chapter ii

24
15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orang Lanjut Usia Lanjut usia merupakan anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di Indonesia, istilah untuk kelompok lanjut usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah lanjut usia ada pula usia lanjut. Atau jompo dengan padanan bahasa Inggeris biasa disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen. Dalam uraian selanjutnya akan digunakan istilah lanjut usia atau yang lebih dikenal nama lansia. Kapan seseorang dikategorikan usia lanjut? Para ahli membedakannya menjadi 2 macam usia yaitu: usia kronologis dan usia biologis (Setiawan, 2002) Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut undang- undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang palik layak disebut usia lanjut. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di mana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman Pembinaan, 2000) dikenal pula usia psikologis, yaitu dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian terhadap settiap situasi yang dihadapinya. Berikut ini adalah definisi usia lanjut dalam beberapa literatur: 1. Smith dan Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu; young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari 85 tahun). Universitas Sumatera Utara

Upload: athetriia

Post on 20-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Orang Lanjut Usia

    Lanjut usia merupakan anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

    keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di

    Indonesia, istilah untuk kelompok lanjut usia ini belum baku, orang memiliki

    sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah lanjut usia ada pula

    usia lanjut. Atau jompo dengan padanan bahasa Inggeris biasa disebut the aged,

    the elders, older adult, serta senior citizen.

    Dalam uraian selanjutnya akan digunakan istilah lanjut usia atau yang

    lebih dikenal nama lansia.

    Kapan seseorang dikategorikan usia lanjut? Para ahli membedakannya

    menjadi 2 macam usia yaitu: usia kronologis dan usia biologis (Setiawan, 2002)

    Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan

    usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai

    memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut undang-

    undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang

    palik layak disebut usia lanjut.

    Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di mana biasanya diterapkan

    kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis.

    Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman

    Pembinaan, 2000) dikenal pula usia psikologis, yaitu dikaitkan dengan

    kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian terhadap settiap situasi

    yang dihadapinya.

    Berikut ini adalah definisi usia lanjut dalam beberapa literatur:

    1. Smith dan Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu;

    young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari

    85 tahun).

    Universitas Sumatera Utara

  • 16

    2. Setyonegoro (1984), menggologkan bahwa yang disebut usia lanjut

    (geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya

    terbahagi ke dalam usia 70-75 tahun (young old); 75-80 tahun (old); dan

    lebih dari 80 tahun (very old)

    3. Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 1998

    tantang Kesejahteraan Usia Lanjut , lansia adalah seseorang yang sudah

    mencapai usia 60 tahun ke atas.

    Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik atau biologis, kondisi

    psikiologis, serta perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga

    masyarakat menganggap seakan tugas-tugasnya sudah selesai, mereka

    berhenti bekerja dan semakin mengundurkan diri dari pergaulan

    bermasyarakat yang juga merupakan salah satu ciri fase ini, biasanya usia

    lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih intensif serta mencoba

    mendekatkan dirinya kepada Tuhan.

    2.2 Konsep Dasar dan Perspektif Usia Lanjut

    2.2.1 Aspek Demografi Usia Lanjut

    Aspek demografi pada usia lanjut meliputi gambaran umum, geografi dan

    lansia, serta pola kehidupan lansia di Negara maju.

    2.2.2 Gambaran Umum

    Ciri-ciri demografi lansia selain jumlah dan proporsi populasinya juga isu

    yang penting adalah gambaran morbiditas dan mortilitas. Adapun dampak

    akhirnya berupa gambaran usia harapan hidup yang dalam perkembangannya

    mengalami dinamika perubahan.

    Secara global, bila ditinjau dari aspek peradaban umat manusia, maka

    terdapat konsep transisi kependudukan dari pelbagai pakar, termasuk pakar

    gerontology

    ( Comfort 1964 dan Myres 1984) menggambarkan pertumbuhan jumlah lansia

    akibat penurunan pada angka morbiditas.

    Universitas Sumatera Utara

  • 17

    Konsep rectanggularisasi tampil grafik penduduk yang tetap bertahan

    hidup yang semula berbentuk segitiga lambat laun semakin berubah menjadi

    persegi empat . Seperti dilihat di bawah:

    Gambar 2.1

    Kurva Manusia yang Bertahan Hidup

    (Sumber: Strechler dalam Miller, 1995)

    Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa kurva populasi manusia yang

    tetap bertahan hidup menurut usia mereka digambarkan dalam empat periode

    sebagai berikut A ke B, B ke C, C ke D, dan D ke F.

    A= periode zaman kuno hingga awal abad ke -19

    B= Periode abad ke -19

    C= periode sampai dengan 1935

    D= periode 1950-1960

    E= periode 1970-1980

    F periode sesudah 1980

    Periode A ke D menunjukkan populasi pria maupun wanita, sedangkan E dan F

    menunjukkan berturut-turut pria dan wanita.

    Periode transisi A ke B diakibatkan oleh perbaikan perumahan, sanitasi,

    dan antiseptic. Periode transisi B ke C diakibatkan oleh faktor utama, yaitu public

    health. Higene, dan imunisasi. Periode C ke D terutama diakibatkan oleh

    Universitas Sumatera Utara

  • 18

    antibiotik; perbaikan pelayanan medis, gizi, dan penyuluhan kesehatan. Sementara

    transisi D ke F adalah kemajuan mutakhir dalam bidang biomedika (Miller, 1995).

    2.2.3 Geografi dan Lansia

    Sejalan dengan hal tersebut, struktur demografi penduduk di Indonesia

    selama kurun waktu/ decade terakhir ini (dan seterusnya) ditandai antara lain

    dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk berusia lanjut. Bila mengacu

    pada batasan usia 65 tahun yang banyak diterapkan secara internasional, maka di

    Indonesia, kelompok penduduk berusia 65 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar

    3,2% dari total populas telah meningkat menjadi 3,8% pada tahun 1987 dan 4,6%

    pada tahun 1994 (Profil Kesehatan Indonesia, Depkes RI, 1997)

    Pada tahun 2010 nanti, proyeksi penduduk berusia 65 tahun keatas di

    Indonesia akan menjadi 11 juta jiwa, padahal pada tahun 1994 baru sebesar 7,5

    juta. Proyeksi pada tahun 2020 akan sebesar 7,2% (Aris Ananta, 1997) yang

    hampir sepadan dengan porposi negara-negara maju saat ini. Untuk saat ini saja

    diperkirakan di beberapa provinsi seperti DKI dan DIY penduduk kelompok usia

    tersebut telah mendekati kondisi yang dicapai negara-negara maju sekarang.

    Namun, penduduk berusia lanjut di Indonesia memiliki pula dimensi lain selain

    presentasi terhadap populasi total seperti yang diuraikan di atas. Dimensi itu pula

    meliputi: jumlah absolutnya yang besar, tingkat pendapatan yang rendah, tingkat

    pendidikan yang rendah, dan yang tak kalah pentingnya kemungkinan tingkat

    kesehatannya yang rendah pula, sehingga pada gilirannya akan berimplikasi pada

    kebutuhan proses keperawatan. Bila ditinjau dari aspek biaya kesehatan, hal

    seperti ini akan merupakan beban yang perlu diperhitungkan, mengingat bahwa

    kenyataan ini bagaikan semacam perangkap dalam pengalokasian sember daya

    kita yang secara keseluruhan semakin terbatas.

    Pada table 2.1 dapat dilihat persentase penduduk menurut kelompok usia

    di Indonesia pada kurun waktu 1990-1994.

    Apabila penduduk usia lanjut dihitung mulai dari usia 60 tahun, maka

    persentase kelompok tersebut terhadap total populasi berdasarkan sensus

    penduduk adalah sebagaiman tertera pada Tabel 2.2. Berdasarkan Tabel 2.2

    Universitas Sumatera Utara

  • 19

    tersebut, tampak bahwa peningkatan persentase penduduk usia 60 tahun keatas

    antara tahun 1971-1980, serta tahun 1980- 1990 masih berkisar di bawah 1%. Jika

    peningkatan persentase antara tahun 1990-2000 diperkirakan 0,9%, maka

    persentase penduduk usia 60 tahun ke atas pada saat ini diproyeksi sebesar 7,2%

    dari total populasi atau sekitar 14,9 juta orang.

    Tabel 2.1 Persentase penduduk menurut kelompok usia di Indonesia 1990-1994

    1990

    (Sensus)

    1985

    (Supas)

    1987

    (SPI)

    1991

    (SDKI)

    1994

    (SDKI)

  • 20

    Tabel 2.2 Persentase penduduk berusia 60 tahun ke atas

    Lebih pada tahun 1971, 1980,1990*, dan 2000**

    Jumlah 60+

    (dalam jutaan)

    % Peningkatan

    1971 5,3 4,5 -

    1980 7,9 5,4 0.966

    1990 11,2 6,2 0.482

    2000 14,8 7,2 0,900

    *Sumber: BPS, Sensus Penduduk.

    ** Angka pada tahun 2000 adalah proyeksi menurut hasil sensus 1995

    Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagaai aspek

    kehidupannya (fisik, mental dan ekonomi) seperti diuraikan terdahulu.

    Mengantisipasi kondisi ini pengkajian masalah-masalh lanjut usia perlu

    ditingkatkan, termasuk aspek keperawatanya, agar dapat menyesuaikan dengan

    kebutuhan serta menjamin tercapainya usia lanjut yang bahagia, berdaya guna

    dalam kehidupan keluarga, dan masyarakat di Indonesia. (Tamher, S &

    Noorkasiani, 2009)

    2.3 Dampak Perubahan dan Reaksi yang Terjadi pada Usia Lanjut.

    Kemunduran-kemunduran yang telah disebutkan itu mempunyai dampak

    terhadap tingkah laku dan terhadap perasaan orang yang memasuki lanjut usia.

    Jelas bila berbicara tentang menjadi tua, maka kemunduranlah yang paling banyak

    akan dikemukakan tetapi disampingi berbagai macam kemunduran, ada sesuatu

    yang dapat dikatakan justru meningkat dalam proses menua yaitu sensitifitas

    emosional seseorang. Yang akhirnya menjadi sumber menjadi banyak masalah

    pada masa menua. Coba dilihat sepintas mengenai beberapa dampak dari

    kemunduran-kemunduran tersebut dari sifat semakin perasanya orang yang

    memasuki lanjut usia, misalnya: kemunduran-kemunduran fisik yang berpengaruh

    Universitas Sumatera Utara

  • 21

    terhadap penampilan seseorang. Pada umumnya usia dewasa muda, seseorang

    dianggap tampil paling tampan dan paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi

    pada dirinya membawa yang bersangkutan pada kesimpulan, bahwa kecantikan

    ataupun ketampananya yang mereka miliki mulai menghilang. Ini baginya berarti

    kehilangan daya tarik dirinya.

    Wanita biasanya lebih risau dan merasa tertekan oleh karena keadaan

    tersebut. Sebab biasanya wanita dipuja orang karena kecantikan dan keindahan

    fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa ini tidak mengalami atau

    merasakan hal-hal yang serupa. Pada pria yang mengalami proses menua, tetap

    menginginkan dirinya tetap menarik bagi lawan jenisnya.

    Kecemasan yang timbul pada mereka yang merasa dirinya mulai menjadi

    kurang menarik atau kelihatan kurang mampu itu, memberikan peluan yang besar

    bagi produsen kosmetika, alat-alat kecantikan,alat-alat gerak badan dan obat-obat

    awet muda. Berkaitan dengan perasaan kehilangan daya tarik tadi ada gejala-

    gejala yang terlihat dalam keseimbangan hormonal yang menyebabkan

    berkurangnya dorongan seks.

    Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak

    disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasa kecuali sedikit kemurungan dan

    rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan

    kadar hormone testosterone. Pada wanita terjadi menopause (berhenti haid).

    Menopause terjadi dalam suatu proses yang kadang-kadang mengambil waktu

    sampai 2 tahun.

    Hal ini disebabkan oleh karena faal dari kandung telur lambat laun mulai

    berkurang, sampai kemudian berhenti berfungsi sama sekali.

    Di dalam kita melaksanakan perawatan usia lanjut sebagaimana yang kita

    lihat adanya perubahan-perubahan tentu tidak bisa terlepas dari pelayanan

    kesehatan yang ada dimasyarakat, apakah rumah sakit, panti jompo, klinik-klinik

    dan puskesmas dan lain-lain. Semua ini perlu untuk membimbing dan membina

    serta merawat usia lanjut . Pelayanan kesehatan diberikan kepada individu,

    kelompok, keluarga dan masyarakat. (Surbakti E, 1995)

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    2.4 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

    Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2,

    yakni;

    a. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric

    Service)

    b. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric

    Service).

    Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi kesehatan

    masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian bagi para

    akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia.

    Pada upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya

    kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan

    berperan serta dalam menangani kesehatan para lansia. Puskesmas dan dokter

    praktik swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas

    berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di dalam dan melalui

    klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan baik

    promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif. Pelayanan kesehatan di kelompok

    lansia meliputi pemeriksaan fisik, mental dan emosional. (Notoatmodjo, S, 2007)

    2.4.1 Upaya Promotif yaitu:

    Upaya menggairahkan semangat hidup bagi usia lanjut agar mereka tetap

    dihargai dan tetap berguna baik dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.

    Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan tentang:

    a. Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri.

    b. Makanan dengan menu yang mengandungi gizi seimbang.

    c. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan

    kemampuan lansia agar tetap merasa sehat dan segar.

    d. Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha

    Esa.

    Universitas Sumatera Utara

  • 23

    e. Membina ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran sesuai dengan

    kemampuan.

    f. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

    2.4.2 Upaya Preventif yaitu:

    Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun

    komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.

    Upaya preventif dapat berupa kegiatan antara lain:

    a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini

    penyakit-penyakit lansia.

    b. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan

    kemampuan lansia agar tetap merasa sehat dan segar.

    c. Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kaca mata, alat

    bantu

    dengar dan lain-lain agar usia lanjut tetap dapat memberikan karya dan tetap

    merasa berguna.

    d.Penyuluhan untuk mencegah terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada

    usia lanjut.

    2.4.3 Upaya Kuratif yaitu:

    Upaya pengobatan bagi lansia. Upaya kuratif dapat berupa kegiatan

    sebagai berikut:

    a. Pelayanan kesehatan dasar.

    b. Pelayanan kesehatan spesialistik melalui sistem rujukan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    2.4.4 Upaya Rehabilitasi yaitu:

    Upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun. Upaya

    rehabilitasi dapat berupa kegiatan antara lain:

    a. Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang penggunaan

    bebagai alat bantu misalnya kaca mata, alat bantu dengar dan lain-lain agar lansia

    tetap

    dapat membirakan karya dan tetap merasa berguna sesuai kebutuhan dan

    kemampuan.

    b. Mengembalikan keprcayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental

    penderita.

    c. Pembinaan usia lanjut dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifkan

    didalam

    maupun diluar rumah.

    d. Nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita.

    e. Perawatan fisioterapi. (Surbakti E, 1995)

    2.4.5 Jenis Pelayanan Kesehatan

    Adapun jenis pelayanan kesehatan dapat diberikan antara lain:

    1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputinkegiatan dasar dalam

    kehidupan seperti mandi, makan minum berjalan dan lain-lain.

    2. Pemeriksaan status mental.

    3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran

    tinggi badan dan dicatat dalam grafik indeks massa tubuh.

    4. Pengukuran tekanan darah.

    5. Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam air

    seni sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetis mellitus, dan pemeriksaan

    protein dalam air seni sebagai deteksi awal penyakit ginjal.

    6. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila diperlukan.

    7. Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau di luar kelompok dalam rangka

    kunjungan rumah dan konseling kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan

    yang dihadapi oleh individu atau kelompok lans

    Universitas Sumatera Utara

  • 25

    8. Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan

    tindakan kuratif insidential. Seperti telah ditemukan di atas, semua pelayanan

    kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan harus

    diintergasikan dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama,

    pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.

    Selain pelayanan di atas, bagi lansia juga diperlukan kualitas pelayanan

    yang baik, intensitas perawatan yang tinggi, maupun pengkajian komprehensif

    yang meliputi pengkajian terhadap status fisik, mental psikologis, sosial, nutrisi

    lingkungan. Semua hal tersebut harus dilakukan oleh sebuah tim multidisiplinier.

    Pelayanan semacam itu kemudian disebut juga oleh pelayanan geriatrik terpadu.

    Pelayanan kesehatan geriatrik terpadu bagi lansia berdaarkan fasilitas yang

    dimilikinya untuk pasien geriatrik dikategorikan sebagai berikut:

    1. Pelayanan sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik)

    Jenis kegiatan yang dapat dilakukan berupa pengkajian, konsultasi,

    pemeriksaan, penyuluhan, dan supervisi ke puskesmas. Bentuk fasilitas

    pelayananya berupa poliklinik, sedangkan sumber daya manusia yang diperlukan

    adalah internist-geriatrist, perawat geriatrik, ahli gizi, dan pekerja sosio-medik.

    2.Pelayanan sedang (memiliki fasilitas poliklinik dan klinik siang)

    Pelayanan sedang merupakan gabungan antara pelayanan tingkat

    sederhana yang ditambah terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, rekrasi dan

    pemeriksaan maupun perawatan gigi-mulut sederhana. Adapun bentuk fasilitas

    pelayanannya berupa poliklinik dan day hospital . Dengan demikian sumber daya

    yang diperlukan disesuaikan dengan jenis pelayanan tersebut.

    3. Pelayanan lengkap (memiliki fasilitas poliklinik, klinik siang, ruang rawat akut,

    dan kronik). Pada tingkat ini, jenis pelayanan maupun SDM relatif sama dengan

    tipe sedang namun memiliki ruang rawat akut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 26

    4. Pelayanan paripurna (pelayanan lengkap ditambah fasilitas panti werdha)

    Pada tingkat paripurna, selain semua jenis pelayanan yang terdapat di

    tingkat lengkap ditambah dengan ruang rawat kronik atau panti werdha.

    Dewasa ini , Departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program

    kesehatan bagi lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan

    Kelompok Usia Lanjut dan Posyandu Usia lanjut (Pedoman Puskesmas Santun

    Usia Lanjut, Depkes RI, 2005)

    2.4.6 Puskesmas Santun Usia Lanjut

    Puskesmas Santun Lansia merupakan bentuk pendekatan pelayanan

    proaktif bagi usia lanjut untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan

    kemandirian usia lanjut, yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, di

    samping aspek keratif dan rehabilitatif.

    Puskesmas Santun Lansia mempunyai cirri-ciri seperti berikut:

    a. Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan

    b. Memberukan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.

    c. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia

    lanjut dari keluarga miskin atau tidak mampu

    d. Memberikan dukungan atau bimbingan pada lansia dalam memelihara dan

    meningkatkan kesehatanya agar tetap sehat dan mandiri

    e. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak

    mungkin

    sasaran usia lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.

    f. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas program terkait di

    tingkat

    kecamatan dengan asa kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan

    dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.

    Universitas Sumatera Utara

  • 27

    2.4.7 Pembinaan Kelompok Lanjut Usia.

    Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui Puskesmas dapat dilakukan

    terhadap sasaran usia lanjut yang dikelompokkan sebagai berikut:

    a. Sasaran langsung

    1. Pra-usia lanjut 45-59 tahun

    2. Usia Lanjut 60-69 tahun.

    3. Usia lanjut dengan risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia

    lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

    b. Sasaran tidak langsung

    1. Keluarga dimana usia lanjut berada.

    2. Masyarakat di lingkungan usia lanjut berada.

    3. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.

    4. Masyarakat luas.

    c. Kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui

    Puskesmas adalah:

    1) Pendataan sasaran usia lanjut

    Kegiatan ini dilakukan paling tidak 2 kali setahun yang lebih

    efektif

    bila dilakukan bekerja sama dengan petugas desa atau kelurahan

    setempat

    dan dibantu oleh kader dasawisma.

    2) Penyuluhan kesehatan usia lanjut, pembinaan kebugaran melalui senam

    usia lanjut maupun rekreasi bersama.

    3) Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara

    Berkala yang dilakukan setiap bulan melalui Kelompok Usia Lanjut

    (Posyandu/ Posbindu/ Karang Lansia, dan lain-lain) atau di Puskesmas

    Dengan instrumen KMS Usia Lanjut sebagai alat pencatat yang

    merupakan teknologi tepat guna.

    Universitas Sumatera Utara

  • 28

    4) Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran usia lanjut sampai

    kepada upaya rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.

    5) Upaya rehabilitative (pemulihan) berupa upaya medik, psikososial dan

    edukatif yang dimaksudkan untuk mengembalikan semaksimal

    mungkin kemampuan fungsional dan kemandirian hidup.

    6) Melakukan/memantapkan kerjasama dengan lintas sector terkait melalui

    asas kemitraan dengan melakukan pembinaan terpadu pada kegiatan

    yang dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau kegiatan lainnya.

    7) Melakukan fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran

    serata dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia

    lanjut antara lain dengan pengembangan Kelompok Usia Lanjut, dan

    Dana Sehat.

    8) Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam

    perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat

    dilakukan melalui pelaksanaan Lokakarya Mini di Puskesmas secara

    berkala untuk menentukan strategi,target dan langkah-langkah

    selanjutnya dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.

    2.4.8 Posyandu Lansia

    Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang

    dilakukan dari, oleh dan untuk kaum usia lanjut yang menitikberatkan pada

    pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

    rehabilitatif. Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala,

    peningkatan pendalaman agama, dan pengelolaan dana sehat.

    Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai

    program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia

    yang terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu:

    1. Kesejahteraan sosial dan jaminan sosial

    Universitas Sumatera Utara

  • 29

    Bertujuan untuk meningkatkan kualitas penghidupan dan kehidupan para

    lanjut usia dengan memelihara dan meningatkan taraf kesejahteraan sosial mereka

    serta melembagakan usaha kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia. Selain itu,

    program ini juga bertujuan untuk memelihara, memberil perlindungan, dan

    meningkatkan taraf kesejahteraan para lanjut usia. Berbagai kegiatan

    kesejahteraan sosial bagi lanjut usia antara lain:

    a) Peningkatan jumlah dan mutu pensiun.

    b) Peningkatan penyuluhan dan bimbingan usaha kesejahteraan sosial bagi para

    lanjut usia.

    c) Peningkatan panti petirahan dan panti rehabilitasi sosial bagi lanjut usia.

    d) Peningkatan pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para yang

    berbasis masyarakat.

    e) Penyediaan bantuan sosial bagi lansia terlantar.

    f) Pembinaan dan pengaturan peran serta para relawan lansia dalam kegiatan

    kesejahteraan sosial.

    g) Penyelenggaraan akomodasi hostel type bagi lansia.

    h) Pengembangan sistem jaminan sosial hari tua.

    i) Pengembangan asuransi kesejahteraan sosial bagi usia lanjut.

    j) Pengembangan sistem asuransi tenaga tenaga kerja lanjut usia.

    k) Perlindungan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dari penganiayaan dan

    perlakuan salah dan atau korban kekerasan/kejahatan.

    2. Peningkatan sistem pelayanan kesehatan.

    Bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan para

    lanjut usia dengan menanamkan pola hidup sehat. Program pokok kesehatan bagi

    lanjut usia diprioritaskan pada upaya pencegahan penyakit(preventive) dan

    peningkatan kesehatan (promotive) tanpa mengabaikan upaya pengobatan

    (curative) dan upaya penyembuhan (rehabilitative). Pelayanan kesehatan bagi

    para lanjut usia yang tergolong miskin dan tidak mampu diupayakan untuk dapat

    diberikan secara subsidi melalui prosedur yang berlaku.

    Universitas Sumatera Utara

  • 30

    Berbagai kegiatan pelayanan kesehatan bagi para lanjut usia yang

    dikembangkan dalam program ini antara lain:

    a) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan lanjut usia.

    b) Pengembanga program pemberian makanan tambahan (gizi) bagi lanjut usia.

    c) Peningkatan mutu perawatan kesehatan bagi lanjut usia dalam keluarga.

    d) Peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan lanjut usia.

    e) Pengembangan lembaga hospitium terutama untuk perawatan lanjut usia yang

    menderita penyakit kronik yang berprognosis buruk dan atau menderita

    penyakit terminal.

    f) Pengembangan upaya kesehatan reproduksi lanjut usia di sarana pelayanan

    kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.

    g) Pengembangan Program Jaminan Pmeliharaan Kesehatan Masyarakt (JPKM)

    sebagai basis utama pendanaan untuk pemeliharaan kesehatan lanjut usia.

    3. Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat, bertujuan untuk:

    a) Menggalakan, membina, dan meningkatkan peran keluarga untuk semakin

    membudayakan dan melembagakan kegiatan sehari-hari seluruh anggota

    keluarga dalam memberikan pelayanan, pembinaan kualitas dan peningkatan

    kesejahteraan kepada anggota keluarganya yang berusia lanjut.

    b) Menggalakkan, membina, dan meningkatkan peran seta masyarakat, organisasi

    sosial. LSM, dan sektor swasta dalam kegiatan pelayanan bagi lajut usia di

    berbagai bidang.

    c) Memelihara, memperkuatkan, dan memasyarakatkan nilai-nilai budaya bangsa

    yang menghormati, menghargai, dan memberikan perhatian terhadap para

    lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari.

    d) Memberdayakan lansia untuk tetap berperan sebagai panutan dan teladan dalam

    memelihara dan meneruskan nilai dan norma pada anak dan cucunya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 31

    4. Peningkatan kualitas hidup lansia bertujuan untuk:

    a) Memberikan kesempatan bagi para lanjut usia yang potensial untuk

    meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, baik untuk berkarya lebih

    lanjut ataupun untuk pengembangan hobi mereka melalui lembaga-lembaga

    pendidikan dan pelatihan formal maupun non-formal.

    b) Memberikan kesempatan dengan memberdayakan para lanjut usia yang

    potensial dan produktif untuk berkarya sesuai dengan kemampuan, pengetahuan,

    dan pengalamannya.

    c) Meningkatkan dan memantapkan iman dan ketakwaan para lansia sesuai

    agamanya atau kepercayaanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta memandu

    pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

    5. Peningkatan sarana dan fasilititas khusus bagi lansia.

    Program ini bertujuan untuk mewujudkan apa yang dikehendaki oleh

    undang-undang dasar dan sebagai pernyataan rasa hormat dan penghargaan

    kepada para lanjut usia dengan memberikan kemudahan khusus bagi para lanjut

    usia untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari maupun dalam melaksanakan kerja

    dan melakukan perjalanan. Beberapa kegiatan dalam program pokok ini antara

    lain:

    a) Pemberian keringanan biaya pelayanan kesehatan.

    b) Pelayanan sarana transportasi bagi lanjut usia.

    c) Penyediaan sarana rekreasi dan olahraga bagi para lanjut usia.

    d) Pemberian kemudahan pariwisata bagi lanjut usia.

    e) Pemberian KTP seumur hidup.

    f) Pelayanan konsultasi kesehatan reproduksi bagi lansia.

    Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan

    kesejahteraan lansia ini dimaksudkan agar para lansia di masa depan dapat hidup

    dengan sehat, produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Implementasi dari

    strategi-strategi dan program-program tersebut sangat diperlukan. Dengan

    Universitas Sumatera Utara

  • 32

    demikian, ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat

    diminimalkan.

    Upaya pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia perlu mendpatkan

    perhatian yang serius dan menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan

    kesejahteraan lansia melalui upaya promotif dan preventif atau yang disebut

    sebagai paradigma sehat. Paradigma sehat adalah wawasan pembangunan yang

    berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan dengan

    lebih menekankan kepada upaya preventif, prommotif tanpa mengabaikan

    penduduk yang sakit. Untuk itu diperlukan beberapa hal, yaitu:

    a) Publikasi atau kampenya bentuk-bentuk pelayanan kesehatan lansia

    b) Pemaksimalan peran institusi kesehatan seperti posyandu, pustu, puskesmas,

    dan pusat-pusat pelayanan kesehatan lainya untuk kepentingan lansia.

    c) Peningkatan profesionalitas sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan

    lansia.

    d) Penyediaan obat-obatan dan perawatan kesehatan yang efektif dan terjangkau

    oleh lansia termasuk didalamnya cara-cara alternatif lewat pengobatan tradisional

    dan sebagainya.

    Mengingat fisik lansia yang lemah sehingga mereka tidak dapat leluasa

    menggunakan berbagai sarana dan prasarana maka upaya pemantapan pelayanan

    kesehatan lainnya adalah penyediaan sarana dan fasilititas khusus bagi lansia. Hal

    ini dimaksudkan untuk memudahkan lansia melakukan aktivitasnya dan sebagai

    bentuk penghormatan kepada generasi tua yang telah banyak berkorban ketika

    masih muda. Upaya itu antara lain penyediaan sarana dan fasilititas khusus bagi

    lansia yang diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan lansia, penyediaan

    sarana dan fasilititas khusus bagi lansia dengan melibatkan peran serta

    masyarakat, dan sebagainya. (Notoatmodjo, S, 2007)

    2.5 Asuhan Keperawatan pada Usia Lanjut

    Pengkajian Keperawatan

    Tujuan perawatan pada lansia adalah untuk mengoptimalkan kesehatan

    mereka secara umum, serta memperbaiki/mempertahankan kapasitas fungsional.

    Universitas Sumatera Utara

  • 33

    Keduanya bertujuan agar lansia dapat tetap dipertahankan dirumahnya

    untuk mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kualitas hidupnya sehari-hari

    dan mengoptimalkan kapasitas fungsionalnya. Pengkajian yang menyeluruh pada

    lansia yang dilakukan oleh perawat meliputi:

    1. Mengidentifikasi status kesehatannya(anamnesis dan pemeriksaan fisik)

    2. Status gizi

    3. Kapasitas fungsional

    4. Status psikososial

    5. Masalah lainya yang dihadapi secara individual. (Tamher,S&Noorkasiani,

    2009)

    2.6 Mutu Pelayanan Kesehatan

    2.6.1 Pengertian Mutu

    Persepsi tentang mutu suatu organisasi pelayanan sangat berbeda-beda

    karena bersifat sangat subjektif, di samping itu selera dan harapan pengguna

    pelayanan selalu berubah-ubah.

    Banyak pengertian tentang mutu, antara lain berikut ini:

    1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang diamati

    (winston Dictionary,1956)

    2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian,1980)

    3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang

    didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para

    pengguna ( Din ISO 8402, 1986)

    Dari batasan ini, dapat dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat

    diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat

    kesempurnaan, sifat, wujud, serta ciri-ciri pelayanan kesehatan, ataupun terhadap

    kepatuhan terhadap standar pelayanan. Dalam praktik sehari-hari melakukan

    penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan

    tersebut bersifat multi dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang

    kepentingan masing-masing dapat melakukan penilaian dari dimensi berbeda.

    Universitas Sumatera Utara

  • 34

    Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut.

    1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan

    setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan

    rata-rata penduduk serta penyelenggaraanya sesuai dengan standar dan kode etik

    profesi (Azrul Aswar, 1996)

    2. Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui

    peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien,

    keluarga, dan lainya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter: karyawan

    (Mary R. Zimmerman)

    Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

    kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan

    standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di

    rumah sakit atau puskesmas secara wajar,efisien dan efektif serta diberikan secara

    aman dan memuaskan sesuai norma,etika, hukum, dan sosial budaya dengan

    memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat

    konsume. Selain itu, mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut:

    1. Menurut pasien/masyarakat adalah empati, menghargai, tanggap, sesuai dengan

    kebutuhan, dan ramah.

    2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara

    profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan peralatan yang

    memenuhi standar.

    3. Menurut manajer/administrator adalah mendorong manajener untuk mengatur

    staf dan pasien/masyarakat dengan baik.

    4. Menurut yayasan/pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga

    profesional yang bermutu dan cukup. Untuk mengatasi adanya perbedaan

    dimensi tentang masalah mutu pelayanan kesehatan seharusnya pedoman yang

    dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggarakanya pelayanan kesehatan

    tersebut. Yang dimaksudkan dengan hakekat dasar tersebut adalah memenuhi

    kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila

    berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfication) terhadap

    pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 35

    Jadi yang dimaksudkan dengan mutu pelayanan kesehatan adalah

    menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan adalah dalam

    menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan

    tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu

    yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya

    tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena

    kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang

    yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu

    pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu, sering pula ditemukan pelayanan

    kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau

    dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.

    Untuk mengatasi masalah ini, telah disepakati bahwa pembahasan tentang

    kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan mengenal

    paling tidak dua pembatasan.

    1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien.

    Pembatasan pertama telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien.

    Untuk menghindari adanya subjektivitas individual yang dapat mempersulit

    pelaksanaan program penjagaan mutu, maka ditetapkan bahwa ukuran yang

    dipakai untuk mengukur kepuasan di sini bersifat umum yakni sesuai dengan

    tingkat kepuasan rata-rata penduduk.

    2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan

    Pembatasan kedua telah disepakati pada upaya yang dilakukan dalam

    menimbulkan rasa puas diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pemakai

    jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan

    kedokteran, ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan

    kode etik serta standar pelayanan profesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang

    bermutu. Dengan kata lain dalam pengertian mutu pelayanan kesehatan tercakup

    pula kesempurnaan tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta

    standar pelayanan profesi yang telah ditetapkanya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 36

    2.6.2 Ukuran Mutu Pelayanan Kesehatan

    Pemberian pelayanan adalah pejabat/pengawai instansi pemerintahan yang

    melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan, sedangkan penerima

    pelayanan adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan dari instansi

    pemerintah. Karakteristik pelayanan umum menurut SK Menpan No 81/1993

    mengandung unsur kesederhanaan, efisiensi, ekonomis, keadilan, serta ketepatan

    waktu.

    Dalam pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua elemen dasar mutu yaitu:

    1) Layanan teknik (technical care) yaitu penerapan ilmu dan teknis bagi

    kedokteran atau ilmu kesehatan lainya ke dalam penaganan masalah kesehatan.

    2) Layanan interpersonal (interpersonal care) yaitu manajemen interaksi sosial

    dan psikososial antara pasien dan praktisi kesehatan lainya, misalnya dokter dan

    perawat; serta kenyamanan (amenities yaitu menggambarkan berbagai kondisi

    seperti ruang tunggu yang menyenangkan, ruang periksa yang nyaman dll.)

    Sampai saat ini, telah ditawarkan berbagai ukuran mutu pelayanan dengan

    penilaian yang saling berbeda, serta cara pengukuran yang beraneka ragam.

    Menurut lembaga Administrasi Negara terdapat beberapa kesamaan ukuran mutu

    pelayanan yang sering dijumpai di berbagai kajian yaitu:

    1) Proses pelayanan dilakukan sesuai prosedur.

    2) Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang diperlukan.

    3) Tidak bertentangan dengan kode etik.

    4) Pelaksanaan pelayanan dapat memuaskan pelanggan dan petugas pelayanan.

    5) Pelayanan mendatangkan keuntungan bagi lembaga penyedia layanan.

    2.6.3 Dimensi mutu yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan

    Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan sangat sulit diukur dan lebih

    bersifat subjektif sehingga aspek mutu menggunakan beberapa

    dimensi/karakteristik sebagai berikut:

    1. Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dan pemberi

    jasa

    Universitas Sumatera Utara

  • 37

    2. Credibility, kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.

    3. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.

    4. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima

    jasa atau pemahaman pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan

    pemakai jasa.

    5. Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan harus

    diukur atau dibuat standarnya.

    6. Reliability, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa.

    7. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan

    penerima jasa.

    8. Competence, yaitu kemampuan atau ketrampilan pemberi jasa yang dibutuhkan

    setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima

    jasa.

    9. Acess, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan.

    10.Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, dan kesamaan dalam hubungan

    personel.

    Penyampaian jasa pelayanan kepada pelanggan kadang-kadang diterima

    tidak sesuai dengan harapan sehingga mengakibatkan kegagalan dalam

    penyampaian jasa sebagai berikut:

    1. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan prinsip manajemen. Manajemen

    tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan.

    2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa. Manajemen

    mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan

    standar kinerja secara spesifik.

    3. Kesenjangan antara spesifikasi antara mutu jasa dan penyampaian jasa. Petugas

    mungkin kurang terlatih, tidak mampu, atau tidak mau memenuhi standar.

    4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan

    pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan

    perusahaan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 38

    5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Hal ini terjadi

    bila pelanggan mengukur kinerja dengancara yang berbeda dan memiliki persepsi

    yang keliru mengenai mutu jasa. (Satrianegara, M.F., & Sitti Saleha, 2009)

    2.7 Perilaku Kesehatan

    Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang

    (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

    pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.

    Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang

    terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun

    tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara

    pelayanan, petugas kesehatan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas

    dan obat-obatan. (Notoatmodjo, S, 2007)

    Universitas Sumatera Utara