chapter ii

20
  11 BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP TERHADAP COMPETI TIVE I NTELLI GENCE   1. Penger tian Sikap Sikap merupakan derajat afek positif atau negatif terhadap suatu objek  psikologis (Thurstone dalam Azwar, 2010). Sikap selalu berkaitan dengan suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan dalam Azwar, 2010). Sikap merupakan afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek (Fishbein dan Ajzen dalam Azwar, 2010). Sikap meliputi rasa suka atau tidak suk a terhadap situasi, benda, orang, kelompok, dan aspek lingkungan (Deaux dalam Azwar, 2010). Cattel (dalam Azwar, 2010) mengartikan sikap sebagai ketertarikan emosi dan  perilaku seseorang terhadap beberapa o rang, objek, dan ke jadian. Allport (dalam Azwar, 2010) mengatakan bahwa sikap merupakan sesuatu yang mengarahkan  perilaku kita terhadap objek tertentu, dapat bersifat positif atau negatif dan melibatkan penilaian atau evaluasi. Sikap merupakan komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan  berperilaku terhadap suatu objek (Secord & Backm an dalam Azwar, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kogni tif, afekt if dan konatif.

Upload: sindhu-winata

Post on 04-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahan

TRANSCRIPT

  • 11

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. SIKAP TERHADAP COMPETITIVE INTELLIGENCE

    1. Pengertian Sikap

    Sikap merupakan derajat afek positif atau negatif terhadap suatu objek

    psikologis (Thurstone dalam Azwar, 2010). Sikap selalu berkaitan dengan suatu

    objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan dalam Azwar, 2010). Sikap

    merupakan afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek (Fishbein

    dan Ajzen dalam Azwar, 2010). Sikap meliputi rasa suka atau tidak suka terhadap

    situasi, benda, orang, kelompok, dan aspek lingkungan (Deaux dalam Azwar,

    2010).

    Cattel (dalam Azwar, 2010) mengartikan sikap sebagai ketertarikan emosi dan

    perilaku seseorang terhadap beberapa orang, objek, dan kejadian. Allport (dalam

    Azwar, 2010) mengatakan bahwa sikap merupakan sesuatu yang mengarahkan

    perilaku kita terhadap objek tertentu, dapat bersifat positif atau negatif dan

    melibatkan penilaian atau evaluasi. Sikap merupakan komponen kognitif, afektif

    dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan

    berperilaku terhadap suatu objek (Secord & Backman dalam Azwar, 2010).

    Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk

    memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang

    merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

  • 12

    2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sikap

    Efek suatu komunikasi merupakan bagian perubahan sikap, yakni sejauhmana

    komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima (Hovland, Janis, & Kelley

    dalam Azwar, 2010). Ada tiga faktor yang mempengaruhi efek suatu komunikasi,

    antara lain:

    1. Karakteristik komunikator, meliputi: keahlian, dapat dipercaya, disukai, status,

    ras, dan agama.

    2. Karakteristik pesan, meliputi: daya tarik bahasa, kemudahan bahasa

    dimengerti, atau situasi saat pesan tersebut disampaikan.

    3. Karakteristik penerima pesan, meliputi: kemudahan dibujuk, inteligensi,

    harga diri, dan kepribadian.

    3. Pengertian Competitive Intelligence

    Prescott (dalam Fleisher, 2003) mengatakan bahwa competitive intelligence

    adalah proses dimana organisasi mengumpulkan informasi tentang kompetitor dan

    lingkungan kompetitif, dan mengaplikasikannya ke dalam proses pengambilan

    keputusan dan perencanaan sehingga dapat memperbaiki kinerja mereka. Shaker

    dan Gembicki (dalam Strauss, 2008) mendefenisikan competitive intelligence

    sebagai proses bisnis yang sistematis, berkelanjutan, dan etis dalam

    mengumpulkan informasi dari target, seperti: pelanggan, kompetitor, personalia,

    ahli teknologi, maupun keseluruhan lingkungan bisnis.

    Competitive intelligence merupakan proses menganalisis informasi yang

    berhubungan dengan pasar dan kompetitor, lalu mengumpulkan dan

  • 13

    mentransformasikannya menjadi intelligence yang sangat berguna sehingga

    mempengaruhi kegunaannya dalam pengambilan keputusan (Hopper dalam

    Strauss, 2008). Johnson (dalam Strauss, 2008) mendefenisikan competitive

    intelligence dengan proses monitoring yang terkoordinasi terhadap kompetitor

    sehingga dapat berkompetisi dalam area pemasaran. Competitive intelligence

    digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang rencana kompetitor dan

    merencanakan strategi untuk bisnis yang dimiliki agar dapat bersaing dengan

    rencana kompetitor (Johnson dalam Strauss, 2008).

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa competitive intelligence sebagai

    tindakan dalam mengumpulkan informasi, memprosesnya dan menyimpannya

    supaya bisa tersedia bagi semua orang di dalam organisasi, dengan tujuan

    menjadi bisnis yang lebih baik kelaknya dan dapat melindungi bisnis dari

    ancaman kompetitif. Fleisher dan Bensoussan (dalam Strauss, 2008)

    mendefenisikan competitive intelligence sebagai produk/ hasil yang mempunyai

    nilai, berasal dari proses pengumpulan data, evaluasi, analisis, integrasi, dan

    interpretasi dari semua informasi yang tersedia, serta secara langsung atau

    berpotensi signifikan dalam proses pembuatan keputusan. Muller (dalam Strauss,

    2008) menyatakan bahwa competitive intelligence merupakan proses sistematis

    untuk menghasilkan rekomendasi tentang hal-hal yang dapat dilakukan, dimana

    proses sistematis tersebut terdiri dari proses perencanaan (planning),

    pengumpulan informasi (gathering), analisis (analyzing), dan penyebaran

    informasi (disseminating) supaya adanya kemajuan dan pengembangan yang

    berpotensi mempengaruhi situasi kompetitif suatu perusahaan.

  • 14

    Maka dapat disimpulkan bahwa competitive intelligence adalah proses

    dimana organisasi mencari tahu kondisi lingkungan kompetitif dan kompetitor,

    sehingga organisasi tersebut dapat mengambil keputusan yang berguna untuk

    lingkungan bisnisnya.

    4. Aspek-Aspek Competitive Intelligence

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan aspek-aspek dari competitive

    intelligence terdiri atas 4 (empat) bagian, yakni:

    1. Commercial & marketing intelligence

    Hal yang mencakup aspek ini adalah pemahaman dan strategi tentang tentang

    aspek-aspek komersial dan pemasaran. Hal ini mencakup trend yang sedang

    terjadi pelanggan, apa yang disukai dan dibutuhkan pelanggan, segmentasi

    pasar yang baru, inovatif, dan memberi peluang; serta perubahan-perubahan

    dan distribusi yang sedang terjadi di pasar. Biasanya, informasi dari

    pelanggan, pembeli, pemasok, dan distributor dikumpulkan dan dianalisis.

    Aspek pemasaran mencakup perencanaan produk, kebijakan harga,

    melakukan promosi, distribusi, penjualan, pelayanan, dan membuat strategi

    pemasaran. Aspek komersial mencakup ekspor dan impor barang.

    2. Competitor intelligence

    Hal yang mencakup aspek ini merupakan pemahaman dan strategi tentang

    aspek-aspek kompetitor. Hal ini mencakup proses mengevaluasi strategi

    kompetitif dari saingan supaya dapat mengatasi perubahan-perubahan pada

  • 15

    kompetitor (misal: adanya perubahan struktur, produk baru) dan kompetitor

    baru dalam industri tersebut. Aspek kompetitor mencakup tujuan, strategi,

    kekuatan, kelemahan dan reaksi pesaing.

    3. Technological intelligence

    Hal yang mencakup aspek ini merupakan pemahaman dan strategi tentang

    aspek-aspek teknologi. Hal ini mencakup evaluasi biaya dan manfaat dari

    penggunaan teknologi untuk saat ini ataupun ke depannya bagi bisnis, serta

    mengevaluasi perubahan-perubahan teknologi ke depannya. Proses ini juga

    berhubungan dengan adanya para peneliti, pabrik-pabrik, proses dan aturan

    yang terstandardisasi, serta hak paten.

    4. Strategic & social intelligence

    Hal yang mencakup aspek ini merupakan pemahaman dan strategi tentang

    aspek-aspek sosial dan strategis. Hal ini mencakup yakni pengetahuan

    individu tentang isu-isu hukum, keuangan, politik, ekonomi, sumber sosial

    dan juga sumber daya manusia yang tersedia.

    5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Competitive Intelligence

    Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi competitive intelligence

    (Jaworski, 2002), antara lain:

    1. Network

    Jika mempunyai asosiasi yang memiliki basis informasi yang beraneka ragam,

    maka informasi yang akan didapatkan lebih berkembang dan lebih komprehensif.

  • 16

    Selain itu, jika ada organisasi yang sama-sama berkompetisi saling bertukar

    informasi tentang pihak ketiga atau kompetitor lain, maka semakin komprehensif

    pula informasi yang diperoleh dan kecerdasan kompetitif akan tinggi. Network

    juga perlu sama-sama memiliki kesadaran untuk mencari informasi tentang isu-isu

    kompetitif. Network juga akan berkembang jika ada hubungan timbal balik

    (individu yang telah memberikan informasi dapat menerima informasi kembali)

    2. Lingkungan Bisnis (Business environtment)

    Individu akan cenderung membagikan kecerdasan kompetitifnya, jika individu

    dalam organisasi akan diberi reward, insentif, atau rekognisi untuk

    melakukannya. Pengalokasian waktu yang terbatas juga dapat mengurangi

    ketelitian dalam mengumpulkan informasi yang ada.

    3. Lingkungan Informasi (Information Environtment)

    Informasi yang terlalu banyak tetapi kurang beraneka ragam akan berdampak

    negatif, karena informasi tersebut masih kurang comparability (dapat

    membedakan/ membandingkan). Individu yang mempunyai akses informasi dapat

    saja menyembunyikannya dari orang lain. Individu akan memberikan informasi

    nya atau tidak tergantung pada relative value dari informasi tersebut. Relative

    value merupakan perbandingan apakah informasi yang diberikan dalam proses

    pertukaran informasi memiliki value yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada

    informasi yang diterima.

  • 17

    4. Karakteristik Analist (Analyst Characteristic)

    Kontinuitas pekerjaan merupakan lamanya waktu yang telah dilalui

    individu dalam bekerja sehingga individu tersebut lebih ahli dalam mencari

    informasi yang komprehensif, cepat, dan efisien. Orang yang lebih ahli dan sudah

    lama bekerja akan lebih peka dan selektif tentang informasi-informasi yang

    diperlukan dan cara memperoleh informasi daripada orang yang masih baru

    bekerja.

    6. Ciri-ciri individu yang memiliki Competitive Intelligence

    Adapun ciri-ciri individu yang memiliki competitive intelligence (McLellan &

    Muller dalam Strauss, 2008), antara lain:

    1. Traits, antara lain: kreatif, tekun, kemampuan berkomunikasi, kemampuan

    analitis, dan kemampuan belajar secara independen.

    2. Teachable skill, antara lain: berpikir strategis, pemahaman tentang istilah-

    istilah bisnis, kemampuan mempresentasikan tentang informasi pasar,

    kemampuan analitis, kemampuan mewawancarai/ jurnalistik, dan pemahaman

    tentang metode penelitian.

    3. Pengalaman profesional, antara lain: pemahaman tentang struktur perusahaan

    dan proses pembuatan keputusan, pemahaman tentang industri, dan

    kemampuan penelitian, memiliki pemahaman tentang bisnis.

  • 18

    7. Tipe-tipe Sikap terhadap Competitive Intelligence

    Rouach dan Santi (2001) membedakan 5 (lima) tipe sikap dalam competitive

    intelligence, antara lain:

    1. Sikap sleeper dikarakteristikkan dengan sikap yang tidak takut persaingan,

    tidak tertarik dengan competitive intelligence, dan sering menganggap bahwa

    proses competitive intelligence hanya membuang-buang waktu saja. Hal ini

    dikarenakan pengusaha berpikir bahwa usaha lain juga tidak mau tahu

    tentang persaingan. Sikap sleeper biasanya dimiliki oleh manajemen yang

    pasif yang meyakini bahwa mereka benar-benar sudah mengetahui yang

    mereka butuhkan untuk menjalankan bisnis dan tidak mempelajari tentang

    dunia luar.

    2. Sikap reactive dikarakteristikkan dengan sikap yang reaktif jika merasa

    terancam dengan posisi pesaing. Sikap ini hanya lebih bersifat bertahan

    dengan ancaman daripada menyerang saingan. Pemimpin bisnis belum

    percaya akan manfaat dari competitive intelligence.

    3. Sikap active dikarakteristikkan dengan sikap yang aktif dalam memahami,

    menganalisis, dan menginterpretasikan persaingan meskipun sumber daya

    yang dimiliki terbatas, mulai membentuk orang yang dipekerjakan secara

    khusus untuk mengkoordinir competitive intelligence). Pemilik usaha sudah

    dapat melihat bahwa proses competitive intelligence bermanfaat untuk

    meningkatkan keuntungan, akan tetapi belum melihat adanya tujuan jangka

    panjang untuk melakukannya.

  • 19

    4. Sikap assault dikarakteristikkan dengan sikap yang gencar dalam berburu

    informasi secara strategis, prosedural, dan dengan perencanaan yang matang.

    Perusahaan dengan sikap ini biasanya memiliki prosedur yang sudah

    terintegrasi dan perencanaan dalam memonitor setiap kemajuan kompetitor.

    Perusahaan ini juga memiliki sumber signifikan mendukung competitive

    inteligence, serta adanya penghargaan terhadap orang-orang yang terlibat

    dalam competitive intelligence.

    5. Sikap warrior ditunjukkan dengan adanya suatu sikap atau pendirian untuk

    menyerang saingannya, berjuang, dan rela berkorban untuk memenangkan

    persaingan, sangat proaktif (inisiatif mengawali adanya perubahan/tidak

    menunggu sampai perubahan terjadi). Usaha yang memiliki sikap demikian

    didukung oleh alat yang canggih ataupun ahli yang berpengalaman dalam

    memperlancar proses competitive intelligence, serta adanya sumber yang tidak

    terbatas, dan adanya proses pembuatan keputusan

    B. USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) GARMEN

    1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

    Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang digunakan untuk

    mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Kriteria

    kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

    badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur

    dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang

  • 20

    berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang

    bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

    dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha

    Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana

    dimaksud dalam Undang-Undang ini.

    b. Kriteria Usaha Mikro dan Usaha Kecil

    Kriteria Usaha Mikro dan Usaha Kecil menurut UU No 20 Tahun 2008

    digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.

    Menurut UU No 20 Tahun 2008, kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

    a. memiliki kekayaan bersih maksimal Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

    tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

    b. memiliki omzet maksimal Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

    Menurut UU No 20 Tahun 2008, kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

    a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

    rupiah) dan maksimal Rp 2.500.000.000,00 (dua koma lima milliar rupiah)

    tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

    b. memiliki omzet lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan

    maksimal Rp 2.500.000.000,00 (dua koma lima milliar rupiah)

  • 21

    c. Masalah-masalah dalam Usaha Mikro dan Kecil (UKM)

    Menurut Anoraga & Sudantoko (2002), masalah yang dihadapi UKM, antara

    lain:

    A. Faktor Internal

    a. Kurangnya permodalan. UKM mengalami masalah permodalan dikarenakan

    UKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup,

    yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas.

    b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas. Keterbatasan SDM pada UKM

    dapat dilihat dari segi pendidikan formal, pengetahuan dan keterampilan yang

    dimiliki tentu sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya,

    serta kemampuan pengusaha dalam meningkatkan daya saing produk yang

    dihasilkannya.

    c. Lemahnya jaringan usaha dan kemampuan pasar oleh karena produk yang

    dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang

    kompetitif.

    B. Faktor Eksternal

    a. Kebijaksanaan pemerintah yang masih belum kondusif dalam

    menumbuhkembangkan UKM, misalnya masih terjadinya persaingan yang

    kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha

    besar.

    b. Terbatasnya sarana dan prasarana dikarenakan kurangnya informasi yang

    berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  • 22

    c. Implikasi perdagangan bebas sebagaimana diketahui AFTA yang mulai

    berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap

    usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Usaha

    Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi

    dengan produktif dan efisien, serta mampu menghasilkan produk yang sesuai

    dengan frekuensi pasar global dan kualitas yang standar

    d. Sifat produk dengan jangka waktu pendek. Sebagian besar produk industri

    kecil memiliki ciri dan karakteristik sebagai produk-produk fashion dan

    kerajinan dengan jangka waktu yang pendek.

    e. Terbatasnya akses pasar menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat

    dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

    4. Usaha Garmen

    Usaha garmen adalah usaha yang memproduksi pakaian jadi dan

    perlengkapan pakaian (Hulme, 2012). Pakaian jadi adalah segala macam pakaian

    dari bahan tekstil untuk laki-laki, wanita, anak-anak, dan bayi. Bahan bakunya

    adalah kain tenun atau kain rajutan. Produknya yakni berupa kemeja (shirts), blus

    (blouses), dan rok (skirts). Kaus (t-shirts, polo shirt, sportswear), pakaian dalam

    (underwear), dan lain-lain.

  • 23

    C. GAMBARAN TIPE SIKAP TERHADAP COMPETITIVE

    INTELLIGENCE PADA PENGUSAHA USAHA MIKRO DAN USAHA

    KECIL

    Kotler dan Susanto (2004) mengatakan bahwa keberhasilan dan kegagalan

    suatu usaha tergantung dengan strategi dalam memposisikan usaha yang dimiliki

    dalam persaingan pasar dan perdagangan bebas yang sangat kompetitif, serta

    kemampuan suatu usaha dalam melaksanakan strateginya secara bertahap dalam

    menapaki ruang lingkup persaingan usaha, mulai dari skala lokal, skala nasional,

    sampai berkembang menjadi usaha yang berskala internasional. Pengembangan

    potensi kewirausahaan (khususnya usaha mikro dan kecil) diarahkan untuk

    menjadi pelaku ekonomi yang berdaya saing tinggi di tengah-tengah adanya

    perdagangan bebas tersebut (Badan Perencanaan dan Pengembangan Nasional,

    2005).

    Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang dapat berkompetisi secara efektif

    merupakan usaha yang dapat mengetahui lingkungan bisnis, menemukan apa yang

    akan dilakukan kompetitor, dan mengantisipasi ancaman-ancaman kompetitor.

    Hal inilah yang disebut competitive intelligence (Smith, 2008). Rouach dan Santi

    (2001) menyatakan bahwa competitive intelligence sebagai tindakan dalam

    mengumpulkan informasi, memprosesnya dan menyimpannya supaya bisa

    tersedia bagi semua orang di dalam organisasi, dengan tujuan menjadi bisnis

    yang lebih baik kelaknya dan dapat melindungi bisnis dari ancaman kompetitif.

    Calof (dalam Strauss, 2008) menyatakan competitive intelligence ini

    sangat bermanfaat dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang

  • 24

    pelanggan, kebijakan, kompetitor, dan dapat memprediksikan perubahan-

    perubahan serta mengambil kesempatan dari situasi-situasi kompetitif.

    Competitive intelligence juga mampu membangun profil informasi yang dapat

    membantu perusahaan untuk mengidentifikasikan kekuatan kompetitor,

    kelemahannya, strateginya, tujuannya, strategi pemasarannya (Bose dalam Nasrie,

    2011). Berner (dalam Nasrie, 2011) juga menambahkan fungsi dari competitive

    intelligence yakni untuk menantisipasi situasi-situasi mengejutkan dan yang dapat

    menghancurkan bisnis, untuk mengidentifikasikan peluang bagi organisasi, dan

    untuk memperbaiki perencanaan jangka panjang maupun pendek.

    Beberapa studi tentang competitive intelligence hanya fokus pada fungsi,

    aktivitas atau proses competitive intelligence di dalam suatu lingkungan bisnis.

    Hanya sedikit penelitian yang mempelajari seberapa besar persepsi dan sikap

    terhadap lingkungan bisnis tersebut sangat mempengaruhi proses aktivitas dari

    competitive intelligence itu sendiri (dalam Tarraf & Molz, 2006). Beberapa studi

    dan survey tentang competitive intelligence hanya fokus pada perusahaan besar

    saja sendiri (dalam Tarraf & Molz, 2006).

    Groom & David (dalam Tarraf & Molz, 2006) menemukan dalam studinya

    bahwa perusahaan kecil kurang tertarik dengan proses competitive intelligence.

    Ada beberapa perbedaan yang cukup nyata di antara banyak perusahaan

    berhubungan dengan sumber-sumber yang dialokasikan untuk aktivitas

    competitive intelligence. Perusahaan dengan jumlah pekerja yang lebih banyak

    akan mempercayakan aktivitas competitive intelligence tersebut kepada pekerja

    nya (Groom & David dalam Tarraf & Molz, 2006). Oubrich (dalam Smith, 2010)

  • 25

    menemukan bahwa Usaha Kecil dan Menengah sangat terbatas dalam mengawasi

    pasar dan persaingan sedangkan perusahaan besar sudah terintegrasi dengan

    program competitive intelligence sebagai pengembangan strategi.

    Salah satu perbedaan utama antara usaha kecil dan usaha besar yakni strategi

    pada usaha kecil lebih dipengaruhi karakter dari pemilik usaha yang sangat

    berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan (Burke, Jarrat, dan McCarthy

    dalam Tarraf & Molz, 2006). Sikap, persepsi, dan kepribadian dari pembuat

    keputusan tersebut sangat berpengaruh dalam usaha kecil. Wright et al. (dalam

    Smith, Wright, & Pickton 2010) dalam studinya tentang competitive intelligence

    di U.K. menemukan bahwa sikap manager mempunyai pengaruh langsung

    terhadap aktivitas competitive intelligence.

    Sikap merupakan hal yang utama bagi pengusaha Usaha Mikro dan Kecil

    untuk melakukan competitive intelligence (dalam Smith et al, 2010). Keinginan

    pengusaha dalam menyikapi atau meresponi informasi lebih penting

    dibandingkan dengan isi informasi itu sendiri. Competitive intelligence di dalam

    Usaha Mikro dan Kecil (UMK) lebih ditentukan faktor karakter, kesadaran

    (awareness), dan sikap (attitude) dari pengusahanya sendiri sebagai pembuat

    keputusan. Competitive intelligence tidak akan dilakukan jika individu belum

    memiliki sikap yang positif akan pentingnya competitive intelligence (dalam

    Smith, et al 2010). Setiap usaha memerlukan adanya kesadaran organisasi akan

    pentingnya budaya kompetitif dan competitive intelligence. Tanpa adanya

    kesadaran dan sikap yang mengawali sangat sulit untuk mengembangkan budaya

    kompetitif dan competitive intelligence di perusahaan.

  • 26

    Survey yang dilakukan oleh Pricewaterhouse-Coopers (dalam Amenta,

    Brownlie, dan Su, 2008) menemukan bahwa 84% pengusaha mengemukakan

    pengumpulan informasi tentang kompetitor merupakan kunci pertumbuhan usaha

    mereka. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat 32% pengusaha Usaha Mikro

    dan Kecil yang sudah aktif mempraktekkan competitive intelligence. Beberapa

    Usaha Mikro dan Kecil (UMK) belum aktif berpartisipasi dalam aktivitas

    competitive intelligence dikarenakan pengusaha yakin bahwa mereka sudah

    mengenal pasar mereka sendiri dan menganggap hanya sedikit manfaatnya.

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan terdapat tipologi sikap yang

    dimiliki oleh terhadap competitive intelligence. Adapun tipe-tipe sikap tersebut,

    antara lain: sikap sleeper, sikap reactive, sikap active, sikap assault, dan sikap

    warrior. Sikap yang dimiliki oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada

    umumnya adalah sikap sleeper, reactive, active sedangkan sikap assault dan

    warrior umumnya dimiliki oleh perusahaan besar (Rouach dan Santi, 2001).

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap sleeper

    dikarakteristikkan dengan sikap yang tidak takut persaingan, tidak tertarik dengan

    competitive intelligence, dan sering menganggap bahwa proses competitive

    intelligence hanya membuang-buang waktu saja. Hal ini sejalan dengan penelitian

    yang dilakukan Pricewaterhouse- Coopers (dalam Amenta, Brownlie, dan Su,

    2008) yang menunjukkan bahwa pengusaha Usaha Mikro dan Kecil juga

    menganggap bahwa manfaat dari competitive intelligence tidak sebanding dengan

    banyak sumber daya yang harus dikeluarkan, misalnya: uang, waktu, dan orang-

    orang yang juga masih terbatas dimiliki dalam usaha kecil. Hal ini dikarenakan

  • 27

    pengusaha berpikir bahwa usaha lain juga tidak mau tahu tentang persaingan.

    Sikap sleeper biasanya dimiliki oleh manajemen yang pasif yang meyakini bahwa

    mereka benar-benar sudah mengetahui yang mereka butuhkan untuk menjalankan

    bisnis dan tidak perlu mempelajari tentang lingkungan eksternal. Sikap demikian

    banyak dimiliki oleh usaha kecil. Hal ini dikarenakan usaha kecil masih lemah di

    dalam hal manajemen dan sumber keuangan (Anoraga & Sudantoko, 2002).

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap reactive

    dikarakteristikkan dengan sikap yang akan merespon hanya jika merasa terancam

    dengan posisi pesaing. Sikap ini hanya lebih bersifat bertahan dengan ancaman

    daripada menyerang saingan. Pemimpin bisnis belum percaya akan manfaat dari

    competitive intelligence. Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap active

    dikarakteristikkan dengan sikap yang aktif dalam memahami, menganalisis, dan

    menginterpretasikan persaingan meskipun sumber daya yang dimiliki terbatas,

    mulai membentuk orang yang dipekerjakan secara khusus untuk mengkoordinir

    competitive intelligence). Pemilik usaha sudah dapat melihat bahwa proses

    competitive intelligence bermanfaat untuk meningkatkan keuntungan, akan tetapi

    belum melihat adanya tujuan jangka panjang untuk melakukannya.

    Wright et al (dalam Smith, Wright, dan Pickton, 2010) juga

    menambahkan sikap active yang dimiliki Usaha Mikro Kecil membuat usaha

    tersebut kurang memiliki proses yang terintegrasi antara hasil dari competitive

    intelligence untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Pengusaha

    Usaha Mikro dan Kecil (UMK) cenderung menggunakannya hanya untuk

    keputusan jangka pendek dan operasional sehari-harinya, yakni setelah menerima

  • 28

    informasi tersebut, langsung bertindak, tanpa mempertimbangkannya terlebih

    dahulu. 43% menyampaikan bahwa mereka menggunakan informasi kompetitif

    untuk membantu mereka membuat keputusan tentang perubahan harga dan usaha

    promosi.

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap assault

    dikarakteristikkan dengan sikap yang gencar dalam berburu informasi secara

    strategis, prosedural, dan dengan perencanaan yang matang. Perusahaan dengan

    sikap ini biasanya memiliki prosedur yang sudah terintegrasi dan perencanaan

    dalam memonitor setiap kemajuan kompetitor. Perusahaan ini juga memiliki

    sumber signifikan mendukung competitive inteligence, serta adanya penghargaan

    terhadap orang-orang yang terlibat dalam competitive intelligence. Perusahaan

    dengan sikap assault sudah memiliki bagian unit tertentu yang khusus melakukan

    aktivitas competitive intelligence beserta adanya manajemen yang sudah baik.

    Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap warrior ditunjukkan

    dengan adanya suatu sikap atau pendirian yang berjuang untuk memenangkan

    persaingan, sangat proaktif (inisiatif mengawali adanya perubahan/tidak

    menunggu sampai perubahan terjadi). Usaha yang memiliki sikap demikian

    didukung oleh alat yang canggih ataupun ahli yang berpengalaman dalam

    memperlancar proses competitive intelligence, serta adanya sumber yang tidak

    terbatas, dan adanya proses pembuatan keputusan

    Hasil penelitian Wright, et al (dalam Smith, Wright, & Pickton 2010) di

    Turki menanyakan berbagai perusahaan kecil tentang seberapa sering

    perusahaan tersebut mengumpulkan informasi tentang kompetitor, teknologi, dan

  • 29

    pelanggan (dalam Smith, et al 2010). Mereka meresponi dengan berkata, tidak

    teratur melakukannya. Hanya 16,4 persen yang melaporkan bahwa perusahaan

    mereka mempunyai proses yang tertulis dan sistem yang didedikasikan untuk

    competitive intelligence. Hampir 8% mengatakan bahwa mereka tidak tahu. 26,8

    % menyatakan bahwa perusahaan mereka memberikan komitmen yang penuh

    supaya dapat memahami kompetitor dan sangat merasakan manfaatnya. 44, 7 %

    menyatakan bahwa kami terlalu sibuk memikirkan apa yang dikerjakan hari ini

    dan tidak sempat melakukannya dan ada yang menyatakan bahwa competitive

    intelligence hanya menghabiskan waktu yang begitu berharga. Tidak seorangpun

    yang menyatakan dan mengindikasikan bahwa mereka mempunyai proses untuk

    mengolah informasi kompetitif secara terintegrasi, memonitor kompetitor mereka,

    dan merumuskan rencana-rencana untuk mengantisipasi perkembangan

    kompetitor.

    Keterbatasan Sumber Daya Manusia pada Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

    yang dapat dilihat dari segi pendidikan formal, pengetahuan dan keterampilan

    yang dimiliki tentu sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan

    usahanya, serta kemampuan pengusaha dalam meningkatkan daya saing produk

    yang dihasilkannya (Anoraga & Sudantoko, 2002). Hal tersebut mempengaruhi

    sikap yang dimiliki oleh pengusaha kecil masih terbatas pada tipe active, reactive,

    dan active.

  • 30

    KERANGKA BERPIKIR

    Pengembangan Kewirausahaan (UMKM)

    Perdagangan bebas

    Kompetisi

    Kondisi yang seharusnya Kondisi yang sebenarnya

    UKM dapat bersaing dan UKM tidak dapat bersaing

    berkembang mulai dari skala dan mengalami kebangkrutan

    lokal, nasional, dan internasional

    Faktor yang menghambat

    UKM dapat bersaing

    Perlunya competitive intelligence

    Peranan sikap dalam competitive intelligence

    Bagaimanakah gambaran sikap terhadap competitive

    intelligence

    pada pengusaha UKM di Medan?

    Keterangan :

    Keterangan

    Menyebabkan

    Masalah kompetisi

    pasar dan produk

    Masalah akses terhadap

    informasi pasar

    Masalah Kemitraan