chapter ii

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteriemia 2.1.1. Latar Belakang Bakteriemia merupakan suatu keadaan ditemukan mikroorganisme patogen di dalam sirkulasi (Soedarno dkk,2008). Bakteriemia dapat merupakan fenomena sementara yang tidak disertai peyakit atau perluasan serius dari infeksi bakteri invasif yang berasal dari saluran gastrointestinum (Salmonella, Pseudomonas, Escerichia coli, Klebsiella-Enterobacter, Enterococcus), saluran genitourinarius (E.coli, Klebsiella enterobacter, Proteus, Neisseria gonorrhoea) atau saluran pernapasan (Pneumococus, Haemophilus influenza, Staphylococus aureus) atau kulit (S.aureus, S.epidermidis, Streptococcus pyogenes). Bakteriemia dapat muncul mendahului atau terjadi bersama dengan infeksi fokus metastasis lokal spesifik, misalnya bakteriemia yang terjadi bersama dengan meningitis, osteomielitis, endokarditis, epiglottis, dan selulitis wajah. Bakteremia sementara atau ringan (< 100 unit pembentuk – koloni [colony-forming units=CFU/ml darah) dapat menyertai instrumentasi saluran pernapasan, gastrointestinum, atau genitourinaria. Bakteriemia mungkin tidak bergejala atau disertai dengan sedikit gejala. Bila bakteri tidak dibersihkan secara efektif oleh mekanisme pertahanan hospes, respons radang sistemik mulai terjadi dan dapat progresif tanpa tergantung infeksi asalnya. Sepsis adalah salah satu penyebab sindrom respons radang sistemik (SRRS), tetapi juga merupakan penyebab noninfeksius. Jika tidak diketahui dan diobati secara dini, sepsis dapat menjelek menjadi SRRS (Sindrom Respons Radang Sistemik), syok septik, syok refrakter, disfungsi banyak organ, dan kematian. Bakteriemia berat (> 100-1.000 CFU/ml) seringkali ditemukan pada penderita sepsis dan pada mereka yang keadaannya menjelek menjadi syok septik ( Powell, 1996). Menurut Blanc (1961), infeksi pada neonatus dapat terjadi melalui 3 cara yaitu : Universitas Sumatera Utara

Upload: nilamsari-kurniasih

Post on 03-Oct-2015

218 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Dasar teori

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Bakteriemia

    2.1.1. Latar Belakang

    Bakteriemia merupakan suatu keadaan ditemukan mikroorganisme

    patogen di dalam sirkulasi (Soedarno dkk,2008). Bakteriemia dapat merupakan

    fenomena sementara yang tidak disertai peyakit atau perluasan serius dari infeksi

    bakteri invasif yang berasal dari saluran gastrointestinum (Salmonella,

    Pseudomonas, Escerichia coli, Klebsiella-Enterobacter, Enterococcus), saluran

    genitourinarius (E.coli, Klebsiella enterobacter, Proteus, Neisseria gonorrhoea)

    atau saluran pernapasan (Pneumococus, Haemophilus influenza, Staphylococus

    aureus) atau kulit (S.aureus, S.epidermidis, Streptococcus pyogenes). Bakteriemia

    dapat muncul mendahului atau terjadi bersama dengan infeksi fokus metastasis

    lokal spesifik, misalnya bakteriemia yang terjadi bersama dengan meningitis,

    osteomielitis, endokarditis, epiglottis, dan selulitis wajah. Bakteremia sementara

    atau ringan (< 100 unit pembentuk koloni [colony-forming units=CFU/ml

    darah) dapat menyertai instrumentasi saluran pernapasan, gastrointestinum, atau

    genitourinaria. Bakteriemia mungkin tidak bergejala atau disertai dengan sedikit

    gejala. Bila bakteri tidak dibersihkan secara efektif oleh mekanisme pertahanan

    hospes, respons radang sistemik mulai terjadi dan dapat progresif tanpa

    tergantung infeksi asalnya. Sepsis adalah salah satu penyebab sindrom respons

    radang sistemik (SRRS), tetapi juga merupakan penyebab noninfeksius. Jika

    tidak diketahui dan diobati secara dini, sepsis dapat menjelek menjadi SRRS

    (Sindrom Respons Radang Sistemik), syok septik, syok refrakter, disfungsi

    banyak organ, dan kematian. Bakteriemia berat (> 100-1.000 CFU/ml) seringkali

    ditemukan pada penderita sepsis dan pada mereka yang keadaannya menjelek

    menjadi syok septik ( Powell, 1996).

    Menurut Blanc (1961), infeksi pada neonatus dapat terjadi melalui 3 cara

    yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Infeksi antenatal

    Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu

    melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilousitis. Selanjutnya terjadi

    infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan kemudian masuk ke janin.

    2. Infeksi intranatal

    Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara infeksi yang lain.

    Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah

    ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan

    lahirnya bayi lebih dari 12 jam) mempunyai peranan penting terhadap

    timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun

    ketuban masih utuh misalnya pada partus lama .

    3. Infeksi pascanatal

    Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang

    berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat

    penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat

    infeksi silang.

    (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985)

    2.1.2. Bakteriemia dan komplikasi-komplikasi lanjut

    Proses perubahan dari keadaan bakteriemia sampai ke sepsis, gangguan

    fisiologis dan komplikasi berikutnya diilustrasikan pada gambar 1 dibawah:

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 1. Bakteriemia dan komplikasi-komplikasi lanjut

    INFEKSI SETEMPAT

    SEPSIS

    SINDROM SEPSIS

    BAKTEREMIA

    SYOK SEPTIK AWAL

    SYOK SEPTIK REFRAKTER

    MODS

    KEMATIAN

    SEPSIS PLUS SETIDAKNYA SALA SATU DARI BERIKUT INI:

    PERUBAHAN MENTAL AKUT

    HIPOKSEMIA LAKTAT PLASMA OLIGURIA

    BUKTI KLINIS ADANYA INFEKSI PLUS

    HIPERTERMIA/HIPOTERMIA

    TAKIKARDIA TAKIPNEA KELAINAN

    JUMLAH LEUKOSIT

    SINDROM SEPSIS PLUS HIPOTENSI ATAU PENGISIAN KEMBALI KAPILER JELEK YANG BERLANSUNG LEBIH DARI 1 JAM WALAUPUN SUDAH DIBERI CAIRAN IV DAN INTERVENSI FARMAKOLOGIK, DAN MEMERLUKAN DUKUNGAN VASOPRESSOR

    SINDROM SEPSIS PLUS HIPOTENSI ATAU PENGISISAN KEMBALI KAPILER JELEK YANG BERESPONSSEGERA TERHADAP CAIRAN IV DAN/ATAU INTERVENSI FARMAKOLOGIK

    SETIAP KOMBINASI DIC ARDS GAGAL GINJAL

    AKUT GAGAL HATI

    AKUT DISFUNGSI SSS

    AKUT

    (Powell, 1996)

    BAKTERI B k iBAKT

    Universitas Sumatera Utara

  • Infeksi pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Ada

    beraneka ragam cara penularan agen penyebab infeksi dari ibu ke janin bayi baru

    lahir. Penyebaran hematogen transplasenta dapat terjadi pada setiap waktu selama

    kehamilan. Manifestasi infeksi kongenital dapat dilihat pada saat lahir atau

    setelah beberapa bulan kelahiran, bahkan beberapa tahun. Penularan infeksi

    secara vertikal dapat terjadi selama di dalam uterus, tepat sebelum kelahiran atau

    selama proses kelahiran. Setelah dilahirkan, bayi baru lahir terpapar terhadap

    penyakit infeksi dalam ruang perawatan atau di permukiman. Sehubungan dengan

    makin kompleksnya perawatan intensif neonatus, bayi baru lahir kurang bulan dan

    yang lahir dengan berat badan kurang akan dapat tetap hidup dan dapat bertahan

    lebih lama dalam lingkungan dengan risiko infeksi yang lebih tinggi. Bayi baru

    lahir mungkin kurang mampu berespons terhadap infeksi, karena menderita

    defisiensi satu atau lebih faktor imunologis yang melibatkan sistem

    retikuloendotelial, komplemen, leukosit, polimorfonuklear, sitokin, antibodi, atau

    imunitas seluler. Infeksi perinatal didapat terjadi tepat sebelum atau selama

    kelahiran dengan cara penularan mikroorganisme secara vertikal dari ibu ke bayi

    baru lahir (Gutoff, 1996).

    Gambaran skematis di bawah ini menunjukkan mode penularan agen

    penyebab infeksi dari ibu ke janin atau ke bayi baru lahir:

    Sirkulasi Maternal

    Gambar 2 Mode Penularan Agen Penyebab Infeksi Dari Ibu Ke Janin Atau

    Ke Bayi Baru Lahir

    Plasenta Cairan Amnion Sekret vagina

    Sirkulasi Janin Aspirasi Tertelan Luka

    Paru Saluran GI Monitor janin Akses vascular Umbilikus Bedah (Gutoff, 1996) Enterokolitis nekrotikans

    Universitas Sumatera Utara

  • Faktor Neonatus terpenting yang memberi kecenderungan pada infeksi

    adalah prematuritas atau berat badan lahir rendah. Terdapat 3-10 kali lebih tinggi

    insidens infeksi dan sepsis pada bayi-bayi ini daripada bayi cukup bulan dengan

    berat badan lahir normal. Laki-laki memiliki insidens sepsis sekitar 2 kali lebih

    tinggi daripada wanita, dimana kemungkinan adanya faktor-faktor terkait seks dan

    kerentanan hospes. Resusitasi saat lahir, terutama jika melibatkan intubasi

    endotrakea, pemasangan kateter pembuluh darah umbilikus, atau keduanya,

    dihubungkan dengan peningkatan risiko infeksi bakteri. Hal ini kemungkinan

    berkaitan dengan prematuritas atau infeksi pada saat lahir. Infeksi neonatus

    pascalahir didapat setelah kelahiran, selama 28 hari pertama. Namun infeksi

    serupa juga terlihat pada bayi, terutama bayi prematur selama usia beberapa bulan

    pertama. Agen etiologi dapat ditularkan dari berbagai sumber manusia, seperti

    ibu, kontak keluarga, dan orang-orang di rumah sakit, atau dari sumber tidak

    hidup, seperti peralatan yang terkontaminasi (Gutoff, 1996).

    Identifikasi infeksi bakteri dapat dilakukan dengan cara mengisolasi agen

    etiologi yang berasal dari cairan tubuh yang biasanya steril (darah, cairan

    serebrospinal [CSS], urin, cairan sendi) dengan menemukan endotoksin atau

    antigen bakteri pada cairan tubuh (CSS, urin, atau serum) atau dengan cara

    menemukan infeksi bakteri saat autopsi. Lebih disukai mengambil 2 spesimen

    dari biakan darah dengan cara pungsi vena dari tempat berbeda untuk menghindari

    kekacauan yang disebabkan oleh kontaminasi kulit. Sampel yang diperoleh dari

    kateter umbilikus harus diambil hanya pada saat awal penusukan. Sampel dari

    vena perifer juga harus dikumpulkan jika sampel untuk biakan diambil dari

    kateter vena sentral. Biakan darah yang dilakukan dengan metode radiometri

    dapat menghasilkan pertumbuhan dalam waktu 24-72 jam. Meskipun biakan

    darah biasanya menjadi dasar untuk diagnosis infeksi bakteri, fase bakteriemia

    pada keadaan sakit mungkin luput karena waktu pengambilan yang kurang tepat

    atau jumlah sampel darah yang kurang (jumlah sampel sedikitnya 0,2 ml, tetapi

    optimalnya lebih dari 0,5-1 ml) (Gutoff, 1996).

    Pada tahun 1930, Group A Streptococcus merupakan penyebab terbanyak

    infeksi neonatal dan bisa dikendalikan dengan penisilin. Pada tahun 1940 insiden

    Universitas Sumatera Utara

  • infeksi gram negatif khususnya E. coli meningkat,sedangkan pada tahun 1950

    yang meningkat adalah infeksi S.aureus. Pada tahun 1960 sampai dengan 1970,

    infeksi Group B Streptococcus yang menonjol (Berhman dkk, 1996). Pola kuman

    penyebab bakteriemia berbeda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke

    waktu. Di Australia, Amerika Serikat, Inggris, dan banyak negara maju lainnya,

    kuman penyebab bakteriemia onset dini adalah Group B Streptokokus dan E coli.

    Di negara yang sedang berkembang, sebagian besar kuman penyebab

    bakteriemia adalah kuman gram negatif seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp,

    Coli sp dan Psudomonas sp, sedangkan Group B Streprokokkous yang merupakan

    kuman penyebab bakteriemia di negara-negara maju belum pernah ditemukan

    pada negara berkembang (Amir dkk, 2005). Menurut Wiswell (2001) dan Amir

    (2005), perbedaan pola kuman ini mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan

    bakteriemia, yaitu terhadap pemilihan antibiotik yang digunakan dan berkaitan

    dengan prognosis dan komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi.

    Pemberian antibiotik hendaknya disesuaikan dengan pola kuman yang ada

    pada masing-masing unit perawatan Neonatus. Tidak adanya pola kuman yang

    khas yang dapat digunakan sebagai pedoman terapi sementara menunggu hasil

    kultur selesai yang memakan waktu 3-5 hari merupakan salah satu penyebab

    resistensi (Hadinegoro, 2002). Oleh karena itu, uji mikrobiologi dan uji resistensi

    harus dilakukan secara rutin untuk memudahkan para dokter dalam hal memilih

    antibiotik.

    2.2. Neonatus

    Periode Neonatus adalah 4 minggu pertama kehidupan sesudah lahir

    (Kliegman, 1996)

    2.3. Pemeriksaan kultur darah

    Untuk orang dewasa, volume darah yang perlu diambil adalah sebanyak

    20 ml, sedangkan untuk pediatri volume darah yang perlu diambil adalah

    berdasarkan tabel dibawah :

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.1.

    Berat Badan (Kg) Total Volume Yang Harus

    diambil Pembagian

    FAN BacT Alert

    (Aerobic) atau

    Botol Pediatri

    FAN BacT Alert

    (Aerobic)

    FAN BacT Alert

    (Anaerobic)

    < 1.5 1.0 X < 4.0 1.0 X 4-13 3.0 X 13-25 10.0 X X > 25.0 20.0 X X (Geisinger Health System, 2010)

    Untuk infeksi bakteri atau fungi, dua sediaan kultur harus disediakan

    untuk setiap pasien, sedangkan untuk sepsis mikobakterial, diperlukan 3 sediaan

    kultur. Untuk setiap satu sediaan kultur darah juga harus diambil dari vena punksi

    yang berbeda. Setelah pembuluh darah diseleksi, kira-kira 5 cm pada area yang

    akan dilakukan pengambilan sampel darah dilakukan disinfeksi dengan

    mengusapkan daerah tersebut dengan menggunakan kapas alkohol 70% dari

    arah dalam keluar pada area yang akan dilakukan punksi vena. Daerah ini

    kemudianya dibersihkan pula dengan menggunakan povidone iodine 10 %. Iodin

    ini dibiarkan kering selama 1 hingga 2 menit. Sementara menunggu daerah

    tersebut kering, semua penutup plastik yang menutupi semua botol kultur dibuka,

    dan rubber stopper harus dikontaminasi dengan alkohol 70 %. Kemudian

    sebanyak 20 ml darah diambil dari tempat dilakukan punksi. Seterusnya tetap

    menggunakan jarum yang sama pada semua tempat yang akan dilakukan punksi

    vena dan inokulasi pada setiap botol kultur. Setelah selesai, iodine pada kulit tadi

    dibersihkan dengan menggunakan alkohol (University of Pennsylvania Medical

    Center Guidelines, 2010).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.1. Untuk penanganan sampel berikutnya adalah seperti langkah-langkah

    berikut :

    Ambil darah sebanyak 1 3 cc dengan spuit.

    Buka segel botol Bactec dan disinfeksi dengan alkohol 70%.

    Masukkan darah dengan cara langsung menusukkan jarum yang

    digunakan untuk mengambil darah ke tutup karet botol Bactec yang

    telah didisinfeksi dengan alkohol.

    Bila botol Bactec tidak dapat dikirim segera ke laboratorium, simpan

    botol tersebut di tempat yang aman pada suku kamar (Jangan disimpan

    di ruangan dingin atau di dalam lemari es).

    (Geisinger Health System, 2010)

    Bila dilakukan di rumah sakit yang tidak mempunyai Bactec:

    Darah dimasukkan pada botol yang mengandung media BHI (Brain

    Heart Infussion broth).

    Setelah ada pertumbuhan kuman ,yaitu apabila terdapat kekeruhan pada

    media), dilakukan pengecatan Gram (preliminary report kepada

    Klinisi).

    Dilakukan kultur pada media Blood Agar dan Mac.Conkey Agar, dan

    seterusnya diikuti tes sensitivitas (Tri Nur Krishna, 1988).

    Kesemua Botol BacT Alert harus diinkubasi pada suhu 35C .

    2.4. Uji Sensitivitas Antibiotik

    Tes sensitivitas antibiotik dilakukan untuk menentukan sensitivitas bakteri

    yang diisolasi terhadap agen teraputik. Resistensi terhadap antibiotik dapat terjadi

    secara alami atau didapat, dimana kesalahan dalam penggunaan antibiotik yang

    menyebabkan populasi terdedah terhadap organisme yang mempunyai gen untuk

    meningkatkan resistensi. Sensitivitas bakteri yang disolasi terhadap antibiotik

    tertentu diukur berdasarkan Minimum Inhibitory Concenration (MIC), yang

    merupakan konsenrasi antibiotik terendah untuk tidak terlihatnya pertumbuhan

    bakteri setelah inkubasi (Rapidmicrobiology, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • Setiap sampel dikultur, yaitu mengisolasi bakteri penyebab infeksi dan

    diidentifikasi berdasarkan berbagai macam sifat bakteri dengan pewarnaan Gram

    dan tes biokimia. Kemudian dilakukan uji sensitivitas dengan metode diffusi on

    agar menggunakan cakram antimikroba. Prosedur difusi-kertas cakram-agar yang

    distandardisasikan (metode Kirby-Bauer) merupakan cara untuk menentukan

    sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik

    ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya

    maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar acuan

    untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.

    2.4.1. Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer :

    - Konsentrasi mikroba uji

    - Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram

    - Jenis antibiotik.

    - pH medium.

    2.4.2. Cara kerja pengujian antibiotik dengan metode Kirby-Bauer :

    a.) Celupkan cotton bud (cotton swab) dalam biakan bakteri kemudian

    tekan kapas ke sisi tabung agar air tiris.

    b.) Ulaskan pada seluruh permukaan cawan Mueller-Hinton agar secara

    merata.

    c.) Biarkan cawan selama 5 menit.

    d.) Kertas cakram dicelupkan dalam larutan antibiotik dengan konsentrasi

    tertentu.

    e.) Angkat, biarkan sejenak agar tiris, selanjutnya letakkan kertas cakram

    pada permukaan agar.

    f.) Kertas cakram ditekan menggunakan pinset supaya menempel

    sempurna di permukaan agar.

    g.) Inkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam.

    h.) Ukur diameter zona hambat (mm) kemudian bandingkan dengan tabel

    sensitivitas antibiotik.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 3. Cara Kerja Pengujian Antibiotik Dengan Metode Kirby-Bauer

    Gambar 4. Cara Pengukuran Diameter Zona Hambat (Zona Jernih)

    (Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar, 2008)

    i.) Ukur diameter zona hambat (zona jernih)

    Misalnya didapatkan zona hambat suatu bakteri berdiameter 26 mm untuk

    Eryhtromycin, maka interpretasinya adalah bakteri tersebut peka terhadap

    antibiotik Eryhtromycin.

    Resistent : tahan

    Intermediate : medium

    Susceptible : peka

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB 3

    KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

    3.1. Kerangka Konsep Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam

    penelitian ini adalah:

    3.2. Definisi Operasional

    3.2.1. Bakteriemia

    Bakteriemia adalah ditemukan bakteri dalam darah.

    3.2.2. Neonatus

    Neonatus merupakan periode 4 minggu pertama kehidupan sesudah lahir.

    3.3. Cara ukur

    Pengumpulan data.

    3.4. Alat ukur

    Catatan hasil pemeriksaan kultur darah di laboratorium Patologi Klinik.

    Neonatus Pemeriksaan kultur darah

    Usia Kelahiran

    Pola kuman penyebab bakteriemia

    Uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik

    Universitas Sumatera Utara

  • 3.5. Kategori

    1. Sensitif terhadap antibiotika: Adanya zona penghambatan (daerah jernih) di

    sekeliling cakram kertas.

    2. Intermediate: Merupakan zona antara sensitif dan resisten.

    3. Resisten terhadap antibiotika: tidak terdapat zona penghambatan di sekeliling

    cakram kertas.

    3.6. Skala Pengukuran

    Nominal

    Universitas Sumatera Utara