cmv mardiansyah

60
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Cytomegalovirus (CMV) dalam sering dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus. Seperti pada infeksi TORCH, infeksi CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang berdampak negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang terinfeksi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung. Dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal bagi bayi yang dilahirkan. Keadaan seperti ini memang perlu diketahui dan dideteksi agar dapat diberikan pengelolaan yang tepat, sebab infeksi prenatal dapat berakibat fatal, sedangkan infeksi kongenital atau perinatal yang pada awalnya berjalan tanpa gejala dapat bermanifestasi di kemudian hari. Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri sendiri, karena selain pada ibu hamil dan fetus, dapat menyerang setiap 1

Upload: mardiansyah-dicka

Post on 06-Aug-2015

182 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CMV Mardiansyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) dalam sering dikelompokkan dalam

infeksi TORCH yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella,

Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus. Seperti pada infeksi TORCH,

infeksi CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang berdampak negatif terhadap

janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang terinfeksi. Pada infeksi

CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik

tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang

minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang

dikandung. Dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, perinatal bagi bayi

yang dilahirkan. Keadaan seperti ini memang perlu diketahui dan dideteksi

agar dapat diberikan pengelolaan yang tepat, sebab infeksi prenatal dapat

berakibat fatal, sedangkan infeksi kongenital atau perinatal yang pada awalnya

berjalan tanpa gejala dapat bermanifestasi di kemudian hari.

Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan

dapat berdiri sendiri, karena selain pada ibu hamil dan fetus, dapat menyerang

setiap individu. Prevalensi infeksi sangat tinggi, dan walaupun umumnya

bersifat silent, infeksi CMV ternyata dapat memicu banyak komplikasi pada

berbagai sistem tubuh.

Diagnosis infeksi CMV tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan latar

belakang klinik saja, terlebih bila tidak dijumpai keluhan atau hanya

menimbulkan keluhan yang mirip dengan infeksi virus pada umumnya. Deteksi

secara laboratorik diperlukan untuk menunjang diagnosis. Sejauh ini,

pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi CMV banyak dilakukan

oleh pasangan pranikah, prahamil, atau wanita hamil yang mempunyai riwayat

kelainan kehamilan termasuk keguguran atau ingin punya anak, serta bayi baru

lahir cacat. Namun, dengan memahami seluk beluk infeksi CMV, akan dapat

dipahami bahwa deteksi laboratorik juga diperlukan oleh setiap individu yang

1

Page 2: CMV Mardiansyah

dicurigai terinfeksi CMV, baik hamil maupun tidak hamil, wanita maupun pria,

dewasa, anak, maupun bayi baru lahir.

Pengetahuan tentang CMV dan respons imun terhadap CMV perlu

didalami agar dapat diketahui bagaimana tubuh berusaha memberikan

perlindungan, bagaimana kegagalan usaha perlindungan terjadi, sehingga

mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit atau manifestasi klinik infeksi

CMV. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium perlu dipelajari, agar dapat

diketahui adanya infeksi asimtomatik, status infeksi, kemungkinan penyebaran

infeksi baik di dalam tubuh sendiri ataupun di luar tubuh. Semua hal tersebut

diperlukan dalam upaya memberikan wawasan untuk membantu

penatalaksanaan infeksi CMV, melakukan pengobatan seawal mungkin,

mencegah dampak negatif, baik pada individu dengan kompetensi imun yang

baik maupun immunocompromised atau yang lemah, serta mencegah

penyebaran atau penularan penyakit.

B. Tujuan Penulisan

Mengetahui tentang CMV, cara mendiagnosis, diagnosis banding yang

mungkin terjadi serta penatalaksanaannya.

2

Page 3: CMV Mardiansyah

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Nn U.M

Umur : 15 tahun

Alamat : Sukoharjo

No RM : 202xxx

Jenis kel : Perempuan

MRS : 1 November 2012

Bangsal : Cempaka 2

Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2012

B. Anamnesis

1. Keluhan utama

Sering pusing

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang RSUD Sukoharjo dengan keluhan sering pusing dengan

sedikit beraktivitas. Keluhan tersebut sudah dirasakan semenjak duduk

dikelas 6 SD sampai sekarang, namun pasien menganggap hal biasa dan di

obati tetapi keluhan tidak berkurang. Selain itu pasien juga mengeluhkan

sering lemas disertai gemetar, keram dan kesemutan pergelangan tangan

dan kaki, telinga sakit dan pendengaran berkurang, tidak kuat melihat

cahaya dengan penglihatan sedikit kabur, keluhan tersebut sangat

menganggu aktivitas sehari-hari terutama untuk sekolah sulit untuk

berkonsentrasi. Satu bulan sebelum masuk rumah sakit Sukoharjo, pasien

berobat ke RSUD Moewardi, Solo. Pasien di diagnosa dengan CMV

setelah dilakukan pemeriksaan imuno serologi. Disana pasien dianjurkan

untuk mondok tetapi pasien menolak, kemudian pasien diberi obat jalan.

Pada tanggal 1 November 2012 pasien datang ke RSUD Sukoharjo dengan

keluhan yang sama diatas kemudian pasien akhirnya mondok.

3

Page 4: CMV Mardiansyah

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat asma (-),

riwayat sakit tifoid (-), riwayat alergi obat atau makanan (-), riwayat

mondok RS (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat atopi

dalam keluarga (-)

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien masih dalam

tahap pendidikan sekolah menengah atas. Pasien belum menikah dan

jarang mengkonsumsi obat obatan.

6. Riwayat kontak atau kebiasaan

Pasien tidak pernah kontak dengan binatang peliharaan, pasien tidak

pernah melakukan transfusi darah.

C. Anamnesis Sistem

1. Sistem Cerebrospinal : Pusing (+)

2. Sistem Cardiovascular : Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-)

3. Sistem Respiratorius : Batuk (-), sesak (-), nafas cuping hidung (-)

4. Sistem Genitourinat : BAK (+), normal

5. Sistem Gastrointestinal : makan (+), minum (+), BAB (+) , mual (-),

muntah (-), nyeri ulu hati (+)

6. Sistem Musculoskletal : badan terasa lemas (+)

7. Sistem integumentum : perdarahan spontan (-)

Kesan : Terdapat masalah pada system cerebrospinal, gastrointestinal dan

usculoskletal

D. Pemeriksaan Fisik

1. KU : CM, lemas

2. Vital sign : TD : 90/70 mmHg RR : 18 x/menit

Nadi : 88 x/menit Suhu : 37,4°C

4

Page 5: CMV Mardiansyah

3. Kepala : CA (-/-), SI (-/-), nyeri tekan (+) sekitar orbita mata.

4. Leher: Retraksi suprasterna tidak ditemukan, deviasi trakea tidak

ditemukan, tidak terdapat peningkatan JVP, Pembesaran kelenjar

limfe tidak ditemukan.

5. Thorak :

6. Abdomen :

Abdomen Hasil pemeriksaan

5

Pulmo Depan BelakangInspeksi Simetris,

Ketinggalan gerak (-)Retraksi intercostae (-)

Simetris, Ketinggalan gerak (-)Retraksi intercostae (-)

Palpasi Gerak dada simetrisFremitus normal

Gerak dada simetrisFremitus normal

Perkusi Sonor Sonor Auskultasi SDV (+/+)

Wh (-/-), Rh (-/-)SDV (+/+)Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor Hasil PemeriksaanInspeksi Ictus cordis tidak tampakPalpasi Ictus cordis pada SIC VI linea midclavicularis

sinistra tidak kuat angkat Perkusi Batas kanan atas: SIC II linea parasternalis dextra

Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextraBatas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistraBatas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi Bunyi jantung I-II intensitas regular, bising (-)

Page 6: CMV Mardiansyah

Inspeksi simetris, supel, tidak ada sikatrik.

Auskultasi Peristaltik (+)

Perkusi Timpani

Palpasi supel, peristaltik (+), tidak terdapat

pembesaran, nyeri tekan (-)

7. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 1 November 2012

Pemeriksaan imuno serologi tanggal 22 Oktober 2012:

Nama pemeriksaan

Hasil Nilai rujukan

Satuan Keteangan

Imuno serologiAnti-CMV IgG

Positif (kons:37)

Negatif AU/ml Konsentrasi <4 AU/ml negatif 4<= konsentrasi <3 AU/mlBorderline, disarankan

6

Pemeriksaan Hasil Nilai NormalLeukosit 15,0 µL 5,0-10,0 µLEritrosit 4,42 µL 4,5-5,5 µLHb 11,7 gr/dL 13,0-16,0 µLHct 33,6% 40-48%Trombosit 148 µL 150-450 µLIndeks eritrositMCVMCHMCHC

76,0 fL26,5 pg

34,8 gr/dL

82-92 fL27,31 pg

33-36 gr/dLKreatinin 0,82 mg/dL 0,5-0,9 mg/dLSGOT 19,82 µL 0,21 µLSGPT 29,95 µL 0-22 µLUreum 29,43mg/dL 10-50 mg/dLHbsAg (-)

Page 7: CMV Mardiansyah

untuk diperiksa 2-3 minggu kemudian konsentrasi->= 6 AU/ml positi

Anti-CMV IgM

Negatif (indeks:0.24)

Negatif 0.7<= indeks <0.9Borderline, disarankan untuk diperiksa 10-15 hari kemudian indeks >= 0.9 positif

Pemeriksaan multi slice CT-SCAN tanggal 18 September 2012

Kesan: Tidak terdeteksi massa/perdarahan pada CT-SCAN

B. Diagnosis

Cytomegalovirus (CMV)

C. Terapi

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam

Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam

Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

Bed rest

Follow Up

Jumat 2 November 2012 (Hari I).

S : pusing (+), mual (-), lemas (+) muntah (-), demam (-), BAB/BAB +/+

Telinga berdengung, mata sedikit kabur.

O : Tekanan darah : 100/70

Suhu : 36,9 C⁰

Nadi : 84x/menit

RR : 18 x/m

7

Page 8: CMV Mardiansyah

Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening

Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)

Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)

Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri

tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Cytomegalovirus (CMV)

P :

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam

Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam

Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

Bed rest

Sabtu tanggal 3 November 2012 dan minggu tanggal 4 November 2012

keluhan dan terapi sama dengan pada hari jumat tanggal 2 November

2012.

Senin 5 November 2012 (Hari IV).

S : pusing (+), mual (-), lemas (+) muntah (-), demam (-), BAB/BAB +/+

Telinga berdengung dan keluar cairan putih dari telinga kiri, berbau

busuk (-), mata sakit jika melihat sinar.

O : Tekanan darah : 110/70

Suhu : 36,09 C⁰

8

Page 9: CMV Mardiansyah

Nadi : 88x/menit

RR : 18 x/m

Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening

Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)

Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)

Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri

tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Cytomegalovirus (CMV)

P :

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam

Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam

Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

Bed rest

Konsultasi Spesialis THT:

Diagnosa: cerumen prop

Terapi: evakuasi cairan

Selasa 6 November 2012 (Hari V).

S : pusing (+), mual (-), lemas (+) muntah (-), demam (-), BAB/BAB +/+

mata sakit jika melihat sinar, penglihatan kabur, nyeri disekitar mata.

O : Tekanan darah : 110/70

Suhu : 36,0 C⁰

Nadi : 88x/menit

9

Page 10: CMV Mardiansyah

RR : 18 x/m

Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),nyeri takan (+)

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening

Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)

Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)

Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri

tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Cytomegalovirus (CMV)

P :

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam

Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam

Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

Bed rest

Konsultasi Spesialis MATA:

Diagnosa: susp. Anomali refraksi

Terapi: cek kaca mata di poli mata bila keadaan umum membaik

Rabu 7 November 2012 (Hari VI).

S : pusing (+) berkurang, mual (-), lemas (-) muntah (-), demam (-),

BAB/BAB +/+, pendengaran mulai membaik, penglihatan mulai

membaik tetapi masih sedikit kabur

O : Tekanan darah : 110/70

Suhu : 36,3 C⁰

Nadi : 88x/menit

10

Page 11: CMV Mardiansyah

RR : 18 x/m

Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening

Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)

Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)

Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri

tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Cytomegalovirus (CMV)

P :

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam

Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam

Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

Bed rest

Kamis 8 November 2012 (Hari VII).

S : pusing (+) berkurang, mual (-), lemas (-) muntah (-), demam (-),

BAB/BAB +/+, pendengaran mulai membaik, penglihatan mulai

membaik tetapi masih sedikit kabur

O : Tekanan darah : 120/70

Suhu : 36,3 C⁰

Nadi : 88x/menit

RR : 18 x/m

Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

11

Page 12: CMV Mardiansyah

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening

Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)

Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)

Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri

tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Cytomegalovirus (CMV)

P :

Infus RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 50 mg amp/12 jam

Inj. Antalgin 500 mg amp/8 jam

Inj. Cefotaxime 1 g val/12 jam

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

Bed rest

Jumat 9 November 2012 (Hari VIII).

S : pusing (-), mual (-), lemas (-) muntah (-), demam (-),

BAB/BAB +/+, pendengaran mulai membaik, penglihatan mulai

membaik tetapi masih sedikit kabur

O : Tekanan darah : 110/70

Suhu : 36,0 C⁰

Nadi : 88x/menit

RR : 18 x/m

Keadaan Umum : Compos Mentis, lemas

Kepala : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar Getah bening

Thorax : Pulmo SDV (+/+), ST (-/-)

Cor Suara Jantung 1-2 intensitas regular, bising jantung (-)

12

Page 13: CMV Mardiansyah

Abdomen : supel, peristaltik (+), tidak terdapat pembesaran, nyeri

tekan (-), pembesaran lien (-), ascites (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

A : Cytomegalovirus (CMV)

P : Boleh Pulang

Metil prednisolon 3x4 mg

Sodium diklofenak 3x25 mg

Cefadroxil 3x500mg

Spiramicin 3x500mg

Dancera 3x10mg

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota “keluarga”

virus herpes yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai

“virus paradoks” karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau

dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal

infeksi, CMV aktif menggandakan diri. Sebagai respon, system kekebalan

tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebut, sehingga setelah beberapa

waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur,

urin, sperma, lendir vagina, ASI, dan sebagainya. Penularan CMV dapat terjadi

karena kontak langsung dengan sumber infeksi tersebut, dan bukan melalui

makanan, minuman atau dengan perantaraan binatang.

B. Epidemiologi

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi

endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada

populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70%

orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap

infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada

13

Page 14: CMV Mardiansyah

keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di Negara berkembang, lebih dari

atau sama dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV.1

Lisyani dalam observasi selama setahun pada tahun 2004, mendapatkan

dari 395 penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi anti-

CMV, 344 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG (imunoglobulin G)

seropositif, 7 dari 344 penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3

penderita hanya menunjukkan hasil IgM positif. Total seluruhnya 347 orang

atau 87,8 % menunjukkan seropositif. Hasil observasi ini menyokong

pendapat bahwa sangat banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV,

dan sebagian besar sudah berjalan kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa

menyadari bahwa hal tersebut telah terjadi.2

Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan

perinatal yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV

kongenital bervariasi luas di antara populasi yang berbeda, ada yang

melaporkan sebesar 0,2 –3% 5, ada pula sebesar 0,7 sampai 4,1%. Peneliti lain

mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh kehamilan. Ogilvie

melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-kira pada 1 dari 3 kasus

wanita hamil. Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu mengalami

reaktivasi, reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan kurang

menimbulkan sequelae (gejala sisa) dibandingkan dengan infeksi primer. Hal

ini disebabkan karena antibodi IgG anti-CMV maternal dapat melewati

plasenta dan bersifat protektif. Keadaan asimtomatik saat lahir dijumpai pada

5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV kongenital. Infeksi

kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu terinfeksi dengan strain CMV

lain. Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus dengan gejala cytomegalic

inclusion disease (CID) dijumpai pada saat lahir, sedangkan Lipitz

melaporkan sebesar 10 – 15%, dan dapat menimbulkan risiko kehilangan

pendengaran sensorineural yang progresif (progressive sensorineural hearing

loss atau SNHL), atau lain-lain defek perkembangan neurologik (retardasi

mental) di kemudian hari. Progresivitas komplikasi neurologic ini

14

Page 15: CMV Mardiansyah

berhubungan dengan infeksi CMV yang persisten, replikasi virus atau respons

tubuh anak.2

C. Virologi Cytomegalovirus

Virus Cytomegalovirus (CMV) termasuk keluarga virus Herpes. Sekitar

50% sampai 80% orang dewasa memiliki antibodi anti CMV. Infeksi primer

virus ini terjadi pada usia bayi, anak - anak, dan remaja yang sedang dalam

kegiatan seksual aktif. Penderita infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang

khusus, tetapi virus terus hidup dengan status laten dalam tubuh penderita

selama bertahun – tahun.3

Bersama dengan Cytomegalovirus hewan, Cytomegalovirus manusia

(HCMV) juga disebut dalam literatur terbaru sebagai manusia herpesvirus 5

(HHV-5), milik keluarga Herpesviridae, subfamili Betaherpesvirinae,

Cytomegalovirus genus. Nama ini berasal dari fakta bahwa hal itu

menyebabkan pembesaran sel yang terinfeksi (cytomegaly) dan mendorong

badan inklusi karakteristik.

Genom HCMV terdiri dari DNA untai ganda dengan sekitar 230.000

pasangan basa. Genom ini tertutup oleh kapsid icosahedral (diameter 100-110

nm, 162 capsomers). Antara kapsid dan amplop virus terdapat lapisan protein

yang dikenal sebagai tegument. Amplop virus berasal dari membran sel.

Setidaknya delapan glikoprotein virus yang berbeda yang tertanam di lapisan

ganda lipid. Partikel virus matang memiliki diameter 150-200 nm. Seperti

semua herpesvirus, HCMV sensitif terhadap pH rendah, agen lipiddissolving

dan panas. HCMV memiliki waktu paruh sekitar 60 menit pada 37°C dan

relatif stabil pada -20°C. Perlu disimpan di setidaknya -70°C untuk

mempertahankan infektivitasnya.3

Gambar 1. HCMV Human

Cytomegalovirus3

15

Page 16: CMV Mardiansyah

Pada penelitian terbaru, tiga CMV monyet diakui sebagai spesies dalam

klasifikasi ICTV terbaru, sedangkan virus dari monyet rhesus (RhCMV),

simpanse (ChCMV), dan monyet hijau Afrika (AgmCMV). CMV isolat dari

babun, latihan, burung hantu, dan monyet bajing juga telah dijelaskan.

Kemungkinan bahwa banyak spesies monyet lebih pelabuhan CMVs mereka

sendiri. CMVs lebih besar dari herpesvirus lainnya (200-300 nm diameter) dan

cenderung disebabkan pleomorfik dengan bentuk amplop tidak teratur. Genom

CMV juga merupakan terbesar di antara genom virus herpes. ChCMV adalah

relatif dekat CMV manusia (HCMV). Genom HCMV dan ChCMV hampir

sempurna. Pada saat yang sama homologi urutan gen orthologous dalam

genom ada di moderat rata-rata rendah. Meskipun RhCMV jelas lebih jauh dari

HCMV dari ChCMV, fitur penting dari infeksi HCMV cukup erat tercermin

pada monyet rhesus terinfeksi RhCMV. Model monyet rhesus (RhCMV)

menyediakan peluang bagus untuk mempelajari patogenesis penyakit CMV

dalam sebuah host immunocompromised, terutama SIV-imunosupresi kera

dengan SAIDS. Walaupun penyakit bawaan CMV tidak teramati di kera, dapat

eksperimen diinduksi oleh inokulasi langsung intrauterine fetus monyet rhesus

dengan RhCMV. Pengembangan vaksin profilaksis efektif dan HCMV terapi,

kompleksitas tugas yang tangguh, dapat difasilitasi oleh pengujian berbagai

protokol imunisasi menggunakan RhCMV / model monyet rhesus.3

Virus CMV akan aktif apabila host mengalami penurunan kondisi fisik,

seperti wanita yang sedang hamil atau orang yang mengalami pencangkokan

organ tubuh. Jika infeksi pada wanita hamil terjadi pada awal kehamilannya

maka kelainan yang ditimbulkan semakin besar.3

16

Page 17: CMV Mardiansyah

Hanya sekitar 5 hingga 10 bayi yang terinfeksi CMV selama masa

kehamilan menunjukkan gejala kelainan sewaktu dilahirkan. Gejala klinis yang

umum dijumpai adalah berat badan rendah, hepatomegali, splenomegali, kulit

kuning, radang paru-paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat. Gejala

non syaraf akan muncul pada beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan

syaraf yang akan berlanjut menjadi kemunduran mental, gangguan

pendengaran, gangguan penglihatan, dan raikrosefali.3

CMV lebih sering menyerang mata yang dapat dengan cepat menyebabkan

kebutaan. Bila tidak diobati CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan

menginfeksi ke beberapa organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling

tinggi terjadi bila sel CD4 kurang dari 100.3

Transmisi CMV

Risiko mendapatkan sitomegalovirus (CMV) melalui kontak biasa sangat

kecil. Virus ini biasanya ditularkan dari orang yang terinfeksi kepada orang

lain melalui kontak langsung dari cairan tubuh, seperti urin, air liur, atau ASI.

CMV ditularkan secara seksual dan dapat menyebar melalui organ-organ

transplantasi dan transfusi darah.3

Orang yang terinfeksi dengan CMV dapat menularkan virus ( terinfeksi

virus dari cairan tubuh mereka, seperti urin, air liur, darah, dan air mani, ke

lingkungan). Anakanak kecil sering menularkan CMV selama berbulan-bulan

setelah mereka pertama terinfeksi. Walaupun orang tua dari anak-anak yang

shedding virus dapat menjadi terinfeksi dari anak-anak mereka, CMV tidak

menyebar dengan mudah. Kurang dari 1 dari 5 orang tua dari anak-anak yang

terinfeksi CMV penumpahan selama setahun.3

Meskipun CMV dapat ditularkan melalui ASI, infeksi yang terjadi dari

pemberian ASI biasanya tidak menimbulkan gejala atau penyakit pada bayi.

Karena infeksi CMV setelah lahir dapat menyebabkan penyakit pada bayi lahir

prematur atau rendah sangat berat, ibu bayi tersebut harus berkonsultasi dengan

penyedia layanan kesehatan mereka tentang menyusui.3

Transmisi CMV selama Kehamilan

17

Page 18: CMV Mardiansyah

Di Amerika Serikat, sekitar 30-50% wanita tidak pernah terinfeksi CMV.

Sekitar 1-4 dari setiap 100 wanita yang belum pernah terinfeksi dengan CMV

mengalami infeksi (pertama) primer CMV selama kehamilan. Sekitar sepertiga

dari wanita (33 dari setiap 100) yang terinfeksi dengan CMV untuk pertama

kalinya selama kehamilan akan meneruskan infeksi pada bayi mereka.3

Di Amerika Serikat, sekitar 50-80% wanita telah terinfeksi dengan CMV

pada usia 40 tahun. Jika seorang wanita terinfeksi dengan CMV sebelum

menjadi hamil, risiko menularkan virus ke janinnya sekitar 1 dalam 100.3Untuk

wanita hamil, dua transmisi yang paling umum untuk CMV melalui hubungan

seksual dan melalui kontak dengan urin dan air liur anak-anak muda dengan

infeksi CMV.3 Tidak ada tindakan yang dapat menghilangkan semua resiko

infeksi CMV dari anak muda, tetapi ada beberapa tindakan yang dapat

mengurangi penyebarannya (untuk rinciannya, lihat Pencegahan). Tujuan

utama dari tindakan ini adalah untuk menghindari urin anak-anak dan air liur di

tangan Anda atau di mata, hidung, atau mulut.3

Penularan CMV ke Bayi sebelum Lahir

CMV dapat menular dari ibu hamil ke janinnya selama kehamilan. Virus

dalam darah ibu masuk lewat plasenta dan menginfeksi darah janin.3 Antara

bayi yang lahir dengan infeksi CMV (infeksi CMV kongenital), sekitar 1 dari 5

akan memiliki cacat permanen, seperti cacat perkembangan atau gangguan

pendengaran. 3

D. Patogenesis Infeksi Cytomegalovirus

CMV adalah virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vitro dan in

vivo. Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang membesar dengan badan

inklusi virus (viral inclusion bodies). Sel yang terkena sitomegali juga terlihat

pada infeksi yang disebabkan oleh Betaherpesvirinae lain. Secara mikroskopis,

sebutan bagi sel ini adalah mata burung hantu. Walaupun merupakan suatu

dasar diagnosis, tampilan histologis seperti ini hanya ada sedikit atau tidak ada

pada organ terinfeksi. 4

18

Page 19: CMV Mardiansyah

Gambar 2. Pewarnaan hematoxylin-eosin pada potongan paru menunjukan

inklusi mata burung hantu yang tipikal. 4

Virus CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di

permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam

vakuole di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat

menuju ke nukleus sel inang (uncoating).4

Riwayat infeksi CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus

diekskresi melalui beberapa tempat dan ekskresi virus dapat menetap beberapa

minggu, bulan, bahkan tahun sebelum virus hidup laten. Episode infeksi ulang

sering terjadi, karena reaktivasi dari keadaan laten dan terjadi pelepasan virus

lagi. Infeksi ulang juga dapat terjadi eksogen dengan strain lain dari CMV.

Infeksi CMV dapat terjadi setiap saat dan menetap sepanjang hidup. ”Sekali

terinfeksi, tetap terinfeksi”, virus hidup dormant dalam sel inang tanpa

menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti common cold.

Replikasi virus merupakan faktor risiko penting untuk penyakit dengan

manifestasi klinik infeksi CMV. Penyakit yang timbul melibatkan peran dari

banyak molekul baik yang dimiliki oleh CMV sendiri maupun molekul tubuh

inang yang terpacu aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi CMV. CMV

dapat hidup di dalam bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas,

leukosit polimorfonukleus, makrofag yang berasal dari monosit, sel dendritik,

19

Page 20: CMV Mardiansyah

limfosit T (CD4+ , CD8+), limfosit B, sel progenitor granulosit-monosit.

Dengan demikian berarti CMV menyebabkan infeksisistemik dan menyerang

banyak macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan, paru, saluran

cerna, hati, kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak atau sistem

syaraf pusat. Virus dapat ditemukan dalam saliva, air mata, darah, urin, semen,

sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh. Ekskresi

yang paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama,

sehingga bahaya penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi

CMV pada infeksi kongenital sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama.2

Reaktivasi, replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten,

meskipun tanpa menimbulkan keluhan atau kerusakan jaringan. Replikasi

DNA virus dan pembentukan kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel

terinfeksi CMV dapat berfusi satu dengan yang lain, membentuk satu sel besar

dengan nukleus yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated cells)

dapat dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel berinti

ganda yang membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan replikasi virus,

yaitu apabila mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti mata

burung hantu (owl eye).2

Respons imun seseorang memegang peran penting untuk mengeliminasi

virus yang telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang

baik (imunokompeten), infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi,

namun penyakit dapat menjadi berat bila individu berada dalam keadaan

immature (belum matang), immunosuppressed (respons imun tertekan) atau

immunocompromised (respons imun lemah), termasuk ibu hamil dan neonatus,

penderita HIV (human immunodeficiency virus), penderita yang mendapatkan

transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan yang menderita

penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang tertekan atau

lemah, belum mampu membangun respons baik seluler maupun humoral yang

efektif, sehingga dapat mengakibatkan nekrosis atau kematian jaringan yang

berat, bahkan fatal.2

20

Page 21: CMV Mardiansyah

Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti terhadap infeksi

terhadap virus pada umumnya, bersifat kompleks yang meliputi baik faktor

atau komponen yang berperan dalam respons imun seluler maupun humoral.

Kontrol yang cepat, segera pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yang

diperantarai sel yaitu sel NK (natural killer), sel T CD8+ dan dengan bantuan

sel T CD4+. Sel NK, anggota limfosit nonT-nonB yang beredar dalam sirkulasi

darah dan jaringan, merupakan komponen nonspesifik dari sistem imun

bawaan, akan mengenal sel inang yang terinfeksi virus, kemudian

menghancurkan sel tersebut dengan cara lisis proteolitik. Pada awal infeksi

akut, dalam respons imun spesifik, antigen virus diproses oleh makrofag

antigen presenting cells (APC), dipresentasikan ke sel limfosit T CD4+ (T

helper) yang memproduksi sitokin dan memicu proliferasi klon tunggal sel T

sitotoksik atau sitolitik (CD8+) yang tersensitasi. Sel T CD8+ yang teraktivasi

kemudian secara spesifik akan menghancurkan sel inang yang

mengekspresikan antigen virus yang berikatan dengan major histocompatibility

complex (MHC) atau human leucocyte antigen (HLA) kelas I di permukaan sel.

MHC atau HLA kelas I dijumpai pada hampir semua sel berinti. Respons imun

ini ditargetkan terhadap bermacam antigen seperti protein IE1, IE2, gB dan pp

65. Sel T-CD4+ spesifik juga memegang peran penting di dalam mengontrol

infeksi virus dengan cara melepaskan interferon γ ( IFN-γ ) yang kemudian

mengaktifkan makrofag sebagai fagosit. Imunitas yang diperantarai sel ini

memegang peran utama untuk menekan aktivitas virus yang menetap secara

laten. 2

Respons imun humoral terbentuk karena fragmen antigen yang berikatan

dengan molekul MHC kelas II dipresentasikan oleh APC kepada limfosit T-

CD4+. Produksi sitokin terpacu untuk mengaktifkan sel B, kemudian sel B

berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan

antibodi atau imunoglobulin. IgM muncul pertama kali, setelah itu dengan

mutasi somatik yang terjadi pada limfosit B yang terstimulasi antigen, maka

akan terjadi isotype switching dan terbentuk isotype immunoglobulin yang lain

seperti IgG, IgA., IgE, dan IgD. Antibodi yang terbentuk pada awalnya

21

Page 22: CMV Mardiansyah

memiliki kekuatan mengikat antigen yang masih lemah, selanjutnya terjadi

affinity maturation terhadap sebagian dari sel B, sehingga menghasilkan

antibodi yang mampu mengikat antigen dengan kuat. Kekuatan ikatan antibodi

terhadap antigen ini disebut high-affinity dan high avidity. Antibodi IgG adalah

yang paling utama melakukan neutralisasi dan eliminasi terhadap CMV yang

beredar dalam sirkulasi. IgG tersebut adalah antibody anti-gB (anti-

glikoprotein B) yang merupakan antibodi terhadap antigen paling imunogenik

dari amplop CM.2

CMV kongenital terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi

(viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada

kurang lebih 0,5– 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren.

Viremia pada ibu hamil dapat menyebar melalui aliran darah (per hematogen),

menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun

pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen, yang mungkin akan menimbulkan

risiko 6 tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada

infeksi primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum

konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi

membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap

saat sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu

pertama, akan menimbulkan penyakit yang lebih berat.5

Respons imun pada fetus dan anak diperantarai sel yang terbentuk 1

minggu sebelum respons humoral, mencapai puncak sama dengan respons

humoral. Respons imun seluler mulai dapat terdeteksi dengan baik pada umur

fetus 22 minggu. Aktivasi dan diferensiasi sel T CD4+ dapat terjadi, meskipun

kemampuan untuk menghasilkan IFN-γ masih lemah. Hasil suatu studi

menyatakan bahwa peran sel T CD4+ spesifik dengan frekuensi yang tinggi

pada neonatus memungkinkan terjadi stimulasi terhadap imunitas seluler,

sehingga infeksi CMV kongenital bersifat asimtomatik. Respons imun humoral

dimulai pada 9 – 11 minggu kehamilan, namun kadar antibodi dalam sirkulasi

tetap rendah sampai pertengahan kehamilan, kecuali terdapat virus dalam titer

tinggi dan ada perkembangan reseptor antigen di permukaan sel keadaan ini,

22

Page 23: CMV Mardiansyah

kadar antibodi meningkat dengan predominan IgM. Pada infeksi kongenital,

IgG maternal dapat menembus plasenta masuk ke sirkulasi fetus, sedangkan

IgM atau IgA yang terdeteksi pada darah tali pusat neonatus, menunjukkan

bahwa antibodi tersebut diproduksi oleh fetus atau bayi sendiri yang terinfeksi

secara vertikal dari ibu. Pada reaktivasi, antibodi anti-CMV terbentuk adekuat,

sebaliknya terjadi defek imunitas yang diperantarai sel dengan penurunan

jumlah sel NK dan T CD8+.2

E. Manifestasi Klinis dan Komplikasi

1. Manifestasi Klinis Secara Umum

Pada populasi dewasa normal, CMV bersifat dormant (tidak aktif) dalam

tubuh. CMV hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang

bersangkutan merosot. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang

menjalani kemoterapi atau terinfeksi HIV. Pada sebagian orang, infeksi

primer CMV pada saat dewasa menimbulkan infeksi mononukleosis.

Gejalanya mirip infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, antara

lain; demam, rash (bintik merah) di tubuh, pembengkakan kelenjar limfe di

leher, rasa capai hebat, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot,

pembesaran hati dan limpa. Gejala ini, sebagaimana gejala flu, bisa sembuh

sendiri tanpa diobati. Cukup beristirahat dua sampai enam minggu. Antara

tiga dan dua belas minggu setelah terinfeksi beberapa pasien mungkin

mengalami demam, kelelahan umum dan kelenjar bengkak. Pasien dengan

risiko tinggi dapat mengembangkan pneumonia dan batuk. Komplikasi

infeksi CMV dijabarkan sebagai berikut: 6

a. Cytomegalovirus pneumonia didefinisikan sebagai tanda-tanda dan

gejala penyakit paru dalam kombinasi dengan deteksi CMV dalam

cairan bronchoalveolar atau jaringan paru-paru. Tingkat tertinggi

pneumonia CMV serta keparahan terbesar terjadi antara penerima

transplantasi paru-paru yang berisiko.

b. Cytomegalovirus hepatitis didefinisikan sebagai bilirubin tinggi dan

atau tingkat enzim hati dalam kombinasi dengan deteksi CMV tanpa

23

Page 24: CMV Mardiansyah

adanya penyebab lain untuk hepatitis. Hepatitis telah sering diamati

pada pasien dengan infeksi CMV primer dan mononukleosis. Tingkat

enzim hepatoseluler mungkin ringan dan transiently meningkat dan

dalam kasus yang jarang, penyakit kuning dapat berkembang. Prognosis

hepatitis CMV pada host imunokompeten biasanya menguntungkan,

tetapi kematian telah dilaporkan pada pasien imunosupresi.

c. CMV gastritis dan kolitis adalah kombinasi dari gejala pada saluran

atas dan bawah GI. Lesi mukosa terlihat pada endoskopi. CMV dapat

menginfeksi saluran pencernaan dari rongga mulut melalui usus besar.

Manifestasi khas penyakit adalah lesi ulseratif. Dalam rongga mulut ini

dapat dibedakan dari ulkus yang disebabkan oleh HSV atau ulserasi

aphthous. Gastritis dapat muncul sebagai sakit perut dan bahkan

hematemesis, sedangkan kolitis lebih sering muncul sebagai penyakit

diare.

d. Cytomegalovirus penyakit SSP merupakan gejala SSP dalam kombinasi

dengan deteksi CMV dalam CSF.

e. Cytomegalovirus retinitis adalah salah satu infeksi oportunistik yang

paling umum pada orang dengan AIDS, biasanya mereka dengan

jumlah CD4+ di bawah 50 sel/uL. Meskipun jumlah kasus mengalami

penurunan dengan penggunaan ART, kasus baru tetap dilaporkan.

Individu dengan retinitis CMV biasanya menunjukkan penurunan

progresif ketajaman visual, yang dapat berkembang menjadi kebutaan

jika tidak diobati. Unilateral dan bilateral penyakit mungkin ada.

Pengobatan jangka panjang CMV diperlukan untuk mencegah kambuh

retinitis. 6

2. Manifestasi klinis pada Ibu Hamil :

Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak

terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam,

lesu, sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang

terinfeksi CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya, sehingga

24

Page 25: CMV Mardiansyah

bayi yang dikandungnya akan mendapatkan kelainan kongenital. Selain itu

wanita yang hamil dapat mengalami keguguran akibat infeksi CMV. 6

3. Manifestasi Klinis pada Bayi

Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi pada

kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan kongenital

berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang ditemukan.

Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10% dari seluruh

kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV hanya 30-

40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang prematur

setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10% dari janin

yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam dua minggu

pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas gejalanya. Gejala

infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa gejala apa

pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan paru,

pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik merah di

sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal ini

bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian. Tetapi ada

juga yang baru tampak gejalanya pada masa pertumbuhan dengan

memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian dan visual.

Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV antara lan.7

a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain: meningoencephalitis,

kalsifikasi, mikrosefali, gangguan migrasi neuronal, kista matriks

germinal, ventriculomegaly dan hypoplasia cerebellar). Penyakit SSP

biasanya menunjukan gejala dan tanda berupa: kelesuan, hypotonia,

kejang, dan pendengaran defisit.

b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis optik, katarak,

koloboma, dan mikroftalmia.

c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan pendengaran dapat

terjadi pada kelahiran, baik unilateral atau bilateral, atau dapat terjadi

kemudian pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki

pendengaran normal untuk pertama 6 tahun hidup, tetapi mereka

25

Page 26: CMV Mardiansyah

kemudian dapat mengalami perubahan tiba-tiba atau terjadi gangguan

pendengaran. Di antara anak-anak dengan defisit pendengaran,

kerusakan lebih lanjut dari pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia

rata-rata perkembangan pertama pada usia 18 bulan (kisaran usia 2-70

bulan). Gangguan pendengaran merupakan hasil dari replikasi virus

dalam telinga bagian dalam.

d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk transaminase serum

meningkat. Secara patologis dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis

obstruktif yang akan menetap selama masa anak. Inclusian dijumpai

pada sel kupffer dan epitel saluran empedu. Bayi dengan infeksi CMV

kongenital memiliki tingkat mortalitas 20-30%. Kematian biasanya

disebabkan disfungsi hati, perdarahan, dan intravaskuler koagulopati

atau infeksi bakteri sekunder.8

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Diagnosis Infeksi CMV

1. Diagnosis Klinis

a. Riwayat Klinis

CMV adalah virus herpes double-stranded DNA dan merupakan

infeksi yang paling umum virus bawaan. Tingkat seropositif CMV

meningkat dengan usia. Lokasi geografis, kelas sosial ekonomi dan

bekerja pameran faktor lain yang mempengaruhi risiko infeksi. Infeksi

CMV membutuhkan kontak dekat melalui air liur, urin dan cairan tubuh

lainnya. Kemungkinan rute transmisi termasuk kontak seksual,

transplantasi organ, transmisi transplasenta, penularan melalui ASI dan

transfusi darah (jarang). 9

Reaktivasi primer atau infeksi berulang dapat terjadi selama

kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi CMV kongenital. Infeksi

26

Page 27: CMV Mardiansyah

transplasental dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan

intrauterin, gangguan pendengaran sensorineural, kalsifikasi

intrakranial, mikrosefali, hidrosefalus, hepatosplenomegali,

psikomotorik keterbelakangan dan atrofi optik. 9

Masa inkubasi infeksi perinatal bervariasi antara 4 dan 12 minggu

(ratarata, 8 minggu). Jumlah virus pada bayi dengan infeksi perinatal

lebih sedikit dibandingkan yang berkembang di infeksi kongenital,

infeksi ini bersifat kronis, virus dapat bertahan selama bertahun-tahun.

Kebanyakan bayi dengan infeksi perinatal adalah asimtomatik, karena

bayi memiliki antibodi ibu (IgG) terhadap CMV. Sebaliknya, 15-25%

bayi prematur yang terinfeksi dapat mengembangkan penyakit klinis,

seperti pneumonia, hepatitis atau penyakit sepsis dengan gejala apnea,

bradikardia, hepatosplenomegali, distensi usus, anemia,

trombositopenia dan fungsi hati yang abnormal. Infeksi CMV yang

didapat karena tranfusi pada bayi prematur dengan bayi lahir sangat

rendah berat badan mungkin mengalami gejala-gejala menyerupai

CID.8

Infeksi maternal lebih mungkin disebabkan reaktivasi virus laten

dan dengan demikian tidak menimbulkan gejala atau bermanifestasi

sebagai demam rendah, malaise dan mialgia. Infeksi primer CMV

biasanya tanpa gejala, tetapi nyata bisa sebagai gambar

mononukleosislike, dengan demam, kelelahan dan limfadenopati.

Perempuan yang berada dalam kontak yang dekat dengan anak-anak

atau anak-anak di prasekolah, pekerja penitipan atau pekerja kesehatan

berisiko lebih tinggi terhadap infeksi.9

b. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada gejala spesifik yang muncul pada kehamilan dengan infeksi

CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV bawaan, tidak ada gejala

yang muncul saat lahir, tetapi dapat mengembangkan sekuel di

kemudian hari. Gejala yang mungkin muncul adalah splenomegali,

ptekie atau jaundice. Infeksi CMV bawaan, terjadi pada 5-10% bayi,

27

Page 28: CMV Mardiansyah

ditandai dengan jaundice, hepatosplenomegali, ruam ptekie, gangguan

pernapasan dan keterlibatan neurologis, yang mungkin termasuk

mikrosefali, retardasi motor, kalsifikasi serebral, lesu dan kejang.9

c. Pemeriksaan Penunjang

CMV biasanya diisolasi dari urin dan air liur, tetapi dapat diisolasi

dari cairan tubuh lainnya, termasuk susu payudara, sekresi leher rahim,

cairan ketuban, sel-sel darah putih, cairan serebrospinal, sampel tinja

dan biopsi. Tes terbaik untuk diagnosis infeksi bawaan atau perinatal

adalah isolasi virus atau demonstrasi reaksi berantai materi CMV

genetik (PCR) dari urin atau air liur bayi baru lahir. Sensitivitas PCR

dengan spesimen urin adalah 89% dan spesifisitas 96%. Sampel urine

dapat didinginkan (4℃) tetapi tidak boleh beku dan disimpan pada

suhu kamar. Tingkat pemulihan virus 93% dalam urin setelah 7 hari

pendinginan, kemudian menurun menjadi 50% setelah 1 bulan.8

Peningkatan titer IgG empat kali lipat di dalam sera pasangan atau

anti-CMV IgM yang positif kuat berguna mendiagnosis infeksi, tes

serologis tidak dianjurkan untuk diagnosis infeksi pada bayi baru lahir.

Hal ini dikarenakan deteksi IgG anti-CMV pada bayi baru lahir

mencerminkan antibodi yang diperoleh dari ibu melalui transplasental

dan antibodi tersebut dapat bertahan sampai 18 bulan. Uji IgM juga

dapat bernilai positif palsu dan negatif palsu, Computed tomography

(CT) lebih sensitif untuk mendeteksi kalsifikasi intracranial. MRI dapat

digunakan untuk mendeteksi gangguan migrasi neuronal dan lesi

parenkim serebral.8

Amniosentesis merupakan tes diagnostik prenatal tunggal yang

paling berharga, sedangkan PCR atau kultur virus dari cairan ketuban,

mempunyai tingkat spesifisitas dan sensitivitas yang sama. Kuantitatif

PCR menunjukkan 105 genom/mL cairan ketuban yang mungkin

mengandung prediktor gejala infeksi congenital. Ultrasonografi

kelainan janin pada wanita hamil dengan infeksi primer atau berulang

biasanya menunjukkan gejala infeksi janin. Kelainan sonografi janin

28

Page 29: CMV Mardiansyah

yang dilaporkan termasuk oligohidroamnios, pembatasan pertumbuhan

intrauterin, microcephaly, ventriculomegaly, kalsifikasi intrakranial,

hipoplasia corpus callosum, asites, hepatosplenomegali, hypoechogenic

bowel, efusi pleura dan pericardial. 8

2. Diagnosis Banding

a. Toxoplasmosis

1) Gejala: 9

- First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada

CNS, mikrosefali, hidrosefalus dan kematian perinatal.

- Second half of pregnancy : Ringan/asimtomatik, demam (flu like

syndrome, limpadenopati, servikal, aksila, namun tidak sakit.

Gejala-gejala ini muncul selama beberapa minggu s/d bulan.

Anemia, lekopenia, kadang lekositosis. Dapat terjadi

chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah beberapa bulan

atau beberapa tahun kemudian.

2) Pemeriksaan Penunjang: 9

- IgM Toxoplasma gondii sangat baik dalam mendiagnosa

toxoplasmosis kongenital dan didapat.

- IgM antibodi tidak bisa menembus plasenta

- IgG dapat menembus plasenta

- IgG pada bayi akan berkurang dan habis yang didapat dari

ibunya. Selanjutnya akan dibentuk sendiri pada usia 2-3 bulan

- IgM tidak ditemukan pada bayi. Diagnosa Toxoplasmosis pada

bayi dipastikan dengan deteksi peningkatan IgG pada bayi

berumur 2-3 bulan dan 6 bulan, dimana pada waktu itu IgG dari

Ibu sudah habis.

- Serodiagnosis pada wanita hamil titer tunggal tidak mempunyai

arti klinis, oleh karenanya perlu 2x pengujian (2x) sedikitnya

(secara serial).

29

Page 30: CMV Mardiansyah

- Serokonversi IgG dari negatif menjadi positif memastikan

infeksi akut primer. Kenaikan titer IgG yang bermakna adalah

4x pada pemeriksaan serial, menunjukkan infeksi akut (parah)

b. Rubella

1) Gejala: 9

Gejala klinis Rubella bervariasi setiap orang dan sulit dikenali.

Gejalanya mirip dengan infection mononucleosis, drug induced

rashes. Pada wanita hamil dengan infeksi primer bisa menularkan

ke janin dengan masa inkubasi 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari.

Kelainan kongenital tergantung pada saat mana terjadi infeksi pada

waktu hamil. Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat

menyebabkan fetal malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan

kedua dan 17% pada bulan ketiga. Congenital Rubella Syndrome

dapat terjadi pada infeksi di trimester 1 kehamilan. Kelainan lainnya

adalah CHD (PDA, VSD dan PT), katarak, chorioretinitis,

microcephaly, retardasi mental dan deafness.

2) Pemeriksaan Penunjang: 9

Infeksi rubella primer pada penderita dari rubella dijumpai antibodi

IgM sesuai dengan gejala klinis yang ada. Pada infeksi rubella

primer akut, IgM dapat dideteksi hampir pada 100% kasus yaitu

pada hari 4-15 setelah munculnya ruam, menurun setelah 36-70

hari, dan menghilang setelah 180 hari Reinfeksi asimptomatik pada

wanita hamil berbahaya untuk fetus, dengan karakteristik IgG

meninggi dan tidak dijumpai IgM. Pemeriksaan IgM ini tidak hanya

untuk wanita hamil tapi perlu juga untuk wanita yang belum hamil.

IgG meningkat cepat pada hari ke 7 s/d 21 kemudian menurun, dan

tetap tinggal sebagai pelindung

c. Herpes

1) Gejala: 9

- HSV-1 Vesikel-vesikel di sekitar mulut, acute

ginggivostomatitis. Infeksi HSV-1 primer dapat menyebabkan

30

Page 31: CMV Mardiansyah

follicular congjungtivitis dengan kemosis, edema dan ulks

kornea. Herpes labialis dan dendritic corneal ulcers paling

sering merupakan manifestasi infeksi HSV-1 rekuren. Pada

keadaan parah dapat menyebabkan HSV encephalitis.

- HSV-2 Infeksi HSV-2 merupakan infeksi pada genital dan dapat

menyebabkan infeksi pada bayi pada waktu proses kelahiran.

Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2 pada ibu hamil

asimtomatis. Lesi ulserativ, pain fever, disuria, dan

lymphadenopathy selalu dijumpai.

2) Pemeriksaan Penunjang: 9

Virus dapat diisolasi dari vesicular fluid, ulcer scraping, throat

swabs, salifa, CSF dan pada jaringan yang terinfeksi, bufficoat,

urine, rectal cultures. Virus mempunyai sifat cytopathogenic effects

(CPE) dan berkembang biak sangat cepat dalam 24 jam, tetapi

pemeriksaan cara ini memerlukan waktu yang lama. Antibodi IgM

HSV-1 & IgM HSV-2 muncul pada infeksi primer atau reaktivasi.

IgM pada infeksi primer bertahan s/d 9 bulan pada beberapa pasien.

Pengambilan sampel untuk IgG setelah 2-7 minggu Anti HSV IgG

positif pada neonatus, yang didapat dari ibu hanya bertahan 6 bulan.

Jika negatif infeksi bawaan dapat diabaikan. Cara pemeriksaan :

- Citology dan Histology

- Immunoflourescence

- Enzim Immuno Assay dan Immunoblotting

Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan yang paling baik

dilakukan untuk menentukan adanya infeksi HSV, juga untuk

diagnosa primary infection jika titer antibodi terjadi peningkatan 4

kali atau lebih.

B. Penatalaksanaan Infeksi CMV

Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan

valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan

31

Page 32: CMV Mardiansyah

cidofovir . Konsensus yang menyatakan hal yang lebih baik antara profilaksis

dengan terapi preemptive yang lebih baik untuk pencegahan infeksi CMV pada

penerima organtransplan solid. 10

1. Terapi medikamentosa

Pemberian terapi anti-Cytomegalovirus hanya setelah konsultasi dengan

ahli yang mengerti dengan dosis dan efek berat. Agen antiviral dapat

diberikan pada terapi penyakir Cytomegalovirus yang sudah ditegakan atau

sebagai profilaksis (seperti terapi preemptive) jika risiko perkembangan

penyakit ini tinggi (seperti pada penerima organ transplan).10

Antivirus nukleosida adalah agen antivirus yang sesungguhnya aktif

melawan Cytomegalovirus, meskipun immunoglobulin dapat menyediakan

efek antivirus, yang sebagian besar dikombinasikan dengan obat-obat ini.

Obat-obat ini bekerja pada target molekuler yang umum yang dinamakan

DNA polimerase virus. Gansiklovir adalah sebuah analog nukleosida

asiklik, sedangkan cidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Setiap bahan

harus difosforilasi ke dalam bentuk trifosfat sebelum dapat dihambat oleh

polimerase Cytomegalovirus. Produk gen virus, UL97 fosfotranferase

memediasi langkah untuk monofosforilasi untuk gansiklovir. Foscarnet

bukan merupakan analog nukleosida sejati, tetapi dapat juga secara

langsung menghambat polimerase virus.10

Gansiklovir umumnya digunakan sebagai terapi preemptive pada penerima

organ transplan yang berisiko tinggi mengalami perkembangan penyakit

(seperti penerima organ transplan yang seronegatif terhadap organ

transplan dari donor seropositif). Asiklovir per oral dan pernteral juga telah

sukses digunakan untuk profilaksis organ padat transplantasi (penerima

seronegatif). Meskipun demikian, asiklovir tidak pernah digunakan untuk

terapi penyakit Cytomegalovirus yang aktif. Formulasi oral dibuktikan

untuk digunakan pada pasien HIV dewasa yang mengalami retinitis

Cytomegalovirus. Meskipun demikian bioavailabilitasnya kurang dan tidak

ada data yang mendukung pada anak-anak.10

32

Page 33: CMV Mardiansyah

Sekuel neurologi dari Cytomegalovirus kongenital umumnya tuli

sensorineural, berkembang pada posnatal, kemunculan hasilnya dari

percobaan terminasi kolaborasi bangsa-bangsa masih menarik diteliti.

Gansiklovir intravena membawa perkembangan atau stabilisasi

pendengaran pada sejumlah balita usia 6 bulan. Laporan kasus

menyarankan efikasi gansiklovir untuk penyakit neonatus akut dengan

pengancaman jiwa penyakit Cytomegalovirus (seperti pneumonia).10

Alternatif gansiklovir meliputi trisodium fosformat (PFA) dan cidofovir.

Pengalaman dokter anak dengan obat ini terbatas. Meskipun berpotensi

digunakan dalam latar belakang resisten gansiklovir, toksisitas antivirus ini

cukup besar. Penggunaan obat-obatan ini pada pasien pediatrik hanya pada

kondisi perkecualian. Meskipun obat ini memiliki aktivitas perlawanan

terhadap virus ini tingkat sedang, dosis tinggi acyclovir oral dan

valacyclovir telah digunakan untuk profilaksis penyakit ini dengan individu

risiko tinggi seperti yang telah disebutkan, tetapi tidak sesuai pada terapi

penyakit aktif. Terapi oral dengan valgansiklovir dipertimbangkan untuk

diinvestigasi pada anak.10

a. Gansiklovir

Gansiklovir terlisensi untuk terapi infeksi CMV. Nukleotida asiklik

sintetik secara struktural serupa dengan guanin. Struktur tersebut serupa

pada acyclovir yang membutuhkan fosforilasi aktivitas antiviral. Enzim

yang bertanggung jawab untuk fosforilasi adalah produk gen UL97

virus, sebuah protein kinase. Resistensi dapat terjadi pada penggunaan

jangka panjang, secara umum terjadi karena mutasi gen ini. Indikasi

obat ini untuk anak immunocompromised seperti infeksi HIV,

postransplan, dan lain-lain jika secara klinis dan virologis membuktikan

penyakit spesifik berakhirnya organ yang spesifik.10

Pada balita, terapi antiviral dengan gansiklovir mungkin berguna

menurunkan prevalensi sekuel perkembangan neural, umumnya tuli

sensorineural. Sebuah penelitian mengenai penyakit alergi dan

infeksiinstitusi nasional di negara peneliti menunjukkan perbaikan

33

Page 34: CMV Mardiansyah

relatif pada pendengaran pada tuli simtomatik kongenital CMV yang

diterapi dengan gansiklovir. Meskipun demikian, terapi pada neonatus

harus dikonsultasikan oleh ahlinya.10

b. Immunoglobulin

Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi pasif untuk mencegah

penyakit Cytomegalovirus simtomatik. Strategi ini telah digunakan

pada kontrol penyakit Cytomegalovirus pada pasien

immunocompromised pada era aantivirus prenuklosida. Bukti pada

kehamilan menyarankan infus Ig CMV pada wanita dengan infeksi

primer dapat mencegah transmisi dan memeperbaiki kondisi

kelahiran.10

c. Valgansiklovir (VGCV)

Valgansiklovir (VGCV) adalah sebuah prodrug turunan valyl dari

gansiklovir. Setelah absorbsi di intestinum, moase valine cepat diurai

oleh hepar menghasilkan GCV. Zat ini inaktif dan membutuhkan

trifosforilasi untuk aktivitas virostatis.10

2. Pembedahan

Terapi operatif yang dibutuhkan seperti pada kejadian dengan cerebral

palsy yaitu dengan operasi ortopedik dan gastrotomy. Gastrotomy

dilakukan untuk mengganti nutrisi untuk ke enteral.10

C. Pencegahan Infeksi CMV

Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin dikemukakan

telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi primer dan dapat

diberikan kepada penderita yang akan menjalani 31 cangkok organ. Namun

demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum lazim dijalankan di

negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif

idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula.2 Deteksi

laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor maupun

resipien yang akan mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila

terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada pemeriksaan serial yang

34

Page 35: CMV Mardiansyah

dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka darah donor seharusnya

tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam kondisi tersebut infeksi atau

reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu hendaknya menunda untuk

hamil apabila secara laboratorik dinyatakan terinfeksi CMV primer akut. Bayi

baru lahir dari ibu yang menderita infeksi CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV

untuk mengetahui infeksi kongenital. 2

Langkah-langkah pencegahan yang perlu diperhatikan antara lain:11

1. Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan

dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di

jamban yang saniter.

2. Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja

dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip

tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak

dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang kebersihan

perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anak-anak dengan

retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.

3. Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang

seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.

4. Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada

resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka

pemberian IG hiperimun atau pemberian antivirus profilaktik mungkin

menolong.

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar yang dapat dilakukan

antara lain. 11

1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan resmi tidak

diperlukan,

2. Isolasi: tidak dilakukan. Lakukan tindakan kewaspadaan terhadap sekret

yang dikeluarkan oleh penderita yang diduga mengekskresikan virus.

3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dari

penderita yang dirawat di Rumah Sakit dan terhadap benda-benda yang

tercemar.

35

Page 36: CMV Mardiansyah

4. Karantina tidak dilakukan.

5. Imunisasi kontak : vaksin secara komersial tidak tersedia.

6. Investigasi kontak dan sumber infeksi tidak dilakukan, karena tingginya

angka prevalensi orang yang tidak menunjukkan gejala klinis di

masyarakat.

BAB V

PENUTUP

A. Ringkasan

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi

endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada

populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70%

orang dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap

infeksi CMV.

Kejadian infeksi CMV pada Ibu hamil sangat tinggi dan menyebabkan

kelainan congenital pada janin. Diagnosis dini dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang amatlah penting untuk menentukan status

infeksi dan penentuan perlu tidaknya mendapat terapi untuk mencegah

mortalitas dan morbiditas. Untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada

janin perlu memperhatikan tindakan pencegahan yang efektif.

B. Saran

36

Page 37: CMV Mardiansyah

1. Perlunya sosialisasi pencegahan infeksi TORCH termasuk di dalamnya

infeksi CMV untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada janin

2. Perlunya tindakan skrining infeksi TORCH tersebar luas dan terjangkau di

sarana pelayanan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Griffiths PD, 2002: Emery VC. Cytomegalovirus. Dalam: Clinical Virology. Washington: ASM Press. h.433-55

2. Budipardigdo S, Lisyani. 2007. Kewaspadaan Terhadap Infeksi Cytomegalovirus Serta Kegunaan Deteksi Secara Laboratorik. Universitas Diponegoro: Semarang

3. Karger, Freiburg. 2001. Cytomegalovirus (CMV). Diunduh dari: http://www.cdc.gov/cmv/transmission.html.

4. Akhter, Kauser dan Wills, Todd S. 2010. Cytomegalovirus. eMedicine Infectious Disease.

5. Dwindra, Mayenru. 2009. Infeksi Cytomegalovirus. Universitas Riau : Riau

6. Kauser, Akhter. 2010. Cytomegalovirus. Diakses tanggal 28 September 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview.

7. Firman F, Wirakusumah,. 2009. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) Kongenital dan Permasalahannya. http://www.fmrshs.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65:infeksi-Cytomegalovirus-cmv-kongenital danpermasalahannya&catid=39:artikel&Itemid=57

37

Page 38: CMV Mardiansyah

8. Kim CS. 2010. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean Journal of Pediatrics. 53(1): 14-20.

9. Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al. 2010. Viral Infections and Pregnancy. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview.

10. Schleiss, M.R., 2010. Cytomegalovirus Infection: Treatment & Medication. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/963090-treatment.

11. Chin, J. 2000. Infeksi Sitomegalovirus. Dalam: Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. h.143-4 Septenber 2010.

38