chapter ii batako

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi- konstruksi dinding bangunan nonstruktural. Supribadi (1986: 5) mengatakan bahwa batako adalah “ semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu”. Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Karakteristik bata beton yang umum ada dipasaran adalah memiliki densitas rata-rata > 2000kg/m 3 , dengan kuat tekan bervariasi 3-5 Mpa. Ditinjau dari densitasnya batako tergolong cukup berat sehingga untuk proses pemasangan Universitas Sumatera Utara

Upload: dhamar-p-fajar

Post on 03-Jan-2016

168 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II Batako

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batako

Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti

batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland dan air

dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi-

konstruksi dinding bangunan nonstruktural. Supribadi (1986: 5) mengatakan

bahwa batako adalah “ semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras,

kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan

ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok

dengan ukuran tertentu”. Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua

jenis, yaitu batu cetak yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak

berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang

pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan

yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa

campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan

bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan

sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses

pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya

ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung

atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi

syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.

Karakteristik bata beton yang umum ada dipasaran adalah memiliki

densitas rata-rata > 2000kg/m3, dengan kuat tekan bervariasi 3-5 Mpa. Ditinjau

dari densitasnya batako tergolong cukup berat sehingga untuk proses pemasangan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II Batako

sebagai konstruksi dinding memerlukan tenaga yang cukup kuat dan waktu yang

lama (Simbolon T. 2009).

Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam

3 jenis, yaitu :

1. Batako putih (tras)

Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran

tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih

kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi,

warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya

memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm

2. Batako semen/batako pres

Batako pres dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada

yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang

menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan

permukaan batakonya. Umumnya memliki panjang 36-40 cm dan tinggi

18-20 cm.

3. Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan

lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat

jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton

ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi.

Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 cm x 20cm

dengan ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih

cepat selesai dibandingkan bata konvensional.

Batako diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu batako normal dan

batako ringan. Batako normal tergolong batako yang memiliki densitas sekitar

2200-2400 kg/m3 dan kekuatannya tergantung komposisi campuran beton (mix

design). Sedangkan untuk beton ringan adalah suatu batako yang memiliki

densitas < 1800 kg/m3, begitu juga kekuatannya biasanya disesuaikan pada

penggunaan dan pencampuran bahan bakunya (mix design). Jenis batako ringan

ada dua golongan yaotu : batako ringan berpori (aerated concrete) dan batako

ringan non aerated. (Wisnu wijanarko. 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II Batako

Batako ringan berpori adalah beton yang dibuat sehingga strukturnya

banyak terdapat pori-pori, beton semacam ini diproduksi dengan bahan batu dari

campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium. Dengan adanya

katalis Al selama menjadi reaksi hidradasi semen akan menimbulkan panas

sehingga timbul gelembung-gelembung yang menghasilkan gas yang

menghasilkan pori-pori yang membuat batako semakin ringan. Berbeda dengan

batako non aerated, pada beton ini akan menjadi ringan dalam pembuatannya

ditambahkan agregat ringan. Banyak kemungkinan agregat ringan yang digunakan

antara lain batu apung (pumice), perlit, serat sintesis, slag baja dan lain-lain.

Pembuatan batako ringan berpori tentunya jauh lebih mahal karena menggunakan

bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan reaksi cukup sulit.

Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaanya rata dan

saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako

menurut PUBI 1982 pasal 6 antara lain adalah “ permukaan batako harus mulus,

berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering,

berukuran panjang 400 mm, lebar 200 mm dan tebal 100-200 mm, kadar air

25-35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2-7 N/mm2”. Sebelum dipakai dalam

bangunan, maka batako minimal harus sudah berumur satu bulan dari proses

pembuatannya, kadar air pada waktu pemasangan tidak lebih dari 15 %. Agar

didapat mutu batako yang memenuhi syarat SI banyak faktor yang

mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi mutu batako tergantung pada :

1. Faktor air semen

2. Umur batako

3. Kepadatan batako

4. Bentuk dan struktur batuan

5. Ukuran agregat, dan lain-lain.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako.

Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II Batako

1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika

dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif

terdapat suatu pengurangan.

2. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.

3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos juga lebih hemat.

4. Khusus jenis yang berlubang dapat befungsi sebagai isolasi udara.

5. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.

6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan

potongan.

7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.

Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut :

1. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama

( 3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya

sebelum memakainya.

2. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen,

sehingga menambah biaya pembuatan.

3. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup

lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako

pecah.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang

pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan

yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa

campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan

bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan

sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses

pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya

ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung

atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi

syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.

Hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako

berumur 28 hari diperoleh : berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II Batako

rata sebesar 2,118 gr/c , penyerapan air sebesar 12,876% dan kuat tekan rata-

rata sebesar 1,97 MPa (Darmono, 2009).

3m

2.2 Klasifikasi Batako

Berdasarkan PUBI 1982, sesuai dengan pemakaiannya batako

diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Batako dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi

yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang

selalu terlindungi dari cuaca luar.

2. Batako dengan mutu A2, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal

seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako

tersebut boleh tidak diplester.

3. Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi

yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang

terlindungi dari cuaca luar ( untuk konsruksi di bawah atap).

4. Batako dengan mutu B2, adalah batako untuk konstruksi yang memikul

beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi.

(Darmono, 2009)

2.3 Beton Ringan (Lighweight Concrete)

Pembuatan beton ringan pada prinsipnya membutuhkan rongga didalam

beton. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat beton lebih

ringan adalah sebagai berikut :

1. Dengan membuat gelembung – gelembung gas / udara dalam adukan

semen sehingga terjadi banyak pori - pori udara di dalam betonnya. Salah

satu cara yang dapat dilakukan dengan menambah bubuk aluminium ke

dalam campuran adukan beton.

2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu

apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih

ringan dari pada beton biasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II Batako

3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir – butir agregat

halus atau pasir yang disebut beton non pasir.

Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahan panas yang

baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api. Sedangkan

kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya lebih kecil dibandingkan

dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan penggunaanya untuk struktural.

Secara garis besar pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga

yaitu ( Tjokrodimuljo,1996) :

1. Untuk non struktur dengan nilai densitas antara 240 – 800 kg/m3 dan kuat

tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah atau

dinding isolasi.

2. Untuk struktur ringan dengan nilai densitas antara 800 – 1400 kg/m3 dan

kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan dengan dinding memikul

beban.

3. Untuk struktur dengan nilai densitas antara 1400 – 1800 kg/m3 dan kuat

tekan > 17MPa digunakan sebagai beton normal.

Pembagian beton ringan menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi

atas (wisnu wijanarko. 2008) :

1. Beton dengan berat jenis rendah (Low Density Concrete) dengan nilai

densitas 240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.

2. Beton dengan menengah (Moderate Trenght Lighweight Concrete) dengan

nilai densitas 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa.

3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai

densitas 1440 – 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.

2.4 Bahan Penyusun Batako

Dalam pembuatan batako pada umumnya bahan yang digunakan adalah

pasir, semen dan air. Berikut ini akan dijelaskan sekilas mengenai bahan-bahan

yang digunakan dalam pembuatan batako.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II Batako

2.4.1 Portland Cement (PC)

Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan sifat kohesif yang

digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material) yang dipakai bersama

dengan batu kerikil, pasir dan air. Portland semen merupakan bahan utama atau

komponen beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat anorganik

dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik.

Semen Portland adalah material yang mengandung paling tidak 75 %

kalsium silikat (3CaO. dan 2CaO. , sisanya tidak berkurang dari 5%

berupa Al silikat, Al ferit silikat, dan MgO. Pada dasarnya dapat disebutkan 4

unsur yang paling terpenting dari Portland Cement adalah :

2SiO 2SiO )

1. Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2

2. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

3. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

4. Tetrakalsium Aluminoferit (CAAF) atau 4CaO.Al2O3.FeO3

Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai

kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaan

dilakukan terhadap yang masih berbentuk kering, pasta semen yang masih keras

dan beton yang dibuat darinya.

Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu

sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin sedikit kesegaran

semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sebesar 2% dan maksimum

kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya

kelembaban dan karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang

menguap.

2.4.2 Pasir

Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk

membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut,

keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran

semen lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II Batako

Pada pembuatan batako ringan ini digunakan pasir yang lolos ayakan

kurang dari 5 mm (ASTM E 11-70) dan harus bermutu baik yaitu pasir yang

bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain

itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi)

yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia agregat halus sebagai

campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.

2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, apabila

lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan.

Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan

0,063 mm.

4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.

5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.

(Wijanarko, W.2008)

2.4.3 Air

Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran

bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan-bahan

yang dapat menurunkan kualitas batako. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air

yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:

a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tiak boleh mengandung

minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain

yang dapat merusak dari pada beton.

b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium

Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang

dipersyaratkan.

c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan

ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II Batako

Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik

adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang

tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam

proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton akan

sulit dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan

beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras.(Wijanarko,

W. 2008)

2.4.4 Sabut Kelapa

Sabut kelapa mempunyai struktur yang serupa dengan peredam yang telah

ada. Di sisi lain, kelapa dihasilkan di Indonesia dalam jumlah besar. Menurut

Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 1997, areal perkebunan kelapa di Indonesia

mencapai luas 3.759.397 ha. Dan menurut humas Departemen Pertanian, produksi

kelapa di Indonesia pada tahun 2002 mencapai 85 juta ton kelapa kering (kopra).

Dari hasil panen kelapa yang melimpah di Indonesia, tentunya akan

dihasilkan produk sampingan berupa sabut kelapa yang sangat melimpah. Karena

sabut kelapa yang dihasilkan dari sebuah Kelapa adalah sekitar 35% berat buah.

Namun, belum semua sabut kelapa yang ada dimanfaatkan dengan optimal.

Sabut kelapa mengandung lemak yang dapat membuat ikatan antara

semen, pasir dan air dengan sabut kelapa menjadi tidak kuat sehingga dapat

membentuk pori pada batako. Untuk itu diperlukan cairan NaOH atau alkohol

untuk dapat melepaskan lemak pada sabut kelapa tersebut.

2.5 Pengertian Bunyi

Bunyi adalah energi gelombang yang berasal dari sumber bunyi yaitu benda

yang bergetar. Gelombang bunyi merupakan gelombang mekanik yang dapat

merambat melalui medium. Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II Batako

sehingga mempunyi sifat-sifat yang dapat dipantulkan (reflection), dapat

dilenturkan (diffraction) dan dapat dibiaskan (interferensi).

2.6 Sifat-Sifat Gelombang Bunyi

2.6.1 Pemantulan Gelombang Bunyi

Terjadinya pemantulan dalan ruang tertutup dapat dimanfaatkan untuk

tujuan menyebarkan gelombang bunyi secara merata dan menambah tingkat keras

bunyi. Meski demikian peristiwa pemantulan ini harus diolah sedemikian rupa

untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Jika tidak maka pemntulan yang

terjadi justru akan merusak kualitas bunyi didalam ruang. Pemantulan bidang-

bidang batas yang membentuk ruangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu yang

bersifat aksial (axial), tangensial (tangential) dan obliq (oblique).

Pemantulan aksial adalah jenis pemantulan yang sebaiknya dihindari

karena pantulan bolak-balik yang menggangu. Pada pemantulan aksial,

gelombang bunyi mengenai permukaan dan segera dipantulkan kembali dengan

kuat ke permukaan yang tepat sejajar berada di depannya. Pemantulan aksial

harus dapat dihindari karena dapat menimbulkan cacat akustik pada ruangan yang

disebabkan jarak tempuh pantulnya yang terlalu jauh. Pantulan yang terjadi pada

bidang-bidang yang dekat dengan sumber bunyilah yang lebih bermanfaat untuk

tujuan penyebaran bunyi, sementara bidang batas yang jaraknya jauh dari sumber

bunyi pada umumnya akan menimbulkan pantulan yang menggangu

menyebabkan ketidakjelasan bunyi.

Sementara pada pemantulan tangensial dan obliq, pantulan tidak di

kembalikan pada arah yang berlawanan 180o, namun ke permukaan yang

bersisian. Pada tangensial pemantulan terjadi secara horizontal dan menyentuh

empat elemen pembatas ruangan, sementara pada obliq pemantulan terjadi secara

meruang dan menyentuh bidang pembatas ruang. Pemantulan tangensial dan obliq

dapat menimbulkan kualitas bunyi yang rendah bagi pendengar yang ada disekitar

sudut ruangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II Batako

2.6.2 Interferensi Gelombang Bunyi

Dua sumber bunyi dari dua pengeras suara yang berasal dari sebuah audio

generator akan menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang koheren, yaitu

dua gelombang dengan frekuensi sama, amplitude sama dan beda fase tetap. Jika

rapatan bertemu rapatan atau regangan ketemu regangan maka terjadi penguatan

bunyi (konstruktif) sehingga bunyi terdengar semakin keras. Jika regangan

bertemu rapatan maka terjadi pelemahan bunyi (destruktif) sehingga bunyi

terdengar semakin lemah. Secaara matematis penguatan terjadi jika selisih

panjang gelombang sebesar (2n) λ dan pelemahan terjadi jika selisih panjang

gelombang (2n+1) .λ

2.6.3 Resonansi

Gelombang yang panjang pada bunyi yang berfrekuensi rendah

menyebabkan bunyi yang berfrekuensi rendah disertai dengan getaran yang lebih

hebat dibandingkan bunyi yang berfrekuensi tinggi. Getaran hebat itu tidak dapat

diabaikan karena sangat memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya resonansi.

Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya objek lain selain sumber bunyi akibat

getaran yang terjadi pada sumber bunyi. Pada alat musik berbentuk pipa organa

tertutup yaitu salah satu atau kedua ujung pipanya tertutup, resonansi terjadi jika :

I = 1/4 λ , 3/4 λ , 5/4 λ ,…dan seterusnya, dengan I adalah panjang pipa dan

λ adalah panjang gelombnag bunyi.

Cepat rambat bunyi dapat dicari dengan rumus :

v = f .λ (2.1)

dengan ; v = cepat rambat bunyi (m/s)

f = frekuensi bunyi (Hz)

λ = panjang gelombang bunyi (m)

2.7 Taraf Intensitas Bunyi

Kepekaan telinga manusia normal terhadap intensitas bunyi memiliki dua

ambang, yaitu ambang pendengaran dan ambang rasa sakit. Intensitas ambang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II Batako

pendengaran (I0) adalah Intensitas terkecil yang masih dapat menimbulkan

rangsangan pendengaran pada telinga manusia adalah 10-12 W/m2, sedangkan

intensitas terbesar yang masih dapat diterima telingan manusia tanpa sakit 1

W/m2, yang disebut intensitas ambang pendengaran.

Taraf Intensitas bunyi adalah logaritma perbandingan antara intensitas

bunyi dengan intensitas ambang pendengaran manusia. Secara matematis dapat

dituliskan.

β = 10 log (2.2)

dimana: β = Taraf Intensitas (db)

I = Intensitas bunyi (W/m2)

I0 = Intensitas ambang pendengaran (10-12W/m2)

2.8 Daya Serap Air (Absorbsi)

Untuk pengujian penyerapan air, dipakai 3 buah benda uji setiap variasi

percobaan dalam keadaan utuh dengan peralatan sebagai berikut (SNI02-2113-

200) :

1. Timbangan dengan ketelitian sampai 0,5% dari berat contoh uji.

2. Oven pengering yang dapat mencapai 105± 5 C0

Benda diuji seutuhnya direndam dalam air bersih yang bersuhu ruangan

selama 24 jam. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya

dibiarkan meniris kurang dari 1 menit, lalu permukaan benda uji diseka

dengankain lembab agar air yang berlebihan yang masih melekat dibidang

permukaan benda uji terserap kain lembab itu.

Benda uji kemudian ditimbang (A). Setelah itu benda uji dikeringkan

didalam dapur pengering suhu pada 105± 5 C0 sampai beratnya dua kali

penimbangan tidak berbeda lebih dari 0,2% dari penimbangan yang terdahulu (B).

Selisih penimbangan dalam keadaan basah (A) dan dalam keadaan kering (B)

adalah jumlah penyerapan air, dan harus dihitung berdasarkan persen benda uji

kering.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II Batako

2.9 Kuat Tekan

Pengertian kuat tekan batako dianologikan dengan kuat tekan beton. Yang

dimaksud dengan kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang

menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu

dihasilkan oleh mesin tekan. Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa faktor-

faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor semen dan

kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen, dan sifat agregat. Untuk

memperoleh kuat tekan yang tinggi maka diperlukan agregat sudah diuji melalui

uji agregat sehingga kuat tekannya tidak lebih rendah daripada pastanya.

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah

kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Jumlah semen dapat

menentukan kuat tekan dari batako, tetapi banyak sedikitnya jumlah semen yang

dimaksud untuk meningkatkan kuat tekan batako harus diperhatikan nilai faktor

air semen yang dihasilkan oleh adukan semen tersebut. Dari beberapa pengertian

diatas dapat ditarik kesimpulan akhir adalah bahwa kuat tekan batako adalah

kekutan yang dihasilkan dari pengujian tekan oleh mesin uji tekan yang

merupakan beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan

ukuran luas nominal batako atau besarnya beban persatuan luas.

2.10 Karakteristik Bahan

2.10.1 Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin

tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula setiap

volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan

total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki

volume yang lebih randah dari pada benda yang bermassa sama yang memiliki

densitas yang lebih rendah.

Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode Archimedes mengacu

pada standard ASTM C 134-95 dan dihitung dengan persamaan berikut

(Juwairiah, 2009):

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II Batako

              (2.3)

dimana:

ρpc = densitas (gr/cm3)

ms = massa sampel kering (gr)

mb = massa sampel setelah direndam (gr)

mg = massa sampel digantung didalam air (gr)

mk = massa kawat penggantung (gr)

ρair = densitas air = 1 (gr/cm3)

2.10.2 Daya Serap Air (Water Absorption)

Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut

serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut

kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang

terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka

akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang.

Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas

dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat

menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian

menguap dan meninggalkan rongga.

Untuk pengukuran penyerapan air batako menggunakan mengacu pada

standar ASTM C 20-93 dan dihitung dengan persamaan berikut (Juwairiah, 2009):

 

(2.4)

dimana: Wa = Water Absorption (%)

Mk = Massa benda kering (gr)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II Batako

Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)

2.10.3 Kuat Tekan (Compressive Strength)

Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban

maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang

mengalami gaya tersebut. Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada

standar ASTM C -133-97 dan dihitung dengan persamaan berikut. (Juwairiah,

2009):      

                      (2.5)

dimana:

P = Kuat Tekan (N/m2)

= Gaya Maksimum (N)

A = Luas permukaan benda uji (m2)

2.10.4 Kuat Impak (Impact Strength)

Pengujian kuat impak merupakan suatu pengujian yang mengukur

ketahanan bahan terhadap beban kejut. Dasar pengujian impak adalah penyerapan

energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu

dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.

Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh suatu bahan

untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak (ketangguhan)

bahan tersebut.. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan

menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadi retak atau terdeformasi dengan

mudah.

Jadi kuat impak adalah besar energi yang diserap oleh spesimen persatuan

luas. Untuk pengukuran kuat impak batako mengacu pada SNI-07-0408-1989 dan

dapat dihitung dengan persamaan:

HI = (2.6)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II Batako

dimana: HI = Kuat Impak Charpy (J/m2)

E = Energi yang diserap (J)

A = Luas sampel uji (mm2)

2.10.5 Kekerasan (Hardness)

Kekerasan adalah ketahanan yang diberikan oleh bahan terhadap

penekanan ke dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentuk

tertentu karena pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam

menunjukkan kekerasan yang besar. Umumnya pengujian kekerasan

menggunakan empat macam metode pengujian kekerasan, yakni : Brinell,

Vickers, Rockwel dan micro hardness.

2.10.6 Daya Redam Suara

Peningkatan kualitas bunyi di dalam ruangan di butuhkan oleh bangunan,

baik dengan fungsi audio atau fungsi audio-visual. Seiring perkembangan zaman,

ketika peralatan audio-visual mampu menghasilkan kualitas bunyi yang amat

baik, sering terjadi salah pengertiaan bahwa faktor perancang ruang menjadi

kurang penting. Bagaimanapun kualitas yang dihasilkan peralatan audio-visual

tidak akan maksimal tanpa dukungan perancangan ruang secara akustik. Untuk

mencapai kualitas bunyi yang dibutuhkan, pertimbangan penggunaan material

bangunan beserta faktor-faktor lainnya amat sangat penting diperhatikan seperti :

Lantai ruangan

Meski lantai bukan merupakan elemen yang secara langsung menerima

perambatan gelombang bunyi dari luar bangunan, namun pada bangunan yang

berlantai banyak, lantai bangunan dapat menjadi elemen yang menerima

perambatan gelombang bunyi secara langsung. Bunyi yang umumnya muncul

pada elemen mendatar ini berupa impact sound , yaitu bunyi yang langsung terjadi

di permukaan lantai.

Plafon ruangan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II Batako

Peredaman rambatan gelombanng bunyi didalam ruangan akan lebih

efektif bila plafon tidak secara langsung menempel pada struktur bangunan, atau

yang disebut dengan plafon gantung. Dengan system plafon gantung akan tercipta

rongga atau jarak yang merupakan elemen peredam sehingga plafon tidak mudah

untuk mengalami resonansi karena adanya getaran pada struktur/konstruksi

Dinding ruangan

Untuk mencegah perambatan bunyi antar ruang, elemen lain yang perlu

mendapat perhatian adalah dinding pembatas yang memisahkan antar ruang dalam

bangunan. Transmisi bunyi dari suatu ruang ke ruang lain sangat tergantung oleh

ada tidaknya resonansi yang dialami dinding pembatas kedua ruangan, yaitu

bahwa sumber bunyi yang ada pada suatu ruang menyebabkan pembatas ruang

beresonansi dan meneruskan resonansi ke ruang di sebelahnya. Bila resonansi

yang menimpa pembatas dapat ditekan maka transmisi bunyi dapat diminimalkan.

Pengendalian resonansi sangat bergantung pada karakteristik bidang pembatas dan

penerapan prinsip refraksi. Penggunaan material pembatas yang berlapis-lapis

akan memaksimalkan refraksi sehingga bidang pembatas menjadi peredam yang

semakin baik.

Pintu dan Jendela

Keberadaan pintu yang umumnya terbuat dari material ringan dan tipis

yang dapat merusak kemampuan redam dinding sehingga akan meningkatkan

kebisingan di dalam ruang. Permasalahan ini dapat diatasi dengan memasang

pintu dengan material dengan ketebalan yang mendekati spesifikasi dinding serta

penempatan sealant pada sambungan dan titik-titik yang memiliki celah dengan

demikian kemampuan redam dinding dapat terjaga.

Selain pintu, jendela yang ditempatkan pada dinding pada elemen yang

potensial untuk menurunkan tingkat redaman dinding. Pada beberapa kondisi, hal

itu dapat diperbaiki dengan menempatkan jendela ganda dengan rongga udara

sebagai zat antara. Jendela kaca yang dibuat berlapis dalam posisi vertikal tidak

saling sejajar dapat meningkatkan kemampuan redam.

Penataan letak-letak ruang

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II Batako

Ruang-ruang di dalam ruang bangunan dapat dipilah-pilah dalam

kelompok ruang yang bersifat publik dan bersifat privat. Ruang publik dapat

diletakan lebih dekat dengan sumber kebisingan. Dalam hal kebisingan yang

berasal dari jalan raya, maka perletakan ruang publik pada bagian depan

bangunan, selain karena lebih mudah dijangkau pengguna bangunan, juga dapat

menjadi pelindung bagi ruang-ruang privat yang letaknya lebih ke belakang.

Letak ruang pada bangunan sangat menentukan kebisingan yang akan diterima

secara alami oleh karena faktor jarak. (Christina E.2009)

Bergantung karakteristik permukaan bidang dan beberapa faktor lain,

gelombang bunyi yang mengenai bidang batas akan mengalami pemantulan,

penyerapan dan transmisi. Itu berarti sebagian energi bunyi ada yang dipantulkan,

sebagian diserap dan sebagian diteruskan ke balik bidang batas. Proporsi energi

yang dipantulkan , diserap atau diteruskan ditentukan oleh koefisien serap (α).

Koefisien serap (absorbsi) adalah angka tanpa satuan yang menunjukkan

perbandingan antara energi bunyi yang tidak dipantulkan (diserap) oleh material

pembatas berbanding leseluruhan energi bunyi yang mengenai material pembatas.

Bidang pembatas yang merupakan penyerap sempurna memiliki nilai koefisien

serap 1, sementara yang memantulkan sempurna nilainya mendekati 0. Besar-

kecilnya nilai koefisien serap selain bergantung pada frekuensi bunyi dan

karakteristik material pembatas juga bergantung pada besarnya sudut jatuh

gelombang bunyi.

Terkait dengan kemampuan serap material, ada 3 faktor yang perlu

diperhatikan, yaitu ketebalan, rongga udara dan kerapatan. Seringkali muncul

pendapat bahwa material yang lebih tebal akan memberikan kemampuan serap

yang lebih baik. Hal ini benar hanya untuk bunyi berfrekuensi rendah namun tidak

selalu untuk berfrekuensi tinggi.

Kemampuan serap terhadap bunyi frekuensi rendah juga dapat

ditingkatkan dengan menempatkan penyerap pada jarak tertentu dari konstruksi

ruang sehingga tercipta rongga udara. Sementara itu dari aspek kerapatan

material,untuk menjadi penyerap yang baik, material dituntut untuk memiliki

kerapatan sedang. Pada tingkat kerapatan rendah atau terlalu renggang,

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II Batako

penyerapan tidak dapat terjadi. Demikian pula untuk kerapatan yang tinggi,

permukaan material penyerap cenderung berubah menjadi memantulkan.

Energi datang

Energi yang diteruskan

Energi yang diserap

Energi yang terpantul

Gambar.2.1. Pemantulan energi bunyi pada material

Untuk pengukuran penyerapan suara dihitung dengan persamaan berikut:

(2.7)

dimana:

= Intensitas suara yang diserap (W/m2) 

   = Intensitas suara yang datang (W/m2)

Jendela yang terbuka dianggap mempunyai karena seluruh bunyi

tidak dipantulkan.

Universitas Sumatera Utara