cha hasil editan ibenk

83
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan penyakit anak dengan beban kesakitan dan kematian serta biaya yang tinggi di berbagai negara di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diare merupakan penyebab 13%-36% kematian penduduk dunia atau sekitar 5,5 juta jiwa per tahun, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit diare hingga saat ini merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan diantara 150- 430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan penatalaksanaan yang baik kejadian diare akan sembuh dalam 3-6 hari. Hanya 25-30% kasus berlangsung 7-14 hari dan 5-15% lebih dari 14 hari. Firmansyah melaporkan, 85% diare akut akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, 10% sembuh dalam 7-14 hari dan 5% melanjut lebih dari 14 hari. Diare akut karena infeksi masih sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal di daerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun

Upload: muhamad-ikbal-ibank

Post on 08-Aug-2015

92 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: CHA Hasil Editan Ibenk

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare merupakan penyakit anak dengan beban kesakitan dan kematian

serta biaya yang tinggi di berbagai negara di dunia. World Health Organization

(WHO) menyatakan bahwa diare merupakan penyebab 13%-36% kematian

penduduk dunia atau sekitar 5,5 juta jiwa per tahun, baik di negara maju

maupun di negara berkembang. Penyakit diare hingga saat ini merupakan salah

satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka

kesakitan diantara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan

penatalaksanaan yang baik kejadian diare akan sembuh dalam 3-6 hari. Hanya

25-30% kasus berlangsung 7-14 hari dan 5-15% lebih dari 14 hari. Firmansyah

melaporkan, 85% diare akut akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, 10%

sembuh dalam 7-14 hari dan 5% melanjut lebih dari 14 hari.

Diare akut karena infeksi masih sebagai penyebab kematian pada lebih

dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang

terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua

pertiga diantaranya tinggal di daerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat

dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan

air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan

makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat

pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.

Di Indonesia diare pada anak terbanyak adalah diare akut akibat

Rotavirus. Hal ini berdasarkan data epidemiologi yang menyatakan bahwa

secara keseluruhan diare akut karena Rotavirus di Indonesia sebesar 42,3%. Di

RSUP Dr. Sarjito 47%, RSUD Yogyakarta 58,2% dan RSUD Purworejo Jawa

Tengah 58,5%. Sebodo, melaporkan bahwa Rotavirus berperan pada 34,8%

diare akut pada anak di Jakarta. Pada tahun dan tempat yang sama, Alrasjid,

mendapatkan hasil 20,9%. Di Surabaya, 34,5%- 42% diare anak usia 0-24

bulan yang terjadi sepanjang tahun 1996-1997 disebabkan oleh Rotavirus.

Hasil penelitian tahun 2001-2004 di Yogyakarta dan Jawa Tengah menunjukan

bahwa lebih dari 50% diare pada balita disebabkan karena Rotavirus.

Page 2: CHA Hasil Editan Ibenk

2

Pada studi kasus Community Health Analysis salah satu wilayah

Puskesmas Rawalo, kasus Diare menempati urutan delapan besar penyakit

yang paling sering terjadi. Desa Tipar merupakan salah satu daerah cakupan

Puskesmas Rawalo dengan jumlah kasus kasus diare terbanyak dari bulan

Januari sampai dengan Juni 2011.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui angka kejadian diare pada balita di Desa Rawalo.

b. Mengetahui perilaku pemberian ASI eksklusif di Desa Rawalo.

c. Mengetahui pengetahuan ibu tentang diare di Desa Rawalo.

d. Mengetahui higienitas dan sanitasi ibu di Desa Rawalo.

e. mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare

pada balita di Desa Rawalo.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan

lingkungan terutama dalam mengatasi penyakit diare.

2. Manfaat Praktis

Sebagai panduan untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan kasus diare di Puskesmas

Rawalo.

3. Manfaat bagi masyarakat

Sebagai panduan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang

diare dan tata cara pencegahannya.

Page 3: CHA Hasil Editan Ibenk

3

II. ANALISIS SITUASI

A. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja

Kecamatan Rawalo merupakan salah satu bagian dari wilayah

Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 4.975 km2 atau 3,74 % dari luas

Kabupaten Banyumas. Kecamatan Rawalo terbagi menjadi 9 desa, terdiri dari

79 RW dan 273 RT. Desa Tambaknegara merupakan desa yang paling luas

wilayahnya di antara 9 desa yang terdapat di Kecamatan Rawalo, yaitu sekitar

892,5 km2, sedangkan Desa Pesawahan merupakan desa dengan luas wilayah

yang paling sempit yaitu sekitar 185,3 km2.

Secara geografis letak Kecamatan Rawalo berbatasan dengan wilayah

beberapa kecamatan yaitu:

a. Di sebelah Utara : Kecamatan Purwojati

b. Di sebelah Selatan : Kecamatan Kebasen dan Kabupaten Cilacap

c. Di sebelah Barat : Kecamatan Jatilawang

d. Di sebelah Timur : Kecamatan Patikraja

B. KEADAAN DEMOGRAFI KECAMATAN RAWALO

a. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data dari Statistik Kecamatan Rawalo, hasil registrasi

penduduk akhir tahun 2011, jumlah penduduk di Kecamatan Rawalo

adalah 51.876 jiwa terdiri dari 25.760 jiwa laki-laki dan 26.116 jiwa

perempuan yang tergabung dalam 12.746 KK. Mengalami kenaikan

sebesar 0, 99 % dibandingkan 2010.

Jumlah penduduk tahun 2011 yang tertinggi di desa Tambaknegara

sebanyak 7.210 jiwa, sedangkan terendah di desa Pesawahan dengan

jumlah penduduk 2.692 jiwa.

b. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk Kecamatan Rawalo tahun 2011 sebesar 1.019

jiwa/Km2, dengan kepadatan tertinggi pada Desa Rawalo, sedangkan

kepadatan terendah ada pada Desa Sidamulih sebesar 718 jiwa/Km2.

c. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

Page 4: CHA Hasil Editan Ibenk

4

Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Rawalo

tahun 2011 kelompok umur terbesar pada umur 15-19 tahun sebanyak

4.603 jiwa sedangkan kelompok dengan jumlah penduduk terkecil adalah

umur 75 keatas sebanyak 560 jiwa.

C. TINGKAT SOSIAL EKONOMI

1. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data dari BKCKB Kecamatan Rawalo, sampai akhir tahun

2011 jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Tidak/belum sekolah 813 851 1664

2. Tidak Tamat SD 3431 3546 6977

3. Tamat SD/MI 2661 2729 5390

4. SLTP/Sederajat 2559 2360 4919

5. SLTA/Sederajat 2155 2174 4392

6. AK/Diploma 280 210 490

7. D IV/ S-1 247 196 443

Sumber: Profil Puskesmas Rawalo 2011

Dari tabel tersebut diatas tingkat pendidikan paling banyak adalah Tidak

Tamat SD (26,45%) kemudian Tamat SD/MI (22,16%) dan

SLTA/sederajat (20,96). Sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit

adalah tingkat sarjana/S1 (1,27%).

2. Mata Pencaharian

Berdasarkan data yang diperoleh dari data monografi Kecamatan Rawalo

pada tahun 2011, mata pencaharian/ jenis pekerjaan penduduk di

Kecamatan Rawalo dari 10 besar sesuai urutan adalah sebagai berikut:

Petani Sendiri (16,36%), Buruh Tani (12,69%), Buruh Bangunan (3,06%),

Pedagang (1,16%), Buruh Industri (1,53%), PNS (2,8%), Pengangkutan

(2,7%), Pengusaha (0,45%), ABRI (1,35%), dan Nelayan (0,40%).

Page 5: CHA Hasil Editan Ibenk

5

D. SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Sebagai salah satu cara mengukur keberhasilan pembangunan

kesehatan diperlukan indikator, antara lain Indikator Indonesia Sehat dan

indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal di bidang kesehatan. Berikut

akan dibahas dan diuraikan menurut indikator-indikator seperti diatas:

1. Indikator Indonesia Sehat

a. Mortalitas

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat

dilihat dari kejadian kematian yang ada. Kejadian kematian juga

dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan

pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.

Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan

berbagai survey dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan

penyakit-penyakit yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan

di bawah ini:

1) Angka Kematian Bayi Baru Lahir

Pada tahun 2011 terdapat 889 kelahiran hidup dimana

jumlah lahir mati sebanyak 9 bayi. Angka kematian bayi (AKB)

di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 sebesar 10,1 per 1000

kelahiran hidup. Pada tahun 2010 AKB di Kecamatan Rawalo

sebesar 15,8 per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian terjadi

penurunan AKB pada tahun 2011 sebesar 5,7 per 1000 kelahiran

hidup dibanding tahun 2010. Jika dibandingkan dengan Indikator

Indonesia Sehat terhitung masih rendah (IIS 2010= 40 per 1000

kelahiran hidup).

2) Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2011 di Kecamatan

Rawalo adalah sejumlah 225 per 100.000 kelahiran hidup,

dengan demikian terjadi kenaikan AKI jika dibandingkan tahun

2010, yaitu dari 0 (tidak ada kasus) menjadi 2 kasus. Menurut

Indikator Indonesia Sehat (IIS Tahun 2010) AKI sebesar

Page 6: CHA Hasil Editan Ibenk

6

150/100.000 kelahiran hidup, jika dibandingkan nilai tersebut

AKI di Kecamatan Rawalo masih di atas IIS.

3) Angka Kematian Balita

Jumlah balita pada tahun 2011 sebanyak 3720 dengan

jumlah balita mati sebanyak 18 balita. Dengan demikian Angka

Kematian Balita di tahun 2011 adalah 20,2 per 1000 kelahiran

hidup.

4) Angka Kecelakaan

Pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terjadi kecelakaan

sebanyak 352 kejadian. Dari peristiwa tersebut terdapat korban

mati sebanyak 15 orang, luka berat sejumlah 322 orang dan luka

ringan 546 orang. Dengan demikian angka kejadian kecelakaan di

Kecamatan Rawalo selama tahun 2011 adalah sebesar 0,71 per

100.000 penduduk.

b. Morbiditas

1) Malaria

Pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo ditemukan adanya 2

kasus malaria di Desa Sanggreman. Sedangkan pada tahun 2010

tidak ditemukan kasus malaria, hal ini perlu diwaspadai.

2) TB Paru

Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2011 sebanyak 14 kasus

atau CDR 24 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus TB Paru

positif pada tahun 2008 sama yaitu sebanyak 14 kasus atau CDR

24 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2010

jumlah penderita TB Paru masih tetap.

3) HIV/ AIDS

Sampai dengan tahun 2011 di Kecamatan Rawalo tidak

ditemukan adanya kasus HIV / AIDS atau nihil.

4) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jumlah kasus Demam Berdarah yang ada di Kecamatan

Rawalo pada tahun 2011 adalah sejumlah 6 kasus, tersebar di 4

Page 7: CHA Hasil Editan Ibenk

7

desa dari 9 desa yang ada. Tidak ada korban yang meninggal dari

6 kasus tersebut.

5) Penyakit Tidak Menular (PTM)

Penyakit tidak menular yang terdata di Puskesmas Rawalo

pada tahun 2011 terdiri dari: hipertensi esensial (754 kasus), DM

(201 kasus), asma bronchial (202 kasus), gangguan prostate (8

kasus), dekompensasi kordis (6 kasus), stroke non hemoragik (3

kasus), angina pectoris (2 kasus), dan stroke hemoraghik (1 kasus).

Kasus terbanyak adalah hipertensi esensial.

c. Status Gizi

Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya

dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang ada di

masyarakat. Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas

Rawalo tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1) Gizi lebih : 0,07 %

2) Gizi baik : 96,05 %

3) Gizi kurang : 3,66 %

4) Gizi buruk : 0,23 %

5) KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 3,89 %

Sepanjang tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terdapat 7 balita

dengan gizi buruk, yang semuanya mendapat dari Dinas Kesehatan.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk balita gizi buruk

mendapatkan perawatan sebesar 100%. Dengan demikian cakupan

gizi buruk yang mendapat perawatan di Kecamatan Rawalo

dibanding dengan SPM sudah memenuhi target.

d. Keadaan Lingkungan

1) Pembinaan Kesehatan Lingkungan

Pada tahun 2011 jumlah institusi yang terdiri dari sarana

kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di

Kecamatan Rawalo adalah sejumlah 216 buah sedangkan yang

dibina adalah sejumlah 141 buah atau 65,3%. Standar Pelayanan

Minimal untuk institusi yang dibina sebesar 70%, dengan

Page 8: CHA Hasil Editan Ibenk

8

demikian institusi yang dibina di Kecamatan Rawalo belum

mencapai standar.

2) Rumah Sehat

Dari jumlah keluarga yang ada di Kecamatan Rawalo pada

tahun 2011 adalah 14.760 keluarga dan yang diperiksa 356

keluarga (2,4%). Keluarga yang memiliki jamban sehat hanya

224 keluarga (86,5%). Terdapat 59 keluarga yang memiliki

tempat sampah sehat (16,5%), sedangkan untuk pengelolaan

airlimbah sehat dimiliki oleh 53 keluarga (14,8%). Cakupan

rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah

sehat seluruh wilayah Kecamatan Rawalo karena hasil cakupan

masih jauh dari total rumah di Kecamatan rawalo.

e. Perilaku Hidup Masyarakat

1) PHBS

Dalam kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat bagi masyarakat telah dilaksanakan pendataan PHBS

tatanan rumah tangga. Dari 14.760 rumah tangga yang ada,

dilaksanakan pemantauan PHBS terhadap sejumlah 6.151

rumah tangga yang dilaksanakan secara acak maka diperoleh

hasil pemantauan sebagai berikut :

i. Strata Pratama sejumlah 0 rumah (0,00%)

ii. Strata Madya sejumlah 449 rumah (7,29%)

iii.Strata Utama sejumlah 5.512 rumah (89,6%)

iv. Paripurna sejumlah 190 rumah (3,09%)

2) Posyandu

Dari 71 buah posyandu yang aktif setelah dinilai tingkat

perkembangan posyandu maka dapat dilihat strata posyandu

sebagai berikut :

Posyandu Pratama : 1 posyandu (1,4%)

Posyandu Madya : 2 posyandu (2,8%)

Posyandu Purnama : 53 posyandu (74,6%)

Posyandu Mandiri : 15 posyandu (21%)

Page 9: CHA Hasil Editan Ibenk

9

f. Sumber Daya Kesehatan

Tenaga kesehatan menurut jenisnya:

a) Tenaga Medis sejumlah : 3 orang dengan perincian dokter

umum 2 orang dan dokter gigi 1 orang

b) Tenaga Perawat dan bidan : 28 orang dengan perincian untuk

perawat sejumlah 6 orang dengan pendidikan DIII 4 orang,

lulusan SPK 1 orang, dan lulusan SPRG 1 orang. Sedangkan

untuk tenaga bidan terdapat 22 orang dengan lulusan DIII se-

jumlah 13 orang dan DI sejumlah 9 orang.

c) Tenaga Sanitasi : 2 orang dengan pendidikan DIII.

d) Tenaga Teknisi Medis : -

e) Tenaga Kesmas : -

f) Tenaga Laborat : 1 orang dengan pendidikan DIII

1 orang lulusan SLTA (dilatih)

g) Tenaga Apoteker : 1 orang dengan pendidikan DIII

h) Sopir : 1 orang

i) Tenaga kebersihan : 2 orang

2. Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal

Upaya pelayanan kesehatan dasar adalah langkah awal yang

sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan

cepat, diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan

masyarakat. Berbagai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

1) Pelayanan K-4

Tahun 2011 tercatat sebanyak 1063 jumlah ibu hamil di

Kecamatan Rawalo, adapun yang mendapatkan pelayanan K-4

sejumlah 945 ibu hamil (88,9 %) dibandingkan dengan tahun

2010 ibu hamil yang mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah

899 ibu hamil (88,8 %). Berarti pelayanan K-4 mengalami

peningkatan sebesar 0,1%.

Page 10: CHA Hasil Editan Ibenk

10

Standar pelayanan minimal untuk cakupan kunjungan ibu

hamil, K-4 adalah sebesar 95%. Oleh sebab itu Kecamatan

Rawalo masih belum memenuhi SPM yang diharapkan,

sehingga masih perlu ditingkatkan.

2) Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan

Jumlah ibu bersalin di Kecamatan Rawalo pada tahun

2010 adalah sejumlah 896 bulin dan semuanya ditolong oleh

tenaga kesehatan. Tahun 2010 hanya 83,54 % bulin yang

ditolong oleh nakes dari 966 bulin yang ada. Berarti pelayanan

kesehatan oleh nakes mengalami peningkatan sebesar 16,46%.

Hal tersebut harus dipertahankan, mengingat sudah

melampaui target SPM untuk pertolongan nakes sebesar 95%,

dengan demikian cakupan persalinan nakes di Kecamatan

Rawalo sudah memenuhi SPM.

3) Bumil Risti dirujuk

Jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi (risti) yang ada di

Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 adalah sebanyak 431 ibu

hamil atau (45,6 %) dari jumlah keseluruhan ibu hamil.

Sebanyak 166 ibu hamil risti dirujuk. Terjadi peningkatan

jumlah ibu hamil risti sebanyak 111 kasus, jika dibandingkan

dengan jumlah ibu hamil risti pada tahun 2010.

4) Bayi dan Bayi BBLR

Jumlah bayi yang lahir di tahun 2011 di Kecamatan

Rawalo sejumlah 889 bayi, terdapat bayi dengan BBLR

sejumlah 49 bayi (5,7 %) dan sudah ditangani sebanyak 100%.

Dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 terjadi peningkatan

kasus BBLR. Target SPM tahun 2011 adalah 100% . Artinya

penanganan BBLR di Puskesmas Rawalo sudah memenuhi

standar.

5) Pelayanan Keluarga Berencana

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan

Rawalo pada tahun 2011 adalah sebanyak 8.786 pasang,

Page 11: CHA Hasil Editan Ibenk

11

dengan jumlah PUS pengguna KB aktif sebanyak 7.548 pasang

(86 %). Hal ini menunjukkan peningkatan dibandingkan

dengan jumlah PUS pengguna KB aktif pada tahun 2010,

yakni dari 9337 pasangan terdapat 7.190 PUS pengguna KB

aktif atau sekitar 77 %. Kemudian terjadi pula peningkatan

jumlah peserta KB baru pada tahun 2011 sebesar 1.635 orang.

6) Pelayanan Imunisasi

Kegiatan pelayanan imunisasi meliputi pemberian

imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio,

Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur atau calon

pengantin, ibu hamil, dan imunisasi untuk anak usia SD (kelas

1: DT dan kelas 2-3: TT). Kegiatan imunisasi di Kecamatan

Rawalo telah memenuhi SPM. Selain itu semua desa di

Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 sudah mencapai

Universal Child immunization (UCI). Sedangkan target standar

pelayanan minimal untuk desa UCI adalah 85%, dengan

demikian kecamatan Rawalo sudah mencapai target.

7) Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan, dan Penunjang

Pelayanan kesehatan dasar yang dilayani di Puskesmas

Rawalo baik rawat jalan maupun rawat inap dan rujukan yang

telah dilaksanakan pada tahun 2011 adalah: Rawat jalan

sejumlah 42.072 orang (85,36%) dengan SPM sebesar 15%.

Sedangkan kunjungan rawat inap sejumlah 1.711 orang

(3,31%) dan SPM Rawat Inap 1,5%, dengan demikian untuk

SPM Rawat Jalan dan Rawat inap sudah mencapai standar.

b. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

1) Pencegahan dan pemberantasan polio

Terdapat 1 kasus AFP di wilayah kerja Puskesmas

Rawalo selama tahun 2011. Hal ini belum memenuhi SPM rate

untuk AFP, sebab standarnya adalah 1 per 100.000 penduduk

usia kurang dari 15 tahun.

2) Pencegahan dan pemberantasan TB paru

Page 12: CHA Hasil Editan Ibenk

12

Sumber data dari profil dan pemegang TB Paru, kasus

TB Paru (klinis dan positif) sebanyak 25 kasus. Mendapat

pengobatan lengkap dan dinyatakan sembuh sebanyak 25

orang juga (100%). Hal ini telah memenuhi SPM kasus TB

Paru, yakni sebesar 85%.

3) Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA

Kasus Pnemonia pada balita di Puskesmas Rawalo untuk

tahun 2011 ditemukan sebanyak 27 kasus, yang ditangani

sejumlah 27 kasus (100%). SPM untuk untuk balita dengan

Pneumonia yang ditangani sebesar 100%, dibanding dengan

SPM masih rendah, tetapi dalam hal penemuan kasus jauh dari

target (10% x jumlah balita (3.851) = 385 ).

4) Pencegahan atau pemberantasan HIV

Selama tahun 2011 tidak ditemukan kasus HIV positif di

Kecamatan Rawalo.

5) Pencegahan dan pemberantasan DBD

Sejumlah 6 kasus DBD ditemukan di Kecamatan Rawalo

selama tahun 2011 dan terbesar pada 4 desa. Dari jumlah

tersebut seluruhnya telah mendapatkan penanganan (100%).

Semua kasus DBD yang terjadi selama tahun 2011 merupakan

kasus impor atau pendatang, yaitu disebabkan karena tertular

dari tempat lain akibat mobilitas penduduk.

6) Pengendalian Penyakit Malaria

Selama tahun 2011 di Kecamatan Rawalo ditemukan 2

kasus malaria dan langsung mendapat penanganan dan

pengobatan. Selain itu dilakukan pula upaya-upaya untuk

mencegah penyebaran penyakit.

7) Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggu-

langan KLB.

Kasus Kejadian Luar Biasa yang terjadi pada tahun 2011

di Kecamatan Rawalo adalah 4 orang terserang DBD, 1 orang

menderita diare, dan 2 orang menderita malaria.

Page 13: CHA Hasil Editan Ibenk

13

SPM untuk desa/kelurahan mengalami KLB yang

ditangani < 24 jam sebesar 100%. Dengan demikian cakupan

di Kecamatan Rawalo dibandingkan dengan SPM sudah

tercapai.

8) Pelayanan pengendalian Vektor

Vektor sebagai binatang pembawa kuman atau bibit

penyakit harus dikendalikan. Hal ini untuk mencegah

penyebaran suatu penyakit. Tahun 2011 telah dilakukan

upaya pengendalian vektor terhadap nyamuk untuk

memberantas vektor penyakit DBD, Chikungunya, dan

Malaria. Sementara vektor penyakit lain baru sebatas

penyuluhan, pemantauan, dan penyebaran informasi.

c. Pembinan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

1) Pelayanan Kesehatan Lingkungan

Jumlah institusi di Kecamatan Rawalo yang terdiri dari

sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan

perkantoran dan instalasi pengolahan air minum di Kecamatan

Rawalo sebanyak 129 buah pada tahun 2011. Sejumlah 85

buah (65,9 %) telah dibina.

2) Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat-tempat Umum

Dari 188 TTU/ TUPM yang ada dan yang diperiksa 128

buah (68,08%) yang memenuhi syarat 56 buah (29,78%).

Dibandingkan dengan hasil kegiatan tahun 2009 untuk TTU/

TUPM adalah sejumlah 190 buah yang diperiksa 63 atau

33,15% sedangkan yang memenuhi syarat adalah sebesar 43

atau 22,63%.

d. Perbaikan Gizi Masyarakat

1) Pemantauan Pertumbuhan Balita

Berdasarkan laporan bulanan penimbangan Balita

(F/III/Gizi) Puskesmas Rawalo tahun 2010 adalah sebagai

berikut:

Jumlah seluruh balita (S) = 3891 anak

Page 14: CHA Hasil Editan Ibenk

14

- Jumlah balita ditimbang (D) = 3062 anak

- Jumlah balita naik berat badannya (N) = 2115anak

2) Pelayanan Gizi

Dari jumlah balita pada tahun 2011 yang ada 3036 balita

yang mendapat kapsul Vit A 2x adalah 3036 (100%).

Sedangkan untuk bayi usia 6 – 11 bulan sejumlah 447 bayi

yang mendapat Vit A sejumlah 447 (100%).

e. Kefarmasian

Ketersediaan obat

Selama tahun 2011 ketersediaan obat di Puskesmas Rawalo

untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat telah

dinyatakan cukup. Meski masih disayangkan ada beberapa obat

yang ketika diterima telah dekat masa kadaluwarsanya.

Page 15: CHA Hasil Editan Ibenk

15

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

Permasalahan yang ada di puskesmas Rawalo dapat diidentifikasi dari 6

program pokok puskesmas. Masalah timbul apabila salah satu dari 6 pro-

gram tersebut tidak memenuhi standar nilai yang harus dicapai. Berikut

kami jabarkan masalah dari masing- masing program pada tahun 2011 ;

A. P2M (Pemberantasan Penyakit Menular)

Pada Program Pokok Pemberantasan penyakit Menular

didapatkan penyakit yang melebihi jumlah kasus maksimum yang harus

ditemukan dari jumlah penduduk yang ada, yakni TB paru, Diare, DHF,

dan Malaria. Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2011 sebanyak 14 kasus

dengan CDR 12 per 100.000 penduduk. Hal ini menggambarkan bahwa

kejadian TB paru melebihi target maksimum sedangkan Diare, DHF, dan

Malaria telah menjadi suatu kejadian luar biasa. Diare dikatakan kejadian

luar biasa karena dari …… kasus terdapat satu kasus kematian. Pada DBD

ditemukan ada 4 kasus dikatakan kejadian luar biasa karena………

Sedangkan pada Malaria terdapat 2 kasus, dikatakan kejadaian luar biasa

karena……….

B. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana)

Permasalah pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) didapatkan dari angka

mortalitas dan upaya pelayanan kesehatan. Angka mortalitas menunjukan

adanya masalah dengan ditemukannya satu kasus kematian Ibu pada saat

persalinan. Sedangkan permasalahan upaya pelayanan kesehatan

ditemukan tidak terpenuhinya pelayanan K4 secara optimal dengan dasar

ditemukannya data pelayanan K4 baru mencakup 88,8 % ibu hamil yang

seharusnya terpenuhi 95%, terjadinya pengingkatan jumlah ibu hamil

dengan resiko tinggi dari data tahun 2010 sebanyak 320 ibu hamil menjadi

431 ibu hamil pada tahun 2011, dan cakupan asi ekslusif yang tidak

memenuhi target minimal dengan data pemenuhan ASI ekslusif baru

tercapai sebesar 66,4%.

C. Gizi

Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas Rawalo tahun

2011 adalah sebagai berikut:

Page 16: CHA Hasil Editan Ibenk

16

1. Gizi lebih : 0,07 %

2. Gizi baik : 96,05 %

3. Gizi kurang : 3,66 %

4. Gizi buruk : 0,23 %

5. KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 3,89 %

Sepanjang tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terdapat 7 balita dengan gizi

buruk. Gizi buruk merupakan permasalahan yang mendapatkan perhatian

khusus dari bagian program gizi.

D. Kesehatan Lingkungan

Pada Kesehatan lingkunga tidak ditemukan permasalahan dimana target

minimal sebesar ................. telah tercapai.

E. Promosi Kesehatan

Pada promosi kesehatan tidak ditemukannya permasalahan dimana target

program sudah tercapai dan secara keseluruhan sudah baik.

F. Pengobatan

Pengobatan pada semua penyakit telah dilakukan sesuai dengan standar

pelayanan minimal. Permasalahan yang berarti tidak ditemukan pada

program pengobatan didasarkan pada pemenuhan standar pelayanan

minimal.

G. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)

Pada data Puskesmas Rawalo ditemukan adanya empat kasus kejadian luar

biasa, yakni AKI, DBD, Malaria, dan Diare sehingga KLB menjadi

prioritas masalah yang harus diselesaikan ketimbang permasalahan-

permasalahan yang ada. Untuk mengetahui prioritas masalah dari keempat

kejadian luar biasa dilakukan pemrioritasan dengan metode Hanlon. Untuk

keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria, yaitu:

1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah

2. Kelompok kriteria B: kegawatan masalah, penilaian terhadap

dampak, urgensi dan biaya

3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu

penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah

Page 17: CHA Hasil Editan Ibenk

17

4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap

propriety, economic, acceptability, resources availability, legality

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di

Puskesmas Wangon adalah sebagai berikut :

1. Kriteria A (besarnya

masalah)

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya

penduduk yang terkena efek langsung.

Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya masalah KLB di Puskesmas Rawalo tahun

2011

Masalah kesehatan Besarnya masalah berdasarkan jumlah kasus

1 2 3 4 5 6 NILAI

AKI X 1

Diare X 1

DBD X 6

Malaria X 2

2. Kriteria B (kegawatan

masalah)

Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian)

a. Tidak gawat

b. Kurang gawat

c. Cukup gawat

d. Gawat

e. Sangat gawat

Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat

menyebabkan kematian)

a. Tidak urgen

b. Kurang urgen

c. Cukup urgen

d. Urgen

e. Sangat urgen

Page 18: CHA Hasil Editan Ibenk

18

Biaya (biaya penanggulangan)

a. Sangat murah

b. Murah

c. Cukup mahal

d. Mahal

e. Sangat mahal

Tabel 3.3. Kriteria B (Kegawatan Masalah)

Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai

AKI 4 5 3 12

DBD 4 5 2 11

Diare 4 5 2 11

Malaria 4 5 2 11

3. Kriteria C

(penanggulangan

masalah)

Pertanyaan yang harus dijawab dalam menilai penanggulangan

masalah adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia

mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor

yang diberikan makin kecil.

a. Sangat sulit ditanggulangi

b. Sulit ditanggulangi

c. Cukup bisa ditanggulangi

d. Mudah ditanggulangi

e. Sangat mudah ditanggulangi

Dilakukan pengambilan suara dari 5 orang yang kemudian dirata-

rata untuk menentukan skor pada tahap ini, dimana skor tertinggi

merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.

Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut :

AKI (3+2+4+2+3)/5 = 2,8

DBD (5+4+4+4+4)/5 = 4,2

Diare (5+5+5+5+5)/5 = 5

Page 19: CHA Hasil Editan Ibenk

19

Malaria (4+3+4+4+3)/5 = 3,6

4. Kriteria D (PEARL faktor)

Propriety : Kesesuaian (1/0)

Economic : Ekonomi murah (1/0)

Acceptability : Dapat diterima (1/0)

Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)

Legality : Legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.4. Kriteria D (PEARL faktor)

Masalah P E A R L Hasil Perkalian

AKI 1 1 1 1 1 1

DBD 1 1 1 1 1 1

Diare 1 1 1 1 1 1

Malaria 1 1 1 1 1 1

Penetapan nilai

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai

tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :

Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C

Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Metode Hanlon Kuantitatif

Masalah A B C D NPD NPT Urutan

P E A R L Prioritas

AKI 1 12 2,8 1 1 1 1 1 36,4 36,4 IV

DBD 6 11 4,2 1 1 1 1 1 71,4 71,4 I

Diare 1 11 5 1 1 1 1 1 60 60 II

Malaria 2 11 3,6 1 1 1 1 1 46,8 46,8 III

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan

prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :

Page 20: CHA Hasil Editan Ibenk

20

1. DBD

2. Diare

3. Malaria

4. AKI

H. Daftar Kasus Malaria di Bulan Januari 2011-Desember 2011

Tabel 3.6. Kasus Diare di Puskesmas Rawalo Januari 2011-Maret 2012

No Desa Jumlah Kasus

1 Rawalo 531

2 Tambaknegara 303

3 Banjar Parakan 282

4 Menganti 265

5 Losari 291

6 Sanggreman 179

7 Tipar 373

8 Pesawahan 151

9 Sidamulih 236

Sumber: Data Sekunder Puskesmas Rawalo 2011-2012

I. Data Kasus Diare di Desa Rawalo Periode Januari 2011-Maret 2012

Tabel 3.7. Kasus Diare di Desa Rawalo Januari 2011-Maret 2012

No Usia Jumlah %

1 < 1 tahun 65 12,17

2 1-4 tahun 185 34,64

3 ≥ 5 tahun 284 53,19

Jumlah 534 100

Sumber: Data Sekunder Puskesmas Rawalo 2011-2012

Page 21: CHA Hasil Editan Ibenk

21

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

1. Diare

A. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Buang besar encer

tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Markum, 2002). Definisi

lain, WHO (1980), memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar

encer lebih dari 3 kali per hari.

Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines

2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek

dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14

hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

(Richard, 2006).

B. Manifestasi Klinis

Klasifikasi Diare berdasarkan penyebabnya terdiri dari: proses

inflamasi, osmotik (malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas (Asnil, 2003).

1. Diare Inflamasi

Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut,

feses yang berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy

mukosa intestinal. Pada beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia,

hipoglobulinemia, protein losingenterophaty. Mekanisme inflamasi ini

dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi

intestinal. Pada pasien tanpa penyakit sistemik, adanya feses yang

berisi cairan atau darah tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon

atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare kronik yang berdarah dapat

disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease.

Gambaran klinik berupa: diare, nyeri abdomen, neusea, muntah,

penurunan berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein

losing enterophaty. Pada protein losing enterophaty berat, dapat terjadi

edema ferofer, asites dan anasarka.

Page 22: CHA Hasil Editan Ibenk

22

2. Diare Osmotik

Diare osmotik terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya

dilabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotik yang mendesak

cairan kedalam lumen intestinal. Peningkatan volume cairan lumen

tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien dan obat

sebagai cairan yang gagal dicerna dan diabsorbsi. Pada umumnya

penyebab diare osmotik adalah malabsorbsi lemak atau karbohidrat.

Diare osmotik dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik

terhadap makanan tertentu seperti buah,gula/manisan, permen

karet,makanan diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak

ddiabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa.

3. Diare Sekretori

Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh

karena abnormalitas cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu

berhubungan dengan makanan yang dimakan. Diare terjadi karena

sekresi dengan volume tinggi asam hidroklorik, maldigesti lemak

akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya pH asam empedu.

4. Perubahan Motilitas Intestinal (Altered Intestinal Motility)

Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan

perubahan motilitas intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable

Bowel Syndrome. Diare ini ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri

abdomen, passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam defaksi. Pada

beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang

berkurang dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan motilitas

intestinal. Diare terjadi akibat pengaruh fekal atau obstruksi tumor

dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses atau obstruksi.

C. Diagnosis

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila

anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu

diagnosis:

1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)

Page 23: CHA Hasil Editan Ibenk

23

2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh

penderita.

3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin

oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.

4. Dimana tempat tinggal penderita.

5. Pola kehidupan seksual.

Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited

disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare

berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare >

48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri

perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70

tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.

D. Penatalaksanaan

Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting

dalam terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai

berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total

berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas.

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.

Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai

sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi

ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang

banyak (> 100 ml/kgBB/hari) atau muntah hebat (severe vomiting)

sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang

sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan

terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun

sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat

dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah

dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan

rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara

75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium

antara 40-60mEq/L anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus

dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur.

Page 24: CHA Hasil Editan Ibenk

24

a. Dehidrasi Ringan-Sedang

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan

dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika

gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak: 75 ml/kg bb/3jam.

Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum

sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam

pada bayi dan 1-2 jam pada anak. Penggantian cairan bila masih ada

diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare

atau muntah.

Secara ringkas kelompok ahli gastroenterologi dunia

memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan

diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu:

1. Menggunakan CRO (cairan rehidrasi oral)

2. Cairan hipotonik

3. Rehidrasi oral cepat 3-4 jam

4. Realiminasi cepat dengan makanan normal

2) Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus

3) Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan

4) ASI diteruskan

5) Suplemen dengan CRO (CRO rumatan)

6) Anti diare tidak diperlukan

b. Dehidrasi Berat

Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari

10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda

vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan

dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit

parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO

diberikan sebagai berikut:

Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam

Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam

Page 25: CHA Hasil Editan Ibenk

25

Selain penggantian cairan, penatalaksanaan diare dapat dengan

memberikan terapi simptomatik dan terapi kausatif. Berikut ini

merupakan obat-obatan yang dapat mengatasi simptom pada diare:

1) Obat anti diare:

a. Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedi-

anya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai

penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat

bekerja kembali secara normal.

b. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl

serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).

Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2-4

mg/ 3-4x sehari dan lomotil 5mg 3-4 x sehari. Bila diare akut

dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak di-

anjurkan.

c. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,

kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa

zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin.

Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak

langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi

elektrolit.

d. Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,

Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan

Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam

lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi

feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan

elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan

dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

2) Probiotik

Page 26: CHA Hasil Editan Ibenk

26

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifi-

dobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami pen-

ingkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang

positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran

cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/ menghi-

langkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada

diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang

dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di

indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi

seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi

ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan

jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien

immunocompromised.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare

A. Faktor Agent

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan

sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan

toksik, iskemik dan sebagainya.

Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh (Siregar, 2004):

1. Bakteri

Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Sal-

monella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01

dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostrid-

ium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococ-

cus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.

2. Parasit

Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas

hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N.

americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.

3. Virus

Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.

Page 27: CHA Hasil Editan Ibenk

27

B. Faktor Host

1. Faktor status gizi

Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering

terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat

diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat

peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Konsumsi

gizi tersebut, tidak bisa dipenuhi karena faktor eksternal maupun

internal. Faktor eksternal menyangkut keterbatasan ekonomi keluarga

sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk membeli makanan,

sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat didalam diri anak

yang secara psikologis muncul sebagai problema makan pada anak

balita atau juga bisa karena kekurangan gizi yang didapat dari sejak

lahir oleh karena kekurangan gizi pada ibu saat ibu hamil. Oleh sebab

itu, konsumsi gizi anak lebih diperhatikan karena akan menyebabkan

status gizi kurang pada balita.

Menurut Scrimsham, ada hubungan yang sangat erat antara infeksi

(penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena

adanya tekanan interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat

secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat

gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan

mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan

cairan/gizi akibat penyakit diare ysng terus menerus sehingga tubuh

lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi dengan

infeksi diare pada anak balita. Apabila masukan makanan atau zat gizi

kurang- akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan

mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang

menderita penyakit diare. Oleh sebab, itu masukan makanan atau zat

gizi harus diperhatikan agar tidak terjadi penurunan metabolisme di

dalam tubuh.

2. Pemberian ASI ekslusif

Page 28: CHA Hasil Editan Ibenk

28

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan

tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat

turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi

berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri

secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan

tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan

daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila

bayi diberi ASI.

Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6

bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai

macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat

kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit

infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya

zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari

berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur

dan parasit.

Menurut Soekirman (1991), ada perbedaan yang signifikan antara bayi

yang mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya

diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah

sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti sakit diare dan

lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang diberikan

ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan

dan jarang memerlukan perawatan.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang

menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak

negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya

penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau minuman herbal,

lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibandingkan bayi

yang diberi ASI Eksklusif. Penelitian lagi juga menyimpulkan bila

dalam dua bulan kehidupan bayi tidak mendapat ASI eksklusif, maka

bayi beresiko meninggal 25 kali lebih besar akibat diare dibandingkan

bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Page 29: CHA Hasil Editan Ibenk

29

C. Faktor Lingkungan (Environment)

1. Sanitasi

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui fecal oral yang

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban

keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup sehat

dari keluarga. Sanitasi adalah pembudayaan hidup bersih dengan

maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan

bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan

menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi yang

berhubungan dengan kejadian diare adalah kualitas jamban, kualitas

sistem pembuangan limbah, kualitas sistem pembuangan sampah,

kualitas sumber air. Menurut Adisasmito, faktor lingkungan yang

berhubungan dengan kejadian diare sarana air bersih (SAB),

penggunaan jamban dan sarana pembuangan air limbah.

Dari segi sarana air bersih yang diteliti adalah risiko pencemaran

SAB, kualitas SAB dan kepemilikan SAB. Dari 12 penelitian yang

meneliti tentang jenis SAB, tujuh diantaranya menunjukkan hasil

yang signifikan dengan rata-rata odd ratio (OR) sebesar 3,19. Untuk

risiko pencemaran BAB ada lima penelitian yang menunjukkan hasil

yang signifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR sebesar

7,89, namun pada penelitian ini terdapat skor ekstrim 17 dengan OR

sebesar 26,86 95% CI: 9,61-75,10.

Penelitian oleh program Magister Kedokteran Universitas

Sebelas Maret di lima profinsi di Indonesia yang mendapatkan proyek

Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG) pada bulan Agustus-September

2003 didapatkan bahwa keluarga yang mempunyai sumber air bersih

dari sumur dan ledeng dapat mencegah diare pada anak sebanyak (66

% OR 0,34 95 % interval kepercayaan = 0,16 – 0,70) dan membuang

sampah pada tempat sampah khusus dapat mencegah diare dimana

yang tidak mempunyai tempat sampah khusus mempunyai risiko 2

Page 30: CHA Hasil Editan Ibenk

30

kali lipat terkena diare dibanding yang membuang sampah ditempat

khusus.

Faktor lingkungan berdasarkan jamban, yang lebih banyak

diteliti adalah sarana jamban, kepemilikan jamban dan kondisi jam-

ban. Dari delapan penelitian mengenai sarana jamban, empat peneli-

tian diantaranya menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penyakit

diare dengan rata-rata OR 17,25, namun pada penelitian ini terdapat

skor ekstrim dengan OR sebesar 56,767 95% CI: 13,443-239,729. Un-

tuk kepemilikan jamban, lima penelitian menunjukkan hasil yang sig-

nifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR sebesar 3,32.

Hasil ini sejalan dengan data terakhir dari departemen kesehatan yang

mengatakan bahwa sanitasi yang buruk merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan terjadinya diare.

2. Higienitas

Higienitas adalah Kebersihan fisik dan mental yang dapat

menciptakan lingkungan sehat dan tubuh yang sehat. Higienitas yang

mempengaruhi kejadian diare diantaranya kebiasaan mencuci tangan

sebelum dan setelah makan dengan sabun, mencuci tangan setelah

buang air besar dengan sabun, mencuci alat makan dan botol susu

dengan sabun dan air bersih mengalir, tidak jajan diluar rumah,

memotong kuku setiap minggu, merebus air hingga matang, dan

mencuci buah dan sayur sebelum dimasak/dimakan.Pada bayi faktor

higienitas ini sangat ditentukan oleh peran serta orang terdekat. Orang

terdekat pada umumnya adalah ibu kandung yang keseharian

merawat bayi. Maka untuk itu faktor pengetahuan Ibu terhadap

penyakit diare sangat berperan dalam higienitas host (bayi).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Seba-

gian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Menurut (Hariweni, 2003) Notoatmodjo mengatakan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

Page 31: CHA Hasil Editan Ibenk

AgentBakteri, Parasit, Virus

31

a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tersebut,

disini sikap subyek sudah mulai terbentuk.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Uji coba (Trial) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

Pengetahuan Ibu sangat berperan dalam kejadian diare.

Pengetahuan ibu yang baik akan berdampak pada prilaku ibu tersebut

ketika memberikan makanan kepada bayinya. Penularan diare pada

bayi biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena bisa saja bayi

menelan makanan yang terkontaminasi. Penelitian di daerah kumuh

Karachi, Pakistan menyatakan bahwa program pemberian sabun gratis

pada masyarakat dapat menurunkan 53 % kasus diare pada anak-anak

dan balita. Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh Hutin Y

dkk pada KLB di kota Kano, Nigeria dimana didapatkan Age-adjusted

odds ratio (AAOR) untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan yaitu sebesar 0,2 ; 95% CI = 0,1-0,6 yang berarti bahwa

mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dapat mencegah diare

pada bayi sebesar 80 % dibandingkan dengan yang tidak. Jelas bahwa

apabila ibu tahu akan mekanisme penularan diare maka prilaku ibu

akan mencegah penularan diare.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan Asidasmito, menun-

jukkan hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan hy-

giene ibu. Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup

bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna

dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah

satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci

tangan sebelum memberikan makan pada anaknya.

3. Kerangka Teori

Page 32: CHA Hasil Editan Ibenk

32

4. Kerangka Konseptual

5. Hipotesis

Diare

Host

Asi ekslusif

Environment

Higenitas

Pengetahuan Ibu

Page 33: CHA Hasil Editan Ibenk

33

a. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan higienitas

di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.

b. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan

pemberian asi ekslusif di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten

Banyumas.

c. Terdapat hubungan antara perilaku pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian diare pada balita di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten

Banyumas.

d. Terdapat hubungan antara tingkat higienitas ibu dengan kejadian diare

pada balita di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.

Page 34: CHA Hasil Editan Ibenk

34

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang direncanakan adalah studi observasional

analitik dengan metode cross sectional. Dilakukan Konsekuensi rancangan

penelitian ini adalah pengumpulan data variabel dilakukan dalam satu kali

pada satu waktu tanpa melakukan intervensi kemudian dilakukan analisis.

Desain ini memungkinkan untuk mengetahui prevalensi, faktor risiko, dan

perbandingan antar variabel dengan proses yang relatif mudah, murah,

cepat, dan cukup memadai untuk digeneralisasikan (Sastroasmoro dan

Ismael, 2008).

B. Ruang Lingkup Kerja

Ruang lingkup penelitian adalah Puskesmas Rawalo.

C. Populasi dan Sampel (Perhitungan Besar Sampel, Teknik

Pengambilan Sampel, Kriteria Inklusi dan Ekslusi)

1. Populasi

a) Populasi Target

Populasi target adalah semua balita di Desa Rawalo.

b) Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah balita yang dibawa oleh ibu ke

Posyandu Desa Rawalo.

2. Sampel

Metode pengambilan sampel adalah simple random sampling.

3. Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60

orang responden.

D. Variabel Penelitian

a. Variabel Terikat

Kejadian Diare

b. Variabel Bebas

Page 35: CHA Hasil Editan Ibenk

35

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita:

1. Higienitas ibu

2. Pengetahuan ibu tentang diare

3. Pemberian ASI eksklusif

E. Definisi Operasional Variabel

1. Diare

a. Definisi

Buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak

dari biasanya yang dialami oleh anak balita dalam tiga bulan

terakhir.

b. Kriteria

Ya dan Tidak

c. Skala

Nominal

2. Higienitas ibu

a. Definisi

Perilaku higienitas ibu, seperti mencuci tangan saat menyiapkan

makanan, setelah buang air besar, dan pencucian botol susu.

b. Kriteria

Skoring berdasarkan jawaban kuesioner. Skor ≥ 4 diklasifikasikan

baik, sedangkan skor < 4 diklasifikasikan buruk.

c. Skala

Nominal

3. Pengetahuan ibu tentang diare

a. Definisi

Pengetahuan ibu tentang hal-hal dasar dari penyakit diare.

Termasuk didalamnya definisi, gejala, dan penanganan awal.

b. Kriteria

Page 36: CHA Hasil Editan Ibenk

36

Skoring berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner. Diklasifikasikan

menjadi baik jika skor ≥ 7 dan diklasifikasikan menjadi buruk jika

skor < 7.

c. Skala

Nominal

4. Pemberian ASI eksklusif

a. Definisi

Perilaku pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya. Berupa

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, tanpa pemberian

makanan pendamping ASI ataupun susu formula.

b. Kriteria

Ya dan Tidak

c. Skala

Nominal

F. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner, yang merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada

balita.

G. Rencana Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi

masing-masing faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita.

Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi untuk semua

variabel yang diteliti.

2. Analisis Analitik

Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi

tentang hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang

Page 37: CHA Hasil Editan Ibenk

37

terdapat dalam hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan

adalah chi square.

H. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu tanggal 10 dan 11

Agustus 2012 dengan lokasi di Posyandu Desa Rawalo Kecamatan

Rawalo, Kabupaten Banyumas.

Page 38: CHA Hasil Editan Ibenk

38

VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Deskripsi Data Dasar

Data yang digunakan adalah data primer yang diambil menggunakan

kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di

Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Data diambil dari

ibu yang membawa balitanya ke posyandu dengan jumlah 60 balita,

menggunakan metode simple random sampling.

Hasil karakteristik responden dapat dilihat di tabel 6.1.

Tabel 6.1 Karakteristik Responden

Karakteristik F %Jenis Kelamin

Perempuan 27 45,0Laki-laki 33 55,0

Pendidikan IbuD3 1 1,7D1 1 1,7SMA 15 25,0SMP 31 51,7SD 10 16,7Tidak Sekolah 2 3,3

Pekerjaan IbuIbu Rumah Tangga 58 96,7Pedagang 2 3,3

Kejadian DiareDiare 40 66,7Tidak 20 33,3

ASI EksklusifYa 35 58,3Tidak 25 41,7

Higienitas IbuBaik 60 100Buruk 0 0

Pengetahuan Ibu tentang Diare Baik 29 48,3

Buruk 31 51,7Tabel 6.1 menunjukkan terdapat 27 balita berjenis kelamin perempuan

(45,0 %) dan 33 balita laki-laki (55,0 %) yang menjadi sampel penelitian ini.

Pendidikan ibu dari balita terbanyak merupakan lulusan SMP, yakni sebanyak

31 orang (51,7 %), lalu diikuti oleh lulusan SMA sebanyak 15 orang (25,0 %),

lulusan SD 10 orang (16,7 %), D3 satu orang (1,7 %), D1 satu orang (1,7 %),

Page 39: CHA Hasil Editan Ibenk

39

dan yang tidak sekolah sebanyak 2 orang (3,3 %). Sedangkan untuk pekerjaan

ibu, sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (96,7 %) sebanyak 58 orang

dan hanya terdapat 2 orang ibu (3,3 %) yang bekerja sebagai pedagang.

Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 40 balita (66,7 %) terkena diare

dalam 3 bulan terakhir ini, dan 20 (33,3 %) balita tidak terkena diare.

Sedangkan berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif diperoleh data

sebanyak 35 balita (58,3 %) mendapatkan ASI eksklusif dan 25 balita

( 41,7%) lainnya tidak mendapatkan ASI eksklusif. Dinilai dari tingkat

higienitasnya, tabel 6.1 menunjukkan bahwa semua ibu memiliki higienitas

yang baik. Berdasarkan tingkat pengetahuan tentang diare, 29 orang ibu atau

48,3 % memiliki pengetahuan yang baik tentang diare, sedangkan ibu yang

memiliki pengetahuan yang buruk tentang diare sejumlah 31 orang (51,7 %).

B. Analisis Hubungan Faktor Penyebab

1. Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Diare

Tabel 6.2 Hasil Analisis Chi-Square Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

dengan Diare

DiareP-value

Ya Tidak Total

ASI eksklusif:

Tidak 18 7 25 0,459

Ya 22 13 35

Total 40 20 60

Berdasarkan uji chi square pada analisis hubungan antara riwayat

pemberian ASI dengan diare, didapatkan nilai p = 0,459 atau probabilitas

di atas 0,05 ( 0,459 > 0,05), maka kesimpulannya adalah tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan

diare.

2. Hubungan Higienitas Ibu dengan Diare

Tabel 6.2 Hasil Analisis Chi-Square Higienitas Ibu

Page 40: CHA Hasil Editan Ibenk

40

DiareP-value

Ya Tidak Total

Higienitas Ibu:

Buruk 0 0 0

Baik 40 20 60 .a

Total 40 20 60

Berasarkan uji chi square pada analisis hubungan perilaku cuci tangan

dengan diare, didapat nilai p = .a atau tidak terjadi kesimpulan secara

statistik, karena higienitas ibu merupakan data yang konstan. Hal ini

disebabkan oleh keseluruhan data yang sama, yakni baik (100 %).

3. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Diare

Tabel 6.3 Hasil Analisis Chi-Square Pengetahuan Ibu tentang Diare

DiareP-value

Ya Tidak Total

Pengetahuan Ibu:

Buruk 25 6 31

Baik 15 14 29 0,018

Total 40 20 60

Berdasarkan uji chi square pada analisis hubungan antara pengetahuan ibu

dengan diare, didapatkan nilai p = 0,018 atau probabilitas di bawah 0,05

( 0,018 < 0,05), maka kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang

bermakna antara pengetahuan ibu dengan diare.

Berdasarkan data-data yang diperoleh dan dianalisa secara statistik,

maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu menjadi salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap kejadian diare di Desa Rawalo, kecamatan

Rawalo, Kabupaten Banyumas.

C. Pembahasan

1. Hubungan antara Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Diare

Page 41: CHA Hasil Editan Ibenk

41

Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan kesimpulan bahwa

tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare pada balita di Desa Rawalo dengan nilai p =

0,459. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan di Filipina yang melakukan penelitian tentang perbedaan

kejadian diare pada anak yang diberi ASI eksklusif dan yang diberi

cairan tanpa nilai gizi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak

yang diberi air putih atau cairan herbal berisiko 2-3 kali lebih besar

untuk terserang diare, dibandingkan dengan anak yang diberi ASI

eksklusif.

2. Hubungan antara Higienitas dengan Diare

Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan kesimpulan bahwa

tidak terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian

diare pada balita di Desa Rawalo I dengan nilai p = ,a. Hasil penelitian

ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indan (2000)

bahwa higienitas yang buruk dalam hal ini khususnya cuci tangan yang

buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan

penyakit yang lain.

Berdasarkan data yang diperoleh, semua ibu-ibu dari balita

yang diteliti di Desa Rawalo sudah memiliki tingkat higienitas yang

baik. Termasuk di dalamnya penggunaan air untuk minum yang baik,

kebiasaan mencuci tangan, mencuci peralatan makan dan masak, serta

mengajarkan anaknya untuk cuci tangan sebelum makan. Mencuci

tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan/ jajan, mempunyai

dampak dalam kejadian diare. Tangan seringkali menjadi agen yang

membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang

ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak

langsung. Contoh kontak langsung adalah bersentuhan langsung

dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain,

sedangkan kontak tak langsung seperti menggunakan permukaan-

permukaan lain seperti handuk dan gelas. Sehingga seseorang tidak

Page 42: CHA Hasil Editan Ibenk

42

sadar bahwa dirinya sedang ditularkan melalui tangan (Mujiyanto,

2009).

3. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Diare

Penelitian tentang Diare di Desa Rawalo menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan

kejadian diare pada balita, dengan nilai p = 0,018. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian Yulisa (2008), yang menunjukkan ada

pengaruh tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap

kejadian diare.

Sebagian besar ibu di Desa Rawalo masih memiliki

pengetahuan yang rendah tentang diare. Hal ini diperkirakan karena

masih rendahnya pendidikan sang ibu. Menurut Notoatmodjo

(2003), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang

dapat mempengaruhi pengetahuannya tentang kesehatan.

Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat. Selain itu masih ada

kemungkinan tradisi dan keyakinan masyarakat sekitar bahwa anak

yang diare tidak boleh diberi makan.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare

UsiaPengalaman

Sosial Budaya LingkunganDan Ekonomi

Media informasi Pendidikan

ASI eksklusif Pengetahuan Diare

Status gizi Higienitas Sanitasi

Page 43: CHA Hasil Editan Ibenk

43

J. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi proses belajar. Semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka semakin baik kemampuan orang tersebut

untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk se-

makin banyak pula pengetahuan yang didapat. Hal ini menunjukkan

bahwa pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Na-

mun seorang dengan pendidikan yang rendah tidak berarti mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak

diperoleh dari pendidikan formal saja, namun juga bisa diperoleh dari

pendidikan nonformal.

2. Media Informasi

Informasi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menyebabkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Seiring dnegan

kemajuan teknologi, muncul bermacam-macam media massa yang

dapat digunakan untuk mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Media

massa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi yang berpengaruh

terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang-orang. Media

massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain dapat

membawa pesan yang berisikan sugesti serta informasi baru dalam

pembentukan pengetahuan seseorang terhadap suatu hal.

3. Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Kebiasaan serta tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, menyebabkan

pengetahuan seseorang akan bertambah meskipun tidak melakukan.

Status ekonomi juga menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan tertentu, sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan

seseorang.

Page 44: CHA Hasil Editan Ibenk

44

4. Lingkungan

Segala sesuatu yang berada di sekitar individu baik lingkungan

fisik, biologis, maupun sosial berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu tersebut. Hal ini disebabkan terjadinya

interaksi timbal balik ataupun tidak yang akhirnya akan direspon

sebagai pengetahuan oleh individu tersebut.

5. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

tentang pengetahuan dengan mengulang kembali pengetahuan yang

pernah diperoleh dalam memecahkan masalah di masa lalu.

Pengalaman yang dikembangkan dapat memberikan pengetahuan,

keterampilan, dan mengembangkan kemampuan mengambil keputusan

sebagai manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik.

6. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia maka semakin berkembang daya tangkap dan

pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik.

Page 45: CHA Hasil Editan Ibenk

45

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas tentang variabel yang berpengaruh

terhadap kejadian diare balita adalah perilaku ibu. Dengan melihat faktor

risiko ini, maka dapat dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah terkait

buruknya perilaku ibu yang dapat rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI

Eksklusif. Metode yang digunakan adalah Hanlon Kuantitatif.

Alternatif pemecahan masalah yang dapat dijadikan referensi adalah

sebagai berikut:

1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare.

2. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media penyampa-

ian penyakit diare dan pencegahannya.

3. Pemberian booklet kepada kader-kader posyandu

4. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare melalui penyuluhan, baik

bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan

cara mencegah anak agar tidak terkena diare.

B. Prioritas Pemecahan Masalah

Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut, diperlukan

langkah pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan

metode Reinke untuk menentukan penyebab utama prevalensi diare pada

penelitian ini. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan

efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang

dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan

efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk

melakukan jalan keluar.

Kriteria efektifitas jalan keluar:

a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :

1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil

2. Masalah yang dapat diatasi kecil

3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

Page 46: CHA Hasil Editan Ibenk

46

4. Masalah yang dapat diatasi besar

5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar

b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan

selesainya masalah :

1. Sangat tidak langgeng

2. Tidak langgeng

3. Cukup langgeng

4. Langgeng

5. Sangat langgeng

c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan

penyelesaian masalah) :

1. Penyelesaian masalah sangat lambat

2. Penyelesaian masalah lambat

3. Penyelesaian cukup cepat

4. Penyelesaian masalah cepat

5. Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan

dalam menyelesaikan masalah (C):

1. Biaya sangat mahal

2. Biaya mahal

3. Biaya cukup mahal

4. Biaya murah

5. Biaya sangat murah

Prioritas pemecahan masalah pada kasus Diare Rawalo dengan menggunakan

metode Reinke adalah sebagai berikut:

Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode RinkeNo Daftar alternatif jalan

keluarEfektifitas Efisiensi M x I x V

CUrutan prioritas masalah

M I V C

1 Pembagian pamflet tentang diare 5 5 4 2 50 I

2 Penggunaan papan lembar balik

4 5 4 2 40 II

Page 47: CHA Hasil Editan Ibenk

47

3 Pemberian booklet 5 5 4 2 50 I

4 Penyuluhan tentang diare

4 4 4 2 32 III

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah

dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan

masalah, yaitu :

1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare kepada masyarakat dan

pemberian booklet kepada kader-kader Posyandu.

2. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media penyampa-

ian penyakit diare dan pencegahannya.

3. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare melalui penyuluhan, baik

bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan

cara mencegah anak agar tidak terkena diare.

Page 48: CHA Hasil Editan Ibenk

48

VIII. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai diare menjadi alasan

atas adanya kegiatan penyuluhan tentang penyakit diare di Desa Rawalo.

Diare merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh sebagian

besar balita di desa Rawalo. Berdasarkan penelitian ternyata pengetahuan

masyarakat di Desa Rawalo tentang penyakit diare masih kurang.

B. Tujuan

Penetapan tujuan berdasarkan SMART (Spesific, Measurable,

Appropriate, Realistic, Time Bound):

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diare dan pence-

gahan diare sehingga masyarakat dapat memperbaiki perilaku dan kebiasaan

yang kuarang baik dari 50% meningkat menjadi 100%.

C. Bentuk Kegiatan

1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare kepada masyarakat.

2. Pembagian booklet tentang penyakit diare kepada kader-kader Posyandu.

3. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media informasi

diare.

4. Penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare, baik

bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan

cara mencegah anak agar tidak terkena diare. Penyuluhan tentang

pentingnya ASI eksklusif 6 bulan tanpa penambahan makanan tambahan

dalam mencegah terjadinya diare dengan pembagian leaflet tentang diare.

D. Sasaran

1. Masyarakat Desa Rawalo

2. Kader-kader Posyandu.

E. Pelaksanaan

1. Kader dikumpulkan dalam satu tempat dalam rangka penyuluhan dan tin-

dakan.

Page 49: CHA Hasil Editan Ibenk

49

2. Sosialisasi mengenai penyakit diare.

3. Pembagian booklet kepada para kader.

4. Diskusi dan evaluasi

F. Hari/Tanggal dan Tempat Pelaksanaan

Hari/Tanggal Pelaksanaan : Rabu, 16 Mei 2012, pukul 10.00-12.00 WIB

Tempat Pelaksanaan : Balai Desa Rawalo

G. Rencana Anggaran

Fotokopi pamflet = Rp 30.000,00

Fotokopi + jilid booklet = Rp 80.000,00

Fotokopi kuesioner = Rp 15.000,00

Bolpoin 10 buah = Rp 5.000,00

Total = Rp 130.000,00

Page 50: CHA Hasil Editan Ibenk

50

IX. EVALUASI KEGIATAN

A. Evaluasi

1) Formatif

a) Mengevaluasi kesesuaian antara pemecahan masalah dengan

masalah yang ada. Berdasarkan hasil analisis masalah ternyata

41,6% ibu di Desa Rawalo masih memiliki pengetahuan yang

kurang tentang diare. Oleh sebab itu dibutuhkan sarana peningkatan

pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan

menurunkan nilai prevalensi ini. Metode penyediaan media

informasi berupa booklet dan pamflet melalui kader, kemudian

dilanjutkan dengan penyuluhan kepada kader merupakan metode

yang cukup tepat dan efisien untuk memberi pengetahuan kepada

masyarakat.

b) Anggaran kegiatan

Anggaran kegiatan yang digunakan dan perinciannya dalam

pelaksanaan kegiatan adalah :

Fotokopi pamflet = Rp 30.000,00

Fotokopi + jilid booklet = Rp 108.600,00

Fotokopi kuesioner = Rp 15.000,00

Bolpoin 10 buah = Rp 5.000,00

Total = Rp 158.600,00

Dengan demikian terjadi kekurangan dana sebesar 28.600

rupiah. Terjadi ketidaksesuaian rencana anggaran dengan saat

pelaksanaan kegiatan. Hal ini dikarenakan biaya pembuatan

booklet yang ternyata melebihi anggaran.

2) Promotif

Mengevaluasi pelaksanaan program yang meliputi :

a. Waktu pelaksanaan kegiatan

Kegiatan dimulai tepat pukul 08.00 WIB, sesuai yang dijadwalkan

b. Jumlah peserta yang ditargetkan

Page 51: CHA Hasil Editan Ibenk

51

Terjadi ketidaksesuaian antara target dengan jumlah peserta yang

hadir. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 27 orang, lebih sedikit 3

orang dari target sebelumnya, yaitu 30 orang.

3) Sumatif

Melihat peningkatan pengetahuan peserta antara sebelum dan

setelah pembinaan. Cara evaluasi adalah dengan memberikan soal pre

test dan post test. Peserta diminta menjawab pertanyaan sebelum dan

sesudah penyuluhan secara tertulis. Susunan pertanyaan pre dan post

test terlampir.

Dari pretes dan post test dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan

pengetahuan peserta dan penyampaian materi cukup dapat diterima

peserta.

Page 52: CHA Hasil Editan Ibenk

52

LAMPIRAN

1. Dokumentasi kegiatan Plan of Action

Gambar 1. Peserta (kader-kader POSYANDU) sedang mengerjakan pretes

Page 53: CHA Hasil Editan Ibenk

53

Gambar 2. Pembagian Booklet dan Pamflet kepada Peserta

Page 54: CHA Hasil Editan Ibenk

54

Gambar 3. Presentan sedang menyampaikan penyuluhan tentang diare

Gambar 4. Penyerahan Booklet dan Pamflet kepada Bidan dan Kader

POSYANDU