clinic report session

57
BAB I PENDAHULUAN Telinga merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Secara anatomis, telinga di bagi menjadi telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar menangkap bunyi, menghantarkannya, dan memperkuat serta menentukan arah datangnya bunyi. Telinga tengah mengubah getaran suara menjadi gelombang cairan. Kemudian telinga dalam mengubah getaran cairan menjadi rangsangan saraf. 1 Gangguan pada telinga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya pendengaran seseorang. Salah satu penyakit pada telinga yang dapat menyebabkan gangguan tersebut ialah otitis media. Otitis media sendiri merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Selain itu, otitis media juga merupakan penyakit infeksi tersering pada anak. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25% anak. Infeksi umumnya terjadi pada dua tahun pertama kehidupan, sedangkan insiden puncak kedua terjadi pada tahun pertama masa sekolah. 2,3 Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif ( = otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, dan OME). Masing-masing golongan 1

Upload: qyura

Post on 22-Jun-2015

53 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Clinic Report Session

TRANSCRIPT

Page 1: Clinic Report Session

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Secara anatomis,

telinga di bagi menjadi telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar

menangkap bunyi, menghantarkannya, dan memperkuat serta menentukan arah

datangnya bunyi. Telinga tengah mengubah getaran suara menjadi gelombang

cairan. Kemudian telinga dalam mengubah getaran cairan menjadi rangsangan

saraf.1

Gangguan pada telinga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya

pendengaran seseorang. Salah satu penyakit pada telinga yang dapat

menyebabkan gangguan tersebut ialah otitis media. Otitis media sendiri

merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Selain itu, otitis media juga

merupakan penyakit infeksi tersering pada anak. Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25% anak. Infeksi

umumnya terjadi pada dua tahun pertama kehidupan, sedangkan insiden puncak

kedua terjadi pada tahun pertama masa sekolah.2,3

Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis

media non supuratif ( = otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media

musinosa, dan OME). Masing-masing golongan terbagi lagi atas akut dan kronis,

yaitu otitis media supuratif akut ( otitis media akut = OMA) dan otitis media

supuratif kronis (OMSK). Bagitu juga dengan otitis media serosa yang terbagi

atas otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis.1,2,3

Pada tahap OMA, biasanya sebagian kecil masyarakat menganggapnya

sebagai hal biasa. Mereka baru akan mencari pengobatan ketika penyakitnya telah

menjadi OMSK. Perjalanan penyakit dari otitis media akut (OMA) menjadi otitis

media supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila

prosesnya masih kurang dari 2 bulan maka disebut dengan otitis media supuratif

subakut.2

Oleh karena itu, penulis dalam kepanitarean klinis di bagian THT ingin mendalami tentang OMA agar dapat memahami ilmu tentang OMA dengan baik sehingga dapat memberikan tatalaksana dan edukasi yang baik terhadap penderita OMA.

1

Page 2: Clinic Report Session

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. R

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Nusa Indah

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Pekerjaan Orang Tua : Swasta

Pendidikan Pasien : SMA

Pendidikan Orang Tua : SMA

2.2 ANAMNESIS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Mei 2014

Keluhan Utama

Nyeri telinga kanan sejak tadi malam pukul 01.00.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Os merasa ada binatang yang masuk ke dalam telinganya ketika ia

tidur sehingga Os terbangun dari tidurnya sekitar pukul 01.00. Setelah

kejadian itu, Os merasa nyeri pada telinga kanannya sampai saat

pemeriksaan. Selain itu, Os juga merasa “bengap” pada telinga kanannya,

namun pendengarannya tidak menurun. Os mengatakan tidak ada cairan

yang keluar dari telinganya dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.

Os juga mengeluh pilek sudah ± 4 hari yang lalu, pileknya encer dan

berwarna bening disertai dengan bersin-bersin. Sebelumnya, ± 1 bulan ini

Os memang sering pilek namun biasanya hanya sebentar tidak lama dan

tidak parah seperti keluhan saat ini. Os mengatakan pileknya tidak disertai

batuk. Selain itu, Os juga tidak demam, os hanya merasa badannya

“hangat-hangat kuku”.

2

Page 3: Clinic Report Session

Riwayat Pengobatan

Os belum pernah berobat, ini pertama kalinya pasien mengobati

keluhannya di THT.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-), hipertensi (-), riwayat DM (-),

riwayat alergi obat (-), Riwayat asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama

dengan OS. Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan pada telinga,

hidung, dan tenggorokan. Riwayat hipertensi dan DM dalam keluarga

tidak ada.

Autoanamnesis

TELINGA

Ka / Ki

HIDUNG

Ka/ki

TENGGOROK LARING

Gatal : -/- Rinore : +/+ Sukar Menelan : - Suara parau : -

Dikorek : +/- Buntu : +/- Sakit Menelan : - Afonia : -

Nyeri : +/- Bersin Trismus : - Sesak napas : -

Bengkak : -/- * Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit : -

Otore : -/- * Debu Rumah : + Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -

Tuli : bengap

/-

Berbau : -/- Rasa Berlendir : -

Tinitus : -/- Mimisan : -/- Rasa Kering : -

Vertigo : - Nyeri Hidung : -/-

Mual : - Suara sengau : -

Muntah : -

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

3

Page 4: Clinic Report Session

Kesadaran : compos mentis

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 38 °C

Nadi : 84 x/menit

TD : 120/80 mmHg

Anemia : -/-

Sianosis : -/-

Stridor inspirasi : -/-

Retraksi suprasternal : -

Retraksi interkostal : -/-

Retraksi epigastrial : -/-

a) Telinga

Daun Telinga Kanan Kiri

Anotia/mikrotia/makrotia - -

Keloid - -

Perikondritis - -

Kista - -

Fistel - -

Ott hematoma - -

Nyeri tekan tragus - -

Nyeri tarik daun telinga - -

Liang Telinga Kanan Kiri

Atresia - -

Serumen - -

Epidermis prop - -

Korpus alineum - -

Jaringan granulasi - -

Exositosis - -

Osteoma - -

Furunkel - -

4

Page 5: Clinic Report Session

Membrana Timpani Kanan Kiri

Hiperemis + -

Edema + -

Retraksi - -

Bulging - -

Atropi - -

Perforasi - -

Bula - -

Sekret+, bening namun

tidak terlalu terlihat-

Refleks Cahaya - Arah jam 7

Intak + +

Retro-aurikular Kanan Kiri

Fistel - -

Kista - -

Abses - -

Pre-aurikular Kanan Kiri

Fistel - -

Kista - -

Abses - -

5

Page 6: Clinic Report Session

b) Hidung

Rinoskopi Anterior Kanan Kiri

Vestibulum nasi Hiperemis (-), livide (-) Hiperemis (-), livide (-)

Kavum nasiSekret (-), hiperemis (-),

Edema mukosa (-)Sekret (-), hiperemis (-),

Edema mukosa (-)

Selaput lendir DBN DBN

Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-), luka (-)

Lantai + dasar hidung

DBN DBN

Konka inferior Edema (+), pucat (+)Hipertrofi (-), hiperemis(-),

pucat (-), livide (-)

Meatus nasi inferior Tertutup konka yang edema DBN

Konka media Tertutup konka yang edema DBN

Meatus nasi media Tertutup konka yang edema DBN

Polip - -

Korpus alineum - -

Massa tumor - -

Rinoskopi Posterior

Kanan Kiri

Kavum nasiSekret (-), hiperemis (-),

Edema mukosa (-)Sekret (-), hiperemis (-),

Edema mukosa (-)Selaput lendir DBN DBN

6

Page 7: Clinic Report Session

Koana DBN DBNSeptum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Konka superiorHiperemis (-), livide (-),

hipertrofi (-)Hiperemis (-), livide (-),

hipertrofi (-)

Konka superiorHiperemis (-), livide (-),

hipertrofi (-)Hiperemis (-), livide (-),

hipertrofi (-)Meatus nasi media DBN DBN

Muara tuba DBN DBNAdenoid DBN DBN

Massa tumor - -Fossa rossenmuller - -

Transiluminasi

SinusKanan Kiri

Tidak dilakukan

c) Mulut

Hasil

Selaput lendir mulut DBN

Bibir Sianosis (-) raghade (-)

Lidah Atropi papil (-), tumor (-)

Gigi Kalkulus (-), Caries (-)

Kelenjar ludah DBN

d) Faring

Hasil

Uvula Bentuk normal, terletak ditengah

Palatum mole hiperemis (-), benjolan (-)

Palatum durum Hiperemis (-), benjolan (-)

Plika anterior Hiperemis (-)

Tonsil

Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-), permukaan rata, kripta tidak melebar detritus (-), mobilitas (+)Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-), permukaan rata, kripta tidak melebar detritus (-), mobilitas (+)

Plika posterior Hiperemis (-)

Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

7

Page 8: Clinic Report Session

e) Laringoskopi indirect

Hasil

Pangkal lidah

Sulit dinilai

Epiglotis

Sinus piriformis

Aritenoid

Sulcus aritenoid

Corda vocalis

Massa

f) Kelenjar Getah Bening Leher

Kanan Kiri

Regio I DBN DBN

Regio II DBN DBN

Regio III DBN DBN

Regio IV DBN DBN

Regio V DBN DBN

Regio VI DBN DBN

area Parotis DBN DBN

Area postauricula DBN DBN

Area occipital DBN DBN

Area supraclavicula DBN DBN

g) Pemeriksaan Nervi Craniales

Kanan Kiri

Nervus III, IV, VI DBN DBN

Nervus VII DBN DBN

Nervus IX DBN

Nervus XII DBN

2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI

8

Page 9: Clinic Report Session

Tes Pendengaran Kanan Kiri

Tes rinne + +

Tes weber Tidak ada lateralisasi

Tes schwabach Sama dg pemeriksa/N Sama dg pemeriksa/N

Tes berbisik 6/6

Kesimpulan : Fungsi Pendengaran telinga kanan dan kiri normal

2.5 DIAGNOSIS

Otitis Media Supuratif Akut (OMA) telinga dekstra stadium hiperemis +

rhinitis akut.

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Telinga : Otitis Media Efusi, Otosklerosis

Hidung : rhinitis alergi.

2.7 PENATALAKSANAAN1. Analgetik :

kalium diklofenak 50 mg No. X, 2x1 2. Antibiotik :

Amoksisisilin klavulanat 1 tablet 375 mg (250 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat), No XXX, 3x1

3. Obat tetes hidung :HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis.

Rencana terapi : miringotomi

Monitoring

Minta pasien untuk kontrol ulang 3 hari kemudian, atau setelah obat yang

diberikan habis. Lihat apakah ada perbaikan dari keluhan yang dialami pasien.

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien, termasuk faktor yang

memperberat penyakit tersebut.

2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari

pengobatan yang diberikan kepada pasien.

9

Page 10: Clinic Report Session

3. Memberitahu kepada pasien akan pentingnya kontrol ulang dan terapi

yang adekuat untuk penyakitnya.

4. Memberitahukan kepada pasien untuk menutup telinga ketika mandi

untuk mencegah telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek

telinga.

5. Mengingatkan pasien untuk datang tiga hari lagi dengan membawa

orangtua untuk dilakukan miringotomi.

6. Menyarankan pasien untuk tetap menjaga higienitas dan memakan

makanan yang bergizi.

2.8 PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga

dalam.

10

Page 11: Clinic Report Session

Gambar 3.1 Anatomi Telinga

a. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga

terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan

rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga

dalam. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.2

Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat

terdapat pada seluruh liang telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya

dijumpai sedikit kelenjar serumen.1,2

b. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut :

Batas Luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis

11

Page 12: Clinic Report Session

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window.

Gambar 3.2 Anatomi

Membran Timpani

Membran timpani

berbentuk bundar dan cekung

bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.

Membran timpani ini juga terbagi atas dua pars, yaitu :

- Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua

lapisan, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang

telinga dan bagian dalam yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini

terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum,

yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum

mastoid.

- Pars Tensa (Membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga

lapisan, pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat

kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan

sirkuler pada bagian dalam.1,2,3

12

Page 13: Clinic Report Session

Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light),

yaitu pada pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telinga kanan. Pada

telinga tengah juga terdapat tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan,

yaitu maleus, inkus, stapes. Prosesus longus maleus melekat pada membran

timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes

terletak pada tingkap longjong yang berhubungan dengan koklea.2

c. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah

lingkaran dan 3 buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut

helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli.2

Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi

perlimfe, sedangkan skal media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut

membran vestibuli (reissner membrane), sedangkan dasar skala media adalah

membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.2

3.2 Fisiologi Pendengaran

Gambar 3.3 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke

13

Page 14: Clinic Report Session

liang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga akan menggetarkan

membran timpani melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes)

yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan oval window. Energi getar

yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggetarkan

oval window, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran

diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan

menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadilah pelepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel

rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.2

3.3 Otitis Media Supuratif Akut (OMSA) / Otitis Media Akut (OMA)

3.3.1 Definisi Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2 Otitis media

berdasarkan durasi terdiri atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan

kronis (>12 minggu), terlihat pada Gambar 3.4.4 Otitis media berdasarkan

gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, dimana

masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat

jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika.

Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva, terlihat pada Gambar 3.5.2

14

Page 15: Clinic Report Session

Gambar 3.4 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Durasi

Gambar 3.5 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah

dengan gejala dan tanda yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama

3 minggu atau kurang. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi

secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah,

diare, serta otore apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada

pemeriksaan otoskopik juga bisa dijumpai efusi telinga tengah.5

Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus

hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri

penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus

anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza

15

Page 16: Clinic Report Session

merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur di

bawah 5 tahun.2 Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan Moraksela

kataralis merupakan mikroorganisme utama.6

3.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut

penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya

melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain

tergolong sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme

penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah

Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)

dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-

patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta- hemolytic),

Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan

organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang

menjalani rawat inap di rumah sakit.7 Haemophilus influenzae sering dijumpai

pada anak balita.2 Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga

sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau

bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai

pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau

adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,

rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi

tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,

menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme

farmakokinetiknya.7 Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction

(PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-

virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA

pada 75% kasus.5

Faktor Risiko

16

Page 17: Clinic Report Session

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor

genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu

formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas

kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran

pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-

lain.7

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens

OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi

tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau

status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada

anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras

Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang

lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status

sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk,

fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan

terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak- anak. ASI dapat

membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya

asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-

anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain.

Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di

pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya

abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba

Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis

media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas,

baik bakteri atau virus.7

3.3.3 Epidemiologi

Otitis media akut dapat mengenai semua umur, tetapi sering mengenai anak-

anak. Peningkatan prevalensi otitis media pada sangat dipengaruhi oleh beberapa

kondisi seperti kondisi sosial ekonomi, kejadian infeksi saluran napas atas, tempat

tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek. Penjalaran ISPA menjadi otitis

media terutama terjadi pada anak-anak, hal ini dikarenakan pada anak saluran

17

Page 18: Clinic Report Session

antara telinga tengah dan nasofaring lebih pendek dan lebar, serta arahnya yang

lebih horizontal.3,8

Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media

menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir

sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang.4 Anak

umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi pada

anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini

pada umur yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun.

Beberapa bersifat individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa

dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut

tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA.9

3.3.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Telinga tengah biasanya steril, suatu hal yang mengagumkan menimbang

banyaknya flora organisme yang terdapat di dalam nasopharing dan faring.

Gabungan aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus (misalnya muramidase)

dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme petahanan bila telinga terpapar dengan

mikroba kontaminan ini saat menelan. Otitis media akut terjadi bila mekanisme

fisiologis ini terganggu. Sebagai mekanisme pelengkap pertahanan di permukaan,

suatu anyaman kapiler sub epitel yang penting menyediakan pula faktor–faktor

humoral, leukosit polimorfonuklear dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba

eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut.3

Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis

media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga

tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah

nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang.2

Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru

terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat

mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi

muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan

tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius

18

Page 19: Clinic Report Session

mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret.

Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu

sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari

tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke

telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga

tengah ke nasofaring.2,7

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan

ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses

inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di

telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan

dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme

pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi

adenoid.7

Gambar 3.6 Patogenesis Otitis Media2

Pathogenesis OMA pada sebagian besar dimulai oleh infeksi saluran

19

Page 20: Clinic Report Session

pernapasan atas (ISPA) atau alergi, atau perubahan tekanan udara yang tiba-tiba,

sumbatan. Infeksi saluran napas atas atau alergi dapat menyebabkan terjadinya

kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan

tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan

tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama

akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam

telinga tengah melalui tuba Eustachius.2,3

Tekanan negatif dapat menimbulkan terjadinya effuse serosa. Efusi ini pada

telinga tengah merupakan media yang fertile untuk perkembangbiakan

mikroorganisme dan dengan adanya infeksi saluran napas atas dapat terjadi invasi

virus dan bakteri ke telinga tengah, berkolonisasi dan menyerang jaringan dan

menimbulkan infeksi. Efusi bisa sembuh/ normal. Efusi dengan fungsi tuba tetap

terganggu namun infeksi negatif dapat menyebabkan terjadinya OME.2,3

Disisi lain, akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan

mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba

Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi

bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.

Tuba eustachius yang tetap terganggu ditambah dengan infeksi yang postif

sehingga menghasilkan nanah sebagai hasil perlawanan tubuh terhadap bakteri

menjadi penyebab utama terjadinya OMA. OMA bisa sembuh atau berubah

menjadi OME atau OMSK. 2,3

Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasopharinx kedalam cavum

tympani dimungkinkan akibat ada hubungan langsung hidung dan cavum tympani

melalui tuba eustachius serta persamaan jenis mukosa antara kedua tempat

tersebut. Pembengkakan pada jaringan sekitar saluran tuba eustachius dapat

menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di

belakang gendang telinga. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses

inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan

tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.

Kehilangan pendengaran yang dialami sekitar 24 db (bisikan halus). Namun

cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingaa 45

db (kisaran pembicaraan normal).

20

Page 21: Clinic Report Session

Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat menyebabkan telinga

terasa semakin nyeri dan dapat merobek membran timpani akibat tekanannya

yang meninggi sehingga bisa menyebabkan terjadinya OMSK.7

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA, yaitu :

1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal

2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan

3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering

terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.10

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan

orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan

kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran

pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang

dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm.2 Ini

meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase

melalui tuba Eustachius.

Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua

berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius

meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem

pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi

di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas

yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar

dibanding orang dewasa.

Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga

adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu,

adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah

melalui tuba Eustachius.7

21

Page 22: Clinic Report Session

Gambar 3.7 Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

3.3.5 Stadium OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,

bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba

Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,

stadium perforasi dan stadium resolusi.2

Gambar 3.8 Membran Timpani Normal

22

Page 23: Clinic Report Session

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh

retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam

telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi

dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.

Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain

retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,

atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat

dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang

disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.2

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani,

yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan

adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi

tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.

Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi

kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien

mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin

masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum

timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari. 2

Gambar 3.9 Membran Timpani Hiperemis

23

Page 24: Clinic Report Session

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau

bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada

mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.

Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran

timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat

serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat

tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi

demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan

menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan

submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung

di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan

kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis

terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.

Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani

sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka

insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi

ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani

mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.2

Gambar 3.10 Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

24

Page 25: Clinic Report Session

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret

berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang

telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).

Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan

tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih

tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap

berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media

supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu

setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media

supuratif kronik.2

Gambar 7. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan

berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran

timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali

dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali

25

Page 26: Clinic Report Session

normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran

timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis

media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani

menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis

media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani

tanpa mengalami perforasi membran timpani.2

3.3.6 Diagnosis

Gejala klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.

Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam

telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek

sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa

nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa

kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh

tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar

tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang

anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka

sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.2

Kriteria Diagnosis OMA

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal

berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di

telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda

berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas

atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di

belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan

26

Page 27: Clinic Report Session

dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau

erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang

mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:11

Tabel 3.1 Skor OMASkor Suhu Gelisah Tarik

telingaKemerahan

Pada Membran Timpani

Bengkak Pada

Membran Timpani

0 < 38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada1 38,0 – 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan2 38,6 – 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang3 > 39,0 Berat Berat Berat Berat,

termasuk otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0

hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.

Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat

atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA

ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C

rektal. 11

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori,

yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat

cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat

bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran

timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala

inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran,

tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi

semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi

39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat. 12

27

Page 28: Clinic Report Session

3.3.7 Diagnosis Banding

1. Otitis Media Efusi

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat

menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda

yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat

menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

Table 3.2 Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi

Gejala dan tanda Otitis Media Akut Otitis Media dengan Efusi

Nyeri telinga (otalgia), menarik

telinga (tugging)

+ - (kalaupun ada hanya sedikit

pada saat awal tuba

terganggu)

Inflamasi akut, demam + -

Efusi telinga tengah + +

Membran timpani membengkak

(bulging), rasa penuh di telinga

+/- -

Gerakan membran timpani

berkurang atau tidak ada

+ +

Warna membran timpani + +

28

Page 29: Clinic Report Session

abnormal seperti menjadi putih,

kuning, dan biru

Gangguan pendengaran + +

Otore purulen akut + -

Kemerahan membrane timpani,

erythema

+ -

2. Otosklerosis

3.3.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan

pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan

pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan

pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania

dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi

tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki

sistem imum lokal dan sistemik. 11

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali

tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat

tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12

tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas

12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian

antibiotik.2

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan

analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.

Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau

sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar

konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis

terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.

Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap

penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100

29

Page 30: Clinic Report Session

mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin

masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. 2

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk

untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala

cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. 2

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara

berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3

sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya

sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10

hari. 2

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret

tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret

mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik

dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah

terjadi mastoiditis. 2

Observasi

Indikasi untuk protokol observasi adalah : tidak ada demam, tidak ada

muntah, pasien atau orang tua pasien menyetujui penundaan pemberian antibiotik.

Kontra indikasi relatif protokol observasi adalah telah mendapat lebih dari 3 seri

antibiotik dalam 1 tahun ini, pernah mendapat antibiotik dalam 2 minggu terakhir,

terdapat otorea.13

Pilihan observasi ini mengacu pada penundaan pemberian antibiotik pada

anak terpilih tanpa komplikasi untuk 72 jam atau lebih, dan selama waktu itu,

penatalaksanaan terbatas pada analgetik dan simtomatis lain.14 Pemberian

antibiotik dimulai jika pada hari ketiga gejala menetap atau bertambah. 14

Faktor-faktor kunci dalam menerapkan strategi observasi adalah: metoda

untuk mengklasifikasi derajat OMA, pendidikan orang tua, penatalaksanaan gejala

OMA, akses ke sarana kesehatan, dan penggunaan regimen antibiotik yang efektif

jika diperlukan. Jika hal tersebut diperhatikan, observasi merupakan alternatif

yang dapat diterima untuk anak dengan OMA yang tidak berat.14

30

Page 31: Clinic Report Session

Terapi simptomatis

Terapi tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan dekongestan

oral dapat diberikan sesuai gejala.15 Penanganan nyeri harus dilakukan terutama

dalam 24 jam pertama onset OMA. Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat

menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti

benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan

kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi. 14

Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi

hidung. Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung. Tetapi

baik antihistamin maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau

meminimalisir komplikasi dari OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan.

Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi.14 Dasar

pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah: obat

tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi,

sehingga membantu meringankan gejala pada OMA. Kortikosteroid dapat

menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi

permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau pelepasan mediator

inflamasi dan sitokin. Tetapi penelitian Chonmaitree dkk menunjukkan tidak ada

manfaat yang jelas pemakaian kortikosteroid dan antihistamin, sendiri atau dalam

kombinasi pada pasien yang memakai antibiotik.14 Penggunaan yang dianjrkan

adalah dekongestan topikal (Efedrin HCL 0,5%) terutama untuk mengatasi

sumbatan hidung. 14

Terapi antibiotik

Standar terapi terkini pada OMSA mengharuskan pasien yang didiagnosis

menderita suatu infeksi telinga tengah akut harus mendapatkan terapi antimikroba

selama 10-14 hari. Terapi dimulai berdasarkan empiris dengan tujuan

memberantas bakteri yang dijumpai pada OMSA meskipun materi kultur dari

telinga tengah tidak tersedia.15

Terapi standar permulaan suatu OMSA adalah amoksisilin, 40 mg/kgBB

dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis, atau ampisilin 50-100 mg/kgBB dalam 24 jam

dibagi dalam 4 dosis, minimal selama 10 hari. Pada individu yang alergi penisilin,

31

Page 32: Clinic Report Session

kombinasi eritromisin 40 mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol 120 mg/kgBB

dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama efektifnya dengan

amoksisilin. 15

Jika mikroorganisme penghasil betalaktamase diduga sebagai penyebab,

pemberian amoksisilin-klavulanat, 40 mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 3

dosis atau sulfametoksazol-trimetoprim, 8 mg/kgBB trimeoprim dan 40 mg/kgBB

sulfametoksazol dalam 24 jam dapat digunakan dalam 2 dosis terbagi. Sefiksim, 8

mg/kgBB dalam satu dosis atau ceprozil 15 mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis

terbagi juga dapat digunakan. 15

32

Page 33: Clinic Report Session

Kebanyakan pasien yang menerima terapi antibiotika untuk OMSA akan

menunjukan perbaikan yang signifikan dalam waktu 48 jam. Timpanosintesis

untuk kultur bakteri dan tindakan miringotomi dapat dilakukan pada penderita

yang tidak mengalami perbaikan setelah 48 jam terapi antibiotika empiris.

Penderita sebaiknya diperiksa ulang selama mendapatkan terapi untuk

memastikan keefektifan pengobatan yang diberikan. 15

Terapi Bedah

Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani untuk

drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Prosedur ini merupakan

prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan

juga prosedur yang bertujuan untuk diagnostik karena cairan yang didapat dari

tindakan miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas. 2,15

33

Page 34: Clinic Report Session

Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior

membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang,

corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil

dan steril. 2,15

Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh

ahlinya. Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam),

prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk

ventilasi ruang telinga tengah. 2,15

Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif,

otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus,

dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. 26,39 Indikasi miringostomi

pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti

paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.

Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan

terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. 15

3.3.9 Komplikasi

Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu

melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi

menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal

terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis

telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi

intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,

hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis

sinus lateralis. Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum

adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya

didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK).

Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan

antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi.14

34

Page 35: Clinic Report Session

BAB IV

ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Nn. R, perempuan 20

tahun, diketahui bahwa Nn. R datang ke poliklinik THT RSUD Raden Mattaher

Jambi dengan keluhan utama Nyeri telinga kanan sejak tadi malam pukul 01.00.

Os merasa ada binatang yang masuk ke dalam telinganya ketika ia tidur sehingga

Os terbangun dari tidurnya sekitar pukul 01.00. Setelah kejadian itu, Os merasa

nyeri pada telinga kanannya sampai saat pemeriksaan. Selain itu, Os juga merasa

“bengap” pada telinga kanannya, namun pendengarannya tidak menurun. Os

mengatakan tidak ada cairan yang keluar dari telinganya dan tidak ada riwayat

trauma sebelumnya.

Os juga mengeluh pilek sudah ± 4 hari yang lalu, pileknya encer dan

berwarna bening disertai dengan bersin-bersin dan terkadang buntu. Sebelumnya,

± 1 bulan ini Os memang sering pilek namun biasanya hanya sebentar tidak lama

dan tidak parah seperti keluhan saat ini. Os mengatakan pileknya tidak disertai

batuk. Selain itu, Os juga tidak demam, os hanya merasa badannya “hangat-

hangat kuku”. Riwayat pengobatan, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit

keluarga tidak ada.

Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Nn. R dan didapat hasil

suhu tubuh sedikit meningkat, membran timpani telinga kanan edema, hiperemis,

dan ada sekret eksudat serosa yang tidak terlalu terlihat. Konka inferior hidung

kanan erdema dan pucat.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik makan dapat disimpulkan Nn. R

menderita otitis media supuratif akut (OMSA0/ otitis media akut (OMA) stadium

hiperemis yang kemungkinan terjadi karena rinitis akut. Hiperemis disebabkan

oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh

mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan

membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri

yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam.

Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari

cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang

35

Page 36: Clinic Report Session

meningkat di kavum timpani.

Berdasarkan gejala dan tanda, maka pasien ini diberikan obat :

1. Analgetik :

Digunakan untuk menghilangkan nyeri telinganya.

kalium diklofenak 50 mg No. X, 2x1

2. Antibiotik :

Digunakan untuk membunuh kuman-kumannya.

Amoksisisilin klavulanat 1 tablet 375 mg (250 mg amoksisilin dan 125

mg asam klavulanat), No XXX, 3x1

3. Obat tetes hidung :

HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis. Untuk obat tetes hidung.

36

Page 37: Clinic Report Session

BAB V

KESIMPULAN

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2 Otitis media

berdasarkan durasi terdiri atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan

kronis (>12 minggu). Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut

telinga tengah dengan gejala dan tanda yang bersifat cepat dan singkat yang

berlangsung selama 3 minggu atau kurang. Gejala dan tanda klinik lokal atau

sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,

gelisah, mual, muntah, diare, serta otore apabila telah terjadi perforasi membran

timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga bisa dijumpai efusi telinga tengah.

Tatalaksana Otitis Media Supuratif Akut berdasarkan stadiumnya.

37

Page 38: Clinic Report Session

DAFTAR PUSTAKA

1. Van den Broek, Feenstra. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung,

dan Telinga. Edisi ke-12. Jakarta : EGC, 2010

2. Helmi Djaafar dan restuti RD. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keenam. Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 hal. 64-

77.

3. Boies R. Lawrence, Adam L. George. Penyakit Telinga Tengah dan

Mastoid. Alih bahasa : Wijaya Caroline. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.

Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997

4. Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In:

Ballenger’s Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth

edition. BC Decker Inc. Ontario, 2003, 249-59

5. Buchman,C.A.et al.2003.Infection of

The Ear.In:Essencial Otolaryngology Head and Head

Surgery .8th Ed.Lee,K.J (Eds) New York:Mc-Graw Hill Pp:484-6

6. Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Kerr AG, ed. Scott Brown’s

Otolaryngology. Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London,

1997, 3/9/1-7.

7. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-46.

8. World Health Organization. Burden of Illness and Management Options

Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness

and Deafness (serial online). Geneva, Switzerland, 2004. Diakses tanggal

20 Mei 2014. Available https://www.who.org/

9. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available

from: http://www.emedicine.medscape.com. Accessed Mei 20, 2014

10. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka. Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010

11. Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

38

Page 39: Clinic Report Session

12. Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and Other Upper Respiratory Tract Infections. In: Fauci, A.S., ed. Harrysons’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 205-214.

13. Helmi. Diagnosis dan penatalaksanaan otitis media. Dalam: Satelit symposium. Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok, Jakarta, 2003.

14. Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Universitas andalas. Hal.1-9. Diakses 20 Mei 2014.

15. Askaroellah Aboet. Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.hal 356-58. Diakses 20 mei 2014.

39