chapter ii 8

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994). Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, Universitas Sumatera Utara

Upload: ida-ayu-purnama

Post on 23-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

analisis instrumen

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan

tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan,

bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat

tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan

pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat

mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional

mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk

pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).

Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat

tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan

menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa

memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional

tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan,

peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang

terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan,

bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi,

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 8

pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian

bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang

dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan

kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).

Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan

dalam tiga kategori, yaitu:

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman

atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari

tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya

dan belum berupa zat kimia.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-

zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral)

yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa

zat kimia.

Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam

campuran obat tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas.

Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan

obat tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan (Dirjen POM, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 8

2.2 Tanaman Obat

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh

nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah.

Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat

kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.

Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia.

Simplisia:

a. Kulit (cortex)

Kortek adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang

berkayu.

b. Kayu (lignum)

Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang atau cabang.

c. Daun (folium)

Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai

bahan baku ramuan obat tradisional maupun minyak atsiri.

d. Herba

Simplisia herba pada umumnya berupa produk tanaman obat dari jenis

herba yang bersifat herbaceous.

e. Bunga (flos)

Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau majemuk, bagian

bunga majemuk serta komponen penyusun bunga.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 8

f. Akar (radix)

Akar tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal

dari jenis tanaman yang umumnya berbatang lunak dan memiliki

kandungan air yang tinggi.

g. Umbi (bulbus)

Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis,

umbi akar, atau umbi batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam

tergantung dari jenis tanamannya.

h. Rimpang (rhizoma)

Rhizoma atau rimpang adalah produk tanaman obat berupa potongan-

potongan atau irisan rimpang.

i. Buah (fructus)

Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak

akan menghasilkan simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat

berbeda, khususnya bila buah masih dalam keadaan segar.

j. Kulit buah (perikarpium)

Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang

lunak, keras bahkan adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.

k. Biji (semen)

Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga

umumnya sangat keras. Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam-

macam tergantung dari jenis tanaman (Widyastuti, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 8

2.3 Bentuk sediaan Obat Tradisional

Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau

ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam

bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat- obat tradisional ini

dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat modren, kapsul,

tablet, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).

2.3.1 Larutan

Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,

maka padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Zat cair atau

cairan biasanya ditimbang dalam botol yang digunakan sebagai wadah yang

diberikan. Cara melarutkan zat cair ada dua cara yakni zat-zat yang agak sukar

larut dilarutkan dengan pemanasan (Anief, 2000).

2.3.2 Serbuk

Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang disebukkan.

Pada pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus terlebih dahulu

sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih 500C.

Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap dikeringkan

dengan pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu diserbuk dengan

jalan digiling, ditumbuk dan digerus sampai diperoleh serbuk yang mempunyai

derajat halus serbuk (Anief, 2000).

2.3.3 Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata

atau cempung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 8

dengan atau tanpa zat tambahan. Zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat

pembasah. Contohnya yaitu tablet antalgin (Anief, 2002).

2.3.4 Pil

Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng

mengandung satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai

500 mg. untuk membuat pil diperlukan zat tambahan seperti zat pengisi untuk

memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah dan bila perlu ditambah

penyalut (Anief, 2002).

2.3.5 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

juga terbuat dari pati dan bahan lain yang sesuai.

Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5)

sampai nomor paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0

dengan bentuk memanjang ( dikenal sebangai usuran OE), yang memberikan

kapasitas isi yang lebih besar tanpa peningkatan diameter. Contohnya kapsul

pacekap (Farmakope IV, 1995).

2.4 Simplisia yang terdapat dalam jamu

- Coriandri Fruktus

Ketumbar adalah Coriandrum sativum suku Apiaceae

Ketumbar berkhasiat untuk meredakan pusing, muntah- muntah, influensa,

wasir, radang lambung, campak, masuk angin, terkena darah tinggi, dan

lemah syahwat.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 8

- Myristicae semen

Buah pala adalah myristica fragrans suku Myristicaceae

Mengandung minyak atsiri, zat samak, dan zat pati.

Buah pala berkhasiat sebagai obat diare, kembung, mual serta untuk

menetapkan daya cerna dan selera makan, yang kaya akan vitamin C,

kalsium, dan posfor.

Senyawa kimia buah pala tersebut terdapat dikulit, daging, biji pala

hingga bunganya.

- Piperis Nigri Fruktus

Lada hitam adalah piper nigrum suku Piperaceae

Mengandung saponim, flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum.

Lada hitam berkhasiat untuk memperlancar menstruasi, meredakan

serangan asma, meringankan gejala ramatik, mengatasi perut kembung

serta menyembuhkan sakit kepala.

- Andrographis Herba

Tanaman sambiloto adalah Andrograpis Peniculata suku Acanthaceae.

Mengandung flavinoid, alkane, keton, aldehid, dan beberapa mineral

seperti kalium, kalsium, dan natrium. Tanaman ini berkhasiat sebagai

antiradang , analgetik, dan penawar racun.

- Curcumae Rhizoma

Temulawak adalah Curcuma Xanthorrhiza suku Zingiberaceae.

Mengandung pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Temulawak berkhasiat

antiradang, antisembelit, tonikum, dan diuretik.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 8

2.5 Obat Analgetik

Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau

menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay, 2002).

Nyeri adalah perasaan sensonis dan emosionis yang tidak nyaman,

berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat

mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau

memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindari sensasi rangsangan nyeri. Nyeri

merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-

beda bagi setiap orang (Tjay, 2002).

2.5.1 Parasetamol

Asetaminofen (parasetamol) atau derivat- asetaninilida ini adalah

merupakan metabolit fenasetin yang dahulu banyak digunakan sebagai

analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek

sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis,

tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai anti nyeri

yang paling aman, juga swamedikasi (pengobatan mandiri). Resopsinya dari usus

cepat dan fraktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Asetaminofen di Indonesia

lebih dikenal dengan parasetamol (Tjay, 2002).

Efek samping tidak jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan

kelaian darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan

hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible.

Overdosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah (Tjay, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 8

2.5.2 Sifat Zat Berkhasiat

1. Sinonim : 4–Hidroksiasetanilida

- Rumus molekul : C8H9NO2

- Berat molekul : 151,16

2. Sifat Kimia (chairul, 2006).

1. Campuran 100 mg zat dengan 1 ml HCl p, didihkan 3 menit, kemudian

tambahkan 10 ml air, dinginkan tidak terjadi endapan, tambahkan 1 tetes

K2Cr2O7 0,1 N maka akan terbentuk warna ungu yang tidak berubah

menjadi merah.

2. Larutkan zat tambah beberapa tetes HCl 10%, dinginkan di es, tambahkan

beberapa tetes NaNO2 1%, tambahkan beberapa tetes larutan 1% α naftol

dalam NaOH 10% maka akan terbentuk warna merah atau jingga merah.

3. Larutan zat ditambahkan FeCl3 menghasilkan warna biru ungu.

3. Sifat fisika (Famakope Indonesia Edisi IV, 1995)

1. Pemberian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

2. Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1

N : mudah larut dalam etanol.

3. Jarak lembur : Antara 1680 dan 1720.

2.6 Identifikasi Parasetamol

Cara Identifikasi parasetamol dapat dilakukan secara fisika dan kimia.

1. Cara kimia

- Dengan penambahan HCl, dan K2Cr2O7 0,1 N.

- Dengan penambahan HCl 10%, NaNO2 1% dan 1% α naftol dalam NaOH

10%.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 8

- Larutan zat ditambahkan FeCl3.

2. Cara Fisika

Dilakukan dengan cara pemisahan senyawa, yang dilakukan dengan:

- Kromatografi yakni membandingkan harga Rf zat dengan baku

pembanding.

2.7 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Cara yang asli telah ditengahkan pada tahun 1903 oleh TSWETT, ia telah

menggunakan untuk pemisahan senyawa- senyawa yang berwarna dan nama

kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. (Sastrohamidjojo, 1985).

2.7.1Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam

pemisahan- pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga

membutuhkan waktu yang lebih cepat.

Plat kromatografi dibuat dengan cara, penjerap padat yang berbentuk

bubukan halus dibuat menjadi halus dibuat menjadi bubur(slurry) dengan air

(kurang umum dengan zat cair organik yang mudah menguap) dan dibentang

diatas plat gelas. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan

memanaskannya pada suhu kira-kira 1000C selama 30 menit. Pemilihan pertama

dari pelarut adalah bagaimana sifat kelarutannya, tetapi sering lebih baik untuk

memilih suatu pelarut yang tergantung dari pada kekutan elusi, yang dimaksud

kekuatan dari zat elusi adalah daya penyerapan pada penyerap. Biasa penyerap-

penyerap yang polar seperti alumina dan silika gel, maka kekuatan penyerapan

naik dengan kenaikan polaritas dari zat yang diserap.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 8

Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan pada lapiasan tipis

diidentifikasi dengan melihat florosensi dalam sinar ultraviolet. Dan mencari

harga Rf , faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi

lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu:

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.

4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak.

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

6. Teknik percobaan.

7. Jumlah cuplikan yang digunakan.

8. Suhu.

9. Kesetimbangan

Alat untuk kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal

serba rata dan unsuran yang sesuai, umumnya 20 × 20 cm.

2.7.2 Kromatografi Kertas

Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas

telah dikerjakan dimana proses dikenal sebagai “analisa kapiler”. Kromatografi

kertas menggunakan satu zat padat menyokok fasa tetap yaitu bubuk selulosa,

digunakan kertas kering. Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya

kapiler dan menggerakan komponen-komponen dari campuran pada jarak dalam

arah aliran pelarut (Sastrohamidjojo, 1985).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 8

2.7.3 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran Karena gaya tarik bumi

(grafitasi) atau system bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang

dilengkapi kran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran

pelarut. Ukuran kolom dan banyaknya penyerap yang dipakai ditentukan oleh

bobot campuran yang akan dipisahkan (Gritter, 1991).

2.7.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut juga dengan

HPLC (Hight Performance Liguid Chromatografhy) dikembangkan pada akhir

tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan tehnik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa

tetentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi,

lingkungannya, bioteknologi, polimer, industry makanan.

Kegunaan maupun zwit umum KCKT adalah untuk pemisahan senyawa

organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian

(impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil);

penetuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion: osolasi dan

pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama;

pemisahan senywa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace element), dalam

jumlah banyak dan dalam skala proses industry (Sudjadi, 2007).

2.7.5 Kromatografi Gas

Kromatografi Gas (KG) merupakan fase gerak berupa gas lembam seperti

helium, nitrogen, argon, atau bahkan hydrogen yang bergerak dengan tekanan

melalui pipa yang berisi fase diam (Gritter, 1991).

Universitas Sumatera Utara