chapter ii
DESCRIPTION
cara membuatnyaTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batubara
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit
(http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara).
Potensi batubara di Indonesia cukup besar dan tersebar mulai dari pulau
Sumatera, Kalimantan Jawa,Sulawesi serta Irian. Dalam rangka diversifikasi sumber
energi minyak bumi, pemerintah mencanangkan batubara sebagai salah satu
alternatif. Kendala pemanfaatan batubara adalah terbentuknya limbah berbentuk abu
yang dapat merusak tungku pembakaran (terbentuknya slag) serta jumlah produk
limbah yang dihasilkan.
Batubara secara umum bersifat diamagnetic (tidak bersifat magnet)
mempunyai kerentanan magnetik negative sebesar 10-6 cgs emu dan mineral yang
terkandung didalam batubara bersifat paramagnetic sampai ferromagnetic.
Sedangkan abu merupakan residu hasil pembakaran mineral yang terkandung
didalam batubara. Komposisi mineral tersebut, diklasifikasikan dalam 6 (enam) grup
:lempung, karbonat, sulfide, oksida, klorida dan sulfat. Komposisi kimia abu, pada
umumnya merupakan campuran senyawa silikat dan sulfat (Gurharyanto, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Abu Batubara
Saat ini penggunaan batubara di kalangan industri semakin meningkat, karena
selain harga yang relatif murah juga harga bahan bakar minyak untuk industri
cenderung naik. Penggunaan batubara sebagai sumber energi pengganti BBM, disatu
sisi sangat menguntungkan namun disisi lain menimbulkan masalah, yaitu abu
batubara yang merupakan hasil samping pembakaran batubara. Dari sejumlah
pemakaian batubara akan dihasilkan abu batubara sekitar 2 – 10 % (tergantung jenis
batubaranya, low calory atau hight calory). Sampai saat ini pengelolaan limbah abu
batubara oleh kalangan industri hanya ditimbun dalam areal pabrik saja (ash
disposal).
Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk
partikel halus amorf dan abu tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk
dari perubahan bahan mineral (mineral matter) karena proses pembakaran. Dari
proses pembakaran batubara pada unit penmbangkit uap (boiler) akan terbentuk dua
jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) Komposisi abu
batubara yang dihasilkan terdiri dari 10 - 20 % abu dasar, sedang sisanya sekitar 80 -
90 % berupa abu terbang. Abu terbang ditangkap dengan electric precipitator
sebelum dibuang ke udara melalui cerobong.
Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash)
mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili mikron) 5
– 27 % dengan spesific gravity antara 2,15 – 2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman.
Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 80 % dengan sebagian silika
berbentuk amorf. Sifat-sifat fisik abu batubara antara lain densitasnya 2,23 gr/cm3,
kadar air sekitar 4 % dan komposisi mineral yang dominan adalah α-kuarsa dan
mullite. Selain itu abu batubara mengandung SiO2 = 58,75 %, Al2O3 = 25,82 %,
Fe2O3 = 5,30 % CaO = 4,66 %, alkali = 1,36 %, MgO = 3,30 % dan bahan lainnya =
0,81 % (Misbachul Munir,2008). Beberapa logam berat yang terkandung dalam abu
batubara seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kadmium (Cd), chrom (Cr).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kandungan logam berat pada abu batubara
No Jenis abu batubara Kandungan logam berat (ppm) Cu Pb Zn Cd Cr 1 Abu batubara bukit asam 298 19 391 11 224 2 Abu batubara Ombilin 87 15 153 tt 120
Sumber : Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Departemen ESDM, 2003
2.3. Fly Ash
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus,
berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada intinya fly
ash mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida
(Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu
magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur
trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F
dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium,
silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C
sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM
C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara
atau kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi
persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut
harus dipenuhi.
) dan Karbon.
Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara
anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat
cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash
kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).
Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous
selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing (kemampuan
Universitas Sumatera Utara
untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini
timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) > 20% (Sri
Prabandiyani Retno Wardani,2008)
Karakteristik Fly Ash :
a. Dari segi gradasinya, jumlah prosentase yang lolos dari saringan No. 200 (0,074
mm) berkisar antara 60% sampai 90%.
b. Warna dari fly ash dapat bervariasi dari abu- abu sampai hitam tergantung dari
jumlah kandungan karbonnya, semakin terang semakin rendah kandungan
karbonnya.
c. Fly ash bersifat tahan air (hydrophobic) (Ary setiawan,dkk,2009).
2.4. Pemanfaatan fly ash dan bottom ash
Secara umum ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di
pabrik semen sebagai substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada cement
mill menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping dimanfaatkan di
industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt
(ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi paving block/batako.
Dari suatu penelitian empiric untuk campuran batako, komposisi yang baik adalah
sbb :
− Kapur : 40%
− Fly ash : 10%
− Pasir : 40%
− Semen : 10%
Pabrik semen juga memerlukan fly ash yang digunakan sebagai pengganti
(substitusi) batuan trass yang bersifat pozzolanic untuk pembuatan semen tahan
asam (PPC). Penggunaan fly ash di salah satu pabrik semen berkisar antara 4-6 %
berat raw mill.
Contoh Pemanfaatan Empiris fly ash/bottom ash di Ind. Textile
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Batubara (6300 kkal/kg) yg dibakar = 70 ton
Fly ash = 0.5 ton
Bottom ash = 10 -12 ton
Total ash = 10, 5 -12 ton (15-17% dari total batubara yang dibakar)
Bottom ash dapat digunakan kembali, nilai kalorinya = 3000 kkal/kg
Perbandingan bottom ash dgn batubara asli = 2 : 5
(http://b3.menlh
Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara,
yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah
digunakan sebagai bahan campuran pada beton. Abu terbang sendiri tidak memiliki
kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran
partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi
secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan
menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.
.go.id/3r/article.php?article_id=6).
Saat ini fly ash banyak dipakai untuk campuran beton, mengingat fly ash
mengandung bahan pozzolan yaitu silikat dan aluminat serta sedikit unsur kalsium.
Abu terbang sangat baik digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran mortar
karena bahan penyusun utamanya adalah Silikon dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3)
dan Ferrum Oksida (Fe2O3). Dengan menggunakan abu terbang sebanyak 20%-30%
dari berat semen akan dapat meningkatkan kuat tekan beton. Dengan mengurangi
penggunaan semen berarti dapat menurunkan biaya material beton. Beberapa
kegunaan abu terbang yang lain adalah :
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas
Universitas Sumatera Utara
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben (Sri Mulyasih,2010)
2.5. Batako
Penggunaan bata merah dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding
sudah populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai dengan
saat ini, namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri
yaitu berat per meter kubiknya yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap
besarnya beban mati pada struktur bangunan. Menurut Wijanarko, W. 2008 yang
dikutipnya dari Tjokrodimuljo, 1996. Ada beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mengurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan antara lain
sebagai berikut:
1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen
sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara yang
dapat digunakan adalah dengan menambah bubuk aluminium kedalam
campuran adukan beton.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat, batu apung atau
agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada
beton biasa.
3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau
pasir yang disebut beton non pasir. (Wijanarko.W, 2008).
Batako tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan
pengisinya (filler) adalah agregat (batu kecil atau pasir). Proses penguatan atau
pengerasan pada batako sangat tergantung pada perbandingan (ratio berat) air : sekam
padi, normalnya bervariasi dari 0,8 – 1,2. Batako dikualifikasikan menjadi dua
golongan yaitu batako normal dan batako ringan. Sedangkan untuk batako ringan
adalah batako yang memiliki densitas < 1,8 gr/cm3, begitu juga kekuatan mekaniknya
Universitas Sumatera Utara
biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya (mix
design). Jenis batako ringan terbagi menjadi dua bagian yaitu: batako ringan berpori
( aerated concrete) dan batako ringan non aerated.
Batako yang baik adalah setiap batako permukaannya rata dan saling tegak
lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut PUBI-
(1982) pasal 6 antara lain adalah “permukaan batako harus mulus, berumur minimal
satu bulan, waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm,
lebar ±200 mm, tebal 100 – 200 mm, kadar air 25 – 35% dari berat, dengan kuat
tekan 2 – 7 MPa (PUBI, 1982).
2.6. Semen
Semen adalah bahan-bahan yang memperlihatkan sifat-sifat karakteristik
mengenai pengikatan serta pengerasannya jika dicampur dengan air, sehingga
terbentuk pasta semen. Tujuan dari penggunaan semen adalah mencampurkan butir-
butir batu sedemikian sehingga menjadi massa yang padat. Penggunaannya antara
lain adalah untuk pembuatan beton, adukan untuk beton dan barang-barang lain.
Fungsi semen secara umum adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat
agar terjadi suatu massa yang padat. Kandungan silikat dan aluminat pada semen
merupakan unsur utama pembentuk semen yang mana apabila bereaksi dengan air
akan menjadi media perekat. Media perekat ini kemudian akan memadat dan
membentuk massa yang keras (Tjokrodimuljo, 1996).
Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk
menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang
wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia.
Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen Portland
mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu pada SNI 15-
7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-0302-2004 (Tri
Universitas Sumatera Utara
Mulyono,2005).Standar Nasional Indonesia membagi semen Portland menjadi 5 jenis
(Syarif Hidayat, 2009), yaitu :
1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan-persyaratan khusus.
2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Jenis III, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi
pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, semen Porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi
rendah.
5. Jenis V. Semen Porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi
terhadap sulfat.
Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok (Shinroku Saito, 1985), yaitu :
1. Semen non-hidrolik , tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air akan tetapi
dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal, gypsum.
2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam
air. Contoh : semen Portland, semen Terak, semen alam. Semen yang digunakan
untuk campuran beton ini adalah semen Portland yang merupakan campuran
Silikat Kalsium dan Almunium Kalsium yang dapat berhidrasi bila terdapat air
(semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh reaksi hidrasi kimia yang
melepaskan panas).
Reaksi hidrasi kimia :
Aluminium Kalsium : Ca3Al2O6 + 6H2O → Ca3Al2(OH)
Silikat Kalsium : Ca12
2SiO4 + x H2O → Ca2SiO4 . x H2
Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan
kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang
padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Apabila semen dicampur dengan air
O (Ferdinan L.S and
Andrew.P, 1985).
Universitas Sumatera Utara
dan membentuk suatu adukan yang halus, bahan tersebut lambat laun akan mengeras
sampai menjadi padat. Proses ini dikenal sebagai proses pemadatan dan pengerasan.
Semen dikatakan telah memadat apabila telah mencapai kekakuan yang cukup untuk
memikul suatu tekan tertentu yang diberikan, setelah itu ia akan berproses terus untuk
suatu jangka waktu yang cukup lama hingga mengeras, yaitu untuk mendapatkan
kekuatan yang lebih besar. Air didalam adukan melarutkan material pada permukaan
butir-butir semen dan membentuk suatu koloida yang secara berangsur-angsur
bertambah volume dan kekakuannya.
Proses hidrasi akan terus berlangsung lebih dalam ke dalam butir-butir semen,
dengan kecepatan yang makin lama makin berkurang, sesuai dengan berlangsungnya
proses pengakuan dan pengerasan dari massa tersebut. Supaya terjadi proses hidrasi
secara lengkap pada sejumlah semen, menurut H. Rusch, secara kimiawi diperlukan
jumlah air yang beratnya kurang lebih 25 % dari berat semen tersebut. Proses
kimiawi yang terjadi pada proses pemadatan dan pengerasan akan melepaskan panas,
yang dikenal sebagai panas dari hidrasi.
Batu kapur merupakan elemen utama untuk semua jenis semen. Jenis semen
dengan berbagai mutu diperoleh dengan mengatur komposisi kapur atau dengan
mengatur kapur dengan komponen-komponen lain dari semen.
Dengan membakar bahan mentah yang bersangkutan maka bahan tersebut
akan kehilangan air dan karbon dioksida, bahan baru hasil pembakaran mempunyai
kemampuan untuk menyerap air lagi apabila digiling halus, sehingga setelah itu bila
dicampur dengan air bahan halus tersebut dapat membentuk dirinya kembali menjadi
batu.
Waktu perawatan berlangsung sejak air dibubuhkan pada semen sampai
pengikatan awal dari pasta semen permulaan serta lamanya proses perawatan
bergantung pada jenis semen yang digunakan dan cara pengerjaannya. Selama waktu
perawatan bahan yang bersangkutan tidak boleh dipengaruhi oleh getaran mekanis,
Universitas Sumatera Utara
guncangan atau panas, sebab kekuatannya dapat berkurang sehingga tidak sesuai lagi
dengan persyaratan
Proses pengerasan berlangsung sejak tercapainya pengikatan awal. Lamanya
proses pengerasan serta penambahan kekuatan berlangsung untuk jangka waktu yang
lama. Bahan yang bersangkutan memerlukan perlakuan yang hati-hati dan tidak boleh
dipengaruhi oleh perlakuan-perlakuan kasar dari luar.
2.7. Air
Secara umum air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak
boleh mengandung minyak, asam alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat
merusak beton. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang digunakan
dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam aluminium
(termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat ) tidak boleh mengandung
ionklorida dalam jumlah yang membahayakan ( Mulyono, T., 2005 ).
2.8. Agregat
Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Biasanya,
Agregat berkisar 60 % sampai 80 % total volume beton (Thornton, 1985). Agregat
merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas
yang baik dari pada semen.
Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar
harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Selain itu, tekstur
permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan kuat lekat yang lebih baik bila
berinteraksi dengan pasta semen. Permukaan agregat harus bersih dan bebas dari
lumpur dan tanah liat, serta tidak mengandung bahan yang bersifat organik maupun
non organik yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan beton. Selain itu pasir
Universitas Sumatera Utara
juga berpengaruh terhadap sifat tahan susut dan keretakan pada produk bahan
bangunan campuran semen (Van Vlack, 2004).
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm
(4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,74 mm).
Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang
berdiameter antara 4,80 – 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm
disebut kerikil kasar. (Mulyono T, 2005).
2.9. Sludge
Sludge merupakan padatan hasil pengolahan limbah cair yang berasal dari bak
sedimentasi yang perlu dilakukan penangannya atau tempat penyimpanan. Sludge ini
selain mengandung berbagai jenis mikroorganisme juga mengandung berbagai jenis
senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Lumpur yang
dibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan lebih lanjut berpotensi sebagai sumber
pencemar.
Pemanfaatan lumpur sebagai pupuk tanaman merupakan salah satu alternatif
yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk pengelolaan lingkungan. Limbah sludge
ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman karena mangadung kadar zink yang
tinggi. Pemanfaatan limbah lumpur sebagai pupuk juga harus memperhatikan kondisi
yang mendukung aktivitas mikroorganisme dalam proses melepaskan nutrien yang
dapat dimanfaatkan untuk tanaman, yaitu kondisi lembab dan hangat, serta
kecukupan bahan makanannya. Meski berpotensi sebagai pupuk, namun ”sludge”
mempunyai berbagai sifat yang kurang baik yaitu : tekstur yang halus, unsur hara.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Karakteristik Batako
2.10.1. Sifat Fisis
2.10.1.1. Densitas
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin
tinggi densitas (massa jenis) suatu benda , maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total
volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume
yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih
rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi nilai pada kondisi
standar suhu 40
Perhitungan densitas menggunakan persamaan :
C tekanan 1 atmosfer secara internasional massa jenis air 1 gr/cm3.
ρ = 𝑚𝑉
………………….(2.1)
dimana : ρ = densitas benda (g/cm3)
m = massa benda ( g)
V = volume benda (cm)
2.10.1.2. Penyerapan Air
Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau
rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam
beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan
berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya
kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar
dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian
menguap dan meninggalkan rongga (Bishop dan Smallman, 1991).
Penyerapan air dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Penyerapan air = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
x 100 % ……………(2.2)
2.11. Sifat Mekanik
2.11.1. Kekuatan Tekan (Compressive Strength).
Pemeriksaan kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan
kekuatan tekan mortar dari mortar yang sebenarnya apakah sesuai dengan kuat tekan
yang direncanakan atau tidak.
Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah ASTM C 270-2004 dan
ASTM C 780. Alat yang digunakan pada tes uji tekan mortar adalah Tokyo Testing
Machine Type-20E MGF No. 6079. Pembebanan diberikan sampai benda uji runtuh,
yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai Fmax.
Kuat tekan (compressive strength) batako merupakan perbandingan besarnya
beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang bahan yang
mengalami gaya tersebut.
Secara matematis besarnya kuat tekan suatu bahan (Shinroku Saito,1985):
AFP max
= ……..(2.3)
dimana:
P = Kuat tekan (N/m2)
F = Gaya maksimum (N)
A = Luas permukaan (m2)
Tekanan adalah suatu kuantitas scalar. Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari
tekanan adalah Pascal yang sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newton/meter2.
Universitas Sumatera Utara
2.11.2. Kekuatan Patah (Bending Strength)
Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan
ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal
stress). Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode titik tumpu
(triple point bending), nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM
C.733-79
Persamaan kekuatan patah (Bending Strength) suatu bahan dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
Kekuatan patah = : 3𝑃𝐿2𝑏ℎ2
……(2.4)
Dimana : P = Gaya tekan (kgf)
L = Jarak 2 penumpuan (cm)
b dan h = dimensi sampel (lebar dan tinggi) (cm)
Gambar 2.1. Contoh Benda Uji Bending Strength
(Bishop dan Smallman, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.11.3.Uji Hammer Test
Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton.
Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan diperoleh cukup banyak data
dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang murah.
Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan)
pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan
menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa
tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat
memberikan indikasi kekerasan juga setelah dikalibrasi, dapat memberikan pengujian
ini adalah jenis "Hammer". Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman
material beton pada struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan
menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang
luas dalam waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada
permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu
dekat permukaan.
Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran disekitar
setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan British Standards
(BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25 kali pengukuran untuk setiap
daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2.
Secara umum alat ini bisa digunakan untuk:
- Memeriksa keseragaman kwalitas beton pada struktur.
- Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton. (Mawardi Lubis 2003)
2.12. Pengujian Morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Elektron Mikroskopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan. Morfologi suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop
Universitas Sumatera Utara
elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan atau
morfologi itu secara langsung (Stevens, 2001).
Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi
berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan
balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron. Teknik SEM
pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan
yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20
µm dari permukaan.
Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala
tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari
penagkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron
sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detector yang diteruskan ke monitor. Pada
monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan mofologi spesimen.
Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih
atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik
ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer
mempunyai konduktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor
(bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga
dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas
dan palladium (Rafli, 2008).
Universitas Sumatera Utara