chapter ii

21
BAB II DASAR TEORI 2.1. Sinar-X Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 10 -9 sampai 10 -8 m (0,1-100 Å). Berarti sinar-X ini mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga energinya lebih besar. Besar energinya dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan: (2.1) E = energi (Joule) h = konstanta plank (6,627 x 10 -34 J.s) c = kecepatan cahaya (3.10 8 m/detik) λ = panjang gelombang (m/ Å) Gelombang elektromagnetik terdiri atas radio, inframerah, ultraviolet, sinar- X dan sinar gamma. Yang dibedakan atas panjang gelombang, besar energi dan frekuensinya seperti tampak pada gambar spektrum berikut: Universitas Sumatera Utara

Upload: surwanto

Post on 21-Jun-2015

810 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

electromagnetic wave

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter ii

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Sinar-X

Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 10-9

sampai 10-8 m (0,1-100 Å). Berarti sinar-X ini mempunyai panjang gelombang yang

jauh lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga energinya lebih besar. Besar

energinya dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan:

(2.1)

E = energi (Joule)

h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)

c = kecepatan cahaya (3.108 m/detik)

λ = panjang gelombang (m/ Å)

Gelombang elektromagnetik terdiri atas radio, inframerah, ultraviolet, sinar-

X dan sinar gamma. Yang dibedakan atas panjang gelombang, besar energi dan

frekuensinya seperti tampak pada gambar spektrum berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter ii

Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Beiser, 2003).

2.2. Sifat-Sifat Sinar-X

Sinar-X mempunyai sifat umum seperti dibawah ini:

1. Daya tembus

Sinar-X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang

sangat besar. Semakin kecil panjang gelombang sinar-X, makin besar daya

tembusnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter ii

2. Pertebaran

Apabila berkas Sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas Sinar

tersebut akan mengalami pertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi

sekunder (radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Untuk mengurangi

akibat radiasi hambur ini maka pada pesawat linac digunakan scattering foil.

3. Penyerapan

Sinar-X akan diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan

bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya makin

besar penyerapannya.

4. Efek Ionisasi

Efek Ionisasi disebut juga efek primer dari Sinar-X yang apabila mengenai suatu

bahan atau zat dapat menimbulkan ionisasi pada partikel-partikel atau zat yang

dilaluinya.

5. Efek biologi

Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek

biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi (Sjahriar Rasad, dkk,

2001).

2.3. Besaran dan Satuan Radiasi

2.3.1. Paparan radiasi (exposure)

Paparan radiasi adalah kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk

menimbulkan ionisasi di udara dan digunakan untuk mendeskripsikan sifat

emisi sinar-X atau sinar gamma dari sebuah sumber radiasi. Satuan ini

mendeskripsikan keluaran radiasi dari sebuah sumber radiasi namun tidak

mendeskripsikan energi yang diberikan pada sebuah objek yang disinari.

Satuannya adalah roentgen atau R.

1 Roentgen (R) = 2,58 x 10-4 Coulomb/Kg udara

1 Roentgen (R) = 1,610 x 1012 pasangan ion/gr udara

(2.2)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter ii

Dimana: ∆Q = Muatan listrik ion dalam udara (coulomb)

∆m = Massa (Kg)

2.3.2. Kecepatan pemaparan (exposure rate)

Kecepatan pemaparan (ER) adalah besar pemaparan persatuan waktu. Satuan

nya adalah R/jam

(2.3)

Dimana: ER = Kecepatan pemaparan (R/jam) ∆x = Pemaparan (R)

∆t = waktu lamanya pemaparan (Jam)

2.3.3. Dosis serap (absorbed dose)

Banyaknya energi yang diserap bahan persatuan massa bahan tersebut. Satuan

ini menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh pasien. Satuannya

adalah rad (Roentgen Absorbed Dose) dan gray (Gy).

1 Gy = 1J/Kg = 100 rad

1 cGy = 1 rad

(2.4)

Dimana: D = Dosis serap (Gy)

E = Energi radiasi (Joule)

m = Massa bahan (Kg)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter ii

2.3.4. Linear energy transfer (LET)

Linear energy transfer adalah perbandingan energi rata-rata yang diberikan

setempat pada materi oleh partikel bermuatan dengan energi tertentu yang

melalui jarak.

(2.5)

Dimana: LET = linear energi transfer (erg/cm)

dE = energi rata-rata yang diberikan setempat pada materi

oleh partikel bemuatan (erg)

dl = jarak (cm)

2.3.5. Dosis ekivalen (DE)

Dosis ekivalen yang memperhitungkan efek radiasi sebagai akibat dari jenis

radiasi yang berbeda. Digunakan untuk menggambarkan jumlah radiasi yang

diterima oleh pekerja radiasi. Sejumlah energi serap yang sama dari berbagai

macam radiasi akan menimbulkan efek yang berbeda. Karenanya untuk

pengukuran digunakan terminologi RBE

( relative biological effectiveness) yang didefenisikan sebagai:

Efek biologi suatu macam radiasi jadinya tergantung pada dosis serap

dan RBE. Satuan radiologi yang baru didefenisikan ialah Rem (Roentge

equivalent man). Sebagai dosis serap radiasi yang secara biologi ekivalen

dengan dosis serap satu rad radiasi-x.

DE(rem)=D(rad)xRBE (2.6)

Faktor RBE biasanya digunakan dalam bidang radiologi, sedang

dalam bidang proteksi radiasi digunakan faktor-faktor modifikasi, ialah

QF (Quality factor) yang tergantung pada LET, dan DF (faktor distribusi),

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter ii

faktor efek biologi distribusi zat radioaktif yang non uniform didalam

tubuh.

DE = D.QF.DF (2.7)

Dimana: DE = Dosis ekivalen (sv)

D = Dosis serap radiasi (Gy)

QF = Faktor kualitas

DF = Faktor distribusi

1 Sv = 100 rem

Berikut ini akan diperlihatkan harga-harga faktor kualitas untuk bermacam

radiasi, yaitu:

Tabel 1. Harga faktor kualitas (QF) untuk bermacam radiasi

(Roestan Roekmantara, 1978).

Radiasi QF

X, gamma, elektron dan β dengan > 30 KeV 1

β dengan > 30 KeV 1,7

Neutron cepat dan proton dengan energi sampai 10 MeV 10

Partikel α dar i peluruhan radioaktif 10

Inti recoil berat 20

Neutron termik 3

Proton dengan energi ≈ 50 MeV 3,2

2.3.6. Hubungan antara Roetgen dan Rad

Menurut Bragg Gray, energi radiasi di terima oleh materi sebesar :

Energi yang diterima .W.J (2.8)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter ii

Dimana:

Bila diambil harga W diudara = 34 eV/pasang ion, maka didapat :

D udara = 0,877 X rad

D = dosis serap

X = pemaparan dalam satuan roentgen (Roestan Roekmantara, 1978).

2.4. Interaksi radiasi dengan materi

2.4.1. Absorpsi energi

Pada saat berkas foton melewati medium, sebagian energi radiasi ditransfer

pada medium. Dosis absorpsi yang menyatakan jumlah energi yang diserap per

satuan massa jaringan merupakan besaran yang dipakai untuk memperkirakan

efek biologi terhadap radiasi. Secara sederhana proses penyerapan energi

radiasi sampai terjadinya efek biologi.

2.4.2. Koefesien atenuasi

Bila berkas foton melewati medium, sejumlah foton akan berinteraksi dengan

medium dan keluar dari berkas, sedangkan sebagian lain kemungkinan tidak

mengalami interaksi sama sekali. Akibatnya jumlah foton yang keluar dari

medium berkurang. Penurunan intensitas (I) dari sinar-X sebanding dengan

jarak (x) yang dilewatinya. Koefisien ateanuasi dinyatakan dengan µ.

(2.9) Dimana: I = intensitas sinar-X

µ = koefisien atenuasi

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter ii

Integrasi memberikan:

(2.10)

Dimana: = intensitas sinar-X yang diteruskan

= intensitas sinar-X yang datang

2.4.3. Efek fotolistrik

Dalam proses fotolistrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga

elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar

dari atom disebut fotoelektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi

radiasi rendah (E < 1 MeV ) dan nomor atom besar.

Gambar 2. Efek fotolistrik (Krane, 1992).

Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom seperti yang

ditunjukkan pada gambar diatas, sebagian energi foton (Q) digunakan untuk

mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai

energi kinetiknya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut.

E = hf = Q + EK (2.11)

Dimana: E = energi (Joule)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter ii

f = frekuensi (herzt)

h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)

Q = energi ikat elektron (Joule)

Ek = energi kinetik elektron (Joule)

2.4.3. Efek Compton

Foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron

<< energi foton datang), seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3. Penghamburan compton (Beiser, 2003).

Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka

tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika

momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan

berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar,

maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron

dan didapatkan:

(2.12)

Menurut hukum kekekalan momentum, semua momentum foton (p) harus

dipindahkan ke elektron, jika foton tersebut menghilang:

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter ii

(2.13)

Dimana: E = energi (Joule)

m = massa (Kg)

c = Kecepatan cahaya (m/dtk)

p = momentum

ν = kecepatan elektron (m/dtk).

2.4.5. Produksi pasangan

Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat

dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan

muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron seperti yang digambarkan

berikut:

Gambar 4. Proses pembentukan pasangan, dimana foton berubah menjadi energi positron dan elektron (Beiser, 2003)

2.5. Interaksi elektron dengan zat

Apabila sebuah elektron bergerak dalam suatu media maka kehilangan energinya

disebabkan oleh dua hal, yaitu :

1. Ionisasi (apabila energi elektron rendah)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter ii

Proses ionisasi seperti halnya pada partikel berat bermuatan, yakni tumbukan inelastik

antara elektron datang dengan elektron-elektron atom-atom media.

2. Radiasi (bremmstrahlung : apabila energi elektron tinggi)

Kehilangan energi karena radiasi hanya terjadi apabila energi elektron datang tinggi .

Hubungan antara kehilangan energi oleh ionisasi dan radiasi dapat dituliskan sebagai

berikut:

(2.14)

Dimana: E = energi (Joule)

Z = Nomor atom (Roestan Roekmantara, 1978) .

2.6. Radioterapi

Sejarah radioterapi dimulai sejak tahun 1920 oleh Regaud dengan kawan-kawan yang

menemukan pada hewan-hewan percobaan, bahwa spermatogenesis dapat dihentikan

secara permanen dengan pemberian radiasi di mana dosis yang diberikan merupakan

fraksi-fraksi. Sedangkan pemberian dosis tunggal gagal untuk menghasilkan efek-

biologik yang sama, dan kerusakan pada jaringan sehat yang ditimbulkannya adalah

lebih parah. Regaud dan Henri Coutard menerapkan teknik fraksionasi-dosis ini pada

pengobatan kanker dengan radiasi. Mula-mula mereka melakukannya pada kanker

mulut rahim dan tumor-tumor leher-kepala. Tidak lama kemudian mereka melaporkan

hasil-hasil pengobatan mereka lengkap dengan data-datanya. Setelah itu teknik radiasi

dengan fraksinasi-dosis ini diterima secara universal sampai saat ini.

Radioterapi adalah pengobatan dengan memberikan dosis radiasi yang terukur

terhadap penyakit seperti tumor atau kanker. Perkembangan teknologi di dunia

kedokteran tidak dapat dipungkiri telah membantu penderita penyakit untuk sembuh

dari sakit yang dideritanya dan meningkatkan kualitas hidup penderita tersebut. Salah

satu perkembangan teknologi yang sedang diperhatikan dan terus diikuti oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter ii

kalangan praktisi dunia kedokteran adalah kemajuan di bidang yang berkaitan dengan

perang terhadap penyakit yang digolongkan sebagai penyakit mematikan yaitu tumor

atau kanker. Metode penanganan kanker yang sarat dengan teknologi canggih yang

sedang dan terus berkembang secara pesat adalah radioterapi. Radioterapi atau juga

dikenal dengan istilah terapi radiasi, yang menggunakan radiasi untuk mematikan sel-

sel kanker atau melukai sel-sel tersebut sehingga tidak dapat membelah atau

memperbanyak diri. Radioterapi dapat digunakan untuk meradiasi kanker primer dan

gejala-gejala yang diakibatkan oleh kanker yang telah meluas yang disebut dengan

metastasis (Suhartono, 1990).

2.6.1. Tujuan radioterapi

Secara umum tujuan radioterapi terbagi menjadi 2, yakni:

1. Kuratif

Secara langsung mencegah kambuh lokal dan regional, dan secara tidak

langsung mencegah terjadinya metastasis jauh. Mengecilkan tumor agar

meningkatkan operabililitas. Dilakukan dengan cara meradiasi tumor dan

jaringan normal sekitarnya sampai pada batas maksimum yang dapat

ditoleransi.

2. Paliatif

Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri, mengecilkan

tumor atau tukak, mengatasi pendarahan, menghilangkan gejala

neurologik akibat metastasis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien. Dilakukan dengan cara mengurangi efek samping yang akut.

Karena biasanya pasien memiliki angka harapan hidup yang tidak lama

maka efek samping jangka panjang tidak terlalu diperhatikan (R. Susworo,

2007).

2.7. Pesawat Pemercepat Elektron

Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada saat ini, tujuan tersebut dapat

dicapai dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menggunakan pesawat-pesawat

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter ii

yang menghasilkan radiasi pengion energi tinggi, sehingga bisa memberikan dosis

radiasi yang besar untuk didistribusikan ke jaringan kanker dan menurunkan efek

terhadap jaringan sehat. Akselerator linier medik termasuk pesawat yang

menghasilkan radiasi pengion energi tinggi dalam orde megavoltage. Pesawat

akselerator linier medik dapat menghasilkan berkas elektron atau berkas foton (sinar-

x).

Gambar 5. Rangkaian pesawat linear accelerator (Gunilla, 1996)

2.7.1. Cara Kerja Pesawat linier akselerator (linac)

Pesawat linier akselerator dapat menghasilkan berkas elektron dan berkas

foton energi tinggi. Tingkat energi tersebut dihasilkan melalui proses

percepatan elektron secara linier di dalam tabung pemandu gelombang

pemercepat (accelerating waveguide) yang hampa. Tabung ini merupakan

tabung penghantar, terdiri dari susunan sel-sel berupa rongga-rongga yang

terbuat dari tembaga. Ke dalam tabung disalurkan gelombang mikro yg

dibangkitkan oleh magnetron/klystron dengan panjang gelombang 10 cm dan

frekwensinya sesuai dengan frekuensi resonansi tabung (3000MHz).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter ii

Gelombang mikro disalurkan melalui sirkulator dan tabung pemandu

gelombang pemercepat elektron. Ada 2 jenis pemandu gelombang yaitu:

travelling dan standing waveguide. Bila daya frekuensi gelombang mikro

melintasi rongga-rongga sel dari pemercepat mengakibatkan terjadi medan

elektromagnetik di dalam tabung pemercepat dan terjadi kuat medan listrik

dinamis yang mengakibatkan setiap sel berubah-ubah periodenya sesuai

perubahan amplitudo gelombang mikro. Hal ini akan mengakibatkan setiap sel

berubah-ubah pula muatannya. Perubahan periode muatan listrik tersebut

dimanfaatkan untuk pemercepat lintasan elektron.

Gambar 6. Skema linier akselerator (Khan, 1994)

Elektron dihasilkan oleh elektron gun yang berupa tabung trioda,

kemudian ditembakkan dengan energi awal 15 KeV secara sinkron. Kecepatan

elektron tersebut secara berantai dipacu lintasannya dari satu sel ke sel

berikutnya sampai energi elektron tersebut sesuai dengan energi yang

dikehendaki. Semakin besar energi yang dihasilkan, semakin banyak jumlah

rongga dan semakin bertambah panjang tabung pemercepat. Elektron dengan

energi sedikit lebih tinggi atau lebih rendah dari yang dikehendaki akan

dibelokkan sedemikian rupa sehingga energi dan lintasannya dapat sesuai

dengan yang dikehendaki dan elektron dengan penyimpangan energi agak

besar akan dieleminir oleh sebuah filter. Dengan demikian dapat dicapai

pemfokusan berkas elektron yang sangat baik dengan energi yang

monokromatik. Bila dikehendaki pemakaian elektron, maka elektron energi

tinggi tersebut dapat digunakan secara langsung. Elektron yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter ii

oleh pemercepat merupakan berkas pensil (2 - 3 cm diameter), maka untuk

mendapatkan distribusi dosis yang rata pada daerah penyinaran, elektron-

elektron tersebut perlu dilewatkan pada lapisan penghambur (scattering foil).

Bila dikehendaki adalah sinar-X, maka elektron-elektron berenergi tinggi

tersebut ditumbukkan ke bidang target penerus (transmision target). Hasil

pembangkitan sinar-X mempunyai intensitas yang tinggi pada arah sumbu

target. Sinar-X yang dihasilkan dilewatkan pada penyaring (flattening filter)

dengan tujuan agar profil sinar -X rata. (Khan, 2003). Proses keluaran sinar-X

dan elektron dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 7. A: Berkas sinar-X, B: Berkas elektron (Khan, 2003)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter ii

2.8. Distribusi Dosis Kedalaman

Penyinaran dilakukan pada pasien atau phantom, dosis yang diserap akan bervariasi

sesuai dengan kedalaman. Variasi ini bergantung pada banyaknya kondisi seperti:

sinar, kedalaman, luas lapangan, jarak dari sumber dan sistem kolimasi sinar.

Demikian juga kalkulasi dosis pada pasien melibatkan pertimbangan dalam perhatian

parameter-parameter dan efek-efek lain pada distribusi dosis kedalaman (Khan, 2003).

2.9. Persentase Dosis kedalaman

Persentase dosis kedalaman adalah dosis serap yang diberikan pada kedalaman utama

sebagai persentase dari dosis serap pada kedalaman penunjuk pada daerah sumbu

utama (Gunilla, 1996).

Salah satu ciri dari karakteristik distribusi dosis pada daerah sumbu utama

adalah untuk menormaliasikan dosis pada kedalaman dengan pengaruh kedalaman

penunjuk. Banyaknya persentase dosis dosis kedalaman dapat ditentukan yaitu dosis

serap pada kedalaman terbesar d ke dosis serap pada kedalaman penunjuk tetap do,

selama penyinaran pada sumbu utama (seperti tampak pada gambar 5). persentase

dosis kedalaman (PDD) dapat dirumuskan sebagai berikut:

(2.15)

Dimana: = Dosis serap pada titik d

= Dosis serap pada titik maksimum

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter ii

Gambar 8. Perbandingan persentase dosis pada titik Dd0 maksimum

dan titik Dd (Khan, 1994).

Persentase dosis kedalaman dipengaruhi oleh energi, luas lapangan, SSD dan

komposisi medium yang diradiasi. Tentu saja persentase dosis kedalaman pun

berubah-ubah dengan kedalaman yang berbeda (Gunilla, 1996).

Dalam praktek kliniknya, puncak dosis serap pada sumbu utama disebut juga

dosis maksimum. Dosis maksimum dari dosis yang diberikan atau dapat dirumuskan

sebagai berikut:

(2.16)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter ii

Gambar 9. Grafik PDD luas lapangan penyinaran 10X10 cm dari energi sinar

yang berbeda, yang direncanakan sebagai fungsi kedalaman di

dalam air (Gunilla, 1996).

Jarak antara pemukaan sampai dengan titik dengan dosis maksimum disebut

kedalaman build-up atau sering juga disebut kedalaman maksimum. Kedalaman

build-up dipengaruhi oleh lapangan radiasi dan energi radiasi. Sifat build-up pada

berkas foton energi tinggi memiliki keuntungan dalam radioterapi dimana dosis kulit

relatif rendah, sehingga reaksi kulit pasien juga rendah. Efek demikian disebut skin

sparing (Leung, 1990).

Karakteristik build-up ditemukan pada semua berkas foton. Perbedaan kualitas

sinar ditandai oleh karakteristik build-up mereka, tipikal nilai-nilai ini dapat

ditunjukkan pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter ii

Tabel 2. Kedalaman build-up untuk berbagai variasi berkas foton (Leung,1990)

Photon Beam Max. Energy Mean Energy Buid-up Depth

100 KV 100 KeV 33 KeV App. 0

250 KV 250 KeV 80 KeV 0.2 mm

Cs-137 660 KeV 660 KeV 1.5 mm

Co-60 1.33 MeV 1.25 MeV 5 mm

6 MV 6MeV 2 MeV 1.5 cm

10 MV 10 MeV 3.3 MeV 2.0 cm

25 MV 25 MeV 7 MeV 4.0 cm

2.10. Profil Dosis

Profil bisa juga dikatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada

sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar. Profil berkas radiasi

merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas

radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan

kedalaman.

Profil dosis memperlihatkan dosis relatif pada suatu daerah atau sebuah

perencanaan perlakuan yang terdiri dari bermacam-macam penyinaran. Variasi dosis

pada sebuah daerah yang diberikan kedalaman dapat ditentukan dari kesesuaian kurva

isodosis dan adalah lebih baik lagi digambarkan oleh profil dosis seperti yang

diperlihatkan gambar berikut (Gunilla, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter ii

Gambar 10. Profil dosis sebuh daerah pada Dmax, kedalaman 10 cm, dan kedalaman

20 cm. Dosis dinormalisasikan ke 100% dalam sumbu utama pada

Dmax. Sinar diarahkan pada kedalaman yang terdalam kemudian pada

Dmax (Gunilla, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter ii

2.11. Kurva isodosis

Kurva isodosis adalah kurva yang menghubungkan dosis-dosis yang sama untuk

kedalaman tertentu di bawah kulit. Kurva ini didapatkan dengan mengalikan PDD

dengan profil sinar. Pembuatan kurva isodosis berfungsi untuk melihat seberapa besar

dosis radiasi yang akan diterima pada target volume maupun organ kritis yang berada

disekelilingnya (Khan, 2003). Adapun contoh kurva isodosis dapat ditunjukkan pada

gambar berikut:

Gambar 11. Kurva isodosis untuk sinar-X 10 MV, SSD 100 cm dan luas

lapangan penyinaran (10 x 10) (R. Susworo, 2007).

Universitas Sumatera Utara