chapter ll

12
15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Metabolik 2.1.1. Definisi Sindrom Metabolik Sindrom metabolik adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkohloik serta penyakit penyakit lainnya.(Sugondo, 2009) Berdasarkan The National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III), sindrom metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); 2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 50 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L); 4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi); 5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥110 mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes) (Adult Treatment Panel III, 2001). Selain kriteria berdasarkan NCEP-ATP III diatas masih ada beberapa kriteria untuk definisi Sindrom Metabolik antara lain; kriteria World Health Organization (WHO), kriteria International Diabetes Federation (IDF), The American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute (AHA/NHLBI), saat ini kriteria NCEP-ATP III telah banyak diterima secara luas (Mittal, 2008) Universitas Sumatera Utara

Upload: chintya-ayu-champaka

Post on 16-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

journal

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sindrom Metabolik

    2.1.1. Definisi Sindrom Metabolik

    Sindrom metabolik adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas

    jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin

    sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini

    menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa

    penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik

    dan perlemakan hati non alkohloik serta penyakit penyakit lainnya.(Sugondo,

    2009)

    Berdasarkan The National Cholesterol Education Program Third Adult

    Treatment Panel (NCEP-ATP III), sindrom metabolik adalah seseorang dengan

    memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang >

    88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); 2). Peningkatan kadar trigliserida

    darah ( 50 mg/dL, atau 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan kadar kolesterol HDL (<

    40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau

  • 16

    Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

    Unsur Sindrom NCEP ATP IIIWHOAHA IDF Metabolik Hipertensi Dalam Dalam Dalam Dalam Pengobatan pengobatan pengobatan pengobatan antihipertensi antihipertensi antihipertensi antihipertensi atau TD 130/85 atau TD140/90 TD130/85 TD130/85 mmHg mmHg mmHg mmHg Dislipidemia Plasma TG 150 Plasma TG150 Plasma TG150 Plasma TG mg/dL, HDL-C mg/dL dan atau mg/dL, HDL-C 150 mg/dL L < 40 mg/dL HDL-C L88 cm asia:L>90 P>0,85 cm, P>80 cm Gangguan GD puasa 110 DM tipe 2 atau GD puasa 100 GD puasa Metabolism mg/dL TGT mg/dL 100 mg/dL Glukosa didiagnosa DM tipe 2 Lain-lain Mikroalbuminuri 20ug/menit (rasio albumin kreatinin 30) Kriteria Diagnosa Minimal 3 DM tipe 2 atau minimal 3 Obesitas Kriteria TGT dan 2 krit- kriteria sentral +2 Eria diatas. Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3 kriteria.

    Keterangan: TD = Tekanan Darah; L = Laki-laki; P = Perempuan; TG = Trigliserida; HDL-C = Kolesterol HDL; IMT = Indeks Massa Tubuh; DM = Diabetes Melitus; TGT = Toleransi Glukosa Terganggu; GD = Gula Darah

    Universitas Sumatera Utara

  • 17

    2.1.2. Etiologi Sindrom Metabolik

    Secara garis besar, terdapat kepentingan klinis dari kriteria-kriteria tersebut.

    Antara lain disebutkan oleh WHO pada tahun 1998 yang menekankan bahwa

    resistensi insulin merupakan penyebab primer dari sindrom metabolik. Selain itu,

    WHO juga mengizinkan penggunaan terminologi sindrom metabolik untuk

    digunakan pada pasien DM tipe 2 yang juga memenuhi kriteria lain

    (Tjokroprawiro A., 2005; Grundy S.M., 2006).

    Pada tahun 1999, EGIR mengajukan revisi dari definisi WHO. EGIR

    menggunakan terminologi sindroma resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005).

    Pada tahun 2001, NCEP ATP III tidak memasukkan resistensi insulin dalam

    kriteria (Tjokroprawiro A., 2005). Hal ini disebabkan sulitnya melakukan

    pengukuran dan standardisasi resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005).

    AACE (American Assosiation of Clinical Endocrinologists) pada tahun

    2003 merevisi kriteria ATP III untuk kembali berfokus pada resistensi insulin

    sebagai penyebab primer dari faktor risiko metabolik. Kriteria mayor lainnya

    adalah toleransi glukosa terganggu, peningkatan trigliserida, penurunan HDL,

    peningkatan tekanan darah, dan obesitas (Grundy SM, 2006).

    2.1.3. Patogenesis Sindroma Metabolik

    Menurut ATP III komponen-komponen sindroma metabolik terdiri dari

    (Grundy S.M., 2006; Semiardji, 2004; Tjokroprawiro A., 2005) :

    a. obesitas abdominal adalah bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan

    dengan sindroma metabolik. Hal ini dapat terlihat secara klinis dengan

    meningkatnya lingkar perut/pinggang.

    b. dislipidemia atherogenik bermanifestasi dengan penurunan kadar HDL-C,

    peningkatan kadar trigliserida, dan small dense LDL.

    c. peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi

    pada resistensi insulin.

    d. resistensi insulin/intoleransi glukosa terjadi pada sebagian populasi dengan

    sindroma metabolik. Hal ini berhubungan erat dengan komponen sindroma

    metabolik lainnya, dan berbanding lurus dengan risiko penyakit kardiovaskular.

    e. keadaan proinflamasi meningkatkan kadar hsCRP sebagai akibat dilepaskannya

    Universitas Sumatera Utara

  • 18

    sitokin proinflamasi merupakan pertanda risiko terjadinya infark myocard.

    f. keadaan prototombik memiliki karakteristik peningkatan plasminogen activator

    inhibitor (PAI-1), fibrinogen, dan faktor VII.

    Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya

    akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak visceral

    (Tjokroprawiro A., 2005). Salah satu karakteristik obesitas abdominal/lemak

    visceral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak

    tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik, diantaranya sitokin

    proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen

    (Tjokroprawiro A., 2005).

    Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam

    plasma bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes,

    penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi (Semiardji, 2004; Widjaya)

    2.1.4. Manifestasi Klinis Sindrom Metabolik

    ATP III menyatakan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan manifestasi

    utama sindroma metabolik (Grundy S.M., 2006). Hal ini didukung oleh penelitian

    yang dilakukan oleh NHANES yang menyebutkan bahwa sindroma metabolik

    memiliki hubungan kuat dan konsisten dengan infark miokard dan stroke

    (Ninomiya J.K. et al., 2004).

    ATP III juga menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan

    dengan beberapa keadaan seperti policystic ovarii, fatty liver, batu empedu

    kolesterol, asma, sleep apnea, dan beberapa jenis kanker (Pranoto A., 2005)

    2.2. Obesitas

    2.2.1. Definisi

    Fauci, et al. (2009) menyatakan obesitas sebagai kondisi dimana massa sel

    lemak berlebihan dan tidak hanya didefinisikan dengan berat badan saja karena

    pada orang-orang dengan masa otot besar dapat dianggap overweight tanpa

    peningkatan sel-sel lemak.

    Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan

    metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik.

    Universitas Sumatera Utara

  • 19

    Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.

    Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi

    lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat

    mengganggu kesehatan. (Sugondo, 2009)

    Untuk penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah indeks masa

    tubuh (BMI), dapat dihitung sebagai:

    BMI= Berat badan dalam kg/Tinggi badan dalam m2

    Secara klinis, BMI yang bernilai antara 25 dan 29,9 kg/m2 disebut overweight, dan

    nilai BMI lebih dari 30 kg/m2 disebut obese. (Guyton, 2007)

    2.2.2 Etiologi Obesitas

    Menurut Guyton (2007), ada beberapa faktor penyebab obesitas. Gaya hidup

    tidak aktif merupakan penyebab utama obesitas. Dimana, aktifitas fisik dan

    latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan masa otot dan mengurangi masa

    lemak tubuh, sedangkan aktifitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan

    pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Contohnya beberapa

    penelitian telah menunjukkan hubungan yang erat antara obesitas dan perilaku

    tidak aktif seperti menonton televise dalam waktu yang lama.

    Faktor lingkungan, sosial dan psikologis menyebabkan perilaku makan yang

    abnormal. Pengaruh faktor lingkungan sangat nyata, dengan adanya peningkatan

    prevalensi obesitas yang cepat disebagian besar negara maju, yang dibarengin

    dengan berlimpahnya makanan berenergi tinggi (terutama makanan berlemak) dan

    gaya hidup yang tidak aktif.(Guyton, 2007)

    Faktor psikologis juga dapat menyebabkan obesitas. Misalnya, berat badan

    orang sering kali meningkat selama orang tersebut mengalami stress seperti

    kematian orang tua, penyakit yang parah bahkan depresi.(Guyton, 2007)

    Faktor genetik sebagai penyebab obesitas. Gen dapat berperan dalam

    obesitas dengan menyebabkan kelainan (1) satu atau lebih jaras yang mengatur

    pusat makan dan (2) pengeluaran energi dan penyimpanan lemak. Ketiga

    penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah (1) mutasi MCR-4, yaitu

    penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, (2)

    Universitas Sumatera Utara

  • 20

    defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen yang sangat jarang

    dijumpai, dan (3) mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.(Guyton, 2007)

    Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya obesitas,

    antara lain hipotiroidisme, sindrom crhusing, sindrom Prader-Willi dan beberapa

    kelainan saraf yang menyebabkan seseorang menjadi banyak makan. Obat obatan

    juga dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat-obatan tertentu seperti

    steroid dan beberapa anti depressan, dapat menyebabkan penambahan berat

    badan.(Proverawati A., 2010)

    2.2.3. Klasikasi Obesitas

    Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada OrangDewasa

    Berdasarkan IMT Menurut WHO

    Klasifikasi IMT (kg/m2)

    Berat Badan Kurang < 18,5

    Kisaran Normal 18,5 24,9

    Berat Badan Lebih > 25

    Pra-Obes 25,0 29,9

    Obes Tingkat I 30,0 34,9

    Obes Tingkat II 35,0 39,9

    Obes Tingkat III

    >40

    Sumber: WHO technical series, 2000 dikutip dari Ilmu Penyakit

    Dalam UI halaman 1921

    Tabel 2.2 menunjukkan klasifikasi WHO untuk nilai IMT pada orang

    dewasa secara internasional. Nilai normalnya yaitu antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2.

    Berat badan dinyatakan kurang apabila lebih rendah dari 18,5 kg/m2

    dan berat

    badan lebih apabila di atas 25 kg/m2. Pra-obes apabila di antara 25 sampai 29,9

    kg/m2, obes tingkat I apabila antara 30 sampai 34,9 kg/m

    2, obes tingkat II apabila

    di antara 35 sampai dengan 39,9 kg/m2, dan obes tingkat III apabila di atas 40

    kg/m2.

    Universitas Sumatera Utara

  • 21

    Tabel 2.2.1.Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan

    Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik

    Resiko Ko-Morbiditas

    Lingkar Perut

    Klasifikasi IMT(kg/m2) 90 cm

    (laki laki)

    80 cm (permpuan)

    Berat Badan Kurang 23,0

    Beresiko 23,0-24,9 meningkat

    moderat

    Obes I 25,0-29,9 moderat berat

    Obes II >30,0 berat sangat

    berat

    Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pasfik Perspective: Redefining

    Obesity and its Treatment(2000)

    2.2.4. Patofisiologi Obesitas

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    Patofisiologi Obesitas menurut Silbernagl sebagai berikut

    Asupan makanan yang meningkat dan /atau Pemakaian energi yang

    menurun

    jaringan lemak meningkat

    Leptin dalam plasma juga meningkat

    ketidakmampuan mengatasi sawar darah otak

    leptin menghambat sekresi NPY leptin tidak

    di hipotalamus mengakibatkan menyebabkan pelepasan

    gangguan perangsangan terhadap asupan hipotalamus yang

    makanan dan pemakaian energy bekerja pada reseptor

    MCR-4 dan memiliki

    Efek berlawanan

    dengan neuropeptida

    Y(NPY).

    2.2.5. Diagnosa Obesitas

    Ada beberapa cara yang dilakukan dalam mendiagnosa obesitas menurut

    Proverawati (2010), yaitu dengan cara:

    1. Mengukur lemak tubuh

    Dalam mengukur lemak tubuh, diperlukan peralatan khusus, misalnya

    a. Underwater weight, yaitu pengukuran berat badan yang dilakukan didalam

    air dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang tersisa.

    Universitas Sumatera Utara

  • 23

    b. DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry),yang menyerupai scanning

    tulang. Sinar x digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak

    tubuh. Selain dua cara tersebut, ada cara lain yang lebih sederhana dan tidak

    rumit, yaitu dengan menggunakan peralatan yaitu, jangka kulit dimana

    ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur dengan

    menggunakan jangka, yaitu suatu alat yang terbuat dari logam yang

    menyerupai forceps. Bioelectric impedance analysis, yaitu anlisa tahanan

    bioelektrik, dimana penderita berdiri di atas sejumlah arus listrik yang tidak

    berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh untuk kemudian dianalisa.

    2. Mengukur Lingkar Pinggang

    Pada umumnya, penentuan kegemukan (obesitas) atas dasar antropometri

    adalah sebagai berikut menurut Nasar (1995) dalam Manurung, N. K. (2009) :

    1) Hanya mengukur berat badan (BB) dan hasilnya dibandingkan dengan standar

    pada usia yang sama, yakni bila BB 120% disebut obesitas, sedangkan antara 110-

    120% disebut overweight. Keburukan cara ini adalah pertama, tidak dikaitkan

    dengan tinggi badan (TB), sehingga tidak mencerminkan proporsi tubuh; kedua,

    penampilan fisik seseorang dipengaruhi oleh komposisi tubuh, artinya pada BB

    yang sama, seseorang dapat tampak lebih langsing daripada yang lain karena

    tubuhnya lebih berotot, sedangkan yang lainnya lebih banyak lemak.

    2) Obesitas diukur melalui pengiraan BMI atau IMT. Dihubungkan BB dengan

    TB, ini dapat mencerminkan proporsi atau penampilan (BB/TB) dengan cara

    menghitung IMT yaitu BB/TB2

    menurut WHO dalam CDC (2010):

    Tabel2.2.2. Interpretasi IMT

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    KATEGORI IMT Eropa IMT Asia

    Normal 40

    2.2.6. Penatalaksanaan Obesitas

    Tujuan pengobatan obesitas adalah mengembalikan fungsi normal proses

    metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi terapi bukan semata didasari oleh

    peningkatan angka kematian terkait obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa

    penurunan resiko dan kondisi komorbid.(Arisman,2010)

    Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada obesitas dan

    overweight mengurangi faktor resiko diabetes dan kardiovaskuler. Penurunan berat

    badan dapat menurunkan tekanan darah , mengurangi serum trigliserida dan

    meningkatkan kolestrol-HDL, dan secara umum mengakibatkan pengurangan pada

    kolestrol serum total dan kolestrol-LDL.(Sugondo,2009)

    Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet

    rendah kalori, aktifitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan atau bedah.

    Strategi Penurunan dan Pemeliharaan Berat Badan:

    a.Terapi Diet

    Tujuannya untuk membuat defisit 500 hingga 100 kkal/hari menjadi bagian

    yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun. (Sugondo,

    2009).

    b.Aktifitas Fisik

    Peningkatan aktifitas bermafaat menurunkan berat badan, tetapi juga

    meningkatkan kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim

    pengidap diabetes.(Arisman,2010)

    Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selam 30 menit dengan

    jangka waktu 30 x seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit

    dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini pengeluaran energi

    Universitas Sumatera Utara

  • 25

    tambahan sebanyak 100 samapai 200 kalori perhari dapat dicapai. Strategi lain

    unuk meningkatkan aktivitas fisik adalah mengurangi waktu santai dengan cara

    melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah.(Sugondo,2009)

    c. Terapi perilaku

    Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya diperlukan

    strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas

    fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan

    makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah,

    contingency management, cognitive restructuring dan dukungan

    sosial.(Sugondo,2009)

    d.Farmakoterapi

    Farmakoterapi diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui

    perubahan gaya hidup.(Arisman, 2010). Farmakoterapi merupakan salah satu

    komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sibutramine dan

    Orlistat merupakan obat obatan penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA

    di Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang.(Sugondo, 2010)

    Sibutramin ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif

    menurunkan berat badan dan mempertahankannya. (Sugondo, 2010). Efek samping

    sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, mulut kering,

    sakit kepala, insomnia, dan sembelit.(Arisman, 2010)

    Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian

    orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian

    orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi

    parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul. Pengawasan

    secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan

    keamanan(Sugondo,2009)

    e. Terapi Bedah

    Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat

    badan dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta

    memperbaiki atau melenyapkan berbagai kondisi komorbid (Arisman,2010). Terapi

    Universitas Sumatera Utara

  • 26

    bedah ini diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI>40 atau

    > 35 dengan kondisi komorbid.(Sugondo, 2010)

    Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal yaitu rancangan

    malabsorpsi pada usus halus dan retriksi pada lambung. Rancangan malabsorpsi

    pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi kemampuan

    mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operatif restriktif pada lambung merupakan

    upaya manipulasi melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric

    pouch) dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.(Arisman, 2010)

    2.2.7. Komplikasi

    Kira-kira satu perempat hingga separuh orang-orang yang obes pada masa

    remaja akan kekal sebagai dewasa yang obes menurut Charney et al. (1976) dan

    Must (1999) dalam Mahan & Escott-Stump (2008).

    Hampir 300,000 kematian terjadi setiap tahun akibat hal yang berkaitan

    dengan lebihan berat badan dan obesitas menurut U.S Department of Health and

    Human (USDHHS) (2001) dalam Mahan & Escott-Stump (2008). Terutamanya

    obesitas abdominal merupakan faktor resiko untuk peningkatan mortalitas,

    hipertensi, diabetis melitus tipe-2, hiperlipidemia, hiperglisemia, dan berbagai

    disfungsi daripada endokrin menurut Freedman et al. (1999) dalam Mahan &

    Escott-Stump (2008). Obesitas adalah faktor terjadinya non-insulin-dependent

    diabetes (NIDDM). Resistan terhadap insulin bukan saja melibatkan pengambilan

    glukosa oleh otot dan jaringan adiposa, tetapi juga resistan terhadap metabolik

    insulin (Smith & Morton, 2008)

    Kajian yang dibuat oleh Nurses Health Study menunjukkan remaja yang

    obesitas pada usia 18 tahun mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mati pada

    usia pertengahan. Penyebab yang paling sering adalah kanker dan diikuti dengan

    masalah jantung menurut Van Dam et al. (2006) dalam Mahan & Escott-Stump

    (2008).

    Universitas Sumatera Utara