chapter ii
DESCRIPTION
chapter IITRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang di bawa
dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor. Pada tahun
1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis
usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia).
Budidaya yang dilakukan diikutii oleh K. Schadt yang menandai lahirnya
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi
di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai
5.123 Ha. Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada
tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. (Risza, 2008).
Gambar 1. Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Kelapa sawit (Elaeis guinensis) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel)
Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan
perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan
Sulawesi (Bakar, 2003).
Kelapa sawit merupakan pohon yang tingginya dapat mencapai 24
meter. Mempunyai akar serabut yang mengarah ke bawah dan samping. Selain itu
juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun
majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih
muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri
yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah
hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan
betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki
waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat
lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera
bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam
produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan (Sastrosayono, 2008).
Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Sawit dapat
tumbuh dengan baik di daerah tropis. Pohon kelapa sawit mempunyai beberapa
syarat tumbuh yaitu kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman
ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di
tempat yang basah. Di dalam hutan hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh
karena terlalu lembab dan tidak mendapat cahaya matahari karena ternaungi
kanopi tumbuhan yang lebih tinggi. Angin tidak mempengaruhi pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin.
Benih kelapa sawit mengalami dormansi yang cukup panjang. Diperlukan aerasi
yang baik dan suhu yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit
dapat berkecambah. Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80%
dengan suhu 35ºC. Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, curah hujan
optimal 2.000-3.000 mm/tahun (Sunarko, 2008).
Kelapa sawit merupakan pohon yang mengandung serat berlignoselulosa.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan bahan berlignoselulosa yang
selama ini digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas yang ternyata
pengolahannya masih menimbulkan limbah. Oleh karena itu salah satu cara
pemanfaatan limbah berupa batang dan tandan kosong sawit adalah sebagai bahan
baku serat untuk menghasilkan kertas atau sebagai bahan baku papan serat. Serat
batang kelapa sawit diduga tidak jauh berbeda dengan serat batang kelapa (jenis
Palmae), karena itu seratnya termasuk serat pendek. Alternatif lain dari
pemanfaatan serat batang sawit adalah sebagai bahan baku pembuatan papan
serat. Kelapa sawit dipanen terus sampai tanaman berumur 30 tahun, dan pada
umur 35 tahun perlu diremajakan. Dalam proses pemanenan buah kelapa sawit
untuk pengolahan minyak terdapat limbah antara lain berupa tandan kosong yang
sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan (Sunarko, 2008).
Pemanenan Kelapa sawit
Kelapa sawit berbuah setelah berumur 25 tahun dan buahnya masak 5,5
bulan setelah penyerbukan. Suatu areal sudah dapat dipanen jika tanaman telah
Universitas Sumatera Utara
berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat
1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada
lima buah yang lepas / jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau
sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
(Darmono, 1996).
Pada proses pemanenan kelapa sawit, ciri-ciri lain yang digunakan adalah
apabila sebagian buah sudah membrondol (jatuh di piringan) secara alamiah dan
bobot rata-rata tandan sudah mencapai 3 kg. Kriteria panen yang diharapkan
adalah bila tingkat kematangan buah sudah mencapai fraksi kematangan 1-3
dimana persentase buah luar yang jatuh sekitar 12,5 % -75 %. Ada dua jenis
sistem panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap (Ditjen PPHP, 2006).
Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan
penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat
panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian investasi yang telah
ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan
diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu
bertahan dalam umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim,
pemanenan kelapa sawit hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai
ekonomi tinggi yaitu tandan buah yang menghasilkan minyak kelapa sawit dan
inti kelapa sawit dan tetap membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus
sampi batas usia ekonomisnya habis. Secara umum batas usia ekonomis kelapa
sawit berkisar 25 tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat
pemeliharaan yang dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit
yang salah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya usia
Universitas Sumatera Utara
ekonomis, oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman
tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah panen
harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah kelapa
sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah panen
(Risza, 2008).
Gambar 2. Proses Pemanenan Kelapa Sawit.
Cara pemanenanya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: tandan
matang harus dipanen semuanya dengan criteria 25 -75 % buah luar memberondol
atau kurang matang dengan 12,5-25 % buah luar memberondol. Lalu potong
pelepah daun yang menyangga buah. Tandan buah dipotong dengan dodos / agrek
di dekat pangkalnya dan beri tanda di tempat bekas potongan yang berisi nama
pemanen dan tanggal panen lalu tumpuk pelepah daun yang dipotong secara
teratur di gawangan (ruang kosong diantara barisan tanaman) dengan cara
ditelungkupkan (Sastrosayono, 2008).
Kerusakan bahan baku dapat terjadi salama masa pasca panen. Kerusakan
dapat berupa trash (kotoran dan sampah), memarnya buah, buah mentah dan
busuk serta buah yang layu. Kerusakan bahan baku secara kualitas sangat
merugikan, kerusakan harus ditekan seminimal mungkin (Sunarko, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu peremajaan akan dihasilkan sejumlah biomassa, tapi yang
paling penting adalah pelepah dan batang. Mengembalikan biomassa ke areal
perkebunan kembali membutuhkan waktu yang lama. Biomassa yang tetap berada
pada areal perkebunan setelah peremajaan tersebut dapat menjadi sumber hara
bagi tanaman baru. Satu diantara berbagai sumber unsur hara pada areal
pertanaman kelapa sawit berasal dari limbah batang kelapa sawit. Supaya unsur
hara dapat tersedia bagi tanaman, maka batang kelapa sawit yang sudah ditebang
perlu terdegradasi terlebih dahulu (Isroi, 2006).
Dalam proses degradasi kayu atau batang kelapa sawit, akan melibatkan
organisme maupun mikroorganisme yang terdapat pada areal perkebunan kelapa
sawit. Fungi merupakan salah satu diantara beberapa mikroorganisme yang
berperan dalam proses degradasi. Keberadaan fungi pada limbah batang kelapa
sawit diperkirakan dapat mempercepat terjadinya proses degradasi. Berdasarkan
permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian percepatan degradasi limbah
batang sawit dengan menggunakan fungi decomposer (Sunarko, 2008).
Pengenalan Fungi
Fungi adalah organisme tidak berklorofil, berbentuk hifa/sel tunggal
eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi secara seksual dan
aseksual. Fungi dimasukkan dalam kingdom tersendiri sebab cara mendapatkan
makanannya berbeda dari organisme-organisme eukariotik lainnya, yaitu melalui
absorbsi. Fungi berkembang biak secara seksual melalui peleburan dua inti sel
dengan urutan terjadinya plasmogami, kariogami, miosis dan secara aseksual
Universitas Sumatera Utara
dengan membentuk karpus yang didalamnya mengandung hifa-hifa fertile yang
menghasilkan spora atau konidia. Sebagian tubuh fungi terdiri atas benang-
benang yang disebut hifa, jalinan hifa yang semacam jala itu disebut sebagai
miselium (Abadi, 2003).
Menurut Gandjar dkk. (2006) hifa dapat dibedakan atas dua tipe hifa yang
fungsinya berbeda, yaitu yang menyerap unsur hara dari substrat dan yang
menyangga alat-alat reproduksi. Hifa umumnya rebah pada permukaan substrata
tau tumbuh kedalam substrat dan fungsinya untuk mengabsorbsi unsur hara yang
diperlukan bagi kehidupan fungi di sebut hifa vegetative. Hifa yang umumnya
tegak pada miselium yang terdapat dipermukaan substrat disebut hifa fertile,
karena berperan untuk reproduksi. Hifa-hifa yang telah menjalin suatu jaringan
muselium makin lama makin tebal dan membentuk suatu koloni yang dapat dilihat
dengan mata telanjang.
Fungi merupakan kelompok jasad hidup yang mempunyai inti sel dengan
membran inti yang sempurna, tidak mempunyai klorofil, uniseluler atau
multiseluler serta berkembang biak dengan spora. Spora fungi terbentuk dari hasil
pembiakan vegetatif maupun generatif. Fungi tidak mempunyai klorofil maka
hidupnya bersifat heterotrof dapat sebagai parasit atau sebagai sporofit
(Schaechter, 2004).
Menurut Samosir (2009) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan fungi antara lain:
1. Suhu
Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar,
tetapi pada kondisi-kondisi alami perkembangan yang paling cepat terjadi selama
Universitas Sumatera Utara
periode-periode yang lebih panas dan lebih lembab dalam setiap tahun. Suhu
optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara
220C sampai 350C. Suhu maksimumnya berkisar antara 270C sampai 390C dengan
suhu minimum kurang lebih 50C.
2. Substrat
Substrat merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi yang baru dapat
dimanfaatkan oleh fungi setelah fungi mengekskresikan enzim-enzim
ekstraseluler yang dapat menguraikan senyawa-senyawa menjadi bentuk yang
lebih sederhana.
3. Kelembaban
Kebutuhan fungi akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis
jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air subtrat yang
rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. hal ini terutama
berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air
kurang dari 20% umumnya tidak terserang fungi perusak, sebaliknya kayu dengan
kadar air 35-50% sangat disukai oleh fungi perusak.
4. Konsentrasi hidrogen (pH)
Pada umumnya fungi akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam
suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH
4,5 sampai 5,5.
5. Bahan makanan (nutrisi)
Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti
selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat isi sel lainnya. Selulosa, hemiselulosa
Universitas Sumatera Utara
dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai makromolekul yang terlalu besar
dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung oleh cendawan. secara umum
pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, suhu, derajat
keasaman substrat (pH), dan senyawa kimia dilingkungannya.
Fungi merupakan satu diantara berbagai kelompok mikroorganisme yang
memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan
tumbuhan. Fungi merupakan pengurai utama dalam dekomposisi karena
mempunyai kemampuan untuk menguraikan selulosa dan lignin. Seperti diketahui
selulosa dan lignin secara bersama-sama merupakan komponen utama penyusun
dinding sel daun (sinaga, 2003).
Oksigen adalah bahan yang penting untuk pertumbuhan fungi perusak
kayu, tetapi kebutuhannya sangat sedikit, dan alas an kondisi biasa jumlah oksigen
di dalam dan sekitar kayu dalam pemakaian atau dalam penyimpanan sudah
cukup. Bagian-bagian dalam pohon dan kayu-kayu besar yang tidak dikeringkan,
biasanya mengandung cukup udara dalam sel-sel yang memungkinkan
perkembangan fungi bila kondisi-kondisi lainnya menguntungkan. Persedian
oksigen didalam tanah makin ke bawah permukaan makin berkurang, dan pada
kedalaman 150 sampai 180 cm mungkin tidak cukup untuk pembusukan terutama
pada tanah yang rapat dan padat (Suprapti, dkk, 2006).
Dekomposisi adalah proses penghancuran organisme secara bertahap
sehingga stukturnya tidak lagi dalam bentuk kompleks tetapi telah diuraikan
menjadi bentuk-bentuk yang sederhana seperti air, karbondioksida dan komponen
mineral. Dekomposisi bisa berarti pemisahan mekanik struktur tanaman mati dari
tahap masih terikat pada tanaman hidup sampai tahap humus yang struktur selnya
Universitas Sumatera Utara