chapter ii

16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit dengan mineral- mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral lainnya. Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia secara umum (Mg,Ca)O.Al 2 O 3 .5SiO 2 .nH 2 O. Nama monmorilonit itu sendiri berasal dari Perancis pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di Monmorilon Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1853 – 1856 (www.dim.esdm.go.id). Bentonit berbeda dari clay lainnya karena hampir seluruhnya (75%) merupakan mineral monmorillonit. Mineral monmorillonit terdiri dari partikel yang sangat kecil sehingga hanya dapat diketahui melalui studi mengunakan XRD (X-Ray Difraction). Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan : a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang rendah. b. Fuller’s earth, merupakan lempung yang secara alami mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas. Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Na-bentonit Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau kream, pada keadaan basah dan Universitas Sumatera Utara

Upload: edywiyono2013

Post on 27-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit

Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit dengan mineral-

mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral lainnya. Montmorillonit

merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia secara umum

(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Nama monmorilonit itu sendiri berasal dari Perancis

pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di Monmorilon

Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1853 – 1856 (www.dim.esdm.go.id).

Bentonit berbeda dari clay lainnya karena hampir seluruhnya (75%)

merupakan mineral monmorillonit. Mineral monmorillonit terdiri dari partikel yang

sangat kecil sehingga hanya dapat diketahui melalui studi mengunakan XRD (X-Ray

Difraction). Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam

bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan :

a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang

rendah.

b. Fuller’s earth, merupakan lempung yang secara alami mempunyai sifat daya

serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas.

Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Na-bentonit

Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila

dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.

Dalam keadaan kering berwarna putih atau kream, pada keadaan basah dan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Suspensi koloidal

mempunyai pH: 8,5-9,8.

2. Ca-bentonit

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, tetapi

secara alami setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik.

Suspensi koloidal mempunyai pH: 4-7. Dalam keadaan kering berwarna abu-

abu, biru, kuning, merah, coklat.

Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi, lampur bor,

sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi koloidal setelah bercampur

dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap.

Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat

dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion,

sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan menadi

peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut

(http://www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit).

2.1.1 Proses Terjadinya Bentonit di Alam

Secara umum, asal mula terjadinya endapan bentonit ada 4, yaitu ;

1. Terjadi karena Proses Pelapukan Batuan

Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi

mineral batuan induk, dan kelarutannya dalam air. Mineral-mineral utama

dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium-feldspar, biotit,

muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Secara

umum, faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim, jenis

batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas bantuan tersebut.

Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga

disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat di dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

air, dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam air

dan batuan.

2. Terjadi karena Proses Hidrotermal di Alam

Proses batuan mempengaruhi alternasi yang sangat lemah, sehingga mineral-

mineral yang kaya akan magnesium, seperti biotit cenderung membentuk

mineral klorit. Kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali

kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya

akan membentuk monmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur

magnesium.

Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam dengan

kandungan klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini

selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa, dan akan tetap bertahan

selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal

dan adanya unsur alakali tanah akan membentuk bentonit.

3. Terjadi karena Proses Transformasi

Proses transformasi (pengabuan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi

gelas akan menjadi mineral lempung yang lebih sempurna, terutama pada

daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung

berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan

dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang terjadi akibat proses

transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang

berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau.

4. Terjadi karena Proses Pengendapan Batuan

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan

sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen

yang bersifat basa, dimana unsur pembentuknya antara lain: kabonat, silika,

fosfat, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur alumunium dan

magnesium (Supeno, M. 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

2.1.2 Struktur Bentonit

Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida

tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral. Pada tetrahedral, 4 atom oksigen

berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan silikon terkadang

disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada oktahedral atom alumunium

berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil yang berlokasi

pada ujung oktahedron. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2

+, Zn2+, Ni2+, Li+ dan

kation lainnya. Subtitusi isomorphous dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+

atau Zn2+ untuk Al3+ pada oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan

clay, hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan interlayer.

Gambar 2.1 Struktur Bentonit (http//:www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit)

Adanya atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur

montmorillonit memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit lapisan.

Akibatnya kisi akan membesar pada arah vertikal. Selain itu karena adanya pergantian

atom Si oleh Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negatif pada permukaan

bentonit. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana bagian

ini dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-ion senyawa

logam.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran yang

halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti tekstur pecah kaca

(concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga abu-abu,

bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau coklat, bila diraba terasa

licin, dan bila dimasukan ke dalam air akan menghisap air. Bentuk fisik dari bentonit

diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Bentuk fisik bentonit

Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557; dan titik

lebur 1330-1430oC. Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat.

2.1.4 Komposisi Bentonit

Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Komposisi Bentonit

Komposisi kimia Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%)

SiO2 61,3-61,4 62,12 Al2O3 19,8 17,33 Fe2O3 3,9 5,30 CaO 0,6 3,68 MgO 1,3 3,30 Na2O 2,2 0,50 K2O 0,4 0,55 H2O 7,2 7,22

(http//:www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

2.1.5 Aktivasi Bentonit

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan diolah

terlebih dahulu. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk aktivasi bentonit, yaitu :

1. Secara Pemanasan

Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300-350oC untuk

memperluas permukaan butiran bentonit.

2. Secara Kontak Asam

Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada

dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan

pengotor-pengotor lainnya pada kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik

bentonit tersebut menjadi aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam

klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching

tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan

asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur mempunyai area

yang lebih luas.

Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom al yang tersisa

masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan empatt atom oksigen

tersisa. Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedralmembuat kisi

kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir

oleh ion hidrogen (Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007).

2.1.6 Aplikasi Bentonit

1. Bentonit sebagai Bahan penyerap (adsorben) atau Bahan Pemucat pada

Industri Minyak Kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang sering

digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak nabati,

minyak bumi, dan lain-lain.

2. Bentonit sebagai Katalis

Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan, yaitu pada

proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral

monmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai

katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi.

3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion

Pemanfaatan bentonit sebagai penukar ion didasarkan pada sifat permukaan

bentonit yang bermuatan negatif, sehingga ion-ion dapat terikat secara

elektrostatik pada permukaan bentonit.

4. Bentonit sebagai lumpur Bor

Penggunaan uatama bentonit adalah pada industri lumpur bor, yaitu sebagai

lumpur terpilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi serta panas bumi.

Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu perlakuan

untuk mengubah Ca-bentonit menjadi Na-bentonit dengan penambahan bahan

alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah Natrium karbonat dan

natrium hidroksida.

5. Bentonit untuk pembuatan Tambahan Makanan Ternak

Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak, bentonit

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Kandungan bentonit < 30 %

• Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh

• Memiliki daya serap > 60 %

• Memiliki kandungan mineral monmorilonit sebesar 70 %

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

6. Bentonit untuk Industri kosmetik

Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

• Mengandung mineral magnesium silikat (Ca-bentonit)

• Mempunyai pH netral

• Kandungan air dalam bentonit adalah < 5 %

• Ukuran buturin adalah 325 mesh

(Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007)

2.2. Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan

yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya

yang bekerja pada permukaan tersebut.

Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk

memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung

bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang akan dipisahkan tentu saja harus

dapat diadsorpsi. Sebaliknya, untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih

besar lebih disukai proses pemisahan yang lain, karena mahalnya regenerasi adsorben.

2.2.1 Jenis Adsorpsi

Jenis Adsorpsi ada dua macam :

1. Adsorpsi fisik

- Panas adsorpsi kurang dari 40 KJ/mol

- Adsorpsi berlangsung pada suhu rendah

- Kesetimbangan adsorsi reversible dan cepat

- Tidak ada energi aktivasi yang terlibat dalam proses ini

- Terjadi lapisan/adsorpsi multi lapis

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

2. Adsorpsi kimia

- Panas adsorpsi lebih besar dari ± 80 KJ/mol

- Adsorpsi berlangsung pada temperatur tinggi

- Kesetimbangan adsorpsi irreversible

- Energi aktivasi mungkin terlibat di dalam proses ini

- Terjadi adsorpsi monolapisan

(Gordon, M. Barrow, 1979)

2.2.2 Adsorben

Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar.

Permukaan yang sangat luas ini terbenuk karena banyaknya pori yang halus pada

padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam orde 200 – 1000 m2/g adsorben.

Diameter pori sebesar 0,0003 – 0,02 µm.

Di samping luas spesifik dan diameter pori, kerapatan, distribusi ukuran

partikel maupun kekerasannya merupakan data karakteristik yang penting dari suatu

adsorben. Tergantung pada tujuan penggunaannya, adsorben dapat berupa granulat

(dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorpsi

campuran cair) (G. Bernasconi, 1995).

2.3 Logam

Logam menurut pengertian awam adalah barang yang padat dan berat yang biasanya

selalu digunakan oleh orang untuk alat-alat dapur atau untuk perhiasan, yaitu besi,

baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang penting dan sangat kecil

serta berperan dalam proses biologis makhluk hidup misalnya selenium, kobalt,

mangan dan lain-lainya.

Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup.

Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu

sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Di samping hal

tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup.

Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan

nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam proses

fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan

organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangakan logam non esensial adalah logam

yang perananya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam

jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak organ-

organ tubuh makhluk yang bersangkutan (Vogel, A.I, 1994).

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali dalam air secara

alamiah, yaitu kurang dari 1 µg/L. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam

tersebut dapat meningkat. Dalam mempelajari konsentrasi dalam lingkungan perairan,

terlebih dahulu perlu diketahui tujuan dan pengetahuan mengenai spesiasi logam.

Idealnya penelitian tersebut harus terlebih dahulu mengetahui alur pergerakan logam

yang diteliti, hubungan interaksi masing-masing logam terhadap logam lain, model

distribusi logam dalam jaringan biota air, dan akumulasinya dalam setiap jaringan

(Darmono, 2001).

2.4 Kadmium (Cd)

Kadmium adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Kadium terutama terdapat

dalam kerak bumi bersama dengan seng. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan

pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng, timah, dan kobalt

serta kuprum. Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri,

antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng dan timbal

(Widowati,W.2008).

2.4.1 Efek Toksik Kadmium

Kadmium belum diketahui fungsinya secara biologis. Bagi manusia kadmium

sebenarnya merupakan logam asing. Tubuh sama sekali tidak membutuhkannya dalam

proses metabolisme. Oleh karenanya kadmium dapat diabsorbsi tubuh dalam jumlah

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

yang tidak terbatas, karena tidak adanya mekanisme tubuh yang dapat membatasinya.

Apabila kadmium masuk kedalam tubuh, maka sebagian besar akan terkumpul

didalam ginjal, hati dan ada sebagian yang keluar lewat saluran pencernaan.

Keracunan akut akan menyebabkan penyakit ginjal, penderita mengalami

pelunakan seluruh kerangka, dan kematian biasanya disebabkan gagal ginjal. Selain

itu didapat, bahwa masyarakat yang kekurangan gizi lebih peka terhadap Cd daripada

yang normal (Slamet, 1994).

2.5 Tembaga (Cu)

Tembaga adalah logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur

pada suhu 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif, (+0,34 V untuk

pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun

dengan adanya oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M)

dengan mudah melarutkan tembaga.

2.5.1 Efek Toksik Tembaga

Unsur Cu bisa ditemukan pada berbagai jenis makanan, air dan udara sehingga

manusia bisa terpapar Cu melalui jalur makanan, minuman, dan saat bernafas. Cu

merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil. Apabila jumlah Cu telah

melampaui batas aman, akan muncul toksisitas. Manusia biasanya terpapar Cu dari

tanah, debu, makanan, serta minuman yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor

pada penambangan Cu atau industri yang menghasikan limbah Cu. Kira-kira 75-99%

total in take Cu berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bisa terpapar

Cu yang antara lain berasal dari peralatan dapur ataupun koin.

Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setalah

beberapa tahun. Logam berat bersifat akumulatif di dalam tubuh organisme dan

konsentrasi mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam rantai makanan.

Biomagnifikasi berhubungan langsung dengan manusia yang menempati posisi top

level dalam rantai makanan karena konsentrasi logam berat yang dikandung dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

makanan manusia telah mengalami peningkatan mulai dari komponen tingkat dasar

(produsen). Keracunan kronis Cu dapat mengurangi umur, menimbulkan berbagai

masalah reproduksi dan menurunkan fertilitas (Widowati, 2008).

2.6 Toksisitas Logam Berat

Toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, tetapi yang

terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksikasi dan

ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam memiliki sifat karsinogenik (pembentuk

kanker), ataupun teratogenik (salah bentuk organ). Daya toksisitas ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu kadar logam yang termakan, lamanya mengkonsumsi,

umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan makanan tertentu, kondisi fisik, dan

kemampuan jaringan tubuh untuk mengakumulasi logam. Beberapa logam toksik

dapat menyerang saraf sehingga dapat menyebabkan kelainan tingkah laku.

Toksisitas logam pada manusia kebanyakan terjadi karena logam berat

nonesensial saja, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya keracunan logam

esensial yang melebihi dosis. Toksisitas logam esensial kadang-kadang dijumpai pada

orang, tetapi hanya terbatas pada logam tertentu saja, misalnya, Cu, Zn, dan Se

(Darmono, 1994)

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu

unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang

gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan dasar. perpanjangan

SSA ke unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran

cahaya. Telah lama ahli kimia mengunakan pancaran radiasi oleh atom yang

dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisis. Suatu nyala yang lain,

kebanyakan atom berada dalam keadaan tereksitasi. Fraksi atom – atom yang

tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan

untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel yang sangat

beraneka ragam ( Walsh, 1955).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

2.7.1 Prinsip Dan Dasar Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom-atom pada suatu unsur

dapat mengabsorpsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyak energi

sinar yang diabsorpsi berbanding lurus dengan jumlah atom-atom unsur yang

mengabsorpsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif

dan neutron berupa partikel netral, di mana inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron

bermuatan negatif pada tingkat energi yang berbeda-beda. Jika energi diabsorpsi oleh

atom, maka elektron yang berada di kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan

bergerak dari keadaan dasar atau tingkat energi yang terendah (ground state) ke

keadaan tereksitasi dengan tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Jumlah

energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat energi tertentu

dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut. Pada waktu kembali

ke keadaan dasar, elektron melepaskan energi sebagai energi panas ataupun energi

sinar (Clark, D.V, 1979).

2.7.2 Instrumentasi

Komponen penting yang membentuk spektrofotometer serapan atom diperlihatkan

pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Instrumentasi SSA

(Day, R. A. Jr. dan Underwood A.L. 1988)

Tabung katoda cekung

Pemotong berputar Nyala

M onokrom ator D etektorPenguat arus searah Pencatat

Sum ber tenaga

B ahan bakar C ontoh O ksigen

M otor

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini

terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda.

Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon

atau argon) dengan tekanan rendah. Neon biasanya lebih disukai karena

memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah.

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam

keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk

mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa

nyala.

a. Nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal

mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk kedalam nyala terlalu besar,

dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu

teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat

dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam tabung grafit,

kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara

melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan

dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, A. 2007).

3. Monokromator

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

Monokromator memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas dari

radiasi energi yang mencapai detektor. Pada hakekatnya mungkin saja dapat

dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan dengan suatu daerah

yang spesifik, yang mana spectrum transmisi yang tidak sesuai akan ditolak.

Idealnya monokromator harus mampu memisahkan garis resonansi. Karena

ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit

(Haswell,S.J. 1991).

4. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga

tidak memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari eksitasi termal

(Khopkar,S.M. 2003).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatat hasil.

2.7.3 Nyala Pembakar

Untuk spektroskopi nyala suatu persyaratan penting adalah bahwa nyalayang dipakai

hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 2000 K.

Tabel 2.2 Temperatur nyala dengan berbagai bahan bakar

Gas pembakar Temperatur (T/K)

Udara Dinitrogen oksida

Asetilena 2400 3200

Hidrogen 2300 2900

Propana 2200 3000

Gas kota 2100 -

Sejauh susunan nyala itu dipentingkan, dapatlah dicatat bahwa suatu campuran

asetilena-udara sesuai untuk penetapan sekitar tiga puluh logam, tetapi suatu nyala

propilena-udara haruslah dipilih untuk logam yang mudah diubah menjadi keadaan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

uap atom. Untuk logam seperti alumunium dan titanium yang membentuk oksida

tahan api, temperatur nyala asetilena-nitrogen oksida yang lebih tinggi itu mutlak

perlu dan nyata kepekaan bertambah bila nyala kaya akan asetilena (Vogel, A.I,

1994).

2.7.4 Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai

dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor

matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekuler yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan

cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya

ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi

oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan

ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu

dengan jalan:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai

gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan

temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat

akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya,

penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam,

yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi.

(Mulja, M. 1995)

Universitas Sumatera Utara