coal ii genesa batubara

64
supandi.ver 1- 2011 | 1 BATUBARA – GENESA BATUBARA STTNAS Yogyakar ta BAB 2 GENESA BATUBARA 1. Pembentukan Batubara Ada dua hal penting yang harus diketahui untuk memahami proses pembentukan endapan batubara yaitu: a) Lingkungan pengendapan yang memungkinkan proses pembentukan batubara b) Tahapan dan proses yang berlangsung dan menyertai proses pembentukan batubara yang dimulai penguiraian tanaman hingga menjadi endapan batubara. Berikut ini akan dibahas teori yang mendukung proses pembentukan batubara berdasar teori tumpukan lempeng. 2.1 Tumbukan Lempeng (Kerak Bumi) dan Kaitannya dengan Pembentukan Cekungan Pengendapan Batubara di Indonesia Bumi merupakan suatu lapisan padat yaitu kerak atau lempeng bumi yang menyelimuti sebuah benda cair panas. Suatu massa panas yang selalu bergejolak, dan adanya rotasi bumi menghasilkan energi yang luar biasa. Pengaruh energi ini dirasakan sampai ke kerak bumi bagian atas. Hal ini ditandai dengan munculnya pergerakan, pergeseran, tumbukan dan pemekaran kerak (lempeng) samudra. Di Indonesia terdapat beberapa lokasi tumbukan lempeng yaitu di sebelah barat, dan selatan Indonesia, serta di

Upload: ayubpasomba

Post on 29-Dec-2015

138 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

pdf

TRANSCRIPT

Page 1: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 | 1

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

BAB 2 GENESA BATUBARA

1. Pembentukan Batubara

Ada dua hal penting yang harus diketahui untuk memahami proses pembentukan

endapan batubara yaitu:

a) Lingkungan pengendapan yang memungkinkan proses pembentukan batubara

b) Tahapan dan proses yang berlangsung dan menyertai proses pembentukan

batubara yang dimulai penguiraian tanaman hingga menjadi endapan batubara.

Berikut ini akan dibahas teori yang mendukung proses pembentukan batubara

berdasar teori tumpukan lempeng.

2.1 Tumbukan Lempeng (Kerak Bumi) dan Kaitannya dengan Pembentukan

Cekungan Pengendapan Batubara di Indonesia

Bumi merupakan suatu lapisan padat yaitu kerak atau lempeng bumi yang

menyelimuti sebuah benda cair panas. Suatu massa panas yang selalu bergejolak, dan

adanya rotasi bumi menghasilkan energi yang luar biasa. Pengaruh energi ini dirasakan

sampai ke kerak bumi bagian atas. Hal ini ditandai dengan munculnya pergerakan,

pergeseran, tumbukan dan pemekaran kerak (lempeng) samudra.

Di Indonesia terdapat beberapa lokasi tumbukan lempeng yaitu di sebelah barat,

dan selatan Indonesia, serta di Indonesia bagian timur. Salah satu tumbukan lempeng

yang terkenal adalah tumbukan antara Lempeng Benua Asia dari utara dan Lempeng

Samudra Hindia yang bergerak dari selatan mendesak ke utara.

Akibat tumbukan itu menghasilkan suatu morfologi yang khas, yaitu palung

(jurang laut yang sempit dan dalam), punggungan (melange) akibat sesar naik,

cekungan-cekungan, dan jajaran gunung-gunung api atau jalur batuan beku. Munculnya

cekungan-cekungan dari model morfologi yang terbentuk akibat tumbukan ini, sangat

terkait erat dengan proses pembentukan batubara. Cekungan-cekungan ini

dikelompokkan menjadi cekungan busur muka, cekungan antar pegunungan dan

cekungan busur belakang.

Page 2: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 | 2

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

Gambar 2.1Batas Lempeng Tektonik

Cekungan antar pegunungan jarang terjadi, namun apabila ada sesar mendatar

yang sangat besar, seperti yang membelah Pulau Sumatra hingga bagian barat Myanmar

dapat menghasilkan cekungan antar pegunungan. Batubara di Ombilin adalah contoh

endapan batubara yang terbentuk di cekungan antar pegunungan

Endapan batubara daerah Jawa terbatas pada daerah tepian cekungan busur

muka. Oleh karena tidak dijumpai sesar mendatar yang cukup besar di Jawa, maka

cekungan antar gunung yang mengandung batubara tidak berkembang. Sampai saat ini

di Jawa belum ada penemuan batubara yang berarti di daerah cekungan busur belakang.

Cekungan busur belakang membentang mulai pesisir timur Pulau Sumatra dan

utara Pulau Jawa hingga Pulau Kalimantan. Gambut dan batubara dengan endapan yang

besar banyak ditemukan di cekungan ini. Batubara di Bukit Asam terjadi di cekungan

busur belakang, demikian pula gambut batubara di seluruh Kalimantan terbentuk di

cekungan busur belakang.

Page 3: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 | 3

CEKUNGAN ANTARCEKUNGAN MINYAK GUNUNGSUMATRA TENGAHCEKUNGAN BUSUR MUKAMENGANDUNG MINYAKMENGANDUNG MINYAK BUMI DANMENGANDUNG MINYAK BUMI DANBUMI DAN BATUBARABATUBARA BATUBARA15.000

JALUR VULKANOAKTIFPEGUNUNGAN BARISAN TIMUR10

5

0MUKA LAUT

CEKUNGAN MENTAWAI-5

-10

PETA INDEKS-15.000

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

Cekungan Busur Belakang

Jalur Gunung Api

Cekungan Busur Muka

Punggungan Kerak Bagian Dalam

Terangkat

Palung

Kerak Benua

Kerak Samudra Hindia

Meleleh

Gambar 2.2Model Tektonik Indonesia Bagian Barat

Gambar 2.3Penampang Barat Daya-Timur Laut Memotong Sumatra Bagian

Tengah

Page 4: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 | 4

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

PEMBATUBARAAN - COALIFICATION

Secara umum telah diterima bahwa batubara berasal dari tumbuhan yang karena proses-

proses geologi, maka terbentuklah endapan batubara yang kita lihat sekarang.

Pembentukan tumbuhan mati menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu

tahap diagenesa gambut (peatification) dan tahap pembatubaraan (coalification).

1. Tahap biokimia/diagenesa gambut (peatification)

Tahap diagenesa gambut merupakan tahap awal pembentukan batubara, yaitu

mencakup perubahan oleh mikroba dan proses kimia. Dimulai dari pembusukan

tumbuhan sampai terbentuk gambut (peat). Pada tahap ini dicirikan oleh aktivitas bakteri

aerob (membutuhkan oksigen) dan anaerob (tidak membutuhkan oksigen).

Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, maka dapat terjadi proses biokimia yang

secara vertikal dapat dibagi menjadi dua zone, yaitu zone permukaan yang umumnya

perubahan berlangsung dengan bantuan oksigen dan zone tengah sampai kedalaman 0,5

m yang disebut dengan peatigenic layer (Teichmuller, 1982). Pada zone peatigenic

terdapat bakteri aerob, lumut, dan actinomyces yang aktif. Bakteri aerob akan

menyebabkan oksidasi biologi pada komponen-komponen tumbuhan yang material

utamanya adalah cellulose. Senyawa-senyawa protein dan gula cenderung terhidrolisa.

Cellulose akan diubah menjadi glikose dengan cara hidrolisis:

Page 5: Coal II Genesa Batubara

H2O c C6H12O6

Tahap Metamorfosa

BATUBARALigniteSub-bituminus Bituminous

supandi.ver 1-2011 | 5

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

C6H10O5 +(cellulose)

Materi Asal (Tumbuhan)

(glikose)

Tahap Diagenesa

Berkurang Bertambah

H2O %VM % (daf) H % (daf) O % (daf)

C % (daf)Nilai Kalori (CV)

Gambar 1.5Tahapan Pembentukan Batubara

Rawa Gambut Dibedakan atas

macamlingkungan

Proses Penggambutan: Pengrusakan / penguraian oleh mikroba Pembentukan humin (bentuk jelly) Penurunan

Sedimen Organik (gambut)

Page 6: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

Jika suplai oksigen berlangsung terus, maka proses ini akan menuju pada

supandi.ver 1-2011 | 6

lengkap dari senyawa organik, yaitu:

C6H10O5 + 6 O2 c 6 CO2 + 5 H2O

Bagian-bagian dari material tumbuhan tersebut cenderung membentuk koloid

dan umumnya disebut dengan asam humus (humic acid). Lemak dan material resin

umumnya hanya mengalami perubahan sedikit.

Apabila kandungan oksigen air rawa sangat rendah dan dengan bertambahnya

kedalaman, sehingga tidak memungkinkan bakteri-bakteri aerob hidup, maka sisa

tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang

sempurna, dengan kata lain tidak terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi

tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses

pembusukan yang kemudian membentuk gambut (peat).

Prosesnya adalah dengan bertambahnya kedalaman, maka bakteri aerob akan

berkurang (mati) dan diganti dengan bakteri anaerob sampai kedalaman 10 m, dimana

kehidupan bakteri makin berkurang dan hanya terjadi perubahan kimia, terutama

kondensasi primer, polymerisasi, dan reaksi reduksi. Pada bakteri anaerob akan

mengkonsumsi oksigen dari substansi organik dan mengubahnya menjadi produk

bituminous yang kaya hidrogen, selanjutnya dengan tidak tersedianya oksigen, maka

hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO, dan CO2.

Apabila ditinjau secara vertikal, maka lapisan gambut paling atas mempunyai

pertambahan kandungan karbon relatif cepat sesuai kedalamannya sampai peatigenic

layer, yakni 45-50% sampai 55-60%. Lebih dalam lagi, pertambahan kandungan karbon

mencapai 64%. Kandungan karbon yang tinggi pada peatigenic layer disebabkan karena

pada lapisan tersebut kaya substansi yang mengandung oksigen, terutama cellulose dan

humicellulose yang diubah secara mikrobiologi.

Dari keseluruhan proses, maka pembentukan substansi humus merupakan proses

penting yang tidak tergantung pada fasies dan tidak semata-mata pada kedalaman. Oleh

Page 7: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

karena itu, faktor yang mempengaruhi proses humifikasi dimana bakteri

supandi.ver 1-2011 | 7

beraktivitas dengan baik adalah kondisi lingkungan berikut ini:

1. Keasaman air, yaitu pada pH 7,0-7,5.

2. Kedalaman, yaitu pada kedalaman sekitar 0,5 m untuk bakteri aerob, sedangkan

untuk bakteri anaerob bisa sampai kedalaman 10 m.

3. Suplai oksigen, akan menurun mengikuti kedalaman.

4. Temperatur lingkungan, pada suhu yang hangat akan mendukung kehidupan bakteri.

Potonie (1920 dalam Teichmuller, 1982 dan Diessel, 1984) menyebutkan bahwa

pada rumpun tumbuhan yang sama, iklim dan kondisi lingkungan yang sama, maka

potensial redox (Eh) memegang peranan penting untuk aktifitas bakteri dan

penggambutan. Ketersediaan oksigen menentukan apakah proses penggambutan berjalan

atau tidak. Berikut ini transformasi organik dalam kaitannya dengan ketersediaan

oksigen (Tabel 3.1), dimana salah satu dari empat proses biokimia di bawah ini akan

terjadi pada tumbuhan yang telah mati, yaitu:

1. Bahan tumbuhan bereaksi dengan oksigen dan merapuh (desintegration),

menghasilkan zat terbang, terutama CO2, metan, dan air. Umumnya menghasilkan

sisa yang tidak padat. Beberapa unsur utama tumbuhan akan lebih tahan pada tipe

ubahan ini, misal resin dan lilin.

2. Proses humifikasi atau pembusukan, yaitu bahan tumbuhan akan berubah menjadi

humus akibat oleh terbatasnya oksigen dari atmosfir dan tingginya kandungan air

lembab. Batubara yang dihasilkan berupa humic coal.

3. Proses penggambutan (peatification), yaitu keadaan muka air tinggi di atas lapisan

yang terakmulasi dapat mencegah terjadinya oksidasi, akibatnya pada lingkungan

yang reduksi dan adanya bakteri anaerob, jaringan-jaringan tumbuhan menjadi

hancur, kemudian terakumulasi dan menjadi gambut, selanjutnya akan

menghasilkan humic coal.

4. Putrefaction (permentasi) yaitu peruraian hancuran tanaman akuatik (terutama

algae), bahan hanyutan, dan plankton dalam lingkungan reduksi pada kondisi air

Page 8: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

diam (stagnant), hasilnya membentuk sapropel, sedangkan batubara yang

supandi.ver 1-2011 | 8

adalah batubara sapropelik.

Secara umum tahapan biokimia dapat dikelompokan menjadi dua jenis (Diessel, 1992),

yaitu:

1. Vitrinisasi (vitrinisation path)

Hasil humifikasi pada dekomposisi hidrolik terhadap tumbuhan yang telah mati

akan mengalami suatu deret kestabilan dari kandungan sel-sel yang lunak menjadi

celulose, hemicelulose, dan beberapa komponen yang lebih tahan seperti lignin

(Waksman dan Stevens, 1929). Fluida humik akan berubah sepanjang tahapan

humifikasi. Kompaksi dan dehidrasi gambut akibat penambahan beban oleh lapisan

penutup mengakibatkan fluida humik mengental. Dalam batubara muda fluida

humik muncul sebagai humocollinit (jika berupa koloid) dan humodetrinit (jika

bercampur dengan fragmen-fragmen sisa sel). Koloid humik dapat mengisi ruang-

ruang sel jaringan tumbuhan dan setelah pembatubaraan pada tingkat batubara

bitumen akan muncul sebagai gelocollinit. Setelah presipitasi, koloid humik dapat

berupa granular (sebagai porigelinit) dan kemudian lumer (gelify) berbentuk larutan

atau zat yang jernih (sebagai eugellinit).

2. Fusinitisasi (fusinitisation path)

a. Pada lapisan batubara juga ditemukan maseral-maseral inertinit yang

mempunyai kandungan karbon tinggi, artinya menunjukan bahwa bahan-bahan

tumbuhan ini sebelum sedimentasi berakhir telah mengalami dehidrasi pada

suatu periode kering dan oksidasi yang intensif (fusinitisasi). Ada tiga model

proses fusinitisasi, yaitu:

b. Pengawetan akibat pengeringan dinding sel dan dehidrasi pada koloid koloid

humik yang kemudian terubah sehingga tidak dapat mengalami rehidrasi dan

melanjutkan hidrolisa. Hasilnya disebut oxi-semifusinite yang memperlihatkan

efek humifikasi akibat mikroba dengan baik.

Page 9: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

c. semifusi sebag akib dekomposi selekt ol

supandi.ver 1-2011 | 9

organisme terhadap jaringan kayu, terutama jaringan yang lunak (degrado

semifusinit).

d. Akibat pembakaran pada gambut (pyrofusinite) yang tidak sempurna, maka

akan menyebabkan perbedaan reflektansi dari jaringan-jaringan sel tumbuhan

dengan berbedanya kedalaman.

Ciri umum gambut adalah sebagai berikut:

1. Berwarna kecoklatan sampai hitam.

2. Kandungan air > 75% (pada brown coal < 75%)

3. Kandungan karbon umumnya < 60% (pada brown coal > 60%).

4. Masih memperlihatkan struktur tumbuhan asal, terdapat sellulose (pada brown coal

cellulose tidak hadir).

5. Dapat dipotong dengan pisau (pada brown coal tidak dapat dipotong).

6. Bersifat porous, bila diperas dengan tangan, keluar airnya.

Berdasarkan ciri di atas adalah tidak mudah secara pasti membedakan antara peat dan

brown coal, apalagi proses perubahannya berlangsung secara bertahap.

2. Tahap geokimia/pembatubaraan (coalification)

Menurut Stach (1972) tahap geokimia atau tahap pembatubaraan disebut sebagai

tahap fisika-kimia (physicochemical stage), yaitu tahap perubahan dari gambut menjadi

batubara secara bertingkat (brown coal, sub-bituminous coal, bituminous coal, semi

anthracite, anthracite, meta-anthracite) yang disebabkan oleh peningkatan temperatur

dan tekanan.

Prosesnya, jika lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan

sedimen, maka akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen tersebut, tekanan akan

meningkat dengan bertambahnya ketebalan lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah

akan mengakibatkan peningkatan temperatur. Di samping itu, temperatur juga akan

Page 10: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

meningkat dengan bertambahnya kedalaman yang disebut gradien geotermal.

supandi.ver 1-2011 |

temperatur dan tekanan juga disebabkan oleh aktivitas magma dan aktivitas tektonik

lainnya. Peningkatan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan mengkonversi

gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air, pelepasan

gas-gas (H2O, CH4, CO, dan CO2), peningkatan kepadatan dan kekerasan, serta

peningkatan kalor. Faktor tekanan dan temperatur serta waktu merupakan faktor-faktor

yang menentukan “kualitas” batubara.

Pada tahap ini terjadi perubahan rombakan tumbuhan dari kondisi reduksi ke suatu

seri menerus dengan prosentase karbon makin meningkat dan prosentase oksigen serta

hidrogen makin berkurang. Juga sifat fisik maseral mulai terbentuk, seperti kenaikan

reflektansi maseral batubara seiring dengan naiknya derajat proses kimia-fisika.

Perubahan-perubahan fisika-kimia berlangsung secara bertahap, yaitu:

1. Tahap pertama adalah pembentukan peat, proses berlangsung terus sampai

membentuk endapan, di bawah kondisi asam menguapnya H2O, CH4, dan sedikit

CO2 membentuk C65H4O30 yang dalam kondisi dry basis besarnya analisa pada

ultimate adalah karbon 61,7%, hidrogen 0,3%, dan oksigen 38,0%.

2. Tahap kedua adalah tahap lignit kemudian meningkat ke bituminous tingkat rendah

dengan susunan C79H55O141 yang pada kondisi dry basis adalah karbon 80,4%,

hidrogen 0,3%, dan oksigen 19,1%.

3. Tahap ketiga adalah peningkatan dari batubara bituminous tingkat rendah sampai

tingkat medium dan kemudian sampai batubara bituminous tingkat tinggi. Pada

tahap ini kandungan hidrogen tetap dan oksigen berkurang sampai satu atom

oksigen tertinggal di molekul.

4. Tahap keempat, kandungan hidrogen berkurang, sedangkan kandungan oksigen

menurun lebih lambat dari tahapan sebelumnya. Hasil sampingan tahap tiga dan

empat adalah CH4, CO2, dan sedikit H2O.

5. Tahap kelima adalah proses pembentukan antrasit dimana kandungan oksigen tetap

dan kandungan hidrogen menurun lebih cepat dari tahap-tahap sebelumnya.

Page 11: Coal II Genesa Batubara

1. Gambut = 28 - 45%

2. Lignite = 17 - 28%

3. Bituminous coal = 10 - 17%

4. Anthracite = 5 - 10%

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Meningkatnya tekanan dapat disebabkan oleh penambahan ketebalan lapisan penutup

(lapisan sedimen di atasnya) atau penurunan post-depositional. Akibat tekanan yang

tinggi, maka porositas pada gambut akan menurun dan sejalan dengan

terdekomposisinya senyawa OH grup akan mengakibatkan menurunnya kandungan air.

Di samping itu, grup senyawa yang lain (COOH, CH3, CO) akan terpecah, sehingga

terbentuk karbondioksida dan makin meningkatnya oksigen yang hilang, maka

kandungan karbon akan meningkat.

Derajat batubara tergantung pada temperatur, yaitu dapat akibat terobosan batuan

beku, gradien geotermal, dan konduktifitas panas batuan. Contoh pada sedimen Tersier

di Upper Rhein Graben dengan gradien hidrotermal 7-80C/100 m, menghasilkan

batubara bituminous pada kedalaman 1500 m, sedangkan di daerah dingin yang gradien

hidrotermalnya 40C/100m dapat mencapai derajat yang sama pada kedalaman 2600m.

Faktor waktu menurut hasil penelitian pada gambut lepas setebal 10-12 ft akan

menghasilkan 1 ft gambut padat memmerlukan waktu sekitar 100 tahun. Dalam proses

dari gambut menjadi batubara terjadi pemampatan dan jika diambil contoh kayu sebagai

basis (100%) pembentukan gambut dan batubara, maka perbandingan volume dalam %

adalah:

Jika diasumsikan bahwa waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 1 ft gambut

termampatkan adalah 100 tahun, maka dengan menggunakan persentasi di atas dapat

diasumsikan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk akumulasi gambut hingga diperoleh

ketebalan batubara 1 ft, yaitu:

1. Lignite = 160 tahun

2. Bituminous = 260 tahun

3. Anthracite = 490 tahun

Page 12: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Angka-angka di atas hanya untuk menggambarkan bahwa laju akumulasi gambut dan

batubara sedemikian lambatnya, sementara kondisi di alam demikian banyak faktor yang

mempengaruhinya.

Pengaruh waktu akan berarti bila diikuti temperatur yang tinggi, seperti contoh

berikut ini. Di Gulf Coast of Louisiana yang mengandung batubara Miosen Akhir,

terbenam pada kedalaman 5440 m selama 17 juta tahun dengan temperatur 1400C

menghasilkan high volatile bituminous (35-40% VM), sedangkan pada batubara Karbon

dengan kedalaman yang sama selama 270 juta tahun hanya mencapai low volatile

bituminous (14-16% VM). Contoh lain yang terkenal adalah lignit di Moscow Basin

yang berumur Karbon Bawah, tetapi sampai sekarang tidak pernah menjadi batubara,

karena temperaturnya tidak tercapai.

Selanjutnya, tercapainya derajat batubara juga dapat tergantung pada gabungan

temperatur dan waktu. Sebagai contoh, pada batubara dengan kandungan zat terbang

19% dapat terbentuk pada kondisi:

1. 2000C selama lebih dari 10 juta tahun

2. 1500C selama lebih dari 50 juta tahun

3. 1000C selama lebih dari 200 juta tahun

4. 50-600C tidak pernah terbentuk batubara

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada prinsipnya derajat batubara ditentukan

oleh faktor temperatur, tekanan, dan waktu, sehingga bisa disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mengendalikan adalah:

1. Derajat batubara sebelum terganggu kegiatan intrusi atau struktur geologi.

2. Ukuran dan bentuk kegiatan intrusi atau struktur geologi.

3. Jumlah dan asal tekanan.

4. Jarak batubara dari gangguan.

5. Suhu batubara dari gangguan

6. Lama gangguan berlangsung.

Page 13: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

2.2 Proses dan Tahapan Pembentukan Batubara

Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan. Berikut ini penjelasan tentang syarat

pembentukan dan tahapan terjadinya batubara.

2.2.1 Syarat-Syarat Pembentukan Batubara :

Syarat minimal terbentuknya endapan batubara adalah sebagai berikut :

a) Ketersediaan tumbuhan yang melimpah

b) Morfologi tempat pengendapan yang sesuai yaitu: kondisi rawa yang ideal untuk

perkembangan organisme anaerob, muka air tanah dangkal, iklim yang sesuai.

c) Penurunan dasar cekungan/rawa pada saat pengendapan :

(i) Terjadi keseimbangan biotektonik, yaitu keseimbangan kecepatan sedimentasi

bahan-bahan pembentuk humin atau gambut dengan penurunan dasar rawa.

(ii) Terjadi fase biokimia (proses-proses kimiawi dengan bantuan mikro organisme

dalam lingkungan bebas oksigen).

d) Penurunan cekungan/dasar rawa sesudah pengendapan (postsedimenter):

(i) Proses-proses geotektonik

(ii) Terjadi fase biokimia, yaitu proses-proses kimiawi bahan/material oleh proses-

proses alam yang terjadi di dalam bumi.

Page 14: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 |

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

Gambar 2.4Proses Pembentukan Batubara

2.2.2 Tahapan dan Proses Terjadinya Batubara

Tahapan dan proses pembentukan batubara dapat digolongkan menjadi dua kejadian

yaitu tahap pertama: tahap(fase) diagenesa yaitu proses perusakan dan penguraian

oleh organisme. Proses ini sering disebut sebagai tahap(fase) biokimia. Tahap kedua

adalah tahap metamorfosa, yaitu perubahan dari gambut menjadi batubara. Proses ini

sering disebut sebagai tahap geokimia. Proses terjadinya endapan batubara secara

detil dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Tahap/fase Diagenesa (Biokimia)

Ekosistem rawa berbeda bila dibandingkan dengan ekosistem sungai dan

danau, sehingga berbeda pula kondisi air dan tanahnya. Sirkulasi air pada

lingkungan rawa sangat minimum bahkan sering tidak ada sirkulasi air sama

sekali. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen di lingkungan

rawa. Dalam lingkungan tersebut, tanaman dan sisa-sisa tanaman rawa yang mati

tidak bisa membusuk secara wajar, karena untuk proses pembusukan diperlukan

Page 15: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

oksigen, bakteri-bakteri aerob (suka oksigen). Pada akhirnya yang

supandi.ver 1-2011 |

adalah bakteri-bakteri jenis anaerob.

Bakteri anaerob mengurai tanaman yang mati tidak menjadi kompos

(busuk), tetapi menjadi bahan lain yang disebut dengan gel atau jelly. Penguraian

ini terjadi di lingkungan yang bebas atau minim oksigen. Lingkungan rawa yang

selalu basah/berair atau muka air tanah yang sangat dangkal dan tanpa sirkulasi

air yang baik, menghasilkan lingkungan yang cocok untuk bakteri anaerob

sehingga dapat berkembang biak dan aktif mengurai tanaman menjadi gel.

Tahap selanjutnya gel atau jelly semakin lama semakin tebal, membentuk

sedimen, mampat dan memadat. Pemadatan biasanya diikuti dengan penurunan

kandungan air, hingga akhirnya membentuk endapan/sedimen yang kaya bahan-

bahan organik (humin) yang dikenal sebagai gambut (peat).

b) Fase Metamorfosa (Geokimia)

Pada fase ini terjadi perubahan yang mendasar terhadap sifat-sifat fisik

dan kimiawi dari bahan gambut menjadi batubara. Perubahan mendasar ini

ditandai dengan semakin menurunnya kandungan air, hidrogen, oksigen, karbon

dioksida dan bahan-bahan lain yang mudah terbakar (volatile matter). Pada tahap

ini bakteri tidak lagi berperan, namun yang berperan adalah perubahan-

perubahan dan aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalam bumi, seperti adanya

perubahan tekanan dan temperatur, struktur, intrusi dan lain sebagainya.

Cekungan atau dasar rawa tempat terdapatnya lapisan gambut, yang terus

menurun, ditandai dengan timbunan sedimen dengan ketebalan hingga ribuan

meter. Hal ini mengakibatkan bertambahnya tekanan (P) dan suhu (T) yang

cukup tinggi hingga sebagian senyawa dan unsur (H2O, O2, CO2, H2, CH4, dll)

akan berkurang dan hilang. Akibat berkurangnya kandungan zat-zat tersebut

akan menambah kandungan C dalam batubara, sehingga tahap pembatubaraan

(coalifikasi) menjadi semakin baik, yang ditandai dengan kenaikan kelas (rank)

batubara. Berdasarkan unsur C inilah nilai kalori batubara dihitung. Semakin

Page 16: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

tinggi prosentase unsur C dalam batubara, maka nilai kalori menjadi

supandi.ver 1-2011 |

tinggi.

Peningkatan kelas (rank) batubara dapat juga terjadi akibat adanya intrusi

magma atau larutan hidrotermal. Lapisan gambut atau batubara yang terkena

intrusi hingga radius tertentu akan mendapat tekanan (P) dan temperatur (T) yang

lebih tinggi dibandingkan gambut dan batubara di tempat lain sehingga kelas

batubaranya akan naik.

2. Tempat Terbentuknya Batubara

Berdasarkan tempat terjadinya, maka pembentukan batubara dapat dibagi menjadi

batubara yang terbentuk secara in-situ dan batubara yang bahan pembentuknya sudah

mengalami transportasi (drift) atau disebut juga dengan autochthonous coals dan

allochthonous coals (Hacquebard & Donaldson, 1969 dalam Roy D. Merrit, 1986).

a) Teori Insitu (Autochonous Coals)

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terbentuk

di tempat tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Setelah tumbuhan tersebut mati dan belum

mengalami proses transportasi namun segera tertutup oleh lapisan sedimen sehingga

mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk melalui proses ini

mempunyai penyebaran luas dan merata, dengan kualitas lebih baik karena memiliki

kadar abu relatif kecil.

Autochthonous coals

Batubara yang bahan-bahan pembentuknya berasal dari tumbuhan yang tumbang di

tempat tumbuhnya dan membentuk batubara di tempat itu juga.

Karakteristik batubaranya adalah sebagai berikut:

1. Hadirnya seat earths.

2. Ada struktur akar tumbuhan yang tegak terhadap bidang perlapisan.

3. Ada pokok (tunggul) pohon yang tumbuh di tempat itu.

Page 17: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

4 Batubaranya relatif bersih, kadar abunya relatif kecil, baik pada lapisan

supandi.ver 1-2011 |

maupun lapisan antar seam.

5. Umumnya berasosiasi dengan lingkungan rawa dengan drainase buruk.

6. Sebarannya luas dan merata di seluruh lapangan batubara.

7. Ketebalannya seragam (kurang bervariasi) cenderung tipis dan berbentuk lentikuler.

8. Hadirnya batupasir kuarsa halus atau ganister.

9. Kandungan karbonan berangsur pada kontak antara batubara dengan lapisan

sedimen di atasnya (roof).

10. Berasosiasi dengan lingkungan floating swamps, low-lying swamps, dan raised

swamps.

11. Maceral terawetkan secara baik dan hadir litotipe vitrain, clarain, durain, dan

fusain.

b) Teori Drift (Allochthonous Coals)

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di

tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang.

Tumbuhan yang telah mati terangkut oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat,

tertutup oleh batuan sedimen, dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang

terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, dan mengandung material

pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman

ke lokasi sedimentasi.

Allochthonous coals

Batubara yang bahan pembentuknya (bagian-bagian dari tumbuhan) berasal dari tempat

lain dimana tumbuhan asal berada, kemudian tertransport, terendapkan, dan membentuk

batubara.

Karakteristik batubaranya adalah sebagai berikut:

1. Tidak adanya seat earths.

Page 18: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

2 Tidak dijumpainya struktur akar tumbuhan atau pokok pohon yang tegak

supandi.ver 1-2011 |

bidang perlapisan.

3. Ketebalan dan kualitas lebih bervariasi.

4. Berasosiasi dengan endapan delta.

5. Kontaknya tegas (tiba-tiba) antara batubara dengan lapisan sedimen di atasnya.

6. Batubara yang berasosiasi dengan lingkungan marin.

7. Hadirnya coal balls pada batupasir lapisan penutup.

8. Sebarannya tidak luas dan tersebar pada beberapa tempat.

9. Kadar abunya relatif lebih tinggi, banyak pengotornya.

10. Mengandung maceral yang resisten seperti liptinites dan inertinites dengan mineral

matter yang melimpah.

Page 19: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 |

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

A. In-situ (autochthonous)

Rawa gambut

Penurunan dasar rawa

Sedimentasi bahan organis (biokimia- biotektonik)

Proses-proses geotektonik dan geokimia menghasilkan batubara

Coal

B. Drift (allochthonous)

Sedimentasi dan Kompaksi

Transportasi oleh aliran air

Batubara tersingkap, lapuk, pecah-pecah

Gambar 2.6Terjadinya Batubara Insitu Dan Drift

Schlatter’s (1973) menyebutkan bahwa pembentukan batubara merupakan proses

yang kompleks yang harus dipelajari dari banyak segi, karena ada bermacam-macam

proses yang berbeda satu dengan lainnya yang mempengaruhi pembentukan batubara,

baik derajat maupun jenis batubaranya pada suatu cekungan (Gb. 3.1).

Page 20: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Proses pembentukan batubara merupakan proses yang kompleks, sehingga perlu

dipelajari dari berbagai aspek. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan

batubara yaitu :

a) Posisi Geotektonik

Posisi geoteknik adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-

gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geoteknik

merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim lokal dan

morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya.

Di dalam genesa cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor yang umum,

dominan, dan memegang peranan penting. Posisi geotektonik mempengaruhi iklim,

morfologi cekungan, kecepatan sedimentasi, kecepatan penurunan dasar cekungan, jenis

flora, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jenis batubara (coal type), derajat

batubara (coal rank), dan geometri lapisan batubara yang terbentuk (Gambar 3.2).

Pada daerah bertektonik kuat, penurunan cekungan akan berjalan cepat selama

pengendapan berlangsung. Akibatnya akan berpengaruh terhadap perbedaan petrografi

dan geometri lapisan batubara serta menambah kontaminasi mineral, seperti sulfida,

klorit, dan karbonat.

Cekungan batubara dapat terbentuk diberbagai posisi dari suatu tatanan tektonik (lihat

kuliah cekungan batubara). Batubara di Sumatera Selatan terjadi di cekungan belakang

busur pada lingkungan yang sebagian besar berair payau, sedangkan batubara Ombilin

terjadi di cekungan intra-montane pada lingkungan air tawar. Batubara di Bengkulu

terjadi cekungan muka busur di lingkungan delta. Batubara di Kalimantan Timur pada

delta yang progradasi, seperti di Delta Mahakam.

Page 21: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

b) Topografi Dan Morfologi

Morfologi cekungan mempunyai arti penting di dalam menentukan penyebaran

rawa-rawa tempat batubara terbentuk. Pada daerah pantai datar dan tidak berbukit

merupakan lingkungan yang baik untuk pembentukan batubara, demikian juga di daerah

cekungan benua, tetapi jumlahnya terbatas. Pada dataran stabil, erosi akan

mempengaruhi ukuran dan bentuk lakustrin, asal dan luas pengaliran, aliran air, dan

permukaan airtanah. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan batubara.

Morfologi cekungan pada saat pembentukan gambut merupakan faktor sangat penting

karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk.

Topografi mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung

pada posisi geoteknik.

c) Iklim

Gambut berasal dari tumbuhan, sedangkan perkembangan tumbuhan dipengaruhi

oleh iklim, lebih khusus lagi adalah kelembaban. Pada daerah beriklim tropik dan

subtropik yang bertemperatur tinggi, umumnya sesuai untuk pertumbuhan tumbuhan

dibandingkan daerah beriklim dingin. Di samping itu, suhu yang lebih panas tidak hanya

mempercepat pertumbuhan tumbuhan, tetapi juga mempercepat pembusukan.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus

pertumbuhan setiap 7-9 tahun dan tumbuhan mencapai tinggi sekitar 30 m, sementara di

iklim dingin atau sedang untuk waktu yang sama pertumbuhannya hanya mencapai

ketinggian 5-6 m. Daerah iklim sedang miskin bahan makanan, sehingga didominasi

oleh lumut, sedangkan daerah tropik didominasi pohon.

Pada Karbon Akhir atau Tersier Awal, umumnya gambut terbentuk di iklim tropis

dan basah. Meskipun demikian, di belahan bumi selatan dan Siberia dijumpai batubara

yang terbentuk di iklim sedang dan basah, bahkan di iklim dingin seperti batubara

Gondwana (Permo-Karbon) dengan tumbuhan utama Gangamopteris, Glossopteris,

Cycadophyta, dan Conifers.

Page 22: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Lapisan batubara yang terbentuk di lingkungan iklim tropis basah umumnya tebal

dan cemerlang (bright coal), sebaliknya di iklim sedang atau dingin terdiri dari sedikit

batubara cemerlang. Meskipun demikian, selama pembentukan batubara tidak selalu

iklimnya tetap, seperti di belahan bumi selatan terdapat batubara tebal diselingi lapisan

yang tidak mengandung batubara. Kondisi ini ditafsirkan sebagai masa yang kering

dengan ciri sedimen berkadar garam tinggi dan diperkirakan suhunya lebih dingin

dibanding suhu sekarang.

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan

merupakan faktor pengontrol pertumbuhan tanaman dan kondisi yang sesuai. Iklim

tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi geotektonik.

Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan sub tropis pada umumnya sesuai untuk

pertumbuhan tanaman dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Hasil penelitian

menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7–9 tahun

dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang lebih dingin

ketinggian pohon hanya mencapai 5–6 m dalam selang waktu yang lama.

d) Umur Geologi

Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam

tumbuhan. Umur geologi batuan secara tidak langsung menentukan sejarah pengendapan

batubara. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga

terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Batubara mempunyai umur geologi lebih tua

sering mengalami fenomena deformasi tektonik yang akan membentuk struktur

perlipatan atau patahan pada lapisan batubara.

e) Tumbuhan

Tanaman merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Evolusi dari

kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Tumbuhan

merupakan unsur utama pembentuk batubara. Protoplasma adalah sel pengisi tumbuhan

hidup yang merupakan zat koloidal yang sebagian besar terdiri dari air dan albumin

kompleks atau campuran unsur C, H, O, N, S, dan P. Albumin hampir tidak memiliki

Page 23: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

daya tahan terhadap pembusukan, fungsinya sebagai zat makan atau nutrient bagi

supandi.ver 1-2011 |

penyebab pembusukan.

Selaput sel terutama terdiri dari cellulose, merupakan karbohidrat yang tahan terhadap

perubahan kimiawi, tetapi dapat dengan mudah ditelan oleh mikro-organisme. Di alam,

cellulose bersama-sama dengan sederet unsur lain seperti hemicellulose, pectins, lemak,

dan lignin. Tiga yang pertama tidak memiliki daya tahan terhadap pembusukan,

sehingga kurang penting dalam pembentukan batubara. Lignin diperlukan dalam

perubahan bentuk tumbuhan, selalu terjalin secara submikroskopis dengan cellulose dan

merupakan bahan dasar jaringan kayu, walau terdapat pula dalam daun. Resin dan lilin

juga dihasilkan oleh tumbuhan, biasanya termasuk hidrokarbon polimer tinggi dengan

oksigen dan belerang dalam jumlah kecil. Keduanya sangat tahan terhadap pembusukan.

Pemunculan tumbuhan tidak terlepas dari evolusi kehidupan yang menghasilkan

kondisi berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai Paleozoik-Devonian, tumbuhan

tidak tumbuh dengan baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk lapisan batubara di

daerah lagunal yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari pertumbuhan

tumbuhan secara besar-besaran dalam kurun waktu yang singkat pada setiap kontinen.

Hutan tumbuh dengan subur selama Karbon, pada Tersier merupakan perkembangan

yang sangat luas dari berbagai jenis tumbuhan.

f) Pembusukan (decomposition)

Pembusukan tumbuhan adalah proses peruraian unsur yang merupakan bagian

transformasi biokimia dari bahan organik tumbuhan. Setelah tumbuhan mati, maka yang

berperan adalah proses degradasi biokimia. Prosesnya adalah pembusukan oleh kerja

bakteri dan jamur, terutama di daerah yang bertemperatur hangat dan lembab daripada di

daerah kering dan bertemperatur dingin. Bakteri bekerja pada lingkungan tanpa oksigen,

mula-mula menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti cellulose,

protoplasma, dan pati. Dalam suasana kekurangan oksigen akan berakibat keluarnya air

dan sebagian unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metan.

Page 24: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut, maka relatif unsur karbon

supandi.ver 1-2011 |

bertambah. Dari proses ini akan terjadi perubahan dari kayu menjadi gambut.

Kecepatan pembentukan gambut bergantung pada kecepatan pertumbuhan tumbuhan

dan proses pembusukan. Bila tumbuhan yang mati tertutup oleh air dengan cepat, maka

akan terjadi proses penguraian oleh bakteri. Sebaliknya apabila tumbuhan yang telah

mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan

berkurang, karena hanya bagian yang keras saja yang tertinggal, sehingga menyulitkan

penguraian oleh bakteri.

Pembusukan umumnya berjalan lebih cepat pada kondisi lingkungan yang selalu

berganti, yaitu dari reduksi ke oksidasi dan seterusnya. Kadar pembusukan akan

berpengaruh terhadap batubara yang akan terbentuk.

g) Penurunan dasar cekungan (subsidence)

Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Apabila

penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.

Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan

pengendapannya. Hal ini menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral sehingga

mempengaruhi kualitas dari batubara yang terbentuk.

Jika penurunan dan akumulasi tumbuhan berjalan seimbang, maka akan menghasilkan

endapan batubara tebal. Pergantian transgresi dan regresi juga akan mempengaruhi

pertumbuhan tumbuhan dan pengendapannya, juga menyebabkan adanya infiltrasi

material dan mineral yang akan mempengaruhi komposisi batubara.

Kecepatan penurunan yang lebh cepat dari kecepatan akumulasi tumbuhan akan

mengakibatkan air menggenangi rawa-rawa dan hutan sekelilingnya, sehingga

kehidupan tumbuhan terganggu. Jika penurunan lebih lambat dari kecepatan akumulasi

Page 25: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

tumbuhan, maka akan menyebabkan akumulasi tumbuhan di permukaan. Akibatnya

permukaan airtanah akan turun dan tumbuhan membusuk oleh udara.

Posisi geografi (geographical position)

Posisi geografi berpengaruh terhadap iklim, khususnya temperatur. Pada daerah tropik

dan subtropik, tumbuhan dapat tumbuh subur dibanding di daerah sedang, di daerah

kutub tidak baik bagi pertumbuhan tumbuhan. Pembentukan batubara akan baik pada

rawa-rawa paralik yang tingginya sama dengan permukaan air laut.

Menurut Teichimuller (dalam Stach, 1975), lingkungan pembentukan endapan gambut

dipengaruhi oleh:

1. Kenaikan muka airtanah lambat atau penurunan dasar cekungan lambat, sehingga

endapan gambut terhindar dari abrasi air laut.

2. Adanya beting pantai, gosong pasir, atau tanggul alam yang menghalangi rawa-rawa

dari abrasi air laut, sehingga dapat mempertahankan endapan gambut dari banjir

sungai dan abrasi laut.

3. Relief daratan yang rendah, sehingga pengendapan material fluviatil berbutir halus

akan menutupi endapan gambut yang terbentuk terlebih dahulu.

Berdasarkan posisi geografinya, terjadinya endapan batubara dapat di lingkungan

daratan (limnic) dan pantai laut (paralic). Pada prinsipnya pembentukan endapan gambut

memerlukan kondisi pemukaan airtanah yang konstan sepanjang tahun, sehingga

endapan organik dari tumbuhan yang mati segera terdekomposisi. Kondisi demikian

tergantung posisi geografinya, di samping iklim dan biasanya dijumpai di daerah tepi

pantai dimana air laut membendung air yang datang dari daratan. Juga pada rawa-rawa

dekat pantai. Untuk gambut di daratan dapat pada garis tepi danau atau rawa yang besar.

Lapisan batubara yang tebal mempunyai nilai ekonomi tinggi. Salah satu syarat

pembentukan lapisan batubara yang tebal adalah dasar suatu cekungan yang turun secara

perlahan-lahan karena adanya beban pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara di

atasnya.

Page 26: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

h) Struktur Cekungan Batubara

Pada umumnya terbentuknya batubara pada suatu cekungan akan mengalami

deformasi gaya tektonik, sehingga menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk

tertentu. Adanya proses erosi yang intensif dapat menyebabkan bentuk lapisan batubara

tidak menerus.

Cekungan ini umumnya terdapat di daerah rawa-rawa di daerah tepi pantai. Dasar

cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan batubara

memungkinkan permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil. Apabila terjadi

proses geologi yang menyebabkan dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut akan

masuk ke dalam cekungan sehingga mengubah kondisi rawa menjadi kondisi laut.

Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan sedimen laut

yaitu batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi kembali pengendapan

batulempung yang memungkinkan terbentuknya kembali kondisi rawa. Proses

selanjutnya adalah akumulasi bahan-bahan pembentuk batubara (sisa tumbuhan) di atas

lapisan batulempung. Demikian seterusnya sehingga akan terbentuk lapisan batubara

berseling antara lapisan batulempung dan batugamping.

i) Waktu geologi (Geological Age)

Waktu geologi menentukan berkembangnya beragam tumbuhan, misal pada jaman

Karbon dijumpai endapan batubara yang melimpah karena pada jaman tersebut

perkembangan tumbuhan mencapai puncaknya.

Waktu geologi juga dapat meningkatkan derajat batubara, karena makin tua umur

endapan batubara, maka besar kemungkinannya tertimbun lebih dalam dan lebih tebal

oleh endapan sedimen dibandingkan yang berumur muda. Meskipun demikian, pada

batubara yang lebih tua selalu ada risiko mengalami deformasi tektonik dan pengaruh

erosi, sehingga dapat mengganggu atau mengurangi endapan batubara yang ada.

Page 27: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Perkecualian dapat terjadi, sekalipun endapan batubara berumur tua, belum tentu akan

tertimbun oleh sedimen yang lebih tebal atau mempunyai peringkat yang lebih tinggi.

Bahkan adanya terobosan batuan beku dapat membuat endapan batubara muda mencapai

peringkat yang tinggi, misalnya endapan semi antrasit yang berumur Mio-Pliosen di

Suban, Tanjung Enim dan berumur Miosen Tengah di Bukit Sunur, Bengkulu.

j) Sejarah setelah pengendapan (Post-Depositional History)

Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik

sehingga mempengaruhi perkembangan batubara. Secara singkat akan terjadi proses

geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut. Sejarah geologi

endapan batubara memegang peranan terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara

berupa perlipatan, pensesaran, intrusi magmatik dan sebagainya.

Sejarah cekungan batubara sangat tergantung pada posisi geotektoniknya, karena posisi

geotektonik mempengaruhi perkembangan cekungan batubara dan berpengaruh pada

tebalnya lapisan penutup yang pada akhirnya menentukan proses kecepatan

metamorfose organik dan bertanggungjawab terhadap struktur cekungan batubara,

lipatan, sesar, atau terobosan batuan beku. Secara singkat dapat berpengaruh terhadap

aspek geometri lapisan batubara dan kualitas batubara.

k) Metamorfosa organik (Organic Metamorphism)

Setelah tahap biokimia, tahap kedua dalam pembentukan batubara adalah

penimbunan oleh sedimen baru. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut

menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air

lembab, oksigen, zat terbang, penambahan prosentase karbon padat, belerang dan

kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkan oleh faktor tekanan dan waktu.

Adanya tekanan dapat disebabkan oleh adanya lapisan sedimen penutup yang sangat

tebal atau karena gejala tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan

percepatan proses metamorfosa organik. Proses metamorfosa organik dapat mengubah

gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia dan fisik.

Page 28: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Perubahan fisik dan kimia dari organisme secara berangsur menjadi bentuk lain yang

susunannya lebih kompleks, umumnya pada kondisi tanpa oksigen. Prosesnya dibagi

menjadi dua tahap, yaitu perubahan biokimia dan perubahan geokimia.

Proses biokimia yaitu perubahan dari tumbuhan mati menjadi gambut dan proses

geokimia yaitu perubahan dari gambut menjadi batubara. Pada proses geokimia,

kenaikan suhu memegang peranan penting, yaitu berkurangnya unsur hidrogen dan

oksigen yang diikuti oleh meningkatnya unsur karbon, sehingga derajat batubara makin

meningkat. Kenaikan suhu ini terutama disebabkan oleh tebalnya batuan yang

menindihnya atau adanya terobosan magma batuan beku.

Metamorfosa organik dipengaruhi oleh proses yang bekerja setelah pengendapan, secara

tidak langsung juga dipengaruhi oleh posisi geotektonik, kecepatan penurunan

cekungan, dan waktu geologi.

2.1 Reaksi Pembentukan Batubara

Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama cellulosa.

Proses pembentukan batubara (coalification) yang dibantu oleh faktor fisika dan kimia

alam mengubah cellulosa menjadi lignit, subbituminus, bituminus dan antrasit. Reaksi

pembentukan batubara adalah sebagai berikut :

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

cellulosa lignit gas metan

6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 10H2O + 8CO2 + CO

cellulosa bituminus gas metan

Page 29: Coal II Genesa Batubara

Batulempung

Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Keterangan :

Cellulosa (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara

Unsur C dalam lignit lebih sedikit dibanding bituminus

Semakin banyak unsur C semakin baik mutu batubaranya

Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bituminus.

Semakin banyak unsur H dalam lignit makin kurang baik mutunya

Senyawa CH4 (gas metan) dalam lignit lebih sedikit dibanding dalam bituminus

Semakin banyak kandungan CH4 semakin baik kualitas batubaranya

3. Bentuk Lapisan Batubara

Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah

coalification akan menentukan bentuk lapisan batubara. Beberapa bentuk lapisan

batubara yaitu :

(a) Bentuk Horse Back

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan material penutup melengkung ke

arah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan lapisan batubara kearah lateral mempunyai

kemungkinan sama atau dapat menjadi lebih kecil atau menipis.

Gambar 1.7Endapan Batubara Bentuk Horse Back

Page 30: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

(b) Bentuk

supandi.ver 1-2011 |

Batulempung

Batupasir

Batubara

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada

umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis misalnya

batulempung. Sedangkan di atas lapisan batubara secara setempat umumnya ditutupi

oleh batupasir.

Gambar 1.8Endapan Batubara bentuk Pinch

(c) Bentuk Clay Vein

Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian endapan batubara terdapat urat

lempung. Bentuk ini terjadi apabila lapisan batubara mengalami gejala patahan. Pada

bidang patahan yang merekah akan terisi oleh material lempung ataupun pasir.

Page 31: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 |

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

P andangan D epan

U rat L em pungB atubara

P andangan A tas

B atubara

U rat L em pung

Gambar 1.9Endapan Batubara Bentuk Clay Vein

(d) Bentuk Burried Hill

Bentuk ini terjadi apabila di daerah pembentukan lapisan batubara terdapat suatu

kulminasi sehingga lapisan batubara seperti “terintrusi”.

Gambar 1.10Endapan Batubara Bentuk Burried Hill

(e) Bentuk Fault

Bentuk ini terjadi apabila lapisan batubara mengalami patahan. Keadaan ini dapat

menyulitkan di dalam pekerjaan penaksiran sumberdaya atau cadangan batubara.

Kesulitan penaksiran tersebut disebabkan oleh adanya pergeseran perlapisan akibat

pergerakan ke arah vertikal.

Page 32: Coal II Genesa Batubara

supandi.ver 1-2011 |

Batupasir

Batulempung

Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARASTTNAS

Yogyakarta

Gambar 1.11Endapan Batubara Bentuk Fault

(f) Bentuk Fold

Bentuk ini terjadi apabila di daerah pembentukan lapisan batubara mengalami

perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan menyebabkan makin

komplek struktur batubara.

Gambar 1.12 Endapan Batubara Bentuk Fold

Page 33: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

4. Pengaruh Sulfur Dalam Batubara

Sulfur di dalam batubara terdiri dari dua jenis yaitu sulfur organik dan sulfur

anorganik. Sulfur organik biasanya ada dalam batubara seiring dengan pembentukan

batubara dan berasal dari tumbuhan pembentuk batubara tersebut. Sulfur organik juga

berasal dari luar tumbuhan yang dikarenakan suatu reaksi kimia yang terjadi pada saat

peatifikasi dan coalifikasi pada saat perubahan diagenetik dan perubahan kimia.

Sedangkan anorganik sulfur berasal dari lingkungan dimana batubara tersebut

terbentuk, atau dari mineral yang berada di sekeliling batubara atau bahkan yang

berada dalam seam batubara yang membentuk parting, spliting, band dan lain-lain.

Sulfur anorganik dibagi menjadi dua jenis yaitu pyritic sulfur dan sulfat sulfur.

Dalam analisis di laboratorium sulfur-sulfur ini ditentukan dengan parameter yang

disebut form of sulfur. Dimana laporannya terdiri dari pyritic sulfur, sulfat sulfur dan

organik sulfur. Yang ditentukan di laboratorium dengan tes hanya pyritic sulfur dan

sulfat sulfur sedangkan organik sulfur merupakan hasil kalkulasi selisih antara total

sulfur dan jumlah dari pyritic dan sulfat sulfur.

Form of sulfur biasa digunakan untuk memprediksi secara awal apakah sulfur

dari batubara tersebut dapat dikurangi dengan cara separasi media atau washibility

density. Organik sulfur secara teoritis tidak dapat dipisahkan dari batubara dengan

metode separasi yang menggunakan dens minimum plan atau washing karena sulfur

tersebut terikat secara organik dalam molekul batubara.

Sedangkan anorganik sulfur dapat dikurangi atau dihilangkan dengan cara

separasi media karena termasuk ke dalam mineral matter yang memiliki density lebih

tinggi dibanding batubara. Selain itu pyritic sulfur juga digunakan sebagai bahan acuan

dalam memprediksi kecenderungan batubara tersebut untuk terbakar secara spotan

pada waktu penyimpanan di stockpile. Karena pyritic sulfur dapat mengkatalisasi

terjadinya self heating pada batubara yaitu dengan reaksi oksidasi yang menghasilkan

panas. Selain itu dari reaksi tersebut dapat menyebabkan desintegrasi partikel batubara

sehingga menambah luas permukaan batubara yang juga dapat menambah

kecenderungan batubara tersebut untuk teroksidasi yang pada akhirnya menyebabkan

terjadinya pembakaran spontan.

Page 34: Coal II Genesa Batubara

BATUBARA – GENESA STTNASYogyakar

supandi.ver 1-2011 |

Hidrogen disulfida atau FeS2 di dalam batubara terdiri dari dua tipe yaitu cubic

yellow pyrit dan rombic marcasite. Dan marcasite inilah yang disinyalir lebih reaktif

terhadap oksigen dibanding pyrit.

Dalam utilisasi di industri, sulfur yang tinggi sangat tidak diharapkan karena

dapat menimbulkan emisi SO2 yang konsentrasinya tidak boleh tinggi karena dapat

menyebabkan hujan asam. Batas SO2 yang diijinkan tergantung dari negara dimana

industri tersebut berada, karena peraturan masing-masing berbeda. Selain itu SO2 juga

termasuk corrosive constituent bersama chlorine yang dapat merusak metal dalam boiler.