chapter ii

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pembangkit Listrik Mini Hidro 2.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi rencana pembangunan PLTM yang menjadi penelitian ini berada pada daerah aliran Sungai Cibareno, kabupaten Lebak, provinsi Banten. Gambar 2.1 menunjukkan denah lokasi PLTM, yakni rencana lokasi bendung dan rencana lokasi power house. Sementara Gambar 2.2 adalah foto tebing bagian dari Sungai Cikidang. Gambar 2.1 Rencana lokasi bendung dan power house (Sagala, 2012) Rencana lokasi bendung 1 : 500.000 Rencana lokasi power house U Universitas Sumatera Utara

Upload: nur-rokhman

Post on 03-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Ch

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Pembangkit Listrik Mini Hidro

2.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi rencana pembangunan PLTM yang menjadi penelitian ini berada pada

daerah aliran Sungai Cibareno, kabupaten Lebak, provinsi Banten. Gambar 2.1

menunjukkan denah lokasi PLTM, yakni rencana lokasi bendung dan rencana lokasi

power house. Sementara Gambar 2.2 adalah foto tebing bagian dari Sungai Cikidang.

Gambar 2.1 Rencana lokasi bendung dan power house (Sagala, 2012)

Rencana lokasi bendung

1 : 500.000

Rencana lokasi

power house U

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Foto bagian Sungai Cikidang di daerah tebing

2.1.2 Potensi Energi

Indonesia memiliki kondisi iklim dengan curah hujan yang cukup melimpah

sebesar ±2.000 mm per tahun sehingga dapat menjamin terjadinya aliran sungai yang

dapat diandalkan. Sungai Cikidang dengan luas DAS 38,19 km² dengan kemiringan 25-

40% merupakan anak sungai salah satu sungai besar yakni sungai Cibarenno di

Kabupaten Lebak Propinsi Banten memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi

pembangkit listrik energi terbarukan karena memiliki debit yang cukup besar dan

topografi yang berbukit.

Debit andalan Sungai Cikidang menggunakan data AWLR dari stasiun Ciawi

seperti yang terlihat dapat dilihat pada Gambar 2.3. Nilai yang dipakai pada perhitungan

adalah nilai rerata debit andalan dengan menggunakan metode resesi dan metode kurva

durasi debit (Sagala, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Kurva durasi debit Cikidang (Sagala, 2012)

2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro

Pembangkit listrik tenaga air skala kecil (small hydro power) adalah istilah yang

digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang menggunakan energi air yang relatif

kecil. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya penghasil listrik adalah

memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu. Semakin besar kapasitas aliran maupun

ketinggiannya dari instalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk

menghasilkan energi listrik.

Klasifikasi dari pembangkit listrik ini sendiri, menurut daya yang dihasilkan, tidak

seragam. Tetapi secara umum menurut ESHA (European Small Hydro Association),

kategori Mini Hidro adalah daya 1MW s/d 10MW (www.leonardo-energy.org , Small

Hydro Power-Investor Guide, 2006). Menurut Harvey (1993), PLTA dibagi menjadi tiga

yaitu mikro hidro antara 0–300 kW, mini hidro antara 300-10.000 kW, dan PLTA dengan

daya listrik diatas 10.000 kW. Sementara menurut Permen ESDM no 31 tahun 2009

bahwa pembangkit skala kecil menengah adalah pembangkit listrik sampai dengan daya

10 MW.

Pembangkit listrik mini/mikro hidro umumnya merupakan run off river, yang

mengambil air dari sungai dalam debit tertentu dengan menggunakan bendung (weir)

dengan cara membelokkan air ke dalam intake atau hanya meminjam air sungai dalam

Universitas Sumatera Utara

beberapa waktu untuk dialirkan menuju turbin air. Ilustrasi dari pembangkit run off river

dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Ilustrasi pembangkit jenis run off river (sumber http://shalahuddin-

hasan.blogspot.com/2010/...hydro-mini.html)

Pembangkit ini memiliki beberapa bagian/komponen struktur untuk menghasilkan

energi listrik, yakni:

1. Dam atau bendungan pengalih/penyadap dan bangunan pengambil (diversion

weir and intake). PLTM lebih banyak menggunakan bendung (weir) untuk

meninggikan muka air.

2. Saluran pembawa (headrace).

3. Bak pengendap (settling basin).

4. Bak penenang (forebay).

5. Pipa pesat (penstock).

6. Turbin dan generator (turbine dan generator).

7. Rumah pembangkit (power house).

8. Saluran pembuang (tail race).

Universitas Sumatera Utara

Berikut ini adalah gambaran kondisi rencana PLTM Cikidang yang ditunjukkan oleh

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kondisi umum rencana PLTM Cikidang

Keterangan Q andalan 60% Q andalan 70% Q andalan 80%

Debit Sungai Rerata (m³/s) 4,09

Debit Andalan (m³/s) 2,7 2,44 2,1

Head (m) 65,37 65,32 65,,25

Head bersih (m) 59,54 59,38 59,14

Dam

Tinggi jagaan (m) 1,5

Crest level (El m) 636,87 636,82 636,75

Volume (m³) 455 445 431

Headrace

Panjang (m) 900

kemiringan / slope

0,5 ‰

Penstock

Panjang (m) 250

Diameter (m) 0,86 0,82 0,77

Tail

Dasar sungai (El m) 568

Jalan Akses (km) 1

Tansmisi

20 kV (km) 0,5

Lahan (Ha) 10

(Sumber : diolah dari Sagala, 2012)

2.3 Perhitungan Daya yang dihasilkan

Daya yang dihasilkan oleh pembangkit adalah

P = g × Q × Hef × eeff (2.1)

di mana P = Daya (kWh), g = percepatan gravitasi = 9,81 (m/dtk²), Q = debit andalan

(m³/dtk), Hef = head net, tinggi jatuh air efektif (m) dan eeff = efisiensi total (turbin,

generator dan saluran).

Universitas Sumatera Utara

Debit andalan adalah debit yang diharapkan tersedia sepanjang tahun dengan

resiko kegagalan pada tingkat tertentu. Debit andalan juga dapat dikatakan sebagai debit

dengan periode ulang tertentu yang diperkirakan akan melalui suatu sungai atau

bangunan air (Kamiana, 2011). Periode ulang adalah waktu hipotetik dimana suatu

kejadian dengan nilai tertentu, debit rencana misalnya, akan disamai atau dilampaui 1 kali

dalam jangka waktu hipotetik tersebut. Debit andalan optimum adalah debit andalan yang

dipilih sebagai debit yang paling menguntungkan, yang bergantung pada prosentase

kejadiannya, di mana hal tersebut dilakukan dengan kajian optimasi melalui besaran debit

(Q) untuk beberapa alternatif persentase waktu kejadian (probabilitas durasi). Sagala

(2012) menetapkan pilihan besaran debit yang paling menguntungkan dilakukan dengan

menghitung daya terlebih dahulu.

Efisiensi total adalah jumlah perkalian nilai efisiensi turbin dengan efisiensi

generator dan efisiensi saluran. Nilai dari efisiensi turbin dan generator tergantung dari

spesifikasi dan jenis nya, sementara untuk efisiensi saluran tergantung bahannya. Nilai

efisensi turbin berkisar 0,8-0,90, saluran berkisar 0,95-0,97 sementara nilai efisiensi

generator berkisar 0,95-0,99. Nilai efisiensi berbagai jenis turbin dapat dilihat pada

Gambar 2.5 berikut. Perkiraan efisiensi saluran dapat dilihat berdasarkan Gambar 2.6

tentang perbandingan material penstock.

Gambar 2.5 Efisiensi berbagai jenis turbin (sumber : GMSARN International Conference

on Sustainable Development: Issues and Prospects for GMS,2006)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Perbandingan Material Penstock (sumber : GMSARN International

Conference on Sustainable Development: Issues and Prospects for GMS,2006)

Head (gross head) atau tinggi jatuh air adalah jarak vertikal antara permukaan air

sumber dengan ketinggian air keluar saluran turbin (tail race). Sedangkan Net Head atau

tinggi bersih adalah ketinggian jatuh air setelah dikurangi head rugi (akibat gesekan) di

dalam sistem pemipaan pembangkit.

PLTM Cikidang berencana menggunakan turbin tipe Francis sementara material

penstosck merupakan perpaduan antara baja dan pvc yakni bagian input dan output dari

baja sementara bagian tengah dari pvc.

2.4 Biaya Pembangunan Pembangkit Listrik Mini Hidro

Perhitungan bangunan-bangunan utama PLTM Cikidang dilakukan dengan

program Eva Power yang dimiliki oleh perusahaan dengan debit andalan dan tinggi jatuh

air. Debit andalan yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap biaya konstruksi

pembangkit. Pengaruh persentase kehandalan berbanding terbalik dengan debit andalan.

Semakin besar kehandalannya maka semakin kecil output volume debit andalan. Debit

andalan sendiri berbanding lurus dengan volume dam, headrace dan penstock. Semakin

kecil debit andalan, maka semakin kecil juga biaya konstruksi pembangkit mini hidro.

Hasil dari perhitungan tersebut akan diperoleh volume pekerjaan (bill of quantity). Harga

yang digunakan sebagai acuan adalah harga satuan bahan/ pekerjaan setempat. Perkiraan

biaya pembangunan satu PLTM dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Kisaran biaya pembangunan pembangkit hidro skala kecil (sumber : Oliver

Paish, Small hydro power: technology and current status, 2002 dikutip dari :

www.elsevier.com/locate/rser)

2.4.1 Perkiraan Biaya Komponen PLTM

Perkiraan biaya untuk tiap bagian PLTM ini diperoleh dari formula biaya

pendahuluan oleh Ir. Dhani Irwanto yang merupakan konsultan dengan bantuan software

Evapower. Perkiraan biaya ini merupakan perkiraan biaya secara umum, sehingga untuk

detail biaya dan konstruksi akan dilakukan pada tahap selanjutnya dengan

memperhitungkan kondisi yang ada. Satuan harga yang dipakai dalam perkiraan biaya ini

masih menggunakan US$ dan memakai asumsi nilai tukar Rp 9000,- / US$ nya. Daftar

perkiraan komponen biaya diberikan di bawah ini (Sagala, 2012).

1. Bendung (weir)

(2.2)

Universitas Sumatera Utara

di mana CDD = biaya bendung pengambilan (US$) dan VDD = volume beton

(m3).

2. Intake

CIN = 100000 × (D × Qp/2)0,51 (2.3)

di mana CIN = biaya intake termasuk kolam penangkap pasir/sandtrap

(US$), D = diameter terowongan (m) dan Qp = debit puncak (m3/ detik).

3. Saluran pembawa (headrace)

(2.4)

di mana CHC = biaya saluran pembawa (US$); a,b = koefisien berdasarkan

kemiringan tebing, kedalaman batuan dasar dan banyaknya persilangan

dengan sungai, B = lebar saluran (m) dan L = panjang saluran (m).

4. Bak penenang

(2.5)

di mana CST = biaya bak penenang (US$), Qt = debit maksimum (m3/s).

5. Pipa pesat (penstock)

CSP = (0.0015 × DIAP2 × H2 × UCS + 0.05 × DIAP) × Lp × N (2.6)

di mana CSP = biaya pipa pesat (US$), DIAP = diameter pipa pesat (m), H2 =

tekanan air (m), UCS = harga satuan baja (US$/ton) diambil sebesar US$

10,000 per ton, Lp = panjang pipa pesat (m), dan N = jumlah pipa pesat.

6. Rumah pembangkit (powerhouse)

struktur atas : CHP1 = 2300 (P/Hef ½

) 0.71

(2.7)

struktur bawah : CHP2 = 3500 (Q×Hef⅔

×N0.5

)0.65

(2.8)

di mana CHP1 = biaya bangunan sentral (upperstructures) (US$), CHP2 =

Biaya fondasi (lowerstructures) dan peralatannya (US$), P = kapasitas

terpasang (kW), Hef = tinggi jatuh efektif (m) dan N = jumlah unit

pembangkit.

7. Peralatan mekanikal dan elektrikal

CPE = 2200 (P/Hef ½)

0.9 (2.9)

Universitas Sumatera Utara

di mana CPE = biaya mekanikal (US$), P = kapasitas (kWh).

8. Pekerjaan sipil lainnya (miscellaneous civil works)

Sebesar 5% dari total pekerjaan sipil.

9. Jalan akses (access road)

Perkiraan biaya adalah sebesar US$ 125,000 /km.

10. Jalur Transmisi

Perkiraan biaya adalah US$ 25,000/km untuk jalur tegangan 20kV, dan US$

80,000 /km untuk jalur tegangan 75kV.

11. Gardu (substations)

Perkiraan biaya sebesar US$ 100,000.

12. Lahan

Perkiraan sebesar US$ 10,000/Ha.

2.4.2 Perkiraan Biaya lainnya

Pajak yang dikenakan pada proyek umumnya merupakan pajak

pertambahan nilai (Ppn). Besaran penetapan pajak sendiri cukup kompleks, sehingga

dengan alasan praktis maka diambil asumsi besaran pajak yang akan dibayarkan (10%).

Besaran pajak yang dicantumkan adalah besaran pajak proyek, sehingga komponen pajak

lainnya seperti pajak kendaraan bermotor untuk operasional, pajak bumi dan bangunan

(PBB) serta retribusi lainnya dimasukkan ke dalam perhitungan biaya operasional dan

perawatan.

Kontingensi adalah biaya tak terduga yang dalam pengertian umum untuk

mendesain sistem akuntansi manajemen adalah bahwa tidak ada informasi

sistem akuntansi secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh

organisasi dalam setiap keadaan (Outley, 1980). Penambahan item kontingensi untuk

perkiraan biaya adalah 15% s/d 25 %, dengan asumsi perkiraan minimal bahwa proyek

akan mudah dibangun dan banyak faktor telah diperhitungkan. Asumsi perkiraan

maksimal jika besar kemungkinan proyek akan menjadi lebih rumit dan beberapa faktor

sulit untuk diperkirakan (disadur dari www.smallhydropower.com/manual3.html).

Universitas Sumatera Utara

Depresiasi atau penyusutan adalah pengeluaran yang dipotong dari bagian yang

kena pajak untuk menambah biaya perolehan aktiva tetap atau aset. Perhitungan

berdasarkan nilai investasi dibanding umur rencana proyek yang terbagi secara merata

atau dikenal dengan metode Straight Line. Tabel 2.2 menunjukkan kutipan dari

“Electricity in Indonesia-Investment and Taxion Guide” oleh Pricewater House tahun

2011.

Tabel 2.2 Asumsi Penetapan Biaya Depresiasi menurut umur Proyek

The tax law breaks depreciation/amortization on (non building) tangible and non tangible assets into 4 categories and 2 depreciation methods (straight line and

double declining rate) as follows :

Effective Lifemax Straight Linerate Double Declining Rate

(years) (%) p.a (%) p.a

i 4 25 50

ii 8 12.5 25

iii 16 6.25 12.5

iv 20 5 10

Besar biaya operasional dan perawatan tidak diketahui, tetapi kita dapat

berasumsi bahwa untuk pembangunan PLTM maka biaya ini memerlukan 2% s/d 2,5%

dari biaya langsung proyek (sebelum pajak) atau minimal US$ 2000 per tahun

(www.etsap.org).

2.5 Pendapatan Pembangkit Listrik

Penghasilan pembangkit selama 1 (satu) tahun adalah

Rev = HPP × P × CF × 8760 (2.10)

di mana Rev = Pendapatan, Revenue (Rp), HPP = Harga Pokok Produksi, P = Daya

(kWh), CF = Capacity Faktor, dan 8760 = jam lamanya beroperasi selama setahun (24

jam sehari, 365 hari setahun).

Daya listrik oleh penyedia dan pengembang tenaga listrik swasta, IPP

(Independen Power Produsen) yang merupakan pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan,

Universitas Sumatera Utara

wajib dibeli oleh pemerintah dalam hal ini PLN. Pemberian ijin tersebut antara lain

mengacu pada pasal 33 Undang-undang (UU) Nomor 30 tahun 2009, ketentuan pasal 32

A Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 tahun 2006 serta ketentuan pasal 4 peraturan

menteri (Permen) ESDM no.31 tahun 2009. Kesepakatan ini tertuang dalam Perjanjian

Jual Beli Tenaga Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA). Sehingga jenis

kerjasama yang terjalin antara swasta dan pemerintah dalam bentuk BOO

(Build,Operate,Owned).

Pembangkit listrik skala kecil on grid atau tersambung dengan sistem jaringan

listrik PLN, mempunyai beberapa ketentuan dalam kesepakatan tersebut. Hal penting

dalam kesepakatan ini adalah komponen HPP dan CF. Besar HPP adalah 0,8 × BPP pada

tegangan menengah dan 0,6 × BPP pada tegangan rendah (sesuai Permen ESDM 269-

12/26/600.3/2008). BPP sendiri adalah Biaya Pokok Produksi yang ditetapkan PLN

berdasarkan wilayah. HPP wilayah Banten, yang merupakan system pembangkit Jawa-

Bali, untuk tegangan menengah adalah Rp 682,- / kWh. Faktor ketersediaan sendiri

berkisar antara 65% - 90%, yang merupakan kesepakatan dengan IPP yang sudah

operasional maupun yang akan beroperasi tetapi sudah ada kesepakatan. Pada PLTM

Cikidang ini kesepakatan sementara adalah 81%, dengan asumsi firm energy rerata PLTA

yakni pada debit andalan 80% dan dengan asumsi plant loses sebesar 8% dan

transmission loses sebesar 11%. Kesepakatan dikatakan sementara karena berdasarkan

peraturan yang ada, bahwa kesepakatan ini hanya berlaku hingga 1 tahun sampai dengan

awal operasional atau COD (Commercial On Date) di mana jika dalam jangka waktu itu

pembangkit belum dapat dikatakan laik operasional, maka diadakan perpanjangan

perjanjian atau perjanjian kembali.

2.6 Analisa Finansial

Investasi adalah suatu kegiatan penanaman modal pada masa sekarang untuk

memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang. Investasi dapat juga didefinisikan

dengan pengorbanan peluang konsumsi saat ini dengan harapan mendapat keuntungan

Universitas Sumatera Utara

dimasa datang. Abdul Halim (2005) menyatakan bahwa pertimbangan dalam menentukan

tujuan dari suatu investasi yaitu:

1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return).

2. Tingkat risiko (rate of risk).

3. Ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan.

Saat ini teknik penilaian proyek masih didominasi oleh teknik konvensional

Discount Cash Flow (selanjutnya disingkat DCF). Hal ini dapat dipahami karena teknik

ini tidak menggunakan rumus yang sulit. Mekanisme teknik penilaian DCF adalah

dengan mendiskonto arus kas yang akan dihasilkan dari suatu proyek pada tingkat

diskonto ( discount rate) tertentu. Discount rate ini timbul sebagai bentuk kompensasi

dari risiko yang ditanggung investor akibat adanya ketidakpastian arus kas yang akan

diterima dan atau perhitungan bunga pinjaman serta penyusutan nilai arus kas di depan

akibat adanya inflasi.

Menurut Mun (2006) terdapat kelebihan dari metode DCF yaitu:

a. Jelas serta konsisten dalam decision criteria untuk seluruh proyek.

b. Terdapat faktor time value of money serta struktur resiko yang sudah

terkandung didalamnya.

c. Mudah dalam menjelaskan kepada pihak manajemen.

Namun diantara kelebihan tersebut, metode DCF juga memiliki banyak

kekurangan seperti:

a. Ketidakpastian dimasa yang akan datang membuat hasil dari metode DCF yang

statis menjadi kurang dinamis.

b. Proyek-proyek yang dinilai berdasarkan metode DCF bersifat lebih pasif,

padahal proyek-proyek tersebut rutin dikendalikan melalui project life cycle.

c. Seluruh tingkat risiko diasumsikan sudah diwakilkan oleh faktor discounted

rate, padahal dalam kenyataannya tingkat resiko tersebut senantiasa berubah.

Universitas Sumatera Utara

d. Metode DCF mengasumsikan cash flow dimasa depan dapat diramalkan

dengan tepat, padahal sangat sulit untuk melakukan estimasi cash flow dimasa

depan karena sangat beresiko.

2.7 Perhitungan Nilai Investasi dengan Metode Determenistik

Metode determenistik adalah metode yang umum digunakan dalan penilaian

kelayakan finansial suatu proyek. Beberapa indikator itu adalah:

1. NPV (net present value)

Yakni dengan mendiskonto arus kas kedepan, maka akan dihasilkan nilai

ekonomis proyek pada saat ini. Persamaannya adalah

NPV = (2.11)

di mana Bo = modal investasi awal, Bt = NCFAT (net cash flow after tax), t =

waktu periode dan r = tingkat suku bunga / inflasi.

2. IRR (internal rate of return)

Adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari

aliran kas yang akan terjadi (PV inflows) dengan nilai sekarang aliran kas keluar

mula2 (PV investment cost) atau PV(inflows) = PV (investment cost)

NPV = = 0 (2.12)

di mana Bt = NCFAT (net cash flow after tax), t = waktu periode dan r = tingkat

suku bunga/inflasi.

IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu

proyek, asal setiap keuntungan bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanamkan

kembali dalam tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama yang

diberi bunga selama sisa umur proyek. Akan tetapi apabila proyek termasuk mutually

eklusif, maka nilai NPV dan IRR tidak selalu memberikan rekomendasi yang sama. Hal

ini terjadi karena sifat aliran dana proyek tersebut, yakni ada proyek yang segera

Universitas Sumatera Utara

mendapat keuntungan di awal proyek, ada proyek yang baru menguntungkan di akhir

masa periode proyek. Bagaimanapun juga nilai NPV lebih menggambarkan proyeksi

keuntungan yang lebih tepat.

2.8 NPV at risk

Metode yang menggunakan pendekatan deterministik seperti metode PP, ARR,

IRR dan NPV, hanya menghasilkan nilai tunggal (single value) sehingga informasi yang

diberikan pada pendekatan ini bersifat sangat terbatas mengingat keputusan investasi

pada dasarnya membutuhkan berbagai gambaran kemungkinan hasil yang dapat terjadi

terkait dengan adanya ketidakpastian dan risiko dalam suatu investasi modal.

Resiko sangat tergantung pada jenis aset yang yang dimiliki investor. Sebagian

besar pendanaan investasi infrastruktur berasal dari kombinasi ekuitas (equity) dan utang

(debt) dengan proporsi yang tergantung sifat dan karakteristik. Kedua jenis aset ini

mempunyai profil resiko yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam hal urutan

pembayaran, utang memperoleh prioritas lebih tinggi dibandingkan ekuitas. Resiko dan

ketidakpastian pembayaran yang dihadapi oleh investor ekuitas lebih tinggi dibandingkan

yang dihadapi oleh debitur. Konsekuensinya, cost of equity lebih tinggi dibandingkan

cost of debt (Wibowo. 2006). Faktor-faktor resiko untuk PLTM sendiri dapat

digolongkan:

1. Resiko Non Sistematis (Politis, Legal dan Force majeure)

Resiko politis dan legal diantara nya adalah perubahan tarif, perubahan peraturan,

penundaan dan/atau kekurangan pembayaran dan sebagainya.

2. Resiko Sistematis (Teknis dan Finansial)

a. Biaya dan durasi konstruksi

b. Kapasitas

c. Biaya Operasional dan Pemeliharaan

d. Utang

e. Inflasi

f. Nilai tukar rupiah

Universitas Sumatera Utara

Model NPV-at-Risk merupakan salah satu model penilaian kelayakan investasi

yang didasarkan pada kondisi ketidakpastian. Prinsip dasar model ini adalah

memperkenalkan adanya risiko dan ketidakpastian pada cash flow melalui analisis

stokastik dimana parameter yang dihasilkan adalah berupa tingkat pengembalian (mean)

dan koefisien variasi sebagai representasi dari risiko. Langkah penerapan model NPV at

risk dapat dilihat pada Gambar 2.8. Fitriani (2006) melaporkan kajian penerapan model

NPV at Risk sebagai alat untuk melakukan evaluasi investasi pada proyek Infrastruktur

jalan Tol menerangkan sebagai berikut.

Gambar 2.8 Bagan alir model NPV at risk

CAPM

WACC Model uncertain cash flow

Discount rate under risk

Ketidakpastian arus kas

Identifikasi arus kas dan asumsi parameter

Simulasi

Monte Carlo

NPV at Risk (confidence level 90%)

Investasi PLTM

Universitas Sumatera Utara

2.8.1 CAPM (Capital Asset Pricing Model)

CAPM adalah salah satu pendekatan yang banyak dipergunakan untuk melakukan

estimasi cost of equity, sementara cost of equity merupakan tingkat pengembalian yang

diharapkan oleh para investor terhadap dana yang mereka investasikan di perusahaan

tersebut (Damodaran,2006). CAPM dapat dirumuskan sebagai berikut:

E (ri) = rf + β

im ( E ( r

m ) – r

f ) (2.13)

di mana E(ri) = expected return of capital asset (tingkat keuntungan yang

diharapkan/layak untuk sekuritas/aset modal), rf

= risk free rate (tingkat keuntungan

bebas risiko), βim

= systematic risk (beta = ukuran risiko), E(rm

) = risk market (tingkat

keuntungan portofolio pasar) dan ( E ( rm

) – rf ) = nilai expected equity risk premium.

Expected return atau expected cash flow dapat merupakan bentuk yang berbeda,

misalkan dapat berupa dividen, coupon/interest, maupun free cash flow. Sedangkan nilai

r dalam hal ini berupa nilai discounted rate yang dapat berupa WACC ( Weighted

average cost of capital) perusahaan yang terdiri dari cost of equity dan cost of debt.

Beta dalam CAPM merupakan resiko sistematis (systematic risk) atau ukuran

risiko suatu aset atau portofolio. Beta merefleksikan sensitivitas pengembalian aset atau

portofolio terhadap volatilitas pasar. Semakin tinggi beta suatu aset, semakin tinggi pula

risikonya. Bila β=1, aset atau portofolio bergerak bersama dengan pasar. Bila β > 1, aset

atau portofolio lebih reaktif dibandingkan pasar. Sebaliknya bila β<1, aset atau portofolio

kurang reaktif dibandingkan pasar.

CAPM membutuhkan data pengembalian aset atau portofolio yang dapat

diperdagangkan secara umum (publicly tradeable). Pengembalian (return) atas aset

didekati dengan perubahan indeks harga saham individual atau portofolio bulanan

perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor infrastruktur, sub sektor energi, yang

tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sementara pengembalian pasar (rm

) dengan

perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG) bulanan. Setelah beta ekuitas

subsektoral dihitung, langkah selanjutnya adalah menentukan ekspektasi pengembalian

Universitas Sumatera Utara

pasar dan suku bunga tanpa risiko. Data ini diasumsikan oleh Sertifikat Bank Indonesia

(SBI) berjangka waktu 3 (tiga) bulan yang mewakili tingkat suku bunga tanpa risiko (rf ).

Hal yang perlu dicatat di sini adalah estimasi cost of equity dilakukan pada level

subsektor, bukan pada level proyek yang tentu membutuhkan koreksi-koreksi lebih lanjut

untuk mengakomodasi sifat dan karakteristik proyek yang spesifik. Namun informasi

yang ada setidaknya dapat memberikan titik awal estimasi yang baik yang tentunya lebih

mudah disesuaikan bila dibandingkan tidak ada referensi sama sekali (Wibowo, 2006).

Expected equity risk premium atau dapat juga disebut market risk premium (MRP)

adalah merupakan pengembalian ekstra yang akan diminta oleh investor agar mereka

mau memindahkan uangnya dari investasi yang tidak berisiko ke investasi yang lebih

berisiko. Expected equity risk premium merupakan nilai yang dapat diestimasi dengan

menggunakan pendekatan country risk premiums (Damodaran,2006). Penilaian itu

dilakukan oleh tiga lembaga penentu peringkat atau rating agency (S&P, Fitch, dan

Moody). Bagi investor credit rating memiliki arti yang cukup penting. Apabila Indonesia

masuk dalam kategori investment grade, investor asing akan memberikan bobot lebih

besar untuk porsi investasinya di Indonesia. Berkaitan dengan valuasi, membaiknya

credit rating akan membuat nilai perusahaan naik. Jika credit rating Indonesia naik,

maka country risk Indonesia akan menurun dan risk premium pun akan turun. Jika

sebelumnya katakanlah investor memperhitungkan imbal hasil sebesar 15% per tahun,

dengan membaiknya credit rating kepercayaan mereka akan bertambah dan mungkin

hanya memperhitungkan imbal hasil sebesar 12% per tahun. Hal ini disebabkan antara

lain penurunan tingkat resiko yang secara finansial dibebankan kepada tingkat

keuntungan.

2.8.2 WACC (Weighted Average Cost of Capital)

Weighted average cost of capital (WACC) adalah rata-rata tertimbang cost of debt

dan cost of equity setelah memperhitungkan pengurangan cost of debt akibat interest tax

shield atau pajak dan suku bunga pinjaman (Brealey dan Myers, 2000). WACC sendiri

berkaitan dengan CAPM, di mana resiko didefinisikan sebagai beta (β) yaitu representasi

dari tingkat sensitivitas laju pengembalian (return) suatu aset terhadap volatilitas pasar.

Universitas Sumatera Utara

Cash flow proyek akan di rabat dengan suatu discount rate tertentu yaitu

Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang memperhitungkan adanya komposisi

struktur pendanaan pada investasi modal. WACC merupakan rata-rata tertimbang dari

cost of equity dan cost of debt yang dihitung setelah pajak. Secara matematis dituliskan

sebagai berikut:

(2.14)

di mana WACC = weighted average cost of capital,

= cost of debt (biaya utang),

= cost of equity (biaya modal sendiri), D = debt (pinjaman), E = equity (modal) dan tax =

pajak.

WACC terkait DER (Debt Equity Ratio) atau rasio hutang terhadap modal. DER

memiliki dampak terhadap beta dan cost of equity. Secara umum kenaikan DER

mengakibatkan kenaikan cost of equity karena resiko yang dihadapi investor ekuitas

bertambah akibat bertambahnya risiko pembayaran atas ekuitas. Perubahan DER

mengakibatkan beta (aset) yang ada pun harus berubah. Perubahan beta ini dilakukan

dengan menghitung ulang beta atau unlevered beta.

2.8.3 Simulasi Monte Carlo

Fitriani (2000) melakukan perhitungan dengan simulasi Monte Carlo sebanyak

10.000 iterasi dengan menggunakan perangkat lunak @RISK versi 4.5. Mereka

mendapatkan hasil tingkat keyakinan saat NPV tepat sama dengan nol adalah 98,86%.

Nilai ini lebih besar dari tingkat keyakinan yang ditentukan (98,86% > 95%). Hal ini juga

menunjukkan bahwa hanya 1,14% probabilitas NPV proyek akan kurang dari nol,

sehingga menjadikan proyek layak untuk investasi.

Simulasi Monte Carlo adalah metode yang digunakan dalam memodelkan dan

menganalisa sistem yang mengandung resiko dan ketidakpastian. Pada bidang

manajemen proyek, simulasi Monte Carlo dapat mengkuantifikasi akibat-akibat dari

resiko dan ketidak-pastian yang umum terjadi dalam jadwal dan biaya sebuah proyek.

Universitas Sumatera Utara

Simulasi Monte Carlo sebagai semua teknik sampling statistik yang digunakan

untuk memperkirakan solusi terhadap masalah-masalah kuantitatif, maka model dibangun

berdasarkan sistem yang sebenarnya. Setiap variabel dalam model tersebut memiliki nilai

yang memiliki probabilitas yang berbeda, yang ditunjukkan oleh distribusi probabilitas

atau probability density function (pdf) dari setiap variabel. Kemudian disimulasikan

dengan iterasi berulang hingga ribuan kali tergantung dari sistem yang ditinjau. Hasil

yang diperoleh dari simulasi tersebut adalah probabilitas sebuah nilai secara keseluruhan.

Meskipun simulasi Monte Carlo adalah sebuah metode yang bermanfaat untuk

diaplikasikan dalam bidang manajemen proyek dalam praktiknya metode ini belum

banyak digunakan oleh para manajer proyek kecuali disyaratkan oleh organisasi atau

perusahaannya. Kwak dan Ingall (2007) berpendapat bahwa alasan utama simulasi Monte

Carlo jarang digunakan oleh kebanyakan manajer proyek adalah kurangnya pemahaman

terhadap metode Monte Carlo dan statistik.

2.9 Distribusi Probabilitas dan Selang Kepercayaan

Syarat agar teori probabilitas dapat diaplikasikan, maka salah satunya adalah kejadian

harus terjadi secara acak. Variabel acak dikelompokkan menjadi dua jenis yakni discrete

random variable dan continuous random variabel. Jika dicari probabilitas munculnya

tiap kejadian dari sampel data, maka probabilitas ini adalah peluang munculnya setiap

random variabel X. Random variabel X dikatakan kontinu jika nilai–nilai yang mungkin

muncul berada dalam interval tertentu.

Fungsi kepadatan probabilitas (PDF) dari distribusi normal adalah simetris

terhadap nilai rata-rata (mean) dan dispersi terhadap nilai rata-ratanya diukur dengan nilai

standard deviasi. Dengan kata lain parameter distribusi normal adalah mean dan standard

deviation. Fungsi kepadatan probabilitas dapat ditulis dengan:

(2.15)

di mana μ = mean = rerata, σ = standar deviasi, dan σ² = variance atau dapat digambarkan

seperti pada Gambar 2.9.

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik khusus dari distribusi normal adalah bahwa distribusi normal

simetris terhadap nilai rata-rata. Nilai μ menunjukan posisi dari kurva dan sering disebut

dengan istilah location parameter. Nilai σ menunjukkan derajat kemencengan (dispersi)

dan sering dikenal dengan istilah scale parameter. Semakin besar nilai σ maka semakin

besar pula kemencengannya. Dengan kata lain semakin besar nilai σ maka kurva akan

tampak semakin melebar. Luar daerah dibawah PDF adalah sama dengan satu (unity),

dengan demikian maka:

(2.16)

Persamaan 2.16 berarti bahwa luasan daerah dibawah kurva density function

antara dua titik tidak terbatas harus mencakup semua random variable x yang mungkin

dan harus sama dengan 1 (satu). Akan tetapi hitungan integral ini sangat kompleks.

Karena itu, dalam kasus distribusi normal umum digunakan teknik pendekatan dengan

hitungan manual, dengan konversi sebagai berikut:

(2.17)

di mana Z = random variabel, μ = nilai rata-rata (mean) nya adalah 0 (nol) dan σ =

standard deviasinya adalah 1 (unity).

Gambar 2.9 Fungsi kepadatan probabilitas pada distribusi normal

Universitas Sumatera Utara

Substitusi ini menghasilkan kurva standard dimana deviasi dari random variabel

terhadap mean diekspresikan dalam parameter Z (lihat tabel pada Lampiran 4). Pada tabel

ini luasan daerah dibawah kurva density function dapat dicari berdasarkan nilai μ dan

nilai σ.

Gambar 2.10 Kurva probability density function

(www.oc.its.ac.id/ambilfile.php?)

Dari Gambar 2.10 di atas terlihat bahwa total luas dalam interval ± 3σ adalah 0.9972 atau

mendekati 1 (unity). Dengan demikian nilai ± 3σ sering dipergunakan sebagai confidence

limit dari distribusi normal dan interval antara -3σ dengan +3σ merupakan selang

kepercayaan.

Fungsi kepadatan kumulatif atau CDF (cumulative density function) merupakan

fungsi integral dari fungsi kepadatan probabilitas (PDF) yang dapat dituliskan dengan

persamaan 2.18 dan seperti Gambar 2.11.

(2.18)

Gambar 2.11 Cumulative density function

Universitas Sumatera Utara

Jika X adalah continuous random variabel, maka cumulative density function

(CDF) dari X adalah fungsi f(x) yang sedemikian hingga dua nilai a dan b dimana a ≤ b ,

yang ditampilkan pada persamaan 2.19 berikut.

= F(b) – F(a) (2.19)

Dalam perhitungan probabilitas, CDF untuk distribusi normal baku menjadi pegangan

karena nilai integral Persamaan 2.18 sudah ditabulasi (Lampiran 4).

Universitas Sumatera Utara