chapter ii
DESCRIPTION
materi kuliahTRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Tanaman Kopi dan Aspek Ekonomisnya
Salah satu kunci keberhasilan budidaya kopi yaitu digunakannya bahan
tanam unggul sesuai dengan kondisi agroklimat tempat penanaman. Kondisi
lingkungan perkebunan kopi di Indonesia sangat beragam dan setiap lingkungan
tersebut memerlukan adaptabilitas spesifik dari bahan tanam yang dianjurkan.
Pada tanaman kopi, iklim dan tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan
morfologi, pertumbuhan dan daya hasil.
Kopi hanya dapat menghasilkan dengan baik apabila ditanam pada tanah
yang sesuai, yaitu tanah dengan kedalaman efektif yang cukup dalam (> 100 cm),
gembur, berdrainase baik, serta cukup tersedia air, unsur hara terutama kalium
(K), harus cukup tersedia bahan organik (> 3 %). Derajat kemasaman (pH) yang
ideal untuk pertumbuhan tanaman kopi berkisar antara 5,3 6,5. Persyaratan
kondisi iklim dan tanah optimal untuk tanaman kopi selengkapnya tercantum pada
Tabel 3.
Syarat Tumbuh Kopi Robusta Kopi Arabika
Iklim Tinggi Tempat (m dpl) 300 600 700 1.400 Suhu Udara Harian (o C) 24 30 15 24 Curah Hujan Rata-rata (mm/th) 1.500 3.000 2.000 4.000 Jumlah Bulan Kering (bl/th) 1 3 1 3 Tanah Derajat Kemasaman (pH) 5,5 6,5 5,3 6,0 Kandungan B.O (%) > 3 > 3 Kedalaman Efektif (cm) > 100 > 100 Kemiringan Maksimum (%) 40 40
Universitas Sumatera Utara
-
Tanaman kopi tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang terletak di
antara 20 LU dan 20 LS. Berdasarkan data yang ada, Indonesia terletak di antara
5 LU dan 10 LS. Hal ini berarti sangat ideal dan potensial bagi pengembangan
tanaman kopi.
Selama ini tanaman kopi lazim diusahakan di Indonesia ada dua jenis,
yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Kedua jenis kopi tersebut secara fisiologis
menghendaki persyaratan kondisi iklim yang berbeda. Kopi Arabika menghendaki
lahan dataran lebih tinggi daripada kopi Robusta, sebab apabila ditanam pada
lahan dataran rendah selain pertumbuhan dan produktivitasnya menurun juga akan
lebih rentan penyakit karat daun.
Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari
famili rubiceae yang umumnya berasal dari benua Afrika. Diseluruh dunia kini
terdapat sekitar 4.500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar
yaitu;
Cofffe canefora, salah satu jenis varietasnya yang menghasilkan kopi
dagang robusta.
Coffea arabica, yang menghasilkan kopi dagang arabica.
Coffea exelca yang menghasilkan kopi dagang exelca.
Coffea liberica yang menghasilkan kopi dagang liberica.
Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas
adalah jenis arabica, yang memberikan kontribusi pada pasokan kopi dunia sekitar
70%, kemudian jenis kopi robusta yang mutunya berada dibawah kopi arabica,
hanya memberikan kontribusi sekitar 24% produksi kopi dunia (Spillane, 1991).
Universitas Sumatera Utara
-
Kopi merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di
negara produsen apalagi di negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu
komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar
US dolar 10.3 millyar (Spillane, 1991), antara negara yang sedang berkembang
dengan negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi
ekspor yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai
sumber penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia.
2.2. Teori Permintaan
Dari segi ilmu ekonomi pengertian permintaan sedikit berbeda dengan
pengertian yang digunakan sehari-hari. Menurut pengertian sehari-hari,
permintaan diartikan secara absolut yaitu menunjukkan jumlah barang yang
dibutuhkan, sedangkan dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti
apabila didukung oleh daya beli konsumen yang disebut dengan permintaan
efektif. Jika permintaan hanya didasarkan atas kebutuhan saja dikatakan sebagai
permintaan absolut (Nicholson, 1995).
Kemampuan membeli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu,
pendapatan yang dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila
jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah
barang yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya apabila harga
barang yang dikehendaki berubah maka jumlah barang yang dibeli juga akan
berubah (Sudarsono, 1990).
Universitas Sumatera Utara
-
Adapun bentuk kurva permintaan adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Kurva Permintaan
Dimana :
P : Harga
Q : Jumlah yang diminta
Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan
harga, dimana semua variabel lainnya dianggap tetap kurva ini memiliki slope
negatif, yang menunjukkan bahwa jumlah yang diminta (the quantity demanded)
naik dengan turunnya harga (Kadariah, 1994).
Terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga,
pertama adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain
yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami
kenaikan harga (substitusi atau komplementer). Bila kenaikan harga suatu barang
menyebabkan permintaan barang lain meningkat (hubungan positif), disebut
barang substitusi (Nicholson, 1995). Apabila harga turun maka orang mengurangi
pembelian terhadap barang lain dengan menambah pembelian terhadap barang
yang mengalami penurunan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan
P
P2
P1
Q Q1 Q2
Universitas Sumatera Utara
-
penurunan permintaaan barang-barang substitusinya, dimana barang substitusi
adalah barang yang dapat berfungsi sebagai pengganti barang lain (Nicholson,
1995). Dan bila dua jenis barang saling melengkapi, penurunan harga salah
satunya mengakibatkan kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya
jika terjadi kenaikan harga salah satunya akan mengakibatkan penurunan
permintaan terhadap barang yang lainnya. Bila kenaikan harga suatu barang
menyebabkan permintaan barang lain menurun (hubungan negatif), maka disebut
barang komplementer (Nicholson, 1995). Kedua adalah kenaikan harga
menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang (Sukirno, 2002).
Dalam analisis ekonomi diasumsikan bahwa permintaan suatu barang
sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Permintaan
seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor,
antara lain; harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan
erat dengan barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan
jumlah penduduk maka dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang
dipengaruhi oleh banyak variabel (Nicholson, 1991).
Teori permintaan diturunkan dari prilaku konsumen dalam mencapai
kepuasan maksimum dengan memaksimumkan kegunaan yang dibatasi oleh
anggaran yang dimiliki. Hal ini tentu dapat dijelaskan dengan kurva permintaan,
yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang
yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu (ceteris
paribus), dan pada harga tertentu orang selalu membeli jumlah yang lebih kecil
bila mana hanya jumlah yang lebih kecil itu yang dapat diperolehnya.
Universitas Sumatera Utara
-
Permintaan terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh produsen terjadi
karena konsumen bersedia membelinya. Komoditi yang dikonsumsi mempunyai
sifat yang khas sebagaimana yang terdapat dalam faktor produksi. Dan semakin
banyak komoditi tersebut dikonsumsi maka kegunaan komoditi tersebut akan
semakin berkurang dengan demikian pembeli akan lebih banyak membeli
komoditi tersebut jika harga satuanya menjadi lebih rendah (Sugiarto, 2000).
Sudarsono (1990), mengelompokkan kerangka pemikiran Marshall bersifat
parsial karena berdasarkan konsep ceteris paribus dimana permintaan dianggap
sebagai kurva. Sementara itu Leon Walras lebih bersifat general karena
memasukkan semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta,
dan secara matematis dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut :
Qd = f (Pd, Ps, Pk, ., Y, e), ...................................................................(1)
dimana :
Qd : jumlah barang yang diminta
Pd : harga barang yang diminta.
Ps : harga barang substitusi.
Pk : harga barang komplementer.
Y : pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan.
e : faktor lain yang tidak dibahas.
Sejalan dengan pemikiran Walras, beberapa ahli mengemukakan
pendapatnya. Lipsey, Steiner dan Purvis (1993) mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan (determinant of demand) adalah :
Universitas Sumatera Utara
-
Harga komoditi itu sendiri.
Rata-rata penghasilan rumah tangga.
Harga komoditi yang berkaitan.
Selera (taste).
Distribusi pendapatan diantara rumah tangga.
Besarnya populasi.
Sudarsono (1980), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah
mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang
lainnya (bersifat substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen.
Disamping variabel-variabel yang disebutkan diatas, maka distribusi pendapatan,
jumlah penduduk, tingkat preferensi konsumen, kebijaksanaan pemerintah, tingkat
permintaan dan pendapatan sebelumnya turut juga mempengaruhi permintaan
terhadap suatu barang.
Sukirno (2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang
fluktuasinya akan sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain :
Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi
perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan
suatu barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas.
Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika
pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang
berarti juga akan meningkatkan permintaan terhadap suatu jenis barang.
Universitas Sumatera Utara
-
Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran
selera masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor
yang mendasari permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan.
Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di
pasaran. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang
tersebut hingga waktu tertentu. Dan apabila sampai dengan waktu yang
ditentukan produk juga belum ada, maka konsumen akan mencari produk
penggantinya.
Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan
dapat mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis
produk, karena terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha,
misalnya disebabkan oleh tidak adanya kepastian keamanan ataupun
kondisi geografis yang tidak mendukung.
Faktor peningkatan penduduk. Adanya peningkatan jumlah penduduk akan
menyebabkan peningkatan permintaan akan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, yang meliputi sandang, pangan dan papan.
Maka secara sederhana hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai
berikut; bahwa jumlah barang yang akan dibeli per unit waktu akan menjadi
semakin besar, jika harga semakin rendah dimana faktor lain tetap (ceteris
paribus). Apabila harga (P) suatu komoditi naik (ceteris paribus), pembeli
cenderung membeli lebih sedikit komoditi itu (Q). Demikian juga jika harga (P)
turun (ceteris paribus) maka kuantitas yang diminta akan meningkat. Namun
demikian terdapat pengecualian untuk beberapa jenis barang tertentu yaitu :
Universitas Sumatera Utara
-
Barang inferior (inferior goods), adalah barang-barang yang
permintaannya menurun jika pendapatan naik.
Barang prestise (prestige goods), yakni jika harga barang-barang
mengalami kenaikan maka permintaannya bertambah.
Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects), adalah
barang-barang yang jika harganya turun maka jumlah permintaannya
turun, apabila orang mengharapkan bahwa harga akan terus menerus
mengalami penurunan.
Kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana
sebagai berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta jika
dibandingkan dengan harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat harga komoditi
rendah, maka lebih banyak yang akan diminta jika dibandingkan dengan saat
harga tinggi (ceteris paribus). Jadi kaidah permintaan mengatakan bahwa
kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga
barang tersebut (ceteris paribus) pada setiap tingkat harga (Miler dan Meiners,
2000). Dan apabila pendapatan bertambah, maka bagian yang akan dibelanjakan
oleh konsumen juga akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli
oleh konsumen akan meningkat.
Selanjutnya Reksoprayitno (2000), memilah perkembangan teori
permintaan konsumen atas dua bagian yaitu; teori permintaan statis dan teori
permintaan dinamis. Teori permintaan statis dinamakan juga sebagai teori
permintaan tradisional, yang memusatkan perhatiannya pada prilaku konsumen
serta beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaannya. Faktor-faktor ini
antara lain adalah; harga barang yang diminta, harga barang lainnya, tingkat
Universitas Sumatera Utara
-
pendapatan dan selera. Teori permintaan statis ini didasarkan pada beberapa
asumsi yaitu; permintaan pasar merupakan total permintaan perseorangan
(individu), konsumen berperilaku rasional, sementara harga dan pendapatan
dianggap tetap dan yang termasuk dalam teori permintaan statis ini adalah teori
utilitas ordinal (ordinal utility theory) dan teori kardinal utilitas (cardinal utility
theory).
2.3. Teori Konsumen
Teori konsumen merupakan teori yang mencakup perilaku konsumen
dalam membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas
kebutuhan, berupa barang ataupun jasa-jasa konsumsi. Reksoprayitno (2000),
menyampaikan bahwa teori konsumen menjelaskan bagaimana reaksi konsumen
dalam kesediaannya untuk membeli sesuatu barang akan berubah jika jumlah
pendapatan konsumen dan harga barang yang bersangkutan juga berubah. Fungsi
utama barang dan jasa konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan langsung
pemakainya, dengan terpenuhinya kebutuhan konsumen tersebut akan
menimbulkan kepuasan (satisfaction) bagi konsumen itu sendiri.
Teori konsumen juga mengenal asumsi rasionalitas, dimana konsumen berusaha
untuk menggunakan pendapatannya walaupun jumlahnya terbatas untuk
memperoleh kombinasi barang atau jasa dengan kepuasan maksimum. Teori
konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu pendekatan guna kardinal
(cardinal utility approach) dan pendekatan guna ordinal (ordinal utility
approach).
Universitas Sumatera Utara
-
Teori permintaan statis atau tradisional secara umum didasarkan pada daya
guna dan skala preferensi dari konsumen sedangkan teori permintaan yang
dinamis dan pragmatis didasarkan pada prilaku konsumen yang nyata terhadap
permintaan yang berlaku di pasar. Atas dasar ini maka dirumuskanlah permintaan
sebagai hubungan fungsi yang memiliki variabel banyak. Pendekatan ordinal dan
kardinal diatas dengan menggunakan konsep daya guna (utility) sebagai dasar
analisis untuk menyusun permintaan konsumen. Dengan demikian utilitas harus
diketahui lebih dahulu untuk dapat menyusun permintaan konsumen (Bilas, 1984).
Berdasarkan teori yang ada dalam menyusun fungsi permintaan dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu cara tidak langsung yang dilakukan oleh Marshall
(marshalian demand function) yang lazim disebut dengan fungsi permintaan biasa
(ordinary demand function). Kemudian ada cara langsung yang disebut dengan
cara pragmatis seperti yang dilakukan oleh Samuelson melalui preferensi nyata
yang diungkapkan (revealed preference) (Sudarsono, 1990).
Dalam membahas permintaan, Marshall menggunakan asumsi bahwa
pendapatan konsumen sifatnya tetap dengan anggapan masih berusaha mencari
pengaruh dari harga terhadap jumlah barang yang diminta. Menurutnya
permintaan diartikan sebagai jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat
harga, secara matematis dituliskan;
Qx = f (Px)
dengan anggapan bahwa pendapatan tetap, bukan berarti pendapatan tidak
berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta dengan asumsi bahwa faktor
lain tetap (ceteris paribus).
Universitas Sumatera Utara
-
2.4. Time Series
Time series adalah suatu himpunan pengamatan yang dibangun secara
berurutan dalam waktu. Waktu atau periode yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu peramalan itu biasanya disebut lead time yang bervariasi pada tiap
persoalan.
Berdasarkan himpunan pengamatan yang tersedia maka time series
dikatakan kontinu jika himpunan pengamatan tersebut adalah kontinu dan
dikatakan diskrit bila himpunan pengamatan tersebut juga diskrit.
2.5. Penelitian Sebelumnya.
Edison (1971), melakukan penelitian mengenai permintaan atau konsumsi
kopi di Indonesia, dia membedakan permintaan kopi biji dan permintaan bubuk
kopi. Sasaran penelitiannya adalah permintaan bubuk kopi secara Nasional dan
regional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 52,3% sampel (dari 10
propinsi), tidak meminum kopi dengan alasan kesehatan dan tingkat kemurnian
kopi yang dikonsumsi responden sangat bervariasi. Tidak terdapat konsumsi kopi
murni, dan selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kemurnian kopi yang
dikonsumsi adalah 64% untuk daerah perkotaan dan 73 % untuk daerah pedesaan
(Ilyas, 1991).
Venkatram dan Deodhar, (1999), melakukan penelitian mengenai
permintaan kopi di pasar domestik India. Konsumsi kopi diwilayah itu adalah 80
gr/ kapita tahun 1960- 1961 dan menurun menjadi 60 gr/ kapita tahun 1996-1997.
Sementara itu konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi mengalami
peningkatan dari 296 gr/ kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 1998.
Universitas Sumatera Utara
-
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian tersebut adalah produksi kopi itu
sendiri, harga kopi, pendapatan perkapita dan harga teh. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang
negatif terhadap permintaan kopi, pendapatan perkapita memiliki hubungan yang
positif terhadap permintaan kopi. Dan ternyata harga teh memiliki hubungan yang
positif terhadap permintaan kopi di wilayah itu artinya adanya peningkatan harga
disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. Dan selanjutnya
beliau mengatakan permintaan kopi in-elastis dalam jangka panjang dan memiliki
nilai in-elastisitas yang sangat tinggi dalam jangka pendek, tetapi elastisitas harga
terhadap permintaan kopi adalah rendah.
Hutabarat (2004), melakukan penelitian mengenai Kondisi pasar dunia dan
dampaknya terhadap kinerja industri perkopian Nasional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa perkembangan industri dan ekonomi kopi nasional tidak
terlepas dari prilaku dan perkembangan pasar kopi dunia. Berdasarkan penelitian
tersebut ditemukan bahwa elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan negara
pengimpor (Jepang, Jerman dan Belanda) menunjukkan nilai positif dan sangat
elastis. Selanjutnya dikemukakan bahwa elastisitas permintaan pengimpor kopi
terhadap perubahan nilai tukar US dolar bernilai positif (untuk Jepang dan
Amerika), artinya jika rupiah semakin terkoreksi (terdepresiasi) terhadap US
dollar, maka kopi Indonesia relatif lebih murah sehingga volume kopi yang di
impor oleh negara pengimpor akan meningkat.
Dureval (2005), melakuan penelitian dengan maksud untuk mengevaluasi
keuntungan potensial dari pertumbuhan produksi kopi yang dilihat dari harga
yang di inginkan oleh konsumen. Variabel yang diteliti adalah; harga kopi relatif,
Universitas Sumatera Utara
-
pendapatan masyarakat dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa harga kopi berhubungan negatif dengan
permintaan kopi itu sendiri sementara pendapatan masyarakat memiliki hubungan
yang positif dengan permintaan kopi secara signifikan.
Deodhar dan Pandey (2006), melakukan penelitian untuk mengetahui
keadaan tingkat persaingan dalam pasar domestik dalam konteks pasar kopi
instan. Beliau menyampaikan bahwa perdagangan bebas ternyata memberikan
kontribusi dalam persaingan dipasar domestik yang memungkinkan terjadinya
persaingan sempurna (perfect competition). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendapatan perkapita masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap
permintaan kopi di pasaran dalam kondisi pasar persaingan sempurna, dan harga
memiliki hubungan yang negatif terhadap pola konsumsi kopi instan diwilayah
dimana penelitian itu dilakukan.
Wahyudian, dkk (2003), melakukan penelitian tentang Analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi konsumsi kopi di Jakarta. Hasil regresi logistik
menunjukkan bahwa konsumen berusia muda (18-25 tahun) berpeluang
mengkonsumsi kopi lebih besar daripada konsumen yang berusia 45 tahun.
Peningkatan rasio anggota rumah tangga yang mengkonsumsi kopi terhadap total
rumah tangga sebagai pengaruh lingkungan konsumen semakin mendorong
peluang seseorang untuk mengkonsumsi kopi. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa permintaan kopi masyarakat Jakarta mengalami peningkatan dengan
tingkat perubahan yang sedang, hal ini disebabkan karena rata-rata konsumsi kopi
perkapita masyarakat Jakarta antara 0,75 1,13 kg/ kapita/ tahun, lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
-
daripada konsumsi masyarakat Indonesia secara umum yaitu sebesar 0,64 Kg/
kapita/ tahun.
2.6. Kerangka Pemikiran.
Permintaan terhadap suatu komoditi pertanian merupakan banyaknya
komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar
kecilnya permintaan terhadap komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh
harga, harga substitusi atau harga komplementernya, selera dan keinginan jumlah
konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan (Soekartawi, 2002).
Dilain pihak Wanardi (1976), menyatakan bahwa pengertian permintaan
adalah jumlah barang yang sanggub dibeli oleh para pembeli pada tempat dan
waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut
Bishop dan Toussaint (1958), pengertian permintaan dipergunakan untuk
mengetahui hubungan jumlah barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga
alternatif untuk membeli barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa
harga barang lainnya tetap. Hal ini dapat dijelaskan dengan kurva permintaan,
yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang
yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu.
Menurut Bishop dan Toussaint (1958), adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan adalah jumlah penduduk, pendapatan, harga barang,
harga barang lainnya, selera dan pereferensi konsumen. Namun karena jumlah
penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh teradap permintaan barang
dipasaran, maka fungsi permintaan ini juga dipengaruhi oleh variabel ini. Jumlah
penduduk yang semakin bertambah akan menggeser kurva permintaan ke sebelah
Universitas Sumatera Utara
-
kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta
bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva
permintaan dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama
sekali (Soekartawi, 2002).
Perubahan keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan
menetukan perubahan harga. Jika dilihat dari perubahan harga maka pengaruh
harga komoditi substitusi atau komoditi komplementernya adalah penting sekali.
Dengan demikian besar kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya permintaan
atau penawaran bagi komoditi pertanian juga akan terpengaruh oleh adanya
perubahan harga komoditi substitusi atau komplementernya. Harga beberapa
komoditi pertanian sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi),
yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan
harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi
ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan
harga yang terjadi dapat menguntungkan petani sehingga merangsang mereka
untuk tetap berproduksi (Soekartawi, 2002).
Sementara itu Papas dan Mark Hirshey (1995), menyatakan bahwa
permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama
periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark
Hirshey (1995), terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama
adalah permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua
adalah permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input
didalam pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan
Universitas Sumatera Utara
-
menjadi produk lainnya. Dan secara skematis kerangka pemikiran dalam
penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara.
HARGA KOPI ARABIKA
PENDAPATAN PERKAPITA
HARGA TEH
HARGA GULA
PERMINTAAN KOMODITI
KOPI
HARGA KOPI ROBUSTA
Universitas Sumatera Utara
-
2.7. Hipotesis Penelitian.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dikemukakan
hipotesis sebagai berikut :
Harga kopi arabika berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi
kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus.
Harga kopi robusta berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi
kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus
Harga teh berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di
Sumatera Utara, ceteris paribus.
Harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di
Sumatera Utara, ceteris paribus.
Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan
komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara