commit to user - digilib.uns.ac.id/uji...asiklik, yaitu skualen. triterpenoid adalah senyawa tanpa...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sirsak (Annona muricata L.)
Tanaman ini berasal dari wilayah Amerika yang beriklim tropis,
terutama Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman ini menyebar luas ke Asia di
antaranya Thailand, Malaysia, dan Indonesia (Verheij dan Coronel, 1997).
Tanaman sirsak berbuah sepanjang tahun (Fredika, 2002).
Di Indonesia tanaman sirsak menyebar dan tumbuh baik mulai dari
dataran rendah beriklim kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000
meter dari permukaan laut. Penyebaran hampir merata dibuktikan dengan
adanya nama-nama daerah yang berbeda-beda untuk tanaman sirsak (Radi,
1998).
a. Klasifikasi
Tanaman sirsak (A. muricata L.) termasuk tanaman tahunan dengan
klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Family : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L. (Tjitrosoepomo, 1991)
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Gambar 1. Tanaman Sirsak (A. muricata L.) (LIPI, 2011).
b. Definisi
Pohon memiliki model troll, ketinggian mencapai 8-10 meter, dan
diameter batang 10-30 cm. Daun berbentuk bulat telur terbalik, berwarna
hijau muda sampai hijau tua, ujung daun meruncing, pinggiran rata, dan
permukaan daun mengkilap. Bunga tunggal (flos simplex) dalam satu bunga
terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. Bunga
keluar dari ketiak daun, cabang, ranting, atau pohon. bunga umumnya
sempurna, tetapi terkadang hanya bunga jantan dan bunga betina saja dalam
satu pohon (Radi, 1998).
Buah sejati berganda (agregate fruit) yakni buah yang berasal dari
satu bunga dengan banyak bakal buah tetapi membentuk satu buah, buah
memiliki duri sisik halus. Biji berwarna coklat agak kehitaman dan keras,
berujung tumpul, permukaan halus. Jumlah biji dalam satu buah bervariasi,
berkisar antara 20-70 butir biji normal, sedangkan yang tidak normal
berwarna putih kecoklatan dan tidak berisi (Radi, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
c. Kandungan senyawa aktif
Daun A. muricata L. mengandung berbagai senyawa aktif yang
berpotensi sebagai senyawa antikanker yaitu terdiri dari alkaloid, flavonoid,
triterpenoid/steroid, dan asetogenin (Lisdawati, 2007).
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987). Ada tiga pereaksi
yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk mendeteksi alkaloid
sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat,
dan pereaksi Dragendorff (Robinson and Turner, 1995).
2. Flavonoid
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada
tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun
dalam bunga. Beberapa fungsi flavonoid pada tumbuhan ialah pengatur
tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta kerja
terhadap serangga (Robinson and Turner, 1995).
3. Steroid/Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
asiklik, yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk
kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak
digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4
pekat) yang kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru.
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren (Harborne, 1987) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur dasar steroid dan sistem penomorannya (Harborne, 1987).
4. Asetogenin
Acetogenin pada Annonaceae adalah senyawa poliketida dengan
struktur C-34 atau C-37 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada
gugus 2-propanol pada C-2 untuk membentuk suatu lakton (Zuhud, 2011).
Bioaktivitas acetogenin beragam sebagai antikanker, imunosupresif,
pestisida, antiprotozoa, dan antimikroba. Acetogenin menghambat produksi
ATP pada membran dinding mitokondria, sehingga produksi energi di dalam
sel kanker pun berhenti dan akhirnya sel kanker mati. Menurut Yang et al,
(2010), acetogenin sangat potensial untuk menghambat oksidasi NADH dari
membran plasma sel kanker, penghambatan menghasilkan suatu penurunan
tingkat ATP yang menyebabkannya tertahan dalam siklus sel pada fase G1,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dan kemudian menginduksi apoptosis. Struktur kimia dari asetogenin dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia dari acetogenin Annonaceae (Yang et al., 2010).
Menurut Waechter et al. (1997), acetogenin sangat selektif, hanya
menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP. Senyawa ini tak
menyerang sel-sel lain yang normal di dalam tubuh, mengganggu peredaran
sel kanker dengan cara mengurangi jumlah ATP.
2. Kanker
Kanker ialah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan
mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostatis lainnya pada
organisme multiseluler. Kanker ditandai oleh perubahan fundamental dalam
biologi sel, khususnya nukleus, dan ciri ini ditransmisikan dari sel ke sel
melalui generasi-generasi lanjutnya secara tak terbatas. Sel yang demikian
memiliki derajat pertumbuhan yang mandiri yang lebih besar daripada yang
dimiliki oleh sel asalnya (Ganiswara dkk., 1995).
Penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit
kardiovaskular. Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun
jumlah penderita kanker di dunia berjumlah 625 juta orang dan dalam waktu 10
tahun diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker, dua
pertiga penderita kanker di dunia berada di negara yang berkembang (Lodish et
al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Menurut Maliya (2004) sel kanker timbul dari sel normal tubuh kita
sendiri yang mengalami transformasi menjadi ganas, karena adanya mutasi
spontan atau induksi karsinogen. Kejadian dan jenis penyakit kanker erat
hubungannya dengan berbagai faktor antara lain adalah jenis kelamin, usia, ras,
dan paparan terhadap beberapa zat yang bersifat karsinogenik. Karsinogenik
adalah sifat mengendap dan merusak yang menyebabkan penyakit kanker
(Katzung, 1992).
Karsinogenesis adalah suatu proses terjadinya kanker melalui
mekanisme multi tahap yang menunjukkan perubahan genetik dan
menyebabkan transformasi progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas)
(Hanahan and Weinberg, 2000). Perubahan basa DNA atau bisa disebut
sebagai mutasi merupakan perubahan selular mendasar yang menyebabkan
terjadinya kanker. Kanker tidak berasal dari mutasi tunggal, namun dibutuhkan
akumulasi dan beberapa mutasi (3 sampai 20 mutasi) dalam kasinogenesis
(Lodish et al., 2000).
3. Kanker Serviks
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker kedua yang
sering terjadi pada perempuan di seluruh dunia. Pada tahun 2002, setengah juta
kasus dari kanker serviks dilaporkan dan terdapat lebih dari seperempat juta
yang meninggal dari penyakit ini (Parkin et al., 2005). Kanker serviks adalah
keganasan yang terjadi pada leher rahim. Kanker laher rahim adalah tumor
ganas yang tumbuh di daerah leher rahim (serviks), yaitu suatu daerah pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang
terletak antara uterus dan vagina (Mamik, 2000).
Kanker serviks terbentuk sangat perlahan dimulai beberapa sel berubah
dari normal menjadi sel-sel pra-kanker dan kemudian menjadi sel kanker. Ini
dapat terjadi bertahun-tahun, tapi kadang-kadang terjadi lebih cepat. Perubahan
ini sering disebut displasia. Mereka dapat ditemukan dengan tes Pap Smear
dan dapat diobati untuk mencegah terjadinya kanker (Walboomers et al.,
1999). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90%
dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju ke dalam rahim.
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi onkogenik jenis Human
Papilloma Virus (HPV) (Bosch et al., 2002). Meskipun vaksin untuk mencegah
infeksi HPV onkogenik sekarang tersedia, akan memakan waktu bertahun-
tahun untuk mengenali pengaruhnya terhadap morbiditas kanker serviks
(Goldie et al., 2004; Prayitno, 2006).
4. Human Papilloma Virus (HPV)
Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus DNA-circular dengan
genom 7800-8000 pasang basa. HPV ada lebih dari 70 jenis yang tidak dapat
diidentifikasi secara serologis, tetapi dengan hibridisasi DNA dan PCR-
spesifik primer dapat teridentifikasi (Prayitno dkk., 2005).
Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa HPV tipe 16, 18, 31,
dan 45 terdapat pada 80% kasus kanker serviks (Novel et al., 2010). Beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tipe HPV resiko tinggi secara signifikan ditemukan di daerah tertentu.
(Tambunan dkk., 2007).
Genom virus ini terdiri dari the early region (E) yang mengkode
protein yang berperan pada replikasi genom, mengontrol transkripsi dan
replikasi serta transformasi sel. The late region (L) berisi L-genes yang
mengkode protein capsid. Definisi tipe HPV yang terbaru tidak lebih dari
90% terlihat adanya homologi pada sequence DNA E6, E7 dan L1. Protein
E6 (onco-protein) high-risk HPV (tipe 16 dan 18) mempunyai peran dalam
proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor supressor gene-
p53 (Prayitno dkk., 2005).
HPV berdiameter sekitar 55 nm dan mengandung genom yang cukup
besar (BM 5 x 106 berbanding 3 x 106). HPV berbentuk bulat seperti terlihat
pada Gambar 4 (Prayitno dkk., 2005).
Gambar 4. Morfologi Human Papilloma Virus (Prayitno dkk., 2005)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
5. Sel HeLa
Sel HeLa adalah cell line yang immortal, sel ini tidak dapat mati
karena tua dan dapat membelah secara tidak terbatas selama memenuhi
kondisi dasar bagi sel untuk tetap hidup masih ada (Rahbari et al., 2009;
Capes et al., 2010; Watts, 2010). Sel ini merupakan continuous cell line yang
tumbuh sebagai sel yang semi melekat. Cell line ini berasal dari sel-sel
kanker serviks yang diambil dari Henrietta Lacks yang meninggal karena
kanker pada tahun 1951. Awalnya, cell line ini dinamai “Helen Lane” untuk
menjaga nama Lacks (Patel et al., 2009). Sel ini cukup aman dan merupakan
sel manusia yang umum digunakan untuk kepentingan kultur sel.
Sel kanker leher rahim (sel HeLa) terjadi akibat infeksi Human
Papilloma Virus (HPV 18) sehingga mempunyai sifat yang berbeda dengan
sel leher rahim normal. Sel kanker leher rahim yang diinfeksi HPV diketahui
mengekspresikan 2 onkogen, yaitu E6 dan E7. Protein tersebut menekan
fungsi p53 dan p105Rb. Kedua gen tersebut secara normal berfungsi
mengontrol sinyal jalur yang mengatur siklus sel serta memonitor dan
melindungi integritas keseluruhan genom (Parhardian dkk., 2004). Kedua
onkogen tersebut merupakan protein yang dapat menghambat ekspresi gen
p53 sebagai gen penekan kanker. Pada peristiwa ini onkogen lebih tinggi
jumlahnya dibandingkan p53 sehingga proliferasi sel kanker menjadi tidak
terkendali (Prayitno, 2006; Goodwin and DiMaio, 2000). Gen p53 merupakan
salah satu gen penekan terjadinya tumor. Gen p53 merupakan “penjaga
gawang” stabilitas genomic yang berperan dalam siklus regulasi DNA,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
apoptosis dan kontrol proliferasi sel (Cernochova et al., 2004; Baran et al.,
2005).
6. Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel fisiologis yang memainkan
peran penting dalam pertumbuhan, homeostasis, dan kekebalan tubuh hewan
multisel. Terdapat keseimbangan antara mekanisma pro-apoptosis dan anti-
apoptosis yang menentukan apakah sinyal kematian sel dapat mengaktifkan
pelaksanaan program apoptosis. Dalam keseimbangan ini, protein pro-
apoptosis mempromosikan apoptosis dan anti-apoptosis yang menghambat
apoptosis, sebagai anggota dari protein anti-apoptosis (Wei et al., 2008).
Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur jumlah sel yang
dibutuhkan di dalam tubuh, yang mana semuanya fungsional dan menempati
tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila telah melewati masa hidupnya,
sel-sel normal (nonkanker) akan mati dengan sendirinya tanpa ada efek
peradangan (inflamasi). Apoptosis dapat diamati pada kenampakan
mikroskopis, antara lain berupa pengkerutan sel, kerusakan pada plasma
membran dan adanya kondensasi kromatin (Darma dkk., 2008).
Apoptosis akan menghasilkan apoptotic bodies yang terdiri dari
fragmen sisa-sisa sel, yang akan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial di
sekitarnya. Regulasi apoptosis adalah untuk mempertahankan homeostasis
normal, menjaga keseimbangan proliferasi dan kematian sel di dalam organ
multiseluler. Salah satu fungsi apoptosis adalah mencegah kanker dengan
cara mengeliminasi sel-sel kanker. Pada hampir semua proses kematian sel,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
signal cascade terjadi melalui bantuan senyawa oksigen reaktif sebagai
molekul pembawa isyarat (messenger) (Silalahi, 2006). Tahap-tahap
apoptosis sel kanker dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahap-tahap apoptosis sel kanker (Silalahi, 2006)
Apoptosis dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu :
a. Tahap inisiasi
Selama fase inisiasi yang heterogen, sel menerima stimulus yang
menginduksi kematian, kehilangan faktor-faktor yang menunjang ketahanan
hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme dan terjadi pengikatan reseptor
yang meneruskan sinyal kematian, misalnya pengikatan Fas/FasL (Fas
Ligand), TNF/TNFR (Tumor Necrosis Factor/ Tumor Necrosis Factor
Receptor) dan lain-lain. Reaksi kimia yang berperan dalam fase inisiasi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sangat heterogen bergantung pada seberapa lethal stimulus yang diterima.
Tahap inisiasi tergantung pada death-inducing signal untuk mengaktifkan
proapototic signal transductioncascade. Signal yang menginduksi apoptosis
antara lain reactive oxygenspecies (ROS), nitrogen intermediate dan
Ca2+(Reed, 1997).
b. Tahap efektor
Pada tahap ini, proses inisiasi dilanjutkan dengan reaksi metabolik
dengan pola yang lebih teratur, dan sel mengambil keputusan atau komitmen
untuk apoptosis (Reed, 1997).
c. Tahap degradasi
Pada fase degradasi atau fase eksekusi, terjadi peningkatan berbagai
aktivitas, termasuk peningkatan aktivasi enzim-enzim katabolik dan produksi
reactive oxygen species (ROS). Pada fase ini terjadi perubahan morfologi dan
biokimiawi sel, di antaranya fragmentasi DNA, serta degradasi berbagai jenis
protein (Reed, 1997).
7. Siklus Sel
Siklus sel adalah proses duplikasi secara akurat untuk menghasilkan
jumlah DNA kromosom yang cukup banyak dan untuk menghasilkan dua sel
anakan yang identik secara genetik. Proses ini berlangsung terus-menerus dan
berulang (siklik). Siklus sel secara normal terbagi dalam empat fase, yaitu
G1, S, G2, M dan diselingi dengan fase istirahat, yaitu G0 (De Vita et al.,
1997). Fase awal dimulai dengan G1, pada fase ini sel mulai mempersiapkan
untuk melakukan sintesis DNA dan juga melakukan biosintesis RNA dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
protein, dilanjutkan dengan fase S, dimana pada fase ini terjadi replikasi
DNA. Pada akhir fase ini sel telah berisi DNA ganda dan kromosom telah
mengalami replikasi (David and Shivdasani, 2001; McDonald and Ford,
1997).
Setelah fase S berakhir sel masuk dalam fase pramitosis (G2) dengan
ciri sel berbentuk tetraploid, mengandung DNA dua kali lebih banyak dari
pada fase lain dan masih berlangsung sintesis RNA dan protein. Sewaktu
mitosis berlangsung (Fase M) sintesis protein dan RNA berkurang secara
tiba-tiba dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel memasuki fase
istirahat (G0) (De Vita et al., 1997). Fase-fase dalam siklus sel secara umum
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Siklus Sel (Campbell et al., 2004)
Perubahan dari satu fase ke fase berikutnya pada siklus sel diatur
beberapa checkpoint (terdapat pada masing-masing fase). Kontrol checkpoint
berfungsi untuk memastikan bahwa kromosom utuh dan tahap-tahap kritis
siklus sel telah sempurna sebelum memasuki tahap selanjutnya (Livingstone
and Shivdasani, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Pada kanker terjadi perubahan pengaturan siklus sel. Selama
perkembangan sel kanker biasanya mempengaruhi ekspresi protein-protein
pengatur siklus sel. Pada sel kanker juga terjadi ketidakmampuan kontrol
checkpoint, mengakibatkan respon menyimpang terhadap adanya kerusakan
seluler. Ketidakmampuan kontrol checkpoint menyebabkan inisiasi fase S
atau mitosis tetap berlangsung meskipun ada kerusakan seluler dan
ketidakstabilan genetik yang selanjutnya menimbulkan clone maligna (De
Vita et al.,1997; Mc Donald and Ford, 1997).
8. Sitotoksik
Uji sitotoksik merupakan salah satu pengembangan metode untuk
memprediksi keberadaan senyawa yang bersifat toksik pada sel. Sitotoksik
adalah sifat toksis atau beracun yang dimiliki oleh suatu senyawa tertentu
terhadap sel hidup. Uji sitotoksik adalah suatu uji secara in vitro dilakukan
menggunakan kultur sel dalam mengevaluasi keamanan suatu obat, makanan,
kosmetika, maupun bahan-bahan kimia lainnya. Pengujian ini selain
menggunakan kultur sel juga uji farmakokinetika in vitro untuk
mengembangkan obat-obat dan mengamati toksisitas akut maupun kronik
(Freshney, 1986).
Salah satu metode uji sitotoksik adalah MTT Assay. Prinsip dari
metode MTT Assay adalah adanya pemecahan garam tetrazolium MTT
(3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) oleh sistem enzim
reduktase suksinat tetrazolium yang terdapat di dalam mitokondria sel hidup
sehingga terbentuklah kristal formazan berwarna ungu. Intensitas warna ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
selanjutnya dapat dibaca dengan ELISA Reader. Sel yang masih hidup berarti
masih aktif melakukan aktivitas metabolisme sehingga adanya MTT pada
lingkungannya akan segera dipecah oleh enzim reduktase suksinat
tetrazolium yang terdapat di dalam mitokondria sel tersebut membentuk
kristal formazan berwarna ungu (Amalia, 2008).
Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan nilai Lethal
Concentration (LC50). Median LC50 adalah konsentrasi yang menyebabkan
kematian sebanyak 50% dari uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan
perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50-48 jam,
LC50-96 jam. Nilai LC50 menunjukkan potensi senyawa sebagai sitotoksik.
Apabila besar harga LC50 < 30µm/ml, maka senyawa bersifat sitotoksik
(Djajanegara dan Wahyudi, 2009).
9. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Senyawa aktif yang terkandung dalam suatu tumbuhan yang sering
dimanfaatkan sebagai agen terapi kanker dapat diperoleh melalui beberapa
metode pemisahan. Salah satunya adalah dengan metode partisi dan fraksinasi
untuk memperoleh senyawa spesifik yang potensinya paling besar terhadap
penghambatan proliferasi sel kanker (Nursid dkk., 2006).
Identifikasi senyawa hasil pemisahan sering digunakan metode KLT
(Kromatografi Lapis Tipis). Metode ini memiliki prinsip yaitu pemisahan
senyawa berdasarkan tingkat polaritasnya. KLT merupakan cara kromatografi
cair-padat yang terdiri dari dua fase, yaitu fase diam (padat) dan fase gerak
(cair). Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
permukaan penyerap. Penyerap yang paling umum digunakan adalah silika
gel (asam silika), alumina (alumunium oksida), kieselguhr (tanah diatome),
dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap yang paling banyak digunakan
dalam KLT dan bersifat sedikit asam. Pemilihan fase gerak bergantung pada
sifat dari senyawa yang dipisahkan. Interaksi antara zat terlarut-fase gerak
atau zat terlarut-penyerap akan ditentukan oleh jumlah dan sifat gugus
fungsional dalam zat telarut (Gritter dkk., 1991).
Sampel ditotolkan pada suatu lapisan tipis penyerap (fase diam)
dengan penyangga kaca, plastik, atau lempeng logam. Kemudian fase diam
diletakkan pada bejana yang berisi pelarut dalam jumlah sedikit sebagai fase
gerak. Pelarut bergerak naik melewati fase diam melalui aksi kapilaritas
dengan membawa komponen dengan kecepatan yang berbeda. Kecepatan dari
setiap komponen bergantung pada interaksinya dengan fase diam. Komponen
yang bergerak lambat atau hanya berjarak pendek terikat lebih kuat pada
lapisan penyerap. Sedangkan komponen yang bergerak cepat atau berjarak
jauh, memiliki afinitas kecil terhadap fase diam dan kelarutan lebih besar
dalam fase gerak (Rossaria, 2007). Senyawa yang dipisahkan akan terelusi
oleh pelarut yang digunakan sebagai fase gerak sehingga dapat diidentifikasi
golongannya (Bogoriani dkk., 2007).
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf (Retardation factor)
yang berguna untuk mengidentifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni
dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Penentuan nilai Rf
adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Rf =
Nilai ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa
kromatogram dalam kondisi konstan dan hasilnya sama jika diulang pada
senyawa yang sama dan kondisi yang sama. Harga Rf suatu senyawa setiap
elusi tergantung pada mutu dan sifat tetap, lapisan adsorbsi, jumlah senyawa
yang ditotolkan, suhu ruangan, serta derajat kejenuhan bejana. Angka Rf
berjarak antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal
(Rossaria, 2007).
B. Kerangka Pemikiran
Kanker serviks yang menyerang pada serviks uterus wanita adalah kanker
yang paling sering ditemukan terutama di negara-negara berkembang dan
sekaligus merupakan penyebab kematian pada perempuan di dunia pada
umumnya. Kanker leher rahim (serviks) terjadi karena adanya infeksi virus yang
dikenal dengan Human Papiloma Virus (HPV) (Yohanes, 2008; Prayitno dkk.,
2005; Prayitno, 2006). Di Indonesia kanker serviks ini menduduki peringkat
pertama diantara jenis kanker lainnya (Badan Registrasi Kanker, 1998).
Pengobatan secara medis pada kanker memerlukan biaya yang tinggi.
Salah satunya adalah obat-obat kemoterapi yang hanya bertahan pada stadium
awal, tetapi tidak akan bertahan pada stadium lanjut. Selain itu, pengobatan
menggunakan obat-obat kemoterapi lebih banyak menimbulkan efek samping
bagi penderita kanker tersebut. Oleh karena itu, telah banyak dikembangkan obat-
obat antikanker yang berasal dari bahan-bahan alam yang aman bagi tubuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Salah satu bahan alam yang dikembangkan sebagai agen antikanker adalah
daun sirsak (A. muricata L.). Menurut Rieser et al. (1996), daun sirsak
membunuh sel-sel kanker usus besar hingga 10.000 kali lebih kuat dibanding
adriamycin dan kemoterapi. Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa daun
sirsak tersebut memiliki sifat sitotoksik terhadap penghambatan aktivitas
pertumbuhan sel kanker.
Berdasarkan data di atas, maka akan dilakukan uji sitotoksisitas ekstrak
daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel HeLa yang diturunkan dari kanker
serviks. Penelitian diawali dengan ekstraksi, diuji sitotoksik terhadap sel HeLa
untuk mengetahui ekstrak teraktif dilanjutkan fraksinasi ekstrak teraktif,
kemudian dengan uji sitotoksisitas hasil fraksinasi terhadap kultur sel HeLa,
setelah itu menentukan nilai LC50, dan dilakukan penentuan golongan senyawa
kimia ekstrak teraktif dan fraksi teraktif terhadap sel HeLa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar 7. Bagan alur kerangka pemikiran
Kanker serviks merupakan penyebab kematian wanita pada umumnya (Badan Registrasi Kanker, 1998)
Pengobatan kemoterapi banyak menimbulkan efek samping bagi penderita
Bahan alam sebagai obat
Daun sirsak (A. muricata L.) berpotensi sebagai antikanker (Hai Jun dan Xiang, 2008)
Menentukan nilai LC50
Pembuatan ekstrak daun sirsak (A. muricata L.) dengan perkolasi
Uji sitotoksisitas Sel HeLa dengan metode MTT-Assay
Fraksi Teraktif
Pemisahan kandungan ekstrak teraktif daun sirsak (A. muricata L.) dengan fraksinasi
Ekstrak teraktif
Menentukan nilai LC50
Penentuan golongan senyawa kimia
Uji sitotoksisitas Sel HeLa dengan metode MTT-Assay
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
C. Hipotesis
1. Fraksi daun sirsak (A. muricata L.) diduga memiliki efek sitotoksik terhadap
kultur sel HeLa sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel kanker tersebut.
2. Apabila nilai LC50 dari fraksi daun sirsak (A. muricata L.) adalah < 30 µg/ml
yang dihitung dengan analisis probit, maka fraksi tersebut bersifat sitotoksik
dan berpotensi sebagai antikanker.
3. Fraksi teraktif dari daun sirsak (A. muricata L.) diduga mengandung senyawa
kimia yang berpotensi sebagai senyawa antikanker.