chapter ii

Upload: meonglovers

Post on 13-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tumbuhan Jambu Monyet

    Jambu monyet berasal dari Brazil, tersebar di daerah tropik dan ditemukan pada

    ketinggian antara 1-1.200 m dpl. Jambu monyet akan berbuah lebih baik di daerah

    beriklim kering dengan curah hujan kurang dari 500 mm per tahun. Tanaman ini dapat

    tumbuh di segala macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan

    tergenang air.

    Pohon, tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang

    melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun

    tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5 -15 cm. Helaian daun berbentuk bulat

    telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung membulat dengan lekukan kecil di

    bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bunga berumah satu memiliki

    bunga betina dan bunga jantan, tersusun bentuk malai, keluar di ketiak daun atau di ujung

    percabangan. Buahnya batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan akan

    menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna kuning,

    kadang-kadang bernoda merah, rasanya manis agak sepat, banyak mengandung air, dan

    berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya cokelat tua.

    Kayunya dapat dijadikan bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan kerajinan

    tangan. Kulit kayu digunakan pada industri batik atau untuk bahan penyamak. Daun muda

    bisa dimakan sebagai lalap (mentah atau dikukus terlebih dahulu). Buah semu rasanya

    sepat dan bisa dimakan rujak, dibuat minuman, anggur atau selai. Jika sudah diolah, harga

    biji jambu monyet cukup mahal, dikenal dengan kacang mete. Kulit bijinya mengandung

  • cashew nut shell liquid (CNSL). Jika cairan tersebut mengenai mulut dapat menimbulkan

    peradangan. Setelah diolah, CNSL dapt digunakan untuk bahan pelumas, insektida,

    pernis, plastik, dan lain-lain. Jambu monyet dapat diperbanyak dengan biji, cangkokan,

    enten, atau okulasi.

    2.1.1 Morfologi Tumbuhan Jambu Monyet

    Jambu monyet termasuk jenis dikotil atau tumbuhan yang berdaun lembaga dua. Jambu

    monyet termasuk tumbuhan yang berkeping biji dua atau juga disebut tumbuhan berbiji

    belah. Jambu monyet mempunyai batang pohon yang tidak rata dan berwarna cokelat tua.

    Daunnya bertangkai pendek dan berbentuk lonjong (bulat telur) dengan tepian berlekuk-

    lekuk, dan guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berwarna putih. Bagian

    buahnya yang membesar, berdaging lunak, berair, dan berwarna kuning kemerah-

    merahan adalah buah semu.

    Bagian itu bukan buah sebenarnya, tetapi merupakan tangkai buah yang

    membesar. Buah jambu monyet yang sebenarnya biasa disebut mete (mente), yaitu buah

    batu yang berbentuk ginjal dengan kulit keras dan bijinya yang berkeping dua yang

    mengandung getah. (Yuniarti,2008).

    2.1.2 Sistematika Tumbuhan Jambu Monyet

    Sistematika tumbuhan jambu monyet adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Class : Dicotyledoneae

    Ordo : Anacardiales

    Famili : Anacardiaceae

    Genus : Anacardium

  • Spesies : Anacardium occidentale L.

    Nama umum tumbuhan adalah jambu monyet. Tumbuhan ini dikenal masyarakat

    Indonesia dengan nama daerah yaitu: jambu erang, jambu monyet, gaju (Sumatera),

    jambu mede, jambu mete (Jawa), jambu jipang, jambu dwipa (Nusa Tenggara), jambu

    parang, jambu sepal, jambu gayus, jambu seran, janggus, gayus (Kalimantan), jambu

    dare, jambu sereng (Sulawesi), kanoke, masapana,buwa yakis, buwa jaki (Maluku).

    (Dalimartha, 2000).

    2.1.3 Manfaat Tumbuhan Jambu Monyet (A. occidentale L.)

    Kayunya dapat dijadikan bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan kerajinan tangan.

    Kulit kayunya digunakan pada industri batik atau untuk bahan penyamak. Daun muda

    bisa dimakan sebagai lalap (mentah atau dikukus terlebih dahulu). Buah semu rasanya

    sepat bisa dimakan sebagai rujak, dibuat minuman, anggur atau selai. Jika sudah diolah

    harga biji jambu monyet cukup mahal, dikenal dengan nama kacang mete. Kulit bijinya

    mengandung cashew nut shell liquid (CNSL). Jika cairan tersebut mengenai mulut dapat

    menimbulkan peradangan. Setelah diolah, CNSL dapat digunakan untuk bahan pelumas,

    insektisida, pernis, plastik, dan lain-lain. Jambu monyet dapat diperbanyak dengan biji,

    cangkokan, enten, atau okulasi.

    2.1.4 Sifat dan Khasiat Jambu Monyet

    Kulit kayu berbau lemah, rasanya kelat, dan lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal di

    lidah. Khasiatnya sebagai pencahar, astringen, dan memacu aktivitas enzim pencernaan.

    Daun berbau aromatik, rasanya kelat, berkhasiat antiradang dan penurun kadar

    glukosa darah (hipoglemik). Biji berkhasiat sebagai pelembut kulit dan penghilang nyeri

  • (analgesik). Tangkai daun berfungsi sebagai pengelat dan akar berkhasiat sebagai

    pencahar (laksatif).

    Penyakit-penyakit yang dapat diobati antara lain :

    a. diabetes insipidus (sering buang air kecil)

    b. diabetes mellitus (kencing manis)

    c. sembelit

    d. sariawan

    e. jerawat

    f. radang mulut rahim (servikitis)

    g. radang gusi, sakit gigi

    h. gigitan ular berbisa

    i. ruam kulit, borok, psoriasis

    j. keracunan makanan

    k. kanker kulit

    l. tekanan darah tinggi (hipertensi)

    m. malaria

    n. rematik

    (Dalimartha, 2000).

    2.1.5 Kandungan Kimia Jambu Monyet

    Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, zat samak, asam galat, dan gingkol

    katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam anakardiol, asam elagat, senyawa

    fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak, vitamin (A,B dan C),

    kalsium, fosfor, besi, dan belerang. Pericarp mengandung zat samak, asam anakardat, dan

    asam elagat. Biji mengandung 40-45% minyak dan 21% protein. Minyaknya mengandung

    asam oleat, asam linoleat, dan vitamin E. Getah mengandung furufural. Asam anakardat

    berkhasiat bakterisidal, fungisidal, mematikan cacing dan protozoa. (Dalimartha, 2000).

  • Selain itu daun jambu monyet yang masih mudamempunyai komposisi kandungan

    kimia seperti vitamin A sebesar 2.689 SI per 100 gram, vitamin C sebesar 65 gram per

    100 gram, kalori 73 gram per 100 gram, protein 4,6 gram per 100 gram, lemak 0,5 gram

    per 100 gram, hidrat arang sebesar 16,3 gram per 100 gram, kalsium 33 miligram per 100

    gram, fosfor 64 miligram per 100 gram, besi 8,9 gram per 100 gram, dan air 78 gram per

    100 gram. (Yuniarti, 2008).

    2.1.6 Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian

    1. Ekstrak alkohol daun jambu monyet menunjukkan :

    a. Efek hipoglemik pada tikus albino

    b. Keaktifan antikanker terhadap hepatoma pada mencit (vademikum bahan obat

    alam)

    2. Infusum 10% daun jambu monyet menunjukkan :

    a. Efek seperti yang ditimbulkan oleh morfin dan fenotiazin pada tikus albino.

    b. Efek perpanjangan waktu reaksi pada mencit. Efek ini timbul pada dosis 30

    ml/kg bb. Kemungkinan besar, keadaan ini diakibatkan oleh zat aktif yang

    berkhasiat analgetik seperti morfin atau metamizol.

    3. Secara spesifik infus daun jambu monyet dengan takaran 50 cc/kg bb yang

    diberikan secara intra peritoneal pada tikus putih dapat menghambat conditional

    avoidance escape response pada 87% binatang percobaan. Di lain pihak tikus

    kontrol yang diberi garam faal tidak menghalangi hambatan.

    4. Infus daun jambu monyet dengan dosis 6 dan 12 g/kg bb tidak menunjukkan

    adanya efek antiinflamasi yang nyata, tetapi memperlihatkan penghambatan

    terhadap udem yang ditimbulkan oleh pemberian karagenin pada telapak kaki

    tikus putih, Infus dengan dosis 14g/kg bb memperlihatkan efek antiinflamasi yang

    nyata (p

  • 5. Infus daun jambu monyet muda mempunyai pengaruh analgesik yang sama kuat

    dengan parasetamol pada kasus periodontitis akut. Efek samping berupa mual dan

    pusing. (Dalimartha, 2000)

    2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

    Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan

    penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari makhluk

    hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk

    memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi organik, dan terutama

    dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme

    reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami berkaitan dengan kimia organik dan

    biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang berlainan. (Manitto, 1992).

    Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia

    yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu:

    1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi

    Klasifikasi ini berdasarkan pada kerangka molekuler dari senyawa yang bersangkutan.

    Menurut sistem ini, ada 4 kelas yaitu:

    a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.

    Contoh: asam-asam lemak, gula, dan asam-asam amino pada umumnya

    b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik

    Contoh: terpenoida, steroida, dan beberapa alkaloida

    c. Senyawa aromatik atau benzenoid

    Contohnya: golongan fenolat dan golongan kuinon

    d. Senyawa heterosiklik

    Contoh: alkaloida, flavonoida, golongan basa asam inti

    Karena klasifikasi ini hanyalah superfisial, maka tidak mengherankan jika suatu

    senyawa organik bahan alam tertentu dapat dimasukkan kedua kelas berlainan.

  • Contohnya: geraniol, farsenol, dan skualen, termasuk kelas senyawa alifatik rantai

    terbuka, timol termasuk senyawa aromatik. Namun, keempat senyawa tersebut

    merupakan anggota dari kelas terpenoida dan steroida.

    OHgeraniol

    OH

    farnesol

    HO

    thymol

    squalene

    2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik

    Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin (1806), penisilin

    (1939) dan prostaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi

    dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Hampir

    separoh dari obat-obatan yang digunakan sehari-hari merupakan bahan alam, misalnya

    alkaloida dan antibiotik, atau golongan-golongan sintetik. Oleh karena itu, senyawa

    organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan segi aktivitas fisiologik dari bahan yang

    bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin.

    HO

    O

    HOH

    N

    morphine

    OH

    OH

    COOHH

    H

    OH

    prostagladin

    SNHR

    O

    MeH

    N

    Me

    COOH

    R = -OCCH2Ph

    penisilin G

  • Meskipun asal usul biogenetik sangat bervariasi, namun ada kalanya terdapat

    korelasi yang dekat antara aspek tersebut dengan kegiatannya. Misalnya, meskipun

    struktur sangat bervariasi, namun senyawa-senyawa yang menunjukkan aktivitas

    kardiotik (kardenolid dan bufadienolid) hanyalah struktur yang memiliki komposisi

    sebagai berikut: (a) cincin A/B terpadu secara cis, (b) memiliki residu berupa gula pada

    C3 dan (c) memiliki lakton suku -5 atau -6 yang terkonjugasi pada C17, lihat struktur (1)

    dan (2) di bawah ini.

    O

    O

    OH

    HOR

    H

    H

    3

    17

    (1)

    O

    O

    (2)

    R = residu gula

    3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

    Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh-

    tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme,

    metabolit terakhir bisanya dibuang ke luar tubuh, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan,

    metabolit tersimpan dalam tumbuhan itu sendiri. Pada mulanya, beberapa metabolit

    dianggap hanya berasal dari tumbuh-tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa

    beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan ternyata bahwa banyak

    konstituen tumbuhan (seperti alkaloida dan terpenoida) yang dapat diisolasi dari spesies,

    genera, suku atau family tumbuhan tertentu. Dalam satu spesies tunggal, dapat ditemukan

    sejumlah konstituen yang strukturnya berhubungan erat satu sama lain. Misalnya,

    opium dari Papaver somniferum mengandung dua puluhan alkaloida, termasuk morfin,

    tebain, kodein dan narkotin, yang kesemuanya dibiosintesis dari precursor 1-

    benzilisokuinolin melalui penggandengan (coupling) secara oksidasi. Oleh karena itu,

  • alkaloida-alkaloida tersebut yang strukturnya mirip satu sama lain dan berasal dari genus

    tumbuhan tertentu, disebut alkaloida opium.

    O

    O

    HOH

    N

    codeine narkotin

    N

    1-benzilisokuinolin

    MeO

    HO HOMe

    OH

    tebain

    4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

    Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organisme melalui reaksi-

    reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu. (istilah biosintesis dan biogenesis

    mempunyai arti yang sama: pembentukan bahan alam oleh organisme hidup.

    Biosintesis mengacu kepada perolehan data eksperimental dalam membuktikan jalur

    sintesis yang berlangsung, sedangkan biogenesis masih bersifat hipotetik dan lebih

    menekankan aspek spekulatif dari fakta).

    Setelah pengetahuan tentang kimia organik bahan alam semakin berkembang

    sejak tahun 1930-an, beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetik dari

  • senyawa organik bahan alam yang berlangsung dalam organisme hidup. Aturan isopren

    yang diusulkan oleh Ruzicka menyatakan bahwa semua senyawa terpenoida terbentuk

    dari unit isopren C5.

    OH

    nerol santonin

    HO

    O

    OH

    H

    asam oleanolat

    Teori poliketometilen diusulkan oleh Robinson menyatakan bahwa senyawa

    golongan fenolat terbentuk melalui biosintesis asetogenin (poliketida).

    O O O

    COOH

    OMe

    COOH

    OMe

    O O O

    COOH

    O Me

    OH O OH

    O

    endokrosin

  • Teori lain dengan nama jalur asam sikimat diusulkan oleh Davis, yang

    menyatakan bahwa biosintesis dari asam-asam amino aromatik dan senyawa aromatik

    yang bertalian. Robinson juga menemukan hubungan di antara alkaloida dengan asam

    amino prekursornya.

    Dari semua teori biogenesis itu dapat disimpulkan adanya 4 kelas senyawa

    organik bahan alam, yakni:

    a. Poliketida (asetogenin)

    b. Fenolat (fenilpropanoida)

    c. Isoprenoida

    d. Alkaloida (Tobing, 1989)

    2.3 Senyawa Flavonoida

    Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15

    atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai

    linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa

    1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan

    senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.

    Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari

    kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen

    terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak

    disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang

    berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai

    cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk

    dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981).

    Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-kira

    1x109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan dengannya.

  • Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida merupakan salah satu

    golongan fenol alam yang terbesar.

    Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk

    daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini

    berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yng

    terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah.

    Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-

    tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh

    mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu

    angiospermae, klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988).

    Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh

    dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah

    diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga

    terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya

    tampak, dan ini membuatnya berwarna.

    Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi

    tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos,

    bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat di bunga

    berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan

    lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di

    sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari

    antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti buah tomat dan beberapa

    bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama

    oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau

    jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies.

    Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan

    tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut

  • tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae

    mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan

    tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain.

    Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit

    glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah, atau pada

    gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul,

    yang masih berwarna, dinamakan antosianidin. (Salisbury, 1995).

    2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

    Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat

    yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat

    digambarkan sebagai berikut :

    C C CA B

    Kerangka dasar senyawa flavonoida

    Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

    O

    C3OH

    HO

    C6

    A

    O

    C3

    HO

    C6

    A

    Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

    O

    C3OH

    HO

    HO

    C6

    A

    OCH3O

    C3OCH3

    H3CO

    H3CO

    C6 A

    Cincin B adalah karakteristik 4-, 3, 4-, 3,4, 5- terhidroksilasi

  • C3(A)C6

    R

    R'

    R''

    B

    R = R = H, R = OH

    R = H, R = R = OH

    R = R = R = OH

    (juga, R = R = R = H) (Sastrohamidjojo, 1996)

    2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

    Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita

    serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,

    umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne,

    1996).

    1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada

    satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh

    glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut

    dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang

    sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain

    yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam

    glukoronat serta galakturonat.

    2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal

    ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-

    karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula

    yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glukosa,

    biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa,

    xilosa, dan arabinosa.

    3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang

    terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena

  • terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida

    bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih

    bebas atau pada gula.

    4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah

    flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang

    sederhana 5,7,4 dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau

    kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi

    biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda.

    Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas,

    terdapat terutama pada gimnospermae.

    5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai

    atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu

    memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida

    ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain. (Markham,

    1988).

    Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan

    keragaman pada rantai C3 yaitu :

    1. Flavonol

    Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon

    flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai

    antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan

    merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa

    dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada

    pengerjaannya masih dapat dilakukan.

  • OO

    OH

    flavonol

    2. Flavon

    Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi.

    Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon

    terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol.

    Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat

    warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida

    dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya

    luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok

    senyawa flavonoida.

    O

    O

    flavon

    3. Isoflavon

    Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai

    fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan

    terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan

    pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna

    biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain

    tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

  • OO

    isoflavon

    4. Flavanon

    Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.

    Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah

    jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam

    buah anggur dan jeruk.

    O

    O

    flavanon

    5. Flavanonol

    Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika

    dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena

    konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

    O

    OOH

    Flavanonol

  • 6. Katekin

    Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.

    Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir

    dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat

    sebagai antioksidan.

    OHO

    OHOH

    OHOH

    katekin

    7. Leukoantosianidin

    Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan

    berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

    O

    OHHO OH

    Leukoantosianidin

    8. Antosianin

    Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam

    tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir

    semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah

    pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur

    aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan

    penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

  • OOH Antosianin

    9.Khalkon

    Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila

    dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya

    pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam

    pengembang air. (Harborne, 1996).

    Okalkon

    10. Auron

    Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.

    Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas

    berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah

    jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995).

    HCO

    O Auron

  • Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua

    flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan

    semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:

    Golongan

    flavonoida

    Penyebaran Ciri khas

    Antosianin

    Proantosianidin

    Flavonol

    Flavon

    Glikoflavon

    pigmen bunga merah

    marak,dan biru juga dalam

    daun dan jaringan lain.

    terutama tan warna, dalam

    daun tumbuhan berkayu.

    terutama ko-pigmen

    tanwarna dalam bunga

    sianik dan asianik;

    tersebar luas dalam daun.

    seperti flavonol

    seperti flavonol

    larut dalam air, maks 515-545 nm,

    bergerak dengan BAA pada kertas.

    menghasilkan antosianidin bila

    jaringan dipanaskan dalam HCl 2M

    selama setengah jam.

    setelah hidrolisis, berupa bercak

    kuning murup pada kromatogram

    Forestal bila disinari sinar UV;

    maksimal spektrum pada 330 350

    setelah hidrolisis, berupa bercak

    coklat redup pada kromatogram

    Forestal; maksimal spektrum pada

    330-350 nm.

  • Biflavonil

    Khalkon dan

    auron

    Flavanon

    Isoflavon

    tanwarna; hampir

    seluruhnya terbatas pada

    gimnospermae

    pigmen bunga kuning,

    kadang-kadang terdapat

    juga dalam jaringan lain

    tanwarna; dalam daun dan

    buah( terutama dalam

    Citrus )

    tanwarna; sering kali

    dalam akar; hanya

    terdapat dalam satu suku,

    Leguminosae

    mengandung gula yang terikat

    melalui ikatan C-C; bergerak dengan

    pengembang air, tidak seperti flavon

    biasa.

    pada kromatogram BAA beupa

    bercak redup dengan RF tinggi .

    dengan amonia berwarna merah,

    maksimal spektrum 370-410 nm.

    berwarna merah kuat dengan

    Mg/HCl; kadang kadang sangat

    pahit .

    bergerak pada kertas dengan

    pengembang air; tak ada uji warna

    yang khas.

    2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida

    Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa

    fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila

    dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan

    terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida

    merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar

    seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida

    (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada

    flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih

    mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan

  • air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang

    polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung

    lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.

    Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat

    dan alur sikimat (Markham, 1988).

    Gambar : Antar hubungan antara jenis monomer flavonoid yang diusulkan pada saat ini

  • 2.4 Teknik Pemisahan

    Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan

    berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada

    2 jenis teknik pemisahan:

    1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya

    perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan

    dipisahkan.

    2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-

    perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk

    dalam suatu golongan. (Muldja, 1995).

    2.4.1 Kromatografi

    Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan

    dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan

    stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang

    merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang

    bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981).

    Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat sifat dari fasa

    diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut

    kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak

    dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:

    1) Fasa gerak cairfasa diam padat (kromatografi serapan):

    a.kromatografi lapis tipis

    b.kromatografi penukar ion

    2) Fasa gerak gasfasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

    3) Fasa gerak cairfasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.

    4) Fasa gerak gasfasa diam zat cair, yakni :

  • a. kromatografi gascair

    b. kromatografi kolom kapiler

    Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa

    senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam

    perbandingan yang sangat berbeda beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain

    (Sastrohamidjojo, 1991).

    2.4.1.1 Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20

    cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit

    sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat

    lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa

    serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan

    zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut.

    (Sudjadi, 1986).

    Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik

    alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat

    yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5

    g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah

    cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode

    pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi

    silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter,1991).

    Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah

    sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham,

    Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:

    1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

    2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

  • 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.

    4. Isolasi flavonoida murni skala kecil

    5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap

    dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas. (Markham,

    1988).

    2.4.1.2 Kromatografi Kolom

    Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi

    terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom,

    campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap

    yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak

    dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau

    didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang

    berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter,

    1991).

    Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir

    ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida

    (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau

    poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang

    cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu

    ujung. (Markham, 1988).

    2.4.1.3 Harga Rf (Reterdation Factor)

    Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang

    diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak

    perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh

  • oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi

    suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf

    senyawa pembanding.

    Jarak perambatan bercak dari titik penotolan

    Rf =

    Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1991).

    2.4.2 Ekstraksi

    Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum

    ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan

    derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi

    dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut

    berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat,

    etanol, metanol, dan air.

    Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif

    terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat

    biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator. (Harborne,

    1996).

    2.5 Teknik Spektroskopi

    Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimiafisika yang mengamati

    tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam

    instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen

    yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai

  • spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat

    fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

    Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe tipe dari adanya gugus

    fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi

    tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang

    menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan

    data yang ada kadang kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang

    tidak diketahui. (Pavia, 1979).

    2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet

    Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada

    struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan

    percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi

    di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).

    Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol

    (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-

    285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi

    maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan

    pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada

    pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada

    spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang

    tinggi.

    Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :

    maksimum

    utama (nm)

    maksimum tambahan

    (nm) (dengan intensitas

    Jenis flavonoida

  • nisbi)

    475-560

    390-430

    365-390

    350-390

    250-270

    330-350

    300-350

    275-295

    225

    310-330

    275 (55%)

    240-270 (32%)

    240-260 (30%)

    300 (40%)

    300 (40%)

    tidak ada

    tidak ada

    310-330 (30%)

    310-330 (30%)

    310-330 (25%)

    Antosianin

    Auron

    Kalkol

    Flavonol

    Flavonol

    Flavon dan biflavonil

    Flavon dan biflavonil

    Flavanon dan flavononol

    Flavonon dan flavononon

    Isoflavon

    (Markham, 1988).

    2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)

    Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran

    yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1 (panjang

    gelombang lebih daripada 100 m) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah

    menjadi putaran energi molekul.

    Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis

    garis melainkan berupa pita pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal

    selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

    Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk

    menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut

    dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis jumlah

    dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan

  • saja disebabkan besarnya jumlah pusat pusat vibrasi, melainkan karena juga harus

    diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi) beberapa pusat vibrasi.

    Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan

    vibrasi lentur.

    1. Vibrasi regang

    Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu

    molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak

    simetri.

    2.Vibrasi lentur

    Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi

    lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau

    vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa

    twisting (Noerdin, 1985).

    2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

    Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan

    alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan

    informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.. Struktur NMR

    memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen

    dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom

    hidroge (Cresswell, 1982).

    Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) pada

    umumnya digunakan untuk :

    1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada

    suatu senyawa organik.

  • 2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. (Dachriyanus,

    2004).

    Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-

    proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang

    menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan

    menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet,

    perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang

    melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi

    dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung

    pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang

    mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan

    yang digunakan (Bernasconi,1995).

    Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah

    tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu

    :

    1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum

    puncak tunggal yang kuat.

    CH3

    CH3 Si CH3

    CH3

    2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam

    larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. (Silverstein, 1986)

    Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan

    daerah atau luas puncak dari tiap tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak

    tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi

    proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja,1995).