chapter ii
DESCRIPTION
electromagnetic waveTRANSCRIPT
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Sinar-X
Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 10-9
sampai 10-8 m (0,1-100 Å). Berarti sinar-X ini mempunyai panjang gelombang yang
jauh lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga energinya lebih besar. Besar
energinya dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan:
(2.1)
E = energi (Joule)
h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)
c = kecepatan cahaya (3.108 m/detik)
λ = panjang gelombang (m/ Å)
Gelombang elektromagnetik terdiri atas radio, inframerah, ultraviolet, sinar-
X dan sinar gamma. Yang dibedakan atas panjang gelombang, besar energi dan
frekuensinya seperti tampak pada gambar spektrum berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Beiser, 2003).
2.2. Sifat-Sifat Sinar-X
Sinar-X mempunyai sifat umum seperti dibawah ini:
1. Daya tembus
Sinar-X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang
sangat besar. Semakin kecil panjang gelombang sinar-X, makin besar daya
tembusnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Pertebaran
Apabila berkas Sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas Sinar
tersebut akan mengalami pertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi
sekunder (radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Untuk mengurangi
akibat radiasi hambur ini maka pada pesawat linac digunakan scattering foil.
3. Penyerapan
Sinar-X akan diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan
bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya makin
besar penyerapannya.
4. Efek Ionisasi
Efek Ionisasi disebut juga efek primer dari Sinar-X yang apabila mengenai suatu
bahan atau zat dapat menimbulkan ionisasi pada partikel-partikel atau zat yang
dilaluinya.
5. Efek biologi
Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek
biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi (Sjahriar Rasad, dkk,
2001).
2.3. Besaran dan Satuan Radiasi
2.3.1. Paparan radiasi (exposure)
Paparan radiasi adalah kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk
menimbulkan ionisasi di udara dan digunakan untuk mendeskripsikan sifat
emisi sinar-X atau sinar gamma dari sebuah sumber radiasi. Satuan ini
mendeskripsikan keluaran radiasi dari sebuah sumber radiasi namun tidak
mendeskripsikan energi yang diberikan pada sebuah objek yang disinari.
Satuannya adalah roentgen atau R.
1 Roentgen (R) = 2,58 x 10-4 Coulomb/Kg udara
1 Roentgen (R) = 1,610 x 1012 pasangan ion/gr udara
(2.2)
Universitas Sumatera Utara
Dimana: ∆Q = Muatan listrik ion dalam udara (coulomb)
∆m = Massa (Kg)
2.3.2. Kecepatan pemaparan (exposure rate)
Kecepatan pemaparan (ER) adalah besar pemaparan persatuan waktu. Satuan
nya adalah R/jam
(2.3)
Dimana: ER = Kecepatan pemaparan (R/jam) ∆x = Pemaparan (R)
∆t = waktu lamanya pemaparan (Jam)
2.3.3. Dosis serap (absorbed dose)
Banyaknya energi yang diserap bahan persatuan massa bahan tersebut. Satuan
ini menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh pasien. Satuannya
adalah rad (Roentgen Absorbed Dose) dan gray (Gy).
1 Gy = 1J/Kg = 100 rad
1 cGy = 1 rad
(2.4)
Dimana: D = Dosis serap (Gy)
E = Energi radiasi (Joule)
m = Massa bahan (Kg)
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Linear energy transfer (LET)
Linear energy transfer adalah perbandingan energi rata-rata yang diberikan
setempat pada materi oleh partikel bermuatan dengan energi tertentu yang
melalui jarak.
(2.5)
Dimana: LET = linear energi transfer (erg/cm)
dE = energi rata-rata yang diberikan setempat pada materi
oleh partikel bemuatan (erg)
dl = jarak (cm)
2.3.5. Dosis ekivalen (DE)
Dosis ekivalen yang memperhitungkan efek radiasi sebagai akibat dari jenis
radiasi yang berbeda. Digunakan untuk menggambarkan jumlah radiasi yang
diterima oleh pekerja radiasi. Sejumlah energi serap yang sama dari berbagai
macam radiasi akan menimbulkan efek yang berbeda. Karenanya untuk
pengukuran digunakan terminologi RBE
( relative biological effectiveness) yang didefenisikan sebagai:
Efek biologi suatu macam radiasi jadinya tergantung pada dosis serap
dan RBE. Satuan radiologi yang baru didefenisikan ialah Rem (Roentge
equivalent man). Sebagai dosis serap radiasi yang secara biologi ekivalen
dengan dosis serap satu rad radiasi-x.
DE(rem)=D(rad)xRBE (2.6)
Faktor RBE biasanya digunakan dalam bidang radiologi, sedang
dalam bidang proteksi radiasi digunakan faktor-faktor modifikasi, ialah
QF (Quality factor) yang tergantung pada LET, dan DF (faktor distribusi),
Universitas Sumatera Utara
faktor efek biologi distribusi zat radioaktif yang non uniform didalam
tubuh.
DE = D.QF.DF (2.7)
Dimana: DE = Dosis ekivalen (sv)
D = Dosis serap radiasi (Gy)
QF = Faktor kualitas
DF = Faktor distribusi
1 Sv = 100 rem
Berikut ini akan diperlihatkan harga-harga faktor kualitas untuk bermacam
radiasi, yaitu:
Tabel 1. Harga faktor kualitas (QF) untuk bermacam radiasi
(Roestan Roekmantara, 1978).
Radiasi QF
X, gamma, elektron dan β dengan > 30 KeV 1
β dengan > 30 KeV 1,7
Neutron cepat dan proton dengan energi sampai 10 MeV 10
Partikel α dar i peluruhan radioaktif 10
Inti recoil berat 20
Neutron termik 3
Proton dengan energi ≈ 50 MeV 3,2
2.3.6. Hubungan antara Roetgen dan Rad
Menurut Bragg Gray, energi radiasi di terima oleh materi sebesar :
Energi yang diterima .W.J (2.8)
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Bila diambil harga W diudara = 34 eV/pasang ion, maka didapat :
D udara = 0,877 X rad
D = dosis serap
X = pemaparan dalam satuan roentgen (Roestan Roekmantara, 1978).
2.4. Interaksi radiasi dengan materi
2.4.1. Absorpsi energi
Pada saat berkas foton melewati medium, sebagian energi radiasi ditransfer
pada medium. Dosis absorpsi yang menyatakan jumlah energi yang diserap per
satuan massa jaringan merupakan besaran yang dipakai untuk memperkirakan
efek biologi terhadap radiasi. Secara sederhana proses penyerapan energi
radiasi sampai terjadinya efek biologi.
2.4.2. Koefesien atenuasi
Bila berkas foton melewati medium, sejumlah foton akan berinteraksi dengan
medium dan keluar dari berkas, sedangkan sebagian lain kemungkinan tidak
mengalami interaksi sama sekali. Akibatnya jumlah foton yang keluar dari
medium berkurang. Penurunan intensitas (I) dari sinar-X sebanding dengan
jarak (x) yang dilewatinya. Koefisien ateanuasi dinyatakan dengan µ.
(2.9) Dimana: I = intensitas sinar-X
µ = koefisien atenuasi
Universitas Sumatera Utara
Integrasi memberikan:
(2.10)
Dimana: = intensitas sinar-X yang diteruskan
= intensitas sinar-X yang datang
2.4.3. Efek fotolistrik
Dalam proses fotolistrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga
elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar
dari atom disebut fotoelektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi
radiasi rendah (E < 1 MeV ) dan nomor atom besar.
Gambar 2. Efek fotolistrik (Krane, 1992).
Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom seperti yang
ditunjukkan pada gambar diatas, sebagian energi foton (Q) digunakan untuk
mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai
energi kinetiknya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut.
E = hf = Q + EK (2.11)
Dimana: E = energi (Joule)
Universitas Sumatera Utara
f = frekuensi (herzt)
h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)
Q = energi ikat elektron (Joule)
Ek = energi kinetik elektron (Joule)
2.4.3. Efek Compton
Foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron
<< energi foton datang), seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. Penghamburan compton (Beiser, 2003).
Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka
tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika
momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan
berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar,
maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron
dan didapatkan:
(2.12)
Menurut hukum kekekalan momentum, semua momentum foton (p) harus
dipindahkan ke elektron, jika foton tersebut menghilang:
Universitas Sumatera Utara
(2.13)
Dimana: E = energi (Joule)
m = massa (Kg)
c = Kecepatan cahaya (m/dtk)
p = momentum
ν = kecepatan elektron (m/dtk).
2.4.5. Produksi pasangan
Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat
dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan
muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron seperti yang digambarkan
berikut:
Gambar 4. Proses pembentukan pasangan, dimana foton berubah menjadi energi positron dan elektron (Beiser, 2003)
2.5. Interaksi elektron dengan zat
Apabila sebuah elektron bergerak dalam suatu media maka kehilangan energinya
disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1. Ionisasi (apabila energi elektron rendah)
Universitas Sumatera Utara
Proses ionisasi seperti halnya pada partikel berat bermuatan, yakni tumbukan inelastik
antara elektron datang dengan elektron-elektron atom-atom media.
2. Radiasi (bremmstrahlung : apabila energi elektron tinggi)
Kehilangan energi karena radiasi hanya terjadi apabila energi elektron datang tinggi .
Hubungan antara kehilangan energi oleh ionisasi dan radiasi dapat dituliskan sebagai
berikut:
(2.14)
Dimana: E = energi (Joule)
Z = Nomor atom (Roestan Roekmantara, 1978) .
2.6. Radioterapi
Sejarah radioterapi dimulai sejak tahun 1920 oleh Regaud dengan kawan-kawan yang
menemukan pada hewan-hewan percobaan, bahwa spermatogenesis dapat dihentikan
secara permanen dengan pemberian radiasi di mana dosis yang diberikan merupakan
fraksi-fraksi. Sedangkan pemberian dosis tunggal gagal untuk menghasilkan efek-
biologik yang sama, dan kerusakan pada jaringan sehat yang ditimbulkannya adalah
lebih parah. Regaud dan Henri Coutard menerapkan teknik fraksionasi-dosis ini pada
pengobatan kanker dengan radiasi. Mula-mula mereka melakukannya pada kanker
mulut rahim dan tumor-tumor leher-kepala. Tidak lama kemudian mereka melaporkan
hasil-hasil pengobatan mereka lengkap dengan data-datanya. Setelah itu teknik radiasi
dengan fraksinasi-dosis ini diterima secara universal sampai saat ini.
Radioterapi adalah pengobatan dengan memberikan dosis radiasi yang terukur
terhadap penyakit seperti tumor atau kanker. Perkembangan teknologi di dunia
kedokteran tidak dapat dipungkiri telah membantu penderita penyakit untuk sembuh
dari sakit yang dideritanya dan meningkatkan kualitas hidup penderita tersebut. Salah
satu perkembangan teknologi yang sedang diperhatikan dan terus diikuti oleh
Universitas Sumatera Utara
kalangan praktisi dunia kedokteran adalah kemajuan di bidang yang berkaitan dengan
perang terhadap penyakit yang digolongkan sebagai penyakit mematikan yaitu tumor
atau kanker. Metode penanganan kanker yang sarat dengan teknologi canggih yang
sedang dan terus berkembang secara pesat adalah radioterapi. Radioterapi atau juga
dikenal dengan istilah terapi radiasi, yang menggunakan radiasi untuk mematikan sel-
sel kanker atau melukai sel-sel tersebut sehingga tidak dapat membelah atau
memperbanyak diri. Radioterapi dapat digunakan untuk meradiasi kanker primer dan
gejala-gejala yang diakibatkan oleh kanker yang telah meluas yang disebut dengan
metastasis (Suhartono, 1990).
2.6.1. Tujuan radioterapi
Secara umum tujuan radioterapi terbagi menjadi 2, yakni:
1. Kuratif
Secara langsung mencegah kambuh lokal dan regional, dan secara tidak
langsung mencegah terjadinya metastasis jauh. Mengecilkan tumor agar
meningkatkan operabililitas. Dilakukan dengan cara meradiasi tumor dan
jaringan normal sekitarnya sampai pada batas maksimum yang dapat
ditoleransi.
2. Paliatif
Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri, mengecilkan
tumor atau tukak, mengatasi pendarahan, menghilangkan gejala
neurologik akibat metastasis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien. Dilakukan dengan cara mengurangi efek samping yang akut.
Karena biasanya pasien memiliki angka harapan hidup yang tidak lama
maka efek samping jangka panjang tidak terlalu diperhatikan (R. Susworo,
2007).
2.7. Pesawat Pemercepat Elektron
Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada saat ini, tujuan tersebut dapat
dicapai dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menggunakan pesawat-pesawat
Universitas Sumatera Utara
yang menghasilkan radiasi pengion energi tinggi, sehingga bisa memberikan dosis
radiasi yang besar untuk didistribusikan ke jaringan kanker dan menurunkan efek
terhadap jaringan sehat. Akselerator linier medik termasuk pesawat yang
menghasilkan radiasi pengion energi tinggi dalam orde megavoltage. Pesawat
akselerator linier medik dapat menghasilkan berkas elektron atau berkas foton (sinar-
x).
Gambar 5. Rangkaian pesawat linear accelerator (Gunilla, 1996)
2.7.1. Cara Kerja Pesawat linier akselerator (linac)
Pesawat linier akselerator dapat menghasilkan berkas elektron dan berkas
foton energi tinggi. Tingkat energi tersebut dihasilkan melalui proses
percepatan elektron secara linier di dalam tabung pemandu gelombang
pemercepat (accelerating waveguide) yang hampa. Tabung ini merupakan
tabung penghantar, terdiri dari susunan sel-sel berupa rongga-rongga yang
terbuat dari tembaga. Ke dalam tabung disalurkan gelombang mikro yg
dibangkitkan oleh magnetron/klystron dengan panjang gelombang 10 cm dan
frekwensinya sesuai dengan frekuensi resonansi tabung (3000MHz).
Universitas Sumatera Utara
Gelombang mikro disalurkan melalui sirkulator dan tabung pemandu
gelombang pemercepat elektron. Ada 2 jenis pemandu gelombang yaitu:
travelling dan standing waveguide. Bila daya frekuensi gelombang mikro
melintasi rongga-rongga sel dari pemercepat mengakibatkan terjadi medan
elektromagnetik di dalam tabung pemercepat dan terjadi kuat medan listrik
dinamis yang mengakibatkan setiap sel berubah-ubah periodenya sesuai
perubahan amplitudo gelombang mikro. Hal ini akan mengakibatkan setiap sel
berubah-ubah pula muatannya. Perubahan periode muatan listrik tersebut
dimanfaatkan untuk pemercepat lintasan elektron.
Gambar 6. Skema linier akselerator (Khan, 1994)
Elektron dihasilkan oleh elektron gun yang berupa tabung trioda,
kemudian ditembakkan dengan energi awal 15 KeV secara sinkron. Kecepatan
elektron tersebut secara berantai dipacu lintasannya dari satu sel ke sel
berikutnya sampai energi elektron tersebut sesuai dengan energi yang
dikehendaki. Semakin besar energi yang dihasilkan, semakin banyak jumlah
rongga dan semakin bertambah panjang tabung pemercepat. Elektron dengan
energi sedikit lebih tinggi atau lebih rendah dari yang dikehendaki akan
dibelokkan sedemikian rupa sehingga energi dan lintasannya dapat sesuai
dengan yang dikehendaki dan elektron dengan penyimpangan energi agak
besar akan dieleminir oleh sebuah filter. Dengan demikian dapat dicapai
pemfokusan berkas elektron yang sangat baik dengan energi yang
monokromatik. Bila dikehendaki pemakaian elektron, maka elektron energi
tinggi tersebut dapat digunakan secara langsung. Elektron yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
oleh pemercepat merupakan berkas pensil (2 - 3 cm diameter), maka untuk
mendapatkan distribusi dosis yang rata pada daerah penyinaran, elektron-
elektron tersebut perlu dilewatkan pada lapisan penghambur (scattering foil).
Bila dikehendaki adalah sinar-X, maka elektron-elektron berenergi tinggi
tersebut ditumbukkan ke bidang target penerus (transmision target). Hasil
pembangkitan sinar-X mempunyai intensitas yang tinggi pada arah sumbu
target. Sinar-X yang dihasilkan dilewatkan pada penyaring (flattening filter)
dengan tujuan agar profil sinar -X rata. (Khan, 2003). Proses keluaran sinar-X
dan elektron dapat ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 7. A: Berkas sinar-X, B: Berkas elektron (Khan, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.8. Distribusi Dosis Kedalaman
Penyinaran dilakukan pada pasien atau phantom, dosis yang diserap akan bervariasi
sesuai dengan kedalaman. Variasi ini bergantung pada banyaknya kondisi seperti:
sinar, kedalaman, luas lapangan, jarak dari sumber dan sistem kolimasi sinar.
Demikian juga kalkulasi dosis pada pasien melibatkan pertimbangan dalam perhatian
parameter-parameter dan efek-efek lain pada distribusi dosis kedalaman (Khan, 2003).
2.9. Persentase Dosis kedalaman
Persentase dosis kedalaman adalah dosis serap yang diberikan pada kedalaman utama
sebagai persentase dari dosis serap pada kedalaman penunjuk pada daerah sumbu
utama (Gunilla, 1996).
Salah satu ciri dari karakteristik distribusi dosis pada daerah sumbu utama
adalah untuk menormaliasikan dosis pada kedalaman dengan pengaruh kedalaman
penunjuk. Banyaknya persentase dosis dosis kedalaman dapat ditentukan yaitu dosis
serap pada kedalaman terbesar d ke dosis serap pada kedalaman penunjuk tetap do,
selama penyinaran pada sumbu utama (seperti tampak pada gambar 5). persentase
dosis kedalaman (PDD) dapat dirumuskan sebagai berikut:
(2.15)
Dimana: = Dosis serap pada titik d
= Dosis serap pada titik maksimum
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Perbandingan persentase dosis pada titik Dd0 maksimum
dan titik Dd (Khan, 1994).
Persentase dosis kedalaman dipengaruhi oleh energi, luas lapangan, SSD dan
komposisi medium yang diradiasi. Tentu saja persentase dosis kedalaman pun
berubah-ubah dengan kedalaman yang berbeda (Gunilla, 1996).
Dalam praktek kliniknya, puncak dosis serap pada sumbu utama disebut juga
dosis maksimum. Dosis maksimum dari dosis yang diberikan atau dapat dirumuskan
sebagai berikut:
(2.16)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Grafik PDD luas lapangan penyinaran 10X10 cm dari energi sinar
yang berbeda, yang direncanakan sebagai fungsi kedalaman di
dalam air (Gunilla, 1996).
Jarak antara pemukaan sampai dengan titik dengan dosis maksimum disebut
kedalaman build-up atau sering juga disebut kedalaman maksimum. Kedalaman
build-up dipengaruhi oleh lapangan radiasi dan energi radiasi. Sifat build-up pada
berkas foton energi tinggi memiliki keuntungan dalam radioterapi dimana dosis kulit
relatif rendah, sehingga reaksi kulit pasien juga rendah. Efek demikian disebut skin
sparing (Leung, 1990).
Karakteristik build-up ditemukan pada semua berkas foton. Perbedaan kualitas
sinar ditandai oleh karakteristik build-up mereka, tipikal nilai-nilai ini dapat
ditunjukkan pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Kedalaman build-up untuk berbagai variasi berkas foton (Leung,1990)
Photon Beam Max. Energy Mean Energy Buid-up Depth
100 KV 100 KeV 33 KeV App. 0
250 KV 250 KeV 80 KeV 0.2 mm
Cs-137 660 KeV 660 KeV 1.5 mm
Co-60 1.33 MeV 1.25 MeV 5 mm
6 MV 6MeV 2 MeV 1.5 cm
10 MV 10 MeV 3.3 MeV 2.0 cm
25 MV 25 MeV 7 MeV 4.0 cm
2.10. Profil Dosis
Profil bisa juga dikatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada
sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar. Profil berkas radiasi
merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas
radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan
kedalaman.
Profil dosis memperlihatkan dosis relatif pada suatu daerah atau sebuah
perencanaan perlakuan yang terdiri dari bermacam-macam penyinaran. Variasi dosis
pada sebuah daerah yang diberikan kedalaman dapat ditentukan dari kesesuaian kurva
isodosis dan adalah lebih baik lagi digambarkan oleh profil dosis seperti yang
diperlihatkan gambar berikut (Gunilla, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Profil dosis sebuh daerah pada Dmax, kedalaman 10 cm, dan kedalaman
20 cm. Dosis dinormalisasikan ke 100% dalam sumbu utama pada
Dmax. Sinar diarahkan pada kedalaman yang terdalam kemudian pada
Dmax (Gunilla, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.11. Kurva isodosis
Kurva isodosis adalah kurva yang menghubungkan dosis-dosis yang sama untuk
kedalaman tertentu di bawah kulit. Kurva ini didapatkan dengan mengalikan PDD
dengan profil sinar. Pembuatan kurva isodosis berfungsi untuk melihat seberapa besar
dosis radiasi yang akan diterima pada target volume maupun organ kritis yang berada
disekelilingnya (Khan, 2003). Adapun contoh kurva isodosis dapat ditunjukkan pada
gambar berikut:
Gambar 11. Kurva isodosis untuk sinar-X 10 MV, SSD 100 cm dan luas
lapangan penyinaran (10 x 10) (R. Susworo, 2007).
Universitas Sumatera Utara