chapter ii

Upload: rizal-has-died

Post on 17-Jul-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

Manusia merupakan bagian dari alam karena hidupnya yang tidak terlepas dari alam. Proses kehidupan manusia merupakan unsur yang semakin lama semakin mendominasi unsur-unsur lainnya di alam. Hal ini disebabkan karena manusia dibekali kemampuan-kemampuan untuk bisa berkembang. Segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan dalam dirinya dirasakan dan diamatinya dengan menggunakan semua indera yang dimilikinya, dipikirkannya lalu ia berbuat dan bertindak.

Dalam menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir setiap saat manusia membuat atau mengambil keputusan dan melaksanakannya. Hal ini dilandasi dengan asumsi bahwa segala tindakan dilakukan secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan. Menurut Mangkusubroto dan Tresnadi, jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggungjawabkan kepada orang lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan sasaran yang akan dicapai (Suryadi dan Ramdhani, 1998).

2.1.1 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision Support Systems (DSS) pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah Management Decision Systems. Morton mendefinisikan DSS sebagai

Universitas Sumatera Utara

19

Sistem Berbasis Komputer Interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak terstruktur.

Menurut Alter, DSS merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan pemanipulasian data. Sistem digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semi terstruktur dan situasi yang tidak terstruktur, dimana tak seorang pun tahu secara pasti bagaimana keputusan seharusnya dibuat.

DSS biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang. DSS yang seperti itu disebut aplikasi DSS. Aplikasi DSS digunakan dalam pengambilan keputusan. Aplikasi DSS menggunakan CBIS (Computer Based Information Systems) yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi, yang dikembangkan untuk mendukung solusi atas masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur.

Aplikasi DSS menggunakan data, memberikan antarmuka pengguna yang mudah dan dapat menggabungkan pemikiran pengambil keputusan. DSS lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. DSS tidak dimaksudkan untuk mengotomatisasikan pengambilan keputusan tetapi memberikan perangkat interaktif yang memungkinkan pengambil keputusan untuk melakukan berbagai analisis menggunakan model-model yang tersedia.

2.1.2 Nilai Guna dan Karateristik Sistem Pendukung Keputusan

Pada dasarnya SPK ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen Terkomputerisasi (Computerized Manajement Information Systems), yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen

Universitas Sumatera Utara

20

dalam proses pengambilan keputusan, seperti prosedur, kebijakan, teknik analisis, serta pengalaman dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel (Suryadi dan Ramdhani, 1998).

Menurut Turban (2005), tujuan dari DSS adalah sebagai berikut: 1. Membantu dalam pengambilan keputusan atas masalah yang terstruktur. 2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya dimaksudkan untuk menggantikan fungsi manajer. 3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil lebih daripada perbaikan efisiensinya. 4. Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah. 5. Peningkatan produktivitas. 6. Dukungan kualitas. 7. Berdaya saing. 8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemprosesan dan penyimpanan.

Ciri-ciri SPK yang dirumuskan oleh Kusrini (2007) adalah sebagai berikut: 1. SPK ditujukan untuk membantu keputusan-keputusan yang kurang terstruktur. 2. SPK merupakan gabungan antara kumpulan model kualitatif dan kumpulan data. 3. SPK bersifat luwes dan dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.

Beberapa karakteristik yang membedakan sistem pendukung keputusan dengan sistem informasi lain adalah sebagai berikut:

1. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur atau tidak terstruktur dengan menambahkan kebijaksanaan manusia dan informasi komputerisasi.

2. Proses

pengolahannya,

sistem

pendukung

keputusan

mengkombinasikan

penggunaan model-model analisis dengan teknik pemasukkan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari atau pemeriksa informasi.

Universitas Sumatera Utara

21

3. Sistem pendukung keputusan dapat digunakan atau dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi. Pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif.

4. Sistem pendukung keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dan kebutuhan pengguna.

Sistem Pendukung Keputusan memberikan manfaat atau keuntungan bagi pemakainya. Keuntungan yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Sistem pendukung keputusan memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.

2. Sistem pendukung keputusan membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.

3. Sistem pendukung keputusan dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.

4. Walaupun suatu sistem pendukung keputusan, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun ia dapat menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya. Hal ini dikarenakan sistem pendukung keputusan mampu menyajikan berbagai alternatif.

Pada saat ini sistem pendukung keputusan telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang seperti kedokteran, komputer, ekonomi dan lain-lain. Contoh dalam bidang kedokteran adalah perancangan aplikasi sistem penentuan penyakit Diabetes Mellitus menggunakan metode AHP berbasis sistem pendukung keputusan. AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai

Universitas Sumatera Utara

22

pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multicriteria). Karena sifatnya yang multi kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Kriteriakriteria penentu penyakit Diabetes Mellitus dimasukkan dalam bobot yang telah ditentukan dengan metode AHP. Pengambilan keputusan dari sistem tergantung kepada pengguna sistem (pengambil keputusan). Sistem hanya menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas, namun tidak untuk menggantikan penilaian dan tidak ditekankan untuk membuat keputusan. Aplikasi sistem penentuan penyakit Diabetes Mellitus dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan penentuan penyakit Diabetes Mellitus (Irawaty, 2009).

Penelitian lainnya yaitu sistem pendukung keputusan penanganan kesehatan balita. Penanganan kesehatan balita merupakan salah satu hal yang patut dijadikan perhatian lebih, sehingga dapat mengurangi resiko tidak optimalnya penanganan kesehatan balita pada instansi yang terkait. Sistem pendukung keputusan penanganan kesehatan balita sangat tepat diterapkan untuk penanganan masalah yang membutuhkan penyelesaian mandiri dari komputer untuk pemrosesan data balita dengan perhitungan yang cepat dan akurat. Dengan menggunakan penalaran logika fuzzy Mamdani dalam pemprosesan data input dan output, serta informasi pendukung berupa grafik sangat mendukung dalam pengambilan keputusan penanganan kesehatan balita di suatu wilayah (Ayuningtiyas et al, 2007).

2.1.3 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan

SPK dapat terdiri dari tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis SPK (Suryadi dan Ramdhani, 1998) yaitu sebagai berikut: 1. Subsistem Manajemen Database (Database Management Subsystem) 2. Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem) 3. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog (Dialog Generation and Management Software)

Universitas Sumatera Utara

23

2.1.3.1 Subsistem Manajemen Database

Ada beberapa perbedaan antara database untuk SPK dan Non-SPK. Pertama, sumber data untuk SPK lebih kaya dari pada non-SPK dimana data harus berasal dari luar dan dari dalam karena proses pengambilan keputusan.

Perbedaan lain adalah proses pengambilan dan ekstraksi data dari sumber data yang sangat besar. SPK membutuhkan proses ekstraksi dan DBMS yang dalam pengelolaannya harus cukup fleksibel untuk memungkinkan penambahan dan pengurangan secara cepat.

Dalam hal ini, kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database dapat diringkas, sebagai berikut: 1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan dan ekstraksi data. 2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah. 3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan. 4. Kemampuan untuk menangani data secara personel sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personel. 5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

2.1.3.2 Subsistem Manajemen Basis Model

Salah satu keunggulan SPK adalah kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan modelmodel keputusan ke dalam sistem informasi yang menggunakan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi di antara model-model. Karakteristik ini menyatukan kekuatan pencarian dan pelaporan data.

Universitas Sumatera Utara

24

Salah satu persoalan yang berkaitan dengan model adalah bahwa penyusunan model seringkali terikat pada struktur model yang mengasumsikan adanya masukan yang benar dan cara keluaran yang tepat. Sementara itu, model cenderung tidak mencukupi karena adanya kesulitan dalam mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara untuk menangani persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah, dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah yang dihadapi. Komunikasi antara berbagai model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah tersebut. Komunikasi antara berbagai model yang saling berhubungan diserahkan kepada pengambil keputusan sebagai proses intelektual dan manual.

Salah satu

pandangan

yang

lebih

optimistis,

berharap

untuk

bisa

menambahkan model-model ke dalam sistem informasi dengan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi di antara mereka.

Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah. 2. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan. 3. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen database (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan, dan mengakses model).

2.1.3.3 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog

Fleksibilitas dan kekuatan karakteristik SPK timbul dari kemampuan interaksi antara sistem dan pemakai, yang dinamakan subsistem dialog. Bennet mendefinisikan pemakai, terminal, dan sistem perangkat lunak sebagai komponen-komponen dari sistem dialog sehingga subsistem dialog terbagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:

1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti

Universitas Sumatera Utara

25

papan ketik (keyboard), panel-panel sentuh, joystick, perintah suara dan sebagainya.

2. Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, tampilan layar, grafik, warna, plotter, keluaran suara, dan sebagainya.

3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan bisa berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual, dan sebagainya.

Kombinasi dari kemampuan-kemampuan di atas terdiri dari apa yang disebut gaya dialog misalnya pendekatan tanya jawab, bahasa perintah, menu-menu, dan mengisi tempat kosong.

Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai atau sistem meliput i hal-hal sebagai berikut: 1. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi dialog, bahkan jika mungkin untuk mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai. 2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan. 3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran. 4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.

2.2 Logika Fuzzy

Konsep logika fuzzy pertama sekali diperkenalkan oleh Professor Lotfi A.Zadeh dari Universitas California, pada bulan Juni 1965. Logika fuzzy merupakan generalisasi dari logika klasik yang hanya memiliki dua nilai keanggotaan antara 0 dan 1. Dalam

Universitas Sumatera Utara

26

logika fuzzy, nilai kebenaran suatu pernyataan berkisar dari sepenuhnya benar sampai dengan sepenuhnya salah (Pandjaitan, 2007). Dengan teori himpunan fuzzy, suatu objek dapat menjadi anggota dari banyak himpunan dengan derajat keanggotaan yang berbeda dalam masing-masing himpunan. Konsep ini berbeda dengan teori himpunan klasik (crisp).

Implementasi logika fuzzy dapat diterapkan dalam bidang kesehatan. Penelitian dalam penggunaan logika fuzzy dalam bidang ini seperti perancangan aplikasi informatika medis untuk penatalaksanaan Diabetes Mellitus secara terpadu. Jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) di Indonesia menunjukkan angka yang sangat mencengangkan. Tingginya angka ini menyebabkan perlunya tindakan antisipasi dan penatalaksanaan yang tepat bagi penyandang DM. Pada penelitian ini, dibangun sebuah model sistem yang memanfaatkan beberapa teknik dalam informatika medis untuk penatalaksanaan DM secara terpadu. Pada sistem yang dibangun, untuk mendapatkan tingkat resiko DM diperlukan suatu mekanisme inferensi dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut. Pada model yang diusulkan, digunakan pendekatan basis aturan. Fuzzy inference system digunakan untuk kepentingan tersebut. Beberapa fitur diberikan dalam sistem ini, seperti: penentu tingkat resiko DM, diagnosis DM, diagnosis komplikasi DM, penentu menu harian, penentu latihan jasmani, dan penentu farmakoterapi. Pemrograman berbasis web, pemrograman desktop, pemrograman pocket PC, dan pemrograman berbasis SMS digunakan untuk keperluan tersebut. Sistem dirancang untuk dapat digunakan oleh berbagai pihak dengan perbedaan hak akses, seperti: penyandang DM, dokter, perawat, ahli gizi, administrator, masyarakat umum, dan laboran. Sistem yang dibangun dengan basisdata yang terpusat ini memungkinkan para pengguna untuk berbagi data meskipun beberapa aplikasi dibangun dengan platform yang berbeda. Melalui sistem ini, pelayanan kesehatan dapat dilakukan meskipun terhalang oleh jarak dan waktu (Kusumadewi, 2009).

Alasan menggunakan logika fuzzy antara lain yaitu: 1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti. 2. Logika fuzzy sangat fleksibel.

Universitas Sumatera Utara

27

3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat. 4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks. 5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. 6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional. 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

2.2.1 Himpunan Fuzzy

Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu objek x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan A[x], memiliki 2 kemungkinan yaitu sebagai berikut: 1. satu (1), yang berarti bahwa suatu objek menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau 2. nol (0), yang berarti bahwa suatu objek tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan (Kusumadewi et al, 2004).

Misalkan variabel umur dibagi 3 kategori sebagai berikut : MUDA : umur < 35 tahun PAROBAYA : 35 umur 55 tahun TUA : umur > 55 tahun Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan MUDA ( MUDA [34thn] = 1). Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan TIDAK MUDA (MUDA [35thn -1 hr] = 0). Adanya perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan. Himpunan fuzzy digunakan untuk mengantisipasi hal tersebut. Seseorang dapat masuk dalam 2 himpunan yang berbeda, MUDA dan PAROBAYA, PAROBAYA dan TUA, dsb. Seberapa besar eksistensinya dalam himpunan tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai keanggotaannya.

Universitas Sumatera Utara

28

Himpunan Fuzzy memiliki 2 atribut yakni sebagai berikut:

1. Linguistik adalah penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami. Menurut Wang, suatu variabel linguistik adalah sebuah variabel yang memiliki nilai berupa kata-kata dalam bahasa alamiah. Setiap variabel linguistik berkaitan dengan sebuah fungsi keanggotaan (Kusumadewi et al, 2004). Seperti : MUDA, PAROBAYA, TUA

2. Numeris adalah suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 40, 25, 35

Hal-hal yang terdapat dalam sistem fuzzy yaitu sebagai berikut:

1. Variabel fuzzy merupakan variabel yang dibahas dalam suatu sistem fuzzy seperti umur, temperatur, permintaan dsb.

2. Himpunan fuzzy, merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh: variabel umur, terbagi atas 3 himpunan fuzzy, yaitu: MUDA, PAROBAYA, TUA

3. Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraaan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan tidak dibatasi batas atasnya. Contoh: Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0 40]

4. Domain adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam himpunan fuzzy.

Universitas Sumatera Utara

29

2.2.2 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah kurva yang mendefinisikan bagaimana masing-masing titik dalam ruang input dipetakan ke dalam nilai keanggotaan (derajat keanggotaan) antara 0 dan 1. Fungsi keanggotaan memetakan elemen x dari himpunan semesta X, ke sebuah bilangan [x], yang menentukan derajat keanggotaan dari elemen dalam himpunan fuzzy A.

A = {(x, [x] ) | x

X}

Berdasarkan Klir and Bo, kisaran nilai fungsi keanggotaan yang paling umum digunakan adalah interval [0,1]. Dalam hal ini, masing-masing fungsi keanggotaan memetakan elemen-elemen dari himpunan semesta X yang diberikan, yang selalu merupakan suatu himpunan crisp, ke dalam bilangan nyata dalam interval [0,1] (Arhami, 2005).

Ada beberapa fungsi yang digunakan yaitu sebagai berikut:

a. Representasi Kurva Trapesium Kurva Trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.

Fungsi keanggotaan:

Universitas Sumatera Utara

30

y 1 derajat keanggotaan [x] 0 a b domain c d x

Gambar 2.1 Representasi kurva trapesium

b. Representasi Kurva Bahu Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun. Himpunan fuzzy bahu, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar.

Bahu Kiri

Bahu Kanan

y 1 derajat keanggotaan [x]

0

x

Gambar 2.2 Representasi kurva bahu

Universitas Sumatera Utara

31

2.2.3 Operasi Himpunan Fuzzy

Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasikan dan memodifikasi himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan yang dikenal dengan nama fire strength atau predikat.

Menurut Wang, ada tiga operasi dasar dalam himpunan fuzzy ,yaitu complement, irisan (intersection) dan gabungan (union) (Arhami, 2005).

Tabel 2.1 Operasi- operasi dasar dalam himpunan fuzzy

Operasi Complement Intersection Union

Fungsi Keanggotaan A[x] = 1- A[x](AB) [x] (AB) [x]

= min (A[x], B[x]) = max (A[x], B[x])

2.2.4 Sistem Inferensi Fuzzy

Sistem inferensi fuzzy merupakan kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy.

2.2.4.1 Metode Sugeno

Penalaran dengan metode Sugeno hampir sama dengan penalaran Mamdani, hanya saja output (konsekuen) sistem tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Michio Sugeno mengusulkan penggunaan singleton

Universitas Sumatera Utara

32

sebagai fungsi keanggotaan dari konsekuen. Singleton adalah sebuah himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang pada titik tertentu mempunyai sebuah nilai dan 0 di luar titik tersebut.

Ada 2 model fuzzy dengan metode Sugeno yaitu sebagai berikut:

1. Model Fuzzy Sugeno Orde-Nol Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno Orde Nol adalah: IF (x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) o o (xN is AN) THEN z=k dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-I sebagai antesenden, dan k adalah suatu konstanta (tegas) sebagai konsekuen.

2. Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno Orde-Satu adalah: IF (x1 is A1) o o (xN is AN) THEN z = p1*x1+ + pN*xN+q dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke-i sebagai antesenden, dan pi adalah suatu konstanta (tegas) ke-i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.

Tahapan-tahapan dalam metode Sugeno yaitu sebagai berikut:

1. Pembentukan himpunan Fuzzy Pada tahapan ini variabel input (crisp) dari sistem fuzzy ditransfer ke dalam himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran dari premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan. Dengan demikian tahap ini mengambil nilai-nilai crisp dan menentukan derajat di mana nilai-nilai tersebut menjadi anggota dari setiap himpunan fuzzy yang sesuai.

2. Aplikasi fungsi implikasi Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah sebagai berikut: IF x is A THEN y is B

Universitas Sumatera Utara

33

Dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai antesenden sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut konsekuen. Proposisi ini dapat diperluas dengan menggunakan operator fuzzy seperti, IF(x1 is A1) o (x2 is A2) o (x3 is A3) oo (xN is AN) THEN y is B dengan o adalah operator (misal: OR atau AND).

Secara umum fungsi implikasi yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut: a. Min (minimum) Fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy. b. Dot ( product) Fungsi ini akan menskala output himpunan fuzzy. Pada metode Sugeno ini , fungsi implikasi yang digunakan adalah fungsi min.

3. Defuzzifikasi ( Defuzzification ) Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang dihasilkan dari proses komposisi dan output adalah sebuah nilai (crisp). Untuk aturan IF-THEN fuzzy dalam persamaan RU(k) = IF x1 is A1k and and xn is Ank THEN y is Bk, dimana A1k dan Bk berturut-turut adalah himpunan fuzzy dalam Ui fisik), i = 1, 2, , n dan x = (x1, x2, , xn) R (U dan V adalah domain V berturut-turut adalah

U dan y

variabel input dan output ( linguistik) dari sistem fuzzy ( Li, 2006).

Menurut Wang, defuzzifier pada persamaan di atas didefenisikan sebagai suatu pemetaan dari himpunan fuzzy Bk dalam V fuzzy) ke titik crisp y* V (Arhami, 2005). R (yang merupakan output dari inferensi

Pada metode Sugeno defuzzification dilakukan dengan perhitungan Weight Average (WA) : 1z1 + 2z2 + 3 z3 + + nzn WA = 1 + 2 + 3 + + n

Universitas Sumatera Utara

34

Sistem inferensi fuzzy banyak diterapkan dalam berbagai bidang. Contoh penggunaan sistem inferensi fuzzy pada penelitian untuk menentukan jumlah kebutuhan kalori harian. Kebutuhan energi harian setiap orang akan senantiasa berbeda tergantung pada kondisi tubuh orang tersebut. Meskipun secara teoritis sudah ada persamaan untuk menghitung kebutuhan energi tersebut, namun persamaan tersebut cukup rumit diimplementasikan terutama untuk kondisi-kondisi pasien yang tidak dapat diinformasikan dengan jelas. Pada penelitian ini, dibangun sebuah sistem inferensi fuzzy dengan metode TSK (Takagi-Sugeno-Kang) yang bertujuan untuk melakukan penghitungan terhadap kebutuhan energi harian bagi seorang pasien. Metode TSK orde-1 ini menggunakan 7 variabel input fuzzy, yaitu: umur, berat badan, tinggi badan, suhu tubuh, tujuan diet, aktivitas dan intensitas penyakit; serta 1 variabel crisp, yaitu jenis kelamin. Aturan fuzzy berbentuk IF anteseden THEN konsekuen, menggunakan konsekuen berupa persamaan linear dari variabel-variabel inputnya (Kusumadewi, 2008).

Himpunan fuzzy dibangun dengan fungsi keanggotaan linear turun, segitiga, dan linear naik. Sistem menyediakan beberapa pilihan operator himpunan fuzzy seperti: and, or, mean, intensified mean, diluted mean, product, bounded sum, bounded product. Sistem juga menyediakan operator negasi dan hedge (sangat atau agak) untuk himpunan fuzzy. Koefisien setiap variabel persamaan linear pada konsekuen diperoleh berdasarkan perkiraan pengeluaran energi basal menurut persamaan Harris-Benedict, dan metode praktis perkiraan kebutuhan kalori. Sistem ini memiliki sebanyak 44 aturan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem telah dapat menghitung perkiraan kebutuhan energi harian bagi seorang pasien dengan kondisi tertentu.

Penelitian lain dalam penggunaan sistem inferensi fuzzy adalah penentuan tingkat resiko penyakit Geriatri berbasis web. Perjalanan penyakit geriatri pada

umumnya kronik (menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu penyakit geriatri bersifat progresif, dan sering menyebabkan kecacatan (invalid) lama sebelum akhirnya penderita meninggal dunia. Oleh karena itu perlu suatu sistem yang dapat membantu diagnosa penyakit yang diderita manula, agar manula tidak perlu menjalani berbagai tes yang dapat menguras fisik manula. Untuk mengatasi hal ini digunakan

Universitas Sumatera Utara

35

sistem inferensi fuzzy dengan metode Tsukarmoto. Pada metode Tsukarmoto menggunakan nilai monoton, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan -predikat (fire strength). Untuk menentukan tingkat resiko penyakit geriatri berdasarkan gejala atau keluhan yang dirasakan oleh pasien/manula. Sistem dapat memberikan saran untuk melakukan tindakan pengobatan maupun terapinya dengan jenis penyakitnya (Rahmayani, 2008).

2.3 Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada Diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.

Sebelumnya World Health Organization (WHO) 1980 menyatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Soegondo et al, 2004).

Pengertian penyakit Diabetes Mellitus bisa dipermudah dengan mempelajari star player Diabetes Mellitus. Hormon berfungsi sebagai board of directors dalam kaitan dengan metabolism, yaitu mengarahkan dan mengendalikan kegiatan . Board of directors mempunyai representasi pankreas (insulin dan glukagon), kelenjar hipofisis (GH dan ACTH), korteks adrenal (kortisol), sistem saraf autonomik (norepinefrin) dan medulla adrenal (epinefrin).

Dari semua hormon yang terkait dalam metabolisme glukosa, hanya insulin yang bisa menurunkan gula darah. Hormon yang lain adalah counterregulatory hormones karena bisa membuat gula darah meningkat. Insulin adalah hormon yang

Universitas Sumatera Utara

36

kurang (absolut atau relatif) dalam penyakit Diabetes Mellitus. Hormon insulin disintesis (dihasilkan) oleh sel beta Pulau Langerhans yang terdapat pada pankreas. Peran insulin adalah melihat bahwa sel tubuh dapat memakai bahan bakar. Insulin berperan sebagai kunci yang bisa membuka pintu sel agar bahan bakar bisa masuk ke dalam sel. Pada permukaan setiap sel terdapat reseptor (oleh insulin), glukosa dan asam amino bisa masuk ke dalam sel tubuh.

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Darah a. Diperiksa kadar glukosa sewaktu dan kadar glukosa puasa setelah puasa 8- 10 jam. b. Beberapa hari kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa plasma puasa

2. Pemeriksaan Test Glukosa Oral a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan jasmani seperti biasa dilakukan. b. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan. c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa. d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa ) atau 1,75 gram/kg (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit. e. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. f. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau Diabetes Mellitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh. - TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl

- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl. (Soegondo et al, 2004).

Universitas Sumatera Utara

37

Pemantauan glukosa darah di rumah oleh pasien sendiri merupakan bagian penting pengobatan Diabetes Mellitus tipe 1 atau tipe 2. Kadar glukosa dalam darah adalah tanda vital bagi penderita diabetes. Pemantauan glukosa darah di rumah merupakan salah satu cara yang akurat dan praktis untuk pengendalian glukosa dalam darah yang dilakukan setiap hari atau beberapa kali setiap hari. Darah yang diperiksa adalah whole blood dari kapiler yang diambil melalui tusukan pada ujung jari. Satu tetes darah diteteskan pada test strip yang mengandung glukosa oksidase. Hasilnya dapat dilihat pada meteran alat dalam 20 detik sampai 2 menit. Pada meteran alat tersebut, dapat pula diketahui dosis insulin yang diperlukan individu.

Pengendalian glukosa secara jangka panjang dipantau melalui haemoglobin glikosilat. Glukosa dalam darah cepat menempel dalam hemoglobin. Glukosa menempel pada hemoglobin sepanjang umur eritrosit, yaitu 90-120 hari. Pemantauan melalui hemoglobin glikosilat memberi hasil yang objektif karena tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lamanya Diabetes Mellitus dialami pasien atau kadar glukosa dalam darah yang terakhir. Hemoglobin glikosilat total memberi gambaran tentang pengendalian glukosa selama tiga tahun.

3. Pemeriksaan Urine Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan di klinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya glukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:

Pemeriksaan ini pertama sekali digunakan untuk tes skrining, bukan untuk menegakan diagnosis. Nilai hasil pemeriksaan reduksi urine dari nilai (+) sampai (++++ ) : a. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obatobatan, dan lainnya. b. Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg/dl c. Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg/dl d. Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg/dl

Universitas Sumatera Utara

38

Glukosa tertumpah dalam urine hanya glukosa serum sudah mencapai ambang ginjal, yaitu 180 mg/dl. Glukosa urine memberi data tentang glukosa darah yang sudah berlalu, bukan yang sesaat. Selain itu, pemantauan glukosa urine tidak dapat memberi data apakah glukosa darah pasien adalah tinggi (500 mg/dl) atau normal (110 mg/dl). Glukosa urine hanya bisa memberi data apakah pasien mempunyai glukosa darah yang tinggi beberapa jam yang lalu. Pemantauan glukosa urine sudah tidak dianjurkan untuk pengkajian kontrol glikemik.

Setelah pemeriksaan urine dilakukan, akan lebih baik pemantauan keton perlu dilakukan oleh individu dengan Diabetes Mellitus tipe 1 ketika ia jatuh sakit atau ketika hasil pemantauan glukosa darah di rumahnya lebih dari 300 mg/dl. Test skrip yang mengandung asetoasetat dicelupkan ke dalam urine. Lama waktunya bergantung pada pabrik yang memproduksinya. Bila yang tampak adalah warna kuning-keabuabuan, berarti negatif. Warna akan berubah sesuai dengan kadar keton, bisa sampai ungu tua. Adanya keton dalam urine memerlukan tindakan medis yang cepat dan tepat bagi pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 1. Tindakan menyangkut insulin, diet, dan asupan cairan untuk menghindari timbulnya diabetes ketoasidosis yang sangat berbahaya (Touchette, 2005).

Defenisi keadaan diabetes atau gangguan toleransi glukosa bergantung pada pemeriksaan kadar glukosa darah. Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam menentukan subklas, penelitian epidenmiologi, dalam menentukan mekanisme dalam perjalanan alamiah diabetes.

Untuk diagnosis dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas dua bagian yakni sebagai berikut:

1. Indeks Penentuan Derajat Kerusakan Sel Beta Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, pro-insulin, dan sekresi peptide penghubung (C-peptide). Nilai-nilai Glycosilated hemoglobin (WHO memakai istilah Glyclated hemoglobin), nilai derajat glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilaian kerusakan ini.

Universitas Sumatera Utara

39

2. Indeks Proses Diabetogenik Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat dilakukan penentuan tipe dan sub-tipe HLA. Adanya tipe dan titer antibodi dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau Langerhans(islet cell antibodies), Anti GAD(Glutamic Acid Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya adanya cell-mediated immunity terhadap pancreas. Susunan DNA yang spesifik ditemukan pada genoma manusia dan ditemukannya penyakit lain pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya.

Kadar gula darah indikator penentu diabetes pada orang dewasa berbeda dengan diabetes pada anak-anak. Kadar glukosa darah normal pada anak-anak < 100 mg/dl dan glukosa darah setelah 2 jam mengkonsumsi sejumlah glukosa yang

diberikan < 140 mg/dl. Akan tetapi cara untuk mendiagnosa diabetes pada anak-anak sama dengan cara mendiagnosa diabetes pada orang dewasa umumnya (Rubin, 2010).

2.3.1 Pra Diabetes

Kondisi pradiabetes dikenalkan

pertama kali pada tahun 2002 oleh American

Diabetes Association (ADA) dan Human Service Secretary Tommy G. Thompson. Diagnosis pradiabetes itu penting karena pradiabetes adalah kondisi kritis sebelum pengembangan menuju ke penyakit diabetes. Diagnosis pradiabetes sama dengan diagnosis diabetes yaitu dengan test glukosa darah di laboratorium. Pradiabetes didiagnosa apabila glukosa darah puasa di antara 100 dan 125 mg/dl (5.6 - 6.9 mmol/L) dan glukosa darah 2 jam setelah makan 75 gram glukosa , di antara 140 199 mg/dl (7.8-11.1 mmol, pada saat lebih dari satu kali pemeriksaan (Rubin, 2010).

Pada tahun 1997, Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus of American Diabetes Association menerbitkan klasifikasi baru Diabetes Mellitus yakni sebagai berikut: 1. Diabetes Mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

Universitas Sumatera Utara

40

2. Diabetes Mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).

2.3.2 Diabetes Mellitus tipe 1/ Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Pada tipe ini, kekurangan insulin terjadi secara absolut dimana pankreas tidak menghasilkan insulin atau menghasilkan insulin dalam jumlah yang tidak memadai. Hal ini terjadi akibat sel pankreas dihancurkan oleh proses autoimun pada orangorang yang memiliki predisposisi secara genetis. Pada tipe ini glukosa banyak hilang melalui urine dan glukosa pada darah tidak dapat dipakai sehingga mengakibatkan banyak kalori yang hilang dan berat badan pasien menurun walaupun ia banyak makan.

Gambaran klinis, pasien umumnya kurus dan memiliki gejala-gejala poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, cepat lelah dan terdapat infeksi (abses, infeksi jamur misalnya kandidiasis). Ketoasisidosis dapat terjadi disertai dengan rasa mual, mengantuk, dan takipnea. Pasien membutuhkan insulin (Davey, 2006) .

2.3.3 Diabetes Mellitus tipe 2/ Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

Pada tipe ini, kekurangan insulin terjadi secara relatif dimana pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah normal, tetapi tidak efektif. Gambaran klinis sekitar 80% pasien memiliki kelebihan berat badan dan 20% pasien telah mengalami komplikasi seperti penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, gagal ginjal, ulkus pada kaki dan gangguan penglihatan. Pasien dapat juga datang dengan poliuria dan polidipsia yang timbul perlahan-lahan. Pasien dengan tipe ini biasanya ditangani dengan pengaturan diet dan obat hipoglikemik oral (Davey, 2006).

Universitas Sumatera Utara