ckd stage v

107
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi Fisiologi Sistem Urinaria Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam – basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra. Gambar 2.1 Sistem urinarius 6

Upload: iip-sanes-saepudin

Post on 12-Jan-2016

48 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

CHRONIC KIDNEY DISEASE

TRANSCRIPT

Page 1: CKD STAGE V

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Sistem Urinaria

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak

dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh

tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan

dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius.

Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi

asam – basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam

darah dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari

proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat

urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung

kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra.

Gambar 2.1

Sistem urinarius

6

Page 2: CKD STAGE V

Sumber: www.google.com

1. Ginjal

Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi

urin dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu

sistem utama untuk mempertahankan homeostasis (kekonstanan

lingkungan internal).

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti dua kacang yang

terletak dikedua kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah

dimbandingkan ginjal kiri karena tertekan oleh hepar. Kutub atas kanan

terletak setinggi iga keduabelas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak

setinggi iga kesebalas.

Gambar 2.2

Struktur Internal Ginjal

Sumber: www.google.com

7

Page 3: CKD STAGE V

a. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur

sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medulla (dalam) dan korteks

(luar).

1) Medula terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida

ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida, papila, masuk

dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus

pengumpul urine.

2) Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang

merupakan unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak

didalam diantara piramida-piramida. Medula yang bersebelahan

untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus

yang mengalir kedalam duktus pengumpul.

3) Velvis ginjal (kaliks mayor dan kaliks minor) adalah perluasan

ujung poksimal ureter. Ujung ini berlanjut menjadi dua sampai tiga

kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian

penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang

menjadi beberapa (8-18) kaliks minor.

b. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari

satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan

korteks yang melapisinya.

2. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi

mengalirkan urine dari pelvis ginjal kedalam kandung kemih. Pada orang

dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm. dindingnya terdiri atas mukosa

yang dilapisi oleh sel-sel transisional. Otot-otot polos sirkuler dan

longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik untuk

mengeluarkan urine ke kandung kemih.

Ureter masuk kedalam kandung kemih dalam posisi miring dan

berada dalam otot kandung kemih, keadaan ini dapat mencegah terjadinya

aliran balik urine dari kandung kemih ke ureter.

8

Page 4: CKD STAGE V

3. Kandung Kemih

Merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapisan otot

destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam merupakan otot

sirkuler, ditengah merupakan otot longitudinal dan paling luar merupakan

otot sirkuler. Mukosa- mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra

posterior. Kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk

suatu segi tiga yang disebut trigonum buli-buli.

Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan

kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi

(berkemih) dalam menampung urin kandung kemih mempunyai kapasitas

maksimal, yang volumennya untuk orang dewasa ± 300-450 ml.

4. Uretra

Merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung

kemih, melalui proses miksi, pada pria organ ini berfungsi juga dalam

menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra

eksternal yang terletak pada perbatasan uretra interior dan posterior.

5. Fungsi Utama Ginjal

a. Pengeluaran zat sisa organik

Ginjal mengekskresikan urea, asam urat, kreatinin dan produk

penguraian hemoglobin dan hormone.

b. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Tubuh

Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam

basa. Sebagian besar proses metabolisme tubuh menghasilkan asam

seperti CO2 yang mudah menguap dan metabolisme protein

menghasilkan asam yang tidak menguap seperti asam sulfat dengan

asam fosfat. Secara normal paru-paru mengekskresikan CO2

9

Page 5: CKD STAGE V

sedangkan zat yang tidak mudah menguap diekskresikan oleh ginjal.

Selain itu ginjal juga mereabsorbsi bikarbonat basa yang difiltrasi

secara bebas oleh glomerulus. Ginjal membantu mengeleminasi C02

pada pasien penyakit paru dengan meningkatkan sekresi dan ekskresi

asam dan reabsorbsi basa.

c. Pengaturan Ekskresi Elektrolit

Jumlah elektrolit dan air yang harus diekskresikan lewat ginjal

bervariasi dalam jumlahnya tergantung pada jumlah asupan, air,

natrium, klorida, elektrolit lain dan produk limbah diekskresikan

sebagai urin. Pengaturan jumlah natrium yang diekskresikan

tergantung pada aldosteron yang dihasilkan dan disintesa korteks

adrenal. Peningkatan kadar aldosteron dalam darah, menyebabkan

sekresi natrium berkurang karena aldosteron meningkatkan reabsorbsi

natrium dalam ginjal. Jika natrium diekskresikan dalam jumlah yang

melebihi jumlah natrium yang dikonsumsi, maka pasien akan

mengalami dehidrasi. Ekskresi kalium oleh ginjal akan meningkat

seiring dengan meningkatnya kadar aldosteron. Jika kalium

diekskresikan dalam jumlah yang kurang dari jumlah konsumsi pasien

akan menahan cairan. Retensi kalium merupakan akibat yang paling

buruk dari gagal ginjal.

d. Pengaturan Produksi Sel Darah Merah

Sebagai salah satu organ endokrin, ginjal membentuk dan melepaskan

eritropoitin. Eritropoitin adalah salah suatu hormon yang merangsang

sumsum tulang agar meningkatkan pembentukan eritrosit. Sel-sel

diginjal yang membentuk dan melepaskan eritropoitin berespons

terhadap hipoksia ginjal. Orang yang menderita penyakit ginjal sering

memperlihatkan anemia kronik

e. Regulasi Tekanan Darah

Hormon renin yang disekresikan oleh sel-sel jungstaglomerullar saat

terjadi penurunan tekanan darah. Renin akan mempengaruhi pelepasan

angiotensin yang dihasilkan di hati dan diaktifkan dalam paru.

10

Page 6: CKD STAGE V

Angiotensin I kemudian diubah menjadi Angiotensin II yaitu senyawa

vasokontriktor kuat. Vasokontriksi menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai reaksi

terhadap stimulasi kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai

reaksi terhadap perfusi yang buruk atau peningkatan osmolaritas

serum.

Bagan 2.1

Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal

Tekanan darah menurun

Ginjal Renin

Hati Angiotensin I

Kelenjar hipofisis Angiotensin II (vasokonstriktor kuat)

ACTH Aldosteron (dilepas oleh kelenjar adrenal)

Kelenjar adrenal Retensi air dan natrium

Volume cairan ekstrasel meningkat

Sumber: Brunner &Suddarth

f. Pengaturan Ekskresi Air

Akibat asupan air atau cairan yang banyak, urin yang encer harus

diekskresikan dalam jumlah besar, sedangkan jika asupan cairan

sedikit urin yang diekskresikan lebih pekat. Pengaturan ekskresi air

dan pemekatan urine dilakukan didalam tubulus dengan reabsorbsi

elektrolit. Jumlah air yang reabsorbsi dikendalikan oleh hormon anti

Meningkatkan tekanan darah

11

Page 7: CKD STAGE V

deuritik (CADH atau Vasopresin). Dengan asupan air yang berlebihan,

sekresi ADH oleh kelenjar hipofisis akan ditekan sehingga sedikit air

yang direabsorbsi oleh tubulus. Keadaan ini menyebabkan volume urin

meningkat ( Diuresis ).

g. Dihidroksi vitamin D

Sebagai organ endokrin ginjal mengeluarkan hormon penting untuk

menetralisasi tulang. Ginjal bekerja sama dengan hati menghasilkan

bentuk aktif vitamin D. Vitamin D penting untuk pemeliharaan kadar

kalsium plasma yang diperlukan untuk membentuk tulang. Bentuk

aktif vitamin D ini bekerja sebagai hormon beredar dalam darah dan

merangsang penyerapan kalsium, fosfat di usus halus dan tubulus

ginjal. Vitamin D juga merangsang resorbsi tulang. Resorbsi tulang

menyebabkan pelepasan kalsium sehingga kalsium plasma meningkat.

6. Suplai Darah Ginjal

Gambar 2.3

Suplai darah ginjal

Sumber: www.google.com

12

Page 8: CKD STAGE V

a. Arteri renalis adalah cabang orta abdominalis yang mensuplai masing-

masing ginjal dan masuk ke hillus melalui percabangan anterior dan

posterior.

b. Arteri-arteri interlobaris merupakan cabang anterior dan posterior

arteri renalis yang mengalir diantara piramida-piramida ginjal.

c. Arteri Arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan

korteks dan medulla.

d. Arteri interlobaris merupakan percabangan arteri arkuata di sudut

kanan dan melewati korteks.

e. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen

membentuk sekitar 50 kapilar yang membentuk glomerulus.

f. Arteriol eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk

jaringan kapilar lain. Kapilar peritubular mengelilingi tubulus

proksimal dan distal untuk memberi nutrisi pada tubulus.

g. Kapilar peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian

menyatu dan membentuk vena interlobularis.

h. Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena akuarta

bermuara ke dalam vena interlobularis yang bergabung untuk

bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan ginjal untuk

bersatu dengan vena kava inferior

7. Struktur Nefron

Gambar 2.4

Gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan

tubulus

13

Page 9: CKD STAGE V

Sumber: www.wikipedia.com

Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit

pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular

(kapilar) dan satu komponen tubular.

a. Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel

berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul

bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.

b. Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat

berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat

sel-sel epitelia kuboid yang kaya akan mikrovilus (brus border) dan

memperluas area permukaan lumen.

c. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai

descenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla membentuk

lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik keatas

membentuk tungkai ascenden ansa henle.

d. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya 5 mm dan

membentuk segmen terakhir nefron.

1) Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding

ateriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol

14

Page 10: CKD STAGE V

mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut macula densa.

Maccula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan

distimulasi oleh penurunan ion natrium.

2) Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa

mengandung sel-sel otot polos termodifiksi yang disebut sel

jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan

darah untuk memproduksi rennin.

3) Maccula densa sel jupstaglomerular, dan sel mesangium saling

bekerja sama untuk membentuk apparatus jukstaglomerular yang

penting dalam pengaturan tekanan darah.

e. Tubulus dan duktus mengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul

berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke

sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk

duktus pengumpul yang besar. Duktus pengumpul membentuk tuba

yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks minor. Dari

pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung

kemih.

8. Proses Pembentukan Urine

a. Filtrasi Glomerulus

Filtrasi Glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma

yang masuk kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke

ruang interstitium kemudian ke kapsula bowman. Pada ginjal yang

sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir tidak ada yang

mengalami filtrasi. Kapiler Glomerulus sangat permeabel terhadap air

dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. Cairan kemudian berdifusi ke

dalam kapsula bowman dan berjalan disepanjang nefron. Laju filtrasi

glomerulus (GFR) adalah volume filtrasi yang masuk ke dalam

kapsula bowman per satuan waktu. GFR tergantung pada empat gaya

yang menentukan filtrasi dan reabsorbsi yaitu tekanan kapiler ,tekana

cairan interstitium, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan

15

Page 11: CKD STAGE V

osmotik koloid cairan interstitium. GFR juga tergantung pada berapa

luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk filtrasi. Penurunan

luas permukaan glomerulus akan menurunkan GFR. Nilai rata-rata

GFR seorang pria dewasa adalah 180 lt per hari (125 ml permenit).

Volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari volume darah total

sebesar 5 liter). Dari 180 liter cairan yang difiltrasi ke dalam kapsula

bowman, hanya sekitar 1,5 liter perhari diekskresikan dari tubuh

sebagian urin.

b. Reabsorbsi Tubulus

Reabsorbsi mengacu pada pergerakan aktif dan pasif suatu

bahan yang disaring di glomerulus kembali ke kapiler peritubulus.

Reabsorbsi dapat total (misal glukosa ) atau parsial (misal Natrium,

urea, klorida dan air).

1) Reabsorbsi glukosa

Glukosa secara bebas disaring glomerulus. Dalam keadaan normal,

semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh transpor aktif

terutama ditubulus proksimalis.

2) Reabsorbsi Natrium

Reabsorbsi natrium berlangsung diseluruh tubulus melalui

kombinasi difusi sederhana dan transportasi aktif. Sekitar 65%

reabsorbsi natrium-natrium yang difiltrasi tetap didalam tubulus

pada saat filtrasi mencapai tubulus konvulsi distalis. Konsentrasi

akhir natriunm di urin biasanya kurang dari 1 % jumlah total yang

difiltrasi di glomerulus.

3) Reabsorbsi Klorida

Reabsorbsi klorida dapat bersifat aktif dan pasif dan hampir selalu

bersamaan dengan transpor natrium. Proses ini dipengaruhi oleh

gradien listrik di tubulus. Sebagian reabsorbsi klorida (65 %)

terjadi ditubulus proksimal, 25% dilengkung henie dan 10%

jumlah total yang difiltrasi dan sistem duktus pengumpul.

16

Page 12: CKD STAGE V

4) Reabsorbsi Kalium

Sebagian besar kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi 50%

ditubulus proksimal, 40% di pars asenden dan 10% dibagian akhir

nefron duktus pengumpul di medulla. Sebagian besar reabsorbsi

kalium adalah difusi pasif.

5) Reabsorbsi Asam Amino

Asam amino yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi ditubulus

proksimalis. Semua reabsorbsi asam amino diperantarai oleh

pembawa. Transpor maksimum untuk pembawa berada jauh diatas

jumlah asam amino yang difltrasi secara normal.

6) Reabsorbsi Protein Plasma

Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi di tubulus

proksimal. Sebagian kecil protein yang difiltrasi di glomerulus

tidak direabsorbsi . Protein-protein tersebut diuraikan oleh sel-sel

tubulus dan diekskresikan di urine. Contoh-contoh protein tersebut

adalah hormon protein misalnya GH dan Luteinizing Hormon.

7) Reabsorbsi Bikarbonat

Reabsorbsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi

terutama ditubulus proksimal, reabsorbsi berlangsung ketika

sebuah molekul air terurai ditubulus proksimal menjadi ion H+ dan

H- (hidroksil) ion H+ secara aktif disekresikan dan bergabung

dengan bikarbonat HCO3 menghasilkan H2CO3 yang dengan

bantuan enzim karbonat anhidrase terurai menjadi CO2 dan H20.

Melalui proses ini bikarbonat yang telah difiltrasi disimpan dan

tidak diekskresikan melalui urin. Reaksi H+ + HCO3- bersifat

reversibel.

8) Reabsorbsi Urea

Urea dibentuk dihati sebagai produk akhir metabolisme protein.

Urea defiltrasi secara bebas diglomerulus, Karena sangat

permeabel menembus sebagian besar nefron maka urea berdifusi

kembali ke kapiler peritubulus. Diujung tubulus proksimalis,

17

Page 13: CKD STAGE V

sekitar 50% urea yang difiltrasi telah direabsorbsi. Dari ujung

tubulus proksimalis ke duktus pengumpul di medulla, urea kembali

menjadi permeabel. Sewaktu filtrasi meninggalkan ginjal, sekitar

40% urea yang difiltrasi disekresikan.

c. Sekresi Tubular

Mekanisme sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat

keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular

menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urine.

Tabel: 2.1

Filtrasi, Reabsorpsi dan ekskresi bahan tertentu dari plasma yang normal

Disaring 24 jamDireabsorpsi

24 jam

Diekskresikan

24 jam

Natrium 540,0 g 537,0 g 3,3 g

Klorida 630,o g 625,0 g 5,3 g

Bikarbonat 300,0 g 300,0 g 0,3 g

Kalium 28,0 g 24,0 g 3,9 g

Glukosa 140,0 g 140,0 g 0,0 g

Ureum 53,0 g 28,0 g 25,0 g

Kreatinin 1,4 g 0,0 g 1,4 g

Asam urat 85 g 7,7 g 0,8 g

9. Volume urine

Volume urine yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml

sampai 2500 ml lebih.

a. Jika volume urine tinggi, zat buangan diekskresi dalam larutan encer,

hipotonik (hipoosmotik) terhadap plasma. Berat jenis urine mendekati

berat jenis air (sekitar 1,003)

b. Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental

sehingga volume urine yang sedikit tetap mengandung jumlah zat

18

Page 14: CKD STAGE V

buangan yang sama yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut

lebih besar, urine hipertonik, (hiperosmotik) terhadap plasma, dan

berat jenis urine lebih tinggi (di atas 1,003).

10. Pengaturan volume urine.

Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih

banyak diatur melalui mekanisme hormone dan mekanisme

pengkonsentrasi urine ginjal.

a. Mekanisme hormonal

1) Antidiuretic hormone (ADH)

Meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus

pengumpul terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya

reabsorpsi dan volume urine yang sedikit.

Sisi sintesis dan sekresi. ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam

nucleus supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf

hipofisis posterior. ADH kemudian dilepas sesuai impuls yang

sampai pada serabut saraf.

Stimulus pada sekresi ADH:

a) Osmotik

b) Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitive

terhadap perubahan konsentrasi ion natrium,serta zat terlarut

lain dalam cairan intraseluler yang menyelubunginya.

c) Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat

dehidrasi, menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls

ke kelenjar hipofisis posterior agar melepas ADH. Air

diabsorpsi kembali dari tubulus ginjal sehingga dihasilkan

urine kental dengan volume sedikit.

d) Penurunan osmolaritas plasma mengakibatkan berkurangnya

ekskresi ADH, berkurangnya reabsorpsi air dari ginjal, dan

produksi urine encer yang banyak.

e) Volume dan tekanan darah

19

Page 15: CKD STAGE V

Baroreseptor dalam pembuluh darah (di vena, atrium kanan dan

kiri, pembuluh pulmonari, sinus carotid, dan lengkung aorta)

memantau volume darah dan tekanan darah. Penurunan volume

dan tekanan darah meningkatkan sekresi ADH; peningkatan

volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH.

f) Faktor lain. Nyeri, kecemasan, olah raga, analgesik narkotik

dan barbiturate meningkatkan sekresi ADH. Alcohol

menurunkan sekresi ADH.

2) Aldosteron

Adalah hormone steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks

kelenjar adrenal. Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan

duktus pengumpul untuk meningkatkan absorpsi aktif ion natrium

dan sekresi aktif ion kalium. Mekanisme rennin-angiotensin-

aldosteron, yang meningkatkan retensi air dan garam.

b. Sistem arus bolak-balik dalam ansa Henle dan vasa rekta

memungkinkan terjadinya reabsorpsi osmotic air dari tubulus dan

duktus pengumpul ke dalm cairan interstisial medularis yang lebih

kental di bawah pengaruh ADH. Reabsorpsi air memungkinkan tubuh

untuk menahan air sehingga urine yang diekskresi lebih kental

dibandingkan cairan tubuh normal.

B. Konsep Dasar Chronic Kidney Diseases

1. Definisi

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).

Gagal Ginjal Kronik (GGK, penyakit ginjal tahap akhir) adalah

kerusakan fungsi ginjal yang progresif, yang berakhir fatal pada uremia

(kelebihan urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah) dan

20

Page 16: CKD STAGE V

komplikasinya kecuali jika dilakukan dialysis dan transplantasi ginjal

(Netina, Sandra. M, 2002).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangaan gagal ginjal yang

progresip dan lambat, biasanya berlangsung berapa tahun. Ginjal

kehilangan kemampuan asupan diet normal. Gagal ginjal kronik terjadi

setelah berbagai macam penyakit masuk nefron ginjal (Price,Sylvia

Anderson,2004).

2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

a. Stadium 1

Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada

ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium

pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk

memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit

jantung dan pembuluh darah.

b. Stadium 2

Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat

fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan

perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk

mengurangi resiko masalah kesehatan lain.

c. Stadium 3

Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada

stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita

sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati

masalah ini.

d. Stadium 4

Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk

komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai

pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan

membutuhkan persiapan.

21

Page 17: CKD STAGE V

e. Stadium 5

Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja

cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis

atau pencangkokan ginjal.

3. Etiologi

a. Infeksi saluran kemih (ISK)

ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah

(pielonefritis akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang

progresip berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi yang

berulang dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan

anatomi pada ginjal dan saluran kemih seperti refluks vesiko, ureter,

obstruksi, kalkuli atau kandung kemih neurogonik. Kerusakan ginjal

pada pielonefritis akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks

diakibatkan refluks urin yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam

parenkim ginjal (refluks internal). Piolonefritis kronik yang disertai

refluks vesikoureter merupakan penyebab utama gagal ginjal pada

anak-anak.

b. Nefrosklerosis Hipertensif

Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.

Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal

kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na

dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin

juga melalui defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal)

menunjukan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal

sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab

utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang

kulit putih.

c. Glomerulonefritis

Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal

bilateral. Peradangan dimulai balam glomerulus dan bermanifestasi

22

Page 18: CKD STAGE V

sebagai proteinuria dan hematuria. Meski lesi terutama pada

glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami

kerusakan, mengakibatkan gagal ginjal kronik.

d. Penyakit ginjal kronik

Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple

bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan

menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal

dapat membesar dan terisi oleh klompok-klompok kista yang

menyarupai anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan

mengakibatkan kematian sebelum mencapai usia 2 tahun. Tanda dan

gejala yang sering tampak adalah rasa sakit didaerah pinggang,

hematutia, poliuria, proteinuria dan ginjal membesar teraba dari luar.

Komplikasi yang sering terjadi adalah hipertensi dan infeksi saluran

kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan penyebab ketiga tersering

gagal ginjal stadium akhir.

e. Gout

Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh

hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada

gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan

tubuh. Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal

dapat menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang

berjalan progresip lambat.

f. Diabetes mellitus

Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan

kecacatan yang umum pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang

sering dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola,

pielonefritis dan nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi

tersebut disebabkan oleh peningkatan endapan matriks mesingeal.

Membrane basalis perifer juga lebih menebal. Mula-mula lumen

kapilet masih utuh tapi lambat laun mengalami obliterasi bersamaan

dengan berlanjutnya penyakit.

23

Page 19: CKD STAGE V

g. Hiperparatirodisme

Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone

paratiroid merupakan penyakit yang dapat menyebabkan

nefrokalasinosis dan selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal.

Penyebab yang paling sering adalah adenoma kelenjar paratiroid.

h. Nefropati toksik

Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25

aliran darah dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi

obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal

mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam

cairan tubulus.

4. Manifestasi Klinis

a. Sistem Gastrointestinal

1) Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme

protein dalam usus, terbentuknya zat – zat toksik dari metabolisme

bakteri usus seperti (amonia metil guanidin) serta sembabnya

mukosa usus.

2) Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh

bakteri dimulut menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia.

Akibat lain timbul stomatitis dan parotitis.

3) Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.

b. Sistem Integumen

1) Kulit berwarna pucat akibat anemia

2) Gatal – gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di

pori – pori.

3) Ekimosis akibat gangguan hematologis.

4) Bekas garukan karena gatal.

24

Page 20: CKD STAGE V

c. Sistem Hematologi

1) Anemia

Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin sehingga

terjadi pengurangan eritropoesis pada sumsum tulang belakang,

hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana

uremik, defesiensi asam folat akibat nafsu makan yang berkurang,

perdarahan pada saluran cerna dan fibrosis pada sumsum tulang

akibat hipertiroid sekunder.

2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit

yang berkurang.

3) Gangguan fungsi leukosit

Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan kemotaksis berkurang,

fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.

d. Sistem Syaraf dan otot

1) Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak – gerakkan

kakinya (Restless leg syndrome).

2) Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki

(Burning feet syndrome).

3) Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan

konsentrasi, tremor dan kejang – kejang.

e. Sistem Kardiovaskuler

1) Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan

aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron.

2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung akibat

penimbunan cairan dan hipertensi.

3) Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.

4) Edema akibat penimbunan cairan

f. Sistem Endokrin

1) Gangguan seksual yaitu pada laki – laki libido menurun dan pada

wanita gangguan menstruasi (amenore).

25

Page 21: CKD STAGE V

2) Gangguan toleransi glukosa.

3) Gangguan metabolisme lemak

4) Gangguan metabolisme Vitamin D.

g. Gangguan sistem lain

1) Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik.

2) Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.

3) Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.

5. Komplikasi

a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi , asidosis metabolic,

katabolisme, masukan diet berlebih

b. Perikarditis, efusi pericardial, temponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

rennin-angiotensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisa

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal.

26

Page 22: CKD STAGE V

6. Patoflow

27

Page 23: CKD STAGE V

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Urine

1) Volume: biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (oliguria) atau urine tidak

ada (anuria)

2) Warna: secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,

bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat, sedimen kotor, kecoklatan

menunjukkan adanya darah, hb, mioglobin porfirin.

3) Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1.010 menunjukan

kerusakan ginjal berat.

4) Osmolaritas: kurang dari 300 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular

dan rasio urin = Serum sering 1:1

5) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun

6) Natrium : lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsorpsi natrium

7) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4) secara kuat menunjukan

kerusakan glomerulus bila sel darah merah dan fragmen juga ada

b. Darah

1) BUN atau Creatinin: biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin

10 mg/dl diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)

2) Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya

kurang dari 7-8 g/dl

3) Sel darah merah : waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin

seperti pada azotemia

4) Analisa gas darah : Ph: penurunan Ph kurang dari 7,2 terjadi karena

kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan

amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bicarbonate menurun, PCO2

menurun

5) Natrium serum : mungkin rendah bila ginjal kehabisan natrium atau

normal (menunjukan status defusi hipernatremia)

Page 24: CKD STAGE V

6) Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan

perpindahan (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada

tahap akhir perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5

mEq atau lebih besar.

7) Magnesium/fosfat : meningkat

8) Kalium menurun

9) Protein khususnya (albumin) : kadar serum menurun dapat menunjukan

kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan

pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial

c. Osmolaritas serum : lebih besar dari 285 mosm/kg sering sama dengan urin

d. KUB foto : menunjukan ukuran ginjal / ureter/ kandung kemih dan adanya

obstruksi (batu)

e. Pielogram retrograd : menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

f. Artenogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler

g. Sistouretrogram berkemih : menunjukan ukuran kandung kemih reflek

kedalam ureter, retensi

h. Ultrasona ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan

sel jaringan untuk diagnostik histologis

i. Endoskopi ginjal, nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal :

keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif

j. EKG : mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan, elektrolit dan

asam/basa

k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan dapat menunjukan

deminralisasi, klasifikasi

Page 25: CKD STAGE V

8. Penatalaksanaan Konservatif Gagal Ginjal Kronik.

a. Memperlambat Progresi Gagal Ginjal.

1) Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan

lebih dari 140/90 mmHg.

2) Pembatasan asupan protein bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus.

3) Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.

4) Mengurangi proteinurea.

5) Mengendalikan hiperlipidemia.

b. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut.

1) Pencegahan kekurangan cairan, dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat

menyebabkan gagal ginjal. Kelainan yang dapat ditemukan adalah

penurunan tugor kulit, kulit dan mukosa kering, gangguan sirkulasi

ortostatik, penurunan vena jugularis dan penurunan tekanan vena sentral

merupakan tanda-tanda yang membantu menegakkan diagnosis.

2) Sepsis dan ISK akan memperburuk faal ginjal.

3) Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan

memperburuk fungsi ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang

berlebihan juga akan memperburuk fungsi ginjal. Obat-obatan yang dapat

diberikan adalah furosemial, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis

kalsium dan penghambat alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR

karena kemungkinan adanya akumulasi obat.

4) Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (obat anti inflamasi

nonsteroid), kontras radiology harus dihindari.

5) Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi

dan meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia. Resiko kehamilan

meningkat apaabila kreatinin serum > 1.5 mg/dl dan apaabila kadar

kreatinin serum > 3 mg/dl dianjurkan tidak hamil.

Page 26: CKD STAGE V

c. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya.

1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien dengan gagal ginjal

lanjut mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraseluler karena retensi

cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskuler menyebabkan

hipertensi, sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial menyebabkan

edema. Hiponatremi sering juga ditemukan pada kasus GGK lanjut akibat

ekskresi air yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi retraksi

asupan cairan dan natrium serta pemberian terapi diuretic. Jenis diuretic

yang menjadi pilihan adlah furosemid karena efek furosemid tergantung

pada sekresi aktif ditubulus proksimal. Asupan cairan dibatasi <

1000ml/hari pada keadaan berat < 500 ml/hari. Natrium diberikan < 2-4

gram/hari.

2) Asidosis metabolic. Manifestasi timbul apabila GFR < 25 ml/menit. Diet

rendah protein 0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis.

Bila bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan

substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat).

3) Hiperkalemia terjadi akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang,

keadaan metabolic, makanan (pisang) dapat meningkatkan kadar kalium.

Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian

mendadak akibat aritmia kordis yang fatal. Untuk mengatasi kegawatan

akibat hiperkalemi dapat diberikan obat-obat berikut:

a) Kalsium glukosa 10%, 10 ml darah waktu 10 menit IV.

b) Bikarbonas natrikus 50-150 mEq IV dalam waktu 15-30 menit.

c) Insulin dan glukosa 6 U insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam.

d) Kayexalate (resin pengikat kalsium) 25-50 gram oral atau rectal.

4) Diet rendah protein. Diet rendah protein akan mengurangi akumulasi

hasil akhir metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu

diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis

akibat meningkatnya beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus)

Page 27: CKD STAGE V

dan fibrosis interstisial. Kalori diberikan 35 kal/kg BB, protein 0,6

gram/kg BB/hari.

5) Anemia, penyebab utama anemia pada GGK adalah defisiensi

eritropoetin. Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal, umur

eritrosit yang pendek dan adanya hambatan eritropoiesis, malnutrisi dan

defisiensi besi. Tranfusi darah yang baik apabila hemoglobin kurang dari

8gram% dengan pemberian eritropoetin.

d. Kalsium dan Fosfor.

Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar

fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (daging dan susu).

Apabila GFR < 30 ml/menit,diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti

kalsium karbonat atau kalsium asetat serta pemberian vitamin D yang bekerja

meningkatkan absorbsi kalsium di usus. Vitamin D juga mensupresi sekresi

hormone paratiroid.

e. Hiperuresemia. Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg apabila kadar

asam urat >10mg/dl atau apabila adaa riwayat penyakit gout.

Penatalaksanaan konservatif dihentikan apabila pasien sudah memerlukan

dialysis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 mL/

menit dan ditemukan keadaan berikut :

a. Asidosis metabolic yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

c. Overload cairan (edema paru)

d. Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran

e. Efusi pericardial

f. Sindrom uremia: mual, muntah, anoreksia dan neuropati yang memburuk

Page 28: CKD STAGE V

Asuhan Keperawatan Cronik Kidney Desease

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui

wawancara, observasi langsung dan melihat catatan medis, adapun yang perlu

dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai berikut :

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,

tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi perjalanan penyakitnya, awal

gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau

bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi

masalah tersebut.

2) Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang berhubungan

dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah

sakit dan riwayat penggunaan obat.

3) Riwayat kesehatan keluarga, meliputi adakah keluarga yang mempunyai

penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lain-lain.

4) Riwayat psiko sosial meliputi, adakah orang terdekat dengan klien,

interaksi dalam keluarga, mekanisme koping yang digunakan klien untuk

mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien

menerima keadaannya, masalah yang mempengaruhi klien, persepsi klien

terhadap penyakitnya dan sistem nilai kepercayaan yang bertentangan

dengan kesehatan.

5) Kondisi lingkungan rumah, lingkungan rumah merupakan faktor utama

yang mempengaruhi kesehatan klien.

6) Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah sakit, meliputi pola

nutrisi, pola eliminasi, pola personal higiene, pola istirahat tidur, pola

aktivitas dan latihan serta pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.

Page 29: CKD STAGE V

c. Pengkajian fisik yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung

kaki dengan menggunakan teknik yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi dan

perkusi, adapun hasil pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki

dengan teknik tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai berikut

:

1) Aktivitas atau istirahat : gejalanya kelelahan ekstrem, kelemahan,

malaise, gangguan tidur (insomnia /gelisah atau somnolen). Tandanya

kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2) Sirkulasi : gejalanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri

dada (angina). Tandanya hipertensi; DJV, nadi kuat, edema jaringan

umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Disritmia jantung. Nadi

lemah halus, hipotensiortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang

pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respons terhadap

akumulasi sisa). Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan

perdarahan.

3) Intergeritas Ego : gejalanya faktor stress, contoh financial, hubungan dan

sebagainya. Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Tandanya menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

4) Eliminasi : gejalanya penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal

tahap lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tandanya

perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.

Oliguria, dapat menjadi anuria.

5) Makanan atau cairan : gejalanya peningkatan berat badan cepat (edema),

penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati,

mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).

Penggunaan diuretic. Tandanya distensi abdomen/asites, pembesaran hati

(tahap akhir). Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum,

Page 30: CKD STAGE V

tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,

penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.

6) Neurosensori : gejalanya adalah sakit kepala, penglihatan kabur. Kram

otot/kejang; sindrom ‘kaki gelisah’; kebas rasa terbakar pada telapak

kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah

(neuropati perifer). Tandanya gangguan status mental, contoh penurunan

lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,

kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Kejang, fasikulasi

otot, aktivasi kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

7) Nyeri atau kenyamanan : gejalanya nyeri panggul, sakit kepala; kram

otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari). Tandanya perilaku berhati

– hati/distraksi, gelisah.

8) Pernapasan : gejalanya nafas pendek; dispnea nocturnal paroksimal;

batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak. Tandanya takipnea,

dispnea, penigkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kussmaul). Batuk

produktif dengan sputum merah muda – encer (edema paru).

9) Keamanan : gejalanya kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi. Tandanya

pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara actual

terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih

rendah dari normal (efek GGK/depresi respons imun). Petekie, area

ekimosis pada kulit.fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (klasifikasi

metatastik) pada kulit, jaringan lunak, sendi; keterbatasan gerak sendi.

10) Seksualitas : gejalanya penurunan libido; amenorea; infertilitas.

11) Interaksi sosial : gejalanya kesulitan menetukan kondisi, contoh tak

mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

12) Penyuluhan/pembelajaran : gejalanya riwayat DM keluarga (risiko tinggi

untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus

urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun

lingkungan. Penggunan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

Page 31: CKD STAGE V

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan

retensi cairan serta natrium

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan reabsorpsi bikarbonat dan gangguan

sekresi asam organik

c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan

muntah

d. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anoreksia

e. Gangguan harga diri b.d perubahan peran, perubahan pada citra diri

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi b.d keterbatasan informasi

g. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d peningkatan tekanan darah

3. Intervensi

a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine diet berlebihan dan

retensi cairan serta natrium.

Tujuan dan kriteria hasil :

- Menunjukkan perubahan –perubahan berat badan yang lambat

- Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema

- TTV dalam batas yang dapat diterima sesuai usia

TD =

100-13060-90

mmHg

S : 35,9-37,40C

N : 60-80x/mnt

R :12 -24x/mnt

Intervensi

Mandiri

1) Kaji status cairan

- Timbang berat badan harian

Page 32: CKD STAGE V

- Keseimbangan intake dan output harian

- Turgor kulit dan adanya edema

- Distensi vena jugularis

- Tekanan darah, denyut dan irama jantung

R/ : Peningkatan berat badan harus tidak lebih dari 0,5 kg/ hari ,

hipertensi dan takikardi dapat diakibatkan overhidrasi dan atau

gagal jantung

2) Batasi intake cairan kurang lebih 1 lt/ hari

R/ : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran

urin dan respon terhadap terapi

3) Identifikasi sumber potensial cairan

R/ : Sumber cairan yang tidak diketahui dapat memperberat gagal

ginjal

4) Jelaskan pada klien / keluarga rasional pembatasan cairan

R/ : Pemahaman pasien / keluarga meningkatkan kerjasama dan

kepatuhan terapi

5) Tingkatkan dan dorong oral hygiene

R/ : Mengurangi kekeringan membran mukosa mulut

6) Perhatikan adanya status perubahan mental

R/ : Hipervolemia berpotensi untuk edema serebral

Kolaborasi :

7) Kolaborasi untuk pengawasan kadar natrium serum

R/ : Kadar natrium yang tinggi dihubungkan dengan kelebihan cairan,

edema, dan komplikasi jantung

8) Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian laksik sesuai indikasi

R/ : Membantu menyeimbangkan cairan melalui pengeluaran urine.

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan reabsorpsi bikarbonat dan gangguan

sekresi asam organik

Tujuan dan kriteria hasil :

Page 33: CKD STAGE V

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA

dalam rentang normal

- pH : 7,37-7,45

- PCO2 : 35-45 mmHg

- PO2 : 70-100 mmHg

- HCO3 : 24-28mEq/L

- B E : ±2 mEq/L

- O2 saturasi : 94-98 %

RR : 12-24x/menit

Bebas gejala distress pernafasan

- sesak

- apnoe

Intervensi :

Mandiri

1) Kaji frekwensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori,

nafas bibir, ketidakmampuan bicara/ berbincang

R/ : Berguna dalam derajat distress pernafasan dan/ kronisnya proses

penyakit

2) Tinggikan kepala tempat tidur , Bantu klen untuk memilih posisi yang

mudah untuk bernafas

R/ : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi

dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas

3) Kaji dan awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa

R/ : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku), sentral(terlihat

pada bibir)

4) Dorong mengeluarkan sputum , penghisapan bila diindikasikan

R/ : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama

gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil

5) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan

Page 34: CKD STAGE V

R/ : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia

GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan

disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia

6) Awasi tanda-tanda vital

R/ : Takikardi,disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek

hipoksemia sistemik pada fungsi jantung

Kolaborasi

7) Awasi gambaran seri AGD

R/ : pH umumnya menurun, PCO2 biasanya normal atau turun, HCO3

turun dan B E turun

8) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan

toleransi pasien

R/ : Dapat mencegah memburuknya hipoksia

c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan

muntah

Tujuan dan kriteria hasil :

- mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet

- klien makan secara mandiri

- menunjukkan peningkatan BB yang sesuai

Intervensi :

1) Kaji status nutrisi : perubahan berat badan

R/ : Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan

mengevaluasi intervensi

2) Kaji pola diet nutrisi klien : riwayat diet , makanan kesukaan dan intake

cairan

R/ : Pola diet dapat dipertimbangkan dalam menyususn menu dengan

mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet.

3) Kaji adanya anoreksia, mual, muntah, depresi, stomatitis dan kurang

memahami batasan diet

Page 35: CKD STAGE V

R/ : Data untuk mengetahui faktor yang dapat dirubah atau

dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet

4) Tingkatkan intake protein bernilai biologis tinggi (telur, daging, susu)

R/ : Protein yang lengkap untuk mencapai keseimbangan nitrogen

untuk pertumbuhan dan penyembuhan

5) Kaji bukti adanya intake protein yang tidak adekuat

R/ : Insufisiensi protein dapat ditandai dengan pembentukan edema,

penyembuhan luka yang lambat dan rendahnya kadar albumin

serum

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi b.d keterbatasan informasi

Tujuan dan kriteria hasil :

- Menyatakan pemahaman kondisi /proses penyakit dan pengobatan

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan klien tentang penyebab gagal ginjal, pengertian gagal

ginjal, pemahaman tentang fungsi ginjal, dan rasional penanganan gagal

ginjal

R/ : Tingkat pengetahuan klien tentang gagal ginjal merupakan

intruksi dasar untuk pemberian penkes yang dibutuhkan

2) Sediakan informasi yang tepat tentang fungsi dan kegagalan ginjal,

pembatasan cairan dan diet, medikasi, tanda dan gejala, jadwal tindak

lanjut

R/ : Informasi yang tepat dapat digunakan sebagai klarifikasi terhadap

proses penyakit

3) Kaji ulang pembatasan diet termasuk fosfat dan magnesium

R/ : Pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk

pergeseran kalsium dari tulang (osteodistrasi ginjal) dan

akumulasi magnesium mengganggu fungsi neurologis dan mental

e. Intoleransi aktifitas b.d keletihan dan anemia

Tujuan dan kriteria hasil :

Page 36: CKD STAGE V

Mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur yaitu

TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda.

Intervensi :

1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan

R/ : Menyediakan indikasi tingkat keletihan

2) Tingkat kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi

R/ : Meningkatkan aktifitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri

3) Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat

R/ : Mendorong latihan dan aktifitas dalam batas yang dapat

ditoleransi dan istirahat yang adekuat

4) Bantu dalam latihan rentang gerak aktif/pasif

R/ : Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan

membantu menurunkan tegangan otot

5) Lakukan program pelatihan rutin sesuai batasan tolerabsi dan jadwal

istirahat latihan

R/ : Mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi, mencegah

kelemahan

6) Kaji ulang tindakan untuk mencegah perdarahan seperti latihan keras

R/ : Menentukan resiko sehubungan dengan anemia dan penurunan

trobosit

7) Kaji adanya pembengkakan sendi / nyeri tekan

R/ : Hiperfosfatemia dengan pergeseran kalsium dapat mengakibatkan

depresi, kelebihan fosfat kalsium sebagai kalsifikasi di dalam

sendi dan jaringan lunak

8) Kaji adanya sakit kepala, pandangan kabur , edema peritoneal dan mata

merah

R/ : Dugaan terjadinya kontrol hipertensi buruk dan perubahan akibat

hiperkalsemia

f. Gangguan harga diri b.d perubahan peran, perubahan pada citra diri

Page 37: CKD STAGE V

Tujuan dan kriteria hasil :

- Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negative

pada diri sendiri

- Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri

Intervensi

1) Kaji respon dan reaksi pasien terhadap penyakit

R/ : Menyediakan data tentang masalah pada pasien dalam

menghadapi perubahan

2) Kaji hubungan antara klien dengan anggota keluarga.

R/ : Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi

3) Kaji pola koping pasien

R/ : Pada koping yang telah efektif dimasa lalu mungkin potensial

destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat

penyakit.

4) Gali cara alternative untuk defresi lain selain hubungan seksual

R/ : Bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima

h. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d peningkatan tekanan darah

Tujuan dan kriteria hasil :

- Pertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam

batas normal; nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.

Intervensi

Mandiri:

1) Auskultasi bunyi kantung dan paru. Evaluasi adanya edema

perifer/kongesti vascular dan keluhan dispnea.

R/ : S3/S4 dengan tonus muffled, takikardia, frekuensi jantung tak

teratur, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan edema/distensi

jugular menunjukkan GGK

2) Kaji adanya/derajat hipertensi: awasi TD, perhatikan perubahan postural,

contoh: duduk, berbaring, berdiri.

Page 38: CKD STAGE V

R/ : Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada system

aldosteron renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal).

Merskipun hopertensi umum, hipotensi ortostatik dapat terjadi

sehubungan dengan dfisit cairan, respon terhadap obat anti

hipertensi atau tenponade pericardial uremik.

3) Selidiki keluhan nyeri dada,perhatiakan lokasi,radiasi, beratnya (skala 1-

10) dan apakah tidak memetap dengan inspirasi dalam dan posisi

terlentang.

R/ : Hipertensi dan GJK kronis dapat menyebabkan IM, kuang lebih

pasien dengan GGK dengan dialisis mengalami perikarditis,

potensial risiko efusi pericardial/temponade.

4) Evaluasi bunyi jantung (perhatikan friction rub), TD, nadi perifer,

pengisian kapiler, kongesti vascular, suhu dan sensori/mental.

R/ : Adanya hipertensi tiba-tiba, nadi paradoksik , penyempitan

tekanan nadi, penurunan/tak adanya nadi perifer, distensi jugular

nyata, pucat dan penyimpangan mental cepat menunjukkan

temponade, yang merupakan kedaruratan medik.

5) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.

R : Kelelahan dapat mentertai GJK juga anemia.

Kolaborasi:

6) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:

a) Elektrolit (kalium, natrium, kalsium, magnesium) BUN

R/ : Ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal

dan fungsi jantung.

b) Foto dada

R/ : Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau

kalsifikasi jaringan lunak.

7) Berikan obat anti hipertensi, contoh prazozin (minipress), kaptopril

(capoten), klonodia (catapres), hidralaszin (apresoline).

Page 39: CKD STAGE V

R/ : Menurunkan tahanan vaskular sistemik dan/atau pengeluaran

rennin untuk menurunkan kerja miokardial dan mambantu

mencegah GJK dan/atau IM

8) Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.

R/: Akumulasi cairan dalam kantung pericardial dapat mempengaruhi

pengisian jantung dan kontraktilitas miokardial mengganggu

curah jantung dan potensial risiko henti jantung.

9) Siapkan dialisis

R/ : Penurunan ureum toksik dan memperbaiki keseimbangan

elektrolit dan kelebihan cairan dapat mebatasi/mencegah

manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi perikardial.

C. KONSEP DASAR HEMODIALISA

1. Definisi

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk

terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya

menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada

penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury)

yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD

dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD

persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).

Hemodialisa adalah proses pemisahan cairan yang berlebihan dengan

retensi zat-zat sisa metabolism dari dalam darah ke cairan dialisa melalui

membrane semi permiabel yang ada dalam mesin dialisa dengan cara difusi,

ultrafiltrasi dan konveksi sehingga komposisi zat-zat dan cairan dalam darah

mendekati normal. Proses pengobatan tersebut dapat membantu memperbaiki

Page 40: CKD STAGE V

homeostasis tubuh, namun tidak mengganti fungsi ginjal yang lainnya, sehingga

untuk mempertahankan hidupnya pasien harus melakukan minimal dua kali

seminggu sepanjang hidupnya,( Iskandasyah,2010).

Cuci darah (Hemodialisis, sering disingkat HD) adalah salah satu terapi

pada pasien dengan gagal ginjaldalam hal ini fungsi pencucian darah yang

seharusnya dilakukan oleh ginjal diganti dengan mesin. Dengan mesin ini pasien

tidak perlu lagi melakukan cangkok ginjal, namun hanya perlu melakukan cuci

darah secara periodic dengan jarak waktu tergantung dari keparahan dari

kegagalan fungsi ginjal. Fungsi ginjal untuk pencucian darah adalah dengan

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah

manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, ureum, kreatinin, asam urat, dan

zat-zat lain. Cuci darah dilakukan jika ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya

dengan baik atau biasa disebut dengan gagal ginjal. Kegagalan ginjal ini dapat

terjadi secara mendadak (gagal ginjal akut) maupun yang terjadi secara perlahan

(gagal ginjal kronik) dan sudah menyebabkan gangguan pada organ tubuh atau

system dalam tubuh lain. Hal ini terjadi karena racun – racun yang seharusnya

dikeluarkan oleh ginjal tidak dapat dikeluarkan karena rusaknya ginjal. Kelainan

yang dapat terjadi yaitu meningkatnya kadar keasaman darah yang tidak bisa lagi

diobati dengan obat – obatan, terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dalam

tubuh, kegagalan jantung memompa darah akibat terlalu banyaknya cairanyang

beredar di dalam darah, terjadinya peningkatan dari kadar ureum dalam tubuh

yang dapat mengakibatkan kelainan fungsi otak, radang selaput jantung, dan

perdarahan. (Ratnawati, 2014)

2. Indikasi Hemodialisa

a. Gagal ginjal akut

b. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit

c. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l

d. Ureum lebih dari 200 mg/dl

Page 41: CKD STAGE V

e. pH darah kurang dari 7,1

f. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari

g. Intoksikasi obat dan zat kimia

h.  Sindrom Hepatorenal

i.  Fluid overload

j. The National Kidney Foundation USA menyarankan apabila :LFG ≤ 10ml

/menit/1,73m2

Indikasi absolut untuk dimulainya hemodialisis:

a. Perikarditis

b. Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru

c. Hipertensi berat dan progresif

d. Uremic Bleeding

e. Mual muntah yang persisten

f. Kreatinin serum ≥ 10 mg%

3. Kontraindikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah

hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan

sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari

hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,

akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi

hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi

infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan

lanjut (PERNEFRI, 2003).

Tidakdilakukanpadapasien yang mengalamisuhu yang tinggi.Cairan

dialysis padasuhutubuhakanmeningkatkankecepatandifusi, tetapisuhu yang

terlalutinggimenyebabkan hemodialysis sel-sel darah merah sehingga

kemungkinan penderita akan meninggal.

Page 42: CKD STAGE V

4. Tujuan Pengobatan Hemodialisa

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara

lain :

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme

yang lain.

b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang

seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

c.   Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi

ginjal.

d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan

dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan

frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu

dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000)

hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada

akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH

sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena

sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

5. Prinsip dan cara kerja hemodialysis

Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2)

kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah

dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu,

kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi

proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya

beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser

(Daurgirdas et al., 2007).Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute

(bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara

Page 43: CKD STAGE V

memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui

membran semi permeable (dialiser). Perpindahan solute melewati membran

disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan

UF. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara

acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya

solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama

molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh

mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure)

atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et

al.,2007). Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan

gerakan cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran (Daurgirdas et

al., 2007).

Skema Mekanisme Kerja Hemodialisis

(Bieber dan Himmelfarb, 2013)

Page 44: CKD STAGE V

6. Komponen Hemodialisa

a. Dialyzer / Ginjal Buatan

Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila

fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan

dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan

komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak

dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya

berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal.

Macam-macam ginjal buatan :

1) Paraller-Plate Diyalizer

Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah

dalam ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara

menyiapkannya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama.

2) Coil Dialyzer

Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena

volume darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila

terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal

ini juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan

waktu yang lama.

3) Hollow Fibre Dialyzer

Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam

ginjal buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara

menyiapkannya mudah dan cepat.

b. Dialisat

Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya

mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.

Fungsi Dialisat pada dialisit:

1) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme

Page 45: CKD STAGE V

2)  Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat :

Komponen elektrolit Darah Dialisat

Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L

Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L

Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L

Chloride 106mEq/L 106mEq/L

Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L

Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :

1) Batch Recirculating

Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan

perbandingan  1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian

mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.

2) Batch Recirculating/single pas

Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagianlangsung

buang. Proportioning Single pasAir yang sudah diolah dan dialisat pekat

dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah

dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur

tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang,

sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.

c. AksesVaskularHemodialisis

Untuk melakukan hemodialysis intermiten jangka panjang, maka perlu ada

jalan masuk kedalam sistem vascular penderita. Darah harus keluar dan

masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit.Teknik

akses vascular diklasifikasikan sebagai berikut :

Page 46: CKD STAGE V

1) Akses Vaskuler Eksternal (sementara)

Pirau arterio venosa (AV) atau system kanula diciptakan dengan

menempatkan ujung kanul ada riteflon dalam arteri dan sebuah vena yang

berdekatan. Ujung kanula dihubungkan dengan selang karet silicon dan

suatu sambungan teflon yang melengkapi pirau.

a) Kateter vena

Femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan

akses vascular sementara,atau bila teknik akses vaskuler lain tidak

dapat berfungsi. Terdapat dua tipe kateter dialysis femoralis. Kateter

saldon adalah kateter berlumen tunggal yang memerlukan akses

kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda,

satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialysis dan satu

lagi untuk mengembalikan darah ketubuh penderita. Komplikasi pada

kateter vena femoralis adalah laserasi arteria femoralis, perdarahan,

thrombosis, emboli, hematoma, dan infeksi.Kateter vena subklavia

semakin banyak dipakai sebagai alat akses vascular karena

pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit disbanding

kateter vena femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen

ganda untuk aliran masuk dan keluar. Kateter vena subklavia dapat

digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter vena femoralis

dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan. Komplikasi

yang disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan

katerisasi vena femoralis yang termasuk pneumotoraks robeknya

arteriasubklavia, perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, dan

infeksi.

2)  AksesVaskular Internal (permanen)

a) Fistula

Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan  yang (biasanya

dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau

Page 47: CKD STAGE V

menyambungkan  (anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara side

to-side (dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side (dihubungkan antara

ujung dan sisi pembuluh darah). Segmen-arteri fistula diganakan untuk

aliran darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan

kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis. Umur fistula AV adalah

empat tahun dan komplikasinya lebih sedikit dengan pirau AV. Masalah

yang paling utama adalah nyeri pad apungsi vena terbentuknya

aneurisma, trombosis, kesulitanhemostatispascadialisis, dan iskemia pada

tangan.

b) Tandur

Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,

sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh

arteri atau vena dari sapi, material  Gore-Tex (heterograft) atau tandur

vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila

pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.Tandur

biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas.

Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes,

biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani

hemodialisis. Karena tandur tersebut merupakan pembuluh drah artifisial

risiko infeksi akan meningkat. Komplikasi tandur AV sama dengan

fistula AV. trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang

disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh dari sirkulasi

distal. (Sylvia, 2005: 975).

7. Komplikasi Hemodialisa

Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi

ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK)

stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini

mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita

Page 48: CKD STAGE V

yang mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering

terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan

hemodinamik.Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau

penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita

yang menjalani HD reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan

darahnya justru meningkat.Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau

intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010).Komplikasi HD

dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik (Daurgirdas et

al., 2007).

a. Komplikasi Akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialysis

berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot,

mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan

menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013).

Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik

hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang

terjadi adalah sindrom disekuilibrium,reaksi dialiser, aritmia, tamponade

jantung, perdarahan intrakranial, kejang,hemolisis, emboli udara, neutropenia,

aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

Komplikasi Penyebab

Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan,

terapi antihipertensi,infark jantung,

tamponade, reaksi anafilaksis

Hipertensi Kelebihan natrium dan air,

ultrafiltrasi yang tidak adekuat

Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung,

heparin, besi, lateks

Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan

Page 49: CKD STAGE V

cairan yang terlalu cepat, obat

antiaritmia yang terdialisis

Kram otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan

elektrolit

Emboli udara Udara memasuki sirkuit darah

Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis antara intrasel

dan ekstrasel menyebabkan sel

menjadi bengkak, edema serebral.

Penurunan konsentrasi urea plasma

yang terlalu cepat

Masalah pada dialisat / kualitas

air

Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya

kolom charcoal

Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal,

sinkop, tetanus, gejala

neurologi, aritmia

Kontaminasi bakteri / endotoksin Demam, mengigil, hipotensi oleh

karena kontaminasi dari

dialisat maupun sirkuti air

b. Komplikasi Kronik

Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien denganhemodialisis kronik.

1) Penyakit jantung

2) Malnutrisi

3) Hipertensi / volume excess

4) Anemia

5) Renal osteodystrophy

6) Neurophaty

Page 50: CKD STAGE V

7) Disfungsi reproduksi

8) Komplikasi pada akses

9) Gangguan perdarahan

10) Infeksi

11) Amiloidosis

12) Acquired cystic kidney disease

8. Penatalaksanaan Pasien yang menjalani HD jangka Panjang

a. Diet dan masalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis

mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu

mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini

akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik.

Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal

sebagai gejala uremik dan akan  mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih

banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rend

protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian

meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat

mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian,

pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini.

Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat

diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau

pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan

dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai

biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah

penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan

nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah

telur, daging, susu dan ikan.Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat

membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan

Page 51: CKD STAGE V

serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena

makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien

sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena

hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika

pembatasan ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian

seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.

b. Pertimbangan medikasi

Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,

antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan

agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa

menimbulkan akumulasi toksik.Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah

pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin

diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan

selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat

dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua

jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus

mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika

obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani

hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan

menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.

9. TEKNIK HEMODIALISA

a. Sirkulasi ekstrakorporeal

b. Sirkulasi diluar tubuh selama terjadi hemodialisa.

c.  Sirkulasi sistemik

d. Sirkulasi dalam tubuh

e. Selaput semipermiabel

Page 52: CKD STAGE V

f. Selaput yang sangat tipis mempunyai pori-pori halus, hanya dapa dilihat

dengan mikroskop.

g. Blood pump (Roller Pump)

Pompa mesin hemodialisa yang gunanya mengalirkan darah dari sirkulasi

sistemik ke sirkulasi ekstrakorporea dan kembali lagi ke sirkulasi sistemik

selama proses hemodialisa. Blood Lines, selang darah yang mengalirkan

darah dari tubuh penderita ke dyalizer disebut arteria blood lines/inlet,

sedangkan selang yang mengalirkan darah dari dyalizer ke tubuh penderita

disebut venous blood line/outlet.

10. Langkah-Langkah Hemodialisa

a. Timbang dan catat BB

b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan

kelebihan cairan)

c. Tentukan akses darah yang akan ditusuk.

d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70%

kemudian ditutup pakai duk steril.

e.  Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak

1, spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril.

f. Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonestdan heparin.

g. Pakai masker dan sarung tangan steril.

h. Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusuk.

i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit pada inlet

sedangkan outlet sebanyak 1000 unit.

j. Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan.

k. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menitkemudian dinaikkan

perlahan sampai 200 ml/menit.

l. Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan.

Page 53: CKD STAGE V

m.  Segera ukur kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang

digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.

11. Perawatan Pasien Hemodialisa

Perawatan Pasien HD Terbagi 3 yaitu :

a.  Perawatan sebelum hemodialisa

1) Mempersiapkan perangkat HD

2) Mempersiapkan mesin HD

3) Mempersiapkan cara pemberian heparin

4) Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor

BioPsikososial,  agar penderita dapat bekerja sama dalam hal program

HD

5) Mempersiapkan akses darah

6) Menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan

7) Menentukan berat badan kering

8) Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu

b.     Perawatan Selama Hemodialisa

1) Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita

dan mesin HD

2) Observasi terhadap pasien HD

3) Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dalam status

4) Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status

5) Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya

dalam status

6)  Akses darah dihentikan

7) Observasi terhadap mesin HD

8) Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1

jam

Page 54: CKD STAGE V

9) Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam

10)  Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur

11) Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam

12) Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.

c.      Perawatan sesudah Hemodialisa

1) Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan

HD pada pasien dan mesin HD

2) Cara mengakhiri HD pada pasien

3) Ukur tekanan darah nadi sebelum slang inlet dicabut

4)  Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium

5)  Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit

6) Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal

sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga semua darah dalam

sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik

7) Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga

darah berhenti dari luka tusukan

8)  Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat

9)  Timbang berat badan lalu dicatat

10)  Kirimkan darah ke laboratorium

11)  Cara mengakhiri mesin HD

12)  Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi nol

13)  Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat lalu

kembalikan ke Hansen connector

14) Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya

15) Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride

pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan formalin 3% sebanyak 250 cc

16) Formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin dirinsekan kembali

Page 55: CKD STAGE V

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

A. Pengkajian

1. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah

a.       Sindrom uremia

b.      Mual, muntah, perdarahan GI.

c.       Pusing, nafas kusmaul, koma.

d.      Perikarditis, cardiar aritmia

e.       Edema, gagal jantung, edema paru

f.       Hipertensi

Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual,

muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum

yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)

2. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth,

2001: 1398)

3. Riwayat obat-obatan

Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan

cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialysis,

merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat

memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan

menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan

saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan

menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)

4.  Psikospiritual

Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya

yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam

mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi

Page 56: CKD STAGE V

akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001:

1402)Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang

pertama kali dilakukan hemodialisis.(Muttaqin, 2011: 267)

5. ADL (Activity Day Life)

Nutrisi       : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk

untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal

jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi

penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual

muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400)

Eliminasi   : Oliguri dan anuria untuk gagal

Aktivitas   : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang

diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan

aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu yang terbatas

dalam menjalani aktivitas sehai-hari.

6.  Pemeriksaan fisik

BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.

TTV :Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan

tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat

prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.(Muttaqin,

2011: 268)

Manifestasi klinik

a. Kulit                : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-

gatal

b.      Kuku               : kuku tipis dan rapuh

c.       Rambut           : kering dan rapuh

d.      Oral                 : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi

e.       Lambung         : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.

f.       Pulmonary       : uremic “lung” atau pnemonia

g.      Asam basa       : asidosis metabolik

Page 57: CKD STAGE V

h.      Neurologic      : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal

i.        Hematologi : perdarahan

g.      Pemeriksaan Penunjang

Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,

dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pre HD

1) Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,

Pneumonitis dan Perikarditis d.dPenggunaan otot aksesoris untuk bernafas,

Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu.

2) Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,

retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat,

Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea,

Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan tekanan

darah

3) Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual &

muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri

abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada

makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.

4) Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak

waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir.

b. Intra HD

1) Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &

pemeliharaan akses vaskuler.

2) Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa

Page 58: CKD STAGE V

c. Post HD

1) Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur

dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah

beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah

abnormal terhadap aktivitas.

2) Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan

citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan

perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon

nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh

(mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif

tentang sesuatu

3) Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang

INTERVENSI

1. PRE HD

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

1 Pola nafas tidak

efektif b.d edema

paru, asidosis

metabolic, Hb ≤ 7

gr/dl, Pneumonitis

dan Perikarditis

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam diharapkan

Pola nafas efektif setelah

dilakukan tindakan HD 4-5

jam, dengan Kriteria hasil:

a.       Nafas 16-28 x/m

b.      edema paru hilan

c.        tidak sianosis

1. Observasi penyebab

nafas tidak efektif.

2. Observasi respirasi &

nadi

3. Berikan posisi semi

fowler.

4. Ajarkan cara nafas

yang efektif

5. Berikan O2

6. Lakukan SU pada

saat HD

7. Kolaborasi pemberian

tranfusi darah.

1. Untuk menentukan

tindakan yang harus

segera dilakukan

2.Menentukan tindakan

3.Melapangkan dada klien

sehingga nafas lebih

longgar

4. Hemat energi

sehingga nafas tidak

semakin berat

5. Hb rendah, edema,

paru pneumonitis,

asidosis, perikarditis

Page 59: CKD STAGE V

8. Kolaborasi pemberian

antibiotic

9. Kolaborasi foto torak

10. Evaluasi kondisi klien

pada HD berikutnya

menyebabkan suplai O2

ke jaringan berkurang

6.  SU adalah

penarikan secara cepat

pada HD, mempercepat

pengurangan edema

paru.

7. Untuk ↑Hb,

sehingga suplai O2 ke

jaringan cukup

8. Untuk mengatasi

infeksi paru & perikard

9. Follow up

penyebab nafas tidak

efektif

10. Mengukur keberhasilan

tindakan

2 Kelebihan volume

cairan b.d

penurunan haluaran

urine, diet cairan

berlebih, retensi

cairan & natrium

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam diharapkan

Keseimbangan volume

cairan tercapai setelah

dilakukan HD 4-5 jam

dengan Kriteria Hasil:

a. BB post HD sesuai

dry weight

b. Edema hilang

c. Retensi 16-28 x/m

d. Kadar natrium

darah 132-145

1. Observasi status cairan,

timbang bb pre dan post HD,

keseimbangan masukan dan

haluaran, turgor kulit dan

edema, distensi vena leher dan

monitor vital sign.

2. Batasi masukan cairan pada

saat priming & wash out HD

3. Lakukan HD

dengan UF & TMP

sesuai dg kenaikan bb

interdialisis

4. Identifikasi sumber

1. Pengkajian merupakan

dasar untuk

memperoleh data,

pemantauan 7 evaluasi

dari intervensi.

2. Pembatasan cairan

akan menetukan dry

weight, haluaran urine

& respon terhadap

terapi

3. UF & TMP yang

sesuai akan ↓

Page 60: CKD STAGE V

mEq/l masukan cairan masa

interdialisis

5. Jelaskan pada keluarga

& klien rasional

pembatasan cairan

6. Motivasi klien untuk

↑ kebersihan mulut

kelebihan volume

cairan sesuai dg target

BB edeal/dry weight

4. Sumber kelebihan

cairan dapat diketahui

5. Pemahaman↑kerjasam

a kliendankeluarga

dalam pembatasan

cairan

6. Kebersihan mulut

mengurangi

kekeringan mulut,

sehingga ↓ keinginan

klien untuk minum

3 Ketidakseimbangan

nutrisi, kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

anoreksia, mual &

muntah, pembatasan

diet dan perubahan

membrane mukosa

oral

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam

diharapkanKeseimbangan

nutrisi tercapai setelah

dilakukan HD yang

sdekuat (10-12 jam/mg)

selama 3 bulan, diet

protein terpenuhi, dengan

Kriteria Hasil:

a.Tidak terjadi

penambahan atau ↓ BB

yang cepat

b. Turgor kulit normal

tanpa udema

c.Kadar albumin plasma

3,5-5,0 gr/dl

1. Observasi status nutrisi:

a. Perubahan BB

b.Pengukuran antropometri

c. Nilai lab. (elektrolit, BUN,

kreatinin, kadar albumin,

protein

2. Observasi pola diet.

3. Observasi faktor yang

berperan dalam

merubah masukan

nutrisi

4. Kolaborasi

menentukan tindakan

HD 4-5 jam 2-3

1. Sebagai dasar untuk

memantau perubahan &

intervensi yang sesuai.

2. Pola diet dahulu &

sekarang berguna untuk

menentukan menu

3. Memberikan informasi,

faktor mana yang bisa

dimodifikasi.

4. Tindakan HD yang

adekuat, ↓ kejadian

mual-muntah &

anoreksia, sehingga ↑

nafsu makan

Page 61: CKD STAGE V

d.Konsumsi diet nilai

protein tinggi

minggu

5. Kolaborasi pemberian

infus albunin 1 jam

terakhir HD

6. Tingkatkan masukan

protein dengan nilai

biologi tinggi: telur,

daging, produk susu

7. Anjurkan camilan

rendah protein, rendah

natrium, tinggi kalori

diantara waktu makan

8. Jelaskan rasional

pembatasan diet,

hubungan dengan

penyakit ginjal dan

↑ureum dan kreatinin

9. Anjurkan timbang BB

tiap hari

10. Observasi adanya

masukan protein yang

tidak adekuat, edema,

penyembuhan yang

lama, albumin serum

turun

5.  Pemberian albumin

lewat infus iv akan ↑

albumin serum.

6. Protein lengkap akan ↑

keseimbangan nitrogen

7. Kalori akan ↑ energi,

memberikan

kesempatan protein

untuk pertumbuhan

8.   ↑ pemahaman klien

sehingga mudah

menerima masukan

9. Untuk menentukan

status cairan & nutrisi

10. Penurunan protein

dapat ↓ albumin,

pembentukan udema &

perlambatan

penyembuhan

4 Ansietas b.d krisis

situasional

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam diharapkan kesadaran

1. Evaluasi respon verbal

dan non verbal pasien.

1. Ketakutan dapat terjadi

karena nyeri

Page 62: CKD STAGE V

pasien terhadap perasaan

dan cara yang sehat untuk

menghadapi masalah

Kriteria hasil :

a. Melaporkan ansietas

menurun sampai tingkat

dapat ditangani.

b.     Tampak rileks.

2. Berikan penjelasan

hubungan antara

proses penyakit dan

gejalanya.

3. Berikan kesempatan

pasien untuk

mengungkapkan isi

pikiran dan perasaan

takutnya.

4. Catat perilaku dari

orang

terdekat/keluarga yang

meningkatkan peran

sakit pasien.

5. Identifikasi sumber

yang mampu

menolong

hebat,meningkatkn

perasaan sakit, dan

kemungkinan

pembedahan

2. Meningkatkan

pemahaman,

mengurangi rasa takut

karena ketidaktahuan,

dan dapat membantu

menurunkan ansietas

3.  Mengungkapkan rasa

takut secara terbuka

dimana rasa takut dapat

ditujukan.

4. Orang

terdekat/keluarga

mungkin secara tidak

sadar memungkinkan

pasien untuk

mempertahankan

ketergantungan dengan

melakukan sesuatu

yang pasien sendiri

mampu melakukannya.

5. Memberikan keyakinan

bahwa pasien tidak

sendiri dalam

menghadapi masalah

Page 63: CKD STAGE V

2. INTRA HD

No Diagnosa Tujuan& KH Intervensi R

a

s

i

o

n

a

l

1 Resiko cedera b.d

akses vaskuler &

komplikasi

sekunder terhadap

penusukan &

pemeliharaan akses

vaskuler

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam diharapkan pasien

tidak mengalami cedera

dengan Kriteria hasil :

a.       Kulit pada sekitar AV

shunt utuh/tidak rusak

b.      Pasien tidak

mengalami komplikasi HD

1. Observasikepatenan

AV shunt sebelum

HD

2. Monitor kepatenan

kateter sedikitnya

setiap 2 jam

3. Observasi warna

kulit, keutuhan

kulit, sensasi sekitar

shunt

4. Monitor TD setelah

HD

5. Lakukan

heparinisasi pada

shunt/kateter pasca

HD

6. Cegah terjadinya

infeksi pd area

shunt/penusukankat

eter

1. AV yg sudah tidak baik

bila dipaksakan bisa

terjadi rupture vaskuler

2. Posisi kateter yg berubah

dapat terjadi rupture

vaskuler/emboli

3. Kerusakanjaringandapatd

idahuluitandakelemahanp

adakulit, lecetbengkak, ↓

sensasi

4. Posisi baring lama stlh

HD dpt menyebabkan

orthostatik hipotensi

5. Shunt dapat mengalami

sumbatan & dapat

dihilangkan dg heparin

6. Infeksi dapat

mempermudah kerusakan

jaringan

2 Resiko terjadi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda- 1. Penurunan trombosit

Page 64: CKD STAGE V

perdarahan

berhubungan

dengan penggunaan

heparin dalam

proses hemodialisa

keperawatan selama

1x4jam, diharapkan tidak

terjadi perdarahan dengan

Kriteria hasil :

1. TD 120/80 mmHg,

N: 80-100x/menit reguler,

pulsasi kuat

2.      Tidak ada tanda

perdarahan lebih lanjut,

trombosit meningkat.

tanda penurunan

trombosit yang

disertai tanda klinis.

2. Anjurkan pasien

untuk banyak

istirahat (bedrest)

3. Berikan penjelasan

kepada klien dan

keluarga untuk

melaporkan jika ada

tandaperdarahan

seperti:

hematemesis,

melena, epistaksis.

4. Antisipasi adanya

perdarahan:

gunakan sikat gigi

yang lunak, pelihara

kebersihan mulut,

berikan tekanan 5-

10 menit setiap

selesai ambil darah

5. Kolaborasi, monitor

trombosit setiap

hari

merupakan tanda adanya

kebocoran pembuluh

darah yang pada tahap

tertentu dapat

menimbulkan tanda-tanda

klinis seperti epistaksis,

ptekie

2. Aktifitas pasien yang tidak

terkontrol dapat

menyebabkan

terjadinyaperdarahan.

3. Keterlibatan pasien dan

keluarga dapat membantu

untuk penaganan dinibila

terjadi perdarahan

4. Mencegahterjadinyaperdar

ahanlebihlanjut.

5. Dengan trombosit yang

dipantau setiap hari, dapat

diketahui tingkat

kebocoran pembuluh

darah dan kemungkinan

perdarahan yang dialami

pasien.

3. POST HD

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

Page 65: CKD STAGE V

1. Intoleransi aktivitas

b.d keletihan,

anemia, retensi

produk sampah dan

prosedur dialisis 

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan &

HD, selama 1x24 jam

diharapkan klien mampu

berpartisipasi dalam

aktivitas yang dapat

ditoleransi, dengan

Kriteria Hasil:

a.       Berpartisipasi

dalam aktivitas

perawatan mandiri yang

dipilih

b.      Berpartisipasi

dalam↑ aktivitas dan

latihan

c.       Istirahat & aktivitas

seimbang/bergantian

1. Observasi faktor

yang menimbulkan

keletihan: Anemia,

Ketidakseimbangan

cairan & elektrolit,

Retensi produk sampah

depresi

2. Tingkatkan

kemandirian dalam

aktifitas perawatan diri

yang dapat ditoleransi,

bantu jika keletihan

terjadi

3. Anjurkan aktivitas

alternatif sambil istirahat

4. Anjurkan untuk

istirahat setelah dialisis

1. Menyediakan

informasi tentang

indikasi tingkat

keletihan

2. Meningkatkan aktifitas

ringan/sedang &

memperbaiki harga

diri

3. Mendoronglatihan&ak

tifitas yang

dapatditoleransi&istira

hat yang adekuat

4. Istirahat yang adekuat

dianjurkan setelah

dialisis, karena adanya

perubahan

keseimbangan cairan

& elektrolit yang cepat

pada proses dialisis

sangat melelahkan

2. Harga diri rendah

b.d ketergantungan,

perubahan peran

dan perubahan citra

tubuh dan fungsi

seksual

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama

1x24 jam diharapkan

Memperbaiki konsep

diri, dengan

 Kriteria Hasil:

a.       Pola koping klien

dan keluarga efektif

b.      Klien & keluarga

bisa mengungkapkan

1. Observasi respon &

reaksi klien &

keluarganya terhadap

penyakit &

penanganannya.

2. Observasihubunganklien

dankeluargaterdekat

3. Observasi pola koping

1. menyediakan data klien

& keluarga dalam

menghadapi perubahan

hidup

2. Penguatan&dukungante

rhadapkliendiidentifika

si

3. Pola koping yang

Page 66: CKD STAGE V

perasaan & reaksinya

terhadap perubahan

hidup yang diperlukan

klien & keluarganya

4. Ciptakan diskusi yang

terbuka tentang

perubahan yang terjadi

akibat penyakit &

penangannya Perubahan

peran, Perubahan gaya

hidup, Perubahan dalam

pekerjaan, Perubahan

seksual dan

Ketergantungan dg

center dialysis

efektif dimasa lalu bisa

berubah jika

menghadapi penyakit &

penanganan yang

ditetapkan sekarang

4. Kliendapatmengidentifi

kasimasalahdanlangkah

-langkah yang

harusdihadapi

3. Resiko infeksi b.d

prosedur invasif

berulang

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama

3x24 jam diharapkan

Pasien tidak mengalami

infeksi dengan Kriteria

Hasil:

a. Suhu tubuh

normal (36-37 C)

b. Tak ada

kemerahan

sekitar shunt

c. Area shunt tidak

nyeri/bengkak

1. Pertahankan area steril

selama penusukan

kateter

2. Pertahankantekniksterils

elamakontak dg

aksesvaskuler:

penusukan,

pelepasankateter

3. Monitor area akses HD

terhadapkemerahan,

bengkak, nyeri.

4. Beripenjelasanpadapasie

npentingnya ↑status gizi

5. Kolaborasi pemberian

antibiotik

1. Mikroorganisme

dapat dicegah masuk

kedalam tubuh saat

insersi kateter

2. Kuman tidak

masuk kedalam area

insersi

3. Inflamasi/

infeksiditandai dg

kemerahan, nyeri,

bengkak

4. Gizi yang baik

↑dayatahantubuh

5. Pasien HD

mengalami sakit kronis,

↓imunitas

Page 67: CKD STAGE V

DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),

Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:

Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa:

Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J, 2004. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi : 3, Jakarta : EGC.

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan

untuk perencanaan dan pendukomentasian  perawatan Pasien, Edisi-3, Alih

bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi, 9. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Jakarta :

Mediaesculapius

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By

Mosby-Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,Philadelphia,

USA

Price, Sylvia A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC

Page 68: CKD STAGE V

Ratnawati. (2014). Efektivitas Dialiser Proses Ulang (DPU) Pada Penderita Gagal

Ginjal Kronik (Hemodialisa), Jurnal ilimiah widya volume 2 nomor 1 Maret-

April 2014 .

Silbernagl,Stefan.2006. Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8.

Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta : Balai

Penerbit:FKUI

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications,

Philadelphia, USA

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarata : EGC

Page 69: CKD STAGE V