chapter ii 32

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran PT. Inalum 2.1.1 Sejarah Inalum Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan – perundingan yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan Aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan penanaman modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co., Ltd) yang 50% sahamnya dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang. Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI mengeluarkan KEPPRES No.05/1976 tentang Pembinaan Badan Pembina Proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan. Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama peleburan Aluminium PT INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai “Impian yang menjadi kenyataan”. Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana produksi PT INALUM ke Jepang dan Indonesia menjadi salah satu pengekspor Aluminium batangan di dunia. 2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan Aluminium di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara beserta seluruh prasarana yang di perlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan, perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, dengan investasi yang keseluruhannya berjumlah ± 411 Milyar yen (US $ 920.476.000). Universitas Sumatera Utara

Upload: yudha-simbolon

Post on 16-Feb-2015

113 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

perancangan belt conveyor di inalum

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran PT. Inalum

2.1.1 Sejarah Inalum

Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan – perundingan

yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang

menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan

Aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan

penanaman modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama

Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co., Ltd) yang 50% sahamnya

dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang.

Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT

INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua

instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan

pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI

mengeluarkan KEPPRES No.05/1976 tentang Pembinaan Badan Pembina Proyek

Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan.

Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat

tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama peleburan Aluminium PT

INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai “Impian yang

menjadi kenyataan”. Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana

produksi PT INALUM ke Jepang dan Indonesia menjadi salah satu pengekspor

Aluminium batangan di dunia.

2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum

PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan

Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan Aluminium

di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara beserta seluruh

prasarana yang di perlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan,

perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, dengan investasi yang

keseluruhannya berjumlah ± 411 Milyar yen (US $ 920.476.000).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 32

2.1.3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Sungai Asahan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada

musim kemarau 60 m3/det dan pada musim hujan lebih dari 100 m3/det. PLTA di

Siguragura dan Tangga masing-masing digerakkan dengan potensi air terjun ini,

dengan kapasitas total :

Kapasitas terpasang : 603 MW

Output tetap : 426 MW

Output puncak : 513 MW

Tenaga listrik yang dihasilkan disalurkan ke pabrik peleburan aluminium di Kuala

Tanjung.

2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum

Di PT. Inalim Belt Conveyor (BC) merupakan sistem transportasi material

dengan menggunakan ban berjalan. Material yang dibawa belt conveyor adalah

serbuk alumina, coke dan hard pitch. Material tersebut dibawa oleh diatas ban

berjalan dari satu BC ke BC lainnya.

Belt Conveyor di PT. Inalum terdiri dari 4 bagian :

1. Belt conveyor alumina line (BC 101-BC 102-BC 103-BC 104)

Berfungsi mengangkut Fresh Alumina dari pelabuhan ke Alumina Silo (S-

101 A, S-101 B, S-101 C).

2. Belt conveyor hard pitch line (BC 111-BC 112-BC 113-BC 114)

Berfungsi mengangkut hard pitch dari pelabuhan sampai ke gudang

penyimpanan (hard pitch storage) dengan menggunakan ban berjalan.

3. Belt conveyor reacted alumina (BC 1-1, BC 1-2, BC 3, BC 4, BC 5 dan

BC 6)

Berfungsi mengangkut reacted alumina dari silo reacted alumina (1-B-1,

2-B-1, 3-B-1) menuju ke silo harian (day-bin) dengan sistem ban berjalan .

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 32

2.1.5 Produksi Aluminium Batangan

Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT INALUM

dibangun di atas areal seluas 200 HA berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei

Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.

Pabrik peleburan aluminium PT. INALUM terdiri dari :

a. Pabrik Anoda Karbon

Gedung karbon memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan

digunakan pada tungku-tungku reduksi dan terdiri dari 3 bagian yaitu, bagian

karbon mentah (Green plant), bagian pemanggang anoda (Baking plant), dan

bagian penangkaian (Rodding plant). Di bagian karbon mentah, bahan baku kokas

dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah,

kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda dengan 106 tungku panggang tipe

Riedhammer tertutup berada. Balok-balok anoda panggang, kemudian

dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai

elektroda pada tungku reduksi. Puntung balok anoda dari tungku reduksi

kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok-balok karbon

mentah.

b. Pabrik Reduksi

Unit terdiri dari tiga gedung yang masing-masing dipasang 170 tungku

type anoda prapanggang (Prebaked Anode Furnace) 170.000 amp, dengan lisensi

dari Sumitomo Aluminium Smelting Co., Ltd. Total kapasitas produksi adalah

225.000 ton aluminium per tahun dari 510 tungku terpasang. Pada tungku reduksi

bahan baku alumina (Al2O3) dilebur melalui balok-balok anoda karbon dengan

proses elektrolisa menjadi cairan aluminium.

c. Pabrik Pencetakan

Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan

setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungku-tungku penampung, dibentuk

menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (22,7

kg) dan merupakan produksi akhir PT INALUM yang dipasarkan di dalam dan ke

luar negeri. Disini terdapat 10 buah tungku penampung yang masing-masing

berkapasitas 30 ton dan 7 unit mesin pencetak ingot.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 32

2.1.6 Fasilitas lainnya

Di area peleburan dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan,

perawatan dan peralatan permesinan, kelistrikan dan kendaraan angkut dan

fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain :

1. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton)

2. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton)

3. CTP yard (5.400 ton)

Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)

2.2 Belt Conveyor

Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan muatan satuan (unit

load) maupun muatan curah (bulk load) sepanjang garis lurus atau sudut inkliinasi

terbatas. Belt conveyor secara intensif digunakan di setiap cabang industri. Pada

industri pengecoran digunakan untuk membawa dan mendistribusikan pasir cetak,

membawa bahan bakar di pembangkit daya, memindahkan bijih batubara pada

unit pertambangan batubara, di antara langkah processing pada industri makanan

dan sebagainya (Zainuri, 2006).

Dipilihnya belt conveyor sistem sebagai sarana transportasi material adalah

karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi

dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja.

Keuntungan penggunaan belt conveyor adalah :

1. Menurunkan biaya produksi saat memindahkan material

2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap

3. Membutuhkan sedikit ruang

4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material

5. Menurunkan polusi udara

Belt conveyor mempunyai kapasitas yang besar (500 sampai 5000 m3/ jam

atau lebih), kemampuan untuk memindahkan bahan dalam jarak (500 sampai 1000

meter atau lebih). Pemeliharaan dan operasi yang mudah telah menjadikan belt

conveyor secara luas digunakan sebagai mesin pemindah bahan.

Berdasarkan perencanaan, belt conveyor dapat dibedakan sebagai :

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 32

1. Stationary conveyor

2. Portable (mobile) conveyor

Berdasarkan lintasan gerak belt conveyor diklassifikasikan sebagai :

1. Horizontal

2. Inklinasi dan

3. Kombinasi horizontal-inklinasi

Gambar 2.1 Lintasan belt

Pada umumnya belt conveyor terdiri dari : kerangka (frame), dua buah

pulley yaitu pulley penggerak (driving pulley) pada head end dan pulley pembalik

( take-up pulley) pada tail end, sabuk lingkar (endless belt), Idler roller atas dan

Idler roller bawah, unit penggerak, cawan pengisi (feed hopper) yang dipasang di

atas conveyor, saluran buang (discharge spout), dan pembersih belt (belt cleaner)

yang biasanya dipasang dekat head pulley.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 32

Keterangan :

1. Frame 6. Lower pulley

2. Drive pulley 7. Drive unit

3. Take up pulley 8. Feed hopper

4. Endless belt 9. Discharge

5. Upper pulley 10. Cleaner

Gambar 2.2 Konstruksi belt conveyor

2.2.1 Komponen utama Belt Conveyor

Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat

dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Komponen belt conveyor

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 32

1. Belt

Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan

meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga

dapat bergerak dengan teratur.

2. Head pulley

Head pulley pada belt conveyor dapat juga dikatakan sebagai

pulley penggerak dari sistem BC. Pada head pulley dipasang sistem

penggerak untuk menggerakkan belt conveyor. Head pulley juga

dapat dikatakan sebagai titik dimana material akan dicurahkan

untuk dikirim ke BC selanjutnya.

Gambar 2.4 Head Pulley

3. Tail pulley

Merupakan pulley yang terletak pada daerah belakang dari sistem

conveyor. Dimana pulley ini merupakan tempat jatuhnya material

untuk dibawa ke bagian depan dari conveyor. Konstruksinya sama

dengan head pulley, namun tidak dilengkapi penggerak.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 32

4. Carrying roller

Merupakan roller pembawa karena terletak dibawah belt yang

membawa muatan. Berfungsi sebagai penumpu belt dan sebagai

landasan luncur yang dipasang dengan jarak tertentu agar belt tidak

meluncur ke bawah.

Gambar 2.5 carrying roller

5. Return roller

Merupakan roller balik atau roller penunjang belt pada daerah yang

tidak bermuatan yang dipasang pada bagian bawah fram.

Gambar 2.6 Return roller

6. Drive (penggerak)

Berfungsi untuk menggerakkan pulley pada BC. Sistem penggerak

ini biasanya terdiri dari motor listik , transmisi, dan rem.

7. Take-up pulley

Perangkat yang mengencangkan belt yang kendur dan memberikan

tegangan pada belt pada start awal.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 32

8. Snub pulley

Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan belt pada drive

pulley.

9. Chute/ hopper

Merupakan corong yang terletak diujung depan dan belakang

conveyor belt untuk memuat dan mencurahkan material.

10. Skirt rubber

Berfungsi sebagai penyekat agar material tidak tertumpah keluar

dari ban berjalan pada saat muat.

Gambar 2.7 Skirt Rubber

11. Chip cleaner

Berfungsi sebagai pembersih material yang terbawa oleh belt

conveyor setelah dicurahkan.

Gambar 2.8 chip cleaner

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 32

2.2.2 Sistem Kerja Belt Conveyor

Bahan dihisap oleh unloader dari kapal dan bahan akan jatuh ke

belt conveyor, kemudian belt conveyor akan mengirim bahan ke stasiun

penampungan. Belt diletakkan di atas pulley yang digerakkan oleh

motor penggerak. Pulley bergerak akibat adanya putaran yang

ditransmisikan oleh motor penggerak.

Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor

Belt conveyor mentransport material yang ada di atas belt, dimana

umpan atau inlet pada sisi tail dengan menggunakan chute dan setelah

sampai di head material ditumpahkan akibat belt berbalik arah.

2.2.3 Belt

Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan

meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat

bergerak dengan teratur.

Belt dapat dibuat dari :

1. Textile terdiri dari : camel hair, cotton (woven atau sewed), duck cotton,

dan rubberized textile belt

2. strip baja, dan atau

3. kawat baja (woven-mesh steel wire).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 32

Kekuatan belt conveyor bukan dilihat berdasarkan ketebalannya

melainkan pada jumlah lapisan penguat (ply) dan tegangan tarik per ply

(tensile strenght).

Ditinjau dari struktur lapisan penguatnya, belt conveyor dibagi dalam dua

jenis yaitu :

1. Fabric belt

Belt dengan penguat jenis fabric adalah belt dengan lapisan penguat

(ply) yang terbuat dari serat tekstil (serat buatan). Lapisan penguat

tersebut biasanya disebut Carcass. Carcass terbagi dalam beberapa

jenis, antara lain :

a. Nylon atau polymide (NN)

b. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen

c. Cotton

d. Vinylon fabric (VN)

e. Polyvinil (KN)

f. Aramide fiber

Fabric merupakan rajutan yang terdiri dari serat memanjang (WRAP)

dan serat pengisi dengan arah melintang (WEFT). Jenis rajutan yang

sering dipakai pada fabric belt adalah plain weave.

Gambar 2.10 Arah WEFT dan WRAP

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 32

Gambar 2.11 Struktur fabric belt

2. Steel cord

Steel cord adalah belt yang lapisan penguatnya terbuat dari serat baja

yang galvanizing. Tujuan galvanizing adalah untuk mencegah

terjadinya karat pada kawat akibat adanya rembesan air atau udara.

Steel cord belt biasanya digunakan pada conveyor yang membawa

beban berat. Pada belt jenis steel cord ini tidak terdapat lapisan

penguat (ply). Yang ada hanya batangan kawat sling yang dirajut

sedemikian rupa sehingga membentuk suatu anyaman kawat baja.

Berikut dapat dilihat konstruksi dari steel cord belt pada gambar

berikut di bawah ini

Gambar 2.12 Struktur steel cord belt

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 32

Belt conveyor terdiri dari beberapa bagian penting antara lain:

1. Cover rubber

Cover rubber adalah lapisan karet sintetis yang mempunyai

elastisitan tinggi dan tahan gesek. Cover rubber berfungsi untuk

melindungi lapisan penguat dari curahan, gesekan dan benturan material

pada saat loading (pemuatan) agar ply tidak sobek atau rusak. Alasan

penggunaan karet adalah untuk melindungi ply karena karet memiliki

elastisitas tinggi dan tahan gesek, namun karet tidak memiliki tegangan

tarik yang baik. Sedangkan lapisan ply tidak tahan terhadap gesekan dan

benturan namun memiliki tegangan tarik yang baik. Penentuan

pemakaian jenis Grade Cover Rubber adalah berdasarkan kondisi operasi

dan jenis material yang dibawa. Selain itu ada jenis cover rubber sintetis,

antara lain :

1. SBR : Styrene Butadiene Rubber, untuk membawa material panas

mulai dari temperatur 100 oC

2. ABR : Acrylonitrile Butadiene Rubber, untuk membawa material

yang mengandung minyak dan bahan kimia (oil resistant)

3. NEOPRENE : dipakai pada tambang bawah tanah (flame/Fire

Resistant conveyor Belting)

Cover rubber terdiri atas dua bagian, yaitu :

a. Top cover

Top cover adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan

material. Top cover biasanya disebut Carry cover (lapisan pembawa).

Top cover selalu menghadap keatas dan lebih tebal daripada bottom

cover. Pada operasi normal, top cover akan lebih cepat rusak daripada

bottom cover karena top cover langsung mengalami benturan dan

gesekan pada saat material dimuat. Tebal dari top cover adalah 1 mm

s/d 8 mm untuk Fabric belt dan 5 mm s/d 18 mm untuk Steel cord belt.

b. Bottom Cover

Bottom cover adalah karet lapisan bawah yang berhadapan langsung

dengan pully dan roller pembalik (Return Roller). Bottom cover sering

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 32

juga disebut dengan pully cover. Pada umumnya bottom cover lebih

tipis dari pada top cover, karena bottom cover tidak bersentuhan

langsung dengan material. Tebal Bottom cover adalah 1 mm s/d 4 mm

untuk fabric belt dan 2 mm s/d 8 mm untuk steel cord belt.

2. Tie rubber

Tie Rubber adalah lapisan karet diantara ply. Tie rubber juga sering

disebut Tie gum atau Skim rubber. Tie rubber berfungsi untuk

melekatkan ply satu dengan yang lainnya pada fabric belt, dan

melekatkan sling baja dengan cover rubber pada steel cord belt.

Tebal tie rubber adalah :

Untuk fabric belt 0.5 mm s/d 1 mm dan

Untuk steel cord belt 2 mm.

Tie rubber tidak tahan benturan dan gesekan. Spesifikasi tie rubber

yang umum digunakan untuk belt conveyor adalah sebagai berikut:

Tensile strange : 250 Kg/m2

Elongation : 500%

Abrasion : 110 m3

3. Reinforcement – lapisan penguat (ply)

Reinforcement adalah lapisan penguat untuk belt conveyor itu

sendiri. Kekuatan atau tegangan pada belt tergantung lapisan penguat

yang dipakai. Pada umumnya lapisan penguat terbuat dari serat (carccas)

dan sling baja (steel cord).

Lapisan penguat untuk fabric belt terdiri dari beberapa macam jenis,

yaitu :

1. Nylon atau polyamide (NN)

2. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen

3. Cotton

4. Vinylon fabric (VN)

5. Polyvinil (KN)

6. Aramide fiber

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 32

Sedangkan untuk steel cord belt lapisan penguatnya hanya terdiri

dari satu jenis saja, yaitu kawat sling baja. Disamping jenis lapisan

penguat yang telah disebut di atas, terdapat juga konstruksi khusus yang

dirancang untuk melindungi lapisan penguat dari sobek yang memanjang.

Lapisan ini disebut dengan Rip Guard.

Ada beberapa konstruksi dari Rip Guard, yaitu :

1. Belt fabric dengan carcass di dalam top cover yang disusun

melintang

2. Nylon cord yang disusun melintang pada top cover

3. Nylon cord yang disusun melintang pada top dan bottom cover

Gambar 2.13 Lapisan belt

2.2.4 Kekuatan Belt

2.2.4.1 Kekuatan Tarik Belt (Tensile strength)

Tensile strength adalah kekuatan tegangan tarik suatu belt conveyor

yang dinyatakan dalam Kg/cm/ply. Kekuatan tarik suatu belt tergantung

dari jumlah ply yang di gunakan. Contoh pembacaan tegangan tarik pada

sebuah belt :

1. NN-50 x 4 P (fabric)

NN-50 = kekuatan per ply jenis Nylon tersebut adalah 50Kg/cm/ply.

Total kekuatan tarik pada belt tersebut adalah 50Kg/cm/ply x 4 ply =

200Kg/cm

Top cover

Canvas / ply

Bottom Cover

Molded Edge

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 32

2. EP-500 / 4 (fabric)

Adalah kekuatan tarik total per ply jenis polyester / polyamide.

Sehinga kekuatan tarik per ply adalah : 500Kg/cm : 4 ply = 125

Kg/cm/ply

3. 4-EP 125

Angka 4 menunjukan jumlah ply, sedangkan angka 125 menyatakan

tegangan tarik dalam Kg/cm/ply. Jadi total dari tegangan tarik adalah

4 x 125 = 500 Kg/cm.

4. Selain itu untuk steel cord contoh pembacaan tegangan tarik adalah

ST-2500. Yang artinya Tensile strength = 2500 Kg/cm. pada steel

cord tidak terdapat ply, yang dipakai adalah unit sling baja.

Besarnya tarikan belt pada tiap titik dapat dihitung dengan rumus (Zainuri,

2006):

Titik 1 (S1) = belt meninggalkan pulley pengerak

Titik 2 (S2) = S1 + W1,2 (belt mendekati tail pulley)

Titik 3 (S3) = 1.07 × S2 (belt meninggalkan tail pulley)

Titik 4 (S4) = S3 + W3,4 + Wpl (belt mendekati pulley pengerak)

Dari hukum Euler, belt tidak akan slip pada pulley jika :

St ≤ Ssl eμα

St adalah tegangan keras

Ssl adalah tegangan kendor

e adalah bilangan logaritma dasar, e ≈ 2.718

α adalah sudut sentuh belt pada pulley = 210 o, radian ( 1rad ≈ 57.3 o)

2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt

Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor harus

diusahakan sejelas mungkin. Karena pembacaan yang tidak jelas akan

mengakibatkan kesalahan dalam pemakaian jenis belt conveyor dan akan

memberikan data yang tidak akurat, baik untuk penggantian belt baru

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 32

maupun penyambungan. Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt

conveyor yang benar adalah :

1. Pembacaan spesifikasi fabric belt

Spesifikasi Fabric Belt 200 m RMA-2 NN-150 900 x 4P x 6 x 2 mm

Pembacaan 200 m : panjang belt

RMA-2 : Grade cover rubber

NN-150 : Tensile Strength 150 Kg/cm/ply

900 : Lebar belt

4P : jumlah ply = 4

6 mm : tebal top cover = 6

2 mm : tebal bottom cover = 2

2. Pembacaan spesifikasi steel cord

Spesifikasi steel cord 1000 m DIN-M ST-3150 1600 x DIA. 7 x 101 x 12 x

6 mm

Pembacaan 1000 m : Penjang belt = 1000 m

DIN-M : Grade cover Rubber

ST-3150 : Tensile strength = 3150 Kg/cm

1600 : Lebar belt = 1600 mm

DIA. 7 : Diameter kawat sling = 7 mm/Pcs

101 Pcs : Terdapat 101 buah sling berjejer selebar belt disusun dengan jarak

titk sumbu (pitch) yang sama

12 mm : tebal top cover = 12 mm

6 mm : tebal bottom cover = 6 mm

2.2.4.3 Penentuan jumlah ply

Pemikiran awam untuk menghadapi masalah belt yang sering putus

adalah dengan menambah jumlah ply, tanpa mempertimbangkan stress yang

akan terjadi pada saat belt berjalan melewati pully (pada titik momen) yang

akan berakibat fatal. Disamping factor stress, belt akan berjalan

mengambang tidak duduk dengan baik diatas roller. Karena dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 32

penambahan jumlah ply, maka akan menambah kekakuan belt secara

keseluruhan. Jumlah minimum ply ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Kapasitas

2. Lebar belt conveyor

3. Jenis carccas

4. Diameter pully

Jumlah ply yang banyak mengharuskan pemakaian diameter pully

yang besar untuk menjaga fleksibilitas belt conveyor. Hubungan antara

jenis carccas dan jumlah ply dengan diameter pulley yang di sarankan dapat

dilihat di bawah ini :

Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan jumlah ply

2.2.4.4 Nilai mulur (Elongation)

Belt conveyor akan mengalami mulur sewaktu beroperasi sebagai

akibat dari sifat serat dan stress yang dialaminya. Mulur adalah

pertambahan panjang belt dari panjang semula. Dalam pemilihan jenis

reinforcement, yang harus di perhatikan adalah jumlah kemuluran yang

akan terjadi pada waktu belt beroperasi beberapa saat. Nilai mulur dapat di

pakai sebagai pedoman dalam menentukan posisi take-up (counter weight),

agar posisi counter weight tidak menyentuh tanah dalam waktu singkat.

Pemilihan nilai mulur yang tidak tepat dapat menyebabkan penyambungan

berulang-ulang karena counter weight menyentuh tanah, sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 32

menyebabkan jadwal produksi menjadi terganggu. Besar nilai mulur pada

belt dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan nilai mulur belt conveyor

Belt type Take-Up

(%)

c-c Elongation Distance Elastic

Permanent

Steel cord (ST)

Nylon fabric (NN)

Vynylon fabric (VN)

Polyester fabric (EP)

0.1 – 0.2

1.5 – 2.5

0.7 – 1.1

1.0 – 1.5

0.03 – 0.06

0.30 – 0.60

0.20 – 0.30

0.20 – 0.50

0.08 – 0.13

1.30 – 1.80

0.50 – 0.80

0.50 – 1.00

Pada tabel diatas diperlihatkan perbandingan nilai mulur dari berbagai

jenis reinforcement yang umumnya dipakai dalam belt conveyor. Nilai

mulur dinyatakan dalam % dari jarak center – to – center conveyor (pully

depan ke pully belakang). Nilai mulur elastic adalah nilai mulur yang akan

terjadi pada saat belt start atau beroperasi. Disamping itu juga belt

mengalami mulur permanent. Perhitungan mulur dari sebuah belt conveyor

dapat dihitung sebagai berikut:

Nilai mulur belt = L(c-to-c) x M(max)/ 100 ……………………………….(lit. 7)

Dimana : L = panjang belt

M = nilai mulur permanen

2.3 Manajemen Pemeliharaan

2.3.1 Manajemen

Kata manajemen berasal dari bahasa prancis kuno ménagement, yang

memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur (Wikipedia, 2009). Menurut

Robbins, et all, (2007) mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses

perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumber daya

untuk mencapai sasaran (goals) secara efektief dan efisien. Efektif berarti bahwa

tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanbataan, sementara efisien berarti

bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorginisir, dan sesuai dengan

jadwal.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 32

2.3.1.1 Defenisi manajemen

Manajemen berasal dari kata kerja To Manage berarti control. Dalam

bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani atau mengelola.

Selanjutnya kata benda manajemen atau management dapat mempunyai berbagai

arti. (Herujito, Y.M, 2001).

Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara

universal. Mary Parker follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni

menyelesaikan pekerjan melalui orang lain. Dalam Encylopedia of the Social

Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana

pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.

Manajemen menurut Pamela, S. Lewis, et all, (2004) dalam bukunya

“management: challenges For tomorrow’s Leaders”, yaitu:

“management is the process of administering and coordinating resources

effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of organitation ”

Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya agar

dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan

tersebut.

2.3.1.2 Fungsi manajemen

Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa

fungsi. Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai

jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga

membentuk suatu kesatuan administratif (Herujito, Y.M, 2001).

Untuk mencapai tujuannya organisasi memerlukan dukungan manajemen

dengan fungsinya sesuai kebutuhan. Kegiatan fungsi-fungsi manajemen

diperjelas secara ringkas, yaitu (Amsyah, Zulkifli, 2005):

1. Perencanaan (planning) adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan

penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaanuntuk

mencapai tujuan tersebut,

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 32

2. Pengorganisasian (organizing) adalah yang berkaitan dengan pengelompokan

personel dan tugasnya untuk menjalankan pekerjaan sesuai tugas dan

misinya,

3. Pengaturan personel (staffing) adalah yang berkaitan dengan bimbingan dan

pengaturan kerja personel. Unit masing-masing manajemen sampai pada

kegiatan, seperti seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan

kompensasi, sebagai bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi

dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM),

4. Pengarahan (directing) adalah yang berkaitan dengan kegiatan melakukan

pengarahan-pengarahan, tugas-tugas, dan konstruksi,

5. Pengawasan (controlling) kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk

menentukan apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan

perencanaan, sudah sampai sejauh mana kemjuan yang dicapai, dan

perencanaanyang belum mencapai kemajuan, serta melakukan koreksi bagi

pelaksanaan yang belum terselasaikan.

2.3.2 Pemeliharaan (maintenance)

2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan

Pemeliharaan Mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan

antara Bagian Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Karena Bagian Pemeliharaan

dianggap yang memboroskan biaya, sedang Bagian Produksi merasa yang

merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, Ardhi, 2008). Pada

umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak

mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan

perbaikan yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder A, 1992). Oleh karena itu,

sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan

dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Kata pemeliharaan diambil dari bahasa yunani terein artinya merawat,

menjaga, dan memelihara. Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai

tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau

memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder A, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II 32

Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih jelas adalah tindakan merawat mesin atau

peralatan pabrik dengan memperbaharui umur masa pakai dan

kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan, F.D, 2008).

Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya

“operations Management” pemeliharaan adalah:

“all activities involved in keeping a system’s equipment in working

order”

Segala aktivitas yang didalamnya adalah untuk menjaga sebuah sistem

peralatan agar pekerjaan dapat sesuai dengan pesanan.

Menurut Sehwarat, M.S dan Narang, J.S, (2001) dalam bukunya

“Production Management”, pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan

yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang

ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan

kualitas).

Menurut Assauri, Sofyan. (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk

memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan

perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya

terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang

direncanakan.

Sedangkan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004), Pemeliharaan

merupakan semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat

melaksanakan pesanan pekerjaan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan

perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan efektif dan efisien sesuai

dengan pesanan yang telah direncanakan atau ditentukan oleh perusahaan dengan

hasil produksi yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II 32

2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan

Dengan adanya kegiatan pemeliharaan ini maka fasilitas atau peralatan

perusahaan dapat dipergunakan untuk kegiatan produksi sesuai dengan rencana,

dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan perusahaan tersebut

dipergunakan selama proses produksi. Oleh karena itu, Suatu kalimat yang perlu

diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian lainnya bagi suatu pabrik adalah

pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan perbaikan (repair) mahal.

(Setiawan, F.D, 2008).

Menurut Daryus, Asyari, (2008) dalam bukunya manajemen

pemeliharaan mesin Tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan sebagai

berikut:

1. Untuk memperpanjang kegunaan asset,

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin,

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan

dalam keadaan darurat setiap waktu,

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Menurut Assauri, Sofyan, (2004) tujuan pemeliharaan yaitu:

1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana

produksi,

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang

dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak

terganggu,

3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar

batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut,

4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan

melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien,

5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan

para pekerja,

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II 32

6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya

dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan

yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan

total biaya yang terendah.

Sedangkan menurut Higgins, L.R and Mobley, R.Keith, (2002) dalam

bukunya Maintenance Engineering Handbook menjelaskan adapun tujuan dari

dilakukannya pemeliharaan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menjamin tersedianya peralatan atau mesin dalam kondisi yang mampu

memberikan keuntungan,

2. Menjamin kesiapan peralatan cadangan dalam situasi darurat, misalnya sistem

pemadam kebakaran, pembangkit listrik, dan sebagainya,

3. Menjamin keselamatan manusia yang menggunakan peralatan,

4. Memperpanjang masa pakai peralatan atau paling tidak menjaga agar masa

pakai peralatan tersebut tidak kurang dari masa pakai yang telah dijamin oleh

pembuat peralatan tersebut.

2.3.2.3 Fungsi pemeliharaan

Menurut pendapat Ahyari, Agus, (2002) fungsi pemeliharaan

adalah agar dapat memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan

produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut

selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi.

Keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik

terhadap mesin, adalah sebagai berikut (Ahyari, Agus, 2002):

a. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang

bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang,

b. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan

berjalan dengan lancar,

c. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin

terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan

peralatan produksi selama proses produksi berjalan,

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II 32

d. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka

proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik

pula,

e. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan

produksi yang digunakan,

f. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka

penyerapan bahan baku dapat berjalan normal,

g. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi

dalam perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang

ada semakin baik.

2.3.2.4 Kegiatan-kegiatan pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon,

Manahan. P, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:

1. Inspeksi (inspection)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara

berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan

selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin

kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera

diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil

inspeksi, dan berusaha untuk mencegah penyebab timbulnya kerusakan dengan

melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.

2. Kegiatan teknik (Engineering)

Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,

dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta

melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.

Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-

perubahan dan perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas

atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan

terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau

diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II 32

3. Kegiatan produksi (Production)

Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu

memperbaiki dan meresparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik,

melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan

inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan perminyakan

(lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-

usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.

4. Kegiatan administrasi (Clerical Work)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan

pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan

kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan

kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan . waktu

dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut,

komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi, dalam

pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana

kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, diminyaki atau di service dan di

resparasi.

5. Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)

Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung

tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.

2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan

Menurut Daryus, Asyari, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan

mesin membagi pemeliharaan menjadi:

1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk

mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk

pencegahan. Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk inspeksi, perbaikan

kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama

beroperasi terhindar dari kerusakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II 32

2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan sehingga

mencapai standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan

peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau

modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik,

3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)

Pemeliharaan ini dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan

bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus

beroperasi terus dalam melayani proses produksi,

4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)

Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan

atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya

pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat

monitor yang canggih,

5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)

Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada

peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat dan

tenaga kerjanya,

6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)

Pemeliharan ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera dilakukan

karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.

7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)

Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama

mesin tersebut berhenti beroperasi,

8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)

Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau

terus-menerus,

9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk

menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model kegagalan

yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II 32

2.3.2.6 Klasifikasi pemeliharaan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan

dikategorikan dalam dua cara, yaitu (Corder A, 1992):

1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)

Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara

terorginir untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang,

pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan

sebelumnya. (Corder A, 1992).

Menurut Corder A, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua

aktivitas utama yaitu:

a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi

periodik untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti

atau berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk

menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke

kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan diri kondisi

abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian.

(Setiawan, F.D, 2008).

Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya

“Operations Management”, preventive maintenance adalah:

“A plan that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good

repair to prevent failure”

Sebuah perencanaan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan

menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di

masa yang akan datang. Pekerjaan dasar pada perawatan preventive adalah:

inspeksi, pelumasan, perencanaan dan penjadwalan, pencatatan dan analisis,

latihan bagi tenaga pemeliharaan, serta penyimpanan suku cadang. sehingga

peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan dapat

terpenuhi pengunaannya. (Daryus A, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II 32

Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability,

maintenance, and reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan

pencegahan (preventive maintenance) yaitu:

1) Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk

dapat dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan

karakteristik lain untuk standar yang pasti,

2) Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi

untuk material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti,

3) Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan

pemakaian dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik,

4) Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel

tertentu untuk mencapai kinerja yang optimal,

5) Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan

seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan

yang baru,

6) Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu

pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang

ditentukan,

7) Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen

variabel untuk mencapai kinerja yang optimal.

b. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah

pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan

untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah

terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A, 1992).

Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek,

yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana.

Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, 2001 pemeliharaan korektif

(Corrective Maintenance) adalah:

“Remedial maintenance that occurs when equipment fails and must be repaired on

an emergency or priority basis”

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II 32

Pemeliharaan ulang yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus

segera diperbaiki karena keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas

utama.

Menurut Prawirosentono, Suyadi, (2001) pemeliharaan korektif

(Corrective Maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya

hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik

mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. .

Oleh karena itu, Dalam pelaksanaan pemeliharaan antara terencana yang

harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan,

sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam

perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang

efektif, dan estimasi pekerjaan. (Daryus, Asyari, 2007).

2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)

Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang

didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan

untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar

pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder A, 1992).

Pada umumnya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana,

dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga

akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya

perbaikan atau pemeliharaan.

Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir proses suatu perusahaan

untuk sistem pemeliharaan dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II 32

Gambar 2.15 Diagram alir pemeliharaan

(Sumber: Corder, Anthony, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga)

2.3.3 Kegiatan Inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor

Selama interval umur equipment bagian-bagian pada belt conveyor yang

telah ditentukan, maka inspeksi-inspeksi pada bagian-bagian tersebut dilakukan

secara berkala, yaitu :

1. Inspeksi harian (daily Inspection)

Salah satu pekerjaan yang dilakukan dalam inspeksi harian ini adalah :

a. Pengecekan pada sistem transmisi yaitu pelumasannya

b. Pengecekan pada bagian roller yaitu putaran roller dan suara yang

abnormal

c. Pengecekan pada conveyor belt yaitu cek kelurusan conveyor belt

pada saat operasi

2. Inspeksi bulanan (monthly inspection)

Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi bulanan ini adalah:

a. Pengecekan driver unit yaitu pemeriksaan getaran, arus dan

tegangan

b. Pengecekan pully yaitu periksa suara dan temperatur pada pully

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II 32

c. Pengecekan conveyor belt yaitu cek fisik conveyor belt (kondisi

sambungan)

d. Pengecekan skrit rubber yaitu cek keausan

e. Pengecekan pembersih (cleaner) yaitu periksa jarak antara cleaner

dengan head pully

f. Pengecekan umum yaitu periksa semua baut pengikat

3. Inspeksi tahunan (yearly inspection)

Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi tahunan ini adalah:

a. Pengecekan conveyor belt yaitu cek kekerasan conveyor belt

b. Penggantian skrit rubber

2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya

Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan

sumber daya berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku,

tenaga kerja, mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan

efektif dan efisien. pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan

pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.

Menurut Mulyadi, (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari

barang yang diproduksi terdiri dari:

a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan),

b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung),

c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).

Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah

bagaimana menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk

pencegahan maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya

akan mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer

produksi harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang

ditimbulkan sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan tentang

pemeliharaan. Dibawah ini diperlihatkan hubungan biaya pemeliharaan

pencegahan (preventive maintenance) dan breakdown dengan total biaya.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II 32

(a)

(b)

Gambar 2.16 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance dengan biaya. (a) Traditional View of Maintenance, (b) Full Cost View of

Maintenance (Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, (2001), Operation Management,

Prentice Hall, sixt Edition)

Gambar diatas menunjukkan hubungan tradisional antara pemeliharaan

pencegahan (preventive maintenance) dengan pemeliharaan breakdown

(breakdown maintenance) yang menjelaskan bahwa manejer operasi harus bisa

mempertimbangkan keseimbangan antara kedua biaya. Di satu pihak, dengan

menempatkan sumber daya pada kegiatan pemeliharaan pencegahan akan

mengurangi jumlah kemacetan. Sama halnya dengan mengurangi pemeliharaan

breakdown biaya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya

pemeliharaan pencegahan. Di waktu yang sama kurva total biaya akan menaik.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II 32

2.3.5 Analisa kebijakan Pemeliharaan

Dengan demikian metode yang digunakan untuk memelihara mesin

dalam perusahaan adalah metode probabilitas untuk menganalisa biaya. Menurut

Handoko, T.Hani, (1999) Langkah-langkah perhitungan biaya pemeliharaan

adalah:

1. Menghitung rata-rata umur mesin sebelum rusak atau rata-rata mesin hidup

dengan cara:

Rata-rata mesin hidup = ∑ (bulan sampai terjadinya kerusakan setelah

perbaikan X probabilitas terjadinya kerusakan)

2. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan

pemeliharaan breakdown:

TC = MTBF

NCR .

Keterangan:

TC = biaya bulanan total kebijakan Breakdown (Rp)

Cr = biaya perbaikan mesin (Rp)

N = jumlah mesin

MTBF = jumlah bulan yang diperkirakan antara kerusakan.

3. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan

pemeliharaan preventive:

Untuk menentukan biaya pemeliharaan preventive meliputi pemeliharaan

setiap satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya, harus dihitung

perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam suatu periode.

Rumusnya adalah:

Bn = N + B(n-1)P1 + B(n-2)P2 + B(n-3)P3 + B1P(n-1)

Keterangan:

Bn = perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam n bulan,

N = jumlah Mesin,

Pn = Probabilitas mesin rusak dalam periode n

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II 32

2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan

Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis

untuk perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan

pemeliharaan dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik

digabungkan dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah

masalah-masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan;

menghasilkan aset hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya

operasi yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi.

Menurut Margono, (2006) metode manajemen pemeliharaan di lihat dari

beberapa hal sebagai berikut:

1. Permohonan pemeliharaan,

Sebagai persyaratan untuk perencanaan fungsi pemeliharaan, karena

perlu utuk mengetahui secara tepat tentang apa yang harus di kerjakan, apa yang

sedang di kerjakan dan berapa lama setiap bertugas/pekerjaan tersebut di kerjakan.

Permintaan dari pengawas bagian produksi untuk pelayanan yang dilakukan oleh

petugas-petugas pemeliharaan harus mendapat prioritas prhatian meskipun dalam

pengalaman menunjukkan bahwa hampir seluruh pekerjaan pemeliharaan dapat di

rencanakan sebelumnya, dalam jangka pendek dan kenyataan bahwa prioritas

utama jauh lebih kecil dari yang di perkirakan.

2. Permintaan pemeliharaan atau perbaikan,

Permintaan pemeliharaan atau perbaikan atas pekerjaan yang salah satu

atau kerusakan atau cacat yang memang perlu di perbaiki. Setelah pekerjaan di

selesaikan, kita harus mencari keterangan atau alasan tentan sebab-sebab

terjadinya kerusakan, terutama penting apabila terjadinya pemeliharaan darurat

serta uraian singkat tapi jelas mengenai tindakan yang telah dilaksanakan.

3. Kartu permintaan pemeliharaan atau perbaikan.

Dalam kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dimuat seluruh

informasi/keterangan yang dibutuhkan seperti misalnya jenis pekerja yang

diperlukan, dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Pekerja berorganisasi kepada tugas yang diberikan dan kartu permintaan

pemeliharaan tersebut juga berorganisasi kepada tugas tersebut. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II 32

merupakan suatu perbedaan yang pokok antara penggunaan kartu permintaan

pemeliharaan/perbaikan dengan penggunaan kartu waktu dimana masalahnya

hanya pada berorganisasi kepada para petugas pemeliharaan.

Menurut Mobley, R.Keith, (2002) ada beberapa metode manajemen

pemeliharaan antara lain Yaitu:

1. Run-to-failure management,

Run-to-failure management adalah manajemen teknik pengaktifan

kembali yang menunggu mesin atau peralatan rusak sebelum diambil tindakan

pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah “nomaintenance”. Metode ini

merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal. Metode reaktif ini

memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk mempertahankan

persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh komponen utama

peralatan penting pabrik.

2. Preventive Maintenance

ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program

manajemen pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu.

Dengan kata lain tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam

operasi. Dalam manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin

dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF).

Dapat dilihat siklus MTTF dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II 32

Gambar 2.17 kurva bak mandi

3. Predictive Maintenance

Seperti pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif memiliki banyak

defenisi. Untuk sebagian pekerja, pemeliharaan prediktif adalah pemantauan

getaran mesin dalam upaya untuk mendeteksi masalah baru dan untuk mencegah

kerusakan fatal.

Pemeliharaan prediktif adalah menggerakkan kondisi program

pemeliharaan preventif. Untuk jadwal kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan

prediktif menggunakan pengawasan langsung terhadap kondisi mekanik, efisiensi

system, dan indicator lainnya untuk menentukan rata-rata waktu actual sampai

rusak atau hilangnya efisiensi untuk setiap mesin dan system di pabrik.

Penambahan program pemeliharaan prediktif yang komprehensif dapat dan akan

menyediakan data factual pada kondisi mekanik actual dari setiap mesin dan

efisiensi operasional setiap sistem proses.

4. Metode peningkatan pemeliharaan lainnya

Selama 10 tahun terakhir, berbagai metode manajemen, seperti

pemeliharaan produktif total (TPM) dan kehandalan yang berpusat pada

pemeliharaan (RCM), telah dilembangkan dan disebut-sebut sebagai obat mujarab

untuk pemeliharaan yang tidak efektif. Banyak pabrik domestik menggunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II 32

salah satu dari metode cepat, memperbaiki dalam upaya untuk mengimbangi

kekurangan pemeliharaan yang dirasakan.

a. Total Productive Maintenance

Pemeliharaan ini disebut-sebut sebagai pendekatan jepang untuk

manajemen perawatan yang efektif, konsep ini di kembangkan oleh Deming di

akhir 1950-an. TPM bukan program manajemen pemeliharaan. Sebagian besar

kegiatan terkait dengan pendekatan manajemen jepang diarahkan pada fungsi

produksi dan menganggap pemeliharaan akan memberikan tugas-tugas dasar yang

diperlukan untuk mempertahankan aset produksi kritis. Semua manfaat di ukur

dari TPM yang di kemas dalam hal kapasitas, kualitas produk, dan total biaya

produksi.

b. Reliability-Centered Maintenance

Dalil dasar RCM adalah bahwa semua mesin harus gagal dan memiliki umur yang

terbatas, tetapi asumsi ini tidak berlaku, jika mesin dan sistem pabrik dirancang

baik, dipasang, dioperasikan, dan dipelihara.

2.5 Metode Penyambungan belt

Belt conveyor adalah salah satu komponen dari belt conveyor sistem yang

berfungsi untuk membawa material dan meneruskan gaya putar. Di pilihnya belt

conveyor system sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk

meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan

optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan dari penggunaan

belt conveyor adalah:

1. Menurunkan biaya produksi pada saat memindahkan material

2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap

sesuai dengan keinginan

3. Membutuhkan sedikit ruang

4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material

5. Menurunkan polusi udara

Oleh karena belt adalah merupakan salah satu komponen utama, maka

sangat diperlukan perawatan khusus pada bagian tersebut. Salah satunya adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II 32

bagaimana cara melakukan penyambungan belt jika terjadi kerusakan pada saat

operasi/ produksi sedang berlangsung.

2.5.1 Jenis Penyambungan Belt

Penyambungan belt conveyor adalah proses menyatukan dua sisi belt,

sehingga belt dapat digunakan sebagai alat tranportasi produk. Pada

penyambungan belt conveyor terdapat dua jenis (Metode) penyambungan, yaitu :

a. Penyambungan mekanis (Mechanical Joint)

Penyambungan mekanis adalah penyambungan yang terdiri dari bahan

baja berbentuk engsel untuk menghubungkan kedua bagian belt.

Penyambungan ini digunakan hanya dalam keadaan darurat saja. Pada

saat belt tiba-tiba putus saat beroperasi dan perusahan dalam keadaan

kejar produksi(Shipping). Karena penyambungan mekanis ini sifatnya

hanya sementara.

Keuntungan dari mechanical joint :

1. Cepat dalam penyambungan

2. Investasi awal sedikit, karena hanya perlu tool portable

3. Pergeseran take up sedikit karena panjang belt berkurang

sedikit

Kerugian dari mechanical joint :

1. Kekuatannya berkurang

2. Pada ujung potongan terbuka. Sehingga carccas lembab dan

dapat merusak carccas

3. Permukaan sambungan biasanya tidak rata sehingga belt

cleaner tidak berfungsi efektif

4. Material halus dapat lolos ke bawah melalui celah sambungan

5. Untuk material yang panas, splice dapat merambatkan panas ke

carccas, sehingga carccas rapuh setempat

Cara penyambungan mechanical joint adalah ; belt ditempatkan

berhadapan dengan potongan lurus yang tegak lurus terhadap garis

tenah belt, selanjutnya dilakukan pelubangan belt untuk memasang bolt

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter II 32

splice dan terakhir dilakukan pemasangan aligator / mechanical splice

dengan menggunakan bolt.

b. Penyambungan tak berujung (Endles splicing)

Penyambungan tak berujung adalah penyambungan yang dilakukan

dengan menyatukan/melekatkan lapisan penguat dengan proses

vulkanisasi. Hasil dari penyambungan ini tidak menonjol melebihi

permukaan belt conveyor. Apabila proses penyambungan dilakukan

dengan sempurna maka hasil penyambungan tidak akan terlihat.

Keuntungan yang didapat dari dari penyambungan tak berujung ini,

antara lain :

1. Menghemat belt

2. Tidak terdapat material yang tertumpah, sehingga kapasitas produksi

tidak berkurang.

Penyambungan yang sering digunakan adalah penyambungan tak

berujung, hal ini dikarenakan penyambungan ini memiliki keunggulan

sebagai berikut:

3. Tidak merusak pully dan roller

4. Tidak merusak system screape

Penyambungan tak berujung ini mempunyai dua jenis penyambungan,

yaitu:

5. Penyambungan panas (Hot splicing)

Penyambungan panas adalah proses penyambungan belt conveyor

dengan proses vulkanisasi pada prosesnya menggunakan alat

pemanas yang disebut heating solution.

6. Penyambungan dingin (cold Splicing)

Penyambungan dengan sistim dingin adalah proses penyambungan

belt conveyor yang proses vulkanisasinya dengan cara kimiawi.

Yaitu dengan menggunakan lem yang menyatu dengan karet.

Penyambungan sistem dingin dan sistem panas adalah penyambungan

yang mengalami proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses konversi bentuk

karet dari bentuk plastis menjadi elastis karena reaksi kimia.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter II 32

Vulkanisasi akan terjadi apabila ada :

1. Kimia, yaitu Sulfur dan Accelelator

2. Temperatur

3. Tekanan

Pada Vulkanisasi panas

1. Kimia : Terdapat didalam karet dan lem

2. Temperature : 140 s/d 170 oC

3. Tekanan: 5 kg/cm2 s/d 12 kg/cm2

Sedangkan pada Vulkanisasi dingin adalah:

1. Kimia, sulfur, accelelator terpisah. Sulfir terdapat di dalam lem dan

bonding layer

2. Temperature : Temperatur ruang

3. Tekanan : Tenaga manusia

Penyambungan sistem dingin adalah penyambungan paling ekonomis,

efisien dan praktis serta memiliki kekuatan/ketahanan yang sama dengan

sistem panas. Apabila penyambungan dilakukan dengan sempurna, maka belt

tersebut tidak akan pernah putus pada sambungan. Sambungan akan terputus

dan terlepas apabila :

1. Apabila ada lapisan penguat yang terpotong pada saat penyambungan

karena pemakaian pisau yang tidak tepat atau tersodok alat pemisah ply.

2. Sambungan lem tertutup pada saat lem masih basah atau pada saat

sebagian lem sudah kering.

3. Kurang rapatnya cover strip, sehingga ada material yang masuk kedalam

sambungan.

4. Waktu vulkanisasi terlalu lama.

5. Kurang control pada saat melakukan roll, ada udara yang terjebak

6. Penempatan cover strip yang menonjol.

Pada belt conveyor dengan 1 ply, biasanya penyambungan

dilakukan dengan Finger Joint dan cara Tip-Top. Sedangkan untuk

penyambungan steel cord belt hanya dapat digunakan dengan system

panas (Hot Splicing). Terdapat beberapa metode yang dipakai dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter II 32

penyambungan steel cord belt yaitu : Metode 1 step, metode 2 step,

metode 3 step,metode 4 step danmetode 5 step.

Gambar 2.18 Metode step steel cord belt

2.5.2 Beban yang dialami Sambungan Belt

2.5.2.1 Kekuatan Tarik Sambungan

Menurut Niemann, 1986 dalam bukunya Elemen Mesin menerangkan

bahwa besarnya gaya tarik yang dialami oleh sambungan perekat tergantung

kepada panjangnya belt yang direkatkan. Dalam hal ini besarnya gaya tarik

yang dialami oleh sambungan dapat dihitung dengan rumus :

F = b × Ls × τizin

Dimana : F = gaya tarik belt

b = panjang belt yang direkatkan

Ls = panjang langkah penyambungan

τizin = tegangan tarik izin

Besarnya panjang langkah penyambungan dapat dilihat pada tabel 2.2

berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter II 32

Tabel 2.2 Panjang langkah carccas

Konstruksi carcass Panjang langkah (mm)

EP 250/5 EP 200/2 100

EP 500/4 EP 300/3 EP 400/3 EP 250/2

PNN 300/3 NH 300/3

150

EP 630/4 NN 630/4 200

EP 630/3 250 EP 1250/4 350

2.5.2.2 Kecepatan Belt

Kecepatan sebuah ban berjalan (belt) tergantung besarnya diameter pulley

penggerak dan jumlah putaran yang ditransmisikan oleh motor penggerak

(Niemann, 1986). Besarnya kecepatan belt dapat diketahui dengan menggunakan

rumus :

60dnV π

=

Diaman : V = kecepatan belt

d = diameter pulley

n = putaran yang ditransmisikan

2.5.2.3 Berat persatuan panjang material conveyor (Q)

Beratnya suatu conveyor persatuan panjang materialnya dapat dihitung

dengan menggunakan rumus (Zainuri, 2006) :

Q = 0.21 m2 x qc

Dimana : Q = berat conveyor persatuan panjang

qc = kapasitas curah

Universitas Sumatera Utara