chapter ii 4
DESCRIPTION
oTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Baja cold-formed atau cold-rolled (canai dingin) atau light-gage atau baja
ringan adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan proses
pengerjaan dingin. Potongan penampang, konfigurasi, proses manufaktur dan
fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional. Pada produksi
cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu ruangan dengan
menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming machines. Baja canai
dingin semakin populer digunakan sebagai alternatif pengganti kayu dan secara
intensif dipakai pada bangunan rendah tidak-bertingkat (low-rise building).
Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George
Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau
maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual”
tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak
dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini, maka pemakaian
material baja canai dingin semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai
struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya untuk balok lantai, rangka atap
dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal.
Universitas Sumatera Utara
Bahkan untuk kategori struktur dinding-tipis (thin-walled structures) dapat
lebih luas lagi pemakaiannya; seperti box-girder jembatan, anjungan kapal (ship
hulls) dan badan pesawat terbang. Dapat juga untuk pekerjaan infrastruktur
sebagai elemen struktur yang ditanam di tanah seperti tangki, pipa dan saluran
(culvert). Ide dari struktur dengan baja canai dingin adalah mendapatkan kekuatan
maksimum dari material seminimum mungkin.
Kenyataannya di lapangan, pemakaian baja canai dingin bila digabungkan
dengan strategi perencanaan yang inovatif dan tepat dapat diwujudkan untuk
berbagai keperluan, mulai dari rak penyimpan sampai bangunan hanggar raksasa
untuk pesawat Boeing 747.
Sebagai kelompok yang sama dalam sistem struktur dinding tipis maka baja
cold-formed mempunyai kekhususan dalam perencanaannya yaitu pengaruh
bentuk geometri penampang sangat besar terhadap perilaku dan kekuatannya
dalam memikul beban. Adanya perubahan bentuk yang sedikit saja dari
penampangnya maka kekuatan elemen struktur tersebut akan berbeda sama sekali
termasuk juga perilaku tekuknya. Pemberian sedikit tekukan pada profil sehingga
menjadi penampang corrugated maka kinerjanya mengalami peningkatan yang
signifikan dibanding perilaku penampang pelat datar.
Kekhususan tersebut mengakibatkan proses perencanaannya relatif lebih
rumit dibanding proses perencanaan baja canai panas. Tetapi karena keuntungan
yang diberikan lebih besar, seperti misalnya (1) kemudahan fabrikasi, (2) rasio
Universitas Sumatera Utara
kuat/berat yang relatif tinggi dan (3) sesuai untuk berbagai aplikasi, maka
konstruksi baja canai dingin tetap populer. Di Inggris bahkan diberitakan industri
konstruksinya menghabiskan sekitar 300,000 ton komponen baja canai dingin
setiap tahunnya dan selanjutnya memperlihatkan pertumbuhan yang meningkat.
2.1.1 Desain Struktur
Desain struktur dapat didefinisikan sebagai suatu perpaduan ilmu
pengetahuan dan seni yang mengkombinasikan perasaan intuitif seorang
perencana berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan didasari
pengetahuan yang mendalam mengenai prinsip-prinsip statika, dinamika,
mekanika bahan dan analisis struktur, untuk menghasilkan suatu struktur yang
aman dan ekonomis sehingga dapat berfungsi seperti yang diharapkan. (Salmon.
Johnson,1996)
Hal-hal ilmiah dan ilmu pengetahuan akan menolong perencana menemukan
dasar-dasar berpikir untuk mengambil keputusan, akan tetapi hal itu sering tidak
mencukupi untuk menentukan keputusan akhir. Disinilah perlunya intuisi seorang
perencana dalam mengambil keputusan akhir yang mungkin secara ilmiah sulit
untuk diuraikan.
Intuisi seorang perencana juga diperlukan pada saat proses desain struktur
berlangsung. Sehingga data-data keluaran hasil analisis struktur tidak diterima
begitu saja, terutama jika menggunakan keluaran dari suatu program analisis
Universitas Sumatera Utara
struktur dengan komputer, akan tetapi perlu ditambahkan pertimbangan perencana
(engineer review) sebelum data-data keluaran tersebut dikatakan layak untuk
digunakan. Dengan kata lain proses desain struktur bukanlah suatu proses kaku
yang hanya menjalankan prosedur perhitungan struktur dari awal hingga akhir,
akan tetapi lebih diharapkan menjadi suatu ajang pemunculan kreativitas
perencana dalam memadukan ilmu pengetahuan, seni dan intuisi untuk mencapai
suatu desain yang optimal, oleh karena itu pengetahuan perencana secara ilmu
pengetahuan harus ditunjang dengan pemahaman realisasi desain dilapangan
melalui pengalaman-pengalaman desain yang telah dilakukan maupun dari
sharing sesama perencana sehingga intuisi seorang perencana terasah dengan baik.
2.1.2 Peraturan Baja di berbagai Negara
Standar Nasional Indonesia SNI 03 – 1729 – 2002 “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung” merupakan standar perencanaan
konstruksi baja paling baru di Indonesia. Meskipun demikian, standar tersebut
belum memasukkan strategi perencanaan baja canai dingin dalam
pembahasannya, dan dikhususkan hanya untuk pemakaian baja canai panas saja.
Bagaimanapun juga, pemakaian baja canai dingin berbeda perlakuannya
dibanding baja canai panas (Wei-Wen Yui 2000), dan sudah banyak negara-
negara yang memahami hal tersebut yaitu dengan membuat peraturan perencanaan
yang berbeda antara baja canai panas dan dingin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 memperlihatkan masing-masing peraturan perencanaan struktur
baja untuk beberapa negara.
Tabel 2.1 Standar Perencanaan Baja di berbagai Negara
Catatan : judul yang dicantumkan mungkin sudah out-of dated dan sudah ada
versi barunya
2.1.3 Perbandingan Material Rangka Atap
Kelebihan Cold Formed Steel
1. Penggunaan lebih luas
Selain untuk konstruksi dapat digunakan pula untuk peralatan otomotif,
Universitas Sumatera Utara
furniture rumah, rak penyimpanan, peti dan fasilitas drainase.
2. Berat
Berat komponen Cold Formed Steel 35% sampai 50% lebih ringan
dibandingkan dengan kayu pada kekuatan yang sama yang berarti
penanganan dan transportasi lebih mudah.
3. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi
Sebagai akibat cold formed process dimana tidak ada tegangan sisa yang
menyebabkan pengurangan kekuatan material, cold formed steel adalah
salah satu material dengan rasio kekuatan dan kekakuan terhadap berat yang
paling tinggi.
4. Pemasangan yang lebih mudah, cepat ,dan efisien
5. Material dengan dimensi yang stabil tahan perubahan bentuk karena suhu
ruang atau cuaca.
6. Material yang tahan lama.
Penggunaan lapisan galvanis menyebabkan material ini lebih tahan terhadap
korosi dibandingkan dengan baja biasa.
7. Material yang bersifat tidak membesarkan api (non-combustible) , sehingga
lebih tahan terhadap api.
8. Material dengan kemampuan terdaur ulang tinggi
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan Cold Formed Steel
1. Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat
digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang
sangat besar dikarenakan kemungkinan bahaya tekuk yang tinggi. Contoh
untuk struktur gedung maksimum enam lantai.
2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat
tipis.
3. Peraturan yang belum terlalu populer, untuk beberapa negara penggunaan
material cold formed steel masih merupakan hal yang baru.
4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama.
5. Jenis profil tunggal yang terbatas, sehingga untuk mendapatkan kekuatan
yang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan.
Kelebihan Baja Konvensional
1. Tahan terhadap semua gaya termasuk kombinasinya sehingga dapat
digunakan untuk semua jenis struktur.
2. Profil tunggal yang beragam sehingga profil tunggal dapat digunakan untuk
struktur dengan pembebanan tinggi. Dapat digunakan juga untuk baja
tulangan.
3. Semua jenis sambungan untuk baja dapat digunakan pada baja
konvensional.
Universitas Sumatera Utara
4. Peraturan yang lebih umum dan standar profil yang sama sehingga lebih
mudah dalam perencanaan.
Kekurangan Baja Konvensional
1. Adanya pengaruh tegangan sisa yang menyebabkan penurunan kekuatan
material dikarenakan ketidakseragaman kecepatan pendinginan pada saat
pembentukan profil.
2. Tidak tersedianya material yang tipis sehingga untuk struktur-struktur
ringan cenderung menjadi boros.
3. Ketahanan terhadap korosi rendah.
4. Proses pengerjaan yang lebih sulit.
Kelebihan Kayu
1. Material ramah lingkungan dikarenakan dapat mengalami proses
pembusukan.
2. Mudah didapatkan karena tersedia di alam.
3. Memiliki nilai artistik yang tinggi
4. Merupakan material yang paling banyak diketahui dan digunakan oleh
masyarakat
Kekurangan Kayu
1. Kekuatan yang tidak seragam terhadap arah gaya dikarenakan termasuk
material anisotrop.
Universitas Sumatera Utara
2. Umur dan durabilitas material yang tidak lama dikarenakan ketahanan
terhadap perubahan cuaca dan rayap rendah.
3. Penggunaan terbatas untuk struktur ringan.
4. Mahal
2.1.4 Fenomena Khas Konstruksi Baja Canai Dingin
Penggunaan material baja yang tipis dan proses pengerjaan dingin
menghasilkan problem dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja
canai panas yang umumnya relatif lebih tebal. Uraian berikut menjelaskan
fenomena pada baja canai dingin yang perlu menjadi pertimbangan dalam desain,
sebagai berikut (Wei Wen Yu 2000) :
1. Tekuk Lokal dan Kekuatan Pasca Tekuk
Elemen struktur baja ringan umumnya mempunyai tebal yang relatif kecil
sehingga mudah mengalami tekuk lokal (setempat) akibat tegangan tekan
meskipun kondisi masih elastis (belum mencapai tegangan leleh). Tegangan
tekan tersebut dapat timbul akibat gaya tekan, momen, gaya geser atau
tumpu. Jadi tekuk lokal menjadi kriteria penting dalam perencanaan.
Meskipun demikian, hal yang menarik bahwa elemen baja ringan pada
kondisi tegangan tekuk teoritis belum tentu runtuh, dari hasil penelitian
diketahui bahwa elemen baja canai dingin tetap dapat memikul beban
setelah pasca tekuk. Penelitian Prof George Winter (Wei-Wen Yu 2000)
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa balok ringan (rasio lebar / tebal ≅ 184) pada beban
tekuk teoritis 2.2 kN (100%) belum mengalami runtuh, dan keruntuhan baru
terjadi pada beban 15.4 kN (700%). Percobaannya lain, balok I dengan rasio
lebar / tebal ≅ 46 mencapai keruntuhan sebesar 350% dari beban teoritis
yang menyebabkan tekuk pada sayap bagian atas. Oleh sebab itu kekuatan
pasca tekuk dari elemen baja canai dingin perlu dipertimbangkan untuk hasil
perencanaan yang ekonomis.
Gambar 2.1. Tekuk Lokal pada Penampang Langsing (Bambach 2003)
Universitas Sumatera Utara
2. Kekakuan Torsi
Elemen struktur baja canai dingin umumnya langsing dan berupa
penampang terbuka (open section) sehingga mempunyai kekakuan torsi
berbanding lurus terhadap ketebalan (sebesar t3) sehingga kekuatannya
relatif kecil terhadap torsi. Kecuali itu bentuk profil C banyak dipakai pada
baja canai dingin yang mana shear-center nya berada di luar titik berat
(center of gravity) penampang. Kondisi tersebut menyebabkan tekuk lentur-
torsi menjadi faktor kritis dalam perencanaan kolom.
3. Pelat Pengaku (stiffner) pada Elemen Tekan sangat membantu
meningkatkan tahanan terhadap tekuk, bentuk yang dapat digunakan adalah
pengaku tepi (edge stiffener) dan pengaku di tengah (intermediate stiffener).
4. Sifat-sifat properti penampang yang bervariasi
Akibat adanya bagian yang berpengaku dan tidak berpengaku yang
mengakibatkan keseluruhan lebar penampang hanya akan efektif jika rasio
lebar/tebal kecil atau jika gaya tekan yang bekerja kecil. Tetapi karena rasio
lebar / tebal yang besar maka bagian penampang yang berpengaku akan
bekerja lebih efektif pada saat tekuk lokal telah terjadi. Sebagai hasilnya,
distribusi gaya tekan tidak seragam pada keseluruhan penampang. Untuk itu
maka properti penampang didasarkan pada luas efektif yang dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Konsep Lebar Efektif Penampang Cold-formed (Bambach 2003)
5. Sistem Sambungan
Pada sambungan baut, ketebalan bagian yang disambung relatif tipis pada
baja ringan dibanding baja biasa (hot-rolled). Baja cold-formed berbentuk
lembaran sheet atau strip mempunyai sebaran yang sempit antara tegangan
leleh (fy) dan kuat tariknya (fu), sehingga perilaku sambungan baut berbeda
antara baja cold-formed dan hot-rolled, khususnya pada kekuatan tumpu dan
tegangan tarik.
Universitas Sumatera Utara
6. Kekuatan Tumpu Ujung dari Baja Tipis
Tekuk pada badan (web crippling) menjadi masalah kritis pada baja cold-
formed dikarenakan (1) pemakaian pelat pengaku pada tumpuan atau lokasi
beban terpusat adalah tidak praktis pada konstruksi cold-formed, (2) rasio
tinggi / tebal dari bagian badan relatif besar dibanding profil hot-rolled. Itu
semua memerlukan kriteria khusus.
7. Batasan Ketebalan
Pada perencanaan baja cold-formed, faktor penting adalah rasio lebar/tebal
dari elemen tekan dan satuan tegangan yang digunakan, sedangkan
ketebalan pelat baja itu sendiri tidak menjadi permasalahan. Meskipun
demikian ketebalan pelat baja menentukan kemudahan material tersebut
dibentuk, tetapi itu tergantung pabriknya.
8. Perencanaan Plastis. Akibat dikategorikan sebagai penampang langsing
yang tidak memenuhi persyaratan perencanaan plastis (penampang kompak)
maka pada konstruksi cold-formed dianggap tidak dapat menghasilkan
mekanisme sendi plastis.
9. Pengaruh proses Pengerjaan Dingin (Cold Work of Forming). Telah
diketahui bahwa properti mekanik baja akan dipengaruhi proses pengerjaan
dingin (cold-formed). Maka peraturan yang mengkhususkan pada baja canai
dingin seperti AISI dapat memanfaatkan adanya penambahan tegangan leleh
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Properti Baja Akibat Proses Dingin
(Brockenbrough dan Merritt 1999).
2.1.5 Baja Struktural Cold Formed
2.1.5.1 Baja yang dapat dipakai
Untuk keperluan Tugas Akhir ini, struktur baja ringan yang akan dianalisis
didesain menurut Australian and New Zealand Standards. Peraturan ini memuat
standar spesifikasi baja yang memenuhi persyaratan untuk keperluan desain.
Peraturan dalam Standard Australia yang digunakan dalam tugas akhir ini
hanya berlaku pada penampang dengan ketebalan tidak melebihi 25 mm.
Ketentuan – ketentuan desain dalam peraturan tersebut dikembangkan menurut
Universitas Sumatera Utara
eksperimen terhadap elemen struktur yang diberi beban statis. Peraturan ini tidak
mengakomodasi ketahanan struktur terhadap api dan fatigue.
Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah
tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja
menahan regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur.
Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan struktural maupun proses
pembentukan penampang cold-formed steel. Kemampuan ini diukur dengan
penguluran baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat
tarik juga merupakan karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi
adanya strain-hardening dan kemampuan material mendistribusikan tegangan.
Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat
leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik
bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih
dari 8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki
kuat leleh tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam
50 mm satuan panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memilki keterbatasan
dalam penggunaannya sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk
penampang baja dengan ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian,
baja tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen
struktural seperti dek, panel, dan rangka gedung.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Peningkatan Kekuatan Baja, Pengaruh dari Cold-Forming
Sifat mekanik dari pelat tipis baja, strip, pelat atau batang seperti tegangan
leleh, kuat tarik, dan penguluran mungkin amat berbeda dengan sifat yang
ditunjukkan oleh penampang cold-formed steel.
Spesifikasi mekanis dari lembaran baja tipis, strip, pelat atau batang, seperti
tegangan leleh, kuat tarik, dan penguluran dapat berbeda dengan spesifikasi yang
ditampilkan oleh penampang cold-formed steel. Peningkatan kekuatan leleh dan
kuat tarik material dasar (virgin material) di lokasi penampang pada baja cold
formed berpenampang kanal dan joist (Karren dan Winter 1967) ditunjukkan oleh
gambar 2.4.
a. Channel section
Universitas Sumatera Utara
b. Joist chord
Gambar 2.4 Pengaruh cold-work terhadap spesifikasi mekanis penampang baja
cold formed (Wei Wen Yu 2000)
Pengaruh dari cold-work pada spesifikasi mekanis baja diteliti oleh Chajes,
Britvec, Winter, Karren, dan Uribe dari Cornell University. Dari penelitian ini,
disimpulkan bahwa penyebab utama perubahan spesifik mekanis tersebut adalah
strain-hardening dan strain ageing. Dalam gambar 2.5, kurva A memperlihatkan
kurva tegangan-regangan pada material dasar. Kurva B dihasilkan ketika beban
dihilangkan (unloading) pada saat baja melalui daerah strain-hardening. Kurva D
menunjukkan kurva tegangan-regangan jika baja dibebani kembali setelah terjadi
strain-ageing. Perlu diperhatikan bahwa titik leleh kurva C dan D lebih tinggi
daripada titik leleh material dasar dan daktilitas menurun setelah terjadi strain-
Universitas Sumatera Utara
hardening dan strain ageing.
Gambar 2.5 Pengaruh strain-hardening dan strain-ageing terhadap spesifikasi
mekanis tegangan-regangan (Wei Wen Yu 2000)
Penelitian tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh dari
cold-work terhadap spesifikasi mekanis di sudut-sudut penampang baja
tergantung pada hal-hal sebagai berikut:
1. Tipe baja
2. Tipe tegangan (tarik atau tekan)
3. Arah tegangan terhadap arah cold work (transversal atau longitudinal)
4. Rasio fu/fy
5. Rasio jari-jari girasi terhadap ketebalan (ri/t)
6. Banyaknya pengerjaan cold work
Universitas Sumatera Utara
Rasio fu/fy dan ri/t merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya
perubahan spesifikasi mekanis dari penampang baja. Material dasar dengan ratio
fu/fy yang besar memiliki potensi cukup besar untuk mengalami strain hardening.
Dengan demikian, jika terjadi kenaikan dari rasio tersebut, pengaruh dari cold-
work terhadap peningkatan titik leleh baja juga semakin besar. Sebaliknya, bila
rasio ri/t kecil maka pengaruh dari cold work pada bagian sudut makin besar
sehingga titik lelehnya pun meningkat.
Berikut ini merupakan beberapa persamaan untuk rasio dari tegangan leleh
sudut akibat cold work terhadap tegangan leleh material dasar :
𝑓𝑦𝑐𝑓𝑦𝑣
= 𝐵𝑐(𝑟𝑖/𝑡)𝑚
(2.1)
𝐵𝑐 = 3,69 �𝑓𝑢𝑣𝑓𝑦𝑣� − 0,819 �𝑓𝑢𝑣
𝑓𝑦𝑣�2− 1,79 (2.2)
𝑚 = 0,192�𝑓𝑢𝑣𝑓𝑦𝑣� − 0,068 (2.3)
di mana :
fyc = tegangan leleh tarik penampang tertekuk
fyv = tegangan leleh tarik dari penampang yang belum dibentuk secara
cold form
Bc = konstanta
m = konstanta
fuv = kuat tarik dari penampang yang belum dibentuk secara cold form
Universitas Sumatera Utara
ri = jari-jari girasi
t = ketebalan pelat baja tipis
Untuk spesifikasi penampang yang utuh, tegangan leleh tarik dari
penampang utuh dapat diperkirakan nilainya menggunakan :
𝑓𝑦𝑎 = 𝐶𝑓𝑦𝑐 + (1 − 𝐶)𝑓𝑦𝑓 (2.4)
di mana :
fya = rata-rata tegangan leleh desain dari baja berpenampang utuh dari
elemen tekan
C = rasio luas area tertekuk terhadap luas penampang total
Untuk elemen fleksural yang memiliki flens berbeda, flens yang memiliki
nilai C lebih kecil dianggap sebagai flens penentu.
fyc = rata-rata tegangan leleh tarik dari penampang tertekuk
= 𝐵𝑐𝑓𝑦𝑣(𝑟𝑖/𝑡)𝑚
(2.5)
fyf = rata-rata tegangan leleh tarik lembaran
2.1.5.3 Daktilitas
Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum
yang telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi
spesifikasi australian and new zealand standards, yaitu terjadi penguluran minimal
Universitas Sumatera Utara
sebesar 8% dalam 50 mm satuan panjang. Tetapi, untuk baja AS 1397 – G550
dengan tegangan leleh minimal 550 MPa, penguluran minimal adalah sebesar 2%
dalam 50 mm satuan panjang untuk baja dengan t = 0.60 mm. Tidak ada
ketentuan khusus mengenai penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm.
Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690
MPa), syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50
mm satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1. Namun,
ketentuan ini cukup memberatkan untuk kepentingan desain. Peneliti sebelumnya
merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas
tinggi sebagai berikut:
a. Rasio fu/fy > 1,08
b. Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10%, atau
tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang.
Ketentuan dalam AS 4600 membatasi rasio fu/fy sebesar 1.08. Karena
kurangnya data uji coba performa elemen struktural yang memiliki rasio fu/fy <
1.08, ketentuan dalam AS 4600 membatasi penggunaan baja tersebut hanya untuk
purlin dan girt. Namun, desain gaya aksial dengan bentang pendek diizinkan
selama persyaratan dari Standard mengenai daktilitas dipenuhi dan N*/Ru tidak
melebihi 0,15.
Baja AS 1397 – G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm tidak memiliki
Universitas Sumatera Utara
daktilitas yang cukup. Penggunaannya dibatasi untuk konfigurasi khusus. Batas
dari desain tegangan leleh sampai 75% dari tegangan leleh minimal yang telah
ditentukan, dan desain kuat tarik sampai 75% dari kuat tarik minimal yang telah
ditentukan, atau 450 MPa (lebih kecil) akan memiliki safety factor yang lebih
besar. Meskipun demikian, Standard tetap memperbolehkan baja dengan daktilitas
rendah, seperti AS 1397 – G550 dengan tebal kurang dari 0,9 mm, untuk
digunakan berdasarkan hasil dari loading test yang diijinkan sebagai sebuah
alternatif untuk melakukan reduksi ini. Penggunaan tegangan desain yang lebih
tinggi dari ketentuan di atas juga diperbolehkan bila daktilitas material tersebut
tidak mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan daya layan dari elemen struktural.
2.1.6 Desain Tegangan
Kekuatan dari baja cold-formed elemen struktur bergantung dari nilai
tegangan lelehnya, kecuali dalam kasus di mana tekuk lokal elastis atau tekuk
globalnya kritis. Karena kurva tegangan-regangan dari lembaran atau strip baja
bisa berupa kurva sharp-yielding type atau gradual-yielding type, metode untuk
menentukan tegangan leleh untuk sharp-yielding steel dan tegangan leleh untuk
gradual-yielding steel ditentukan dalam AS 1391. Tegangan leleh untuk sharp-
yielding steel ditentukan oleh level tegangan dari plateau. Tegangan leleh untuk
gradual-yielding steel ditentukan dengan metode penguluran non-proporsional
atau metode total penguluran.
Universitas Sumatera Utara
a. Sharp yielding
b. Gradual yielding
Gambar 2.6 Kurva tegangan-regangan baja
(Wei Wen Yu 2000)
Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan
leleh, tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et).
Modulus elastisitas ditentukan dari kemiringan bagian yang lurus pada kurva
tegangan-regangan. Nilai dari E yang ditentukan dalam Standard berkisar dari 200
Universitas Sumatera Utara
sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa digunakan untuk standard pendesainan. Tangen
modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan-regangan di setiap level
tegangan.
Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan
leleh, tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya
sampai proportional limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit,
nilai tangen modulus (Et) akan menurun dibandingkan modulus elastisitasnya.
Berbagai macam ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk
gradually-yielding steels dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari
titik leleh minimum yang ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Kekuatan Minimum Baja Ringan Berdasarkan AS 1163, AS 1397, AS 1594, AS 1595 dan AS/NZS 3678
Standard Grade Tegangan leleh (fy)
MPa Kuat tarik (fu)
MPa AS 1163 C250 and C250L0
C350 and C350L0 C450 and C450L0
250 350 450
320 430 500
AS 1397 G250 G300 G350 G450* G500† G550‡
250 300 350 450 500 550
320 340 420 480 520 550
AS 1594 Hd1 Hd2 Hd3 Hd4 Hd200 Hd250 Hd300 Hd300/1 Hd350 HW350 Hd400
(lihat catatan 1) (lihat catatan 1) (lihat catatan 1)
200 200 250 300 300 350 340 400
(lihat catatan 1) (lihat catatan 1) (lihat catatan 1)
200 300 350 400 430 430 450 460
AS 1595 CX85T CX70T CX60T CX50T CX1 CX2 CX3 CA4
(lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2) (lihat catatan 2)
550 380 310 300 280 280 280 280
AS/NZS 3678
200 (t ≤ 8 mm) 200 (8 mm < t ≤ 12 mm) 200 (12 mm < t ≤ 20 mm) 200 (20 mm < t ≤ 25 mm)
200 200 NA NA
300 300 300 300
250 (t ≤ 8 mm) 250 (8 mm < t ≤ 12 mm) 250 (12 mm < t ≤ 20 mm) 250 (20 mm < t ≤ 25 mm)
280 260 250 250
410 410 410 410
250L15 (t ≤ 8 mm) 250L15 (8 mm < t ≤ 12 mm) 250L15 (12 mm < t ≤ 20 mm) 250L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
280 260 250 250
410 410 410 410
300, 300L15 (t ≤ 8 mm) 320 430
Universitas Sumatera Utara
300, 300L15 (8 mm < t ≤ 12 mm) 300, 300L15 (12 mm < t ≤ 20 mm) 300, 300L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
310 300 280
430 430 430
350, 350L15 (t ≤ 8 mm) 350, 350L15 (8 mm < t ≤ 12 mm) 350, 350L15 (12 mm < t ≤ 20 mm) 350, 350L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
360 360 350 340
450 450 450 450
400, 400L15 (t ≤ 8 mm) 400, 400L15 (8 mm < t ≤ 12 mm) 400, 400L15 (12 mm < t ≤ 20 mm) 400, 400L15 (20 mm < t ≤ 25 mm)
400 400 380 360
480 480 480 480
WR350, WR350/L0 (t ≤ 8 mm) WR350, WR350/L0 (8 mm < t ≤ 12 mm) WR350, WR350/L0 (12 mm < t ≤ 20 mm) WR350, WR350/L0 (20 mm < t ≤ 25 mm)
340 340 340 340
450 450 450 450
* berlaku untuk material hard-rolled dengan tebal lebih besar atau sama dengan
1.5 mm. † berlaku unutk material hard-rolled dengan tebal lebih besar dari 1.0 mm tapi
lebih kecil dari 1.5 mm. ‡ berlaku unutk material hard-rolled dengan tebal lebih kecil atau sama dengan
1.0 mm. Catatan : 1. Untuk tujuan desain, tegangan leleh dan kuat tarik mendekati Grade Hd200. 2. Untuk tujuan desain, tegangan leleh diperoleh dari :
a. dari pabrik; b. dengan uji berdasarkan AS 1391; atau c. dengan menggunakan 170 MPa
2.2 PEMBEBANAN
Proses penentuan beban-beban yang bekerja pada struktur mungkin
merupakan tahapan terpenting sekaligus tersulit yang harus dihadapi perencana
struktur dalam suatu rangkaian proses desain. Disebut demikian karena untuk
mencapai hasil rancangan yang tepat dan akurat perencana harus :
a. Mampu menentukan nilai maksimum beban yang akan ditanggung struktur
Universitas Sumatera Utara
selama masa layan.
b. Mampu menentukan penempatan beban yang paling memberikan pengaruh
paling buruk (worst) terhadap struktur.
c. Pada struktur tertentu perencana juga dituntut harus mampu menentukan
tahapan pembebanan yang tepat, misalnya pada struktur komposit dimana
tahapan pembebanan menentukan kapasitas suatu penampang.
Disinilah diperlukan kejelian dan intuisi perencana untuk memperkirakan
(predicting) hal-hal tersebut diatas. Secara umum, ada tiga kategori beban yang
harus dikenal baik oleh perencana struktur, yaitu: beban mati, beban hidup dan
beban lingkungan. Beban-beban tersebut dapat membebani struktur dalam arah
vertikal maupun horizontal dan dalam bentuk beban terpusat (membebani struktur
dalam area relatif kecil), beban garis berupa berat sendiri elemen ataupun berat
dinding partisi ataupun beban permukaan yang menyebar merata diatas
permukaan lantai. Karakteristik masing-masing beban diuraikan lebih lanjut pada
bab berikut ini. Berdasarkan SNI, beban yang bekerja pada struktur adalah :
1. Beban sendiri termasuk beban tambahan, seperti mechanical electrical
(ME), atap metal, dan sebagainya.
2. Beban hidup
3. Beban angin
4. Beban hujan
Universitas Sumatera Utara
5. Beban gempa
2.2.1 Beban Mati
Beban mati adalah beban yang membebani struktur secara menetap selama
masa layan struktur. Umumnya beban mati berasal dari berat sendiri struktur dan
komponen-komponen lain yang melekat pada struktur. Sebagai contoh: berat
balok, berat lantai, berat lantai atap, langi-langit, dinding-dinding partisi, pipa-
pipa dan peralatan mechanical-electrical (ME) yang menetap pada struktur. Besar
nilai beban mati dapat ditentukan dengan mengetahui dimensi dan jenis material
yang digunakan. Untuk peralatan ME, berat peralatan dapat diperoleh dari
pabrikannya.
Berat sendiri bahan bangunan komponen gedung berdasarkan Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987) :
BAHAN BANGUNAN
Baja 7.850 kg/m3
Batu Alam 2.600 kg/m3
Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m3
Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3
Batu pecah 1.450 kg/m3
Besi tuang 7.250 kg/m3
Beton (1) 2.200 kg/m3
Universitas Sumatera Utara
Beton bertulang (2) 2.400 kg/m3
Kayu (Kelas I) (3) 1.000 kg/m3
Kerikil, koral (kering udara sampai lembap, tanpa diayak) 1.650 kg/m3
Pasangan bata merah 1.700 kg/m3
Pasangan batu belah, batu belat, batu gunung 2.200 kg/m3
Pasangan batu cetak 2.200 kg/m3
Pasangan batu karang 1.450 kg/m3
Pasir (kering udara sampai lembap) 1.600 kg/m3
Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m3
Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembap) 1.850 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) 1.700 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000 kg/m3
Tanah hitam 11.400 kg/m3
Catatan :
i. Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi
ii. Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis,
berat sendirinya harus ditentukan sendiri.
iii. Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis kayu tertentu lihat Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal :
- dari semen 21 kg/m2
- dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m2
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal 14 kg/m2
Dinding Pas. Bata merah :
- satu batu 450 kg/m2
- setengah batu 250 kg/m2
Dinding pasangan batako :
Berlubang :
- tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m2
- tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m2
Tanpa lubang
- tebal dinding 15 cm 300 kg/m2
- tebal dinding 10 cm 200 kg/m2
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :
- semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal
maksimum 4 mm 11 kg/m2
- kaca, dengan tebal 3 – 4 mm 10 kg/m2
Universitas Sumatera Utara
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit- 40 kg/m2
langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang 7 kg/m2
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 50 kg/m2
bidang atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2 40 kg/m2
bidang atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng 10 kg/m2
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, 24 kg/m2
tanpa adukan, per cm tebal
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11 kg/m2
2.2.2 Beban Hidup
Berbeda dengan beban mati, beban hidup adalah beban gravitasi yang
memiliki besar dan/atau posisi yang berubah dari waktu ke waktu (moving loads)
selama masa layan struktur. Sebagai contoh adalah beban orang, funiture,
perkakas, beban kendaraan pada struktur jembatan dan beban lain yang dapat
bergerak. Karena sifatnya yang berubah-ubah, umumnya beban hidup sangat sulit
ditentukan secara pasti. Yang dilakukan adalah menentukan beban hidup
Universitas Sumatera Utara
minimum yang harus diperhitungkan pada suatu struktur, pada umumnya
mengacu pada peraturan pembebanan yang ditentukan oleh pemerintah. Untuk
Indonesia pengaturan nilai minimum beban hidup untuk berbagai fungsi bangunan
diatur dalam Peraturan Pembehanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIG 1983).
Beban-beban ini pada umumnya bersifat empiris dan konservatif yang dapat
diterima secara umum. Namun adakalanya nilai yang diberikan tidak tepat, untuk
kondisi demikian menentukan beban hidup sendiri dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil yang menentukan (terbesar) dari:
• Beban terbagi rata air hujan
Wah = 40 - 0,8 A
dengan,
A = sudut kemiringan atap, derajat ( jika A > 50o dapat diabaikan).
Wah = beban air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2)
• Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam
kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Beban Angin
Berdasarkan PPIG 1987, beban angin didefinisikan sebagai tekanan angin
yang menerpa struktur baik berupa gaya tekan ataupun gaya hisap. Umumnya
beban angin baru diperhitungkan untuk struktur yang memiliki minimal 4 lantai
atau memiliki tinggi bangunan minimal 16 m. Angin yang bergerak menabrak
struktur dianggap bekerja sebagai tekanan positif pada sisi yang berhadapan
langsung dengan arah angin dan tekanan negatif (isap) pada sisi belakangnya.
Tekanan tiup angin yang bekerja pada struktur untuk daerah normal sebesar 25
kg/m2 dan untuk daerah pantai diambil 40 kg/m2.
2.2.4 Beban Gempa
Beban gempa terjadi akibat pergerakan tanah dasar ke arah horizontal atau
vertikal secara tiba-tiba dalam periode tertentu. Umumnya pergerakan arah
horizontal memiliki guncangan yang lebih besar. Gerakan tanah yang diakibatkan
oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan, kecepatan, dan perpindahan.
Ketiganya pada umumnya teramplifikasi sehingga menimbulkan gaya dan
perpindahan yang dapat melebihi kapasitas yang dapat ditahan oleh struktur yang
bersangkutan. Nilai maksimum besarnya gerakan tanah yaitu kecepatan tanah
puncak, percepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah puncak menjadi
parameter-parameter utama dalam desain struktur tahan gempa.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu
memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini:
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) ) + (γ L L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H)
1,2D ± 1,0E + γ L L
0,9D ± (1,3W atau 1,0E)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan
layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk
kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan
lain-lain
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang
dan benda bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air
Universitas Sumatera Utara
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–1989, atau
penggantinya dengan,
γ L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γ L = 1 bila L≥ 5 kPa.
Pengecualian:
Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan ke
3,4 dan 5 yang diambil dari SNI, harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir,
daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana
beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.
2.3 ELEMEN STRUKTUR COLD FORMED STEEL
2.3.1 Batang Tarik
Batang tarik adalah elemen struktur baja yang hanya memikul/ mentransfer
gaya aksial tarik antara dua titik pada struktur. Batang tarik didesain untuk
mencegah beberapa mode keruntuhan yang mungkin akibat gaya yang bekerja
pada batang dalam kondisi normal, keruntuhan tersebut diantaranya, leleh di
seluruh luasan penampang, fraktur di luasan efektif penampang, blok geser, retak
akibat geser sepanjang sambungan. Secara teoritis, kekuatan penampang batang
tarik dapat dimobilisasikan secara maksimal hingga penampang mencapai
keruntuhan. Akan tetapi pada kondisi sebenarnya, kekuatan batang tarik harus
direduksi dengan adanya lobang pada sambungan dan tidak sentrisnya gaya tarik
Universitas Sumatera Utara
bekerja. Dengan ungkapan lain, kekuatan batang tarik ditentukan oleh seberapa
luas suatu penampang secara efektif ikut serta memikul gaya aksial tarik tersebut.
Kekuatan tarik penampang dari baja ringan untuk keperluan analisis
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
N∗ ≤ ΦtNt (2.7)
dengan,
Φt = faktor reduksi kuatan tarik (0.90)
Nt = Kuat tarik nominal, nilai terkecil dari :
1. Nt = Ag.fy (2.8)
2. Nt = 0.85.kt.An.fu (2.9)
dengan :
Ag = Luas bruto penampang
fy = Tegangan leleh
kt = Faktor koreksi akibat distribusi dari gaya yang bekerja (Tabel 2.1)
An = Luas netto penampang
= Ag – d.t
fu = Kekuatan fraktur penampang
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Nilai faktor koreksi kt (AS/NZS 4600:1996)
2.3.2 Batang Tekan
Sama halnya seperti batang tarik, batang tekan juga hanya memikul/
mentransfer gaya aksial antara dua titik pada struktur. Akan tetapi sifat gaya aksial
yang diterima adalah gaya aksial tekan. Sehingga pengaruh tekuk (buckling) atau
lenturan tiba-tiba akibat ketidakstabilan merupakan persoalan yang mendapat
perhatian lebih pada batang tekan. Dengan ungkapan lain, kekuatan batang tekan
Universitas Sumatera Utara
tidak hanya dipengaruhi kekuatan bahannya akan tetapi turut dipengaruhi bentuk
geometris penampang (jari-jari girasi penampang). Model keruntuhan yang
mungkin terjadi pada elemen batang tekan diantaranya; leleh (tekuk plastik) ,
tekuk inelastik dan tekuk elastik.
Tekuk yang terjadi pada penampang batang tergantung dari rasio
kelangsingan penampang (λ) batangnya. Penampang dengan rasio kelangsingan
rendah cenderung mengalami keruntuhan leleh (tekuk plastik) sedangkan elemen
batang dengan rasio kelangsingan yang tinggi cenderung mengalami keruntuhan
tekuk elastik. Sebagian besar elemen batang tekan didesain agar mengalami
keruntuhan tekuk inelastik yaitu elemen batang dengan rasio kelangsingan
menengah, hal ini agar desain yang dilakukan optimal karena memiliki kuat tekan
efektif dan dimensi yang efisien bila dibanding skenario tekuk elastik dan tekuk
plastik. Seluruh tekuk yang terjadi pada batang akan mengikuti salah satu dari 3
macam tekuk yang ada, yaitu; lentur, lokal, torsi.
Penjelasan ketiga macam tekuk ini adalah sebagai berikut; Tekuk lentur
(flexural buckling) adalah tekuk menyebabkan elemen batang mengalami lentur
terhadap sumbu lemah batang, tekuk lokal (local buckling) adalah tekuk yang
terjadi pada elemen pelat penampang (sayap/ badan) yang menekuk karena terlalu
tipis. Ini dapat terjadi sebelum batang menekuk lentur secara keseluruhan. Tekuk
torsi (torsional buckling) adalah tekuk yang terjadi pada elemen pelat yang
menyebabkan penampang berputar/ memuntir terhadap sumbu batang
Universitas Sumatera Utara
Elemen tekan terhadap beban aksial konsentris yang akan dianalisis didesain
kuat tekannya dengan persamaan berikut:
1. N∗ ≤ ΦcNs (2.10)
2. N∗ ≤ ΦcNc (2.11)
dimana :
Ns = Kapasitas nominal penampang (compression)
= Ae x fy, (Ae = luas efektif dalam keadaan leleh) (2.12)
Nc = Kapasitas nominal elemen (compression)
= Ae x fn (2.13)
Ae = luas efektif saat f critical (fn)
fn = fkritis, fungsi dari λc
untuk 𝜆𝑐 ≤ 1.5 ∶ 𝑓𝑛 = �0.658𝜆𝑐2�𝑥𝑓𝑦 (2.14)
untuk 𝜆𝑐 > 1.5 ∶ 𝑓𝑛 = �0.877𝜆𝑐
2 �𝑥𝑓𝑦 (2.15)
dimana :
𝜆𝑐 = �𝑓𝑦𝑓𝑜𝑐
(2.16)
𝑓𝑜𝑐 = elastic flexural buckling stress
Nilai elastic flexural buckling stress dihitung dengan persamaan:
a. Flexural Buckling Stress
Elemen yang tergolong langsing dan dibebani secara aksial memiliki
kemungkinan kegagalan overall flexural buckling bila bentuk penampang
Universitas Sumatera Utara
lintangnya doubly-symmetric shape, closed shape, silindris atau point-
symmetric shape. Untuk bentuk penampang single-symmetric, flexural
buckling merupakan salah satu mode kegagalan.
Persamaan yang digunakan:
𝑓𝑜𝑐 = 𝜋2𝐸
�𝑙𝑒 𝑟� �2 (2.17)
dengan �𝑙𝑒 𝑟� � = rasio kelangsingan efektif
Single-symetric (monosymetric) sections
Doubly-symetric sections
Gambar 2.7 Single-symetric (monosymmetric) sections dan Doubly-
symetric sections (AS/NZS 4600:1996)
Universitas Sumatera Utara
b. Flexural-Torsional Buckling Stress
𝑓𝑜𝑐 = 12𝛽�(𝑓𝑜𝑥 + 𝑓𝑜𝑧)− �(𝑓𝑜𝑥 + 𝑓𝑜𝑧) − 4𝛽𝑥𝑓𝑜𝑥𝑥𝑓𝑜𝑧� (2.18)
Dengan
𝑓𝑜𝑥 = 𝜋2𝐸
�𝑙𝑒𝑥 𝑟𝑦� �2 (2.19)
𝑓𝑜𝑧 = 𝐺×𝐽𝐴×𝑟012
�1 + 𝜋2𝐸×𝐼𝑤𝐺×𝐽×𝐼𝑒𝑧2
� (2.20)
Iw = nilai kelengkungan untuk luas penampang
lex, lez = panjang efektif
G = modulus geser (80000 MPa)
J = Kontanta torsi St.Venant untuk penampang
A = Luas total penampang
R01 = radius girasi polar terhadap pusat geser, dihitung dengan
𝑅01 = �𝑟𝑥2 + 𝑟𝑦2 + 𝑥02 + 𝑦02 (2.22)
rx, ry = radius girasi
x0, y0 = pusat geser
β = 1 – ( xo / r01)2 (2.22)
c. Point-symetric section
Elastic buckling stress untuk penampang ini dihitung baik dengan
penghitungan khusus flexural atau torsional. Nilai yang dipakai adalah
nilai yang lebih kecil dari kedua persamaan tersebut. Perhitungan elastic
Universitas Sumatera Utara
buckling stress yang mengalami torsi dihitung dengan persamaan berikut:
𝑓𝑜𝑧 = 𝐺×𝐽𝐴×𝑟012
�1 + 𝜋2𝐸×𝐼𝑤𝐺×𝐽×𝐼𝑒𝑧2
� (2.23)
Gambar 2.8 Point-symetric sections (AS/NZS 4600:1996)
d. Non-symetric section ( lihat gambar 2.9 )
Untuk kondisi ini, nilai foc dihitung dengan mengambil nilai minimum
dari persamaan eksponensial di bawah ini :
foc (r012 - xo
2 - xo2) – foc
2 [ r012 ( fox + foy +foz ) – ( foyxo
2 + foxyo2 )] +
focr012 ( foxfoy + foyfoz + foxfoz ) – ( foxfoyfozr01
2) = 0 (2.24)
Gambar 2.9 Non-symetric (asymmetric) sections (AS/NZS 4600:1996)
Universitas Sumatera Utara
e. Singly-symmetric sections
Untuk penampang dengan singly-symmetric sections yang menerima
gaya tekuk distorsi, nilai Nc dihitung dengan mengambil nilai minimum
dari kedua persamaan di bawah ini :
i. 𝑁𝑐 = 𝐴𝑒 × 𝑓𝑛
ii. 𝑓𝑜𝑑 = 𝐸2𝐴�(𝛼1 + 𝛼2) − �(𝛼1 + 𝛼2)2 − 4𝛼3�
Dimana :
𝛼1 = 𝜂𝛽1�𝐼𝑥𝑏𝑓
20.039𝐽𝜆2�+ 𝑘𝜙𝛽1𝜂𝐸
𝛼3 = 𝜂 �𝛼1𝐼𝑦 −𝜂𝛽1𝑏𝑓2 × 𝐼𝑥𝑦2�
𝛼2 = 𝜂 �𝐼𝑦 + 2𝛽1𝑦� × 𝑏𝑓2 × 𝐼𝑥𝑦�
𝛽1 = �̅�2 + 𝐼𝑥+𝐼𝑦𝐴
(2.27)
𝜆 = 4.80 �𝐼𝑥×𝑏𝑓2×𝑏𝑤𝑡3
�0.25
(2.28)
𝜂 = �𝜋𝜆�2
𝑘𝜙 = 𝐸×𝑡3
5.46(𝑏𝑤+0.06𝜆) �1 −1.11𝑓′𝑜𝑑𝐸×𝑡2
� 𝑏𝑤2×𝜆
𝑏𝑤2×𝜆2�2� (2.29)
nilai f’od diambil dari persamaan fod awal dengan nilai α1 :
𝛼1 = 𝜂𝛽1�𝐼𝑥𝑏𝑓
2 + 0.039𝐽𝜆2� (2.30)
Untuk nilai 𝑓𝑜𝑑 > 𝑓𝑦2
:𝐴 × 𝑓𝑛 = 𝐴 × 𝑓𝑦 �1 − 𝑓𝑦4𝑓𝑜𝑑
� (2.31)
Sedangkan untuk nilai fod :
𝑓𝑦13≤ 𝑓𝑜𝑑 ≤
𝑓𝑦2
:
𝐴 × 𝑓𝑛 = 𝐴 × 𝑓𝑦 �0.055 �� 𝑓𝑦𝑓𝑜𝑑
− 3.6�2
+ 0.237� (2.32)
Universitas Sumatera Utara
Rasio kelangsingan ( le / r ) untuk semua batang tidak melebihi 200, kecuali hanya
selama masa konstruksi ( le / r ) tidak melebihi 300.
2.3.3 Luas Efektif (Ae) Elemen Tekan
Untuk desain baja cold formed dengan elemen langsing, area penampang
harus di kurangi pada bagian-bagian tertentu. Pengurangan area tampang
disebabkan oleh :
a. Efek shear lag
b. Ketidakstabilan lokal elemen tekan
2.3.3.1 Lokasi Pengurangan Lebar Tampang
a. Untuk perencanaan elemen berpengaku dengan gaya tekan seragam, bagian
yang dikurangi akan diambil pada pertengahan elemen ( lihat gambar 2.10
dan 2.14b )
b. Untuk perencanaan elemen dibawah tegangan gradien atau dimana hanya
sebagian elemen mendapat tekanan (contoh web), bagian yang dikurangi
ditunjukkan dalam Gambar 2.11.
c. Untuk elemen tidak berpengaku, baik dibawah tegangan tekan gradien atau
tekan seragam, bagian yang dikurangi akan diambil pada tepi yang tidak
berpengaku seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.12. Jika elemen
tidak berpengaku menerima keduanya tarik dan tekan menyilang lebarnya,
Universitas Sumatera Utara
bagian yang dikurangi akan diambil seperti yang ditetapkan dalam gambar
2.13.
d. Untuk perencanaan elemen dengan pengaku tepi, bagian yang dikurangi
akan ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.10. Elemen berpengaku dengan gaya tekan seragam
Gambar 2.11. Elemen dan web berpengaku dengan gaya tekan tidak seragam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Elemen tidak berpengaku dengan gaya tekan seragam
a. Elemen tidak berpengaku dengan tegangan tidak seragam – kedua sudut dalam tekan
b. Elemen tidak berpengaku dengan tegangan tidak seragam – satu sudut dalam tekan dan satu sudut dalam tarik
Gambar 2.13. Elemen tidak berpengaku dengan tegangan tidak seragam
Universitas Sumatera Utara
2.3.3.2 Batas Dimensional
Rasio maksimum lebar dengan tebal plat (b/t)
a. Untuk elemen tekan berpengaku yang mempunyai satu bagian tepinya
terhubung ke web atau sayap sedangkan yang lain diperkaku dengan
i. Lip biasa............................................................................................60
ii. Bentuk pengaku lainnya dimana
A. Is < Ia ..........................................................................................60
B. Is ≥ Ia .........................................................................................90
b. Untuk elemen tekan berpengaku dengan kedua bagian tepinya terhubung
ke elemen pengaku lainnya
......................................................................500
c. Untuk elemen tekan tanpa pengaku ........................................................60
Rasio maksimum tinggi dengan tebal web (d1/tw)
Rasio maksimum tinggi dengan tebal web (d1/tw) dari elemen lentur tidak
melebihi ketentuan berikut
a. Untuk web yang tidak diperkuat : d1/tw ...................................................200
b. Untuk web dengan pengaku melintang
(i) jika menggunakan pengaku bearing saja: d1/tw .................................260
(ii) jika menggunakan pengaku bearing dan pengaku tengah: d1/tw....... 300
di mana :
Universitas Sumatera Utara
d1 = tinggi bagian yang datar dari web diukur sepanjang bidang web
tw = tebal web
Jika web terdiri dari dua sheets atau lebih, rasio d1/tw akan dikalkulasi untuk tiap
sheets.
2.3.3.3 Lebar Efektif Elemen Berpengaku dengan Tekan Seragam
Untuk λ ≤ 0,673 : be = b
Untuk λ ≥ 0,673 : be = ρb
Dimana :
b = lebar pelat tanpa bagian lengkung
ρ = faktor lebar efektif
= �1−0,22
𝜆 �
𝜆≤ 1
Rasio kelangsingan (λ) dihitung sebagai berikut :
𝜆 = ��𝑓∗
𝑓𝑐𝑟�
Dimana
f* = tegangan desain pada elemen tekan
fcr = tegangan tekuk elastik plat
= 𝑘 � 𝜋2𝐸12(1−𝜈2)� �
𝑡𝑏�2
k = koefisien tekuk plat
= 4 untuk elemen berpengaku yang mempunyai web di setiap tepinya ( nilai k
Universitas Sumatera Utara
untuk tipe elemen lainnya ditentukan dengan rumus yang berlaku )
E = modulus elastisitas (200x103 Mpa)
v = poisson rasio ( 0,3)
t = ketebalan elemen
Dengan memasukkan fcr ke rumus rasio kelangsingan dengan nilai v = 0,3
diperoleh :
𝜆 = 1,052√𝑘
�𝑏𝑡��𝑓∗
𝐸
2.3.3.4 Lebar Efektif Untuk Elemen Tekan Dengan Pengaku Tepi
a. 𝑏𝑡≤ 0,328𝑆
Ia = 0 (tanpa pengaku tepi)
be = b
b1 = b2 = b/2 (lihat gambar 2.10)
ds = dse (untuk pengaku tepi biasa)
As = Ase (untuk bentuk pengaku lainnya)
b. 𝑏𝑡≥ 0,328𝑆
𝑏1 = 𝑏𝑒2�𝐼𝑠𝐼𝑎� (lihat gambar 2.10)
b2 = be – b1 (lihat gambar 2.10)
𝑑𝑠 = 𝑑𝑠𝑒 �𝐼𝑠𝐼𝑎� (untuk pengaku tepi biasa)
𝐴𝑠 = 𝐴𝑠𝑒 �𝐼𝑠𝐼𝑎� (untuk bentuk pengaku lainnya)
Universitas Sumatera Utara
Ase = dset (untuk pengaku yang ditunjukkan dalam gambar 2.10)
Is/Ia ≤ 1
𝐼𝑠 = 𝑑3𝑡 𝑠𝑖𝑛2𝜃12
(untuk pengaku yang ditunjukkan dalam gambar 2.10)
𝐼𝑎 = 399𝑡4 ��𝑏𝑡� �𝑆
− 0,328�3≤ 𝑡4 �115 �𝑏 𝑡� �
𝑆+ 5�
𝑛 = �0,582− �𝑏 𝑡� �4𝑆
� ≥ 13
S = faktor kelangsingan
= 1,28�𝐸𝑓∗
Tabel 2.4. Menentukan koefisien tekuk pelat (k)
Koefisien tekuk pelat (k)
bentuk pengaku tepi sederhana (140o ≥ θ ≥ 40o) bentuk pengaku tepi lainnya
d1/b ≤ 0,25 0,25 ≤ d1/b ≤ 0,8
3,57 �𝐼𝑠𝐼𝑎�𝑛
+ 0,43 ≤ 4 �4,82− 5𝑑1𝑏� �𝐼𝑠
𝐼𝑎�𝑛
+ 0,43 ≤ 4 3,57 �𝐼𝑠𝐼𝑎�𝑛
+ 0,43 ≤ 4
Universitas Sumatera Utara
Dimana : d1, d = dimensi pengaku aktual
a. Pengaku aktual dan efektif
Dimana : dse , ds = lebar efektif pengaku
b. Elemen efektif dan tegangan pada elemen efektif
Gambar 2.14. Elemen dengan pengaku tepi Lip biasa
Universitas Sumatera Utara
2.4 SAMBUNGAN SEKRUP
2.4.1 Umum
Sambungan sekrup adalah jenis sambungan yang paling banyak digunakan
pada rangka atap baja ringan. Peraturan AS 4600 mengenai sambungan sekrup
dapat diterapkan pada kasus dimana beban yang bekerja pada sambungan adalah
gaya geser dan tarik normal. Aturan ini tidak dapat diterapkan untuk kasus dimana
sambungan akan mengalami momen atau gaya kedua yang signifikan seperti
pembongkaran. Untuk kasus tersebut atau untuk mendapatkan kapasitas geser dan
tarik yang lebih akurat maka diperlukan tes.
Tes tersebut berguna apabila:
- Ketebalan dari baja ringan kekuatan tinggi G550 kurang dari 0.90 mm
- Rasio fu/fy adalah 1.0 untuk 0.40 mm sampai 1.08 untuk 0.90 mm
Dianjurkan minimal dua sekrup untuk menyambungkan komponen
individual. Sekrup dengan ulir halus baik digunakan untuk material tebal, dimana
beberapa ulir akan bekerja. Sebaliknya sekrup dengan ulir yang lebih kasar
biasanya bekerja lebih baik pada material yang lebih tipis, khususnya jika
ketebalan material berada diantara dua ulir.
Untuk sambungan pada baja dengan daktilitas rendah, fu harus diambil
lebih kecil dari 75% dari kuat tarik minimum sebesar 450 MPa. Pengurangan fu
Universitas Sumatera Utara
ini tidak berlaku jika penentuan kapasitas ditentukan dengan tes. Pengurangan ini
menyediakan faktor keamanan untuk mencegah kegagalan tarik. Untuk
memastikan daktilitas, sebaiknya leleh pada sambungan diizinkan walaupun tekuk
pada member harus terjadi sebelum sambungan gagal. Member yang lebih ringan
biasanya menghasilkan struktur yang lebih fleksibel, walaupun kuat namun
struktur ini akan melentur pada beban siklik seperti beban angin dimana struktur
yang lebih berat bisa tahan dan menyerapnya sehingga struktur tidak melentur.
Peraturan berlaku untuk sekrup dengan diameter nominal antara 3 mm
sampai 17 mm dikarenakan diameter sekrup tersebut yang digunakan pada saat
persamaan ditentukan.
Sekrup yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah jenis Self Drilling
Screw.
Gambar 2.15. Self-drilling screw
Universitas Sumatera Utara
Ukuran Diameter Nominal (df) in. mm
No. 0 0,060 1,52 No. 1 0,073 1,85 No. 2 0,086 2,18 No. 3 0,099 2,51 No. 4 0,122 2,84 No. 5 0,125 3,18 No. 6 0,138 3,51 No. 7 0,151 3,84 No. 8 0,164 4,17 No. 10 0,190 4,83 No. 12 0,216 5,49 No. 14 0,250 6,35
Tabel 2.5. Diameter Nominal Sekrup
2.4.2 Sambungan Sekrup Untuk Menahan Geser
Untuk memastikan distribusi beban yang merata pada sambungan ,sangatlah
penting untuk membatasi jarak antar sekrup, terutama untuk sekrup paling luar.
Spesifikasi AISI mengatur tentang hal ini,namun Rekomendasi Eropa ( ECCS
1983 ) menspesifikasikan sebagai berikut:
- Jika jarak antara dua sekrup paling luar kurang dari 15 df ,gaya akan
didistribusikan merata pada sekrup.
- Jika jarak antara dua sekrup paling jauh adalah 65 df ,gaya pada sambungan
harus dibatasi sebesar 75 % dari kekuatan desain.
- Untuk jarak antara 15 df dan 65 df interpolasi linear perlu dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Jarak minimum antar sekrup dan terhadap ujung profil
Jarak minimum antar sekrup ditentukan adalah 3 df (3 * diameter baut) dan
jarak minimum dari sekrup menuju ujung profil adalah 1,5 df
Gambar 2.16. Pembatasan jarak sekrup
Sambungan sekrup yang dibebani geser dapat gagal dalam satu atau
beberapa mode kegagalan. Mode tersebut adalah kegagalan geser sekrup, robekan
tepi, miring dan tercabutnya sekrup, dan kegagalan tumpu pada material yang
disambungkan. Miringnya sekrup diikuti oleh robeknya ulir pada lembaran yang
lebih bawah yang mengurangi kapasitas geser sambungan. Pada keadaan normal
kepala sekrup akan mengalami kontak dengan material yang lebih tipis.
Bagaimanapun ketika material yang disambungkan memiliki ketebalan yang sama
atau kepala sekrup berada pada material yang lebih tipis memiringnya baut perlu
diperhitungkan.
Universitas Sumatera Utara
Penting untuk menghitung kapasitas tumpu yang lebih rendah dari dua
member berdasarkan ketebalan dan kuat tariknya. Kuat tumpu pelat yang
mengalami kontak dengan sekrup ditentukan dengan persamaan :
Vb* = Φ Vb (2.39)
di mana :
Φ = faktor reduksi kekuatan
= 1.0 untuk pembebanan statik
= 0.5 untuk pembebanan siklik ( AISI )
Vb = kekuatan tumpu dari penampang dimana terdapat sekrup
Untuk t2/t1 ≤ 1
nilai Vb yang digunakan adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :
Tilting 𝑉𝑏 = 4,2��𝑡23 ∗ 𝑑𝑓� ∗ 𝑓𝑢2
bearing 𝑉𝑏 = 2,7 ∗ 𝑡1 ∗ 𝑑𝑓 ∗ 𝑓𝑢1
bearing 𝑉𝑏 = 2,7 ∗ 𝑡2 ∗ 𝑑𝑓 ∗ 𝑓𝑢2
dimana :
t1 = ketebalan material yang terhubung dengan kepala sekrup
t2 = ketebalan material yang tidak terhubung dengan kepala sekrup
Universitas Sumatera Utara
df = diameter sekrup
fu1 = kuat tarik material yang terhubung dengan kepala sekrup
fu2 = kuat tarik material yang tidak terhubung dengan kepala sekrup
Untuk t2/t1 ≥ 2,5
nilai Vb yang digunakan adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :
bearing 𝑉𝑏 = 2,7 ∗ 𝑡1 ∗ 𝑑𝑓 ∗ 𝑓𝑢1
bearing 𝑉𝑏 = 2,7 ∗ 𝑡2 ∗ 𝑑𝑓 ∗ 𝑓𝑢2
Untuk 1 < t2/t1 < 2.5
nilai Vb yang digunakan adalah berdasarkan interpolasi antara nilai minimum
semua persamaan yang dihitung.
Untuk mencegah kegagalan sambungan secara getas kapasitas desain untuk
geser harus 1.25 kali dari kapasitas desain tariks sekrup. Umumnya kapasitas
geser sekrup akan dihitung sebesar 0.6 kali kuat aksial baut. Kuat geser dari
pabrik tidak berlaku jika t2=1.6 mm dimana t2 adalah material paling tebal tidak
terhubung dengan kepala sekrup.
0,6 fus ≥ ΦVb ≥ Pu (2.42)
Dimana :
fus : Kuat tarik sekrup
Universitas Sumatera Utara
Pu : Gaya yang bekerja pada sambungan
2.4.3 Sambungan Sekrup Untuk Menahan Tarik
Pull out dan Pull Over (Pull Through), Standar diterapkan untuk kondisi
pembebanan statis. Untuk Pull Over, kuat tarik bisa dipengaruhi oleh pembebanan
berulang, seperti angin cyclone di Australia dan daerah berangin kuat di New
Zealand, seperti halnya region angin I,V dan VII tertera di NZS 4203. Spesifikasi
AISI memberikan panduan untuk hal ini, sedangkan Eurocode merekomendasikan
menggunakan faktor pembebanan siklik sebesar 0.5 untuk perhitungan kapasitas
desain statis.
Ketebalan washer termasuk yang terhubung dengan kepala sekrup minimum
1.3 mm . Diameter washer yang lebih besar dari 12.5 mm dapat digunakan.
Namun untuk persamaan yang digunakan diameter washer dibatasi sebesar 12.5
mm.
Kapasitas desain untuk sambungan dimana member tidak terhubung dengan
titik pengencang yang belum termasuk dalam kapasitas desain sambungan
tergantung pada tipe profil yang digunakan.
Untuk sekrup non-drilling diameter lubang pada lembaran yang terhubung
dengan kepala sekrup harus tidak melebihi rekomendasi AS B194. Gaya aksial
minimum untuk sekrup pada AS 3556 tidak berlaku jika t2 kurang dari 1.6 mm
,dimana t2 adalah ketebalan material yang tidak terhubung dengan kepala sekrup.
Universitas Sumatera Utara
Penarikan sekrup (pull-through)
Permasalahan ini diaplikasikan pada kasus dimana dua penampang yang
disambung terdapat pada area diamana sekrup dikencangkan. Kekuatan desain
tarik akibat sekrup dihitung dengan menggunakan persamaan :
Nt*≤ Φ Nt (2.43)
Dimana :
Φ = 0.5
Nt = kekuatan penampang terhadap tarik
Dimana Nt merupakan niali minimum dari kedua persamaan di bawah ini :
𝑁𝑜𝑢 = 0.85 × 𝑡2 × 𝑑𝑓 × 𝑓𝑢2 (2.44)
𝑁𝑜𝑣 = 1.5𝑡1 × 𝑑𝑤 × 𝑓𝑢1 (2.45)
Dimana dw diambil = diameter kepala baut, tetapi tidak lebih dari 12.5 mm
Kekuatan tarik sekrup
Kekuatan tarik sekrup = 1.25 Nt
Dimana nilai 𝑁𝑡 = 0.85 × 𝑡2 × 𝑑𝑓 × 𝑓𝑢2 (2.46)
Untuk mencegah kegagalan sambungan dalam kondisi getas, kapasitas
desain tarik sekrup harus 1.25 kali kapasitas desain untuk pull-out dan pull over.
Kapasitas tarik maksimum untuk sekrup self-drilling seperti diterangkan dalam
Universitas Sumatera Utara
AS 3556 diberikan dalam tabel 2.5. Nilai yang diberikan di tabel adalah untuk
sekrup saja bukan untuk sambungan. Ketebalan pelat penyambung baja akan
menentukan kekuatan sambungan.
ukuran Kuat tarik aksial maksimum (kN)
Type ASD Type BSD Type CSD
No. 6 4.35 4.35 5.33
No. 8 6.35 6.35 8.46
No. 10 7.5 8.6 10.01
No. 12 11.34 11.63 14.44
No. 14 14.95 16.15 18.9
Tabel 2.6. Kuat tarik aksial minimum untuk sekrup self-drilling
2.4.4 Kekuatan Tarik Elemen Pada bagian Sambungan
Kekuatan tarik dari area dimana terdapat suatu sistem sambungan adalah :
Nt*≤ ɸ Nt (2.47)
Dimana :
Nt* = kekuatan tarik (desain)
ɸ = factor reduksi kekuatan = 0.65
kekuatan tarik yang dibutuhkan (Nt) :
𝑁𝑡 = �1.0− 𝑟𝑓 + 2.5𝑟𝑓×𝑑𝑓𝑠𝑓
�𝑓𝑦 × 𝐴𝑛 ≤ 𝑓𝑢 × 𝐴𝑛 (2.48)
Universitas Sumatera Utara
di mana :
rf = rasio dari gaya yang disalurkan oleh sekrup pada luasan penampang yang
ditinjau dibagi dengan kekuatan tarik yang ada pada luasan penampang
tersebut. Jika nilai dari rf < 0, maka nilai rf diambil = 0
df = diameter sekrup
sf = jarak antar baut tegak lurus dengan garis gaya
An = luas bersih dari bagian sambungan
Universitas Sumatera Utara