chapter ii

Upload: jeffrison-william-saribu

Post on 29-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tanaman Kencur ( Kaemferia galanga L)

    Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh

    diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak

    digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga

    para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang

    diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang

    diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan

    rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto,1986).

    Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah

    dengan jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna

    hijau sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 12

    cm dengan lebar 8 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa

    tulang tulang induk daun yang nyata (Backer,1986).

    Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang

    dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair

    dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan

    kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas

    ruas rimpang berwarna putih kekuningan.

    Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun

    mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 3 cm, tidak bercabang, dapat

    tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5 7 cm berbentuk bulat dan beruas

    ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 1,5 cm, tangkai sari berbentk corong pendek.

  • Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai berikut:

    Kerajaan : Plantae

    Divisi : Spermaiophyta

    Sob Divisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Ordo : Zingiberales

    Famili : Zingiberaceae

    Subfamili : Zingiberoideae

    Genus : Kaempferia

    Spesies : Kaempferia .galanga

    Nama Kaempferia galanga L di berbagai daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:

    Sumatera : ceuku (Aceh), tekur (Gayo), kaciwer (Karo), cakue

    (Minangkabau) Cokur (lampung)

    Jawa : kencur (jawa), cikur (Sunda), kencor (Madura)

    Sulawesi : batako (Manado), watan (Minahsa), (Gorontalo), cakuru

    (Makasar), ceku (Bugis)

    Nusa Tenggara: cekuh (Bali), cekur (Sasak), cekur, (Sumba), sokus (Roti)

    Sukung (Timor)

    Maluku : suha (Seram), assuli (Ambon), onegai (Buru)

    Irian : ukap (Irian)

  • 2.1.1. Kandungan Kimia dari Kencur

    Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil

    sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6)

    parafin

    OC2H5

    O

    OC2H5

    O

    H3CO H3CO

    CH2

    CH2

    CH3

    CH3

    CH3

    CH3H3C

    C CH3H3C

    CH3

    CH31 2 3

    4 5 6

    Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama

    dari kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain

    minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol,

    sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang

    merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993).

    Manfaat yang diperoleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan

    produktivitas lahan pertanian yang sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang

    kencur ini dapat diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap

    makanan minuman dan obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit

    rimpang atau daun kencur sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam

    pembuatan gado-gado, pecal dan urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama

    beras kemudian diseduh dengan air masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat

    digunakan sebagai minuman. Minuman ini berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman

    ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa minuman beras kencur. Rimpang kencur di

    pergunakan untuk meramu obat-obatan tradisional yang sudah banyak di produksi oleh

  • pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain

    untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut,

    bisa juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering

    kencur disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini,1990).

    Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak

    dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan

    industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil p-

    metoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam

    industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau

    penuaan jaringan kulit (Rosita,2007).

    2.2. Senyawa Etil P-Metoksisinamat

    Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang kita bahwa dalam

    tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil p-metoksisinamat.

    Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur

    yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan

    sinar matahari. Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat penting

    saat ini dimana tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi

    pria pun memerlukan tabir surya untuk melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam

    tersengat sinar matahari. Kulit dengan perlindungan akan tampak lebih baik dalam hal

    warna yaitu terlihat lebih bersih dan putih (Barus,2009).

    EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion atau pun pada

    bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari

    ester ini diganti oleh oktil, etil heksil ataupun heptil melalui transesterifikasi maupun

    esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran

    EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang yang merupakan salah satu syarat

  • senyawa sebagai tabir surya, selain dari itu juga untuk mengurangi tingkat bahaya

    terhadap kulit.

    EPMS termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan

    senyawa phenil propanoad. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan sinamat adalah

    para hidroksi sinamat (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9):

    CO2H

    OH

    CO2H

    OHOH

    CO2H

    OCH3OCH3

    H3CO

    (7) (8) (9)

    EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene dan

    gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang

    bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut

    yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana.

    Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara

    lain pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang

    sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzene

    dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan mengandung gugus karbonil yang

    mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabakan senyawa ini mampu larut dalam

    beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi (Taufikhurohmah,2008).

    Karena asam sinamat merupakan turunan fenil propanoid maka biosintesanya

    termasuk jalur sikimat.

  • 2.2.1. Biosintesa p-metoksisinamat

    Pembentukan asam shikimat dimulai dengan kondensasi aldol antara suatu tetrosa, yakni

    eritrosa, dan asam fosfoenolpiruvat. Pada kondensasi ini, gugus metilen C=CH2 dari asam

    fosfoenolpiruvat berlaku sebagai nukleofil dan beradisi dengan gugus karbonil C=O dari

    eritrosa, menghasilkan suatu gula yang terdiri dari 7 atom karbon. Selanjutnya, reaksi

    yang analog (intramolekuler) menghasilkan asam 5-dehidrokuinat yang mempunyai

    lingkar sikloheksana, yang kemudian diubah menjadi asam shikimat. Reaksi pararel yang

    sejenis terhadap tirosin yang mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi menghasilakn

    asam p-kumarat.

    Senyawa turunan sinamat termasuk senyawa fenolik alam dari golongan

    fenilpropanoid, yakni senyawa-senyawa dengan kerangka dasar karbon C6-C3,terdiri dari

    cincin benzen (C6) yang terikat pada ujung dari rantai karbon propan (C3). Dari segi

    biogenetik senyawa turunan sinamat berasal dari jalur biosintesa asam sikhimat, seperti

    tercantum dalam gambar 2.1. Karena itu, pola oksidasi cincin benzen pada turunan

    sinamat adalah sama dengan pola oksidasi pada asam shikimat. Lazimnya cincin benzena

    ditemukan tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksi atau gugus lain yang ekivalen

    seperti pada asam p-kumarat dan asam kafeat. Sedangkan kemungkinan lain dari cincin

    aromatik adalah tidak tersubstitusi sama sekali seperti pada asam sikimat.

    Senyawa-senyawa turunan sinamat ditemukan secara luas di alam, dalam

    tumbuhan tinggi, terutama sekali turunan p-hidroksisinamat. Senyawa-senyawa ini

    biasanya terikat dalam bentuk ester atau glikosidanya, dan beberapa diantaranya telah

    diketahui memiliki aktifitas biologis yang potensial.

  • OCH2OOH

    NH2

    CH2OOH CH2OOH

    NH3 NH3

    Asam sinamatTirosanAsam fenilpiruvat

    CH2OOH

    OH

    Asam p-kumarat

    HO

    C

    OHHO

    O

    H

    H2C C

    O

    COOH

    PO3H2

    EritrosaFosfoenolpirufat

    CH2OH

    CHHO CH

    CH

    CH2

    CCOOH

    O

    OH

    OH

    -H2O

    HO

    CCOOH

    O

    OH

    OH

    O

    CCOOHHO

    OH

    OH

    O

    C

    COOH

    OH

    OH

    -H2O

    Asam 5-dehidrokuinat Asam 5-dehidroksisikimat

    C

    OCH3

    O

    OC2H5

    Etil p-metoksisinamat

    Gambar 2.1. Jalur asan sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid unruk menghasilkan etil

    p-metoksisinamat. (Sumber dan Norman,1978)

    Pengkajian tentang senyawa turunan sinamat telah lama dilakukan.

    Madhatil,1927, mengemukakan bahwa salah satu dari beberapa senyawa yang terkandung

    dalam kencur adalah etil p-metoksisinamat. Beberapa cara mengekstraksi telah dilakukan,

    dan ternyata etil p-metoksisinamat yang terkandung dalam kecur dapat dengan mudah

    melalui ekstraksi-perkolasi. Dijelaskan pula bahwa spektrum infra merah etil p-

  • metoksisinamat hasil isolasi menunjukkan konfigurasi trans.dan beberapa ester

    (Madhatil,1927).

    2.3. Amida

    Suatu amida ialah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen terikat pada suatu

    gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat induknya, dengan mengubah

    imbuhan asam-oat (atau at) menjadi amida.

    Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina yang

    sesuai gambar 2.2.

    RCO

    Cl

    RCOCOR

    O

    RCO

    OR'

    RCO

    NR2R'2NH

    R'2 NH

    R' 2NH

    asil klorida

    anhidrida asam

    ester

    amida

    -HCl

    -RCOOH

    -R'OH

    Gambar 2.2. Reaksi Umum Sintesis Pembentukan Amida

    (Fessenden and Fessenden,1999).

    Seperti asam karboksilat,amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi

    karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen

    intermolekular selama masih terdapathidrogen yang terikat pada nitrogen. Senyawa ini

    juga sangat istimewa karena nitrogennya mampu melepaskan elektron dan mampu

  • membentuk suatu ikatan pi dengan karbon karbonil. Pelepasan elektron ini menstabilkan

    hibrida resonansi (Bresnick,1996).

    2.3.1. Reaksi Pembuatan Amida

    Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan

    asam lemak atau metil ester asam lemak dengan suatu amina (Maag,1984). Amida asam

    lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia dalam proses batch, dimana

    ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200o C dan tekanan 345-690 kpa

    selama 10-12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida,

    stearamida serta lainnya.

    Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam

    lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hard

    acid yang mudah bereaksi dengan hard base CH3O- untuk membentuk metanol.

    Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan R-CO+

    yamng lebih soft acid dibandingkan H+ membentuk amida.

    R CO

    OCH3

    + NH3RC

    O

    NH2+ CH3OH

    Pembuatan amida sekunder dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina.

    RCO2H + RNH2 150-200oC RCONHR + H2O

    Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain etanolamin dan

    dietanolamin, yang jika direaksikan dengan asam lemak pada suhu tinggi, 150o C-200o C

    akan membentuk suatu amida dan melepaskan air. Reaksi aminasi antara alkil klorida

    lebih mudah dengan gugus amina dibandingkan dengan terjadinya reaksi esterifikasi

    dengan gugus hidroksil. Reaksi amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis

  • NaOMe baru dapat terjadi pada suhu 100o-120o C, sedangkan apabila tidak digunakan

    katalis maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150o-250o C (Gabriel,1984).

    Senyawa N-palmitoyl glisinida yang dihasilkan melalui reaksi amidasi Metil

    Palmitat dengan Glisin dan di murnikan dengan metode rekristalisasi dari campuran

    pelarut petroleum benzen:etanol = 1:1 (v/v). Reaksinya sebagai berikut :

    H3C (CH)14 C

    O

    OCH3

    H2N CH2 C

    O

    OH

    H3C (CH)14 C

    O

    HN CH2 C

    O

    OH (Naibaho,2008).

    Sintesis senyawa-senyawa amida turunan etil p-metoksisinamat dilakukan dengan

    memanfaatkan unit fungsional ester dari molekul etil p-metoksisinamat yang diperoleh

    dari ekstrak etanol tanaman kencur, sebagai unit kimia yang potensial untuk

    melangsungkan sintesis. Transformasi melibatkan pemutusan ikatan C-O asil melalui

    adisi-eliminasi nukleofilik terhadap bentuk antara p-metoksisinamoil klorida oleh suatu

    seri pereaksi anilin tersubstitusi para, yakni: anilin, p-nitroanilin, p-metoksianilin (p-

    anisidin) dan p-nitroanilin. Melalui amonolisis p-metoksisinamoil klorida ini, dapat

    disintesis senyawa amida p-metoksisinamanilida (Nakanishi,1974).

    2.3.2. Kegunaan Amida

    Senyawa amida juga mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu. Salah

    satu contoh yang paling nyata adalah senyawa sulfoamida. Sulfoamida adalah salah satu

    senyawa kemoteraputika yang digunakan didalam pengobatan untuk mengobati

    bermacam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang kuat, radang usus

    dan untuk mengobati infeksi yang telah resistansi terhadap anti bioatika. (Nuraini,1988).

    Dan juga N-Steroyl Glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba

    (Miranda,2003).

  • Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses pembuatan

    resin, maka amida tersebut digunakan baik sebagai pelumas internal maupun eksternal,

    amida tersbut berperam mengurangi gaya kohesi dari polimer sehingga meningkatkan

    aliran polimer pada proses pengolahan (Brahmana,1994).

    Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari

    permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal, amida berperan

    untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses

    pengolahannya (Reck,1984).

    Surfaktan adalah suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surfaceactive

    agent) yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam satu struktur

    molekul yang sama. Senyawa ini dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa

    cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak/air atau air/minyak. Sifat yang unik

    tersebut, menyebabkan surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan

    adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi, dan bahan penetrasi serta

    telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri proses yang menggunakan

    sistem multifasa seperti pada industri makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat,

    detergen dan agrokimia.

    Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan lingkungan yang

    baik, permintaan surfaktan yang mudah terdegradasi dan berbasis tumbuhan juga semakin

    meningkat, maka diperlukan kajian untuk memperoleh surfaktan yang mempunyai dua

    kriteria tersebut yaitu diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui dan bersifat

    degradatif di alam sehingga dapat diterima secara ekologis. Salah satu surfaktan yang

    memenuhi kedua kriteria tersebut adalah surfaktan alkanolamida. Alkanolamida dapat

    diperoleh dari hasil reaksi antara alkanolamina dengan asam lemak minyak nabati, dan

    banyak digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan. Surfaktan

    alkanolamida yang mempunyai ikatan amida banyak dikembangkan dalam industri

    pembuatan surfaktan karena ikatan amida secara kimia sangat stabil pada media yang

    bersifat alkali.

  • Alkanolamida yang digunakan untuk formula pangan, kosmetika dan obat obatan

    haruslah bebas dari bahan beracun, pelarut, asam lemak bebas, amina yang berlebih serta

    harus tidak berbau dan bentuknya menarik. Namun penelitian untuk memproduksi

    alkanolamida pada skala industri masih kurang karena penghilangan pelarut dan warna

    yang tidak diinginkan memerlukan tahapan yang rumit dan biaya yang tinggi (Daniel,

    2007).

    2.4. Dietanolamina

    Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol

    menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina juga dikenal

    dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, hydroxtdiethylamine, diolamine

    dan 2,2-iminodiethanol. Sidat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut :

    a. Rumus molekul : C4H11NO2

    b. Berat molekul : 105,1364 g/mol

    c. Densitas : 1,090 g/cm3

    d. Titik leleh : 28C (1atm)

    e. Titik didih : 268,8C (1atm)

    f. Kelarutan : H2O, alcohol, eter

    Dietanolamina banyak digunakan dalam produk kosmetik dan detergen karena

    mampu menciptakan tekstur yang lembut dan foaming agent

    2.5. Surfaktan

    Surfaktan adalahbahan yang memiliki gugus hidrofil (suka air) dan gugus lipofil (suka

    minyak). Kedua gugus tersebut memiliki keseimbangan hidrofilik dan lipofilik

    (Hidrophilic Lipophilic Balance = HLB) yang menggolongkan jenis surfaktan tersebut,

    apakah pengemulsi, pembasah, deterjen, atau anti busa dan sebagainya (Martin,1993).

  • Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorpsi pada pembatasan (interfasa)

    disebut sebagai bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan

    (surfactants). Surfaktan mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan

    permukaan bahanyang dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu

    sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemusi (emulsifying), dan sebagai

    bahan penglarut (solubilizing agent). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda

    dari molekul tersebut (Pavia,1976). Molekull surfaktan memiliki bagian polaryang suka

    akan air dan bagian yang nonpolar yang suka akan minyak/lemak. Bagian polar molekul

    surfaktan dapat bermuatan positif, negatif ataunetral (Lehninger,1988). Siat rangkap ini

    yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorpsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan

    zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air

    dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam

    fase minyak.

    Surfaktan turunan asam lemak dengan alkohol merupakan surfaktan nonionik

    yang banyak digunakan sebagai pengemulsi dalam makanan, sediana farmasi dan

    kosmetik karena tidak toksis. Emulsi yang dihasilkan umumnya tidak sensitif terdapat

    pengaruh elektrolit, sehingga yang diperoleh relatif stabil (Meffert,1984).

    Penelitian sifat-sifat biologis dari surfaktan termasuk skrining dari efikasi

    antimikroba dan biodegradabilitas. Asam lemak dari berbagai jenis asam lemak berantai

    panjang dikenal karena sifat antimikrobanya. Biodegradabilitas dari surfaktan telah

    menjadi subjek dari berbagai penelitian beberapa tahun belakangan ini sehingga menjadi

    ketertarikan yang luas dalam pengembangan molekul surfaktan yang memiliki sifat

    antimikroba dan juga kompatibilitas terhadap lingkungan. Bermacam-macam surfaktan

    yang telah disintesis dan beberapa diantaranya telah diaplikasikan terutamauntuk

    kosmetik dan makanan (Sivasamy,2001).

    Surfaktan digunakan dalam pengolahan pangan untuk meningkatkan mutu produk

    dan mengurangi kesulitan penanganan bahan yang mudah rusak. Pemakaian surfaktan

    selama produk disimpan akan mempertahankan viskositas, tekstur, mountfeel dan

  • memperpanjang masa simpangnya, yang termasuk dalam golongan surfaktan adalah

    pengemulsi, penstabil, dan pembasah (Winarno,1997).

    Klasifikasi surfaktanbedasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan

    (Swern,1979) yaitu :

    1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion

    2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation

    3. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan

    Ester sukrosa asam lemak merupakan salah satu contoh surfaktan non-ionik dengan

    residu sukrosa sebagai polarnya (Brahmana,1993).

    4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif

    dan negatif

    Sebagai gambaran untuk perimbangan hidrofil-lipofil bahan-bahan aktif permukaan,

    dapat digunakan skala keseimbangan hidrofil-lipofil yang sering disebut HLB

    (Hidrophilic-lipophilic balance) yang ditemukan oleh Grifin (1949). Dengan bantuan

    harga keseimbangan ini, maka kita dapat membentuk rentang HLB setiap surfaktan secara

    optimal (gambar 2.3). Makin besar nilai HLB suatu bahan maka bahan tersebut semakin

    bersifat hidrofilik.

    Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang,

    sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Belitz dan

    Grosch,1986). Sebagian gambaran untuk perimbangan hidrofil-lipofil bahan-bahan aktif

    permukaan, dapat digunakan skala keseimbangan hidrofil-lipofil yang sering disebut HLB

    (Hidrophilik Lipophilik Balance) yang ditemukan oleh Grifin (1949). Dengan bantuan

    harga keseinbangan itu , maka kita dapat membentuk rentang HLB setiapsurfaktan secara

    oktimal (gambar 2.3). Makin besar nilai HLB suatu bahan maka bahan tersebut semakin

    bersifat hidrofilik.

  • Hubungan antara silai HLB dengan penggunaanya sebagai surfaktan dapat dilihat

    pada gambar berikut:

    Gambar 2.3. Skala Keseimbangan Hidrofil Lipofil (HLB)

    Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung bedasarkan harga gugus

    hidrofilik lipofilik yang derivatnya dapat dilihat tabel berikut:

  • Tabel 2.1. Harga HLB beberapa gugus hidrofilik dan lipofilik

    GUGUS HIDROFIL HARGA HLB

    -SO4Na+ 38.7

    -COONa+ 19.1

    -N(amida tersier) 9.4

    -Ester (cincin sorbitan) 6.8

    -Ester (bebas) 2.4

    -Hidroksil (bebas) 1.9

    -Hidroksil (cincin sorbital) 0,5

    GUGUS LIPOFIL

    -CH3 0.475

    -CH2 0.475

    =CH- 0.475

    Bedasarkan harga yang terdapat pada tabel 2.1. diatas dapat ditentukan harga HLB

    secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

    HLB = (gugus hidrofil) (gugus lipofil) + 7

    Harga HLB dapat ditentukan dengan harga CMC (Critical micelle Concentrstion). Harga

    CMC diperoleh dengan mengunakan alat tensiometer. Kemudian dengan menggunakan

    rumus berikut maka akan diperoleh harga HLB (Brahmana,dkk,1993).

    HLB = 7-0,36 ln (Co/Cn)

    Dimana :Cw = Harga CMC Co = 100-Cw

    Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh bedasarkan harga bilangan

    penyabunan dan bilangan asam yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Shido

    dan Firberg,1983).

  • HLB =20 (1-S/A)

    Dimana : S = bilangan penyabunan

    A = bilangan asam

    Nilai HLB untuk beberapa bahan dan nilai yang sehubungan dengan tujuan

    penerapannya tercantum pada tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Nilai HLB dalam kaitannya dengan kegunaan industri

    Kisaran HLB Penggunaan

    3-6

    7-9

    8-18

    15-18

    Pengemulsi w/o

    Humectans

    Pengemulsi o/w

    Pemantap Turbiditas

    Sumber : Belizt dan Grosch, 1986