cll

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Penyebab leukemia adalah produksi sel darah putih yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen (Guyton dan Hall,2008). Leukemia secara umum dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu : leukemia limfositik yang disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker dan leukemia mielogenosa yang disebabkan oleh produksi sel mielogenosa muda yang bersifat kanker. Leukemia limfositik berdasarkan perjalanan penyakitnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu leukemia limfositik akut dan leukemia limfositik kronik. Dalam tugas ini yang akan dibahas lebih dalam adalah leukemia limfositik kronik. Leukemia limfositik kronik (LLK) adalah suatu kegaganasan hematologik yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa, hati dan organ lain (Rotty, 2007). LLK juga ditandai dengan proliferasi limfosit jenis sel B dan T yang tampak matur. Namun kebanyakan LLK 95% adalah neoplasma sel B dan sisanya 5% neoplasma sel T (Rotty,2006). 1

Upload: hairu-zaman

Post on 23-Jun-2015

380 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CLL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Penyebab leukemia adalah produksi sel darah putih yang tidak terkontrol

disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen

(Guyton dan Hall,2008). Leukemia secara umum dapat dibagi menjadi dua tipe

yaitu : leukemia limfositik yang disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat

kanker dan leukemia mielogenosa yang disebabkan oleh produksi sel mielogenosa

muda yang bersifat kanker. Leukemia limfositik berdasarkan perjalanan penyakitnya

dapat dibedakan menjadi dua yaitu leukemia limfositik akut dan leukemia limfositik

kronik. Dalam tugas ini yang akan dibahas lebih dalam adalah leukemia limfositik

kronik.

Leukemia limfositik kronik (LLK) adalah suatu kegaganasan hematologik

yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam

darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa, hati dan organ lain (Rotty, 2007). LLK juga

ditandai dengan proliferasi limfosit jenis sel B dan T yang tampak matur. Namun

kebanyakan LLK 95% adalah neoplasma sel B dan sisanya 5% neoplasma sel T

(Rotty,2006).

2.1 Prevalensi

LLK sangat jarang ditemukan di Jepang, Cina, dan Indonesia tetapi lebih

sering ditemukan di negara Barat serta lebih sering ditemukan pada laki dari pada

perempuan dengan perbandingan 2:1 (Kapita selekta kedokteran,2001)

Namun dari buku lain mengatakan LLK ditemukan rerata pada usia 65 tahun,

10-15% kurang dari 50 tahun dan angka kejadian di negara barat 3/100.000 serta pada

populasi geriatri insidens diatas usia 70 tahun sekitar 50/100.000 dengan

perbandingan relatif pada pria tua dan perempuan tua 2,8:1 (Rotty,2007)

1

Page 2: CLL

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi

Penyebab LLK masih belum diketahui, kemungkinan yang berperan adalah

abnormalitas kromosom, onkogen dan retrovirus (RNA tumor virus) (Rotty,2007).

Dari referensi lain yaitu jurnal kedokteran juga menyatakan bahwa penyebab dari

LLK ini masih belum di ketahui, namun faktor faktor herediter mungkin sangat

berpengaruh terhadap LLK dengan berdasarkan bukti perkawinan (Landgren and et

al, 2009 ).

2.1 Klasifikasi

Leukemia limfosit kronik berdasarkan France-Amerika-British (FAB)

membagi tiga tipe morfologi berdasarkan perbandingan limfosit atipikal di dalam

darah yaitu :

LLK tipikal terdiri dari lebih 90% limfosit kecil

LLK tipe prolimfosit ( sel prolimfosit 11-54%)

LLK atipikal yang ditandai dengan morfologi sel limfosit yang heterogen

tetapi proporsi prolimfosit kurang dari 10% (Rotty,2007)

2.3 Patogenesis

LLK mungkin merupakan akibat dari suatu proses yang bertahap, dimulai

dengan ekspansi poliklonal yang ditimbulkan oleh antigen terhadap limfosit B CD5+

yang dibawah pengaruh agen mutasi pada akhirnya ditransformasikan menjadi

prooliferasi monoklonal. Limfosit B CD5+ neoplastik meumpuk akibat hambatan

apoptosis (kematian sel terpogram). Meskipu gen bcl-2 jarang mengalami translokasi,

tetapi terus menerus diekspresikan secara berlebihan, yang mengakibatkan bertambah

panjangnya kelangsungan hidup sel LLK. Pada LLK TNF-alfa dan IL-10 berperan

sebagai growth factor.

2

Page 3: CLL

2.4 Gejala/manifestasi klinis

Biasanya orang yang menderita LLK tidak menunjukan gejala atau

asimptomatik pada saat awal diagnosis. Namun pada pasien dengan gejala, paling

seing ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan, kelelahan,

hilangnya nafsu makan, penurunan kemampuan olahraga, demam, keringat malam

dan infeksi, namun infeksi ini jarang terjadi pada saat awal tetapi dapat terlihat

dengan sejalannya penyakit. Selain itu dapat juga terjadi splenomegali dan

hematomegali akibat penumpukan sel B neoplastik.( Rotty,2007)

Dari buku lain mengatakan perbesaran kelenjar getah bening merupakan tanda

klinis yang paling sering. Gambaran anemia mungkin ada dan infeksi bakteri dan

jamur sering ditemukan pada stadium lanjut karena defisiensi imun dan netropenia

(akibat infiltrasi sumsum tulang, kemotrapi, atau hipersplenisme) (Hoffbrand, Pettit,

Moss, 2005).

Dari jurnal menyatakan yang paling umum fisik dengan temuan CLL

termasuk lymphadenopathy (87%), splenomegaly (54%), dan hepatomegaly (14%).

(Abbot 2006)

Manifestasi lain menyebutkan bahwa dapat terjadi infiltrasi alat tubuh lain

( paru, pleura, tulang, kulit), anmeia hemolitik, trombositopenia, hipogamaglobulin

dan gamapati monoklonal sehingga pasien mudah terserang penyakit. (Kapita selekta

Kedokteran,2001).

Penetuan stadium sangat penting untuk meentukan prognosis serta pemberian

obat terhadap suatu penyakit termasuk LLK. Oleh karena itu ada 2 jenis penentuan

stadium LLK yaitu :

Stadium LLK menurut RAI

3

Page 4: CLL

Stadium Gejala klinis dan laboratorium Median survival

(bulan)

0 Limfositosis > 150

I Limfositosis + Perbesaran Limfonodi 101

II Limfositosis + Splenomegali / hematomegali > 71

III Limfositosis + Anemia (Hb < 11gr/dl) 19

IV Limfositosis + Trombositopenia

( Trombosit < 100.000/uL)

19

Stadium LLK menurut Binet

Stadium Gejala klinis dan laboratorium Median survival

(bulan)

A Limfositosis darh tepi dan sumsum tulang + <3

daerah limfoid yang membesar

>7

B Limfositosis darh tepi dan sumsum tulang + <3

daerah limfoid yang membesar

<5

C Stadium B + Anemia (Hb < 11 g/dl pada pria dan

trombositopenia (< 100.000)

<2

Kalsifikasi LLK menurut binet dari buku lain menyebutkan :

Stadium Pembesaran organ Hemoglobin √ Trombosit √

A

(50-60%)

0, 1, atau 2 daerah

B

(30%)

3, 4, atau 5 daerah ≥ 10 ≥ 100

C

(<20%)

Tidak dipertimbangkan < 10 < 100

4

Page 5: CLL

* Satu daerah = kelenjar getah bening > 1 cm pada leher, aksila, regio inguinal, atau

pembesaran limpa / hati.

√ Penyebab sekunder anemia (misalnya defisiensi besi), atau anemia hemolitik

autoimun, atau trombositopenia harus diobati sebelum penentuan stadium.

(Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005)

2.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah tepi menunjukan limfosit > 5 × 109/l dan lama terjadinya

limfositosis > 2 bulan. (abbott,2006). Gambaran darah tepi : terdapat Smudge cell

atau smear cell juga ada kemudian anemia normositik normokromik terdapat pada

stadium lanjut. (Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005). Gambaran sumsum tulang : lebih dari

30% limfosit (Prise dan Wilson, 2005). Gambaran sumsum tulang di manifestasikan

oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang (Prise dan Wilson, 2005). Selain

itu juga bisa dilakukan pemeriksaan serologi dengan melihat penanda pada limfosit B

yaitu CD19, CD20, CD23, dan CD5.

2.6. Diagnosis Banding

Leukemia prolimfositik (sel prolimfosit >54%)

Hairy cell leukemia

Limfoma Limfositik Kecil

Mantle cell lymphoma

Leukemia limfoplasmasitik :

- Makroglobulinemia waldenstrom

- Myeloma sel plasma

Leukemia sel T kronik

Leukemia LGL

Leukemia sel T dewasa

Limfoma sel T kutan / kulit

2.7 Terapi

5

Page 6: CLL

o Kemotrapi tunggal

Klorambusil

Mula-mula 2-4 mg kemudian dinaikan 6-8 mg per oral setiap hari atau

pemberian intermiten setiap 2-4 minggu dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB

per oral dan biasanya tidak diberikan lebih dari 8-12 bulan.

Siklofosfamid

Pasien yang tidak dapat mentolerasi klorambusil, dapat diberikan

siklofosfamid dengan dosis 200 mg/m2/hari selama 5 hariatau pemberian

intermiten setiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 intravena.

Namun dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, rambut

rontok, supresi sumsum tulang dan sistitis.

o Kemotrapi kombinasi

Terapi ini diberikan pada pasien LLK yang gagal terhadap terapi

tunggal klorambusil atau siklofosfamid. Terapi ini berupa :

Siklofosfamid, vinkristin dan prednison

Dosis :

- Siklofosfamid 300 mg/m2 peroral hari 1-5 hari atau 750 mg/m2 IV

hari I.

- Vinkristin 2 mg IV hari I

- Prednison 20 mg/m2 per oral hari 1-5

Prednison dan doksorubisin

Dosis :

- Doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I

o Kortikosteroid

Dapat diberikan pada pasien dengan sitopenia akibat respon imun,

seihingga dapat diberikan kortikosteroid dengan dosis 1 mg/kg/BB per hari

dan ditappering off (Rotty,2007). Pada buku lain menyatakan Kortikosteroid

6

Page 7: CLL

diberikan juga jika ada indikasi trombositopenia dan anemia hemolitik

autoimun ((Hoffbrand, Pettit, Moss, 2005).

o Analog purin

Analog purin seperti fludarabin mungkin akan menggantikan terapi

baku berupa siklofosfamid. Namun dapat menimbulkan efek toksik yaitu

mielosupresi, sindroma

o Radiotrapi

o Splenektomi

o antibody monoclonal campath IH (anti CD52)

o penggantian immunoglobulin

o trasnplantasi sel induk

7

Page 8: CLL

DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., and Moss, P.A.H., 2005, Kapita Selekta Hematologi,

edisi 4, EGC, Jakarta.

Rotty, L.W.A., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4, Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Price, S.A., and L.M., Wilson, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, EGC, Jakarta.

Abbot,L,B., 2006, Chronic Lymphocytic Leukemia: Recent Advances in Diagnosis

and Treatment, 11:21–30.

Landgren, O., et al, 2009, B-Cell Clones as Early Markersm for Chronic Lymphocytic

Leukemia, the New England Journal of Medicine, vol : 360 No.7.

8