cha hasil editan ibenk
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan penyakit anak dengan beban kesakitan dan kematian
serta biaya yang tinggi di berbagai negara di dunia. World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa diare merupakan penyebab 13%-36% kematian
penduduk dunia atau sekitar 5,5 juta jiwa per tahun, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Penyakit diare hingga saat ini merupakan salah
satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka
kesakitan diantara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan
penatalaksanaan yang baik kejadian diare akan sembuh dalam 3-6 hari. Hanya
25-30% kasus berlangsung 7-14 hari dan 5-15% lebih dari 14 hari. Firmansyah
melaporkan, 85% diare akut akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, 10%
sembuh dalam 7-14 hari dan 5% melanjut lebih dari 14 hari.
Diare akut karena infeksi masih sebagai penyebab kematian pada lebih
dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang
terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua
pertiga diantaranya tinggal di daerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat
dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan
air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan
makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat
pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Indonesia diare pada anak terbanyak adalah diare akut akibat
Rotavirus. Hal ini berdasarkan data epidemiologi yang menyatakan bahwa
secara keseluruhan diare akut karena Rotavirus di Indonesia sebesar 42,3%. Di
RSUP Dr. Sarjito 47%, RSUD Yogyakarta 58,2% dan RSUD Purworejo Jawa
Tengah 58,5%. Sebodo, melaporkan bahwa Rotavirus berperan pada 34,8%
diare akut pada anak di Jakarta. Pada tahun dan tempat yang sama, Alrasjid,
mendapatkan hasil 20,9%. Di Surabaya, 34,5%- 42% diare anak usia 0-24
bulan yang terjadi sepanjang tahun 1996-1997 disebabkan oleh Rotavirus.
Hasil penelitian tahun 2001-2004 di Yogyakarta dan Jawa Tengah menunjukan
bahwa lebih dari 50% diare pada balita disebabkan karena Rotavirus.
2
Pada studi kasus Community Health Analysis salah satu wilayah
Puskesmas Rawalo, kasus Diare menempati urutan delapan besar penyakit
yang paling sering terjadi. Desa Tipar merupakan salah satu daerah cakupan
Puskesmas Rawalo dengan jumlah kasus kasus diare terbanyak dari bulan
Januari sampai dengan Juni 2011.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui angka kejadian diare pada balita di Desa Rawalo.
b. Mengetahui perilaku pemberian ASI eksklusif di Desa Rawalo.
c. Mengetahui pengetahuan ibu tentang diare di Desa Rawalo.
d. Mengetahui higienitas dan sanitasi ibu di Desa Rawalo.
e. mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare
pada balita di Desa Rawalo.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu dan wawasan pengetahuan di bidang kesehatan
lingkungan terutama dalam mengatasi penyakit diare.
2. Manfaat Praktis
Sebagai panduan untuk melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan kasus diare di Puskesmas
Rawalo.
3. Manfaat bagi masyarakat
Sebagai panduan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
diare dan tata cara pencegahannya.
3
II. ANALISIS SITUASI
A. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja
Kecamatan Rawalo merupakan salah satu bagian dari wilayah
Kabupaten Banyumas dengan luas wilayah 4.975 km2 atau 3,74 % dari luas
Kabupaten Banyumas. Kecamatan Rawalo terbagi menjadi 9 desa, terdiri dari
79 RW dan 273 RT. Desa Tambaknegara merupakan desa yang paling luas
wilayahnya di antara 9 desa yang terdapat di Kecamatan Rawalo, yaitu sekitar
892,5 km2, sedangkan Desa Pesawahan merupakan desa dengan luas wilayah
yang paling sempit yaitu sekitar 185,3 km2.
Secara geografis letak Kecamatan Rawalo berbatasan dengan wilayah
beberapa kecamatan yaitu:
a. Di sebelah Utara : Kecamatan Purwojati
b. Di sebelah Selatan : Kecamatan Kebasen dan Kabupaten Cilacap
c. Di sebelah Barat : Kecamatan Jatilawang
d. Di sebelah Timur : Kecamatan Patikraja
B. KEADAAN DEMOGRAFI KECAMATAN RAWALO
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari Statistik Kecamatan Rawalo, hasil registrasi
penduduk akhir tahun 2011, jumlah penduduk di Kecamatan Rawalo
adalah 51.876 jiwa terdiri dari 25.760 jiwa laki-laki dan 26.116 jiwa
perempuan yang tergabung dalam 12.746 KK. Mengalami kenaikan
sebesar 0, 99 % dibandingkan 2010.
Jumlah penduduk tahun 2011 yang tertinggi di desa Tambaknegara
sebanyak 7.210 jiwa, sedangkan terendah di desa Pesawahan dengan
jumlah penduduk 2.692 jiwa.
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Rawalo tahun 2011 sebesar 1.019
jiwa/Km2, dengan kepadatan tertinggi pada Desa Rawalo, sedangkan
kepadatan terendah ada pada Desa Sidamulih sebesar 718 jiwa/Km2.
c. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
4
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Rawalo
tahun 2011 kelompok umur terbesar pada umur 15-19 tahun sebanyak
4.603 jiwa sedangkan kelompok dengan jumlah penduduk terkecil adalah
umur 75 keatas sebanyak 560 jiwa.
C. TINGKAT SOSIAL EKONOMI
1. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data dari BKCKB Kecamatan Rawalo, sampai akhir tahun
2011 jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Tidak/belum sekolah 813 851 1664
2. Tidak Tamat SD 3431 3546 6977
3. Tamat SD/MI 2661 2729 5390
4. SLTP/Sederajat 2559 2360 4919
5. SLTA/Sederajat 2155 2174 4392
6. AK/Diploma 280 210 490
7. D IV/ S-1 247 196 443
Sumber: Profil Puskesmas Rawalo 2011
Dari tabel tersebut diatas tingkat pendidikan paling banyak adalah Tidak
Tamat SD (26,45%) kemudian Tamat SD/MI (22,16%) dan
SLTA/sederajat (20,96). Sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit
adalah tingkat sarjana/S1 (1,27%).
2. Mata Pencaharian
Berdasarkan data yang diperoleh dari data monografi Kecamatan Rawalo
pada tahun 2011, mata pencaharian/ jenis pekerjaan penduduk di
Kecamatan Rawalo dari 10 besar sesuai urutan adalah sebagai berikut:
Petani Sendiri (16,36%), Buruh Tani (12,69%), Buruh Bangunan (3,06%),
Pedagang (1,16%), Buruh Industri (1,53%), PNS (2,8%), Pengangkutan
(2,7%), Pengusaha (0,45%), ABRI (1,35%), dan Nelayan (0,40%).
5
D. SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Sebagai salah satu cara mengukur keberhasilan pembangunan
kesehatan diperlukan indikator, antara lain Indikator Indonesia Sehat dan
indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal di bidang kesehatan. Berikut
akan dibahas dan diuraikan menurut indikator-indikator seperti diatas:
1. Indikator Indonesia Sehat
a. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari kejadian kematian yang ada. Kejadian kematian juga
dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.
Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan
berbagai survey dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan
penyakit-penyakit yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan
di bawah ini:
1) Angka Kematian Bayi Baru Lahir
Pada tahun 2011 terdapat 889 kelahiran hidup dimana
jumlah lahir mati sebanyak 9 bayi. Angka kematian bayi (AKB)
di Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 sebesar 10,1 per 1000
kelahiran hidup. Pada tahun 2010 AKB di Kecamatan Rawalo
sebesar 15,8 per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian terjadi
penurunan AKB pada tahun 2011 sebesar 5,7 per 1000 kelahiran
hidup dibanding tahun 2010. Jika dibandingkan dengan Indikator
Indonesia Sehat terhitung masih rendah (IIS 2010= 40 per 1000
kelahiran hidup).
2) Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2011 di Kecamatan
Rawalo adalah sejumlah 225 per 100.000 kelahiran hidup,
dengan demikian terjadi kenaikan AKI jika dibandingkan tahun
2010, yaitu dari 0 (tidak ada kasus) menjadi 2 kasus. Menurut
Indikator Indonesia Sehat (IIS Tahun 2010) AKI sebesar
6
150/100.000 kelahiran hidup, jika dibandingkan nilai tersebut
AKI di Kecamatan Rawalo masih di atas IIS.
3) Angka Kematian Balita
Jumlah balita pada tahun 2011 sebanyak 3720 dengan
jumlah balita mati sebanyak 18 balita. Dengan demikian Angka
Kematian Balita di tahun 2011 adalah 20,2 per 1000 kelahiran
hidup.
4) Angka Kecelakaan
Pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terjadi kecelakaan
sebanyak 352 kejadian. Dari peristiwa tersebut terdapat korban
mati sebanyak 15 orang, luka berat sejumlah 322 orang dan luka
ringan 546 orang. Dengan demikian angka kejadian kecelakaan di
Kecamatan Rawalo selama tahun 2011 adalah sebesar 0,71 per
100.000 penduduk.
b. Morbiditas
1) Malaria
Pada tahun 2011 di Kecamatan Rawalo ditemukan adanya 2
kasus malaria di Desa Sanggreman. Sedangkan pada tahun 2010
tidak ditemukan kasus malaria, hal ini perlu diwaspadai.
2) TB Paru
Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2011 sebanyak 14 kasus
atau CDR 24 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus TB Paru
positif pada tahun 2008 sama yaitu sebanyak 14 kasus atau CDR
24 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2010
jumlah penderita TB Paru masih tetap.
3) HIV/ AIDS
Sampai dengan tahun 2011 di Kecamatan Rawalo tidak
ditemukan adanya kasus HIV / AIDS atau nihil.
4) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Jumlah kasus Demam Berdarah yang ada di Kecamatan
Rawalo pada tahun 2011 adalah sejumlah 6 kasus, tersebar di 4
7
desa dari 9 desa yang ada. Tidak ada korban yang meninggal dari
6 kasus tersebut.
5) Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit tidak menular yang terdata di Puskesmas Rawalo
pada tahun 2011 terdiri dari: hipertensi esensial (754 kasus), DM
(201 kasus), asma bronchial (202 kasus), gangguan prostate (8
kasus), dekompensasi kordis (6 kasus), stroke non hemoragik (3
kasus), angina pectoris (2 kasus), dan stroke hemoraghik (1 kasus).
Kasus terbanyak adalah hipertensi esensial.
c. Status Gizi
Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya
dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang ada di
masyarakat. Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas
Rawalo tahun 2011 adalah sebagai berikut:
1) Gizi lebih : 0,07 %
2) Gizi baik : 96,05 %
3) Gizi kurang : 3,66 %
4) Gizi buruk : 0,23 %
5) KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 3,89 %
Sepanjang tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terdapat 7 balita
dengan gizi buruk, yang semuanya mendapat dari Dinas Kesehatan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk balita gizi buruk
mendapatkan perawatan sebesar 100%. Dengan demikian cakupan
gizi buruk yang mendapat perawatan di Kecamatan Rawalo
dibanding dengan SPM sudah memenuhi target.
d. Keadaan Lingkungan
1) Pembinaan Kesehatan Lingkungan
Pada tahun 2011 jumlah institusi yang terdiri dari sarana
kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di
Kecamatan Rawalo adalah sejumlah 216 buah sedangkan yang
dibina adalah sejumlah 141 buah atau 65,3%. Standar Pelayanan
Minimal untuk institusi yang dibina sebesar 70%, dengan
8
demikian institusi yang dibina di Kecamatan Rawalo belum
mencapai standar.
2) Rumah Sehat
Dari jumlah keluarga yang ada di Kecamatan Rawalo pada
tahun 2011 adalah 14.760 keluarga dan yang diperiksa 356
keluarga (2,4%). Keluarga yang memiliki jamban sehat hanya
224 keluarga (86,5%). Terdapat 59 keluarga yang memiliki
tempat sampah sehat (16,5%), sedangkan untuk pengelolaan
airlimbah sehat dimiliki oleh 53 keluarga (14,8%). Cakupan
rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah
sehat seluruh wilayah Kecamatan Rawalo karena hasil cakupan
masih jauh dari total rumah di Kecamatan rawalo.
e. Perilaku Hidup Masyarakat
1) PHBS
Dalam kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat bagi masyarakat telah dilaksanakan pendataan PHBS
tatanan rumah tangga. Dari 14.760 rumah tangga yang ada,
dilaksanakan pemantauan PHBS terhadap sejumlah 6.151
rumah tangga yang dilaksanakan secara acak maka diperoleh
hasil pemantauan sebagai berikut :
i. Strata Pratama sejumlah 0 rumah (0,00%)
ii. Strata Madya sejumlah 449 rumah (7,29%)
iii.Strata Utama sejumlah 5.512 rumah (89,6%)
iv. Paripurna sejumlah 190 rumah (3,09%)
2) Posyandu
Dari 71 buah posyandu yang aktif setelah dinilai tingkat
perkembangan posyandu maka dapat dilihat strata posyandu
sebagai berikut :
Posyandu Pratama : 1 posyandu (1,4%)
Posyandu Madya : 2 posyandu (2,8%)
Posyandu Purnama : 53 posyandu (74,6%)
Posyandu Mandiri : 15 posyandu (21%)
9
f. Sumber Daya Kesehatan
Tenaga kesehatan menurut jenisnya:
a) Tenaga Medis sejumlah : 3 orang dengan perincian dokter
umum 2 orang dan dokter gigi 1 orang
b) Tenaga Perawat dan bidan : 28 orang dengan perincian untuk
perawat sejumlah 6 orang dengan pendidikan DIII 4 orang,
lulusan SPK 1 orang, dan lulusan SPRG 1 orang. Sedangkan
untuk tenaga bidan terdapat 22 orang dengan lulusan DIII se-
jumlah 13 orang dan DI sejumlah 9 orang.
c) Tenaga Sanitasi : 2 orang dengan pendidikan DIII.
d) Tenaga Teknisi Medis : -
e) Tenaga Kesmas : -
f) Tenaga Laborat : 1 orang dengan pendidikan DIII
1 orang lulusan SLTA (dilatih)
g) Tenaga Apoteker : 1 orang dengan pendidikan DIII
h) Sopir : 1 orang
i) Tenaga kebersihan : 2 orang
2. Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal
Upaya pelayanan kesehatan dasar adalah langkah awal yang
sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan
cepat, diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan
masyarakat. Berbagai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
1) Pelayanan K-4
Tahun 2011 tercatat sebanyak 1063 jumlah ibu hamil di
Kecamatan Rawalo, adapun yang mendapatkan pelayanan K-4
sejumlah 945 ibu hamil (88,9 %) dibandingkan dengan tahun
2010 ibu hamil yang mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah
899 ibu hamil (88,8 %). Berarti pelayanan K-4 mengalami
peningkatan sebesar 0,1%.
10
Standar pelayanan minimal untuk cakupan kunjungan ibu
hamil, K-4 adalah sebesar 95%. Oleh sebab itu Kecamatan
Rawalo masih belum memenuhi SPM yang diharapkan,
sehingga masih perlu ditingkatkan.
2) Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan
Jumlah ibu bersalin di Kecamatan Rawalo pada tahun
2010 adalah sejumlah 896 bulin dan semuanya ditolong oleh
tenaga kesehatan. Tahun 2010 hanya 83,54 % bulin yang
ditolong oleh nakes dari 966 bulin yang ada. Berarti pelayanan
kesehatan oleh nakes mengalami peningkatan sebesar 16,46%.
Hal tersebut harus dipertahankan, mengingat sudah
melampaui target SPM untuk pertolongan nakes sebesar 95%,
dengan demikian cakupan persalinan nakes di Kecamatan
Rawalo sudah memenuhi SPM.
3) Bumil Risti dirujuk
Jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi (risti) yang ada di
Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 adalah sebanyak 431 ibu
hamil atau (45,6 %) dari jumlah keseluruhan ibu hamil.
Sebanyak 166 ibu hamil risti dirujuk. Terjadi peningkatan
jumlah ibu hamil risti sebanyak 111 kasus, jika dibandingkan
dengan jumlah ibu hamil risti pada tahun 2010.
4) Bayi dan Bayi BBLR
Jumlah bayi yang lahir di tahun 2011 di Kecamatan
Rawalo sejumlah 889 bayi, terdapat bayi dengan BBLR
sejumlah 49 bayi (5,7 %) dan sudah ditangani sebanyak 100%.
Dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 terjadi peningkatan
kasus BBLR. Target SPM tahun 2011 adalah 100% . Artinya
penanganan BBLR di Puskesmas Rawalo sudah memenuhi
standar.
5) Pelayanan Keluarga Berencana
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan
Rawalo pada tahun 2011 adalah sebanyak 8.786 pasang,
11
dengan jumlah PUS pengguna KB aktif sebanyak 7.548 pasang
(86 %). Hal ini menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan jumlah PUS pengguna KB aktif pada tahun 2010,
yakni dari 9337 pasangan terdapat 7.190 PUS pengguna KB
aktif atau sekitar 77 %. Kemudian terjadi pula peningkatan
jumlah peserta KB baru pada tahun 2011 sebesar 1.635 orang.
6) Pelayanan Imunisasi
Kegiatan pelayanan imunisasi meliputi pemberian
imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio,
Campak, HB), imunisasi untuk wanita usia subur atau calon
pengantin, ibu hamil, dan imunisasi untuk anak usia SD (kelas
1: DT dan kelas 2-3: TT). Kegiatan imunisasi di Kecamatan
Rawalo telah memenuhi SPM. Selain itu semua desa di
Kecamatan Rawalo pada tahun 2011 sudah mencapai
Universal Child immunization (UCI). Sedangkan target standar
pelayanan minimal untuk desa UCI adalah 85%, dengan
demikian kecamatan Rawalo sudah mencapai target.
7) Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan, dan Penunjang
Pelayanan kesehatan dasar yang dilayani di Puskesmas
Rawalo baik rawat jalan maupun rawat inap dan rujukan yang
telah dilaksanakan pada tahun 2011 adalah: Rawat jalan
sejumlah 42.072 orang (85,36%) dengan SPM sebesar 15%.
Sedangkan kunjungan rawat inap sejumlah 1.711 orang
(3,31%) dan SPM Rawat Inap 1,5%, dengan demikian untuk
SPM Rawat Jalan dan Rawat inap sudah mencapai standar.
b. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
1) Pencegahan dan pemberantasan polio
Terdapat 1 kasus AFP di wilayah kerja Puskesmas
Rawalo selama tahun 2011. Hal ini belum memenuhi SPM rate
untuk AFP, sebab standarnya adalah 1 per 100.000 penduduk
usia kurang dari 15 tahun.
2) Pencegahan dan pemberantasan TB paru
12
Sumber data dari profil dan pemegang TB Paru, kasus
TB Paru (klinis dan positif) sebanyak 25 kasus. Mendapat
pengobatan lengkap dan dinyatakan sembuh sebanyak 25
orang juga (100%). Hal ini telah memenuhi SPM kasus TB
Paru, yakni sebesar 85%.
3) Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA
Kasus Pnemonia pada balita di Puskesmas Rawalo untuk
tahun 2011 ditemukan sebanyak 27 kasus, yang ditangani
sejumlah 27 kasus (100%). SPM untuk untuk balita dengan
Pneumonia yang ditangani sebesar 100%, dibanding dengan
SPM masih rendah, tetapi dalam hal penemuan kasus jauh dari
target (10% x jumlah balita (3.851) = 385 ).
4) Pencegahan atau pemberantasan HIV
Selama tahun 2011 tidak ditemukan kasus HIV positif di
Kecamatan Rawalo.
5) Pencegahan dan pemberantasan DBD
Sejumlah 6 kasus DBD ditemukan di Kecamatan Rawalo
selama tahun 2011 dan terbesar pada 4 desa. Dari jumlah
tersebut seluruhnya telah mendapatkan penanganan (100%).
Semua kasus DBD yang terjadi selama tahun 2011 merupakan
kasus impor atau pendatang, yaitu disebabkan karena tertular
dari tempat lain akibat mobilitas penduduk.
6) Pengendalian Penyakit Malaria
Selama tahun 2011 di Kecamatan Rawalo ditemukan 2
kasus malaria dan langsung mendapat penanganan dan
pengobatan. Selain itu dilakukan pula upaya-upaya untuk
mencegah penyebaran penyakit.
7) Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggu-
langan KLB.
Kasus Kejadian Luar Biasa yang terjadi pada tahun 2011
di Kecamatan Rawalo adalah 4 orang terserang DBD, 1 orang
menderita diare, dan 2 orang menderita malaria.
13
SPM untuk desa/kelurahan mengalami KLB yang
ditangani < 24 jam sebesar 100%. Dengan demikian cakupan
di Kecamatan Rawalo dibandingkan dengan SPM sudah
tercapai.
8) Pelayanan pengendalian Vektor
Vektor sebagai binatang pembawa kuman atau bibit
penyakit harus dikendalikan. Hal ini untuk mencegah
penyebaran suatu penyakit. Tahun 2011 telah dilakukan
upaya pengendalian vektor terhadap nyamuk untuk
memberantas vektor penyakit DBD, Chikungunya, dan
Malaria. Sementara vektor penyakit lain baru sebatas
penyuluhan, pemantauan, dan penyebaran informasi.
c. Pembinan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
1) Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Jumlah institusi di Kecamatan Rawalo yang terdiri dari
sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan
perkantoran dan instalasi pengolahan air minum di Kecamatan
Rawalo sebanyak 129 buah pada tahun 2011. Sejumlah 85
buah (65,9 %) telah dibina.
2) Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat-tempat Umum
Dari 188 TTU/ TUPM yang ada dan yang diperiksa 128
buah (68,08%) yang memenuhi syarat 56 buah (29,78%).
Dibandingkan dengan hasil kegiatan tahun 2009 untuk TTU/
TUPM adalah sejumlah 190 buah yang diperiksa 63 atau
33,15% sedangkan yang memenuhi syarat adalah sebesar 43
atau 22,63%.
d. Perbaikan Gizi Masyarakat
1) Pemantauan Pertumbuhan Balita
Berdasarkan laporan bulanan penimbangan Balita
(F/III/Gizi) Puskesmas Rawalo tahun 2010 adalah sebagai
berikut:
Jumlah seluruh balita (S) = 3891 anak
14
- Jumlah balita ditimbang (D) = 3062 anak
- Jumlah balita naik berat badannya (N) = 2115anak
2) Pelayanan Gizi
Dari jumlah balita pada tahun 2011 yang ada 3036 balita
yang mendapat kapsul Vit A 2x adalah 3036 (100%).
Sedangkan untuk bayi usia 6 – 11 bulan sejumlah 447 bayi
yang mendapat Vit A sejumlah 447 (100%).
e. Kefarmasian
Ketersediaan obat
Selama tahun 2011 ketersediaan obat di Puskesmas Rawalo
untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat telah
dinyatakan cukup. Meski masih disayangkan ada beberapa obat
yang ketika diterima telah dekat masa kadaluwarsanya.
15
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
Permasalahan yang ada di puskesmas Rawalo dapat diidentifikasi dari 6
program pokok puskesmas. Masalah timbul apabila salah satu dari 6 pro-
gram tersebut tidak memenuhi standar nilai yang harus dicapai. Berikut
kami jabarkan masalah dari masing- masing program pada tahun 2011 ;
A. P2M (Pemberantasan Penyakit Menular)
Pada Program Pokok Pemberantasan penyakit Menular
didapatkan penyakit yang melebihi jumlah kasus maksimum yang harus
ditemukan dari jumlah penduduk yang ada, yakni TB paru, Diare, DHF,
dan Malaria. Jumlah kasus TB Paru positif tahun 2011 sebanyak 14 kasus
dengan CDR 12 per 100.000 penduduk. Hal ini menggambarkan bahwa
kejadian TB paru melebihi target maksimum sedangkan Diare, DHF, dan
Malaria telah menjadi suatu kejadian luar biasa. Diare dikatakan kejadian
luar biasa karena dari …… kasus terdapat satu kasus kematian. Pada DBD
ditemukan ada 4 kasus dikatakan kejadian luar biasa karena………
Sedangkan pada Malaria terdapat 2 kasus, dikatakan kejadaian luar biasa
karena……….
B. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana)
Permasalah pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) didapatkan dari angka
mortalitas dan upaya pelayanan kesehatan. Angka mortalitas menunjukan
adanya masalah dengan ditemukannya satu kasus kematian Ibu pada saat
persalinan. Sedangkan permasalahan upaya pelayanan kesehatan
ditemukan tidak terpenuhinya pelayanan K4 secara optimal dengan dasar
ditemukannya data pelayanan K4 baru mencakup 88,8 % ibu hamil yang
seharusnya terpenuhi 95%, terjadinya pengingkatan jumlah ibu hamil
dengan resiko tinggi dari data tahun 2010 sebanyak 320 ibu hamil menjadi
431 ibu hamil pada tahun 2011, dan cakupan asi ekslusif yang tidak
memenuhi target minimal dengan data pemenuhan ASI ekslusif baru
tercapai sebesar 66,4%.
C. Gizi
Berdasarkan pemantauan status gizi balita di Puskesmas Rawalo tahun
2011 adalah sebagai berikut:
16
1. Gizi lebih : 0,07 %
2. Gizi baik : 96,05 %
3. Gizi kurang : 3,66 %
4. Gizi buruk : 0,23 %
5. KEP total (gizi kurang+ gizi buruk) : 3,89 %
Sepanjang tahun 2011 di Kecamatan Rawalo terdapat 7 balita dengan gizi
buruk. Gizi buruk merupakan permasalahan yang mendapatkan perhatian
khusus dari bagian program gizi.
D. Kesehatan Lingkungan
Pada Kesehatan lingkunga tidak ditemukan permasalahan dimana target
minimal sebesar ................. telah tercapai.
E. Promosi Kesehatan
Pada promosi kesehatan tidak ditemukannya permasalahan dimana target
program sudah tercapai dan secara keseluruhan sudah baik.
F. Pengobatan
Pengobatan pada semua penyakit telah dilakukan sesuai dengan standar
pelayanan minimal. Permasalahan yang berarti tidak ditemukan pada
program pengobatan didasarkan pada pemenuhan standar pelayanan
minimal.
G. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)
Pada data Puskesmas Rawalo ditemukan adanya empat kasus kejadian luar
biasa, yakni AKI, DBD, Malaria, dan Diare sehingga KLB menjadi
prioritas masalah yang harus diselesaikan ketimbang permasalahan-
permasalahan yang ada. Untuk mengetahui prioritas masalah dari keempat
kejadian luar biasa dilakukan pemrioritasan dengan metode Hanlon. Untuk
keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B: kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
17
4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas Wangon adalah sebagai berikut :
1. Kriteria A (besarnya
masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya masalah KLB di Puskesmas Rawalo tahun
2011
Masalah kesehatan Besarnya masalah berdasarkan jumlah kasus
1 2 3 4 5 6 NILAI
AKI X 1
Diare X 1
DBD X 6
Malaria X 2
2. Kriteria B (kegawatan
masalah)
Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian)
a. Tidak gawat
b. Kurang gawat
c. Cukup gawat
d. Gawat
e. Sangat gawat
Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian)
a. Tidak urgen
b. Kurang urgen
c. Cukup urgen
d. Urgen
e. Sangat urgen
18
Biaya (biaya penanggulangan)
a. Sangat murah
b. Murah
c. Cukup mahal
d. Mahal
e. Sangat mahal
Tabel 3.3. Kriteria B (Kegawatan Masalah)
Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
AKI 4 5 3 12
DBD 4 5 2 11
Diare 4 5 2 11
Malaria 4 5 2 11
3. Kriteria C
(penanggulangan
masalah)
Pertanyaan yang harus dijawab dalam menilai penanggulangan
masalah adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
a. Sangat sulit ditanggulangi
b. Sulit ditanggulangi
c. Cukup bisa ditanggulangi
d. Mudah ditanggulangi
e. Sangat mudah ditanggulangi
Dilakukan pengambilan suara dari 5 orang yang kemudian dirata-
rata untuk menentukan skor pada tahap ini, dimana skor tertinggi
merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.
Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut :
AKI (3+2+4+2+3)/5 = 2,8
DBD (5+4+4+4+4)/5 = 4,2
Diare (5+5+5+5+5)/5 = 5
19
Malaria (4+3+4+4+3)/5 = 3,6
4. Kriteria D (PEARL faktor)
Propriety : Kesesuaian (1/0)
Economic : Ekonomi murah (1/0)
Acceptability : Dapat diterima (1/0)
Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : Legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.4. Kriteria D (PEARL faktor)
Masalah P E A R L Hasil Perkalian
AKI 1 1 1 1 1 1
DBD 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Malaria 1 1 1 1 1 1
Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Metode Hanlon Kuantitatif
Masalah A B C D NPD NPT Urutan
P E A R L Prioritas
AKI 1 12 2,8 1 1 1 1 1 36,4 36,4 IV
DBD 6 11 4,2 1 1 1 1 1 71,4 71,4 I
Diare 1 11 5 1 1 1 1 1 60 60 II
Malaria 2 11 3,6 1 1 1 1 1 46,8 46,8 III
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :
20
1. DBD
2. Diare
3. Malaria
4. AKI
H. Daftar Kasus Malaria di Bulan Januari 2011-Desember 2011
Tabel 3.6. Kasus Diare di Puskesmas Rawalo Januari 2011-Maret 2012
No Desa Jumlah Kasus
1 Rawalo 531
2 Tambaknegara 303
3 Banjar Parakan 282
4 Menganti 265
5 Losari 291
6 Sanggreman 179
7 Tipar 373
8 Pesawahan 151
9 Sidamulih 236
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Rawalo 2011-2012
I. Data Kasus Diare di Desa Rawalo Periode Januari 2011-Maret 2012
Tabel 3.7. Kasus Diare di Desa Rawalo Januari 2011-Maret 2012
No Usia Jumlah %
1 < 1 tahun 65 12,17
2 1-4 tahun 185 34,64
3 ≥ 5 tahun 284 53,19
Jumlah 534 100
Sumber: Data Sekunder Puskesmas Rawalo 2011-2012
21
IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
1. Diare
A. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Buang besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Markum, 2002). Definisi
lain, WHO (1980), memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari.
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines
2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
(Richard, 2006).
B. Manifestasi Klinis
Klasifikasi Diare berdasarkan penyebabnya terdiri dari: proses
inflamasi, osmotik (malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas (Asnil, 2003).
1. Diare Inflamasi
Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut,
feses yang berdarah dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy
mukosa intestinal. Pada beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia,
hipoglobulinemia, protein losingenterophaty. Mekanisme inflamasi ini
dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi
intestinal. Pada pasien tanpa penyakit sistemik, adanya feses yang
berisi cairan atau darah tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon
atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare kronik yang berdarah dapat
disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease.
Gambaran klinik berupa: diare, nyeri abdomen, neusea, muntah,
penurunan berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein
losing enterophaty. Pada protein losing enterophaty berat, dapat terjadi
edema ferofer, asites dan anasarka.
22
2. Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya
dilabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotik yang mendesak
cairan kedalam lumen intestinal. Peningkatan volume cairan lumen
tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien dan obat
sebagai cairan yang gagal dicerna dan diabsorbsi. Pada umumnya
penyebab diare osmotik adalah malabsorbsi lemak atau karbohidrat.
Diare osmotik dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik
terhadap makanan tertentu seperti buah,gula/manisan, permen
karet,makanan diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak
ddiabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa.
3. Diare Sekretori
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh
karena abnormalitas cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu
berhubungan dengan makanan yang dimakan. Diare terjadi karena
sekresi dengan volume tinggi asam hidroklorik, maldigesti lemak
akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya pH asam empedu.
4. Perubahan Motilitas Intestinal (Altered Intestinal Motility)
Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan
perubahan motilitas intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable
Bowel Syndrome. Diare ini ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri
abdomen, passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam defaksi. Pada
beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang
berkurang dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan motilitas
intestinal. Diare terjadi akibat pengaruh fekal atau obstruksi tumor
dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses atau obstruksi.
C. Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila
anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu
diagnosis:
1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
23
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin
oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited
disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare
berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare >
48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri
perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70
tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
D. Penatalaksanaan
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting
dalam terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai
berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total
berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai
sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi
ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang
banyak (> 100 ml/kgBB/hari) atau muntah hebat (severe vomiting)
sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang
sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan
terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun
sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat
dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah
dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan
rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara
75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium
antara 40-60mEq/L anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus
dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur.
24
a. Dehidrasi Ringan-Sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan
dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika
gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak: 75 ml/kg bb/3jam.
Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum
sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam
pada bayi dan 1-2 jam pada anak. Penggantian cairan bila masih ada
diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare
atau muntah.
Secara ringkas kelompok ahli gastroenterologi dunia
memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan
diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu:
1. Menggunakan CRO (cairan rehidrasi oral)
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3-4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
2) Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
3) Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
4) ASI diteruskan
5) Suplemen dengan CRO (CRO rumatan)
6) Anti diare tidak diperlukan
b. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari
10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda
vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan
dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit
parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO
diberikan sebagai berikut:
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
25
Selain penggantian cairan, penatalaksanaan diare dapat dengan
memberikan terapi simptomatik dan terapi kausatif. Berikut ini
merupakan obat-obatan yang dapat mengatasi simptom pada diare:
1) Obat anti diare:
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedi-
anya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai
penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl
serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2-4
mg/ 3-4x sehari dan lomotil 5mg 3-4 x sehari. Bila diare akut
dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak di-
anjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa
zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin.
Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi
elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan
Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam
lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi
feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
2) Probiotik
26
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifi-
dobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami pen-
ingkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/ menghi-
langkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada
diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang
dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di
indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan
jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare
A. Faktor Agent
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan
sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan
toksik, iskemik dan sebagainya.
Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh (Siregar, 2004):
1. Bakteri
Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Sal-
monella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01
dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostrid-
ium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococ-
cus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.
2. Parasit
Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N.
americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.
3. Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
27
B. Faktor Host
1. Faktor status gizi
Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering
terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat
diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat
peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Konsumsi
gizi tersebut, tidak bisa dipenuhi karena faktor eksternal maupun
internal. Faktor eksternal menyangkut keterbatasan ekonomi keluarga
sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk membeli makanan,
sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat didalam diri anak
yang secara psikologis muncul sebagai problema makan pada anak
balita atau juga bisa karena kekurangan gizi yang didapat dari sejak
lahir oleh karena kekurangan gizi pada ibu saat ibu hamil. Oleh sebab
itu, konsumsi gizi anak lebih diperhatikan karena akan menyebabkan
status gizi kurang pada balita.
Menurut Scrimsham, ada hubungan yang sangat erat antara infeksi
(penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena
adanya tekanan interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat
secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat
gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan
mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan
cairan/gizi akibat penyakit diare ysng terus menerus sehingga tubuh
lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi dengan
infeksi diare pada anak balita. Apabila masukan makanan atau zat gizi
kurang- akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan
mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang
menderita penyakit diare. Oleh sebab, itu masukan makanan atau zat
gizi harus diperhatikan agar tidak terjadi penurunan metabolisme di
dalam tubuh.
2. Pemberian ASI ekslusif
28
Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan
tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat
turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi
berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri
secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan
tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan
daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila
bayi diberi ASI.
Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6
bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai
macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat
kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit
infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya
zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari
berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
dan parasit.
Menurut Soekirman (1991), ada perbedaan yang signifikan antara bayi
yang mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya
diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah
sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti sakit diare dan
lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang diberikan
ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan
dan jarang memerlukan perawatan.
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang
menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak
negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya
penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau minuman herbal,
lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibandingkan bayi
yang diberi ASI Eksklusif. Penelitian lagi juga menyimpulkan bila
dalam dua bulan kehidupan bayi tidak mendapat ASI eksklusif, maka
bayi beresiko meninggal 25 kali lebih besar akibat diare dibandingkan
bayi yang mendapat ASI eksklusif.
29
C. Faktor Lingkungan (Environment)
1. Sanitasi
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui fecal oral yang
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban
keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup sehat
dari keluarga. Sanitasi adalah pembudayaan hidup bersih dengan
maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan
bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan
menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi yang
berhubungan dengan kejadian diare adalah kualitas jamban, kualitas
sistem pembuangan limbah, kualitas sistem pembuangan sampah,
kualitas sumber air. Menurut Adisasmito, faktor lingkungan yang
berhubungan dengan kejadian diare sarana air bersih (SAB),
penggunaan jamban dan sarana pembuangan air limbah.
Dari segi sarana air bersih yang diteliti adalah risiko pencemaran
SAB, kualitas SAB dan kepemilikan SAB. Dari 12 penelitian yang
meneliti tentang jenis SAB, tujuh diantaranya menunjukkan hasil
yang signifikan dengan rata-rata odd ratio (OR) sebesar 3,19. Untuk
risiko pencemaran BAB ada lima penelitian yang menunjukkan hasil
yang signifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR sebesar
7,89, namun pada penelitian ini terdapat skor ekstrim 17 dengan OR
sebesar 26,86 95% CI: 9,61-75,10.
Penelitian oleh program Magister Kedokteran Universitas
Sebelas Maret di lima profinsi di Indonesia yang mendapatkan proyek
Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG) pada bulan Agustus-September
2003 didapatkan bahwa keluarga yang mempunyai sumber air bersih
dari sumur dan ledeng dapat mencegah diare pada anak sebanyak (66
% OR 0,34 95 % interval kepercayaan = 0,16 – 0,70) dan membuang
sampah pada tempat sampah khusus dapat mencegah diare dimana
yang tidak mempunyai tempat sampah khusus mempunyai risiko 2
30
kali lipat terkena diare dibanding yang membuang sampah ditempat
khusus.
Faktor lingkungan berdasarkan jamban, yang lebih banyak
diteliti adalah sarana jamban, kepemilikan jamban dan kondisi jam-
ban. Dari delapan penelitian mengenai sarana jamban, empat peneli-
tian diantaranya menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penyakit
diare dengan rata-rata OR 17,25, namun pada penelitian ini terdapat
skor ekstrim dengan OR sebesar 56,767 95% CI: 13,443-239,729. Un-
tuk kepemilikan jamban, lima penelitian menunjukkan hasil yang sig-
nifikan terhadap penyakit diare dengan rata-rata OR sebesar 3,32.
Hasil ini sejalan dengan data terakhir dari departemen kesehatan yang
mengatakan bahwa sanitasi yang buruk merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya diare.
2. Higienitas
Higienitas adalah Kebersihan fisik dan mental yang dapat
menciptakan lingkungan sehat dan tubuh yang sehat. Higienitas yang
mempengaruhi kejadian diare diantaranya kebiasaan mencuci tangan
sebelum dan setelah makan dengan sabun, mencuci tangan setelah
buang air besar dengan sabun, mencuci alat makan dan botol susu
dengan sabun dan air bersih mengalir, tidak jajan diluar rumah,
memotong kuku setiap minggu, merebus air hingga matang, dan
mencuci buah dan sayur sebelum dimasak/dimakan.Pada bayi faktor
higienitas ini sangat ditentukan oleh peran serta orang terdekat. Orang
terdekat pada umumnya adalah ibu kandung yang keseharian
merawat bayi. Maka untuk itu faktor pengetahuan Ibu terhadap
penyakit diare sangat berperan dalam higienitas host (bayi).
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Seba-
gian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Menurut (Hariweni, 2003) Notoatmodjo mengatakan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
AgentBakteri, Parasit, Virus
31
a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tersebut,
disini sikap subyek sudah mulai terbentuk.
c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Uji coba (Trial) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
Pengetahuan Ibu sangat berperan dalam kejadian diare.
Pengetahuan ibu yang baik akan berdampak pada prilaku ibu tersebut
ketika memberikan makanan kepada bayinya. Penularan diare pada
bayi biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena bisa saja bayi
menelan makanan yang terkontaminasi. Penelitian di daerah kumuh
Karachi, Pakistan menyatakan bahwa program pemberian sabun gratis
pada masyarakat dapat menurunkan 53 % kasus diare pada anak-anak
dan balita. Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh Hutin Y
dkk pada KLB di kota Kano, Nigeria dimana didapatkan Age-adjusted
odds ratio (AAOR) untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan yaitu sebesar 0,2 ; 95% CI = 0,1-0,6 yang berarti bahwa
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dapat mencegah diare
pada bayi sebesar 80 % dibandingkan dengan yang tidak. Jelas bahwa
apabila ibu tahu akan mekanisme penularan diare maka prilaku ibu
akan mencegah penularan diare.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan Asidasmito, menun-
jukkan hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan hy-
giene ibu. Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup
bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna
dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah
satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci
tangan sebelum memberikan makan pada anaknya.
3. Kerangka Teori
32
4. Kerangka Konseptual
5. Hipotesis
Diare
Host
Asi ekslusif
Environment
Higenitas
Pengetahuan Ibu
33
a. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan higienitas
di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.
b. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang diare dengan
pemberian asi ekslusif di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten
Banyumas.
c. Terdapat hubungan antara perilaku pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian diare pada balita di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten
Banyumas.
d. Terdapat hubungan antara tingkat higienitas ibu dengan kejadian diare
pada balita di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.
34
V. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang direncanakan adalah studi observasional
analitik dengan metode cross sectional. Dilakukan Konsekuensi rancangan
penelitian ini adalah pengumpulan data variabel dilakukan dalam satu kali
pada satu waktu tanpa melakukan intervensi kemudian dilakukan analisis.
Desain ini memungkinkan untuk mengetahui prevalensi, faktor risiko, dan
perbandingan antar variabel dengan proses yang relatif mudah, murah,
cepat, dan cukup memadai untuk digeneralisasikan (Sastroasmoro dan
Ismael, 2008).
B. Ruang Lingkup Kerja
Ruang lingkup penelitian adalah Puskesmas Rawalo.
C. Populasi dan Sampel (Perhitungan Besar Sampel, Teknik
Pengambilan Sampel, Kriteria Inklusi dan Ekslusi)
1. Populasi
a) Populasi Target
Populasi target adalah semua balita di Desa Rawalo.
b) Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah balita yang dibawa oleh ibu ke
Posyandu Desa Rawalo.
2. Sampel
Metode pengambilan sampel adalah simple random sampling.
3. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60
orang responden.
D. Variabel Penelitian
a. Variabel Terikat
Kejadian Diare
b. Variabel Bebas
35
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita:
1. Higienitas ibu
2. Pengetahuan ibu tentang diare
3. Pemberian ASI eksklusif
E. Definisi Operasional Variabel
1. Diare
a. Definisi
Buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya yang dialami oleh anak balita dalam tiga bulan
terakhir.
b. Kriteria
Ya dan Tidak
c. Skala
Nominal
2. Higienitas ibu
a. Definisi
Perilaku higienitas ibu, seperti mencuci tangan saat menyiapkan
makanan, setelah buang air besar, dan pencucian botol susu.
b. Kriteria
Skoring berdasarkan jawaban kuesioner. Skor ≥ 4 diklasifikasikan
baik, sedangkan skor < 4 diklasifikasikan buruk.
c. Skala
Nominal
3. Pengetahuan ibu tentang diare
a. Definisi
Pengetahuan ibu tentang hal-hal dasar dari penyakit diare.
Termasuk didalamnya definisi, gejala, dan penanganan awal.
b. Kriteria
36
Skoring berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner. Diklasifikasikan
menjadi baik jika skor ≥ 7 dan diklasifikasikan menjadi buruk jika
skor < 7.
c. Skala
Nominal
4. Pemberian ASI eksklusif
a. Definisi
Perilaku pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya. Berupa
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, tanpa pemberian
makanan pendamping ASI ataupun susu formula.
b. Kriteria
Ya dan Tidak
c. Skala
Nominal
F. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner, yang merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada
balita.
G. Rencana Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi
masing-masing faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita.
Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi distribusi untuk semua
variabel yang diteliti.
2. Analisis Analitik
Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang
37
terdapat dalam hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan
adalah chi square.
H. Waktu dan Lokasi
Kegiatan dilaksanakan pada hari Jumat dan Sabtu tanggal 10 dan 11
Agustus 2012 dengan lokasi di Posyandu Desa Rawalo Kecamatan
Rawalo, Kabupaten Banyumas.
38
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Deskripsi Data Dasar
Data yang digunakan adalah data primer yang diambil menggunakan
kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di
Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Data diambil dari
ibu yang membawa balitanya ke posyandu dengan jumlah 60 balita,
menggunakan metode simple random sampling.
Hasil karakteristik responden dapat dilihat di tabel 6.1.
Tabel 6.1 Karakteristik Responden
Karakteristik F %Jenis Kelamin
Perempuan 27 45,0Laki-laki 33 55,0
Pendidikan IbuD3 1 1,7D1 1 1,7SMA 15 25,0SMP 31 51,7SD 10 16,7Tidak Sekolah 2 3,3
Pekerjaan IbuIbu Rumah Tangga 58 96,7Pedagang 2 3,3
Kejadian DiareDiare 40 66,7Tidak 20 33,3
ASI EksklusifYa 35 58,3Tidak 25 41,7
Higienitas IbuBaik 60 100Buruk 0 0
Pengetahuan Ibu tentang Diare Baik 29 48,3
Buruk 31 51,7Tabel 6.1 menunjukkan terdapat 27 balita berjenis kelamin perempuan
(45,0 %) dan 33 balita laki-laki (55,0 %) yang menjadi sampel penelitian ini.
Pendidikan ibu dari balita terbanyak merupakan lulusan SMP, yakni sebanyak
31 orang (51,7 %), lalu diikuti oleh lulusan SMA sebanyak 15 orang (25,0 %),
lulusan SD 10 orang (16,7 %), D3 satu orang (1,7 %), D1 satu orang (1,7 %),
39
dan yang tidak sekolah sebanyak 2 orang (3,3 %). Sedangkan untuk pekerjaan
ibu, sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (96,7 %) sebanyak 58 orang
dan hanya terdapat 2 orang ibu (3,3 %) yang bekerja sebagai pedagang.
Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 40 balita (66,7 %) terkena diare
dalam 3 bulan terakhir ini, dan 20 (33,3 %) balita tidak terkena diare.
Sedangkan berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif diperoleh data
sebanyak 35 balita (58,3 %) mendapatkan ASI eksklusif dan 25 balita
( 41,7%) lainnya tidak mendapatkan ASI eksklusif. Dinilai dari tingkat
higienitasnya, tabel 6.1 menunjukkan bahwa semua ibu memiliki higienitas
yang baik. Berdasarkan tingkat pengetahuan tentang diare, 29 orang ibu atau
48,3 % memiliki pengetahuan yang baik tentang diare, sedangkan ibu yang
memiliki pengetahuan yang buruk tentang diare sejumlah 31 orang (51,7 %).
B. Analisis Hubungan Faktor Penyebab
1. Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Diare
Tabel 6.2 Hasil Analisis Chi-Square Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
dengan Diare
DiareP-value
Ya Tidak Total
ASI eksklusif:
Tidak 18 7 25 0,459
Ya 22 13 35
Total 40 20 60
Berdasarkan uji chi square pada analisis hubungan antara riwayat
pemberian ASI dengan diare, didapatkan nilai p = 0,459 atau probabilitas
di atas 0,05 ( 0,459 > 0,05), maka kesimpulannya adalah tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan
diare.
2. Hubungan Higienitas Ibu dengan Diare
Tabel 6.2 Hasil Analisis Chi-Square Higienitas Ibu
40
DiareP-value
Ya Tidak Total
Higienitas Ibu:
Buruk 0 0 0
Baik 40 20 60 .a
Total 40 20 60
Berasarkan uji chi square pada analisis hubungan perilaku cuci tangan
dengan diare, didapat nilai p = .a atau tidak terjadi kesimpulan secara
statistik, karena higienitas ibu merupakan data yang konstan. Hal ini
disebabkan oleh keseluruhan data yang sama, yakni baik (100 %).
3. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Diare
Tabel 6.3 Hasil Analisis Chi-Square Pengetahuan Ibu tentang Diare
DiareP-value
Ya Tidak Total
Pengetahuan Ibu:
Buruk 25 6 31
Baik 15 14 29 0,018
Total 40 20 60
Berdasarkan uji chi square pada analisis hubungan antara pengetahuan ibu
dengan diare, didapatkan nilai p = 0,018 atau probabilitas di bawah 0,05
( 0,018 < 0,05), maka kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan diare.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan dianalisa secara statistik,
maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu menjadi salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian diare di Desa Rawalo, kecamatan
Rawalo, Kabupaten Banyumas.
C. Pembahasan
1. Hubungan antara Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Diare
41
Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan kesimpulan bahwa
tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian diare pada balita di Desa Rawalo dengan nilai p =
0,459. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan di Filipina yang melakukan penelitian tentang perbedaan
kejadian diare pada anak yang diberi ASI eksklusif dan yang diberi
cairan tanpa nilai gizi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak
yang diberi air putih atau cairan herbal berisiko 2-3 kali lebih besar
untuk terserang diare, dibandingkan dengan anak yang diberi ASI
eksklusif.
2. Hubungan antara Higienitas dengan Diare
Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan kesimpulan bahwa
tidak terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian
diare pada balita di Desa Rawalo I dengan nilai p = ,a. Hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indan (2000)
bahwa higienitas yang buruk dalam hal ini khususnya cuci tangan yang
buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan
penyakit yang lain.
Berdasarkan data yang diperoleh, semua ibu-ibu dari balita
yang diteliti di Desa Rawalo sudah memiliki tingkat higienitas yang
baik. Termasuk di dalamnya penggunaan air untuk minum yang baik,
kebiasaan mencuci tangan, mencuci peralatan makan dan masak, serta
mengajarkan anaknya untuk cuci tangan sebelum makan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan/ jajan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare. Tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang
ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak
langsung. Contoh kontak langsung adalah bersentuhan langsung
dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain,
sedangkan kontak tak langsung seperti menggunakan permukaan-
permukaan lain seperti handuk dan gelas. Sehingga seseorang tidak
42
sadar bahwa dirinya sedang ditularkan melalui tangan (Mujiyanto,
2009).
3. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Diare
Penelitian tentang Diare di Desa Rawalo menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kejadian diare pada balita, dengan nilai p = 0,018. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Yulisa (2008), yang menunjukkan ada
pengaruh tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap
kejadian diare.
Sebagian besar ibu di Desa Rawalo masih memiliki
pengetahuan yang rendah tentang diare. Hal ini diperkirakan karena
masih rendahnya pendidikan sang ibu. Menurut Notoatmodjo
(2003), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang
dapat mempengaruhi pengetahuannya tentang kesehatan.
Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Selain itu masih ada
kemungkinan tradisi dan keyakinan masyarakat sekitar bahwa anak
yang diare tidak boleh diberi makan.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare
UsiaPengalaman
Sosial Budaya LingkunganDan Ekonomi
Media informasi Pendidikan
ASI eksklusif Pengetahuan Diare
Status gizi Higienitas Sanitasi
43
J. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi proses belajar. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin baik kemampuan orang tersebut
untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk se-
makin banyak pula pengetahuan yang didapat. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Na-
mun seorang dengan pendidikan yang rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh dari pendidikan formal saja, namun juga bisa diperoleh dari
pendidikan nonformal.
2. Media Informasi
Informasi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menyebabkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Seiring dnegan
kemajuan teknologi, muncul bermacam-macam media massa yang
dapat digunakan untuk mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Media
massa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi yang berpengaruh
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang-orang. Media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain dapat
membawa pesan yang berisikan sugesti serta informasi baru dalam
pembentukan pengetahuan seseorang terhadap suatu hal.
3. Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Kebiasaan serta tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, menyebabkan
pengetahuan seseorang akan bertambah meskipun tidak melakukan.
Status ekonomi juga menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan
seseorang.
44
4. Lingkungan
Segala sesuatu yang berada di sekitar individu baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu tersebut. Hal ini disebabkan terjadinya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akhirnya akan direspon
sebagai pengetahuan oleh individu tersebut.
5. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
tentang pengetahuan dengan mengulang kembali pengetahuan yang
pernah diperoleh dalam memecahkan masalah di masa lalu.
Pengalaman yang dikembangkan dapat memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
sebagai manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik.
6. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia maka semakin berkembang daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik.
45
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas tentang variabel yang berpengaruh
terhadap kejadian diare balita adalah perilaku ibu. Dengan melihat faktor
risiko ini, maka dapat dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah terkait
buruknya perilaku ibu yang dapat rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI
Eksklusif. Metode yang digunakan adalah Hanlon Kuantitatif.
Alternatif pemecahan masalah yang dapat dijadikan referensi adalah
sebagai berikut:
1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare.
2. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media penyampa-
ian penyakit diare dan pencegahannya.
3. Pemberian booklet kepada kader-kader posyandu
4. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare melalui penyuluhan, baik
bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan
cara mencegah anak agar tidak terkena diare.
B. Prioritas Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut, diperlukan
langkah pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan
metode Reinke untuk menentukan penyebab utama prevalensi diare pada
penelitian ini. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan
efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang
dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan
efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk
melakukan jalan keluar.
Kriteria efektifitas jalan keluar:
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
46
4. Masalah yang dapat diatasi besar
5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah :
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah) :
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
Kriteria efisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan
dalam menyelesaikan masalah (C):
1. Biaya sangat mahal
2. Biaya mahal
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya murah
5. Biaya sangat murah
Prioritas pemecahan masalah pada kasus Diare Rawalo dengan menggunakan
metode Reinke adalah sebagai berikut:
Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode RinkeNo Daftar alternatif jalan
keluarEfektifitas Efisiensi M x I x V
CUrutan prioritas masalah
M I V C
1 Pembagian pamflet tentang diare 5 5 4 2 50 I
2 Penggunaan papan lembar balik
4 5 4 2 40 II
47
3 Pemberian booklet 5 5 4 2 50 I
4 Penyuluhan tentang diare
4 4 4 2 32 III
Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah
dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan
masalah, yaitu :
1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare kepada masyarakat dan
pemberian booklet kepada kader-kader Posyandu.
2. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media penyampa-
ian penyakit diare dan pencegahannya.
3. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare melalui penyuluhan, baik
bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan
cara mencegah anak agar tidak terkena diare.
48
VIII. RENCANA KEGIATAN
A. Latar Belakang
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai diare menjadi alasan
atas adanya kegiatan penyuluhan tentang penyakit diare di Desa Rawalo.
Diare merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh sebagian
besar balita di desa Rawalo. Berdasarkan penelitian ternyata pengetahuan
masyarakat di Desa Rawalo tentang penyakit diare masih kurang.
B. Tujuan
Penetapan tujuan berdasarkan SMART (Spesific, Measurable,
Appropriate, Realistic, Time Bound):
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang diare dan pence-
gahan diare sehingga masyarakat dapat memperbaiki perilaku dan kebiasaan
yang kuarang baik dari 50% meningkat menjadi 100%.
C. Bentuk Kegiatan
1. Pembagian pamflet tentang penyakit diare kepada masyarakat.
2. Pembagian booklet tentang penyakit diare kepada kader-kader Posyandu.
3. Penggunaan papan lembar balik di Posyandu sebagai media informasi
diare.
4. Penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang diare, baik
bentuk diare, penyebabnya, dampak, cara mengobati dehidrasinya dan
cara mencegah anak agar tidak terkena diare. Penyuluhan tentang
pentingnya ASI eksklusif 6 bulan tanpa penambahan makanan tambahan
dalam mencegah terjadinya diare dengan pembagian leaflet tentang diare.
D. Sasaran
1. Masyarakat Desa Rawalo
2. Kader-kader Posyandu.
E. Pelaksanaan
1. Kader dikumpulkan dalam satu tempat dalam rangka penyuluhan dan tin-
dakan.
49
2. Sosialisasi mengenai penyakit diare.
3. Pembagian booklet kepada para kader.
4. Diskusi dan evaluasi
F. Hari/Tanggal dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal Pelaksanaan : Rabu, 16 Mei 2012, pukul 10.00-12.00 WIB
Tempat Pelaksanaan : Balai Desa Rawalo
G. Rencana Anggaran
Fotokopi pamflet = Rp 30.000,00
Fotokopi + jilid booklet = Rp 80.000,00
Fotokopi kuesioner = Rp 15.000,00
Bolpoin 10 buah = Rp 5.000,00
Total = Rp 130.000,00
50
IX. EVALUASI KEGIATAN
A. Evaluasi
1) Formatif
a) Mengevaluasi kesesuaian antara pemecahan masalah dengan
masalah yang ada. Berdasarkan hasil analisis masalah ternyata
41,6% ibu di Desa Rawalo masih memiliki pengetahuan yang
kurang tentang diare. Oleh sebab itu dibutuhkan sarana peningkatan
pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan
menurunkan nilai prevalensi ini. Metode penyediaan media
informasi berupa booklet dan pamflet melalui kader, kemudian
dilanjutkan dengan penyuluhan kepada kader merupakan metode
yang cukup tepat dan efisien untuk memberi pengetahuan kepada
masyarakat.
b) Anggaran kegiatan
Anggaran kegiatan yang digunakan dan perinciannya dalam
pelaksanaan kegiatan adalah :
Fotokopi pamflet = Rp 30.000,00
Fotokopi + jilid booklet = Rp 108.600,00
Fotokopi kuesioner = Rp 15.000,00
Bolpoin 10 buah = Rp 5.000,00
Total = Rp 158.600,00
Dengan demikian terjadi kekurangan dana sebesar 28.600
rupiah. Terjadi ketidaksesuaian rencana anggaran dengan saat
pelaksanaan kegiatan. Hal ini dikarenakan biaya pembuatan
booklet yang ternyata melebihi anggaran.
2) Promotif
Mengevaluasi pelaksanaan program yang meliputi :
a. Waktu pelaksanaan kegiatan
Kegiatan dimulai tepat pukul 08.00 WIB, sesuai yang dijadwalkan
b. Jumlah peserta yang ditargetkan
51
Terjadi ketidaksesuaian antara target dengan jumlah peserta yang
hadir. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 27 orang, lebih sedikit 3
orang dari target sebelumnya, yaitu 30 orang.
3) Sumatif
Melihat peningkatan pengetahuan peserta antara sebelum dan
setelah pembinaan. Cara evaluasi adalah dengan memberikan soal pre
test dan post test. Peserta diminta menjawab pertanyaan sebelum dan
sesudah penyuluhan secara tertulis. Susunan pertanyaan pre dan post
test terlampir.
Dari pretes dan post test dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
pengetahuan peserta dan penyampaian materi cukup dapat diterima
peserta.
52
LAMPIRAN
1. Dokumentasi kegiatan Plan of Action
Gambar 1. Peserta (kader-kader POSYANDU) sedang mengerjakan pretes
53
Gambar 2. Pembagian Booklet dan Pamflet kepada Peserta
54
Gambar 3. Presentan sedang menyampaikan penyuluhan tentang diare
Gambar 4. Penyerahan Booklet dan Pamflet kepada Bidan dan Kader
POSYANDU