ckd martha chrismayana

55
PENYAKIT GINJAL KRONIK Oleh Nyoman Martha Chrismayana DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA LAB/UPF PENYAKIT DALAM FK UNUD/RS SANGLAH DENPASAR 1

Upload: nyoman-martha-chrismayana

Post on 02-Aug-2015

221 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: CKD Martha Chrismayana

PENYAKIT GINJAL KRONIK

OlehNyoman Martha Chrismayana

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA LAB/UPF PENYAKIT DALAM

FK UNUD/RS SANGLAHDENPASAR

2011

1

Page 2: CKD Martha Chrismayana

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronis,merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka

kejadiannya masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan

maupun gejala klinis kecuali sudah terjun ke stadium terminal (gagal ginjal terminal).

Pasien penyakit ginjal kronis dievaluasi selain untuk menetapkan diagnosa jenis

penyakit ginjal, juga untuk mengetahui adanya penyakit penyerta, derajat penyakit

dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi yang terkait dengan derajat fungsi ginjal.

Kasus ini ada kecenderungan meningkat dari waktu kewaktu. Di Indonesia,

penderita Chronic Kidney Disease setiap tahun bertambah dua puluh orang per satu juta

penduduk.

Seperti penyakit menahun lainnya, penyakit ginjal kronik juga disertai penyakit

lain sebagai penyulit atau komplikasi yang lebih berbahaya. Kompilkasi yang seringkali

ditemukan pada penderita penyakit ginjal kronis adalah anemia, osteodistrofi ginjal,

gagal jantung, hipertensi, penyakit tulang, impotensi, gangguan menstruasi,dan

kematian. Komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi akibat hiperkalemia, asidosis,

kelebihan cairan, perikarditis dan ensefalopati. Untuk itu, pada pasien dengan penyakit

ginjal kronis memerlukan perawatan intensif dan pendekatan kolaboratif.

2

Page 3: CKD Martha Chrismayana

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih,

berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada

pemeriksaan urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) ataupun tidak,

ini berdasarkan pedoman Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative (K/DOQI).

Selain itu definisi ini juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau LFG, seperti yang

terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau

fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi:

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)

2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik ditentukan atas dua hal yaitu atas dasar derajat

penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat

atas dasar LFG, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih

rendah, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m2) =(140 – umur) x berat badan

*)72 x kreatinin plasma (mg/dL)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Nilai maksimal GFR dicapai pada decade ke-3 kehidupan manusia, yaitu sekitar 20

mL/min per 1.73 m2 dan akan mengalami penurunan ± 1 mL/min per tahun per 1.73 m2;

3

Page 4: CKD Martha Chrismayana

sehingga pada usia 70 tahun didapatkan GFR rata-rata 70 mL/min per 1.73 m2, angka

ini lebih rendah pada wanita.3

Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD) meliputi suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam yang berhubungan kelainan fungsi ginjal

dan penurunan progresif GFR. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi berdasarkan National

Foundation [Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative (KDOQI)], dimana stadium

dari penyakit ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan estimasi nilai GFR.

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (CKD)

Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus

(mL/menit/1,73m2)

Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko

Stadium 1 Normal/meningkat > 90, terdapat kerusakan

ginjal, proteinuria menetap,

kelainan sedimen urin,

kelainan kimia darah dan

urin, kelainan pada

pemeriksaan radiologi.

Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89

Stadium 3 Penurunan sedang 30 – 59

Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29

Stadium 5 Gagal ginjal < 15

Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah nephron yang

signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah end-stage renal

disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi zat toksin, air, dan

elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga terjadi sindrom uremikum.

Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sehingga diperlukan

pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui terapi penggantian ginjal, dapat berupa

dialisis atau transplantasi ginjal.

4

Page 5: CKD Martha Chrismayana

2. Etiologi

Berikut tabel 3 merupakan etiologi yang dapat menyebabkan CKD.

Tabel 3. Etiologi CKD

Penyakit vascular Stenosis arteri renalis, vaskulitis,

atheroemboli, nephrosclerosis

hipertensi, thrombosis vena renalis

Penyakit

glomerulus primer

Nephropati membranosa, nephropati

IgA, fokal dan segmental

glomerulosclerosis (FSGS), minimal

change disease, membranoproliferative

glomerulonephritis, rapidly progressive

(crescentic) glomerulonephritis

Penyakit

glomerulus

sekunder

Diabetes mellitus, systemic lupus

erythematosus, rheumatoid arthritis,

scleroderma, Goodpasture syndrome,

Wegener granulomatosis, 

postinfectious glomerulonephritis,

endocarditis, hepatitis B and C,

syphilis, human immunodeficiency

virus (HIV), parasitic infection,

pemakaian heroin, gold, penicillamine,

amyloidosis,  neoplasia, thrombotic

thrombocytopenic purpura (TTP),

hemolytic-uremic syndrome (HUS),

Henoch-Schönlein purpura, Alport

syndrome, reflux nephropathy

Penyakit tubulo-

interstitial

Obat-obatan ( sulfa, allopurinol),

infeksi (virus, bacteri, parasit), Sjögren

syndrome, hypokalemia kronik,

hypercalcemia kronik, sarcoidosis,

5

Page 6: CKD Martha Chrismayana

multiple myeloma cast nephropathy,

heavy metals, radiation nephritis,

polycystic kidneys, cystinosis

Obstruksi saluran

kemih

Urolithiasis, benign prostatic

hypertrophy, tumors, retroperitoneal

fibrosis, urethral stricture, neurogenic

bladder

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih

sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional

nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi

jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth

factor seperti transforming growth factor β (TGF β). Beberapa hal yang juga dianggap

berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein

yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka

gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan

penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan

menurunnya LFG mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar

kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang

6

Page 7: CKD Martha Chrismayana

menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak

mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada

neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya  juga meningkat. Pada

penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan  secara

normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan

tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak

nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya

natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko

kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor keseimbangan

cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi

eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat

timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak

toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi

peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar

kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon (PTH) dari kelenjar paratiroid. Pada

pasien penyakit ginjal kronik stadium lanjut kemampuan PTH untuk mobilisasi garam

kalsium dari tulang akan terganggu. Produksi PTH yang berlebihan menyebabkan

gangguan metabolisme vitamin D dan kehilangan yang berlebihan melalui tinja dan

semuanya ini merupakan faktor pencetus terjadinya osteodistrofi renal. Laju penurunan

fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang

mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.

4. Gambaran klinis

Gambaran klinik penyakitl ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat

kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,

saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan

kardiovaskular.

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi

7

Page 8: CKD Martha Chrismayana

bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per

menit.

b. Kelainan saluran cerna

Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan

dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang

menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan

saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan

antiibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien

penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat

pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf

mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina

(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada

pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva

menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati

mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit

hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga

berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang

setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang

dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada

penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa

merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi,

dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien CKD.

8

Page 9: CKD Martha Chrismayana

Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa

hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem

vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium

terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

5. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

- Gambaran Klinis;

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius,

batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus Sistemik

(LES), dan lain sebagainya.

b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,

kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai

koma.

c. Gejala komplikasinya, seperti anemia, asidosis metabolik, dan sebagainya.

- Gambaran laboratoris;

Pemeriksaan ± pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan adanya

suatu gagal ginjal kronik adalah:

1. Laju endap darah yang meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan

hipoalbuminemia.

2. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah. Leukosit

dan trombosit masih dalam batas normal.

3. Ureum dan kreatin meninggi. Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatin

adalah kurang lebih 20:1. Nilai ini adapat meningkat pada penderita yang

mengalami perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat

dengan hiperkatabolisme, dan pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini juga dapat menurun pada diet rendah protein dan tes klirens

kreatin yang menurun.

9

Page 10: CKD Martha Chrismayana

4. Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.

5. Hiperkalemia, terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit).

6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia, terjadi akibat berkurangnya sintesis 1,24

(OH)2 vitamin D.

7. Hipertrigliserida akibat gangguan metabolism lemak yang disebabkan

peninggian hormon insulin.

8. Asidosis metabolik.

- Gambaran radiologis;

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. USG bisa memperlihatkanukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis

adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada penderita dengan

ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara invasif sulit

ditegakkan. Istilah kronik memerlukan data yang lengkap tentang riwayat penyakit

penderita. Data yang tersedia yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang

bertingkat-tingkat tidaklah sulit untuk mendiagnosanya, namun kita sering berhadapan

dengan penderita yang riwayat penyakitnya tidak jelas dengan nilai GFR yang sudah

kurang dari 25 ml/menit/1,73 m2 atau kadar kreatinin darah lebih dari 5 mg %. Dalam

hal ini diperlukan anamnesis yang lebih terarah dan biopsi ginjal sebagai diagnosis

pasti. Pada sebagian besar pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik

lab lengkap dan faktor kausal yang diperoleh dari evaluasi klinik.

6. PENATALAKSANAAN

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan

elektrolit

1) Peranan diet

Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG< 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai

tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Pada penderita

penyakit ginjal kronik konsumsi protein yang direkomendasikan adalah 0,6-0,8

10

Page 11: CKD Martha Chrismayana

gr/kgBB/hari (50% protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi) dengan

kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Sebab kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh

tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang terutama diekskresikan

melalui ginjal. Oleh karena itu, diit tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik

akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anoganik lain dan

mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Selain itu,

asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa

peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan

perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan

pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber

yang sama. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Jika

terjadi malnutrisi, jumlah asupan protein dan kalori dapat ditingkatkan. Pada pasien

post HD, untuk mempertahankan keadaan klinik stabil, protein yang dianjurkan

adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena pada pasien HD kronik sering mengalami

malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HD kronik disebabkan oleh intake protein yang

tidak adekuat, proses inflamasi kronik dalam proses dialisis, dialysis reuse, adanya

penyakit komorbid, gangguan gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialysis yang

tidak adekuat, overhidrasi interdialytic. Pada pasien CAPD protein yang dianjurkan

1.5 gr/kgBB/hari.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status

nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Pembatasan cairan dan elektrolit

Bertujuan mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang

masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar dengan asumsi

bahwa air keluar melalui insensible water loss antara 500-800 ml/hari, maka air

yang dianjurkan masuk 500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus

diawasi adalah Na dan K sebab hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung

yang fatal dan hipernatremia dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Oleh

karena itu pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang

11

Page 12: CKD Martha Chrismayana

tinggi kalium seperti sayur dan buah harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan

3.5-5.5 mEq/lt

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapa tdiberikan

suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan

intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien penyakit ginjal kronik adalah

penurunan produksi eritropoetin oleh ginjal. Disamping itu faktor non renal yang

juga ikut berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup sel darah merah

yang pendek pada penyakit ginjal kronik dan faktor yang berpotensi menurunkan

fungsi sumsum tulang seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat dan toksisitas

aluminium.Selain itu adanya perdarahan saluran cerna tersembunyi dan malnutrisi

dapat menambah beratnya keadaan anemia. Pemberian eritropoetin (EPO)

merupakan hal yang dianjurkan dan status besi harus diperhatikan karena EPO

memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah untuk

mengoreksi anemia renal sampai target Hb = 10g/dL. Pemberian transfusi darah

pada pasien penyakit ginjal kronik harus hati-hati dan hanya diberikan pada

keadaan khusus yaitu:

- Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik

- Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO

- Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik

- Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram dengan EPO ataupun yang

telah mendapat EPO namun respon tidak adekuat, sementara preparat besi iv/im

belum tersedia.

Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai

pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)

12

Page 13: CKD Martha Chrismayana

dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari

mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis

adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang

adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko

kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan kerusakan

nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di

samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria.

Proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya perburukan fungsi ginjal. Beberapa

obat antihipertensi terutama penghambat enzim konverting angiotensin (ACE

inhibitor) melalui berbagai studi dapat memperlambat proses perburukan fungsi

ginjal lewat mekanismenya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan

elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada

LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal.

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,

dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD yang

13

Page 14: CKD Martha Chrismayana

belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi

dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam

indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru

dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah

persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,

dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan

ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput

semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan

panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang maha.

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di

pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-

anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita

penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami

perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien

dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup,

dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-

medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan

sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal

ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal

alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

14

Page 15: CKD Martha Chrismayana

BAB 3

RESPONSI KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : NNB

Umur : 84 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tidak Sekolah

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : -

Alamat : Br. Dangin Jalan, Guwang, Gianyar

Tanggal MRS : 6 April 2005

Tanggal Pemeriksaan : 7 April 2005

KELUHAN UTAMA

Sesak nafas

ANAMNESA KHUSUS

Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 3 hari SMRS, memberat 1 hr SMRS.

Sesak napas ini baru pertama kali dirasakan pasien. Awalnya sesak terjadi mendadak

saat penderita bangun tidur pagi hari. Sesak dirasakan seperti ada yang menyumbat

sehingga pasien mengalami kesulitan saat menarik nafas. Saat itu pasien masih bisa

menahan rasa sesak ini. Sesak makin memberat keesokan harinya (1 hari SMRS). Sesak

dirasakan berat sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Sesak

yang dialami pasien tidak terpengaruh oleh perubahan posisi, baik itu dalam keadaan

duduk, terlentang maupun setengah tidur. Saat sesak makin berat pasien bernafas

dengan cepat dan dalam. Keluhan sesak nafas ini tidak disertai dengan batuk, panas

badan maupun nyeri dada.

Bengkak dikeluhkan pada kedua kaki dan kelopak mata 2 hari SMRS. Bengkak

disadari saat sore hari. Bengkak tidak merah dan tidak nyeri. Bengkak pada kedua kaki

ini membuat kaki pasien terasa berat saat berjalan dan mengganggu aktivitas pasien.

Bengkak tidak berkurang dengan istirahat.

15

Page 16: CKD Martha Chrismayana

Keluhan ini juga diawali dengan rasa lemas diseluruh badannya mudah lelah

walaupun beraktivitas ringan (berjalan) sejak 1 minggu yang lalu yang semakin

memburuk.

BAK dikatakan frekuensinya 5-6x/hari @ 200cc, warna kuning muda.

Seminggu SMRS dikatakan BAK pernah disertai warna kemerahan. BAK tidak pernah

disertai batu. Nyeri pinggang, perut bagian bawah dan nyeri saat kencing pun disangkal.

BAB normal.

Cegukan, lemas, gatal seluruh tubuh, dan nyeri tulang maupun otot disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

Pasien diketahui menderita sakit ginjal dan batu saluran kencing sejak 3 bulan

yang lalu. Riwayat penyakit hipertensi diketahui 3 bulan yang lalu, berasamaan dengan

sakit ginjal dan batu saluran kencing pada pasien. Saat itu pasien berobat ke RSU

Sanjiwani. Setelah obat yang diberikan di RS habis pasien tidak kontrol dan minum

obat lagi. Riwayat penyakit jantung , asma dan kencing manis disangkal. Pasien juga

pernah jatuh dari tempat tidur 2 bulan yang lalu dan sampai saat ini tangan kirinya tidak

bisa digerakan.

RIWAYAT PENGOBATAN

Riwayat pengobatan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan

penderita.

RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL

Riwayat sosial riwayat merokok dan minum alcohol disangkal pasien. Pasien sehari-hari

sebelum sakit bekerja sebagai pedagang bubur, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien

hanya bekerja memasak dan membuat canang.

16

Page 17: CKD Martha Chrismayana

ANAMNESA UMUM ( 7 februari 2011)

KELUHAN UMUM

Perasaan nyeri : tidak ada

Rasa lelah : ada

Faal umum : menurun

Nafsu kerja : menurun

Berat badan : menurun

Panas badan : tidak ada

Bengkak : ada pada kedua kaki dan kelopak mata

Ikterus : tidak ada

Nafsu makan : menurun

Rasa haus : ada

Tidur : dengan 1 bantal

KELUHAN DI KEPALA

Penglihatan di waktu siang : biasa

Penglihatan di waktu malam : biasa

Berkunang-kunang : ada

Sakit pada mata : tidak ada

Pendengaran : menurun

Keseimbangan : tidak bisa dievaluasi

Kotoran telinga : tidak ada

Hidung darah : tidak ada

ingus : tidak ada

nyeri : tidak ada

Lidah : normal

Gigi : normal

Gangguan bicara : tidak ada

Gangguan menelan : tidak ada

17

Page 18: CKD Martha Chrismayana

KELUHAN ALAT DI LEHER

Kaku kuduk : tidak ada

Sesak di leher : tidak ada

Pembesaran/nyeri kel. Limpe : tidak ada

Pembesaran/nyeri kel. Tiroid : tidak ada

Pembengkakan kel. Leher : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

KELUHAN ALAT DADA

Sesak nafas : ada

Sesak nafas malam hari : tidak ada

Sesak nafas kumat-kumatan : tidak ada

Ortopneu : tidak ada

Nyeri waktu nafas : tidak ada

Nafas berbunyi : tidak ada

Nyeri daerah jantung : tidak ada

Berdebar-debar : tidak ada

Nyeri Retrosternal : tidak ada

Batuk : tidak ada

Riak : tidak ada

Hemoptoe : tidak ada

KELUHAN DI PERUT

Membesar : tidak ada

Mengecil : tidak ada

Pembengkakan : tidak ada

Nyeri spontan : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Nyeri bila

Makan : tidak ada

Berak : tidak ada

Lapar : tidak ada

18

Page 19: CKD Martha Chrismayana

Mual : tidak ada

Muntah : tidak ada

Obstipasi : tidak ada

Melena : tidak ada

Feses : berair : ada

warna : kuning agak kehitaman

Diare : darah : tidak ada

lendir : tidak ada

Air kencing

Warna : kuning

Frekuensi : 5-6 x sehari

Jumlah : ± 200 cc setiap kali kencing

Nokturia : ada

Inkontinensia alvi : tidak ada

Inkontinensia urine : tidak ada

KELUHAN TANGAN DAN KAKI

Gerakan kaki terganggu : tidak ada

Nyeri spontan : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Nyeri dalam : tidak ada

Kesemutan : tidak ada

Gerakan tangan terganggu : ada

Gangguan sendi : tidak ada

Luka-luka : tidak ada

Gangren : tidak ada

Rasa mati : tidak ada

Lebih kurus : ada

Oedema : ada pada kedua kaki

Nekrosis : tidak ada

Kelainan kuku : tidak ada

19

Page 20: CKD Martha Chrismayana

Kelainan kulit : tidak ada

KELUHAN LAIN

Alat lokomotorik : tidak ada

Tulang : tidak ada

Otot : tidak ada

Kel. Limfe : tidak ada

Kel. Hipertiroid : tidak ada

Kel. Hipotiroid : tidak ada

Kel. Endokrin : ada

Lain-lain : tidak ada

ANAMNESIS TAMBAHAN

Makanan : Kualitas : kurang

Kuantitas : kurang

Intoksikasi : tidak ada

Merokok : tidak ada

Alkohol : tidak ada

Candu : tidak ada

Obat-obatan : tidak ada

Keluarga

Penyakit menular : tidak ada

Penyakit keturunan : tidak ada

Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan

: tidak ada

Penyakit venerik : tidak ada

PEMERIKSAAN UMUM ( 7 Februari 2011 )

A. KESAN UMUM

Kesan sakitnya : sedang Kesadaran : E4V5M6

Tinggi badan : 150 cm Keadaan gizi : kurang

Suhu badan : 36,5oC Anemia : ada

20

Page 21: CKD Martha Chrismayana

Berat badan : 44 kg Ikterus : tidak ada

Tidur dengan : 1 bantal Sianosis : tidak ada

Tidur miring kiri : bisa Oedema : tidak ada

Tidur miring kanan : bisa Keadaan kulit : normal

Otot : normal Afoni : tidak ada

Tenang : ada Afasia : tidak ada

Tidak tenang : tidak ada Anatria : tidak ada

Kejang : tidak ada Tremor : tidak ada

B. KEADAAN PEREDARAN DARAH

Tekanan : 110/60 mmHg Kelainan nadi :

Nadi : 84 x/menit P. Different : tidak ada

Isi : cukup P. Paradok : tidak ada

Gelombang : teratur P. Magnus : tidak ada

Irama nadi : teratur P. Parvus : tidak ada

Kelainan pada arteri P. Alternan : tidak ada

di lengan : tidak ada

Kelainan nadi arteri

femoralis : tidak ada

Kelainan arteri

abdominalis : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

C. KEADAAN KULIT

Penyakit kulit : tidak ada Petekie : tidak ada

Luka-luka : tidak ada Hematom : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada Oedem : ada

Anemia : tidak ada Dehidrasi : tidak ada

Ikterus : tidak ada Elastisitas kulit : normal

Dermografi : tidak ada Turgor : normal

21

Page 22: CKD Martha Chrismayana

D. PERNAFASAN

Tipe : torako abdominal Kelainan pernafasan

Frekwensi : 28 x/menit Oligpnoe : tidak ada

Teratur : ada Polipnoe : tidak ada

Tidak teratur : tidak ada Ortopnoe : tidak ada

Ekspirasi : normal Dispnoe : tidak ada

Inspirasi : normal Nafas cuping

hidup : tidak ada

Stridor : tidak ada Pernafasan

berbunyi : tidak ada

PEMERIKSAAN KHUSUS

A. KEPALA

Tenggorokan Mata

Bentuk : normal Letak : normal

Nyeri tekan : tidak ada Pergerakan : N/N

Lain-lain : tidak ada Anemia : +/+

Muka

Kel. Kulit : tidak ada sianosis : -/-

Otot : tidak ada ikterus : -/-

Tumor : tidak ada reflek

cahaya : +/+

Oedem : ada pupil : isokor

Kakheksia : tidak ada Kornea : N/N

Kel. Parotis : normal Konvergensi : +/+

Hidung

Ingus : tidak ada Konjunctiva : N/N

Meatus : normal Kel. Lakrimalis : N/N

Saddle nose : tidak ada Tek. Intraokuler :N/N

Lidah Telinga

Besar : tidak ada Cairan : -/-

22

Page 23: CKD Martha Chrismayana

Bentuk : normal Pendengaran : N/N

Papil : normal Drumhead : -/-

Frenulum : normal Procesus

Mastoideus : N/N

Pergerakan : normal Faring

Permukaan : normal Mucosa : normal

Bibir : kering,

pecah-pecah

Tonsil : T1/T1

Gigi & gusi : normal Dinding : normal

Uvula : normal

B. LEHER

Inspeksi

Laring :

Lokalisasi : normal Pem.kel.Limpe : tidak ada

Besarnya : normal Bendungan vena : tidak ada

Gerakan saat

Menelan : normal Denyutan : normal

Palpasi

JVP : PR + 0 cmH2O

Kaku kuduk : tidak ada Tulang : normal

Tumor : tidak ada Laring : normal

Kelenjar : normal Kel. Tiroid : normal

C. KETIAK

Kulit ketiak : normal

Tumor : tidak ada

Kelenjar : tidak membesar

Pembuluh darah : normal

23

Page 24: CKD Martha Chrismayana

D. THORAK DEPAN

Inspeksi

Fossa supraclavicula kanan : normal Clavicula : N/N

kiri : normal Sternum : normal

Lengkung sudut epigastrium : < 90o Sela iga : N/N

Vousure cardiac : tidak ada Otot thorak : N/N

Simetri thorak : simetris Kulit : N/N

Pergerakan waktu bernafas : N/N Spider nevi : tidak ada

Pembuluh darah kulit : N/N Mamma : N/N

Denyutan ictus cordis : tidak tampak ictus cordis

Palpasi

Pergerakan nafas : simetris Iktus cordis : teraba

Vokal fremitus : N/N Lokalisasi : MCL kiri ICS IV

Kulit : normal Otot : normal

Luasnya : normal Tulang : normal

Irama : teratur Mamma : N/N

Getaran/thriil : tidak ada

Perkusi

Paru : Jantung :

Batas bawah kanan : ICS VI Batas kanan : 1 cm PSL D

Batas bawah kiri : ICS VII Batas kiri : MCL ICS IV

Pergerakan : N/N Batas atas : ICS II

Perbandingan perkusi : Sonor/Sonor Pinggang : ada

Auskultasi

Paru Jantung

Suara nafas : vesikuler +/+ Bunyi jantung : S1 S2 Tgl reg

Murmur : tidak ada

Suara nafas tambahan : Rhonki +/+

Bronkofoni : -/- Puntum maksimum : -

24

Page 25: CKD Martha Chrismayana

Kual/kuantitas : -

Wispered pectoriloque: -/- Derajat : -

Penyebaran : -

E. THORAK BELAKANG

Inspeksi Palpasi

Bentuk : Simetris Nyeri tekan : -/-

Pergerakan : simetris Vokal Fremitus : N/N

Tulang : N/N Tulang : N/N

Otot : N/N Otot : N/N

Kulit : N/N Kulit : N/N

Perkusi Auskultasi

Batas bawah kanan : Th IX Suara pernafasan : ves/ves

Peranjakan : 1 jari Suara tambahan : tidak ada

Batas bawah kiri : Th IX Bronkoponi : tidak ada

Peranjakan : 1 jari Wispered

Pectoriloque : tidak ada

F. ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : normal Epigastrium :

Denyutan : tidak ada

Sudut : < 90o

Kulit : Normal

Otot : Normal Pergerakan waktu

Nafas : normal

Pusar : normal Pembuluh darah : normal

Auskultasi

Suara usus : normal

25

Page 26: CKD Martha Chrismayana

Suara aliran dalam pembuluh darah : (-)

Palpasi

Dinding perut : normal Hati teraba : tidak teraba

Denyutan epigastrium : tidak ada - konsistensi : -

Nyeri : tidak ada - permukaan : -

Kandung empedu : tidak teraba - tepi : -

Ginjal : ballotement +/- nyeri tekan : -

Lien : tidak teraba - Acites : tidak ada

Perkusi

Shifting dullness : tidak ada

Undulasi : tidak ada

G. REGIO INGUINAL DAN GENETALIA

Lipatan paha : tidak diperiksa

Genetalia : tidak diperiksa

Sakrum : tidak diperiksa

Rektum : tidak diperiksa

H. KAKI DAN TANGAN

Kulit : normal Sendi-sendi : normal

Otot : normal Pembuluh darah arteri : normal

Tulang : fraktur tertutup pada os humerus 1/3 proksimal, Jari

dan telapak tangan : normal

Nyeri tekan : tidak ada Liver Palmaris : tidak ada

Nyeri spontan : tidak ada Jari tabuh : tidak ada

Oedem : ada Kuku sendok : tidak ada

Tenaga : normal Kuku kaca arloji : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

26

Page 27: CKD Martha Chrismayana

I. URAT SARAF

Reflek lutut : +/+

Achiles : +/+

Dinding Abdomen : +/+

Bisep : +/+

Reflek Patologis : -/-

Perasaan di tangan : N/N

Perasaan di kaki : N/N

Tes romberg : tidak dilakukan

Cara berjalan : tidak dilakukan

Ataksia : tidak bisa dievaluasi

Tes sensibilitas : normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Rontgen Thorax AP

Po : apex bersih, infiltrate tidak ada, peningkatan corakan

bronkovaskular

Cor : CTR 54 %, pinggang jantung (+)

Sinus pleura : sudut costofrenikus tajam

Diafragma : kanan dan kiri normal

Tulang : fraktur humerus sinister proximal.

Kesan: uremic lung

B. Rontgen BOF

27

Page 28: CKD Martha Chrismayana

Gambaran radioopaque pada ureter kanan

Interpretasi : suspect batu ureter kanan

C. USG (9 oktober 2010)

• Hydronephrosis Grade III Dexter ec. Post Renal

• Bilateral Nephritis

• Efusi pleura

28

Page 29: CKD Martha Chrismayana

D. AGD

Parameter Result Remarks Reference range

pH 7,03 Low 7,35 – 7,45

pCO2 18,0 Low 35,0 – 45,0

pO2 165,0 High 80.0 – 100,0

Hct 19,0 Low 37,0 – 49,0

HCO3- 4,8 Low 22,0 – 26,0

TCO2 5,4 Low 24,0 – 30,0

BE(B) -23,8 Low -2 – 2

SO2c 99,0 95,0 – 100,0

THBc 5,9 Low 13,0 – 18,0

Natrium 135,0 135,0 – 145,0

Kalium 4,4 3,4 – 4,8

Parameter Result Unit Remarks Reference range

SGOT 18,89 U/L Normal 11,00 – 33,00

SGPT 9,66 U/L Low 11,00 – 50,00

Total Protein 6,968 g/dL Normal 6,40 – 8,30

Albumin 2,927 g/dL Low 3,40 – 4,80

BUN 106,5 mg/dL High 10,00 – 23,00

Creatinine 8,843 mg/dL High 0,50 – 1,20

E. DARAH LENGKAP

29

Page 30: CKD Martha Chrismayana

Parameter Result Unit Reference range Interpretation

WBC 9,51 103/μL 4,1 – 10,9 Normal

- Ne 7,59 103/μL 2,5 – 7,5 Normal

- Ly 0,88 103/μL 1,0 – 4,0 Normal

- Mo 0,898 103/μL 0,1 – 1,2 Normal

- Eo 0,110 103/μL 0,0 – 0,5 Normal

- Ba 0,040 103/μL 0,0 – 0,1 Normal

RBC 2,13 106/μL 4,00 – 5,20 Low

HGB 6,48 g/dL 12,00 – 16,00 Low

HCT 19,3 % 36,0 – 46,0 Low

MCV 90,8 fL 80,0 – 100,0 Normal

MCH 30,4 pg 26,0 – 34,0 Normal

MCHC 33,5 g/dL 31,0 – 36,0 Normal

RDW 15,6 % 11,0 – 14,8 Normal

PLT 149 103/μL 150 – 440 Low

MPV 8,95 fL 0,0 – 100,0 Normal

Pemeriksaan 11/02/11

pH 5

Protein 75(++)

Eritrosit 250(+++++)

30

Page 31: CKD Martha Chrismayana

Sedimen :

- Leukosit

- Eritrosit

- Granule cast

- Leuko cast

- Kristal amorf

- Bakteri

8-9

banyak

(+)

(+)

(+)

(+)

RESUME

Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 3 hari SMRS, memberat 1 hr SMRS.

Sesak napas ini baru pertama kali dirasakan pasien. Awalnya sesak terjadi mendadak

saat penderita bangun tidur pagi hari. Sesak dirasakan seperti ada yang menyumbat

sehingga pasien mengalami kesulitan saat menarik nafas. Saat itu pasien masih bisa

menahan rasa sesak ini. Sesak makin memberat keesokan harinya (1 hari SMRS). Sesak

dirasakan berat sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Sesak

yang dialami pasien tidak terpengaruh oleh perubahan posisi, baik itu dalam keadaan

duduk, terlentang maupun setengah tidur. Saat sesak makin berat pasien bernafas

dengan cepat dan dalam. Keluhan sesak nafas ini tidak disertai dengan batuk, panas

badan maupun nyeri dada.

Bengkak dikeluhkan pada kedua kaki dan kelopak mata 2 hari SMRS. Bengkak

disadari saat sore hari. Bengkak tidak merah dan tidak nyeri. Bengkak pada kedua kaki

ini membuat kaki pasien terasa berat saat berjalan dan mengganggu aktivitas pasien.

Bengkak tidak berkurang dengan istirahat.

Keluhan ini juga diawali dengan rasa lemas diseluruh badannya mudah lelah

walaupun beraktivitas ringan (berjalan) sejak 1 minggu yang lalu yang semakin

memburuk.

BAK dikatakan frekuensinya 5-6x/hari @ 200cc, warna kuning muda.

Seminggu SMRS dikatakan BAK pernah disertai warna kemerahan.

.

Riwayat Penyakit sebelumnya : Pasien diketahui menderita sakit ginjal dan batu saluran

kencing sejak 3 bulan yang lalu. Saat itu pasien mengeluh nyeri dan kencing berdarah.

Riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma dan kencing manis disangkal.

31

Page 32: CKD Martha Chrismayana

Pasien juga pernah jatuh dari tempat tidur 2 bulan yang lalu dan sampai saat ini tangan

kirinya tidak bisa digerakan.

Riwayat pengobatan : Riwayat pengobatan

Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang

sama dengan penderita.

Riwayat sosial : alkohol disangkal pasien. Pasien sehari-hari sebelum sakit bekerja

sebagai pedagang bubur, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien hanya bekerja memasak

dan membuat canang.

PEMERIKSAAN FISIK (7-2-201)

Status Present

Kesadaran : CM

Tekanan Darah : 110/60 mmHg

Nadi : 84 kali / menit

Respirasi : 28 kali / menit

Suhu axila : 360 Celcius

BB : 45 kg

TB : 150 cm

Mata : an +/+, ict -/-, edema palpebra +/+

THT : kesan tenang

Thorax :

Cor : S1 S2 Tunggal, regular, Murmur (-)

Po : ves+/+, Rh+/+, Wh-/-

Adbomen : BU (+) N, Distensi (-), Acites (-)

Hepar dan Lien tak teraba

Ballotement +/-

Extremitas : akral hangat + +

+ +

Edema - -

+ +

Pemeriksaan laboratorium, Rontgen Thorax dan BOF dapat dilihat pada tabel

32

Page 33: CKD Martha Chrismayana

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- USG Abdomen

DIAGNOSIS

• CKD stage V c.b. Susp. PNC d.d. NO

- Uremic lung

- Hydronephrosis grade III kanan

- Batu Ureter kanan

- Metabolic acidosis

- Anemia sedang N-N

• Hipoalbumin (2,9) c.b. chronic inflamation

PENATALAKSANAAN

- MRS

- IVFD NaCl 0,9 % 8 tetes permenit

- Diet 35 kcal + 0,8 gr protein/kgBW

- O2 8 lpm

- CaCO3 3 x I

- Folic acid 2 x II

- Tranfusi PRC 2 kolf

- Hemodialysis

- Natrium bicarbonat bolus 50 ml à drip 75 mg pada D5% 500

33

Page 34: CKD Martha Chrismayana

BAB 5

PEMBAHASAN

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai (1) kerusakan ginjal yang terjadi

lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR): dengan manifestasi

kelainan patologis; atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis. (2) Jika tidak ada tanda

kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi

glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama lebih dari 3 bulan

Diagnosis CKD stage V pada Ny. Nyoman Bocok dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

laboratorium dan Radiologik. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan gejala-gejala

umum pada pasien CKD pada umumnya, dimana pasien sering mengeluh lemah pada

seluruh badan, mudah lelah walaupun beraktivitas ringan (berjalan).

CKD diklasifikasikan berdasarkan oleh laju filtrasi glomerolus, yaitu stadium yang

lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerolus yang lebih rendah,

berdasarkan ada atau tidaknya penyakit ginjal.

Stadium Penyakit Ginjal Kronik

Stadium Deskripsi LFG (ml.min/1,73 m)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60-89

3 Penurunan LFG sedang 30-59

4 Penurunan LFG berat 15-29

5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis

LFG dihitung menggunakan rumus Cockroft Gault yaitu:

LFG (ml/menit/1,73 m) = ( 140 - umur ) x BB x 0,85 (jika wanita)

72 x kreatinin plasma

Pasien ini didiagnosis dengan PGK stadium V ec. susp. PNC dd NO.

Berdasarkan rumus Cockroft Gault, LFG pasien saat ini adalah 4,42. Hal ini berarti

sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yaitu PGK stadium V atau gagal ginjal.

34

Page 35: CKD Martha Chrismayana

Pasien ini juga didiagnosa anemia ringan normokromik normositer ec.

CKD. Secara laboratorik anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin,

eritrosit dan hematokrit di bawah normal. Sesuai dengan umur pasien maka kadar

RBC 2,13 juta/mm, HGB 6,48 gr/dL, HCT 19,3 % berada dibawah normal.

Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia ringan, sesuai dengan klasifikasi

derajat anemia ringan yaitu HGB 8-9,9 g/dl. Klasifikasi anemia pada pasien ini

didasarkan atas morfologik dan etiopatogenesis yaitu anemia normokromik normositer

ec. CKd karena nilai MCV 86,8 fl (80-94), MCH 29,9 pg (27-32) masih dalam

batas normal serta penyebab anemia pada pasien ini oleh karena CKD. Penyebab

utama terjadinya anemia pada CKD adalah penurunan produksi eritropoietin oleh

ginjal. Akan tetapi banyak faktor non renal yang ikut berkontribusi antara lain

infeksi, inflamasi, masa hidup eritrosit yang memendek, dan faktor-faktor yang

berpotensi menurunkan fungsi sumsum tulang seperti defesiensi besi, asam folat,

toksisitas aluminium dan hiperparatiroidism.

Pada pasien ini juga terjadi metabolik acidosis. Hal ini terjadi seiring dengan

ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.

Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal

mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan IVFD NS 8 tts/mnt, diet 35 kkal+1,2 gr

protein/kgBB/hr, asam folat 2x4 mg, CaCO3 3x500mg, captopril 2x25 mg tab dan HD

cito. Rekomendasi dari K-DOQI untuk mempertahankan keadaan klinik stabil pada

pasien gagal ginjal setelah dilakukan HD reguler adalah 1,2 gram protein/kgBB/hr, di

mana 50 % protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi. Energi yang

dibutuhkan adalah 35 Kkal/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menurunkan hasil

katabolisme protein dan asam amino berupa ureum, fosfat dan toksin uremik lainnya

yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik pada

pasien ini yaitu pengaturan diet protein. Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan

penyakit ginjal kronik. Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN dan

mungkin juga hasil metabolisme protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga

mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang

berasal dari protein.

35

Page 36: CKD Martha Chrismayana

Selain itu pada pasien ini juga dilakukan diet rendah garam karena adanya

hipertensi dan edema.

Untuk mencegah osteodistrofi tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder, kadar

fosfat serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfat (terutama daging dan susu).

Apabila LFG < 30 ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium

karbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan. Pada penderita ini juga

diberikan CaCO3 3x500 mg untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia, sehingga

hipokalsemia dan hiperparatiroidisme dapat dicegah.

Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan asam folat 2 x II. Pemberian asam

folat dimaksudkan untuk mengatasi keadaan hiperhomositein pada PGK. Peningkatan

kadar homosistein dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular.

Selain itu asam folat juga dimaksudkan untuk mengatasi anemia pada pasien PGK yang

disebabkan oleh defisiensi asam folat.

Pada pasien ini dilakukan HD cito karena terjadi bendungan paru yang ditandai

dengan sesak napas yang berat. Indikasi klinik untuk dilakukan hemodialisis adalah:

1. Indikasi cito

• Pericarditis/efusi pericardium

• Ensefalopati/neuropati azotemik

• Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik.

• Hiperkalemia (> 6,5)

2. Indikasi elektif

• Sindrom uremia

• Hipertensi sulit terkontrol

• Overload cairan

• Persiapan preoperasi

• liguria-anuria (3-5 hari)

• BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10mg% atau CCT < 5 ml/menit.

Prognosis pasien ini dubius ad malam baik tanda-tanda vital maupun fungsi

tubuh secara keseluruhan. Pasien sudah masuk dalam tahap penyakit ginjal kronik dan

sampai saat ini terapi definitif untuk penyakit ginjal kronik adalah terapi pengganti baik

itu transplantasi, hemodialisis, maupun peritonial dialisis. Pasien dengan penyakit ginjal

36

Page 37: CKD Martha Chrismayana

kronik juga memiliki berbagai macam komplikasi oleh karena hipertensi, anemia,

hiperfosfatemia, maupun uremic toksin yang juga bisa memperburuk prognosis pada

pasien ini.

Demikian pula halnya dengan pengaturan cairan dan natrium. Kekurangan air dan

kekurangan garam adalah kelainan yang sering terjadi pada CKD. Natrium perlu

dibatasi, karena natrium dipertahankan dalam tubuh pada faal ginjal yang menurun. Hal

ini penting bila ada hipertensi dan kemungkinan terjadinya udem.

Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi

berat. Perasaan lemah pada pasien ini adalah manifestasi dari gangguan pada sistem

saraf dan otot. Pada pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah yang meninggi

merupakan manifestasi dari gangguan kardiovaskuler akibat penimbunan cairan dan

peninggian dari aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.

Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penatalaksaan konservatif yang tidak akan

menghentikan penyakit ginjal yang terus berlanjut namun hanya meringankan gejala

yang disebabkan oleh penumpukan zat toksik yang tak berhasil dikeluarkan oleh ginjal

yang menurun fungsinya. Tindakan ini hanya berperan untuk meringankan keluhan

neurologi, membatasi hipertensi dan memperbaiki metabolisme. Penatalaksanaan

konservatif juga bermanfaat untuk menjarangkan hemodialisis pada pasien ini.

37

Page 38: CKD Martha Chrismayana

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra ketut. Penyakit ginjal kronik dalam buku ajar ilmu penyakit dalam hal.

570-573. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas

indonesia. Jakarta. 2006.

2. Sja’bani mochamad. Batu saluran kemih dalam buku ajar ilmu penyakit dalam

hal. 563-568. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran

universitas indonesia. Jakarta. 2006.

3. Tomson C et all. Chronic kidney disesase in adults: UK guidelines for

identification, management and referral. 2004.

4. Anddrew D et all. Kidney stones and the risk for chronic kidney disease. 2009.

38