chapter ii

32
BAB II PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere 25 yang berarti kepercayaan. Sehingga dasar dari kredit adalah kepercayaan atau keyakinan dari kreditur dalam hal ini adalah lembaga keuangan atau bank yang membiayai, bahwa pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Perkataan kredit tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW tetapi diatur oleh undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 butir 11, pengertian kredit disebutkan sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak yang meminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 26 25 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 19. 26 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pokok Perbankan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, LN, No. 182. TLN No. 3790, Pasal 1 butir 11 . Universitas Sumatera Utara

Upload: kangbahar

Post on 21-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

BAB II

PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA

PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN

A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

1. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu �Credere�25 yang berarti

kepercayaan. Sehingga dasar dari kredit adalah kepercayaan atau keyakinan dari

kreditur dalam hal ini adalah lembaga keuangan atau bank yang membiayai, bahwa

pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah

diperjanjikan. Perkataan kredit tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata atau BW tetapi diatur oleh undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang

Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 butir 11, pengertian kredit

disebutkan sebagai berikut:

�Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak yang meminjam yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga�.26

25 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 19. 26 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pokok Perbankan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, LN, No. 182. TLN No. 3790, Pasal 1 butir 11.

Universitas Sumatera Utara

Dari pengertian Pasal 1 butir 11 tersebut diatas dapat diketahui bahwa kredit

itu merupakan perjanjian meminjam uang antara bank sebagai lembaga keuangan dan

bertidak sebagai kreditur dengan nasabah atau debitur. Dalam perjanjian ini bank

sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya, bahwa dalam jangka waktu

yang disepakatinya akan dikembalikan atau dibayar lunas.

Menurut Mgs. Edy Putra Tje�Aman, 27 tenggang waktu antara pemberian dan

penerimaan kembali prestasi ini merupakan suatu hal yang abstrak, yang sukar diraba,

karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalin dalam

beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.

Sementara menurut kamus ekonomi, kredit berarti sebuah perjanjian

pembayaran di kemudian hari berupa uang, barang atau jasa-jasa, untuk uang barang

atau jasa-jasa yang diterima pada masa sekarang.28

2. Jenis-Jenis Kredit

Kredit Dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Sifat Penggunaan Kredit

2. Keperluan Kredit

3. Jangka Waktu Kredit

4. Cara Pemakaian Kredit

5. Jaminan Kredit29

27 Mgs. Edy Putra Tje�Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta:

Liberty, 1989), hal. 10. 28 Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 148.

Universitas Sumatera Utara

Kredit menurut sifat penggunaannya, kredit dipergunakan untuk:

a. Kredit Konsumtif

Yaitu kredit yang ditujuksn untuk keperluan konsumsi (kebutuhan hidup)

debiturnya.

b. Kredit Produktif

Yaitu kredit yang ditujukan untuk kegiatan usaha debitur, baik untuk

meningkatkan produksi maupun peningkatan likuiditas dan kondisi keuangan

debitur. Kredit inilah yang paling sering diadakan oleh bank, karena selain

mempunyai tingkta resiko pengembalian yang lebih kecil dibanding dengan

kredit konsumtif, juga kredit produktif dapat menigkatkan taraf hidup dan

perkembangan perekonomian nasional.

Kredit menurut keperluannya, menurut keperluannya, kredit dapat dibedakan atas:

a. Kredit Investasi

Yaitu kredit yang diberikan kepada debitur untuk melakukan investasi,

misalnya penambahan modal dan sebagainya maupun untuk ekspansi

perusahaan.

b. Kredit Eksploitasi

Yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan menutup biaya-biaya eksploitasi

perusahaan secara luas, baik untuk pembelian bahan baku, bahan penolong

mapun biaya produksi lainnya.

29 Mgs. Edy Putra Tje�Aman, op.cit, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

c. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan ini pergunakan untuk keperluan perdagangan pada

umumnya.

Kredit menurut cara pemakaiannya:

a. Kredit dengan uang muka (persekot), yaitu kredit yang diberikan sekaligus

kepada debitur. Pemberian kredit tidak dilakukan secara bertahap.

b. Kredit rekening koran, yaitu kredit yang diberikan menurut besarnya

kebutuhan hidup debitur pada waktu-waktu tertentu, akan tetapi maksimum

kredit yang boleh dipergunakan oleh debitur adalah tertentu jumlahnya (tidak

boleh melewati batas kredit).

Kredit menurut jaminannya

a. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak adanya

jaminan dari debitur. Maksudnya debitur dalam hal ini tidak memberikan

jaminan (misalnya: jaminan kebendaan, jaminan piutang, jaminan perorangan

dan lain-lain). Akan tetapi pemberian kredit tanpa jaminan tidak berarti tidak

ada jaminan sama sekali, melainkan jaminan yang berbentuk bonafiditas dan

prospek usaha nasabah tetap diperhatikan dan ditekankan dengan sungguh-

sunguh dalam pertimbangan kreditnya. Jaminan perkreditan dalam

perkembangannya belakangan ini tidaklah merupakan faktor mutlak lagi

dalam pemberian kredit. Hal ini dipertegas oleh R. Jiptoadinugroho yang

menyatakan: "Last but not least suatu pikiran yang menyatakan bahwa

pinjaman harus diukur dari besanya jaminan adalah tidak dapat dibenarkan

Universitas Sumatera Utara

dilihat dari segi falsafah perkreditan. Seharusnya urutan pertanyaan yang tepat

adalah berupa kebutuhan dan berapa kesanggupan peminta kredit untuk

memberikan jaminan dan tidak sebaliknya�.30 Jaminan sebenarnya ditujukan

bagi perlindungan kepentingan kreditur semata-mata dalam pengembalian

pinjaman dan untuk membatasi pemberian pinjaman yang terlalu besar.

b. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan di mana debitur

memberikan jaminan atas perluasan kreditnya.

3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur dalam rangka memelihara kesinambungan

pembangunan tersebut, para pelakunya baik pemerintah maupun masyarakat sebagai

orang-perseorangan dan badan hukum, sangat memerlukan dana dalam jumlah yang

besar. Hal ini berakibat meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga

keperluan akan ketersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan

perkreditan. Mengingat pentingnya dana perkreditan tersebut dalam proses

pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain

yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat

30 R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan

Penuntun, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994), hal. 46.

Universitas Sumatera Utara

dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang

berkepentingan.31

Sandang, pangan dan papan sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok

dalam kehidupan sehari-hari. Sandang dan pangan merupakan suatu kebutuhan

yang selalu berulang dibutuhkan dalam jangka panjang, namun dapat diperoleh dalam

waktu yang relatif singkat serta mudah diperoleh setiap saat. Sedangkan untuk

pemenuhan kebutuhan akan papan masih dirasakan berat oleh sebagian besar

masyarakat. Secara umum, ada 2 (dua) pola dalam upaya pemenuhan akan kebutuhan

perurnahan, yakni dalam bentuk kredit kepemilikan rumah atau melalui sewa.

Pada saat sekarang ini, banyak sekali para pengembang (penjual)

mendirikan bangunan perumahan segala jenis tipe untuk ditawarkan kepada

masyarakat. namun yang menjadi persoalan adalah tidak semua masyarakat

sanggup untuk membeli rumah secara kontan. Hal itu dikarenakan keterbatasan

keuangan sebagai penyebab utamanya. Oleh karena itu, diadakanlah fasilitas

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai alternatif menarik untuk memiliki rumah

bagi mereka yang tidak memiliki dana tunai.

Sampai sekarang, kredit perumahan masih tetap dibutuhkan. Negara AS yang

notabene adalah negara kaya dan makmur sekalipun juga tetap

membutuhkan kredit perumahan, apalagi dengan masyarakat Indonesia yang daya

belinya lebih rendah.Hal itu mengindikasikan secara jelas bahwa yang

31 Sri Turatmiyah, Studi SKMHT dalam Perjanjian KPR-BTN, telah dipresentasikan dalam

seminar terbatas di Bagian Perdata Fakultas Hukum UGM tanggal 2 September 2004.

Universitas Sumatera Utara

namanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap harus dimiliki oleh sektor

properti. Tanpa adanya KPR, konsumen Indonesia akan sangat sulit membeli.

Dalam industri properti nasional Indonesia, KPR memang mutlak harus ada,

karena konsumen Indonesia sebagian besar masih mengandalkan KPR. Bahkan

negara maju sekalipun, masyarakatnya tetap menggunakan kredit dalam

pendanaan perumahannya.

KPR masih sangat dibutuhkan, karena hanya sedikit yang mampu membeli

secara cash. Mayoritas masyarakat masih menggunakan fasilitas kredit untuk

membeli rumah. Sebanyak 74,7% konsumen memanfaatkan fasilitas KPR untuk

membeli properti. Tingginya kebutuhan rumah tinggal merupakan salah satu

pemicu meningkatnya permintaan kredit yang satu ini.

KPR merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk masyarakat, dan

demand untuk KPR sendiri juga masih tinggi. KPR (Kredit Kepemilikan Rumah)

adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah. Walaupun penggunaannya

mirip, tetapi KPR berbeda dengan kredit konstruksi dan renovasi. Agunan yang

diperlukan untuk KPR adalah rumah yang akan dibeli itu sendiri. tetapi untuk hal KPR

sekalipun, pihak bank tentunya sesuai dengan praktek perbankan yang lazim, tetap

akan mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum mencairkan kredit

dimaksud.

Tujuan kredit pada umumnya adalah didasarkan kepada usaha untuk

memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan

yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Universitas Sumatera Utara

Keuntungan itu terjelma dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank selaku kreditur

baik bunga kredit ataupun tunggakan sementara bagi konsumen khususnya untuk

konsumen yang memerlukan rumah atau tempat tinggal dengan adanya Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) sudah membantu mengatasi masalah pembiayaan/dana

dalam pembelian rumah karena dengan adanya perjanjian kredit antara konsumen

dengan bank, secara tidak langsung konsumen tersebut membeli tunai kepada pihak

developer di mana pihak developer akan memperoleh pembayaran sesuai dengan

harga yang telah disepakai sebelumnya dan konsumen tersebut langsung dapat

menikmati rumah sendiri karena setelah selesainya akad kredit dapat langsung serah

terima dari pihak developer.

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian adalah terjemahan dari kons overenkomst, yang dari segi bahasa

dapat pula diterjemahkan dengan persetujuan. Subekti mengartikannya sebagai

perbuatan hukum, sebagaimana terlihat dari terjemahan yang dilakukannya terhadap

isi Pasal 1313 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut:

�Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih�.32

32 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, terjemahan dari Burgelijk Wetboek,

(Jakarta: Pradnya Paramita, 1976) Pasal 1313.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian yang sama diberikan beliau dalam bukunya Hukum Perjanjian,

yang diartikan sebagai peristiwa hukum sebagaimana terdapat dalam rumusan yang

beliau kemukakan sebagai berikut:

Supaya perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh para pihak yang

membuatnya, menyangkut para pihak yang bersangkutan maka perjanjian itu harus

dibuat secara sah. Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320

KUH Perdata yaitu:

a. Kata Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan

kehendak kedua belah pihak, saling menerima satu dengan lainnya. Dengan

adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan telah lahir dan sejak saat

itu perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Prinsip Pasal

1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kekuatan mengikat setelah

tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali secara sepihak. Atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan

oleh Undang-Undang.33

b. Kecakapan

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Pada

prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa yang tidak cakap

33 Ibid., Pasal 1338 ayat (3).

Universitas Sumatera Utara

membuat perjanjian. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa.

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian-perjanjian tertentu.34

Ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan

orang-orang yang belum dewasa, yaitu:

1. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, yaitu tentang

Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah sesorang yang belum

mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.35

2. Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyebutkan bahwa �untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum

mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tuanya.36

Dari kedua ketentuan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa orang yang berumur

21 tahun keatas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang

bersangkutan pernah kawin.

c. Hal Tertentu

34 R. Subekti, op.cit, Pasal 1330. 35 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 3 Tahun

1979, LN No. 4 Tahun 1979, Pasal 1 butir 2. 36 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, LN

No. 1 Tahun 1974, Pasal 6 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara

Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek perjanjian

maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut

tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya

kemudian.37 Ketentuan terebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa

yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik, suatu

perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi

hukum, perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).38

d. Sebab yang Halal

Tujuan dari perjanjian adalah merupakan sebab dari adanya perjanjian, dan sebab

yang disyaratkan undang-undang harus halal. Dalam Pasal 1335 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, didalamnya merinci adanya perjanjian tanpa sebab,

perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Sehingga semua perjanjian

yang tidak memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi

hukum.

5. Asas- Asas Hukum Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan terdapat beberapa asas

dalam hukum perjanjian, antara lain:

37 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1333. 38 Gatot Supramono, Perbankan Dan Permasalahanya, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 57-

58.

Universitas Sumatera Utara

1. Asas Terbuka

Asas Terbuka disebut juga asas kebebasan berkontrak. Asas ini terdapat dalam

pasal 1338 KUH Perdata ayat 1 yang berbunyi:

�Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang memuatnya�.

2. Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas mempunyai arti penting yaitu untuk melahirkan perjanjian

adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian

tersebut dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang timbul karenanya) sudah

dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus atau kesepakatan. Asas ini

ditemukan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

3. Asas Kepercayaan

Kepercayaan merupakan salah satu dasar dalam suatu perjanjian sebelum para

pihak membuat perjanjian sehingga menciptakan hubungan hukum yang dilandasi

itikad baik. Gunanya untuk melindungi para pihak dalam suatu perjanjian dari

gangguan pihak ketiga yang tidak terikat dalam perjanjian.

4. Asas Kekuatan mengikat

Perjanjian yang dibuat sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuat

seperti Undang-Undang. Terikatnya para pihak tidak terbatas pada apa yang

diperjanjikan tapi juga beberapa unsur lainsepanjang dikehendaki oleh kebiasaan

dan keputusan secara moral. Tujuan asas ini untuk mendapatkan perlindungan dan

Universitas Sumatera Utara

kepastian hukum bahwa para pihak tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena

perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya.

5. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan

warna kulit, bangsa, kekayaan dan jabatan.

6. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian

itu. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan

dapat menuntut pelunsan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur

memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian merupakan suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum.

Kepastian ini terungkap dari persetujuan itu tidak dapat ditarik kembalikecuali

atas persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan

oleh Undang-Undang. Asas ini bersumber pada Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata.

8. Asas Moral

Asas ini memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan

perbuatan hukum berdasarkan "moral" sebagai panggilan hati nurani.

9. Asas Kepatutan

Asas ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan

ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Asas Kekuatan mengikat.

Universitas Sumatera Utara

6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah

Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh

bank kepada konsumen khususnya dalam jual beli rumah. Pelayanan kredit ini

diberikan hampir semua bank yang mempunyai fasilitas Kredit Pemilikan Rumah

baik bank-bank swasta ataupun bank Pemerintah. Khusus untuk bank pemerintah

ditangani Bank Tabungan Negara (BTN) dimana Bank Tabungan Negara pada saat

ini memberikan suku bunga yang berbeda khususnya untuk rumah-rumah sangat

sederhana yang suku bunganya disubsidi oleh Pemerintah hanya pada developer-

developer tertentu yang dapat diberikan fasilitas ini yaitu untuk pengembang yang

menyediakan rumah sederhana untuk masyarakat menengah kebawah.

Pada saat ini konsumen diberikan banyak pilihan untuk mengajukan

permohonan Kredit Pemilikan Rumah, karena hampir semua bank swasta (Bank

Lippo, Bank Central Asia/BCA, OCBC NISP, BII, Danamon, CIMB Niaga, Bank

Mega), menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah, hanya berbeda dalam hal

suku bunga yang diberikan antara masing-masing bank, yaitu antara 14% PA

(Pertahun Anuitas) sampai dengan 17% PA, dan hal ini merupakan subsidi tersendiri

dari pihak bank yang bersangkutan untuk menarik konsumen, besarnya suku bunga

tersebut berlaku hanya pada 1 (satu) tahun pertama kredit berjalan, sementara pada

beberapa bank menentukan jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dengan

ketentuan suku bunga tersendiri yang telah disepakati kedua belah pihak (debitur dan

kreditur), sementara untuk tahun berikutnya atau tahun kedua mengikuti kebijakan

Universitas Sumatera Utara

suku bunga dari Bank Indonesia.39 Sementara untuk bank Pemerintah dalam hal ini

Bank Tabungan Negara (BTN) suku bunga 14%. Untuk jangka waktu sampai dengan

15 (lima belas) tahun masa kredit dengan suku bunga 16% PA.40

Adapun prosedur Kredit Pemilikan Rumah yang diajukan kepada bank oleh

pemohon baik itu bank-bank Swasta ataupun bank pemerintah memiliki tahapan-

tahapan yang hampir sama dalam menentukan pemberian kreditnya kepada calon

debitur, tahapan-tahapan tersebut meliputi:

a. Tahap Permohonan Kredit

Permohonan kredit diajukan oleh calon debitur (orang perseorangan, atau

Badan Hukum Perdata) secara tertulis, yaitu dengan mengisi formulir aplikasi yang

telah disediakan oleh bank yang bersangkutan yang isinya: identitas calon debitur,

pekerjaan/bidang usaha calon debitur, jumlah kredit yang dimohonkan, tujuan

pemakaian kredit dan agunan yang diberikan guna jaminan pelunasan kreditnya.

Dalam permohonan itu wajib dilampirkan surat-surat pendukung, seperti:

I. Persyaratan Umum

1. Debitur atas nama perseorangan

2. Warga Negara Indonesia.

3. Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah pada saat pengajuan kredit, dan

maksimal 60 tahun pada saat kredit berakhir.

4. Penghasilan minimal 2-3 kali angsuran.

39 Hasil Wawancara dengan Bapak Ternamentha Sitepu, Asisten Manager Bank Tabungan

Negara Cabang Medan Tanggal 08 Maret 2009. 40 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

5. Pengalaman kerja/usaha minimal 2 tahun.

6. Jaminan berupa sertifikat SHGB/SHM.

7. Jaminan harus marketable dan dokumen jaminan lengkap (Sertifikat, AJB,

IMB, PBB tahun terakhir, denah bangunan dan advis planning) atau surat

pemesanan dari developer.

8. Uang muka minimal 20% dari nilai transaksi.

9. Jangka waktu kredit maksimal 20 tahun.

10. Saat berakhirnya kredit paling lambat 1 tahun sebelum sertifikat berakhir.

II. Dokumen Untuk Karyawan

1. Kartu Tanda Penduduk Suami/Istri/Pejamin yang masih berlaku.

2. Kartu Keluarga.

3. Akte Nikah/Cerai.

4. SKBRI, ganti nama dan Akte Kelahiran.

5. Asli Surat Referensi Kerja dan SPT PPH Pasal 21.

6. Rekening Koran/Tabungan, minimal 3 bulan terakhir.

7. Pasphoto 3 x 4 sebanyak 2 lembar.

III. Dokumen untuk Pengusaha

1. Akte Pendirian Perusahaan serta perubahannya.

2. Neraca rugi dan laba perusahaan (bila ada).

3. SIUP, NPWP, TDP.

4. Proporma pengurus perusahaan, dan

5. Curriculum Vitae.

Universitas Sumatera Utara

IV. Dokumen Untuk Profesional

Izin praktek + SK Pengangkatan

Syarat-syarat diatas merupakan persyaratan umum yang dibuat oleh BTN

dalam mengajukan permohonan KPR, selanjutnya pihak bank melanjutkan dengan

penilaian atas beberapa tahap yaitu:

b. Tahap Analisa Kredit

Setelah pihak bank menerima surat permohonan kredit atau daftra isian yang

merupakan bahan pertimbangan bagi bank untuk menerima atau menolak

permohonan kredit tersebut, yaitu pihak bank melakukan penilaian yang seksama

terhadap hal-hak pada point pertama yang pada umumnya dikenal dengan formulasi

5 C (The five C�S Credit of credit analysis)41:

1. Character (Watak)

Aspek ini berhubungan dengan watak, karakter, keperibadian, moral dan

kejujuran dari calon nasabah. Nasabah yang tidak beritikad baik, yang dapat

dilihat pada waktu pengajuan permohonan kredit, misalnya pemberian data palsu

2. Capacity (Kemampuan)

Adalah kemampuan calon nasabah dalam mengembangkan dan mengendalikan

usaha serta kesanggupannya dalam menggunakan fasilitas kredit yang diberikan.

Kemampuan nasabah dapat dilihat dari pengetahuan dan penguasaan debitur

terhadap usahanya, pengalaman dan rencana dimasa mendatang.

41 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2001), hal. 246.

Universitas Sumatera Utara

3. Capital (Modal)

Adalah besarnya modal usaha dari calon nasabah yang telah tersedia atau

tertanam dalam usahanya sebelum mendapatkan fasilitas kredit. Keadaan, struktur

permodalan turut menentukan kelangsungan hidup usaha calon nasabah.

4. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)

Adalah kondisi perekonomian secara keseluruhan. Jika kondisi perekonomian

berada dalam keadaan resesi secara nasional, maka perkembangan dunia usaha

dalam perekonomian resesi ini tentulah tidak dapat berkembang pesat sehingga

kemungkinan menghadapi masalah akan lebih besar di masa yang akan datang.

5. Collateral (Agunan)

Adalah jaminan yang diberikan oleh calon nasabah. Jaminan ini dapat berupa

benda tetap atau benda tidak tetap (benda bergerak), yang secara yuridis dapat

diikat dengan hak tanggungan dan secara ekonomi mempunyai nilai yang lebih

tinggi dibandingkan dengan jumlah kreditnya, serta diharapkan tidak akan

menghadapi masalah bila diuangkan dalam hal debitur (calon nasabah)

wanprestasi.

Apabila semua keterangan secara umum datanya telah lengkap, maka langkah

selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan melakukan penilaian data tersebut

dan melakukan penilaian secara umum atau terhadap jaminan atau agunan dengan

melakukan appraisal oleh pihak bank atau perusahaan penilai yang telah bekerja sama

dengan pihak bank tersebut, yang kemudian dilakukan pemeriksaan langsung

dilapangan (Inspection on the spot) baik terhadap calon debitur itu sendiri juga

Universitas Sumatera Utara

terhadap agunan atau proyek perumahan yang dibeli oleh calon debitur yang akan

dibiayai oleh kredit. Analisa yang dilakukan adalah analisa yuridis dan analisa

ekonomis. Dalam tahap analisa ini disamping pemeriksaan langsung dilapangan juga

diadakan interview langsung dari pihak bank dalam hal ini bagian kredit dengan

calon nasabah yang mengajukan permohonan kredit.

c. Tahap Persetujuan

Setelah semua acara interview, analisa dokumen dan pemeriksaan dapat

diselesaikan dan dianggap layak dengan pihak bank, maka langkah berikutnya adalah

melaksanakan pemberian kredit serta pengaturan administrasinya, maka pihak bank

mengeluarkan Surat Keputusan Kredit (SPK) yang berisi nomor Surat Pemohon

Kredit. Batas maksimum kredit yang disetujui oleh bank atau plafon kredit, jangka

waktu kredit, keperluan kredit, bunga/profisi, cara penarikan dan pelunasan, akte jual

beli dan balik nama. Surat Keputusan Kredit ini ditanda tangani oleh phak bank yang

berwenang dalam hal ini adalah kelompok pemutus kredit, dan diserahkan kepada

calon debitur. Jika debitur menyetujui dan melanjutkan kredit, maka calon debitur

dapat menandatangani surat persetujuan kredit itu sebagai surat persetujuannya,

sehingga pihak bank hanya tinggal menentukan jadwal untuk penanda tanganan akad

kredit dan pengikatan dengan bank, akan tetapi apabila analisa dianggap tidak layak

oleh bank maka permohonan kredit tersebut akan ditolak.

d. Tahap Penandatanganan Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit atau biasanya disebut akad kredit di mana di dalamnya

dicantumkan segala hak dan kewajiban masing-masing pihak juga berisi syarat-syarat

Universitas Sumatera Utara

atau klausul-klausul yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak dan kemudian

ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

e. Tahap Pengikatan Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit pihak bank tidak mau menanggung resiko hilangnya

pinjaman yang diberikan tanpa ada jaminan, sehingga biasanya diberikan tanggungan

sesuai dengan agunan yang telah disepakati untuk diserahkan kepada bank, guna

untuk menjamin pengembalian kreditnya.

f. Tahap Pencairan Dana/Kredit

Setelah semua proses diselesaikan maka pihak bank akan mencairkan dana

sebesar nilai yang dipinjamkan atau plafon kredit kepada pihak pengembang atau

developer atau dengan mentransfer atau pemindahan rekening kepada pihak

pengembang atau orang perseorangan.

B. Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah

1. Pengertian Pengalihan Hak /Oper Kredit

Pengalihan hak/oper kredit adalah merupakan tindakan aktif dari debitur

dalam hal ini debitur yang memiliki hak Kredit Pemilikan Rumah umtuk

mengalihkan hak kreditnya. Tindakan aktif ini dapat berupa menjual kembali dengan

pengalihan kewajiban dari (delegasi) yaitu merupakan kebalikan dari Cessie sebab

dengan delegasi yang beralih bukan piutang melainkan adalah �hutang�.42 Sehingga

42 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Kedua

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 171.

Universitas Sumatera Utara

setelah terjadinya delegasi, maka yang berganti bukan kreditur seperti yang terjadi

dalam cessie melainkan yang terjadi pergantian debitur sehingga delegasi kewajiban

yang dilakukan secara penuh juga merupakan sejenis novasi, yakni novasi subyektif

pasif.

Sementara pengertian cessie menurut Pasal 613 ayat (1 dan 2) BW adalah:

Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya

dilakukan dengan membuat sebuah akte otentik atau di bawah tangan, dengan mana

hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

Penyerahan hak demikian bagi pihak yang berhutang tiada akibatnya melainkan

setalah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan

diakuinya.43

Sehingga dengan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pengalihan hak/oper kredit adalah merupakan kebalikan dari cessie di mana bila

cessie yang berganti adalah krediturnya dalam hal ini bank akan tetapi bila

pengalihan hak/oper kredit yang berganti adalah debiturnya yaitu yang berhutang

baik itu dengan sepengetahuan pihak kreditur atau tidak, hutangnya tetap dialihkan

oleh debitur tersebut.

2. Tujuan Pengalihan Hak/Oper Kredit

Pengalihan hak/oper kredit yang sering dilakukan oleh debitur adalah untuk

mengalihkan hutangnya, dalam hal ini hutang yang berupa angsuran/cicilan kredit

43 Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. 10, 1995, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

pembayaran rumah yang telah diambilnya dari bank, hal ini dilakukan dengan tujuan

untuk menghindari kredit macet. Suatu kredit digolongkan kredit macet sejak tidak

ditepatinya atau dipenuhinya ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit, yaitu

apabila debitur selama tiga kali berturut-turut tidak membayar angsuran dan bunga.44

Sebelum batas akhir pengembalian pinjaman terlihat tanda-tanda sebagai

berikut:

1. Sebelum jatuh tempo, rekening tidak menunjukan mutasi debit dan kredit.

2. Kredit mengalami operdraf secara terus-menerus.

3. Adanya tanda-tanda bahwa debitur tidak sanggup lagi membayar bunga atas

kredit yang diberikan oleh bank.45

Sebelum semua hal tersebut diatas terjadi biasanya debitur akan berusaha

menyelamatkan uang yang telah dibayarkan kepada pihak bank dan agunan rumah

tersebut dengan jalan menjual kembali atau mengalihkan kredit tersebut kepada pihak

lain, dalam hal ini debitur baru, sehingga angsuran tersebut akan diteruskan oleh

debitur baru tersebut dan pembayaran yang diterima diperhitungkan dengan uang

yang telah dibayarkan kepada bank.

3. Faktor-Faktor Terjadinya Pengalihan Hak/Oper Kredit

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengalihan hak/oper kredit

dalam Kredit Pemilikan Rumah, yaitu:

44 Eugenia Liliawati Mulyono dan Amin Tunggal, Eksekusi Grosse Akta Hipotik oleh Bank,

Cet, 1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 50. 45 Ibid, hal. 50.

Universitas Sumatera Utara

a. Pihak debitur lama

b. Pihak Konsumen/Debitur Baru

a. Faktor-faktor yang terjadi dari pihak debitur lama adalah:

1. Kesulitan ekonomi, sehingga tidak dapat melanjutkan angsuran kredit.

2. Resiko disita oleh pihak bank dengan terjadinya kredit macet, sehingga akan

mengalami kerugian yang besar.

3. Mencari keuntungan.

4. Memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah yang diberikan oleh kantor

dimana debitur bekerja.

Hasil Penelitian mengenai praktek Pengalihan hak kredit/oper kredit pada

Perumahan Griya Metropolis Martubung khususnya pada tipe rumah sederhana

yaitu tipe 36/96 M2 pada periode April � Juni 2009.

Dari 20 (dua puluh) responden yaitu konsumen atau calon nasabah debitur

yang akan membeli rumah pada Griya Metropolis Martubung tipe rumah sederhana

dapat disimpulkan:

1. 94,5% (sembilan puluh empat koma lima persen) konsumen membeli pada

developer dengan cara mengajukan Kredit Pemilikan Rumah baik pada PT

(Persero) Bank Tabungan Negara (BTN) atau pada bank swasta yang ada

kerjasama dengan developer.

2. 5% (lima persen) membeli secara oper kredit dengan menggunakan tata cara

pengikatan jual-beli dan kuasa yang dilakukan dihadapan notaris.

Universitas Sumatera Utara

3. 0,5% (nol koma lima persen) oper kredit dengan tata cara alih debitur atau novasi

subyektif pasif.

b. Faktor-faktor dari pihak debitur baru adalah:46

1. Mendapatkan keuntungan dengan suku bunga yang masih disubsidi/rendah

dari pihak bank.

2. Konsumen tidak memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga bila mengajukan

Kredit Pemilikan Rumah kepada bank akan ditolak, karena tidak memiliki

dokumen-dokumen pendukung, akan tetapi secara finansial/keuangannya

mampu membayar cicilan rumah (contoh: pedagang kecil, pekerja yang tidak

tetap/kontrak).

3. Mempunyai usaha kecil-kecilan, sehingga tidak ada surat-surat usaha (SIUP,

NPWP, TDP) pendukung.

4. Tidak mau berurusan dengan Kredit Pemilikan Rumah yang dirasa sangat

ketat dan teliti.

5. Usia yang sudah tua sehingga bila mengajukan kredit kepada bank akan

ditolak.

6. Tidak cukup uang untuk membeli secara tunai.

7. Lokasi yang diinginkan sangat strategis dari pihak pengembang yang tidak

dibuka lagi atau dipasarkan lagi.

46 Hasil Wawancara dengan Konsumen Pembeli Rumah Pada periode April � Juni 2009 pada

Perumahan Griya Metropolis Martubung.

Universitas Sumatera Utara

8. Tidak mau menunggu rumah indent dari developer.

C. Prosedur Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah yang Sesuai

dengan KUH Perdata

Pengalihan hak kredit yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalihan

kewajiban yang berupa pembayaran angsuran kredit perumahan, tindakan ini adalah

merupakan suatu delegasi yaitu pengalihan kewajiban/pergantian debitur, ketika telah

adanya piutang dan merupakan tindakan sepihak yaitu tindakan debitur.47

Dalam prosedur pengalihan hak kredit kepemilikan rumah menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata adalah Pasal 1413 dan pada peraturan serta

kebijakan pada bank pemberi kredit baik itu bank-bank swasta ataupun bank

pemerintah khususnya pada PT (persero) Bank Tabungan Negara (BTN).

Dalam KUH Perdata bahwa pengalihan hak atau pengalihan kewajiban adalah

ditentukan dengan �novasi�, karena didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(terjemahan Soebekti) diterjemahkan menjadi pembaharuan hutang.

Dari Pasal-pasal yang mengatur tentang Novasi para sarjana menyimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan Novasi adalah penggantian perikatan lama dengan

suatu perikatan yang baru.48

Novasi diatur dalam Bab IV butir IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang mengatur tentang hapusnya perikatan. Undang-Undang memberikan ketentuan

47 Munir Fuady, op.cit, hal. 151. 48 J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novasie, Kompensatie & Percampuran Hutang, (Bandung:

PT. Alumni, 1999), hal. 100.

Universitas Sumatera Utara

khusus yang berkenaan dengan masalah Novasi. Bila suatu masalah telah diatur

secara khusus, maka berlakulah ketentuan umum tentang perikatan termasuk tentang

hapusnya perikatan.49

Menurut Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 (tiga)

macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan hutang:50

1. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna

orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama,

yang dihapuskan karenanya.

2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan seorang yang

berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk

untuk menggantikan orang yang berpiutang lama, terhadap siap si berhutang

dibebaskan dari perikatannya.

Dari uraian mengenai cara mengadakan Novasi tersebut diatas dapat kita

katakan, bahwa peristiwa yang kedua dan ketiga ada pergantian subyek perikatan bisa

debitur bisa kreditur, sehingga orang menyatakan bahwa peristiwa tersebut

merupakan peristiwa Novasi subyektif, dalam hal yang diganti adalah subyek debitur.

Debitur lama diganti dengan debitur baru, maka kita katakan di sana ada Novasi

49 Ibid, hal. 101. 50 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1413.

Universitas Sumatera Utara

subyektif pasif, sedangkan pada penggantian subyek kreditur kita namakan Novasi

subyektif aktif.51

Dalam pengalihan hak Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan delegatie

atau pemindahan hutangnya kepada debitur baru sehingga dalam hal ini yang berganti

adalah debiturnya bukan krediturnya, maka dapat dikatakan merupakan Novasi

subyektif pasif.

Persyaratan oper kredit atau alih debitur hampir sama dengan syarat-syarat

permohonan Kredit Pemilikan Rumah, perbedaannya debitur lama mengajukan

permohonan penerusan utang atau alih debitur. Setelah syarat-syarat terpenuhi, bank

mengadakan wawancara dengan calon debitur baru dan bagi yang layak bank akan

mengeluarkan Surat Persetujuan Alih Debitur. Berdasarkan Surat Persetujuan ini

notaris akan memproses oper kredit atau alih debitur seperti halnya akad kredit

sebelumnya dengan tambahan satu kata, yaitu Akta Delegasi. 52

Akta Delegasi ini ditandatangani oleh debitur lama sebagai pihak pertama dan debitur

baru sebagai pihak kedua. Dalam akta ini diuraikan hal-hal sebagai berikut:

�Bahwa debitur lama telah menandatangani Perjanjian Kredit (KPR) dengan

BTN pada tanggal ����., yang harus dilunasi dalam jangka waktu

beberapa bulan, setiap bulan dibayar ����.rupiah dengan jaminan berupa

�����.�

51 J. Satrio, op.cit., hal. 103. 52 Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, (Jakarta: Prenada

Media Group, 2006), hal. 98.

Universitas Sumatera Utara

Bahwa berhubung karena sesuatu hal, Pihak Pertama tidak dapat lagi

melanjutkan angsuran sesuai dengan perjanjian sebelumnya, maka debitur lama

mengajukan permohonan kepada bank, seorang debitur baru untuk menggantikan

debitur lama.

Bahwa pihak bank setuju dengan mengeluarkan Surat Persetujuan Alih

Debitur dan tercantum berapa bulan lagi angsuran yang harus dibayar oleh debitur

baru dengan bidang tanah dan bangunan yang dimaksud.

Pengalihan debitur ini akan dibuat dan ditandatangani dalam Akta Perjanjian

Kredit Baru, Pengakuan Utang, Akta Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan/Akta Jual Beli antara debitur lama dengan debitur baru.53

Pasal 1417 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan cara orang

mengadakan suatu Novasi subyektif pasif, di mana debitur menawarkan kepada

krediturnya seorang debitur baru yang bersedia untuk mengikatkan dirinya demi

keuntungan kreditur atau dengan perkataan lain, bersedia untuk membayar hutang-

hutang debitur.54

Menurut Pasal 1417 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi

sebagai berikut:55

�Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berhutang memberikan

kepada orang yang menghutangkan padanya seorang berhutang baru

mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu

53 Ibid, hal. 99. 54 Ibid., hal. 118. 55 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1417.

Universitas Sumatera Utara

pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas mengatakan bahwa

ia bermaksud membebaskan seorang berhutang yang melakukan pemindahan

itu, dari perikatannya�.

Novasi baru terjadi, kalau kreditur setelah menerima/menyetujui person

debitur yang baru, dengan tegas menyatakan bahwa ia membebaskan debitur lama,

dari keterikatannya berdasarkan perikatan yang lama dan kewajibannya berprestasi

(lebih lanjut) terhadap kreditur. Dengan perkataan lain, dengan hanya menerima

penawaran seorang debitur baru saja yang disodorkan debitur lama belum terjadi

Novasi, itulah sebabnya bahwa undang-undang mensyaratkan bahwa Novasi di sana

baru terjadi, kalau kreditur sudah menerima penawaran person debitur baru,

menyatakan secara tegas bahwa ia membebaskan debitur lama.56

Sedangkan ciri yang menunjukan adanya Novasi di sini adalah, bahwa

penerimaan debitur baru, yang diikuti dengan pembebasan debitur lama,

menimbulkan perikatan (baru) antara kreditur dengan debitur baru, yang sekaligus

menghapuskan dan menggantikan perikatan (lama) antara kreditur dengan debitur

lama.57

Terjadinya pergantian debitur tersebut kemungkinan bahwa debitur baru

karena ia adalah keluarga debitur lama yang lebih mampu, atau merasa pernah

56 J. Satrio, op.cit., hal. 110. 57 Ibid., hal. 120.

Universitas Sumatera Utara

berhutang budi sehingga dengan sukarela menyediakan diri untuk mengganti debitur

lama untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditur.58

Dari hasil penelitian oper kredit yang terjadi dalam praktek dengan memakai

novasi subjektif pasif jarang dilakukan. Karena sama saja dengan membuat perjanjian

jual beli yang baru. Di mana bank memulai dari awal lagi dan biaya yang dikeluarkan

juga sama dengan perjanjian yang baru. Hal inilah yang dihindari oleh pihak ketiga.

Karena mereka menganggap berurusan dengan bank memakan waktu lama. Oleh

karena itu debitur dan pihak ketiga mengambil jalan pintas, oper kredit dengan

memakai jasa notaris. Waktunya cepat dan barang/rumah dapat langsung diterima

tinggal meneruskan kredit pada pihak bank.

1. Syarat-Syarat Yuridis dari Novasi

Tindakan hukum novasi mempunyai syarat-syarat yuridis sebagai berikut:59

Dilakukan dengan tegas

a. Sudah terlebih dahulu adanya hutang yang sah.

b. Terjadi suatu pergantian debitur atau pergantian kredit.

c. Harus memenuhi syarat pembuatan kontrak.

d. Delegasi saja, belum merupakan novasi.

e. Dengan novasi, hak-hak istimewa dan jaminan hutang tidak beralih.

58 Ibid., hal. 121. 59 Munir Fuady, op.cit, hal. 185.

Universitas Sumatera Utara

2. Akibat Hukum dari Novasi

Bahwa dari tindakan-tindakan yang dilakukan debitur dengan persetujuan dari

kreditur, maka ada beberapa konsekuensi yang terjadi, yang masing-masing dapat

menguntungkan ataupun merugikan bagi kedua belah pihak bagi kreditur atau debitur

dengan konsekuensinya adalah:60

a. Bila debitur yang berganti, debitur lama terbebas dari kewajibannya dan kreditur

tidak dapat menagih kepada kreditur lama, kecuali jika ada semacam kontrak

garansi dari pihak debitur lama.

b. Bila kreditur yang berganti, maka hak-hak kreditur lama akan hapus dan kreditur

lama tersebut tidak dapat lagi menagih kepada debitur.

c. Bila kreditur yang berganti, maka segala tangkisan yang semula dapat diajukan

oleh debitur kepada kreditur lama, sekarang tidak dapat lagi diajukannya.

d. Bila hak accesoir atau hak yang semula melekat pada kontrak lama tidak ikut

terbawa pada kontrak yang baru, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Jika debiturnya tetap dan hak accesoirnya diletakkan atas asset debitur

tersebut.

2. Jika hak accesoir dan hak istimewa tersebut dengan tegas dipertahankan oleh

kreditur.

e. Novasi antara kreditur dengan seorang debitur yang tanggung menanggung

dengan beberapa debitur yang lain, membebaskan kewajiban debitur lainnya

tersebut.

60 Ibid, hal. 187.

Universitas Sumatera Utara

f. Novasi antara kreditur dengan debitur penjamin pribadi membebaskan penjamin

pribadi dari kewajibannya. Akibat hukum novasi tersebut diatas memberikan

suatu pengecualian dalam undang-undang yaitu:61

1. Kreditur memperjanjikan bahwa dalam kasus seperti itu debitur lama tetap

bertanggung jawab. Dengan kata lain di sini ada perjanjian garansi antara

kreditur dengan debitur lama, sehingga apa yang semula kelihatan sebagai

penyimpangan, sebenarnya tidak demikian dalam kenyataannya.

2. Debitur baru pada saat pemindahan/delegasi sudah dalam keadaan pailit atau

dalam keadaan kekayaannya merosot dan kreditur tidak tahu.

61 J. Satrio, op.cit, hal. 127.

Universitas Sumatera Utara