chloralhidrate suppositoria

26
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu kimia dan termasuk ilmu fisika. Farmasi tidak hanya mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasi obat, dan mengidentifikasi bahan obat, tetapi juga mempelajari sifat fisikokimia dari suatu obat. Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tehnologi dalam bidang farmasi, formulator semakin banyak mengembangkan berbagai macam bentuk sediaan obat baik itu liquid, solid dan semisolid. Salah satu sediaan obat yang saat ini berkembang dalam dunia farmasi adalah suppositoria. Suppositoria merupakan salah satu dari sediaan farmasi yang berbentuk padat seperti torpedo yang pemakaiannya dengan cara memasukkannya melalui lubang atau celah pada tubuh seperti rektal dan vaginal, dimana sediaan akan melebur, melunak, atau melarut pada suhu tubuh dan memberikan efeknya baik secara lokal maupun sistemik. Suppositoria dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan. Selain itu penggunaan suppositoria menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati dan untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah. Dalam praktikum ini akan dibuat sediaan suppositoria dengan zat aktif kloralhidrat. zat aktif ini bertujuan untuk pengobatan jangka pendek insomnia dan sebagai obat penenang sebelum pengobatan medis. Dimana pembuatannya yaitu dengan menggunakan metode cetak tuang.

Upload: ocamanda

Post on 06-Feb-2016

127 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

chloralhidrate

TRANSCRIPT

Page 1: chloralhidrate suppositoria

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang

mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu kimia dan termasuk ilmu

fisika. Farmasi tidak hanya mempelajari cara membuat, mencampur,

meracik formulasi obat, dan mengidentifikasi bahan obat, tetapi juga

mempelajari sifat fisikokimia dari suatu obat. Seiring dengan semakin

berkembangnya sains dan tehnologi dalam bidang farmasi, formulator

semakin banyak mengembangkan berbagai macam bentuk sediaan obat baik

itu liquid, solid dan semisolid.

Salah satu sediaan obat yang saat ini berkembang dalam dunia

farmasi adalah suppositoria. Suppositoria merupakan salah satu dari sediaan

farmasi yang berbentuk padat seperti torpedo yang pemakaiannya dengan

cara memasukkannya melalui lubang atau celah pada tubuh seperti rektal

dan vaginal, dimana sediaan akan melebur, melunak, atau melarut pada suhu

tubuh dan memberikan efeknya baik secara lokal maupun sistemik.

Suppositoria dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat

diserap oleh membran mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama

bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang

mudah muntah atau pingsan. Selain itu penggunaan suppositoria

menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal

dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati dan untuk memperoleh

kerja awal yang lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan

langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah.

Dalam praktikum ini akan dibuat sediaan suppositoria dengan zat

aktif kloralhidrat. zat aktif ini bertujuan untuk pengobatan jangka pendek

insomnia dan sebagai obat penenang sebelum pengobatan medis. Dimana

pembuatannya yaitu dengan menggunakan metode cetak tuang.

Page 2: chloralhidrate suppositoria

2

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara

pembuatan suppositoria dengan menggunakan metode tertentu.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu membuat suppositoria

rektal dengan menggunakan metode cetak tuang.

Page 3: chloralhidrate suppositoria

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Pustaka

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,

yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,

melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai

pelindungan jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat

lokal atau sistemik.Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah

lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran

polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen

glikol (Dirjen POM, 1995).

Sediaan sejenis suppositoria telah dikenal di negeri Mesir kuno dan di

Mesopotamia.Sejak lama mereka dijumpai naik untuk penggunaan perlakuan

lokal, atau ditetapkan kerjanya untuk seluruh organisme (suppositoria

resorpsi).Suppositoria masa kini menggambarkan suppositoria lemak atau

tetesan wol berlemak, kepadanya dimasukkan obat yang sesuai.Mereka

menunjukkan ukuran yang sangat berbeda dan kadang-kadang dapat mengisi

seluruh usus buntu.Suppositoria sabun sebagai obat cuci perut pertama kali

dilaporkan Galen. Sebagai massa dasar berlaku antara lain buah bawang,

madu, damar, karet, buah ara, sebagai dasar perancah dasar Wol, Sutera dan

Lena.

Reseptur untuk suppositoria dari abad ke-6 menunjukkan, bahwa Myrrha,

rempah-rempah dan opium digunakan rektal pada muntah-muntah.Malam

telah digunakan sejak Yunani kuno sebagai dasar suppositoria.Dalam abad

pertengahan dijumpai pelaporan suppositoria dari lemak babi, lemak, malam

dan sabun.Yang sering dilakukan masa kini, penyalahgunaan penggabungan

sediaan rektal dan vaginal, yang mengandung saripati jamu menghebohkan

(Hyoscyamus sp, Beladona) mengarahkan kepada pewarnaan seksual yang

berlebih-lebihan. Minimal tampak di sini suatu alasan untuk proses akhir

yang sangat banyak dan pembakaran. Sekitar 1750 apoteker Prancis Baume

Page 4: chloralhidrate suppositoria

4

menyarankan, mentega coklat yang telah ditemukan 100 tahun sebelumnya

untuk pembuatan suppositoria.Sejak 1888 orang menyebutnya suppositoria

gliserol (Voigt,1994).

Macam – macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaanya, yaitu:

1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk

peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI III bobotnya antara

2-3 g, yaitu untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV

kurang lebih 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai

keunggulan, yaitujika bagian yang besar masuk melalui jaringan otot

penutup dubur, suppositoria akan masuk dengan sendirinya.

2. Suppositoria vagina (ovula), berbentuk bola lonjong seperti kerucut,

digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya

5 g. Suppositoria kempa atau suppositoria sisipan adalah suppositoria

vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk

yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak. Menurut

FI IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau

dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki

bobot 5 g. Suppositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70

bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air) harus disimpan dalam

wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu di bawah 35˚C.

3. Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk

batang dengan panjang antara 7-14 cm (Syamsuni, 2006).

Keuntungan penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibandinng per

oral, yaitu (Syamsuni, 2006):

1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.

2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam

lambung.

3. Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat dapat

berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.

4. Baik bagi pasien ayng mudah muntah atau tidak sadar.

Page 5: chloralhidrate suppositoria

5

Tujuan penggunaan obat bentuk suppositoria (Syamsuni, 2006) :

1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik di dalam rektum, vagina,

atau uretra, seperti pada penyakit haemorroid / wasir / ambeien, dan infeksi

lainnya.

2. Cara rektal juga digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap

oleh membran mukosa dalam rektum.

3. Jika penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan, misalnya pada

pasien yang mudah muntah atau tidak sadarkan diri.

4. Aksi kerja awal akan cepat diperoleh, karena obat diabsorpsi melalui

mukosa rektum dan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah.

5. Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran

gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.

Basis Suppostoria Ideal

Basis suppostoria ideal dapat diuraikan sebagai berikut. (1) Telah mencapai

kesetimbangan krisnalitas, dimana sebagian besar komponen mencapai

temperature rektal 36˚C, tetapi basis dengan kisaran leleh lebih tinggi dapat

digunakan untuk campuran eutektikum,penambahan minyak-minyak, balsam-

balsam,serta suppositoria yang digunakan pada iklim tropis. (2) Secara

keseluruhan basis toksis dan tidak mengiritasi pada jarring tersebut yang peka dan

jaringan yang meradang. (3) Dapat bercampur dengan berbagain jenis obat.(4)

Basis suppostoria tersebut tidak mempunyai bentuk yang stabil. (5) Basis

suppostoria tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan, sehingga dapat

dilepaskan dapat dilepaskan darin cetakan tanpa menggunakan pelumas cetakan.

(6) Basis suppossitoria tersebut tidak merangsang. (7) Basis suppositoria tersebut

mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi. (8) “Angka air” tinggi, maksudnya

persentase air yang tinggi dapat dimasukkan ke dalamnya. (9) Basis suppositoria

tersebut stabil pada penyimpanan, maksudnya warna, bau, atau pola pengeplasan

obat tidak berubah. (10) Suppositoria dapat dibuat dengan mencetak dengan

tangan, mesin, kompresi, atau ekstruksi (Lachman, 1994).

Jika basis tersebut berlemak, basis suppositoria mempunyai persyaratan

tambahan sebagai berikut : (11) “Angka asam” dibawah 0,2; (12) “ Angka

penyabunan” berkisar dari 200 sampai 245; (13) “angka iod” kurang dari 7;

Page 6: chloralhidrate suppositoria

6

(14) interval antara titik leleh dan titik memadat kecil atau kurva SFI-nya tajam

(Lachman,1994).

Basis suppositoria yang memiliki semua sifat ini belum dijumpai.

Sesungguhnya beberapa sifat berdiri sendiri dan tidak ideal dalam semua

keadaan. Seringkali penambahan obat mengubah karakterisik basis

tersebut.Formulasi yang tepat memerlukan penggunaan nilai fisik yang telah

diuraikan, karena dapat membantu memilih basis untuk obat tersebut

(Lachman, 1994).

Minyak Coklat ( Minyak Theobroma )

Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak

digunakan; minyak coklat seringkali digunakan dalam resep-resep

pencampuran bahan-bahan obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-

apa.Sebagian besar sifat minyak coklat memenuhi persyaratan basis ideal,

karena minyak ini tidak berbahaya, lunak, dan tidak reaktif, serta meleleh pada

termperatur tubuh.Akan tetapi minyak coklat mempunyai beberapa kelemahan,

yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas menjadi cair bila

dicampur dengan obat-obat tertentu dan pemanasan yang terlalu lama,

terisomerisasi dengan titik leleh yang rendah dan tidak dikehendaki (Lachman,

1994).

Minyak cokelat terutama merupakan trigliserida dengan rantai-rantai

gliserida utama yaitu oleopalmitostearin dan oleodistearin. Minyak coklat

berwarna putih kekuningan, padat, merupakan lemak yang rapuh, baud an

rasanya seperti coklat. Titik lelehnya terletak antara 30˚C dan 35˚C (86˚F

sampai 95˚F), angka iodnya antara 34 sampai 38, dan angka asamnya tidak

lebih dari 4.Karena minyak cokelat mudah mencair dan menjadi tengik, maka

harus disimpan di tempat dingin, kering, dan terlindung dari cahaya (Lachman,

1994).

Minyak cokelat menunjukkan polimorfisme yang jelas (sifat dapat berada

dalam bentuk-bentuk Kristal yang berbeda), suatu fenomena yang sangat

memungkinkan untuk dapat berhubungan dengan sebagian besar trigeliserida

tidak jenuh.Masing-masing bentuk minyak cokelat yang berbeda mempunyai

Page 7: chloralhidrate suppositoria

7

titik dedeh yang berbeda pula,demikiean juga laju pengelepasan obatnya

berbeda.Bila minyak cokelat dipanaskan di atas temperature (kira-kira 36˚C)

dan didinginkan sampai titik memadatnya segera setelah dikembangkan pada

temperature kamar,minyak cokelat ini mempunyai titik leleh 24˚C,kira-kira

12˚C di bawah keadaan aslinya.Pengetahuan keadaan polimorfis ini

diperlukan untuk dapat mengerti bagaimana pola pengelepasan obat yang

sama dapat diperoleh dari basis suppositoria yang sebagian besar terdiri dari

minyak cokelat. Minyak cokelat diperkirakan mampu berada dalam empat

keadaan kristal (Lachman, 1994):

1. Bentuk α, meleleh pada 24˚C, diperoleh dengan pendinginan secara tiba-

tiba minyak cokelat yang sedang meleleh sampai suhu 0˚C.

2. Bentuk β’ , diperoleh dari minyak cokelat yang dicairkan dan diaduk-aduk

pada 18˚C sampai 23˚C.Titik lelehnya terletak antara 28 dan 31˚C.

3. Bentuk β’ secara perlahan-perlahan berubah menjadi bentuk β yang

stabil,yang mencair antara 34˚C dan 35˚C.Perubahan ini disertai oleh

penyusutan volume.

Bentuk γ, meleleh pada 18˚C, diperoleh dengan menuang minyak cokelat

dingin (20˚C), sebelum minyak cokelat memadat, ke dalam suatu wadah yang

telah didinginkan pada temperature sangat dingin (Lachman, 1994).

Pembentukan berbagai bentuk minyak cokelat tergantung pada derajat

pemanasan,pada proses pendinginan, dan pada kondisi-kondisi selama proses ini

terjadi.Pada temperatur di bawah 36˚C, diperoleh bentuk-bentuk yang tidak stabil

dalam jumlah yang tidak berarti,tetapi pemanasan yang lebih lama di atas

temperatur kritis menyebabkan pembentukan kristal yang tidak stabil dengan

titik leleh yang lebih rendah. Pengubahan kembali menjadi bentuk β yang stabil

memerlukan waktu satu sampai empat hari,tergantung pada temperature

penyimpanan pada temperature yang lebih tinggi, perubahan terjadi lebih cepat

(Lachman, 1994).

Pembentukan bentuk tidak stabil dari minyak cokelat dapat dicegah dengan

berbagai cara. (1) Jika massa dicairkan tidak sempurna, maka kristal yang tinggal

akan mencegah pembentukan tidak stabil. (2) Penambahan sejumlah kecil

Page 8: chloralhidrate suppositoria

8

kristal stabil pada minyak cokelat yang mencair akan mempercepat perubahan

dari bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil; proses ini dikatakan

“pembenihan.” (3). Lelehan yang didapatkan dikeraskan dalam temperatur 28

dan 32˚C selama beberapa jam atau beberapa hari akan menyebabkan

perubahan yang termasuk cepat dari bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil

(Lachman, 1994).

Semua sifat minyak cokelat ini dapat menyebabkan kesulitan besar dalam

proses pembuatan. Sebagai aturan umum, dianjurkann untuk menggunakan

pemanasa yang yang minimal dalam proses pelelehan lemak.Pemanasan yang

lebih lama harus dihindari sebanyak mungkin. Ada beberapa kelemahan

tambahan khas yang sudah menjadi sifat minyak cokelat sebagai basis

suppositoria.Kemampuan penyusutan rendah selama pemadatan menyebabkan

suppositoria melekat pada cetakan, sehingga memerlukan zat penglepas dari

cetakan atau pelumas (Voight, 1994).

II.2 Rancangan Formula

Tiap Suppositoria (3 gram) mengandung:

Chloralhydrate 75 mg

Cera Flava 5%

Alpha- tocopherol 0,05%

Oleum cacao qs

II.3 Alasan Penambahan

II.3.1 Alasan Formulasi

Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur,

umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau meleleh

pada suhu tubuh (Dirjen POM, 1979).

Suppositoria adalah sediaan berbentuk tetap, bertakaran dalam

aturannya berbentuk silindris atau berbentuk kerucut, yang

ditetapkan untuk dimasukkan kedalam rektum, melebur pada suhu

tubuh atau larut kedalam lingkungan berair (Voight, 1994)

Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya

dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh

Page 9: chloralhidrate suppositoria

9

dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek

lokal atau sistemik (Ansel, 1989).

Keuntungan Suppositoria

Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral

pada pasien tidak sadr, mual, gangguan pencernaan saat pembedahan

dan gangguan jiwa (Winarti, 2013).

Sediaan dalam bentuk suppositoria dapat menghindari terjadinya

iritasi pada lambung dan menghindari kerusakkan obat oleh enzim-

enzim pencernaan (Ansel, 1989).

Obat-obat untuk suppositoria dapat diberikan dalam bentuk

suppositoria baik untuk efek lokal dan efek sistemik (Lachman,

1994).

II.3.2 Alasan Penambahan zat

1. Chloralhydrate

Chloralhydrate jika digunakan dalam bentuk cair (sirup), dalam

penggunaannya dapat dikhawatirkan pasien tidak dapat menakar

dosis dengan tepat sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan

over dosis serta penggunaan dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan kecanduan (Perkin, 2005)

Penggunaan Chloralhydrate melalui rektal atau dalam bentuk

suppositoria proses absorbsinya lebih baik karena 80%

chloralhydrate diserap pada rektal dan 70% lebih banyak diserap

melalui oral (Pagliaro, 1999)

Chloralhydrate dibuat dalam bentuk suppositoria karena

tujuannya untuk didistribusikan secara sistemik karena dapat

diserap oleh membran mukosa dalam rektum. Dengan demikian

aksi kerja awal akan lebih cepat, karena obat dapat diabsorpsi

melalui mukosa rektum dan langsung ke dalam sirkulasi darah

(Syamsuni, 2006).

Page 10: chloralhidrate suppositoria

10

2. Oleum Cacao

Oleum cacao merupakan basis suppositoria yang ideal karena

dapat meleleh pada suhu tubuh akan tetapi akan bertahan sebagai

bentuk padat pada suhu kamar (Putri, 2014).

Minyak cokelat merupakan basis suppositoria yang banyak

digunakkan sebagian besar sifat lemak cokelat mengandung

persyaratan basis ideal, karena minyak ini tidak berbahaya, lunak

dan tidak reaktif meleleh pada temperatur tubuh (Lachman,

1994).

Oleum cacao meleleh antara 30-360

C, merupakan basis

suppositoria yang ideal, yang dapat melumer pada suhu tubuh tapi

tetap dapat bertahan sebagai bentuk padat pada suhu kamar

(Ansel, 1989).

3. Cera Flava

Beberapa bahan dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti

kloralhidrat untuk itu digunakan tambahan cera flava yang dapat

meningkatkan titik lebur dari oleum cacao penambahan cera flava

tidak boleh lebih dari 6%, sebab akan memperoleh campuran

yang memiliki titik lebur diatas 370C dan tidak boleh kurang dari

4%karena akan memperoleh titik lebur dibawah titik leburnya

(<330C) (Putri, 2014)

Obat-obat seperti minyak menguap, kresol, fenol, dan kloralhidrat

dapat menurunkan titik leleh minyak cokelat. Untuk

memperbaiku kondisi ini biasanya digunakan malam kuning

(Lachman, 1994)

Bahan seperti fenol dan kloralhidrat dapat menurunkan titik lebur

oleum cacao sewaktu bercampur dengan bahan tersebut. Jika titik

lebur menurun sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi

dijadikan suppositoria yang padat dengan menggunakan dengan

menggunakan oleum cacao sebagai basis tunggal, maka bahan

pengeras seperti cera flava dapat dilebur dengan oleum cacao

Page 11: chloralhidrate suppositoria

11

untuk mengimbangi pengaruh pelunakkan dari bahan yang

ditambahakan (Ansel, 583).

4. Alpha-tocopherol

Alpha-tocopherol sebagai antioksidan berdasarkan basis yang

digunakan yaitu oleum cacao memiliki ketengikkan yang

disebabkan oleh auto-oksidasi dan penguraian berturut-turut dari

lemak tidak semua menjadi aldehid jenuh agar tidak terjadi

autooksidasi maka digunakan antioksida (Lachman, 1994).

Penggunaan antioksidan ini untuk mengrangi atau meminimalisir

adanya bau tengik dari basis oleum cacao, oleum cacao memiliki

kelemahan yakni dapat berbau tengik karena oksidasi (Lachman,

1994).

Penggunaan alpha-tocopherol ini karena menurut literatur karena

alpha-tocopherol bersifat lipofilik hal ini sesuai dengan sifat

kelarutan oleum cacao yang larut lemak dengan konsentrasi yang

digunakan yaitu 0,005% (Lachman, 1994; Rowe, 2009)

II.4 Uraian Bahan

1. Chloralhidrate (Dirjen POM, 1979; Martindale, 2009)

Nama resmi : CHLORALHYDRAS

Nama Lain : Kloralhidrat, Chloralhydrate

RM/BM : C2H3Cl3O2/ 165,40

Pemerian : Hablur, transparan, tidak meleleh basah, tidak berwarna,

bau tajam khas, rasa kaostik, dan agak pahit melebur

pada suhu lebih kurang 550C dan perlahan-lahan

menguap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam minyak zaitun ,

mudah larut dalam etanol (95%) P, dalam klorom P dan

dalam eter

Stabilitas : Stabil pada tekanan dan suhu normal

Inkompabilitas : Inkompatibel dengan alkali, alkali tanah, alkali karbonat,

barbiturat cair, boraks, tanin, iodida, agen pengoksidasi,

Page 12: chloralhidrate suppositoria

12

permangat dan alkohol. Membentuk cairan dengan bahan

organik seperti kampher, mentol, phenazone, fenol, dan

timol dan garam quinine.

Penyimpanan : Dalam wadah kaca tertutup rapat, terlindung dari cahaya

dan ditempat sejuk

Kegunaan : Zat aktif

DM : 75 mg

2. Oleum Cacao (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)

Nama resmi : OLEUM CACAO

Nama Lain : Minyak cokelat, lemak cokelat

Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas, aromatik rasa

khas lemak agak rapuh

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam

kloroform, dalam eter, dan dalam eter minyak tanah

Stabilitas : Pemanasan oleum cacao diatas suhu 360 C selama

persiapan suppositoria dapat mengakibatkan penurunan

titik beku karena terbentuknya metastabil, hl ini dapat

mempersulit dalam pembuatan suppositoria

Inkompabilitas : -

Penyimpanan : Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai basis suppositoria

3. Cera Flava (Dirjen POM, 1979; Putri, 2014)

Nama resmi : CERA FLAVA

Nama lain : Malam kuning

Pemerian : Zat padat, cokelat kekuningan, bau enak, menjadi elastik

jika hangat dan bekas patahan buram dan berbutir

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol

(95%), larut dalam minyak atsiri

Stabilitas : -

Inkompabilitas : -

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Page 13: chloralhidrate suppositoria

13

Kegunaan : untuk meningkatkan titik lebur oleum cacao

Konsentrasi : 4-6% yang digunakan 5%

4. Alpha-tocopherol (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)

Nama resmi : TOCOPHEROLUM

Nama Lain : alfa-tokoferol, vitamin E

RM/BM : C22H50O2/430

Pemerian : Praktis tidak berbau dan tidak berasa bentuk alpha-

tokoferol dan alfa tokoferol asetat berupa minyak kental

jernih, warna kuning, atau kuning kehijauan

Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam larutan alkali

tanah, larut dalam etanol aseton dan dalam minyak nabati

mudah larut dalam klorofom

Inkompabilitas : Tidak kompatibel dengan peroksida dan ion logam,

terutama zat besi, tembaga dan perak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai antioksidan

Konsentrasi : 0,05%

Page 14: chloralhidrate suppositoria

14

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat

1. Alat pencetak suppo

2. Batang pengaduk

3. Cawan porselin

4. Kaca arloji

5. Lap kasar

6. Neraca analitik

7. Sendok tanduk

8. Sudip

9. Waterbath

III.2 Bahan

1. Alkohol 70%

2. -tokoferol

3. Alumunium foil

4. Cera flava

5. Chloral hydrat

6. Kapas

7. Oleum cacao

8. Parafin cair

9. Tissue

III.3 Cara Kerja

Cara Pembuatan -tokoferol

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%

3. Ditimbang -tokoferol 30 mg

4. Dilarutkan -tokoferol kedalam 4 mL minyak jarak diaduk hingga

homogen

Page 15: chloralhidrate suppositoria

15

Cara pembuatan suppositoria

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%

3. Ditimbang chloral hidrat 1,5 gram, cera flava 3 gram, dan oleum cacao

41 gram

4. Dibasahi cetakan menggunakan parafin cair

5. Dimasukkan cera flava 3 gram kedalam cawan porselin, lalu dilebur

diatas waterbath pada suhu 35 0C

6. Ditambahkan oleum cacao 41 gram, diaduk hingga homogen

7. Diteteskan -tokoferol sebanyak 36 tetes, lalu diaduk hingga homogen

8. Ditambahkan zat aktif sedikit demi sedikit kedalam leburan tersebut,

lalu diaduk hingga homogen

9. Dimasukkan hasil leburan kedalam cetakan yang telah dibasahi oleh

parafin cair

10. Dimasukkan cetakan kedalam lemari pendinginan (suhu 2-8 0C) selama

15 menit

11. Dilepaskan suppositoria dari cetakan

12. Dibungkus dengan alumunium foil

13. Dikemas dalam plastik obat

III.4 Perhitungan Bahan

Chloral hydrat = 75 mg

Perbatch = 75 x 20

= 1500 mg = 1,5 gram

Nilai Tukar = 0,7 x 7,5 mg

= 52,5 mg = 0,0525 gram

-tokoferol = 0,05%

=

Perbatch = 0,0015 x 20 = 0,03 gram

Cera flava = 5%

Page 16: chloralhidrate suppositoria

16

=

Perbatch = 0,15 x 20 = 3 gram

Oleum cacao = 3,1 – (0,0525 + 0,0015 + 0,15)

= 3,1 – 0,204 = 2,896 gram

Perbatch = 2,896 x 20 = 57,92 gram

Presentase =

Perhitungan -tokoferol

Diketahui = 1 mg = 1,49 IU

Dalam 1 kapsul vitamin E = 100 IU

0,03 gram = 30 mg

= 30 mg x 1,49 IU = 44,7 IU

Penyelesaian =

=

= 1 mg = 20 tetes

=

= x = 35,762 atau 36 tetes -tokoferol dalam 20 buah suppo

Page 17: chloralhidrate suppositoria

17

BAB IV

PEMBAHASAN

Suppositoria adalah sediaan berbentuk tetap, bertakaran dalam aturannya

berbentuk silindris atau berbentuk kerucut, yang ditetapkan untuk dimasukkan ke

dalam rektum. Mereka melebur pada suhu tubuh atau larut pada lingkungan berair

(Voight, 282). Obat-obat dapat diberikan dalam bentik suppositoria baik untuk

efek local maupun untuk efek sistemiki (Lachman, 1148).

Dalam formula ini zat aktif yang digunakan adalah chloral hydrate, dimana

kloral hidrat merupakan obat penenang non-barbiturat yang memperlambat sistem

dan aktivitas otak syaraf pusat (Gauillard, 2002). Dosis kloral hidrat yang

digunakan adalah 75 mg, dimana menurt literature dijelaskan bahwa penggunaan

kloral hidrat dalam bentuk suppositoria memiliki range untuk penggunaan rektal

pada orang dewasa adalah 20-100 mg dalam dosis tunggal. Sehingga dalam

formulasi ini 75 mg kloral hidrat digunakan untuk dosis tunggal yaitu 1

suppositoria.

Kloral hidrat dibuat dalam bentuk suppositoria karena tujuannya yang

untuk didistribusikan secara sistemik, karena dapat diserap oleh membran mokusa

dalam rektum. Dengan demikian aksi kerja awal akan cepat diperoleh, karena obat

diabsorbsi melalui mukosa retum dan langsung masuk kedalam sirkulasi darah

(Syamsuni, 145). Selain itu, karena sifat dari kloral hidrat yang dapat merangsang

mukosa saluran cerna, dank arena rasa dari zat aktif yang sangat buruk dan tidak

enak, maka dibuat suppositoria untuk mencegah hal tersebut (OOP, 2013; 396)

Adapun basis yang digunakan dalam formula ini adalah basis berlemak

yaitu oleum cacao. Penggunaan basis oleum cacao karena ditinjau dari kelarutan

zat aktif dalam hal ini kloral hidrat memiliki kelarutan yang tinggi dalam air

sehingga digunakan basis lemak coklat. Selain itu minyak coklat merupakan basis

suppositoria yang banyak digunakan karena sebagian besar sifat lemak coklat

mengandung persyaratan basis ideal, karena minyak ini tidak berbahaya, lunak,

dan tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh (Lachman, 1994; 1168).

Kloral hidrat suppositoria ini dirancang untuk mengobati insomnia jangka

pendek dan sebagai obat penenang sebelum pengobatan medis. Menurut ansel

Page 18: chloralhidrate suppositoria

18

(hal.583) bahwa bahan-bahan seperti kloral hidrat cenderung dapat menurunkan

titik lebur dari oleum cacao sehingga dibutuhkan penambahan cera flava 5% yang

dapat meningkatkan titi lebur dari oleum cacao. Beberapa zat tambahan lainnya

seperti alfa-tokoferol digunakan sebagai antioksidan yang ditujukan untuk

mengurangi atau meminimalisir adanya bau tengik dari basis oleum cacao, karena

menurut lachman oleum cacao mempunyai kelemahan yaitu dapat berbau tengik

(Lachman, 1168). Konsentrasi yang digunakan adalah 0,05% (Rowe,31).

Sediaan suppositoria ini dibuat dengan langkah pertama yaitu

membersihkan alat dengan alkohol 70%. Hal ini bertujuan untuk mensterilkan alat

sehingga bebas dari mikroba (Dirjen POM, 1979). Kemudian ditimbang kloral

hidrat sebanyak 0,15 g, oleum cacao 5,8 g dan cera flava 0,3 g. Selanjutnya cera

flava dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dileburkan di atas water bath pada

suhu 350C. Setelah itu ditambahkan oleum cacao ke dalam leburan cera flava dan

dileburkan hingga homogen.

Setelah kedua bahan dicampurkan, ditambahkan alfa-tokoferol sebanyak 2

tetes, yang dilanjutkan dengan penambahan zat aktif sedikit demi sedikit ke dalam

leburan tersebut dan diaduk hingga homogen. Kemudian dimasukkan leburan

tersebut ke dalam cetakan yang telah dibasahi dengan parafin cair, lalu didiamkan

selama 5 menit. Cetakan suppositoria didinginkan dalam lemari pendingin pada

suhu 2-80C selama 15 menit. Setelah itu dikeluarkan suppositoria dari cetakan.

Setelah itu dilanjutkan dengan evaluasi suppositoria yaitu uji penampilan

umum suppositoria dengan cara membelah suppositoria secara memanjang. Uji ini

dilakukan untuk melihat adanya rongga dalam suppositoria tersebut.. Pada saat uji

penampilan umum, suppositoria yang dihasilkan memiliki rongga-rongga kecil

hal ini disebabkan karena pada saat penuangan hasil leburan ke dalam cetakan

tidak mampat. Dengan demikian suppositoria yang dihasilkan tidak memenuhi

syarat.

Page 19: chloralhidrate suppositoria

19

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan dapat di simpulkan bahwa

suppositoria dengan zat aktif chloralhydrat tidak memenuhi syarat yang

ditentukan,hasil ini berdasarkan dari hasil uji evaluasi penampilan

suppositoria yang terdapat rongga di bagian dalam suppositoria.

V.2 Saran

Dalam praktikum kedepannya diharapkan pihak laboratorium dapat

menyediakan bahan yang sesuai yang dibutuhkan oleh praktikan.

Page 20: chloralhidrate suppositoria

20

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.Jakarta:

UI Press

Deglin. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat edisi IV. Jakarta: EGC

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Gauillard,J ; Cheref,S. 2002. Chloral Hydrate; a hypnotic best forgotten.

California : Enchepale

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi

Industri Edisi ketiga, Jakarta: Universitas Indonesia

Pagliaro.1999. Psycologist Psycotropic Drug Reference. USA: Walters Kluwer

Health

Putri, S. 2014. Oleum Cacao.Jakarta: Universitas Indonesia

Rowe,R.C. 2009. Handbook of Pharmaceutical excipients 6th

edition. London:

Pharmaceutical Press

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC

Tjay, H. 2006. Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia

Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Tegnologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press

Winarti, L. 2013. Diklat Kuliah Formulasi Sediaan Semi Solid. Jember:

Universitas Jember

Page 21: chloralhidrate suppositoria

21

LAMPIRAN

- Ditimbang

- Dimasukkan cera flava kedalam capor

- Dilebur diatas waterbath pada suhu 35 0C

- Ditambahkan oleum cacao, diaduk hingga lebur

- Ditambahkan -tokoferol 36 tetes, diaduk hingga lebur

- Ditambahkan chloral hydrat sedikit demi sedikit

- Dimasukkan hasil leburan kedalam cetakan yang telah dibasahi

parafin cair sebelumnya

- dimasukkan cetakan dalam lemari pendingin (suhu 2-8 0C)

selama 15 menit

- Dilepaskan suppositoria dari cetakan

- Dibungkus menngunakan alumunium foil

- Dikemas dalam plastik obat

Chloraltine suppositoria

Ditimabang Chloral hydrat

1,5 gram, cera flava 3 gram,

oleum cacao 41 gram

Page 22: chloralhidrate suppositoria

22

LAMPIRAN

Batang Pengaduk Cawan Porselin Kaca Arloji

Lap kasar Neraca analitik

Sendok tanduk Water bath

Alat cetak

suppositoria

Page 23: chloralhidrate suppositoria

23

Bahan

Alkohol 70% Alfa-tokoferol Cera Alba

Oleum cacao Paracetamol Paraffin Cair

Tissue

Page 24: chloralhidrate suppositoria

24

Cara Kerja

Ditambahkan oleum

cacao dan diaduk hingga

homogen

Ditambahkan zat aktif sedikit demi

sedikit kedalam campuran basis dan

dimasukkan kedalam cetakkan

yang telah di olesi paraffin cair

Ditambahkan alfa

tokoferol 2 tetes

Suppositoria Chloratine

Dilebur cera alba diatas

water bath

Page 25: chloralhidrate suppositoria

25

Etiket dan Brosur

Page 26: chloralhidrate suppositoria

26