chapter ii 4

Upload: christian-ivan-santoso

Post on 04-Mar-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ghghgnnghhsfsd

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Stres

    2.1.1 Definisi Stres

    Menurut American Institute of Stress (2010), tidak ada definisi yang pasti

    untuk stres karena setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda terhadap

    stres yang sama. Stres bagi seorang individu belum tentu stres bagi individu yang

    lain. Sedangkan menurut National Association of School Psychologist (1998),

    stres adalah perasaan yang tidak menyenangkan dan diinterpretasikan secara

    berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya.

    Istilah stres digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi fisik dan psikis

    seseorang terhadap keadaan tertentu yang mengancam (Carlson, 2005). Menurut

    Rasmun (2004), stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap kebutuhan

    tubuh yang terganggu. Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi

    dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh

    setiap orang. Stres memberi dampak secara total pada individu yaitu dampak

    terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritual.

    Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah reaksi fisik dan

    psikis yang berbeda-beda pada setiap individu dan terjadi dalam keadaan tertentu

    yang mengancam.

    2.1.2 Penyebab Stres

    Kondisi sehat dapat dipertahankan karena individu mempunyai ketahanan

    tubuh yang baik. Stres terjadi karena tidak adekuatnya kebutuhan dasar manusia

    yang akan bermanifestasi pada perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi, dan

    perilaku (Gunawan, 2007).

    Menurut Brannon & Feist (2007) dan Myers (1996), stres dapat berasal

    dari tiga sumber, yaitu:

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Katastrofi

    Katastrofi adalah kejadian besar yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat

    diprediksi. Contoh dari katastrofi adalah bencana alam dan perang.

    2. Perubahan kehidupan

    Perubahan kehidupan seseorang dapat memicu terjadinya stres. Contoh dari

    kejadian yang dapat mengubah hidup seseorang adalah perceraian, kematian

    orang yang dicintai, dan kehilangan pekerjaan.

    3. Kejadian sehari-hari

    Kejadian sehari-hari yang dapat menimbulkan stres misalnya jadwal kerja yang

    padat, lalu lintas yang macet, dan antrian yang panjang di kasir, loket, atau bank.

    Menurut Rasmun (2004), stresor adalah variabel yang dapat diidentifikasi

    sebagai penyebab timbulnya stres. Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh

    dan luar tubuh. Stres terjadi apabila stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan

    sebagai ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan awal dari

    gangguan kesehatan fisik dan psikologis. Beberapa jenis stresor adalah sebagai

    berikut:

    1. Stresor biologik

    Stresor biologik dapat berupa bakteri, virus, hewan, binatang, tumbuhan, dan

    berbagai macam makhluk hidup yang dapat mempengaruhi kesehatan.

    Tumbuhnya jerawat, demam, dan digigit binatang dipersepsikan dapat menjadi

    stresor dan mengancam konsep diri individu.

    2. Stresor fisik

    Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, suhu, cuaca, geografi, dan alam. Letak

    tempat tinggal, demografi, jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi,

    kepadatan penduduk, imigrasi, dan kebisingan juga dapat menjadi stresor.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Stresor kimia

    Stresor kimia dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Contoh stresor yang

    berasal dari dalam tubuh adalah serum darah dan glukosa sedangkan stresor yang

    berasal dari luar tubuh misalnya obat, alkohol, nikotin, kafein, polusi udara, gas

    beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan

    pengawet, pewarna, dan lain-lain.

    4. Stresor sosial dan psikologik

    Stresor sosial dan psikologik misalnya rasa tidak puas terhadap diri sendiri,

    kekejaman, rendah diri, emosi yang negatif, dan kehamilan.

    5. Stresor spiritual

    Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan.

    Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres, tetapi stresor

    positif seperti kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, dan

    mempunyai anak juga dapat menyebabkan stres.

    2.1.3 Tipe-tipe Stres

    Stres memiliki efek negatif, tetapi kadang-kadang stres dapat memiliki

    efek positif yang menguntungkan kesehatan. Stres terbagi atas dua tipe yaitu

    distress dan eustress. Distress adalah stres yang merugikan dan memiliki efek

    negatif terhadap tubuh kita sedangkan eustress adalah stres positif yang

    menguntungkan kesehatan (Pinel, 2009).

    Menurut Payne & Hahn (2002), stres dibagi menjadi stres akut, stres

    episodik, dan stres kronik. Stres akut adalah stres yang terjadi hanya sesaat setelah

    seseorang mengalami suatu kejadian. Stres episodik sering terjadi pada mahasiswa

    yang akan mengikuti ujian. Mereka akan mengalami stres yang dimulai pada saat

    pengumuman waktu ujian sampai ujian tersebut selesai. Stres kronik adalah stres

    yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4 Tingkat Stres

    Menurut Rasmun (2004), stres dibagi menjadi tiga tingkatan. Stres ringan

    adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan

    umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan

    kemacetan. Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau

    beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi

    terus menerus.

    Stres sedang dan stres berat dapat memicu terjadinya penyakit. Stres

    sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Contoh dari

    stresor yang dapat menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum

    selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota

    keluarga yang pergi dalam waktu yang lama.

    Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai

    beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah

    hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik

    yang lama.

    2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres

    Menurut Atkinson & Hilgard (1996), tingkat stres tergantung pada

    sejumlah faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu:

    1. Kemampuan menerka

    Kemampuan menerka timbulnya kejadian stres, walaupun yang bersangkutan

    tidak dapat mengontrolnya, biasanya akan mengurangi kerasnya stres.

    2. Kontrol atas jangka waktu

    Kemampuan seseorang mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres

    akan mengurangi kerasnya stres.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Evaluasi kognitif.

    Kejadian stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh dua individu yang

    berbeda, tergantung pada situasi apa yang berarti pada seseorang.

    4. Perasaan mampu

    Kepercayaan seseorang atas kemampuannya menanggulangi stres merupakan

    faktor utama dalam menentukan kerasnya stres.

    5. Dukungan masyarakat

    Dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain dapat membuat seseorang

    sanggup bertahan dalam menghadapi stres.

    Menurut Rasmun (2004), setiap individu akan mendapat efek stres yang

    berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

    1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor

    Jika stresor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut, maka

    tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika stresor

    dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu mengatasinya,

    maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.

    2. Intensitas terhadap stimulus

    Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan

    kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu

    mengadaptasinya.

    3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama

    Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus dihadapi,

    stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi yang

    berlebihan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Lamanya pemaparan stresor

    Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya

    kemampuan individu dalam mengatasi stres.

    5. Pengalaman masa lalu

    Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam

    menghadapi stresor yang sama.

    6. Tingkat perkembangan

    Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang

    berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan akan berbeda.

    2.1.6 Patofisiologi Terjadinya Stres

    Menurut Rasmun (2004), sesungguhnya tidak ada stresor yang dapat

    membahayakan kehidupan karena stresor tersebut akan menimbulkan kebosanan.

    Stresor diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan, kematangan pribadi, dan

    kompetisi dalam hidup.

    Dalam jangka pendek, stres menghasilkan perubahan adaptif yang

    membantu seseorang untuk merespons stresornya (misalnya mobilisasi sumber

    energi), tetapi dalam jangka panjang ia menghasilkan perubahan-perubahan yang

    maladaptif (misalnya, kelenjar adrenal yang membesar). Respon stres bersifat

    kompleks dan bervariasi. Respon seseorang terhadap stres bergantung pada jenis

    stresornya, kapan waktunya, bagaimana sifat orang yang mengalami stres, dan

    bagaimana orang yang mengalami stres bereaksi terhadap stresornya (Pinel,

    2009).

    Menurut Davison (2006), terdapat tiga fase dalam proses terjadinya stres.

    Pada fase pertama, yaitu reaksi alarm, sistem saraf otonom diaktifkan oleh stres.

    Jika stresor terlalu kuat, terjadi luka pada saluran pencernaan, kelenjar adrenalin

    membesar, dan timus menjadi lemah. Pada fase kedua, resistensi, organisme

    beradaptasi dengan stres melalui berbagai mekanisme. Jika stresor menetap atau

    Universitas Sumatera Utara

  • organisme tidak mampu merespons secara elektif, maka terjadilah fase ketiga,

    yaitu suatu tahap kelelahan yang amat sangat dan organisme akan mati atau

    mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

    Terjadinya stres dapat dijelaskan melalui teori biologis dan teori

    psikologis. Menurut teori biologis, stres terjadi akibat lemahnya organ tertentu.

    Contohnya, sistem pernafasan yang lemah sejak lahir dapat memicu seseorang

    menderita asma dan menjadi stres karenanya. Teori biologis yang lebih mutakhir

    menjelaskan bahwa stres terjadi akibat ketidakseimbangan hormon-hormon di

    dalam tubuh. Tubuh yang menderita stres akan mengalami peningkatan jumlah

    kortisol dan mengalami penurunan sistem imun sehingga mudah terserang

    penyakit.

    Menurut teori psikologis, ancaman fisik akan menciptakan stres. Namun,

    manusia menerima lebih lebih dari sekadar ancaman fisik. Semua persepsi

    tersebut dapat merangsang aktivitas sistem simpatik dan sekresi hormon-hormon

    stres. Namun, emosi-emosi negatif, seperti kekecewaan, penyesalan, dan

    kekhawatiran, tidak dapat dilawan atau diabaikan dengan mudah seperti halnya

    ancaman eksternal, dan juga tidak mudah untuk dihilangkan. Emosi negatif

    membuat sistem biologis tubuh menjadi tegang dan tubuh selalu berada dalam

    kondisi darurat. Kadangkala hal ini berlangsung lebih lama dari yang dapat kita

    tanggung. Orang-orang yang selalu menilai bahwa berbagai pengalaman hidup

    yang terjadi melebihi kemampuan mereka sehingga mereka dapat mengalami stres

    kronik dan berisiko menderita suatu gangguan psikofisiologis.

    2.1.7 Gejala Klinis Stres

    Stres dapat menyebabkan banyak perubahan pada tubuh. Perubahan yang

    terjadi meliputi perubahan fungsi tubuh, perasaan, dan tingkah laku. Efek yang

    ditimbulkan stres misalnya sakit kepala, mual, muntah, sulit tidur, sesak nafas,

    sulit berkonsentrasi, mudah marah, sering buang air kecil, dan lain-lain (AIS,

    2010 & APA, 2007). Efek yang ditimbulkan stres dapat berupa efek positif dan

    Universitas Sumatera Utara

  • efek negatif. Efek positif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.1 sedangkan efek

    negatif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.1 Efek positif dari stres

    Mental Emosional Fisik

    Kreativitas meningkat Kemampuan mengontrol

    diri meningkat

    Tingkat energi meningkat

    Kemampuan berpikir

    meningkat

    Responsif terhadap

    lingkungan sekitar

    Stamina meningkat

    Memiliki orientasi

    kesuksesan yang lebih

    tinggi

    Relasi interpersonal

    meningkat

    Fleksibilitas otot dan

    sendi meningkat

    Motivasi meningkat Moral meningkat Terbebas dari penyakit

    yang berhubungan

    dengan stres

    Sumber: David (1997)

    Tabel 2.2 Efek negatif dari stres

    Fisik Pikiran Sikap

    Sakit kepala Cemas Makan berlebihan

    Sakit punggung Iritabilitas meningkat Tidak mau makan

    Sakit dada Tidak dapat beristirahat Mudah marah

    Palpitasi jantung Depresi Mengkonsumsi alkohol

    Tekanan darah

    meningkat

    Sedih Frekuensi merokok

    meningkat

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.2 Efek negatif dari stres (sambungan)

    Imunitas menurun Marah Kurang bersosialisasi

    Sakit abdomen Sulit untuk fokus Sulit melafalkan kata-

    kata

    Gangguan tidur Daya ingat menurun Masalah dengan orang-

    orang sekitar bertambah

    Sumber: Mayo Clinic (2009)

    2.2 Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

    2.2.1 Prevalensi Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

    Penelitian mengenai prevalensi stres pada mahasiswa kedokteran telah

    dilakukan pada beberapa universitas. Di Amerika Utara, penelitian yang dilakukan

    terhadap 100 mahasiswa menunjukkan bahwa prevalensi stres pada mahasiswa

    adalah 38% (Shannone, 1999). Penelitian sejenis dilakukan oleh Firth (2004) pada

    salah satu fakultas kedokteran di Inggris. Penelitian yang melibatkan 165

    partisipan tersebut menunjukkan prevalensi stres pada mahasiswa fakultas

    kedokteran adalah 31,2%. Sementara itu, tiga penelitian yang dilakukan di Asia

    menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) Di Pakistan, dengan 161 partisipan,

    prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 30,84% (Shah, Hasan,

    Malik, & Sreeramareddy, 2010). (2) Di Thailand, dengan 686 partisipan,

    prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 61,4% (Saipanish, 2003).

    (3) Di Malaysia, dengan 396 partisipan, prevalensi stres mahasiswa fakultas

    kedokteran adalah 41,9% (Sherina, 2004).

    Berdasarkan penelitian tentang tingkat stres yang dilakukan oleh

    Abdulghani (2008) di Saudi Arabia terhadap 494 partisipan, diketahui bahwa

    prevalensi stres pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 57% dimana 21,5%

    diantaranya merupakan stres ringan, 15,8% stres sedang, dan 19,6% stres berat. Di

    Universitas Sumatera Utara

  • Iran, penelitian sejenis yang diikuti 129 partisipan menunjukkan prevalensi stres

    pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 61,47% dimana 26,22% diantaranya

    merupakan stres ringan, 20,5% stres sedang, dan 14,75% stres berat (Marjani,

    Gharavi, Jahanshahi, dan Vahidirad, 2008).

    2.2.2 Penyebab Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

    Stres dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar, misalnya stres karena

    besarnya tuntutan orang tua akan prestasi akademik, maupun dari lingkungan

    sekitar, misalnya kelas kuliah yang tidak nyaman (Daly & Willock, 2002).

    Menurut Sreeramareddy (2007), sumber stres pada mahasiswa paling banyak

    berasal dari masalah kualitas makanan di asrama, tuntutan prestasi dari orang tua,

    kelas kuliah yang tidak nyaman, frekuensi ujian, dan kurangnya waktu rekreasi.

    Menurut Payne & Hahn (2002), stress pada mahasiswa dapat disebabkan

    oleh berbagai faktor yaitu tuntutan institusi, masalah keuangan, tuntutan sosial,

    tuntutan yang berasal dari diri sendiri, tuntutan keluarga, manajemen waktu,

    konflik budaya, masalah agama, dan tuntutan fakultas.

    2.2.3 Hubungan Tingkat Kuliah dengan Tingkat Stres

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Saudi Arabia, jumlah mahasiswa

    fakultas kedokteran yang mengalami stres akan menurun seiring dengan kenaikan

    tingkat kuliah. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah mahasiswa fakultas

    kedokteran yang mengalami stres paling tinggi berada pada mahasiswa tahun

    pertama yaitu 74,2% sedangkan tahun kedua dan ketiga adalah 69,8% dan 48,6%

    (Abdulghani, 2008). Berdasarkan penelitian lainnya di Iran, jumlah mahasiswa

    fakultas kedokteran tingkat pertama yang mengalami stres adalah 33% sedangkan

    tahun kedua dan ketiga adalah 26% dan 16% (Marjani, Gharavi, Jahanshahi,

    Vahidirad, & Alizadeh, 2008).

    Universitas Sumatera Utara