ofdependency may vary. Certain ecosystemsservices such as edible nuts and roots, fuel-wood production and moderation of extremeweather events are particularly important tothe livelihoods and security of the poor. Somecommunities may attribute a relative highvalue to the religious and spiritual servicesprovided by ecosystems. Communities thusperceive the condition of a given ecosystem inrelation to its ability to provide the desiredservices. Nonetheless, while some sections ofhuman society may be temporarily protectedagainst environmental immediacies by socialorganization, culture and technology −ultimately, all humans are fully dependent onthe flow of ecosystem services.

From an economic perspective, manyecosystem services have traditionally beenconsidered “positive externalities” orexternal benefits from production andmanagement decisions. From thatperspective, the development of markets forecosystem services, or more generally, the useof market-based instruments, are attempts to“internalize” or “monetize” such benefitsinto the economic sphere. The expectedoutcome is that valuable ecosystems can bemaintained or restored, thus guaranteeing themaintenance or increased flow of ecosystemservices.

18

COMPENSATION FOR ECOSYSTEM SERVICES

AND RURAL COMMUNITIES: LESSONS FROM THE AMERICAS

Herman Rosa, Susan Kandel and Leopoldo Dimas

1 For details on the MEA framework, see Joseph Alcamo et al 2003. Ecosystems and human well being: a frameworkfor assessment / Millenium Ecosystem Assessment. Island Press, Washington D.C. This report is also available fordownload at http://www.milleniumassessment.org

While most rural communities are engaged inmarkets, and “monetizing” the ecosystemservices they help in providing could createnew streams of income for them, acommunity perspective on ecosystem servicesand its compensation requires a broaderframework. The following discussionidentifies critical elements for such aframework. In the following section, multipleperspectives on the need for, and possiblebenefits that may accrue from compensationschemes for ecosystem services are presented.The subsequent section argues that poor ruralcommunities need to be the focus of suchschemes. The section on case studies presentsthe lessons learned from initiatives in variouscountries of the Americas related to the ideaof compensating for ecosystem services. Thepaper concludes with a discussion on keyissues that need to be considered tostrengthen community-based strategies forecosystem services and its compensation.

PERSPECTIVES ON ECOSYSTEM

SERVICES AND ITS

COMPENSATION

Multiple perspectives argue for the need topay or compensate those who facilitate theprovision of ecosystem services:

• First, payments for ecosystem servicesprograms (PES) can serve as a financialinstrument for undertaking traditionalconservation efforts.

• Second, some PES programs address theincreased need to ensure global ecosystemservices such as carbon sequestration tomitigate climate change. Here, rather thanprotecting specific ecosystems, the usualgoal is to find the lowest-cost option toobtain a specific service − carbonsequestration in this case.

• Third, some compensation schemes forecosystem services seek to increase thesupply of ecosystem services of local orregional interest, such as regulation ofwater flows and ensuring its quality.

• Fourth, compensations for ecosystemservices can be used to strengthen rurallivelihoods and attribute value to rurallandscapes with their diversity of practicesand ecosystems.

Although the foregoing perspectives do notexclude each other, their emphases areimportant. The traditional approach toconservation of excluding local communitiesfrom ecosystems has often alienatedindigenous and peasant communities andcompromised their livelihood options,thereby exacerbating their poverty.Moreover, illegal and unsustainableutilization of the resource often continuedthereby undermining conservation objectives.In contrast, a conservation perspective thatvalues local communities' knowledge andpractices can lead to a sustainable provisionof environmental services, while expandingcommunities´ rights and opportunities, thusimproving their living conditions.

Looking for the lowest cost option, as inmany carbon sequestration initiatives, canhave negative ecosystem and social impacts ifit promotes the simplification of ecosystemsand economic efficiency over equity. On theother hand, in many water-related initiatives,to ensure service provision, it is necessary todeal with diverse land uses and multiplestakeholders. In that context, complexnegotiated compensation schemes tend toemerge to promote ecosystem restorationwhile benefiting downstream consumers aswell as the producers themselves.

In a community perspective that values localcommunities' knowledge and practices, andaims to expand their access and usufructrights, these steps can lead to positiveoutcomes in terms of poverty alleviation andimproved ecosystem management. Theprocess of setting up the compensationschemes as per this perspective tends to bemore complex and so far this has not beenthe dominant perspective.

19

WHY FOCUS ON POOR RURAL

COMMUNITIES?

The first argument for compensatingindigenous and peasant communities for theirrole in facilitating the provision of ecosystemservices is purely a pragmatic one. Manyareas that contain ecosystems of interest toconservation and ecosystem servicesprovision are inhabited, managed and usedby these communities and it is not alwayspossible to permanently exclude them.Furthermore, in many places around theworld, communities’ struggles to expandtheir access rights and their control overnatural resources are being settled in theirfavor. It is therefore necessary to developcompensation schemes that include themfully. Moreover, certain ecosystem servicessuch as the genetic diversity of speciesessential for food, medicines and other uses,can be lost if the traditional knowledgesystems and management practices ofcommunities that reproduce such services arenot maintained.

The second argument for compensating thepoor for facilitating the delivery of ecosystemservices is based on equity considerations.Conservation schemes that do not fullyintegrate the social objective of directlybenefiting rural communities with theenvironmental objective of guaranteeing theprovision of ecosystem services can turn intoinstruments of exclusion. By separating theobjective to protect and conserve naturalresources from the objective to strengthenrural livelihood strategies, environmentalgoals may be met, but at a high social cost. Incontrast, compensation strategies that are

planned and implemented from theperspective of rural, indigenous and peasantcommunities can contribute to strengtheningtheir livelihoods and to improvedmanagement of rural spaces.

CASE STUDIES FROMTHE AMERICAS

In the Americas, there are several examples ofinitiatives based on the idea of compensatingor paying for ecosystem services.2 Theseinitiatives have been shaped by their nationaland local contexts and the interests of thedifferent stakeholders.

Costa Rica stands out in the hemisphere withits institutionalized state-driven nationalsystem of payment for ecosystem services.Mexico is unique in terms of the high level ofaccess to and control over natural resourcesenjoyed by peasant and indigenouscommunities. In contrast, in Brazil, access toand control over resources by peasant andindigenous communities is uneven andrestricted.

El Salvador, with limited natural areas, forcesus to consider the role of agro-ecosystemsand the importance of restoring degradedlandscapes. The experience withcompensation in the Delaware/Catskillwatersheds of New York State demonstratesthe importance of negotiation processes indefining compensation schemes that respondto local needs.

20

2 The report on Mexico was written by John Burstein (Coordinator), Gonzalo Chapela y Mendoza, Jazmín Aguilar,Emilienne de León, Adalberto Vargas, Luisa Paré, Héctor Marcelli, Matha Miranda and Francisco Chapela. The reporton Brazil was prepared by Rubens Harry Born (Coordinator), Sergio Talocchi, Adalberto Veríssimo, Salo VinocurCoslosky, Ramón Arigoni Ortiz, Yann Le Boulluec Alves, Ronaldo Seroa da Motta, Clarissa Riccio de Carvalho,Jasylene Pena de Abreu and Muriel Saragoussi. The report on Costa Rica was written by María Antonieta Camacho(Coordinator), Olman Segura Bonilla, Virginia Reyes Gatiens and Miriam Miranda Quirós. The report on El Salvadorwas prepared by Doribel Herrador (Coordinator), Leopoldo Dimas, Ernesto Méndez, Nelson Cuéllar, Oscar Díaz andMargarita García. The report on New York was written by Ryan Isakson. These reports are available atwww.prisma.org.sv

LESSONS FROM COSTA RICA

An official program of PES in Costa Ricabegan in 1996 after amendments were madeto the National Forestry Law (Law 7575).This program grew out of prior experiencewith direct subsidies for the forestry sector.While the scheme is primarily funded frominternal resources (the tax on fossil fuels), itemphasizes global ecosystem services such asbiodiversity and carbon sequestration.

The PES program focuses on tree-based landuse systems. Originally four categories ofland use were eligible for payments on a perhectare basis: forest protection, forestmanagement, reforestation, and treeplantations. Between 1997 and 2002,314,472 ha were incorporated into theprogram and total payments reachedUS$80.5 million.

This program however had limited success inensuring the broad participation of small-scale farmers and indigenous communities.Owing to an emphasis on forestry-basedconservation, a requirement that participantshave clear property titles, and complicatedbureaucratic procedures that resulted in hightransaction costs, it was mostly large andmedium-sized property owners who were themain beneficiaries under the PES program.Internal criticism and pressure fromindigenous and small-scale producerorganizations who felt excluded from theofficial PES program led to an effort tomodify the program and make it moreinclusive. However, the conflicting positionsof entrenched stakeholders and poorrepresentation by small-scale producersserved to limit the reforms. As a result, thePES scheme instituted by the 1996 ForestryLaw remains in effect. Nevertheless, theparticipation of indigenous communities hasincreased slightly and agro-forestry systemsfinally became eligible through executivedecrees in 2002. Actual payments foragroforestry systems - on a US$ 0.60 per treebasis - began in 2003. Nonetheless,participation continues to be limited in thePES program.

Alongside the official PES program, localinitiatives have been more appealing to small-scale producers. The local initiatives tend tofocus on services such as protecting waterresources for human consumption, improvedlandscapes, and electricity generation.Relative to the national program, theseinitiatives use more flexible eligibility criteria.Although small-scale producers thatparticipate in such initiatives consider PESlargely unprofitable, except for large-scaleproducers, they put a high value in the localbenefits (improved water and landscapes)and the benefits of the technical assistanceassociated with the payment schemes, as thispermits the diversification of production andentry into new markets.

The Costa Rican experience, seen from theperspective of poor rural communities, offersthe following lessons:

• It is critical to have broad and genuineparticipation in the early stages ofinstitutionalizing compensation schemes.This ensures their long-term legitimacy andsustainability. An accelerated institut-ionalization of compensation schemes,without adequately including the interestsof small producers and indigenouscommunities, generates barriers to entryfor these actors that are difficult toovercome later on. This highlights the needfor strong and representative organizationsof small producers and indigenouscommunities. Such groups are critical toensuring wider participation that will resultin truly inclusive schemes. The conflictingvisions at the local level regarding naturalresource use pose challenges toimplementing compensation schemes andneed careful negotiations.

• In order to make compensation forecosystem services schemes attractive tosmall-scale producers, it is important toadopt a broad conceptualization ofecosystem services and compensationschemes. Programs need to be linked moredirectly to a variety of productive activitiesand practices (agroforestry, agrotourism,ecotourism, non-timber products,sustainable agriculture etc). This serves to

21

improve, diversify and strengthen thelivelihood strategies of rural communities.In this context, it is important to designappropriate eligibility criteria andoperational rules for the compensationschemes, since they to a large extentdetermine the capacity for inclusion.

• Incorporating local-level perspectives,priorities and visions empowers localcommunities and promotes participatorymanagement. When local communities areable to exercise greater control overresource utilization decisions, their socialcapital also increases.

LESSONS FROM MEXICO

Rural and indigenous communities in Mexicohave access to and control over half of theland and 80% of the country's forests. Thisample access to the resource base hasstimulated community-based initiatives inbiodiversity protection, carbon sequestration,ecotourism and environmentally friendlyproduction.

In Chiapas, more than 300 individual farmersare participants in the Scolel Té project, apilot project to sequester carbon. They haveagreed to plant trees to sequester carbon on aportion of their land - typically one hectareout of their individual four to five hectareparcels - in exchange for direct payments.The International Automobile Federationpurchased the first 5500 tons of carbon tooffset its annual emissions. While thepayments represent minimal additionalincome, there are other associated incentives,namely, the potential to penetrate thesustainable timber market and integratecarbon sequestration into other agriculturalinitiatives such as organic coffee productionand other agro-ecological initiatives. Whilethe participating farmers have shown theability to come together to manage resources,in some cases, conflicts have also arisenbetween them and the rest of the community.

In Oaxaca, UZACHI (Union of Zapotec-Chinantec communities) began as amovement to regain control over forestutilization on community lands. Currently,the lands are being managed under a forestmanagement and land use plan whereindiverse land use practices are being carriedout in designated zones. The differentactivities are integrated through participatoryresource planning and management tools thatspecify areas for family subsistence farming(wheat and corn); income generation(timber); and the areas for the protection ofbiological diversity, soils, and water. In aneffort to develop ecosystem services,UZACHI focused on biodiversity and carbonsequestration activities. UZACHI hasdiversified their crops to include mushrooms,orchids and other ornamental plants. A“bioprospecting” contract was also signedwith Novartis, a multinational phar-maceutical company, to assess the feasibilityof developing drugs from local medicinalplants. In the area of carbon sequestration,UZACHI together with other indigenouscommunities and supporting NGOs, drew upa proposal for fixing 836,000 tons of carbonover 30 years through silviculture andagrosilviculture systems that would stabilizethe agricultural frontier and increase forestcover.

There are several examples of ecotourisminitiatives in Mexico. In Mazunte, a localcommunity association manages a shorefrontconcession that supports a significant turtlepopulation. Seven years since its inception,Mazunte had 400 beds, 12 restaurants, asmall hotel, 30 beach-front businesses andfour taxis. Most of the population derived itslivelihood from tourism. However, thissuccess led to a level of utilization thatexceeded the carrying capacity of theecosystem. In Ventanilla, in addition torehabilitating and reforesting areas affectedby Hurricane Pauline (1997), the habitats ofseveral bird species and crocodiles wereimproved with an eye to increasingecotourism revenues. Similarly, the Selva delMarinero project offers tours within aprotected area to nearly 500 visitors a year,

22

primarily from Mexico City. The currentaverage annual earnings (US $35) arehowever modest, and represent only about 10days of work.

Overall, ecotourism appears to be anattractive alternative for many ruralcommunities. The various existing projects,however, show mixed results, both in socialand ecological terms. The success of theMazunte project led to a degradation of thevery resource that sustains it. The Ventanillaand Selva del Marinero projects on the otherhand managed to preserve the land-scape to agreater extent, however their economicviability is questionable.

The various community-based Mexicaninitiatives provide important lessons:

• When broad access to the resource base isguaranteed, organizational capacitybecomes the determining factor thatdictates the outcome of any compensationfor ecosystem services initiative.Organizational capacity is crucial fornegotiating agreements, complying withnorms, managing conflicts, dealing withexternal actors, and applying resourcemanagement strategies at a scale that canguarantee provision of ecosystem services.

• Existing production practices provide themost convenient starting point forsupplying ecosystem services to the market.Suitable strategies include diversification(the case of farmers who expanded theiragro-forestry activities to include carbonsequestration activities), or by means ofmarketing ecosystem services associatedwith existing crops (the case ofbiodiversity-friendly shade-grown coffee).Furthermore, it is useful to combinemarkets for ecosystem services with fairtrade markets or solidarity marketsassociated with peasants and indigenouspeople.

• It is necessary to develop participatoryresource planning and management toolsat different scales: from the plot or farmlevel up to the landscape level where it may

be necessary to reconcile different andoften conflicting land uses.

• The economic potential of ecotourism isbest harnessed by integrating otherproduction strategies (handicrafts, non-timber forest products, organic products,etc.) so as to increase incomes. However,the question of desirable level of use fromthe standpoint of ecological carryingcapacity needs to be carefully resolved.

• Strategic associations between commun-ities or peasant organizations andintermediary organizations are crucial.Peasant and indigenous communities relyheavily on the support of NGOs that assistwith research, technical assistance,certification, seeking financial support,promotion and commercialization.

LESSONS FROM BRAZIL

Compared to Mexico, indigenous andpeasant communities in Brazil have lowerand less secure access to natural resources. InBrazil, most conservation efforts havefollowed the traditional model of creatingprotected areas and excluding localcommunities from such areas.

In Vale do Ribeira in the State of São Pauloand Paraná, concern for preserving the MataAtlántica coastal forest has resulted in morethan 50% of the area being designated underprotection of some kind. Consequently, thishas imposed severe restrictions on thelivelihoods of rural communities in theregion. Nevertheless, in an attempt tosurvive, they continue to engage in extractionactivities through illegal channels. Thecurrent form of “protection” is thereforeneither benefiting the environment nor therural communities. In this context,compensation schemes for ecosystem servicesmay be a suitable vehicle for deliveringecosystem services while strengthening locallivelihoods. Several compensationmechanisms are currently being employed inthe Vale do Ribeira region, some of which ifsuitably modified, may address this need.

23

The ICMS tax is perhaps the most wellknown instrument. Each state allocates aportion of the revenues from sales taxproceeds to municipalities which in somecases are in proportion to the municipal areaprotected as state protected areas. Thisallocation has been labeled the EcologicalICMS. In 2001, Vale do Ribeira, the poorestregion of the State of Sao Paulo, received37% of the ecological ICMS collected in thatState. Nevertheless, the concernedmunicipalities considered the compensationto be insufficient relative to the livelihoodsthat were lost due to the creation of the stateparks, and associated social-economicupheaval. Barra do Turvo, a municipalitythat was particularly affected went as far asasking the governor to suspend the ecologicalICMS quota (R$150,000 per month which isequivalent to USD 52,000) and instead allowsmall farmers to use degraded areas of thepark.

Deriving income from agro-extractiveactivities is critical to the livelihoods of manycommunities in Brazil. The concept of“extractive reserves” aims to reverse theearlier trend of restricting access and usufructrights of the forest communities. Thesereserves help to expand the access enjoyed bypopulations living within these protectedareas by formally recognizing their usufructrights (e.g. the right to extract rubber andother non-timber products). For example, inthe State of Acre, under the Chico MendesLaw, for every kg of rubber collected, a sumof R$0.60 is paid to the rubber tapperassociations in recognition of their role asforest stewards who facilitate the provision ofecosystem services. Channeling the paymentsthrough the associations has also served toincrease the social capital of thesecommunities by enhancing their ability toorganize themselves, solve common problemsand negotiate with external agents (e.g.government, rubber buyers, bankinginstitutions and suppliers of consumergoods).

Even within national parks, there areexamples of involving local communities inresource planning. A case in point is Jaú

National Park - a World Heritage Site andBrazil's second largest national park. Despitea law that forbids human settlements withinnational parks, over 930 individuals engagedin subsistence activities live in Jaú. Thiscommunity played an important role in theparticipatory planning process used todevelop a management plan for the park.They participated in meetings, contributed toresource-use mapping exercises and wereinvolved in technical meetings to define parkzones and programs. Completed in 1998, themanagement plan was the first participatoryplan for a Brazilian national park.Nevertheless, the legal status of the landswithin the park used by local communitieshas yet to be defined. One solution would beto reclassify the land and establish anextractive reserve or an ecological-culturalreserve in an area of the park, at this wouldguarantee the traditional rights ofcommunities. This could also pave the wayfor introducing compensation for ecosystemservices. For example, communities could becompensated for providing traditionalknowledge on aspects of biodiversity that canaid in park management. Currently, the parkmanagers are concerned that this knowledgewould be lost if the communities arerelocated far away.

The experiences in Brazil provide importantlesson as follows:

• A traditional conservation focus, andincentive mechanisms that support suchconservation schemes, can have negativeimpacts on communities that are heavilydependent on the natural resource base.

• It is crucial to integrate ecosystemobjectives with social and equity objectivesin the design and implementation ofcompensation schemes. The focus shouldbe on expanding access and usufruct rights,and strengthening the productive activitiesof communities that preserve or enhanceecosystem services provision. This canstrengthen livelihoods while guaranteeingthe flow of ecosystem services.

• Public discussion and decisions on rights,responsibilities, procedures and rules and

24

close scrutiny of compensation schemescan prevent perverse effects and help inachieving equitable results.

LESSONS FROM EL SALVADOR

El Salvador with an area of just over 20,000km2 provides an interesting case study interms of access to the resource base by therural poor, predominance of human-dominated landscapes, social organizationand influence of traditional conservationdiscourses. El Salvador's economy is drivenby remittances from abroad that promoteaccelerated urbanization processes, whileagricultural activities collapse in rural areas.During the eighties and early nineties one-fifth of the territory was redistributed,thereby broadening rural community accessto the resource base. The potential of thisgreater access has not been realized, due to acrisis in the agricultural sector and anunfavorable policy environment.

Given that so-called “natural” areas are quitesmall and exist within landscapes dominatedby agro-ecosystems (e.g. essential food basicgrains on degraded hillsides andpasturelands, shade-coffee on rich volcanicsoils etc.), one would expect that the idea ofachieving synergies among production,conservation and ecosystem restorationwould have enthusiastic public support. Andthat this support would translate intocompensation schemes that involve smallproducers and are focused on ecosystemservices that are of local relevance.

Paradoxically, most programs includingdonor supported government initiatives haveprioritized large producers over smallproducers and have focused on ecosystemservices that are of global relevance. A case inpoint is the GEF-World Bank funded “Coffeeand Biodiversity” project (1998-2001) thatsought to conserve biodiversity on shade-grown coffee plantations. Through thecertification of “biodiversity-friendly coffee”the project expected that producers would beable to realize price premiums on alternative

coffee markets as a compensation for theecosystem services provided. However, theselection criteria that were employedincluding certification and ecological datacollection requirements meant that theproject ended up working almost exclusivelywith medium and large size farms. Yet, smallfarms (under 7 ha), not only represent 80%of individual farms, but are also morecomplex agro-ecosystems than larger farms.Small farms, as mixed production systems,provide, besides coffee, a variety of goods -fruit, firewood, medicinal plants and forage -buffering households from the volatileinternational coffee market.

The second issue related to the type ofecosystem service that was emphasized.While donor projects and high profileregional initiatives such as the MesoamericanBiological Corridor focus on globalecosystem services, it is hydrological servicesthat command the greatest interest within thecountry. The loss of capacity to regulatehydrological flows is associated withdroughts, flooding, water supply problemsand reduced hydroelectric power generatingcapacities.

It is in this context that local initiatives areemerging that seek to involve small-scalefarmers. In keeping with the emphasis onlocal priorities, most of these initiatives arefocused on water resources management atmultiple scales. An example of one suchinitiative is the action taken by theEnvironmental Committee of Chalatenango(CACH) which demanded that the SanSalvador Metropolitan Region compensatethe province of Chalatenango in the upper-Lempa river watershed for various water-related services (hydroelectric energy, andmaintenance of water quality). In addition,CACH is also exploring the ecotourismpotential of the region. At the micro-regionallevel, the “Mancomunidad La Montañona,”an association of seven municipalities in theprovince of Chalatenango, is developing aterritorial resource management strategywhere ecosystem services play a strategic roleboth in terms of providing new economicalternatives (e.g. ecotourism) and improving

25

water resource management. There are alsosmall scale initiatives, as in the NGO-drivenscheme in the municipality of San FranciscoMenendez, where poor local communitiespay a surcharge in their water bills to coverthe salary of a warden in the neighboring ElImposible National Park.

The experiences in El Salvador provideseveral lessons:

• It is important to see beyond the forest andtranscend traditional conservation andagriculture perspectives to recognize thatimproved practices in agro-ecosystems canenhance the supply of ecosystem serviceswhile strengthening livelihoods.Recognizing and valuing the role of ruralcommunities in providing ecosystemservices assumes an institutional and policyframework that furthers the inclusivemanagement of anthropogenic landscapes,rural areas and the agricultural sector. Allof this goes well beyond the scope oftraditional policies, both in agriculture andin conservation.

• Strong social organization is crucial.Managing heterogeneous and fragmentedlandscapes for ecosystem services requireeffective collective action that in turndemands strong, local negotiatingprocesses. Social organization is alsoessential for the negotiation ofcompensation schemes, their rules, and toguarantee an equitable distribution ofbenefits.

• Genuine participation in defining policiesand rules. Pre-conceived schemes may be oflittle relevance to local realities or turn outto be inequitable. Through broad andgenuine participation, local realities andinitiatives that attempt to integrateenvironmental objectives in productionand local development strategies can exertgreater influence in public policy-makingtowards rural areas and in the definition ofthe orientation and rules of compensationschemes.

LESSONS FROM NEW YORK

New York City's (NYC) water supply systemprovides its 7.4 million residents−along withsome 1.5 million visitors, migrant workers,and residents of neighboring communities−with 1.4 billion gallons of water per day. Thewater is obtained from three watersheds:Delaware, Catskill, and Croton, with theformer two providing about 90% of theCity's water supply.

In 1989, the United States EnvironmentalProtection Agency (EPA) through its SurfaceWater Treatment Rule required the filtrationof public water obtained from surfacesources, unless stringent public health criteriawere met and an approved watershedmanagement strategy was put in place. Theestimated cost of a filtration system for theCatskill/Delaware systems was estimated atUS$ 6 billion with another $200-$300million required annually for operation andmaintenance costs.

Faced with such costs, the NYC Departmentof Environmental Protection in 1990 tried toimpose new land use regulations that wouldhave severely limited agriculturalopportunities and rural livelihoods in thewatershed areas. The proposed regulationswere met with resounding opposition fromthe rural communities living in thewatershed. They particularly resented theimplication that farmers were poor stewardsof the land, given that low-density agriculturepresents the least danger to water qualityrelative to other land uses prevalent in theregion (e.g. commercial real estatedevelopment). The struggle to impose newland use regulations was resolved throughintense negotiations lasting several years thatinvolved numerous stakeholders. The Cityaccepted agriculture as the preferred land usefor the watershed, while the farmers assumedcommitments to transform their practiceswith support from the City, to guarantee asupply of clean water.

26

The 1997 watershed management strategythat formalized this outcome includesdifferent initiatives to support farmers'efforts to improve the quality of the watersupply. The centerpiece of the strategy is theWatershed Agricultural Program (WAP), avoluntary and locally administered programwhereby City funds are used to implementenvironmentally friendly practices onwatershed farms. Each participating farmerreceives technical assistance to develop aWhole Farm Plan, which is a comprehensivestrategy for controlling potential sources ofpollution on the farm, through bestmanagement practices. NYC covers all costsassociated with the implementation of thesebest practices, which often include technicaland managerial assistance, new farmingequipment, and infrastructure improvementsto their agricultural operations.

The participating farmers are also eligible forother components of this compensationpackage, which includes: a ConservationReserve Enhancement Program that paysfarmers to remove streamside lands fromagricultural production; a Whole FarmEasement Program that compensates farmerswho demonstrate a long-term commitment tosustainable agriculture by forgoingdevelopment rights to their land; a NaturalResources Viability Program that helps todevelop markets for the products of water-shed farmers; and, a Catskill Family FarmsCooperative that taps niche markets forvegetables and other produce cultivated inthe area. This cooperative provides capitalequipment and an organizational structurefor farmers to achieve economies of scale andmarket power. While the WAP mainly targetslarger farms that are focused on livestockoperations, a Small Farms Programs modeledalong the lines of the WAP was also initiated.This experience provides important lessons:

• A direct payment mechanism does notnecessarily represent the most favorableform of compensation or the mostappropriate. Instead, it is often better toconsider a broad package ofcompensations with different components

including training, financial assistance andmarketing support.

• Multi-stakeholder negotiations areessential to harmonize landscape visionsand to establish appropriate compensationschemes. Negotiation processes can alsoenhance social capital as was the case in theCatskills. The negotiation and consequentagreement enhanced the social capital ofthe watershed farmers. Increased farmerparticipation in the Watershed AgriculturalCouncil facilitated social cooperation andhelped forge a common identity. Thefarmers have been formally recognized asgood stewards of the land. They now havea voice in determining how the watershedsare managed and in how rules areinterpreted.

• The State can play multiple roles in thedesign and implementation processesrelated to compensating for ecosystemservices. In this case, the EPA served as thecatalyst, while the state and localgovernments stepped in to defend theinterest of their respective constituencies.New York State played the crucial role ofmediating among the competing interestsof stakeholders and ultimately, producing amutually beneficial arrangement.

STRENGTHENINGCOMMUNITYSTRATEGIES FORECOSYSTEM SERVICES

It is clearly evident from the above discussionthat there are significant differences amongthe case studies in terms of the naturalresources being managed, social capital of thecommunities, property rights regimes, andthe compensation schemes that wereimplemented. Given such different contexts,it would be simplistic to borrow a successfulcompensation scheme from one context andapply it to another and expect it to workwell. Nevertheless, lessons that have broad

27

relevance can be derived from the differentexperiences. Based on the preceding analysis,we offer a set of enabling conditions that webelieve are necessary, but not alwayssufficient, for promoting compensationschemes that address the twin objectives ofimproving ecosystem management andstrengthening rural livelihoods.

INTEGRATE RELATIONSHIPS AT

MULTIPLE LEVELS BETWEEN

COMMUNITIES AND

ECOSYSTEMS

The relationships between rural communitiesand the ecosystems they manage can beorganized into three levels. The most directrelationship involves managing ecosystems to

provide subsistence needs such as food, fire-wood, water and spiritual well-being (Level1). The next set of relationships relates tocommunities utilizing natural resources toengage in productive activities so as togenerate a surplus which can be traded inexisting markets to provide income (Level 2).The final level (Level 3) relates tomanagement practices related the provisionof ecosystem services of regional or globalinterest (e.g. water quality, biodiversity,carbon sequestration) which are now thefocus of new initiatives which aim to providecompensation for these services. Communitystrategies for the enhanced provision ofecosystem services should integrate across thethree levels and enable the overcoming ofhurdles at each level.

Relationships within Level 1 are crucial asthey are focused on the subsistence needs ofthe rural community. Most of the

28

transactions are within the community andtransactions with outside actors and formalmarkets rarely occur. Provision of ecosystemservices at this level are dependent on accessrights and control over natural resources, andthe management systems established bycommunities themselves to ensure thecontinued flow of these services.Compensation schemes that do notadequately understand Level 1 relationshipsmay either fail or be detrimental to ruralcommunities.

Within level 2, provision of ecosystemservices is dependent on the extent to whichproduction strategies incorporate variousecosystem attributes or services into theproduction processes. If traditional forms ofproduction already incorporate thoseattributes, then impetus should be on makingthese attributes explicit through marketing.Examples include organic farming orbiodiversity-friendly products such as shade-grown coffee, certified sustainable forestry,etc. In these cases, the need is forcertification, major marketing efforts,training, and specialized technical assistance.

The relationships within Level 3 are the mostcomplex. Here, external recognition is soughtfor the role of rural communities in providingecosystem services that benefit othermembers of society. At this level, unlike Level2, compensation for services is not bundledinto a product in the form of a premium.Instead, the challenge is to design andimplement an appropriate compensationprogram in which the rural communities(providers) and the urban or globalcommunities (consumers) can participate. Afailure to place Level 3 relationships withinthe context of the earlier two levels can makethe entire effort unviable or turn into a threatfor the welfare of rural communities.

A BROAD FRAMEWORK FOR

VALUING AND COMPENSATING

FOR ECOSYSTEM SERVICES

Valuation of ecosystem services in the contextof heterogeneous landscapes, from a socialand ecological point of view, is a complextask. The traditional economic valuationframework based on the utilitarian approachdoes not adequately accommodate theheterogeneity of interacting factors(biophysical, social, institutional, etc.) anddiversity of actors' interests and stake in thenatural resources.

Therefore, it is necessary to apply broader,integrated frameworks of ecosystem servicesvaluation that is more representative of thereality of community circumstances andcontexts. It is quite common to encounterinitiatives that assume that compensation forecosystem services must have a monetaryform, ideally determined through economicvaluation studies. In practice, however,negotiation and consensus-building processesamong all interested and involved actorsleads to more effective compensation schemesthat may combine financial and non-financial, individual and collective, or eventerritorial components. Accordingly, itrequires identifying the most appropriatetypes of compensation and mechanismpackage to strengthen community strategiesat all levels, while at the same time ensuringthe provision of the ecosystem services ofinterest.

Examples of compensation instruments4

include: taxes and subsidies, transferpayments, markets for products withecosystem attributes (labels and certificates),support for community strategies for rural orecological tourism, international markets forecosystem services, etc. In addition, technicalassistance, financing of investments,

29

4 For details on various instruments and their use see Gaviria, D. (1997). Economic and Financial Instruments forSustainable Forestry in Colombia. Unasylva 188, 48:32-35; and Merrifield, J (1996). A Market Approach toConserving Biodiversity, Ecological Economics. 16:217-226.

marketing support, may also be included incompensation packages.

A LANDSCAPE PERSPECTIVE

THAT VALUES HUMAN ACTION

According to the traditional conservationperspective, emphasis is laid on “settingaside” large tracts of natural areas byenlarging or buffering existing protectedareas and connecting them through biologicalcorridors. The compensation mechanisms arefocused on forest conservation activitiesincluding those that foster naturalregeneration. This approach has limitedpotential for increasing the availability ofecosystem services while alleviating poverty.

When we turn our sights toward ruralcommunities and the rural spaces where theyseek their livelihoods, we find complexmosaics − or landscapes − that combinenatural and anthropogenic ecosystems. Manyanalysts and conservationists underestimateand devalue the positive role that humansplay in managing ecosystems. In this way,land use practices that could strengthenlivelihoods and improve the supply ofecosystem services originating fromanthropogenic ecosystems are discounted andremain outside of the policy frameworks.This is a serious issue, especially when such aperspective is applied in countries with highrural poverty and absent or inadequatepolicies for rural spaces. In attempting toexclude humans to protect “natural”ecosystems that are viewed as endangered,the opportunity to apply a morecomprehensive approach − which is the onlyguarantee that the “natural” components canbe preserved − is lost.

The landscape perspective offers much morepromise. It enables us to recognize thatecosystem services are generated and

distributed throughout a great variety of landuses − forests, wetlands, pastures, differenttypes of farming practices, perturbed woodedareas, human settlements, etc. − and that theinteractions among the varied components ofthe mosaic are also important. By focusing onthe entire landscape, we can also avoid therisks of focusing on isolated services, whichjust like the case of monocultures, can havenegative ecosystem impacts and increase thevulnerability of local communities.

COLLECTIVE ACTION AND

SOCIAL CAPITAL

Social capital5 refers to the relations of trust,reciprocity and exchange, common rules andnorms, connectedness and networks of acommunity that enable them to undertakecollective action and secure other importantresources (market access, financial resources,knowledge, etc.). As such, social capitalserves as the underpinning for influencingand shaping basic decisions and institutionalarrangements that affect natural resource useand the livelihoods of rural communities.

Social capital constitutes a critical element forlandscape management and ecosystemservices provision, because in many cases thearea to be managed exceeds the specificparcel of land or farm. Therefore, the actorspresent in the landscape need to coordinatetheir efforts to ensure appropriatemanagement. Social capital also serves as abridge to building larger management units,thus allowing for the integrated managementof heterogeneous landscapes with multipleactors. It is in this context that collectiveaction defined − as the coordination ofindividual or group activities in pursuit of acommon interest − becomes important.

Social capital can be leveraged to improve theeffectiveness of compensation schemes in two

30

5 An excellent discussion on social capital is provided in Pretty, Jules and Hugh, Ward (2001). Social Capital and theEnvironment. World Development, Vol. 29, No.2, pp 209-227.

ways. First, it fosters internal cohesion withina community by using internal organizationand resources to discuss, resolve conflicts,reach consensus, and implement and monitoractions. Second, it strengthens thecommunity’s capacity to negotiate withexternal actors in order to receive supportand resources that advance community goals.

EXPAND THE RIGHTS OF

RURAL COMMUNITIES

The nature and extent of utilization ofnatural resources including the prioritizing ofecosystem services is to a large degree,determined by the property rights regimeemployed.

Traditional conservation schemes havesought to restrict access and usufruct rights,in an attempt to foster the provision ofecosystem services. In contrast, some recentinitiatives have sought to expand rights. Thischange reflects the growing recognition thatexpanding the rights of communities canbetter ensure ecosystem services provisionthan restricting access, since it turnsusufructuaries into partners interested inensuring the provision of such services.Furthermore, the expansion of rights isconsidered to be an effective way ofadvancing poverty reduction objectives,because it puts assets into the hands of thepoor, strengthening their livelihoodstrategies.

In attempting to expand the rights ofcommunities, a broad perspective on theserights is needed, one that goes beyondconventional categories of private, state orcommunal property. The common-propertyrights conceptual scheme6 that categorizesproperty rights into rights of access,withdrawal, management, exclusion andalienation, provides a valuable framework

for exploring the relationships betweenproperty rights, ecosystem management andlivelihoods.

Access rights include the operational right toenter into defined areas and enjoy non-extractive benefits, chiefly recreationactivities. Withdrawal rights give in additionto the above, the right to extract specifiedproducts from the area. Following this logicalprogression, management rights include therights to enter, extract products, anddetermine the patterns of resource use. Thosewho additionally have the right to determinewho can have access and extract resources,hold the exclusion rights. Finally, those whohave the right to transfer the resource possessalienation rights. In most situations, thevarious property rights are divided among avariety of agents. While poor ruralcommunities do not need to possessalienation rights − as in private propertyschemes − in order to reap a benefit, they dorequire access and withdrawal rights and, atleast, partial management rights.

THE ROLE OF THE STATE,INTERNATIONAL DONOR

AGENCIES AND SUPPORT

ORGANIZATIONS

The State plays a decisive role in thedevelopment of compensation schemes forecosystem services and its influence is playedout in multiple ways. To ensure equity, theState can play a fundamental role inexpanding and defending the ruralcommunities’ rights to access, use and controlof natural resources. The state in its policymaking capacity can focus on ruralcommunities and rural spaces, and prioritizecommunity-based strategies for provision ofecosystem services. The State also shapes themarket for ecosystem services and sets the

31

6 Schlager, Edella and Ostrom, Elinor (1992). Property rights and regimes and natural resources: A conceptual analysis.Land Economics, 68: 249-262.

guidelines for compensation schemes. Ifcompensation mechanism rules do not favorpoor rural communities, these communitiescan be excluded from the benefits and greaterinequity would be the end result. Since therule-making process is often influenced by themore powerful actors, the State needs tostrengthen the participation of ruralcommunities in rulemaking processes.

International donor agencies also play acritical role in the development ofcompensation schemes. Donor agencies playa positive role when they support thestrengthening of social capital andnegotiating platforms which enable aneffective participation of rural communitiesin defining compensation strategies, themechanisms and ground rules. Inappropriatedonor interventions including the foisting ofpreconceived mandates, priorities andtimeframes instead of facilitating processes,can actually impede communityappropriation and turn into another hurdleto be overcome by communities.

Due to the complexity of compensationschemes, their design and implementationrequire the presence of intermediaries andsupport organizations that can providetechnical assistance and training,certification, funds management and marketaccess. These organizations have a role toplay at the local, national, and at timesinternational level.

Nevertheless, support organizations can havea negative influence. A large chain ofintermediaries can reduce the benefitsreceived by producers and communities.Conflicts can arise when intermediaries andcommunities adopt differing approaches tocompensation strategies and associatedmechanisms. It is essential that supportorganizations respect communities’ agendas,priorities, concerns, and values. They shouldwork collaboratively with local actors,employ transparency in their dealings, andrespect community decisions regarding themanagement of natural resources.

CONCLUDING REMARKS

Compensating those who facilitate theprovision of ecosystem these services withtheir actions − can spur the rehabilitation ofecosystems thereby increasing the availabilityof ecosystem services, while simultaneouslystrengthening rural livelihoods.Compensation for ecosystem services ishowever not a panacea for combating ruralpoverty and ecosystem degradation.Compensation strategies should be part of awider strategy that seeks to diversify existingcommunity livelihood strategies. In that waythey can add value to existing livelihoodstrategies.

The notion of compensating for ecosystemservices can also have a catalyzing effectthrough the processes it sets in motion. Forinstance, it can catalyze efforts by localcommunities to introduce more sustainableproduction and management practices. It canalso facilitate a policy dialogue with regard tothe crucial role played by rural indigenousand peasant communities in the sustainabledevelopment of rural landscapes. In this way,it can contribute to the development of policyframeworks that address rural, agricultural,ecosystem and socio-cultural challenges in amore comprehensive way.

32

33