chapter ii

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Jika diterjemahkan secara bahasa : Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Djoerban Z, 2006). Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. 2.1.2 Etiologi Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV merupakan retrovirus yang termasuk golongan virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik). Disebut retrovirus karena memiliki enzym reverse transcriptase (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ). Virus ini ditemukan oleh Barre-Sinousi, Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 yang menyebabkan limfadenopati sehingga disebut LAV (Lymphadenopathy Associated Virus). Tahun 1984, Popovic, Gallo dan kerabat kerjanya menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan produktif setelah diinfeksi oleh virus yang kemudian disebut HTLV-III (Human T-cell Lymphotropic Virus-Type III). Virus ini merupakan virus yang sama dengan LAV. Universitas Sumatera Utara

Upload: david-jati-marintang

Post on 01-Oct-2015

218 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 HIV/AIDS

    2.1.1 Definisi HIV/AIDS

    AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Jika

    diterjemahkan secara bahasa : Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan

    penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya

    kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala.

    AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala

    penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang

    disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Djoerban Z,

    2006).

    Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired

    immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1

    dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang

    paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di

    Afrika Barat.

    2.1.2 Etiologi

    Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang

    disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV merupakan retrovirus

    yang termasuk golongan virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai

    molekul pembawa informasi genetik). Disebut retrovirus karena memiliki enzym

    reverse transcriptase (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ). Virus ini

    ditemukan oleh Barre-Sinousi, Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada

    tahun 1983 yang menyebabkan limfadenopati sehingga disebut LAV

    (Lymphadenopathy Associated Virus). Tahun 1984, Popovic, Gallo dan kerabat

    kerjanya menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan

    produktif setelah diinfeksi oleh virus yang kemudian disebut HTLV-III (Human

    T-cell Lymphotropic Virus-Type III). Virus ini merupakan virus yang sama

    dengan LAV.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada tahun 1986 Komisi Taksonomi Internasional memberi nama baru

    Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Depkes RI, 2006).

    2.1.3 Patogenesis

    HIV menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T helper

    yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Selain limfosit T helper, sel-sel

    lain yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya seperti makrofag dan

    monosit juga dapat diinfeksi oleh virus ini. Limfosit T helper antara lain berfungsi

    menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan

    pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Setelah

    HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk kedalam target dan ia melepas

    bungkusnya kemudian dengan bantuan enzym reverse transcryptase ia merubah

    bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang

    berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan

    demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.

    Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang

    di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga

    ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat

    laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T

    helper. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada

    penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.

    Masa laten infeksi ini berlaku selama 10 tahun (Weber, 2001).

    Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang

    mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena

    penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,

    protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma

    kaposi.

    2.1.4 Cara Penularan

    HIV dapat ditemukan di darah dan cairan tubuh manusia seperti semen dan

    cairan vagina. Virus ini tidak dapat hidup lama di luar tubuh, maka untuk

    transmisi HIV perlu ada penularan cairan tubuh dari orang yang telah terinfeksi

    Universitas Sumatera Utara

  • HIV. Cara penularan virus ini paling banyak adalah melalui kontak seksual, jarum

    suntik, dan dari ibu ke anak (AVERT, 2011).

    1. Hubungan seksual (vagina, oral, anal)

    Secara global, penularan virus HIV paling banyak terjadi melalui

    heteroseksual.

    2. Kontak langsung dengan darah dan produk darah yg tercemar HIV/AIDS.

    3. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril.

    4. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan

    virus.

    5. Pengguna narkoba jarum suntik

    Pengguna narkoba jarum suntik adalah kelompok resiko tinggi untuk

    mendapat HIV. Penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah cara

    yang efisien untuk transmisi virus yang menular melalui darah seperti

    HIV.

    Menurut CDC (2007), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat

    ditularkan antara lain:

    1. Bekerja atau berada di sekeliling penderita HIV/AIDS.

    2. Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui

    hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan.

    3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.

    2.1.5 Gejala Klinis

    Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2

    gejala mayor (umum terjadi) dan 1 gejala minor (tidak umum terjadi):

    Gejala Mayor :

    - BB menurun > 10% / bulan

    - Diare kronis > 1 bulan

    - Demam > 1 bulan

    - Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

    - Demensia (Penurunan Kemampuan Kognitif)

    Gejala Minor :

    - Batuk > 1 bulan

    Universitas Sumatera Utara

  • - Dermatitis generalisata

    - Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster

    - Kandidias orofaring

    - Infeksi herpes simpleks kronik & progresif

    - Limfadenopati general

    - Mikosis kelamin berulang

    Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), perjalanan penyakit infeksi

    HIV/AIDS dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu :

    1. Transmisi virus 2. Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut)

    Setelah masuk ke dalam tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan

    berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. 2-6 minggu kemudian (rata-rata

    2 minggu) terjadilah sindrom retroviral akut. Gejala umum pada infeksi primer

    dapat berupa (demam, nyeri otot, nyeri sendi, rasa lemah), kelainan mukokutan

    (ruam kulit, ulkus di mulut), pembengkakan kelenjar limfa, gejala neurologi

    (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, depresi), maupun gangguan saluran cerna

    (anoreksia, nausea, diare, jamur di mulut). Gejala ini dapat berlangsung 2-6

    minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.

    3. Serokonversi Setelah 2-6 minggu gejala menghilang disertai serokonversi

    (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi,

    tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan.

    4. Fase asimptomatik Pasien akan memasuki masa tanpa gejala (asimptomatik). Penderita

    tampak sehat, dapat melakukan aktivitas normal tetapi dapat menularkan kepada

    orang lain. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah

    normal 800-1.000/mm2) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan

    kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang

    menjadi target sel utama HIV.

    Pada awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/mm3/tahun, tapi

    pada tahun terakhir penurunan jumlah menjadi 50-100/mm3 sehingga bila tanpa

    Universitas Sumatera Utara

  • pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah 8-10 tahun,

    dimana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200/mm3.

    5. Fase Simptomatik Fase simptomatik, akan timbul gejala-gejala pendahuluan seperti

    demam, pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi

    oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan

    kekebalan tubuh dimana pada orang normal infeksi ini terkendali oleh kekebalan

    tubuh. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah

    memasuki stadium AIDS.

    Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan serologis

    antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah

    ada dalam jumlah banyak. Pada masa ini, yang disebut window period, orang

    yang telah terinfeksi ini sudah dapat menularkan kepada orang lain walaupun

    pemeriksaan antibodi HIV hasilnya negatif. Periode ini berlangsung selama 3-12

    minggu.

    Gejala klinis bergantung pada stadium klinis. Ada 4 stadium klinis

    infeksi HIV/AIDS :

    Stadium 1

    1. Asimptomatik

    2. Limfadenopati menyeluruh dan persisten (>3bulan)

    Stadium 2

    1. Penurunan berat badan < 10%

    2. Manifestasi mukokutaneus yang ringan, infeksi jamur pada kuku,

    ulserasi mulut yang berulang

    3. Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir

    4. Infeksi saluran nafas yang berulang

    Stadium 3

    1. Penurunan berat badan > 10%

    2. Diare kronik 1 bulan

    3. Demam berkepanjangan > 1 bulan

    4. Kandidiasis oral

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Oral hairy leukoplakia

    6. Ulserasi nekrotising akut (stomatitis, ginggivitis atau periodontitis)

    7. Tuberkulosis paru dalam tahun sebelumnya

    8. Infeksi bakteri yang berat

    9. Anemia, neutropenia, trombositopenia yang tidak jelas

    penyebabnya

    Stadium 4

    1. HIV Wasting Syndrome

    2. Pneumocystis Jiroveci Pneumonia (PJP)

    3. Toxoplasmosis otak

    4. Sarkoma Kaposi

    5. Ensefalopati HIV

    Tabel 2.1 Stadium HIV/AIDS

    Stadium HIV/AIDS Jumlah sel CD4 Rekomendasi Stadium klinis 1 dan 2 > 350 sel/mm3 Belum mulai terapi. Monitor gejala

    klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6 12 bulan

    < 350 sel/mm3 Mulai terapi Stadium klinis 3 dan 4 Berapapun jumlah

    sel CD4 Mulai terapi

    Sumber: Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral 2011

    2.1.6 Diagnosis

    Menurut MacCann (2008), ELISA (enzyme-linked immunosorbent) adalah

    salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang

    terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi

    tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama

    beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela

    (window period) seseorang mempunyai resiko yang tinggi dalam menularkan

    infeksi. Jika hasil tes positif, maka dilanjutkan dengan menggunakan ELISA 3

    metode dan apabila ketiganya menunjukkan hasil positif, maka pasien dikatakan

    Universitas Sumatera Utara

  • positif HIV. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah Western blot (WB),

    tetapi pemeriksaan Western Blot ini cukup sulit dan mahal.

    2.1.7 Pengobatan

    Tujuan pemberian Antiretroviral (ARV) :

    1) Memperpanjang usia dan memperbaiki kualitas hidup

    2) Menekan jumlah virus, jika mungkin sampai tidak terdeteksi,

    selama mungkin menghambat progresivitas penyakit

    3) Menjaga/memperbaiki imunitas tubuh

    4) Menurunkan morbiditas mortalitas karena HIV

    Tabel 2.2 Pengobatan HIV/AIDS No Golongan Obat Nama Obat

    1. Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor (NsRTI)

    - Abacavir sulfate (ABC), Ziagen

    - Didanosine (ddI), Videx - Lamivudine (3TC), Epivir - Stavudine (d4T), Zerit - Zalcitabine (ddC) , Hivid - Zidovudine (AZT), Retrovir

    2. Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)

    - Delavirdine mesylate (DLV), Rescriptor

    - Efavirenz (EFV), Sustiva - Nevirapine (NVP), Viramune

    3. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)

    - Tenofovir (TDF), Viread

    4. Protease Inhibitor (PIs)

    - Amprenavir (APV), Agenerase - Indinavir Sulfate (IDV),

    Crixivan - Lopinavir/Ritonavir

    (LPV/RTV), Kaletra - Nelfinavir Mesylate (NFV ),

    Viracept - Ritonavir (RTV), Norvir - Saquinavir Mesylate (SQV)

    Sumber :Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral 2011

    Cara Pemberian ARV :

    - Berikan kombinasi 3 macam obat

    - Mulai dengan lini pertama

    - Kalau gagal : lini kedua

    Universitas Sumatera Utara

  • + +

    Gambar 2.1 Pilihan Kombinasi Obat Lini Pertama

    Lini pertama gagal apabila :

    - Timbul infeksi opurtunistik baru

    - Muncul kembali infeksi opurtunistik lama

    - CD4 sebelum terapi

    - Penurunan CD4 > 50% dari jumlah tertinggi sebelum terapi

    + +

    Gambar 2.2 Pilihan Kombinasi Obat Lini Kedua

    Pengobatan Pendukung :

    - Nutrisi

    - Olahraga dan tidur teratur

    - Menjaga kebersihan

    - Dukungan agama

    - Dukungan psikososial

    2.1.8 Pencegahan Pencegahan merupakan satu-satunya upaya penanggulangan AIDS. 5

    langkah untuk mencegah tertular HIV/AIDS dalam Notoatmodjo (2010), yaitu :

    A = Abstinence of Sex (jauhi seks bebas)

    B = Be Faithful (setia pada pasangan)

    C = use Condom (gunakan kondom)

    D = Dont share a needle (jangan berbagi jarum suntik)

    Zidovudine 2 x 300 mg

    atau

    Lamivudine 2 x 150 mg Nevirapine 2 x 200 mg

    atau

    Efavirenz 1 x 600 mg

    Abicavir 2 x 300 mg atau

    Tenofovir 1 x 300 mg Didanosine 2 x 250 mg

    Nelfinavir 2 x 1250 mg atau

    Lopinavir/ritonavir

    2 x 400mg/100mg

    atau

    Universitas Sumatera Utara

  • E = Education (pendidikan)

    Pencegahan dan penanggulangan AIDS mempunyai tiga tujuan antara lain:

    mencegah infeksi HIV, mengurangi dampak perorangan dan sosial dari infeksi

    HIV serta menggerakan dan menyatukan upaya nasional dan internasional

    melawan AIDS.

    Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal

    (Universal Precaution) yang meliputi : cara penanganan dan pembuangan barang-

    barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

    melakukan tindakan medis, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan,

    celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung saat harus bersentuhan langsung

    dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja

    seperti peralatan yang terkontaminasi (Komisi Penanggulangan AIDS, 2011)

    2.1.9 Prognosis Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang

    didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan

    ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan

    imunologis (Widoyono, 2008).

    2.2 Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu setelah orang melakukan

    penginderaan terhadap suatu objek tertentu atau sesuatu yang diketahui berkaitan

    dengan proses pembelajaran. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

    yaitu indera penglihatan , indera pendengaran , indera penciuman, indera perasa

    dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga

    (Notoatmodjo, 2010).

    Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk

    terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian

    terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada

    perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

    Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Tahu (Know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah

    dipelajari sebelumnya.

    b. Memahami (Comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

    benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

    secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

    menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

    terhadap suatu objek yang dipelajari.

    c. Aplikasi (Aplication)

    Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

    yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

    d. Analisis (Analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

    objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur

    organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

    e. Sintesis (Syntesis)

    Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

    menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,

    dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi

    baru dari formulasi-formulasi yang ada.

    f. Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

    terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu

    kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

    2.3 Sikap

    Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah reaksi atau respons seseorang

    yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan

    suatu tindakan ataupun aktivitas, namun merupakan predisposisi tindakan atau

    perilaku. Sikap terdiri dari 3 komponen pokok :

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan

    dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan

    dengan bagaimana persepsi orang terhadap suatu objek.

    b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

    menunjukkan arah sikap, yaitu positif (rasa senang) dan negatif (rasa tidak

    senang). Merupakan perasaan individu terhadap suatu objek dan menyangkut

    masalah emosi.

    c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu

    komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu

    objek. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar

    kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap suatu

    objek.

    Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa tingkatan sikap yaitu :

    1. Menerima (receiving)

    Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

    stimulus yang diberikan (objek).

    2. Merespon (responding)

    Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

    tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap merespon.

    3. Menghargai (valuing)

    Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

    masalah.

    4. Bertanggung jawab (responsible)

    Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

    segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Berdasarkan penelitian Tay Chiu Mei tentang Tingkat Pengetahuan

    dan Sikap Pelajar SMA Negeri dan Swasta Tentang HIV/AIDS di Kota Medan

    tahun 2010, menunjukkan bahwa sebanyak 200 responden, diantaranya 32

    responden yang berpengetahuan baik (16%), 163 reponden (81,5%)

    berpengetahuan sedang dan 5 reponden (2,5%) yang berpengetahuan kurang. Dari

    hasil tersebut terlihat bahwa mayoritas pengetahuan tentang HIV/AIDS pada

    pelajar SMA Negeri dan Swasta di kota Medan berada pada tingkat sedang. Dari

    penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang sangat jauh tentang pengetahuan

    HIV/AIDS pada kedua sekolah SMA, ini mungkin disebabkan lingkungan sosial,

    budaya juga berperan terhadap pengetahuan mereka.

    Sikap responden tentang HIV/AIDS, diperoleh sebanyak 84 responden

    (42%) yang memiliki kategori sikap baik, 116 responden (58%) termasuk kategori

    sikap sedang dan tidak mempunyai pelajar yang mempunyai sikap kurang

    terhadap HIV/AIDS. Dari hasil tersebut terlihat bahwa mayoritas sikap pelajar

    SMA Negeri dan Swasta tentang HIV/AIDS berada pada tingkat sedang.

    Dari hasil analisa secara keseluruhan, didapati hasil pengetahuan dan

    sikap adalah sejalan dimana menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang

    diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap

    terhadap objek yang telah diketahuinya. Maka bisa disimpulkan bahwa

    pengetahuan yang diperoleh dari para responden berada pada kategori sedang dan

    memiliki sikap yang sedang juga.

    Dalam kesempatan kali ini, saya ingin meneliti bagaimanakah

    gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1

    Medan, apakah pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS lebih tinggi dari SMA-

    SMA yang lain, lebih rendah atau sama saja dengan SMA Negeri yang lain.

    Universitas Sumatera Utara