cha asep cahyaning

84
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut, maka diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu (Budiarto, 2003). Kebijakan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia, sedangkan tujuan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan (Budiarto, 2003). Tingginya angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh perilaku hidup sehat masyarakat yang tidak baik berdasarkan data di Puskesmas Kebasen menjadi permasalahan yang semestinya dapat ditanggulangi atau

Upload: cevy-saputra

Post on 20-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cha bungaa

TRANSCRIPT

Page 1: CHA Asep Cahyaning

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan

nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam rangka

mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut, maka

diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan

terpadu (Budiarto, 2003).

Kebijakan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan mutu

sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan

paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan, pencegahan,

penyembuhan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut

usia, sedangkan tujuan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan jumlah,

efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan (Budiarto, 2003).

Tingginya angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh perilaku hidup

sehat masyarakat yang tidak baik berdasarkan data di Puskesmas Kebasen

menjadi permasalahan yang semestinya dapat ditanggulangi atau diminimalisasi

melalui upaya promosi kesehatan. Untuk dapat mewujudkan visi dan misi

promosi kesehatan, maka perlu dilakukan pemecahan masalah terhadap

tingginya angka kejadian penyakit yang disebabkan karena perilaku hidup sehat

yang kurang baik. Dengan adanya pemecahan masalah di puskesmas Kebasen

melalui promosi kesehatan ini diharapkan berhasilnya pembangunan kesehatan

di sektor paling dasar yaitu puskesmas.

Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan

masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM

yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes Melitus (DM). Di Indonesia DM

merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatankarena dapat

Page 2: CHA Asep Cahyaning

2

menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus

diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Depkes, 2014).

Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun

2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di duniaadalah

karena PTM. DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar

1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 persen meninggal sebelum usia

70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab

kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030

akan memiliki penyandang DM (diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa (Depkes,

2014).

Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2

disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan

terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan

risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi

yang kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Perubahan gaya

hidup di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang yang dapat

menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM

tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 4

kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal

(Wicaksono, 2011).

Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga

merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang

teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua

aspek metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki

toleransi glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas

fisiknya rendah mempunyai risiko 2,5 kali lebih besar mengalami DM

dibandingkan dengan orang-orang yang aktif (Wicaksono, 2011). Dengan

mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan DM tipe 2, maka dapat

dilakukan upaya pencegahan.

Page 3: CHA Asep Cahyaning

3

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di

wilayah kerja Puskesmas Kebasen.

2. Tujuan Khusus

a. Mengenali permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi di tempat

penelitian.

b. Menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di desa

yang menjadi tempat penelitian.

c. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes

melitus tipe 2

d. Mencari alternatif pemecahan masalah kesehatan di tempat penelitian.

e. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan untuk

mengatasi masalah kesehatan di tempat penelitian.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi

pengembang ilmu kedokteran pada umumnya dan studi bidang Ilmu

Kesehatan Masyarakat pada khususnya, terutama mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja

Puskesmas Kebasen.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas

Kebasen khususnya tentang masalah kesehatan yang telah dianalisis

beserta solusinya.

b. Sebagai bahan untuk tindakan preventif atau pencegahan terhadap

kejadian diabetes melitus tipe 2

c. Sebagai pengetahuan untuk meningkatkan pemahaman kepada

masyarakat tentang diabetes melitus tipe 2

Page 4: CHA Asep Cahyaning

4

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan

terhadap penyakit dan manfaat hidup sehat.

Page 5: CHA Asep Cahyaning

5

II. ANALISIS SITUASI

A. Deskripsi, Situasi, Kondisi dan Wilayah Kerja Puskesmas

1. Keadaan Geografis

Kecamatan Kebasen merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten

Banyumas dengan luas wilayah 5399,51 Ha (5400 km2). Kecamatan Kebasen

terdiri dari 12 desa dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Patikraja

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap

c. Sebelah Timur : Kecamatan Banyumas

d. Sebelah Barat : Kecamatan Rawalo

Pemanfaatan lahan di Kecamatan Kebasen dapat dirinci sebagai

berikut :

a. Tanah Sawah : 1.049,60 Ha (19,43 %)

b. Tanah Pekarangan/ Bangunan : 1.542,33 Ha (28,56 %)

c. Tanah Tegal/ Kebun : 1.041,66 Ha (19,29 %)

d. Tanah Kebasen : 10,800 Ha (0,20 %)

e. Tanah Hutan Negara : 916,000 Ha (16,96 %)

f. Tanah Perkebunan Rakyat : 565,100 Ha (10,44 %)

g. Lain-lain : 274,025 Ha (5,09 %)

2. Keadaan Demografi

a. Pertumbuhan Penduduk.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen

tahun 2012, jumlah penduduk Kecamatan Kebasen adalah 55.975 jiwa

terdiri dari 28.223 jiwa laki-laki dan 27.752 jiwa perempuan yang

tergabung dalam 15.670 rumah tangga/KK.

Jumlah penduduk terbanyak tahun 2012 adalah penduduk desa

Cindaga yaitu sebanyak 9527 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah

ada di desa Tumiyang sebanyak 1222 jiwa. Kepadatan penduduk

Page 6: CHA Asep Cahyaning

6

Kecamatan Kebasen pada tahun 2012 adalah 1037 jiwa/km2, kepadatan

tertinggi ada di desa Cindaga dengan tingkat kepadatan sebesar 1944/km2.

b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur.

Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Kebasen

tahun 2012 dapat dilihat pada tabel :

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

No

Kelompok

Umur

(Tahun)

Jumlah Penduduk

Laki-laki PerempuanLaki-laki +

Perempuan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

0 – 4

5 – 9

10 – 14

15 – 19

20 – 24

25 – 29

30 – 34

35 – 39

40 – 44

45 – 49

50 – 54

55 – 59

60 – 64

65 – 69

70 – 74

75+

2.611

2.712

2.906

2.252

1.663

1.965

2.103

2.143

2.094

1.918

1.610

1.408

878

751

507

702

2.513

2.541

2.721

1.923

1.586

2.062

2.186

2.212

2.136

1.980

1.632

1.191

872

782

644

771

5.124

5.253

5.627

4.175

3.249

4.027

4.289

4.355

4.230

3.898

3.242

2.599

1.750

1.533

1.151

1.473

Jumlah 28.223 27.752 55.975

Page 7: CHA Asep Cahyaning

7

Jumlah penduduk Kebasen tahun 2012 penduduk laki-laki berjumlah

28,223 dan jumlah perempuan 27.752 jiwa. Kelompok umur terbanyak

pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 5.627 jiwa.

c. Tingkat Pendidikan

Tabel 2.2. Jenis Pendidikan menurut Jenis Kelamin

No Jenis PendidikanJenis Kelamin

JumlahLaki-laki Perempuan

1 Tidak/Belum Tamat

SD/MI

7.806 7.866 15.672

2 Tamat SD/MI 9.960 10.197 20.157

3 SLTP/Sederajat 3.481 2.836 6.317

4 SLTA/Sederajat 1.997 1.432 3.429

5 Diploma III 392 311 703

6 Universitas 248 158 406

Jumlah 23884 22800 46684

Tingkat pendidikan masyarakat Kebasen di dominasi dengan tamat

SD atau MI dengan jumlah 20.157 jiwa. Masyarakat yang berpendidikan

hingga jenjang universitas memiliki jumlah yang sedikit yaitu 406 jiwa.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kebasen

cukup rendah.

d. Mata Pencaharian

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen

tahun 2012, mata pencaharian atau jenis pekerjaan penduduk di

Kecamatan Kebasen 10 besar yaitu petani (30,68%), buruh tani (42,67%),

pengusaha (0,62%), buruh industri (4,45%), buruh bangunan (6,08%),

pedagang (4,41%), pengangkutan (1,19%), PNS (1,80%), ABRI (0,26%),

pegawai BUMN/BUMD (2,47%), pensiunan (0,05%), penggalian

(1,82%), jasa sosial (0,28%) dan lain-lain (3,22%).

Page 8: CHA Asep Cahyaning

8

B. Pencapaian Program Kesehatan

1. Derajat Kesehatan Masyarakat

Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat

memberikan pelayanan secara tepat dan cepat agar masalah kesehatan

masyarakat dapat teratasi. Keberhasilan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari

indikator derajat kesehatan masyarakat yang merupakan salah satu indikator

Indonesia Sehat 2010, meliputi kejadian kematian (mortalitas), kesakitan

(morbiditas) dan status gizi masyarakat. Berikut ini merupakan pencapaian

beberapa program Puskesmas Kebasen periode tahun 2012 :

a. Mortalitas

1) Angka Kematian Bayi

Kelahiran hidup di Kecamatan Kebasen pada tahun 2012

menurut Profil Kesehatan Puskesmas Kebasen yaitu 1.052 dengan

jumlah bayi mati sebanyak 8 bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) di

Kecamatan Kebasen sebesar 7,6 per 1000 lahir hidup, sehingga AKB

dilaporkan sebesar 7,6. Sedangkan AKB tahun 2011 sebesar 15,4

sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan 7,8 dari tahun

sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah kelahiran

hidup pada tahun 2012 sebesar 1.052 lahir hidup dibandingkan dengan

tahun 2011 sebanyak 1.032 lahir hidup. Jika dibandingkan dengan

indikator Indonesia Sehat 2010, AKB di puskesmas Kebasen masih

lebih rendah, begitu juga dibandingkan cakupan MDG’s ke-4 tahun

2015 (IIS = 40 per 1000 kelahiran hidup, MDG’s 2015 = 17 per 1000

kelahiran hidup).

Tingginya angka kematian bayi menunjukan masih rendahnya

status kesehatan ibu dan bayi baru lahir disebabkan oleh masih

rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat

khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak

Page 9: CHA Asep Cahyaning

9

2) Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) di Kecamatan Kebasen pada tahun

2010 sampai 2012 berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kebasen

yaitu sebesar 0 orang. AKI tahun 2013 tidak bisa dihitung karena data

yang terkumpul hanya sampai bulan Februari. Angka Kematian Ibu

(AKI) di Kecamatan Kebasen pada tahun 2012 berdasarkan Profil

Kesehatan Puskesmas Kebasen adalah 0 orang. Angka Kematian Ibu

(AKI) tahun 2012 sebesar 0 per 100.000 kelahiran hidup.

3) Angka Kematian Balita

Pada tahun 2012 jumlah balita 5.124 anak dengan kematian

balita 2 anak. Dengan demikian angka kematian di tahun 2012 sebesar

1,9 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian balita pada

tahun 2011 sebesar 18 anak per 1000 kelahiran hidup.

Upaya peningkatan kualitas kesehatan demi mencegah

peningkatan angka kematian balita dengan cara POSYANDU, Desa

Siaga, Dana Sehat dan berbagai usaha lainnya yang dilakukan oleh

pihak Puskesmas Kebasen

4) Angka Kecelakaan

Pada tahun 2011 di Kecamatan Kebasen tahun 2011 kejadian

kecelakaan yaitu 8 kejadian dengan 13 korban luka ringan dan tidak

ada korban luka berat ataupun meninggal.

Pada tahun 2012 kejadian kecelakaan yaitu 16 kejadian dengan

23 korban luka ringan dan tidak ada korban luka berat ataupun

meninggal. Pada tahun 2013 kejadian kecelakaan belum bisa di

simpulkan.

b. Morbiditas

1) Penyakit Malaria

Tahun 2013 kasus Malaria di Kecamatan Kebasen 0 kasus.

Angka Kesakitan Malaria tahun 2013 tidak dapat dihitung karena data

yang terkumpul belum sampai akhir bulan Desember. Tahun 2012 di

Page 10: CHA Asep Cahyaning

10

Kecamatan Kebasen terjadi kasus malaria positif sebanyak 8 kasus

atau angka kesakitan malaria sebesar 0,1 per 1000 penduduk. Tahun

2011 terjadi kasus sebanyak 5 kasus atau angka kesakitan malaria

sebesar 0,085 per 1000 penduduk. Jika dibandingkan angka kesakitan

malaria antara tahun 2012 dan 2011, terdapat peningkatan kasus pada

tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Daerah endemik di Kecamatan

Kebasen adalah Desa Kalisalak.

2) TB Paru

Kasus baru TB Paru BTA positif tahun 2013 di Kecamatan

Kebasen sebanyak 59 kasus, dengan jumlah kasus BTA positif

sebanyak 17 kasus dan gejala klinis 42 kasus. Dengan perkiraan

jumlah kasus BTA positif sebanyak 140 kasus maka angka penemuan

penderita TB paru BTA positif tahun 2013 sebesar 42,1%.Kasus baru

TB Paru BTA positif tahun 2012 sebanyak 24 kasus dan gejala klinis

sebanyak 25.

Terjadi penurunan kasus TB paru BTA + sebanyak 28% dari

tahun 2012-2013. Hal ini belum memenuhi target Puskesmas yang ,

berdasarkan standar pelayanan minimal cakupan penemuan dan

penanganan penderita TB Paru sebanyak 70%.

3) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jumlah kasus DBD di Kecamatan Kebasen pada tahun 2012

sebanyak 3 kasus dengan morbiditas DBD sebesar 5,4 per 100.000.

Sebelumnya tahun 2011 dengan angka kesakitan DBD 4 kasus dengan

7,1 per 100.000. Dengan demikian terjadi penurunan angka DBD

dibandingkan tahun sebelumnya.Hal ini terkait kesadaran masyarakat

untuk melakukan usaha pencegahan dengan kegiatan PSN secara rutin

dan berkesinambungan.

4) Diare

Berdasarkan data tahun 2013 angka kejadian penyakit diare

sebesar 78. Angka kejadian diare mengalami penurunan dari tahun

Page 11: CHA Asep Cahyaning

11

2012 jumlah angka kejadian diare sebanyak 268 kasus. Tidak dijumpai

penderita yang meninggal akibat diare.

5) Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Berdasarkan data Puskesmas, angka kejadian ISPA tahun 2013

sebanyak 1451, dan tidak semua dari jumlah itu tertangani dengan

baik. Tahun 2012 ditemukan kasus 900 kasus, hal ini menunjukkan

peningkatan angka kejadian ISPA di daerah layanan kesehatan

Puskesmas Kebasen.

6) Status Gizi

Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas Kebasen tahun 2012,

jumlah bayi di Kecamatan Kebasen sebanyak 1.052 bayi dan balita

sebanyak 5.124. Bayi yang mendapat vitamin A sebanyak 1.202 bayi

dan balita yang mendapat dua kali vitamin A sebanyak 3.825 balita.

Jumlah tersebut telah memenuhi target standar pelayanan minimal

propinsi Jawa Tengah tahun 2011.

7) Penyakit Tidak Menular

Kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kecamatan Kebasen

tahun 2011 dan 2012 berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas

Kebasen 2012 disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.3. Data Penyakit Tidak Menular tahun 2011 dan 2012

No Nama Penyakit Tidak Menular 2011 2012

1 Diabetes mellitus(DM) 91 121

2 Penyakit jantung dan pembuluh

darah (PJP)

46 1017

3 Asma bronchial 379 170

4 Kecelakaan lalu lintas 40 19

Berdasarkan data di atas Puskesmas Kebasen bekerja sama

dengan salah satu apotek yang ada di Purwokerto mengadakan

program Prolanis, yaitu Program Pengelolaan Penyakit Kronis untuk

peserta Askes dan Jamkesmas yang dilaksanakan setiap 1 bulan sekali.

Page 12: CHA Asep Cahyaning

12

Puskesmas Kebasen mulai bulan Januari telah melaksanakan program

Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) yang ditujukan untuk monitoring

dan deteksi dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

a. Pelayanan K4

Jumlah ibu hamil di Kecamatan Kebasen berdasarkan profil

kesehatan tahun 2012 adalah 1.135 ibu hamil. Ibu hamil yang

mendapatkan pelayanan K-4 sebanyak 1.105 (92,5%). Pencapaian jumlah

pelayanan K-4 pada ibu hamil di Kecamatan Kebasen belum memenuhi

standar pelayanan minimal untuk cakupan kunjungan ibu hamil K-4 yaitu

95%.

b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)

Jumlah ibu bersalin tahun 2012 sebanyak 1.024 orang, jumlah

yang ditolong oleh nakes sebanyak 1.024 orang (100%). Target standar

pelayanan minimal untuk pertolongan persalinan oleh nakes tahun 2012

sebesar 81%.

c. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Jumlah bayi lahir hidup 1.502 bayi. Bayi dengan berat badan lahir

rendah 32 bayi atau 3%.

d. Pelayanan Keluarga Berencana

Jumlah pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan data dari Badan

Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan KB sebanyak 12.728

pasangan. Jumlah PUS tertinggi terdapat di desa Kalisalak yaitu sebanyak

2.067 pasangan. Peserta KB aktif pada tahun 2012 sebesar 9.266 (72,8%)

dan belum memenuhi target standar pelayanan minimal tahun 2012 untuk

cakupan peserta KB aktif yaitu sebesar 80%.

e. Pelayanan Imunisasi

Kecamatan Kebasen memiliki 12 desa yang telah memenuhi target

standar pelayanan minimal untuk pelayanan imunisasi. Hal ini disebabkan

Page 13: CHA Asep Cahyaning

13

karena desa Universal Child Immunization (UCI) pada tahun 2012

sebanyak 12 desa atau 100% dengan target standar pelayanan minimal

untuk UCI sebesar 100%.

3. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan dan Penunjang

Jumlah kunjungan baru rawat jalan di Puskesmas Kebasen

berdasarkan profil kesehatan 2012 adalah 20.441 (36,5%) dari jumlah

penduduk. Target kunjungan rawat jalan berdasarkan Indonesia Sehat 2012

sebesar 15% dengan demikian penggunaan fasilitas rawat jalan di Puskesmas

Kebasen sudah mencapai target.

Jumlah kunjungan baru pasien rawat inap sebanyak 824 pasien (1,5%)

dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sudah mencapai target Indikator

Indonesia Sehat 2010 yaitu 1,5 %.

4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

a. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru

Kasus baru TB Paru BTA positif tahun 2012 di Kecamatan Kebasen

sebanyak 49 kasus, dengan jumlah kasus BTA positif sebanyak 18 kasus

dan gejala klinis 31 kasus. Kasus baru TB Paru BTA positif tahun 2011

sebanyak 28 kasus dengan perkiraan jumlah kasus BTA positif sebanyak

63 kasus maka angka penemuan penderita TB paru BTA positif tahun

2011 sebesar 44,44%. Target standar pelayanan minimal tahun 2010 untuk

penemuan penderita TB paru BTA positif sebesar 70%.

b. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA

Berdasarkan data Puskesmas Kebasen tahun 2012, perkiraan

pneumonia balita sebanyak 490 anak sedangkan yang ditemukan dan

ditangani sebanyak 23 anak atau 4,7%. Dari jumlah kasus tersebut semua

kasus pneumonia yang ditemukan seluruhnya (100%) ditangani dengan

baik.Standar pelayanan minimal 2010 untuk balita pneumonia yang

ditangani sebesar 100%.

c. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD

Page 14: CHA Asep Cahyaning

14

Jumlah kasus DBD di Kecamatan Kebasen pada tahun 2012

sebanyak 3 kasus dengan morbiditas DBD sebesar 5,4 per 100.000.

Sebelumnya tahun 2011 dengan angka kesakitan DBD 4 kasus dengan 7,1

per 100.000. Dengan demikian terjadi penurunan angka DBD

dibandingkan tahun sebelumnya.Hal ini terkait kesadaran masyarakat

untuk melakukan usaha pencegahan dengan kegiatan PSN secara rutin

dan berkesinambungan.

d. Pengendalian Penyakit Malaria

Tahun 2013 kasus Malaria di Kecamatan Kebasen 0 kasus. Angka

Kesakitan Malaria tahun 2013 tidak dapat dihitung karena data yang

terkumpul belum sampai akhir bulan Desember. Tahun 2012 di

Kecamatan Kebasen terjadi kasus malaria positif sebanyak 8 kasus atau

angka kesakitan malaria sebesar 0,1 % per 1000 penduduk. Tahun 2011

terjadi kasus sebanyak 5 kasus atau angka kesakitan malaria sebesar 0,085

% per 1000 penduduk. Jika dibandingkan angka kesakitan malaria antara

tahun 2012 dan 2011, terdapat peningkatan kasus pada tahun 2012

dibandingkan tahun 2011. Daerah endemik di Kecamatan Kebasen adalah

Desa Kalisalak.

e. Pengendalian Vektor

Kegiatan pengendalian vektor untuk nyamuk yang dilakukan

secara rutin adalah dengan gerakan PSN, abatisasi, fogging dan

penyuluhan.Namun langkah yang paling efektif adalah PSN. Jumlah

rumah atau bangunan yang ada dan diperiksa sebanyak 7877 rumah, yang

terbukti bebas jentik yaitu sebanyak 6651 rumah. Angka rumah atau

bangunan bebas jentik sebanyak 84,44%. Target standar pencapaian

minimal 2012 yaitu lebih dari 95%.

5. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

1) Pelayanan Kesehatan Lingkungan

Jumlah institusi yang terdiri dari sarana kesehatan, sarana

pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran di Kecamatan Kebasen yang

Page 15: CHA Asep Cahyaning

15

dibina kesehatan lingkungannya sebanyak 290 buah dan yang dibina

sebanyak 211 buah (72,8%). Standar pelayanan minimal untuk institusi

yang dibina 2012 sebesar 70% dengan demikian institusi yang dibina

sebesar 72,8%.

2) Pelayanan Higiene Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Jumlah tempat-tempat umum (TTU) yang ada di Kecamatan

Kebasen sebanyak 336 buah dan yang diperiksa persyaratan kesehatannya

sebanyak 291 buah. Dari 291 buah TTU yang diperiksa persyaratan

kesehatannya, yang memenuhi syarat kesehatan terdapat 266 buah TTU

atau sebesar 91,41%. Target standar pelayanan minimal 2012 untuk

pelayanan hygiene sanitasi TTU sebesar 80%.

3) Rumah Sehat

Jumlah rumah yang diperiksa di Kecamatan Kebasen tahun 2012

adalah 7.877 rumah dan 3.749 rumah (47,6%) diantaranya memenuhi

syarat kesehatan. Target standar pelayanan minimal 2012 untuk rumah

sehat sebesar 65%

Page 16: CHA Asep Cahyaning

16

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS

MASALAH

A. Daftar Masalah Kesehatan Puskesmas Kebasen

Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan sehingga

menimbulkan rasa tidak puas. Dalam memutuskan adanya masalah, diperlukan

tiga syarat yang harus dipenuhi, antara lain:

1. Adanya kesenjangan

2. Adanya rasa tidak puas

3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah (Timmreck,

2004).

Kepanitraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas Kebasen

mengidentifikasi permasalahan dari segi morbiditas penyakit di wilayah

Puskesmas Kebasen.

Angka morbiditas penyakit dilihat dari besar penyakit tahun 2013.

Tabel 3.1. 6 Besar Penyakit pada IRJ di Puskesmas KebasenSumber: Data Sekunder Puskesmas Kebasen 2013

B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)

Penentuan prioritas masalah di Puskesmas Kebasen menggunakan metode

Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria, yaitu:

1. Kelompok kriteria A : Besarnya masalah

2. Kelompok kriteria B : Kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak

urgensi dan biaya

3. Kelompok kriteria C : Kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian

terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah

No Penyakit Jumlah Kasus Prevalensi 1 Ispa 1451 4.22 Dispepsia 414 2.33 Hipertensi 355 2.44 Diare 78 4.35 TB 59 0.16 DM 35 0.2

Page 17: CHA Asep Cahyaning

17

4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap propriety,

economic, acceptability, resources availability, legality

Adapun prioritas masalah di Puskesmas Kebasen adalah sebagai berikut:

1. Kriteria A (besarnya masalah)

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya

penduduk yang terkena efek langsung.

Tabel 3.2. Skor Besarnya MasalahMasalah

KesehatanBesarnya masalah berdasarkan prevalensi penyakit Nilai<20%

(1)20-40%

(2)40-60%

(3)60-80%

(4)80-100%

(5)Ispa X 1Dispepsia X 1Hipertensi X 1Diare X 1TB X 1DM X 1

2. Kriteria B (kegawatan masalah)

Severity (Memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi)

a. Tidak gawat

b. Kurang gawat

c. Cukup gawat

d. Gawat

e. Sangat gawat

Urgency (Apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian segera, menjadi

perhatian publik)

a. Tidak urgent

b. Kurang urgent

c. Cukup urgent

d. Urgent

e. Sangat urgent

Cost (Besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat)

Page 18: CHA Asep Cahyaning

18

a. Sangat murah

b. Murah

c. Cukup mahal

d. Mahal

e. Sangat mahal

Masalah kesehatan Severity Urgency Cost Nilai

Ispa 1 1 3 1,3Dispepsia 1 1 1 1Hipertensi 2 2 2 2Diare 4 3 2 3TB 3 2 2 2,3DM 3 2 2 2,3

3. Kriteria C (Kemudahan dalam Penanggulangan)

Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam

penanggulangan masalah, maka dinilai apakan sumber daya dan teknologi

yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor yang digunakan dari skala 1

sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan semakin kecil.

Tabel 3.4 Kemudahan Dalam Penanggulangan

Masalah NIspa 3Dispepsia 2Hipertensi 2,8Diare 4TB 2,4DM 2,6

4. Kriteria D (PEARL factor)

Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat

tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Kesesuaian (Propriety)

Tabel 3.3. Skor KegawatanMasalah

Page 19: CHA Asep Cahyaning

19

b. Murah (Economic)

c. Dapat diterima (Acceptability)

d. Tersedianya sumber (Resources Availability)

e. Legalitas terjamin (Legality)

Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing

masalah

Tabel 3.5 Kriteria PEARL

Masalah Kesehatan

P E A R L Hasil Perkalian

Ispa 1 1 1 1 1 1Dispepsia 1 1 1 1 1 1Hipertensi 1 1 1 1 1 1Diare 1 1 1 1 1 1TB 1 1 1 1 1 1DM 1 1 1 1 1 1

Penetapan Nilai

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut

dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :

Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C

Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.6. Skor total penilaian Hanlon

Masalah A B C D NPD NPT Urutan prioritasP E A R L

Ispa 1 1,3 3 1 1 1 1 1 6,9 6,9 5Dispepsia 1 1 2 1 1 1 1 1 4 4 6Hipertensi 1 2 2,8 1 1 1 1 1 8,4 8,4 3Diare 1 3 4 1 1 1 1 1 16 16 1TB 1 2,3 2,4 1 1 1 1 1 7,92 7,92 4DM 1 2,3 2,6 1 1 1 1 1 8,58 8,58 2

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi. Berdasarkan

hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya

adalah sebagai berikut :

1. Diare

Page 20: CHA Asep Cahyaning

20

2. DM

3. Hipertensi

4. TB

5. Ispa

6. Dispepsia

Page 21: CHA Asep Cahyaning

21

IV. KERANGKA KONSEP MASALAH

A. Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan kronik mengenai

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Gambaran khas dari Diabetes

Mellitus adalah gangguan atau kekurangan respon sekresi insulin, yang

diterjemahkan menjadi gangguan penggunaan karbohidrat (glukosa) dengan

hasil akhir timbulnya hiperglikemia (Robbins dan Kumar, 1995). Diabetes

Mellitus adalah sekolompok penyakit metabolik yang memberikan gejala

fenotip hiperglikemia (Fauci, 2008). Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis

metabolik, yang mana terjadi insulin resisten atau defisiensi insulin

(Balakumar, 2009). Diabetes Melitus adalah penyakit multisistem yang

kompleks yang dikarakteristikkan dengan defek insulin baik dalam aksi

maupun sekresi yang menghasilkan gangguan dalam metabolisme asam amino,

asam lemak dan protein (Zhiting, 2009).

2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

a. Berdasarkan glukosa plasma vena sewaktu

Penderita diabetes melitus sering datang dengan keluhan klinis

yang jelas seperti haus, banyak kencing, berat badan menurun, glukosuri,

bahkan kesadaran menurun sampai koma. Dengan keluhan klinis yang

jelas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan

diagnosis DM. Apabila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl (plasma

vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Dengan kata lain,

pada mereka dengan keadaan klinis jelas, kadar glukosa plasma > 200

mg/dl sudah memenuhi kriteria DM. Pada mereka ini tidak diperlukan lagi

pemeriksaan tes toleransi glukosa (Fauci, 2008) .

b. Berdasarkan glukosa plasma vena puasa

Glukosa plasma dalam keadaan puasa dibagi atas tiga nilai, yaitu <

110 mg/dl, antara > 110 mg/dl - < 126 mg/dl, dan 126 mg/dl. Kadar

Page 22: CHA Asep Cahyaning

22

glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, 126 mg/dl adalah

diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah

puasa terganggu (GDPT). Dengan demikian pada mereka dengan kadar

glukosa plasma vena setelah berpuasa sedikitnya 10 jam > 126 mg/dl sudah

cukup untuk membuat diagnosis diabetes melitus. Bahkan untuk penelitian

epidemiologis di lapangan dianjurkan untuk menggunakan pemeriksaan

kadar glukosa plasma puasa bukan tes toleransi glukosa oral (Fauci, 2008).

c. Dengan menggunakan tes toleransi glukosa oral

Apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa

plasma tidak normal, yaitu antara 140-200 mg/dl, maka pada mereka ini

harus dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral untuk meyakinkan

apakah diabetes melitus atau bukan. Sesuai dengan kesepakatan WHO

maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan beban 75 gram

setelah berpuasa minimal 10 jam. Penilaian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.1. Nilai glukosa plasma puasa dan toleransi glukosa setetah beban

75 gram glukosa

Glukosa plasma puasaNormal

< 110 mg/dl (6,1 mmol/L)

Glukosa puasa terganggu 110 mg/dl (6,1 mmol/L), dan < 126 mg/dl(7,0 mmol/L)

Diabetes mellitus > 126 mg/dl (7,0 mmol/L)Hasil tes toleransi glukosa oral, glukosa plasma 2 jamNormal

< 140 mg/dl (7,8 mmol/L)

Toleransi glukosa terganggu > 140 mg/dl (7,8 mmol/L), dan < 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Diabetes mellitus 200 mg/dl (11,1 mmol/L)Sumber: ADA 2007

Cara mendiagnosis DM menurut American Diabetes Association

(ADA) 1997 sebenarnya tidak berbeda dengan cara WHO 1985. Perbedaan

utama hanya terletak pada batasan glukosa plasma puasa, yaitu 126 mg/dl.

Pada Tabel 2.2 dapat dilihat secara ringkas kriteria diagnosis ADA 1997.

Page 23: CHA Asep Cahyaning

23

Tabel 4.2 Kriteria Diagnosis DM orang dewasa tidak hamil (ADA, 1997)

1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L) pada seseorang dengan keluhan diabetes melitus, seperti banyak kencing, haus dan berat badan menurun. 2. Glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L), pada keadaan puasa sedikitnya 10 jam. 3. Pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral, 2 jam setelah beban 75 mg glukosa oral, > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Sumber: ADA, 2007

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi DM berdasarkan proses patogenesis hingga menyebabkan

hiperglikemia (Fauci, 2008). Secara umum DM dibagi menjadi 4 tipe DM tipe

1, DM tipe 2, DM gestasional dan tipe khusus lainnya (Fauci, 2008). Menurut

American Diabetes Association 2007, DM diklasifikasikan berdasarkan

etiologinya yaitu

a. DM Tipe 1

Prevalensi DM tipe 1 paling tinggi di Scandavia, sedangkan negara-

negara yang berada di daerah samudra pasifik termasuk Indonesia memiliki

prevalensi yang lebih rendah (Kronenberg, 2008). Sebagian besar terjadi

destruksi sel β. Biasanya menyebabkan defisiensi absolut insulin.

Kerusakan maupun defisiensi sel β disebabkan oleh proses imunologi dan

idiopatik (Fauci, 2008)

Selain proses autoimun terdapat proses nonimun yang

menyebabkan defisiensi insulin. Mekanisme nonimun tersebut adalah

karena kecepatan mengalami ketosis, kebanyakan hal ini diwariskan pada

orang Afrika, Amerika, atau Asia. Pada mereka ini jelas ditemukan

insulinopeni tanpa petanda imun, dan mudah sekali mengalami

ketoasidosis (Fauci, 2008).

b. DM Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) dikarakteristikkan dengan

berkurangnya sekresi insulin, resisten insulin, over produksi dari glukosa

Page 24: CHA Asep Cahyaning

24

hepar, dan abnormalitas metabolisme lemak (Fauci, 2008). Patogenesis

DM tipe 2 kompleks dan merupakan interaksi antara faktor genetik

dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah gaya

hidup. DM tipe 2 sebagian besar penyebabnya adalah komponen genetik

(Fauci, 2008).

DM tipe 2, patofisiologinya berdasarkan karakteristiknya yaitu

berkurangnya sekresi insulin, resistensi insulin, over produksi dari glukosa

hepar, dan abnormalitas metabolisme lemak (Fauci, 2008). Mayoritas

kejadian intoleransi glukosa dalam diabetes disebabkan oleh resistensi

insulin (Kronenberg, 2008).

c. DM Tipe Khusus lainnya

DM ini disebabkan oleh

1) Defek genetik fungsi sel β yang dikarakteristikkan mutasi pada:

a) Kromosom 20, Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4α

(MODY 1)

b) Kromosom 7, Glucokinase (MODY 2)

c) Kromosom 12, HNF-1 α (MODY 3)

d) Kromosom 13, Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)

e) Kromosom 17, HNF-1 β (MODY 5)

f) Kromosom 2, NeuroD1 (MODY 6)

g) DNA Mitokondria

h) Subunit dari ATP-sensitive potassium channel

i) Proinsulin atau konversi insulin

2) Defek Genetik dalam kerja insulin, misalnya

a) Tipe A resisten insulin

b) Leprechaunism

c) Sindrom Rabson-Mendenhall

d) Sindrom Lipodystrophy

Page 25: CHA Asep Cahyaning

25

3) Penyakit eksokrin pankreas misalnya: pankreatitis, pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, fibrocalculous

pancreatopathy, mutasi pada carboxyl ester lipase

4) Endokrinopati misalnya akromegali, Cushing's syndrome,

glucagonoma, pheochromocytoma, hyperthyroidism,

somatostatinoma, aldosteronoma

5) Karena obat atau zat kimia misalnya Vacor, pentamidine, nicotinic

acid, glucocorticoids, thyroid hormone, diazoxide, β-adrenergic

agonists, thiazides, phenytoin, α -interferon, protease inhibitors,

clozapine

6) Infeksi misalnya infeksi congenital rubella, cytomegalovirus,

coxsackie

7) Imunologi misalnya "stiff-person" syndrome, antibody anti reseptor

insulin

8) Sindrom genetik lain Down's syndrome, Klinefelter's syndrome,

Turner's syndrome, Wolfram's syndrome, Friedreich's ataxia,

Huntington's chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic

dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome.

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes ini berkembang selama kehamilan

4. Komplikasi DM

DM yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi akut maupun

komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa diabetik ketoasidosis dan sindrom

hiperosmolar non-ketotik yang dapat mengancam jiwa penderita (American

Diabetes Association, 2007). Sedangkan komplikasi kroniknya yaitu:

a. Mikrovaskular

1) Penyakit mata

a) Retinopathy (nonproliferative/proliferative)

b) Edema Makular

2) Neuropati

Page 26: CHA Asep Cahyaning

26

a) Sensorik dan motorik (mono- and polyneuropathy)

b) Autonomik

3) Nefropati

b. Makrovaskular

1) Penyakit arteri koroner

2) Penyakit arteri perifer

3) Penyakit Serebrovaskuler

c. Yang lain

1) Gastrointestinal (gastroparesis, diare)

2) Genitourinary (uropathy/sexual dysfunction)

3) Dermatologik

4) Infeksi

5) Katarak

6) Glaukoma

7) Penyakit Periodontal (Qureshi, 2007; Fauci, 2008; Kronenberg, 2008)

Durasi dan keparahan hiperglikemia berhubungan kuat dengan

progresivitas penyakit mikrovaskular akibat diabetes. (Fauci, 2008;

Kronenberg, 2008), Hal ini berdasarkan bahwa pencegahan hiperglikemia

kronik dapat menunda terjadinya retinopathy, neuropathy, dan

nephropathy. (Fauci, 2008)

5. Patofisiologi Komplikasi DM

Mekanisme hiperglikemia kronik menyebabkan komplikasi belum

sepenuhnya diketahui, tetapi ada beberapa teori yang menjelaskan patogenesis

tersebut (Fauci, 2008; Kronenberg, 2008).

a. Komplikasi mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular diawali dengan keadaan hiperglikemia.

Keadaan hiperglikemia yang menyebabkan kerusakan hanya terjadi pada

beberapa jenis sel seperti sel endotel. Sel endotel mengalami keadaan

hiperglikemik intraselular pada keadaan hiperglikemia karena mereka tidak

Page 27: CHA Asep Cahyaning

27

dapat mengatur penurunan transpor glukosa dalam keadaan hiperglikemia.

Transpor glukosa ke dalam sel endotel memiliki jumlah yang sama pada

konsentrasi gula ekstraselular yang rendah maupun tinggi. Tidak seperti sel

lain yang akan menurunkan masukan glukosa ke dalam sel jika berada

pada lingkungan yang hiperglikemia (Kronenberg, 2008).

Peningkatan glukosa intraselular meningkatkan pembentukan

Advanced Glycosylation End Products (AGEs) secara nonenzimatik. Hal

ini merupakan hasil dari interaksi antara glukosa dan asam amino dalam

protein. AGEs tampak pada protein cross linked (misalnya kolagen,

ektraselular matrix) yang mempercepat terjadinya atherosclerosis,

disfungsi glomerular, penurunan sintesis NO, disfungsi endotel, dan

mengganggu komposisi dan struktur matrix ekstraselular (Fauci, 2008)

Hiperglikemia menyebabkan gangguan pada aliran dan

permeabilitas retina, glomerulus, dan vasa nervorum. Peningkatan aliran

darah dan tekanan intrakapiler disebabkan oleh penurunan NO dan juga

peningkatan sensitivitas angiotensin II yang diinduksi oleh DM. Keadaan

tersebut mengakibatkan disfungsi endotel, misalnya terjadi kebocoran

pada kapiler retina dan glomerulus. Pada awalnya, keadaan ini bersifat

reversibel, tetapi pada tahap lanjut dapat menjadi irreversibel (Kronenberg,

2008).

Pada keadaan hiperglikemia terjadi penyempitan dan oklusi lumen

pembuluh darah yang mengakibatkan perfusi tidak adekuat dan gangguan

fungsi jaringan (Kronenberg, 2008). Penyempitan tersebut dapat

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1) Kebocoran protein plasma yang mengandung karbohidrat sehingga

tertumpuk pada dinding pembuluh darah. Kebocoran ini merangsang

sekresi growth factor dan matriks ekstraselular oleh sel mesangial dan

perisit.

2) Ekstravasasi growth factor yang menstimulasi overproduksi komponen

ekstraselular.

Page 28: CHA Asep Cahyaning

28

3) Hipertensi menginduksi ekspresi gen seperti GLUT 1, Growth Factor,

Growth Factor Receptor, dan molekul adesi yang mengkativasi

sirkulasi leukosit (Kronenberg, 2008).

Oklusi pada lumen pembuluh darah juga diikuti dengan apoptosis

sel. Pada retina, apoptosis diinduksi poleh sel Muller, gangglion, perisit,

dan endotel. Di glomerulus masih belum diketahui, tetapi diperkirakan

berhubungan dengan hilangnya podosit. Pada vasa nervorum, sel endotel

dan pericyte terjadi degenerasi (Kronenberg, 2008).

Teori lain mengatakan bahwa hiperglikemia meningkatkan

metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa intraselular terutama

dimetabolisme dengan fosforilasi dan glikolisis, tetapi ketika jumlah

glukosa meningkat maka beberapa glukosa diubah menjadi sorbitol dengan

enzim aldose reductase. Peningkatakn konsentrasi sorbitol ini mengganggu

potensial redoks, peningkatan osmolaritas selular, menghasilkan ROS

(reactive oxygen species) (Nam, 2008), dan disfungsi selular. Tetapi

penggunaan aldose inhibitor tidak menghasilkan efek yang signifikan pada

manusia untuk menghambat efek komplikasi mikrovaskular (Fauci, 2008).

Growth factor tampaknya memiliki peran penting dalam

patogenesis komplikasi DM (Ezzidi 2008). VEGF-A meningkat pada

penderita diabetik retinopati dan menurun setelah dilakukan fotokoagulasi.

TGF-β meningkat pada diabetik nephropati dan menstimulasi produksi

kolagen serta fibronektin pada membranan basalis oleh sel mesangial.

PDGF, IGF, EGF, FGF, dan insulin juga diperkirakan mempengaruhi

terjadinya komplikasi DM (Fauci 2008, Thomson 2008).

b. Komplikasi makrovaskular

Insulin pada dasarnya mempunyai dua efek yaitu antiaterogenik dan

aterogenik. Efek antiaterogenik adalah menstimulasi produksi NO dari

endotel. NO sendiri salah satu fungsinya adalah menginhibisi proses

pengumpulan dan perlekatan platelet ke dinding pembuluh darah. NO

endotel juga berfungsi mengontrol ekspresi gen termasuk aterogenesis. NO

Page 29: CHA Asep Cahyaning

29

sel endotel juga menurunkan permeabilitas pembuluh darah. Dan NO

menginhibisi proliferasi sel otot polos pembuluh darah (King, 1996;

Hsueh, 1998; Ezzidi 2008; Fauci, 2008).

Resistensi insulin pada jaringan adiposa dapat menyebabkan

pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini menstimulasi hepatosit

untuk mensekresi VLDL sehingga terjadi hipertrigliseridemia (TG). VLDL

menstimulasi perubahan TG menjadi cholesteryl ester (CE) berbanding

terbalik dengan High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density

Lipoprotein (LDL), dikatalis dengan CE transfer protein (CETP). TG

memperkaya HDL dengan memisahkan diri dari ApoA-1, meninggalkan

sidikit HDL untuk transport kolesterol. TG memperkaya LDL kemudian

berubah menjadi atherogenik kecil, Small Dense LDL Particles (SD LDL)

(Kronenberg, 2008). Untuk lebih memahami lihat gambar 2.6 

Gambar 4.1 Resistensi Insulin menghasilkan Asam Lemak Bebas

(Sumber: Kronenberg, 2008)

Diabetes mellitus biasanya secara kronik terjadi iskemia oleh

karena itu untuk mengkompensasinya dibentuk pembuluh darah baru hasil

dari sel progenitor yang berasal dari sumsum tulang. Pembuluh darah baru

tersebut sering disebut neovaskularisasi, misalnya di retina menyebabkan

retinopati diabetik (Kronenberg, 2008).

Page 30: CHA Asep Cahyaning

30

B. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Pengukuran faktor risiko DM dilakukan pada masyarakat yang berumur

20 tahun ke atas sesai dengan jenis faktor risiko yang disebutkan oleh

Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006. Faktor risiko DM

dibedakan menjadi fktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat

dimodifikasi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

a. Ras dan Etnik

Ras dan etnik dari masyarakat yang diperiksa misalnya, suku

minang, suku bugis, suku sunda.

b. Usia

Orang yang berusia ≥45 tahun mempunyai risiko 9 kali untuk

terjadinya DM tipe 2 dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 45

tahun. Teori mengatakan bahwa seseorang yang berusia ≥45 tahun

memiliki peningkatan risiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi

glukosa karena faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk

memetabolisme glukosa. Namun kondisi ini ternyata tidak hanya

disebabkan oleh faktor umur saja, tetapi tergantung juga pada lamanya

penderita bertahan pada kondisi tersebut. Sejumlah penelitian menunjukan

bahwa terdapat peningkatan kasus hingga mencapai usia 60 tahun. Risiko

untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Menurut PERKENI, orang pada usia di atas 45 tahun

harus dilakukan pemeriksaan DM. Beberapa studi epidemiologi

mengatakan bahwa tingkat kerentanan terjangkitnya penyakit DM tipe-2

sejalan dengan bertambahnya umur. (Wicaksono, 2011).

c. Riwayat Keluarga dengan DM

Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan

DM (ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan). Risiko seorang

anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah seorang orang tuanya

menderita DM dan kemungkinan 75% bila kedua-duanya menderita DM.

Page 31: CHA Asep Cahyaning

31

Bila seseorang menderita DM, maka saudara kandungnya mempnyai

risiko DM sebanyak 10%.

d. Riwayat melahirkan dengan BB bayi lahir > 4 kg

e. Riwayat Lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2,5 kg

Seseorang yang lahir dengan BBLR dimngkinkan memiliki

kerusakan pankreas sehingga kemampan pankreas untuk memproduksi

insulin akan terganggu.

2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

a. Indeks Massa Tubuh

Berat badan lebih terjadi jika makanan yang dimakan mengandung

energi melebihi kebtuhan tubuh, sehingga kelebihan energi tersebut akan

disimpan oleh tubuh sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak.

Kelebihan berat badan merupakan salah sat faktor risiko DM. cara

sederhana untuk mengetahui kelebihan berat badan adalah dengan

mengukur indeks massa tubuh (IMT). Penggunaan IMT hanya berlaku

pada orang dengan usia di atas 18 tahun.

Batas ambang IMT untuk orang Indonesia dikategorikan merujk

FAO/WHO yang telah dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan

hasi penelitian di beberapa berkembang, sebagai berikut:

Tabel 4.3. Batas Ambang IMT Orang Indonesia

Kategori IMTKurus < 17Normal 17,0 – 18,4Kegemukan >25,0 – 27,0Obesitas >27,0

b. Hipertensi

Kategori hipertensi dapat dihitung dengan mengukur tekanan darah

arteri bracialis di lengan atas. Hipertensi pada DM tipe 2 dapat muncul

bersamaan dengan atau mungkin muncul terlebih dahulu sebelum adanya

diabetes melitus. Hal ini disebabkan pada penderita hipertensi sering

Page 32: CHA Asep Cahyaning

32

ditemukan adanya sekumpulan kelainan lainnya seperti: obesitas sentral,

dislipidemi, hiperurisemi dan hiperinsulinemia atau resistensi insulin atau

yang sekarang disebut sindroma metabolik. Orang yang memiliki riwayat

hipertensi lebih berisiko terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan orang

yang tidak memiliki riwayat hipertensi meskipun secara statistik tidak

bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Amerika yang

menunjukkan bahwa individu dengan hipertensi 2,5 kali lebih sering

mengalami DM tipe-2 dibanding normotensi (Wicaksono, 2011).

Tabel 4.4. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal <120 <80Prehipertensi 121-139 81-90Hipertensi derajat 1 140-159 91-99Hipertensi derajat 2 >160 >100

c. Pola Makan (Konsumsi Gula Berlebih)

Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinngi gula dan rendah

serat merupakan faktor risiko dari DM. Orang yang memiliki kebiasaan

mengonsumsi makanan atau minuman manis memiliki risiko 2 kali terjadi

DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan

mengonsumsi makanan atau minuman manis (Wicaksono, 2011).

d. Olahraga

Olahraga secara teratur dapat menambah sensitivitas insulin dan

menambah toleransi glukosa. Olahraga mempunyai efek menguntungkan

pada lemak tubuh, tekanan darah, dan distribusi lemak tubuh atau berat

badan, yaitu pada aspek ganda ‘sindroma metabolic kronik’, sehingga

dapat mencegah penyakit kardiovaskuler. Hubungan antara inaktivasi fisik

dengan DM masih terlihat, bahkan setelah di-adjusted dengan obesitas,

hipertensi, dan riwayat keluarga DM tipe 2. Dengan demikian olahraga

memiliki efek protektif yang dapat dicapai dengan pengurangan berat

badan melalui bertambahnya aktivitas fisik. Pada penelitian ini aktivitas

Page 33: CHA Asep Cahyaning

Faktor intrinsik

Diabetes Melitus Tipe 2

Faktor eksternal

IMTPola MakanOlah ragaKebiasaan Merokok

Riwayat Keluarga dengan DMHipertensi

Gambar 4.2 Kerangka Konsep Penelitian

33

olahraga < 3 kali /minggu selama 30 menit menunjukkan risiko menderita

DM lebih tinggi dari pada aktivitas olah raga yang rutin. Hal ini sesuai

dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa

kurangnya olah raga memperlihatkan perbedaan prevalensi DM tipe-2

hingga 2-4 kali lipat (Wicaksono, 2011).

e. Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan

gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi insulin. Pada

kondisi hiperglikemi, nikotin dan karbon monoksida akan mempercepat

terjadinya penggumpalan darah. Diabetisi yang merokok cenderung

mengalami penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah sehingga

lebih banyak mengalami komplikasi kebutaan, impotensi, gagal ginjal dan

tindakan amputasi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,

2008).

C. Kerangka Konsep Penelitian

Page 34: CHA Asep Cahyaning

34

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik terhadap

kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen.

Page 35: CHA Asep Cahyaning

35

V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan

menggunakan desain case-control Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Kebasen.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi target

Populasi target pada penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe 2

b. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah warga Kecamatan Kebasen

yang mengikuti Posyandu Lansia.

c. Teknik pengambilan sampel

Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling, yaitu

teknik penentuan sampel dengan memberi kesempatan yang sama pada

setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel kemudian proses

pemilihan sejumlah sampel n dan N yang dilakukan secara random.

d. Besar sampel

Estimasi besar sampel untuk penelitian analitik kategorik tidak

berpasangan menggunakan rumus sebagai berikut:

n 1=n2=(Z α √2 PQ+Z β√ P1 Q 1+P 2 Q 2)2

(P 1−P 2)2

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα = Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% maka Zα = 1,64

Zβ = Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% maka Zβ = 0,84

Page 36: CHA Asep Cahyaning

36

n 1=n2=(1,64√2 x 0,55 x0,45+0,84√0,35 x0,65+0,75 x 0,25)2

(0,35−0,75)2

n1 = n2 = 17,75 = 18

Berdasarkan rumus dan nilai yang telah ditetapkan diatas, maka sampel

minimal untuk penelitian ini adalah 18 orang untuk setiap kelompok,

ditambah 10% menjadi 20 orang setiap kelompok.

e. Kriteria inklusi dan ekslusi

1) Kriteria inkusi untuk sampel kasus:

a) Menderita DM tipe 2

b) Berdomisili di desa Kecamatan Kebasen

c) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani

lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca

lembar informed consent.

2) Kriteria inkusi untuk sampel kontrol:

a) Bukan pasien DM tipe 2

b) Berdomisili di Kecamatan Kebasen

c) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani

lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca

lembar informed consent.

3) Kriteria eksklusi :

a) Penderita DM tipe 1

b) Tidak mengisi data kuesioner secara lengkap

C. Variabel Penelitian

1. Variabel terikat : Diabetes Melitus tipe 2

2. Variabel bebas : Riwayat keluarga menderita DM, hipertensi, IMT, pola

makan, olahraga, kebiasaan merokok

D. Definisi Operasional

Tabel 5.1. Definisi Operasional

Page 37: CHA Asep Cahyaning

37

Variabel Keterangan Skala

Diabetes Melitus tipe 2

Keadaan seseorang yang didiagnosis dokter memiliki diabetes melitus tipe 2.Dikategorikan menjadi :Ya: didiagnosis DM tipe 2Tidak: tidak didiagnosis DM tipe 2

Nominal

Riwayat keluarga menderita DM

Adanya keluarga responden yang memiliki penyakit diabetes melitus..ya : memiliki keluarga yang terkena DMtidak : tidak memiliki keluarga yang terkena DM

Nominal

Hipertensi Keadaan seseorang memiliki tekanan darah sistolik >140 mmHg dan atau Diastolik >90 mmHg.Dikategorikan menjadi :Ya : memiliki hipertensiTidak : tidak memiliki hipertensi

Nominal

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengukuran yang membandingkan berat badan dan tinggi badan seseorang untuk memperkirakan berat badan ideal dengan tinggi badan tertentu. Rumus  IMT dirancang dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter) yang dikuadratkan. Jadi: IMT = [Berat Badan (Kg)] / [Tinggi badan(m)xTinggi badan(m)]Dikategorikan menjadi :Underweigt :17,0 – 18,4 kg/m2

Normoweight : 18,5– 25,0 kg/m2

Overweight : 25,1 – 27,0 kg/m2

Obesitas : > 27,0 kg/m2

Nominal

Pola Makan Jumlah konsumsi gula pasir dalam satu hari< 2 sdm 2-3 sdm> 3 sdm

Nominal

Olahraga Melakukan olah raga teratur 3 kali seminggu selama 30 menit dengan jenis olahraga aerobik.Ya : teratur melakukan olah ragaTidak : tidak teratur melakukan olah raga

Nominal

Kebiasaan Merokok

Kegiatan merokok meliputi : Ya = merokokTidak = tidak merokok

Nominal

E. Instrumen Pengambilan Data

Page 38: CHA Asep Cahyaning

38

Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara terstruktur

dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan pada Posyandu Lansia

yang rutin dilakukan setiap bulan.

F. Rencana Analisis Data

Data deskriptif disajikan dengan gambar dan tabel. Untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas dan terikat diuji dengan chi square pada program

SPSS 17.

G. Tata Urutan Kerja

1. Tahap persiapan

a. Studi pendahuluan (orientasi) di Puskesmas Kebasen.

b. Analisis situasi.

c. Identifikasi dan analisis penyebab masalah.

2. Tahap pelaksanaan

a. Mencatat dan menentukan nama responden.

b. Pengambilan data primer.

c. Tahap pengolahan dan analisis data.

d. Tahap penyusunan laporan.

H. Waktu dan Tempat

Kegiatan dilaksanakan pada:

Tanggal : Februari 2014

Tempat : Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas.

Page 39: CHA Asep Cahyaning

39

VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Responden

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2014 di wilayah kerja

Puskesmas Kebasen. Responden berasal dari Desa Cindaga, Desa Tumiyang,

Desa Kebasen, Desa Kalisalak, Desa Kaliwedi dan Desa Mandirancan.

Penelitian dilakukan terhadap 60 reponden, 24 orang didiagnosis dokter

menderita DM tipe 2 dan 36 orang tidak menderita DM tipe 2. Jumlah

responden di kelompok kontrol lebih banyak dibanding kelompok kasus,

sehingga responden di kelompok kontrol dikurangi 12 agar jumlahnya sama

dengan umlah responden kelompok kasus.

Gambaran umum responden didapatkan dari analisis univariat dan

dimaksudkan untuk mengetahui dengan jelas karakteristik. Jumlah sampel

minimal yang telah ditetapkan sebelumnya sebanyak 20 responden untuk

setiap kelompok. Jumlah responden penelitian ini adalah, 24 responden pada

kelompok kasus dan 24 responden pada kelompok kontrol.

2. Deskripsi Variabel

Hasil analisis univariat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

diabetes melitus tipe 2 di Kecamatan Kebasen didapatkan hasil deskripsi

frekuensi tiap variabel penelitian, yaitu sebagai berikut:

a.Usia dan Jenis Kelamin

Berdasarkan data penelitian terhadap 48 responden yang memenuhi

kriteria penelitian, terdapat karakteristik usia dan jenis kelamin seperti

yang tertera pada tabel 6.1.

Page 40: CHA Asep Cahyaning

40

Tabel 6.1. Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi %Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

741

14,685,4

Usia < 45 tahun > 45 tahun

147

2,197,9

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut jenis kelamin terdiri dari 7 orang (14,6%) laki-laki dan

41 orang (85,4%) perempuan. Kelompok usia yang paling banyak menjadi

responden adalah kelompok usia lebih besar sama dengan 45 tahun dengan

jumlah responden sebanyak 47 orang (97,9%). Kelompok usia yang paling

sedikit menjadi responden adalah kelompok usia di bawah 45 tahun, yaitu 1

orang (2,1%).

b. Hipertensi

Berdasarkan data penelitian terhadap 48 responden yang memenuhi

kriteria penelitian, terdapat karakteristik tekanan darah responden yang

tertera pada tabel 6.2.

Tabel 6.2. Distribusi Tekanan Darah Responden

Kejadian Kasus DM Tipe 2

Total

Kasus Kontrol

HipertensiYa

9(33,33%)

18(66,67%)

27(100%)

Tidak15

(71,43%)6

(28,57%)21

(100%)

c.Indeks Massa Tubuh (IMT)

Penelitian dilakukan terhadap 48 responden. Berat badan dan tinggi

badan responden diukur menggunakan timbangan dan alat ukur tinggi

badan yang sudah dikalibrasi. Karakteristik penndapatan responden

penelitian sebagai berikut

Page 41: CHA Asep Cahyaning

41

Tabel 6.3. Distribusi IMT Responden

Kejadian Kasus DM Tipe 2 TotalKasus Kontrol

IMT

Underweight0

(0%)10

(100%)10

(100%)

Normal23

(65,71%)12

(34,29%)35(%)

Overweight 02

(100%)2

(100%)

Obesitas 1

(100%)0 1

(100%)

d. Pola Makan

Penelitian dilakukan terhadap 48 responden. Responden diwawancarai

mengenai jumlah konsumsi gula pasir setiap harinya. Karakteristik pola

makan responden penelitian sebagai berikut(tabel 6.4.)

Tabel 6.4. Distribusi Frekuensi Pola Makan Responden

Kejadian Kasus DM Tipe 2 TotalKasus Kontrol

Pola Makan

<2 sdm2

(10%)18

(90%)20

(100%)

2-3 sdm5

(50%)5

(50%)10

(100%)

>3 sdm17

(94,4%)1

(5,56%)18

(100%).

e. Olahraga

Karakteristik keteraturan olahraga responden penelitian sebagai

berikut (tabel 6.5).

Tabel 6.5. Distribsi Frekensi Olahraga

Variabel KlasifikasiKejadian Diabetes

Melitus Tipe 2 TotalKasus Kontrol

Olahraga Teratur 2(28,57%)

5 (71,43%)

7 (100 %)

Tidak 22(53,66%)

19(46,34%)

41 (100 %)

Page 42: CHA Asep Cahyaning

42

f. Kebiasaan Rokok

Berdasarkan hasil wawancara mengenai konsumsi rokok oleh

responden, didapatkan data seperti yang tertera pada tabel 6.6.

Tabel 6.6. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok

VariabelKlasifikasi

Kejadian Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 Total

Kasus KontrolMerokok Ya 4

(80%) 1 (20%)

5 (100%)

Tidak 20 (46,51%)

23 (53,49%)

43 (100%)

3. Analisis Bivariat

Analalisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan antara variabel bebas berupa faktor risiko dengan kejadian diabetes

melitus tipe 2. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Chi-Square Test dan Kolmorgorov Smirnov Test.

a. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Diabetes Melitus Tipe 2

Tabel 6.7. Uji Chi Square Test Hubungan Antara Jenis Kelamin dan

DM Tipe 2

Variabel KlasifikasiKejadian DM

Tipe 2 JumlahPYa Tidak

Jenis Kelamin Laki-laki 5 2 70,220Perempuan 19 22 41

Keterangan : p=Signifikansi; hubungan bermakna jika p<0,05

Berdasarkan uji Chi Squre Test di atas (Tabel 6.9), tidak terdapat

hubungan yang bermakna secara statistika antara pengetahuan dan

penyakit TB (p = 0,220).

Page 43: CHA Asep Cahyaning

43

b. Hubungan antara Usia dan DM Tipe 2

Tabel 6.8. Uji Chi Square Test Hubungan Antara Usia dan DM Tipe 2

Variabel KlasifikasiKejadian DM Tipe 2

JumlahPYa Tidak

Usia <45 tahun 1 0 10,312>45 tahun 23 24 47

Berdasarkan uji Chi Squre Test di atas (Tabel 6.8), tidak terdapat

hubungan yang bermakna secara statistika antara usia dan DM Tipe 2 (p =

0,312).

c. Hubungan Antara Hipertensi dan DM Tipe 2

Tabel 6.9. Uji Chi Square Test Hubungan Antara Hipertensi dan DM

Tipe 2

Variabel KlasifikasiKejadian DM Tipe 2

JumlahPYa Tidak

Hipertensi Ya 9 18 27

0,009Tidak 15 6 21Keterangan : p=Signifikansi; hubungan bermakna jika p<0,05

Berdasarkan uji Chi Squre Test di atas (Tabel 6.9), terdapat

hubungan yang bermakna secara statistika antara Hipertensi dan DM Tipe

2 (p = 0,009).

d. Hubungan Antara IMT dan DM Tipe 2

Tabel 6.10. Uji Chi Square Test Hubungan Antara IMT dan DM Tipe

2

Variabel KlasifikasiKejadian DM Tipe 2

JumlahPYa Tidak

IMT Underweight 0 10 100,31Normal 23 12 35

Overweight 0 2 2Obesitas 1 0 1

Page 44: CHA Asep Cahyaning

44

Keterangan : p=Signifikansi; hubungan bermakna jika p<0,05

Berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov Test di atas (Tabel 6.10),

tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistika antara IMT dan

DM Tipe 2 (p = 0,31).

e. Hubungan Antara Pola Makan dan DM Tipe 2

Tabel 6.11. Uji Chi Square Test Hubungan Antara Pola Makan dan

DM Tipe 2

Variabel KlasifikasiKejadian DM

Tipe 2 JumlahPYa Tidak

Konsumsi Gula <2 sdm 2 18 200,0002-3 sdm 5 5 10

>3 sdm 17 1 18Keterangan : p=Signifikansi; hubungan bermakna jika p<0,05

Berdasarkan uji Chi Square Test di atas (Tabel 6.11), terdapat

hubungan yang bermakna secara statistika antara konsumsi gula dan DM

Tipe 2 (p = 0,000).

f. Hubungan Antara Olahraga dan DM Tipe 2

Tabel 6.12. Uji Chi Square Test Hubungan Antara Olahraga dan DM

Tipe 2

Variabel KlasifikasiKejadian DM

Tipe 2 JumlahPYa Tidak

Olahraga Teratur 2 5 70,220Tidak Teratur 22 19 41

Keterangan : p=Signifikansi; hubungan bermakna jika p<0,05

Berdasarkan uji Chi Square Test di atas (Tabel 6.12), tidak terdapat

hubungan yang bermakna secara statistika antara keteraturan olahraga

dengan DM Tipe 2 (p = 0,220).

Page 45: CHA Asep Cahyaning

45

g. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan DM Tipe 2

Tabel 6.13. Uji Chi Square Test Hubungan Antara Kebiasaan

Merokok dan DM Tipe 2

Kejadian DM Tipe 2N P

Ya TidakMerokok Ya 4 1 5

0,156Tidak 20 23 43

Berdasarkan uji Chi Square Test di atas (Tabel 6.13), terlihat bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan

merokok dan DM Tipe 2 (p = 0,156).

B. Pembahasan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubngan

dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kebasen.

Responden penelitian terdiri 24 orang di kelompok kasus dan 24 orang di

kelompok kontrol.

Usia responden pada penelitian ini sebagian besar adalah >45 tahun dan

sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini sesuai

dengan hasil peneletian yang dilakukan oleh Wicaksono (2011) yang

menyebutkan bahwa orang yang berusia ≥45 tahun mempunyai risiko 9 kali untuk

terjadinya DM tipe 2 dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 45 tahun.

Dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa perempuan lebih berisiko terkena

DM tipe-2 dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di

Amerika yang mengatakan bahwa jenis kelamin perempuan lebih berisiko terkena

DM tipe 2 daripada laki-laki. Namun, studi di Augsburg mendapatkan hasil

insidens rate yang distandardisasi menurut umur pada laki-laki sebesar 5,8 per-

1000/orang-tahun dan 4,0 per-1000/orang-tahun pada perempuan.

Page 46: CHA Asep Cahyaning

46

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara

hipertensi dengan kejadian DM Tipe 2. Hipertensi pada DM tipe 2 dapat muncul

bersamaan dengan atau mungkin muncul terlebih dahulu sebelum adanya diabetes

melitus. Hal ini disebabkan pada penderita hipertensi sering ditemukan adanya

sekumpulan kelainan lainnya seperti: obesitas sentral, dislipidemi, hiperurisemi

dan hiperinsulinemia atau resistensi insulin atau yang sekarang disebut sindroma

metabolik. Orang yang memiliki riwayat hipertensi lebih berisiko terkena DM

tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi

meskipun secara statistik tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya di Amerika yang menunjukkan bahwa individu dengan hipertensi 2,5

kali lebih sering mengalami DM tipe-2 dibanding normotensi (Wicaksono, 2011).

Hasil penelitian menunjukan bahwa IMT tidak berpengaruh terhadap

kejadian DM Tipe 2. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Wicaksono (2011) bahwa orang dengan status gizi overweight memiliki

risiko 2 kali terjadi DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang status gizinya

normal. Obesitas merupakan faktor utama dari insiden DM tipe 2. Penelitian di

Denmark menggambarkan penyebaran obesitas pada pasien baru yang didiagnosis

DM tipe 2 mencapai 80%, dimana penyebaran obesitas dengan latar belakang

populasi yang memiliki umur sama adalah sekitar 40%. Penelitian kohort yang

dilakukan oleh Cassano,et al juga menunjukkan adanya hubungan tingkat kadar

gula darah dengan obesitas.

Hubungan antara pola makan, terutama konsumsi gula dengan DM Tipe 2

bermakna secara statistika. Teori menyebutkan bahwa seringnya mengonsumsi

makanan dan atau minuman manis akan meningkatkan risiko kejadian DM tipe 2

karena meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah.

Hubungan antara keteraturan olahraga dengan kejadian DM Tipe 2 tidak

bermakna. Olahraga atau aktivitas fisik secara teratur dapat menambah

sensitivitas insulin dan menambah toleransi glukosa. Olahraga juga mempunyai

efek menguntungkan pada lemak tubuh, tekanan darah, dan distribusi lemak

tubuh atau berat badan, yaitu pada aspek ganda ‘sindroma metabolic kronik’,

Page 47: CHA Asep Cahyaning

47

sehingga dapat mencegah penyakit kardiovaskuler. Olahraga memiliki efek

protektif yang dapat dicapai dengan pengurangan berat badan melalui

bertambahnya aktivitas fisik. Orang yang tidak teratur berolahraga atau aktivitas

olahraga < 3 kali /minggu selama 30 menit mempunyai risiko menderita DM

lebih tinggi dari pada orang yang rutin melakukan olahraga (Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008; Wicaksono, 2011).

Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian DM Tipe 2 tidak

bermakna. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono

(2011) yang menyebutkan bahwa orang dengan kebiasaan merokok lebih berisiko

terkena DM tipe-2. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan

metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan

peningkatan risiko terkena DM.

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka peneliti melakukan

intervensi berupa pelaksanaan plan of action (POA) yang bertujuan untuk

mengurangi angka kejadian diabetes melitus.

Page 48: CHA Asep Cahyaning

48

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang faktor yang berhubungan

dengan kejadian penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Kebasen, maka dapat

diketahui bahwa pola makan terutama konsumsi gula berpengaruh terhadap

kejadian DM Tipe 2. Dengan melihat analisis data maka dapat dibuat beberapa

alternatif pemecahan masalah terkait pola makan dengan kejadian DM Tipe 2,

yaitu:

1. Penyuluhan tentang faktor risiko diabetes mellitus

2. Pemberian pamflet dan edukasi tentang DM pada penderita dan lingkungan

sekitar

3. Pemeriksaan glukosa darah pada keluarga pasien yang memiliki faktor risiko

penyakit DM.

B. Penentuan Alternatif Terpilih

Pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah harus dilakukan karena

adanya keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu. Salah satu

metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah

adalah metode Reinke.

Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,

kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah. Efisiensi

jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan dalam menyelesaikan

masalah.

Page 49: CHA Asep Cahyaning

49

Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar

Skor

M(besarnya

masalah yang dapat diatasi)

I(kelanggengan

selesainya masalah)

V(Kecepatan

penyelesaian masalah)

C(Biaya yang diperlukan)

1 Sangat kecil Sangat tidak langgeng

Sangat lambat Sangat Murah

2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah3 Cukup besar Cukup

langgengCukup cepat Cukup Mahal

4 Besar Langgeng Cepat Mahal5 Sangat besar Sangat

langgengSangat cepat Sangat Mahal

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke adalah

sebagai berikut:

Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke

NoDaftar Alternatif Jalan

KeluarEfektivitas Efisiensi MxIxV

C

Urutan Prioritas MasalahM I V C

1 Penyuluhan tentang faktor risiko diabetes mellitus

3 4 2 2 12 1

2 Pemberian pamflet dan edukasi tentang DM pada penderita dan lingkungan sekitar

3 3 3 3 9 2

3 Pemeriksaan glukosa darah pada keluarga pasien yang memiliki faktor risiko penyakit DM.

3 3 2 2 4 3

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah

menggunakan metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu

penyuluhan tentang faktor risiko diabetes melitus.

Page 50: CHA Asep Cahyaning

50

VIII. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan kronik mengenai

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Gambaran khas dari Diabetes

Mellitus adalah gangguan atau kekurangan respon sekresi insulin, yang

diterjemahkan menjadi gangguan penggunaan karbohidrat (glukosa) dengan

hasil akhir timbulnya hiperglikemia (Robbins dan Kumar, 1995). Diabetes

Mellitus adalah sekolompok penyakit metabolik yang memberikan gejala

fenotip hiperglikemia (Fauci, 2008). Kasus DM yang ditemukan dari hasil

pencatatan Puskesmas Kebasen tahun 2012 mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2011 karena terjadi peningkatan dari 91 kasus di tahun

2011 menjadi 121 kasus di tahun 2012.

Paradigma sehat diprioritaskan pada upaya peningkatan, pencegahan,

penyembuhan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai

lanjut usia. Dengan paradigma ini maka pembangunan kesehatan lebih

ditekankan pada upaya promotif dan preventif disbanding dengan upaya

kuratif dan rehabilitative (Depkes RI,2007).Hal inilah yang mendorong kami

untuk lebih memusatkan kegiatan pengendalian penyakit DM.

Hasil analisis bivariat untuk mencari faktor risiko yang paling

berpengaruh dalam timbulnya penyakit DM yang dilakukan terhadap 48

subjek penelitian menunjukkan bahwa pola makan, terutama konsumsi gula

menjadi faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian kasus DM di

wilayah kerja Puskesmas Kebasen, Kabupaten Banyumas.

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah

menggunakan metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah yaitu

penyuluhan tentang faktor risiko diabetes melitus.

Page 51: CHA Asep Cahyaning

51

B. Tujuan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Kebasen mengenai faktor

risiko diabetes melitus.

C. Bentuk dan Materi Kegiatan

Kegiatan yang akan dilaksanakan berupa penyuluhan mengenai faktor risiko

diabetes melitus dan skrining diabetes melitus menggunakan stik glukosa.

D. Sasaran

Warga desa Kalisalak, Kaliwedi, Kebasen, Mandirancan dan Cindaga, baik

yang sudah didiagnosis diabetes melitus maupun yang belum.

E. Pelaksanaan

1. Personil

a. Penanggung jawab : dr. Tri Lestari Kusumaningsih

b. Pembimbing : dr. Agung S. Dwi Laksana., M.Sc. PH.

c. Pelaksana :

1) Asep Cevy Saputra

2) Cahyaning Tias

2. Waktu dan Tempat

Waktu : 11-12 Februari 2014

Tempat : Balai Desa Kaliwedi

F. Rencana Anggaran

Transportasi : Rp 20.000,00

G. Evaluasi

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pengetahuan warga desa Kalisalak,

Kaliwedi, Kebasen, Mandirancan dan Cindaga dapat menghindari faktor

risiko yang menyebabkan diabetes melitus serta penemuan kasus baru setelah

dilakukan skrining.

Page 52: CHA Asep Cahyaning

52

IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN

A. Pelaksanaan

1. Pelaksanaan Kegiatan

Penyuluhan mengenai faktor risiko diabetes melitus dilakukan terhadap

warga desa Kalisalak, Kaliwedi, Kebasen, Mandirancan dan Cindaga.

Pelaksanaan kegiatan POA dilaksanakan melalui 3 tahap, yaitu:

a. Tahap Persiapan

1) Perizinan

Perizinan diajukan dalam bentuk lisan oleh dokter muda kepada

pemegang program PTM dan Kepala Puskesmas Kebasen pada hari

Sabtu, 8 Februari 2014 dan disetujui pada hari yang sama.

2) Pendataan penderita DM yang masih berobat di Puskesmas Kebasen

b. Tahap Pelaksanaan

1) Judul Kegiatan

“Penyuluhan Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Diabetes Melitus

(Kencing Manis) di Kecamatan Kebasen.”

2) Waktu

Selasa,10–11 Februari 2014 pukul 10.00.

3) Tempat

Balai Desa Kaliwedi

4) PenanggungJawab

a) dr. Agung S. Dwi Laksana M.Sc. PH. selaku pembimbing fakultas

b) dr. Tri Lestari Lestari Kusumaningsih selaku Kepala Puskesmas

Kebasen dan pembimbing lapangan

5) Pelaksana

a) Asep Cevy Saputra

b) Cahyaning Tias

Page 53: CHA Asep Cahyaning

53

6) Peserta

Warga Kalisalak, Kaliwedi, Kebasen, Mandirancan dan Cindaga.

7) Isi Kegiatan

Penyuluhan mengenai faktor risiko penyebab diabetes melitus.

B. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi

input, proses dan output.

1. Evaluasi Input

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man,

money, metode, material, machine. Tetapi pada penyuluhan ini, pelaksana

hanya mencakup 3 M, yaitu:

a. Man : Narasumber memiliki materi yang cukup untuk disampaikan

pada kegiatan ini. Pada saat sesi diskusi, narasumber bisa

menjawab pertanyaan yang diajukan pada peserta dan

peserta merasakan puas dengan jawaban dan penjelasan

yang diberikan oleh narasumber. Evaluasi untuk sumber

daya manusia seperti ini termasuk kategori baik.

b. Methode : Metode yang digunakan adalah penyuluhan yang

dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Sasaran penyuluhan

tertarik dengan kegiatan ini.

c. Material : Materi yang disiapkan adalah materi tentang DM.

2. Evaluasi proses

Evaluasi terhadap proses pada kegiatan ini adalah evaluasi terhadap

proses pelaksanaan penyuluhan yang dijadwalkan pada hari Senin-Selasa, 10-

11 Februari 2014 mengenai DM. Pelaksanaan kegiatan berlangsung secara

baik. Peserta banyak mengajukan pertanyaan pada sesi tanya jawab dan ini

menunjukkan tingkat antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan ini. Peserta

juga merasa puas terhadap semua jawaban yang telah diberikan oleh

narasumber.

Page 54: CHA Asep Cahyaning

54

X. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil analisis permasalahan kesehatan komunitas yang terjadi di Puskesmas

Kebasen yaitu DM yang difokuskan sebagai prioritas permasalahan.

2. Faktor risiko DM yang paling berpengaruh di Wilayah Kerja Puskesmas

Kebasen adalah pola makan.

3. Alternatif pemecahan masalah yang diprioritaskan untuk masalah tersebut

adalah penyuluhan mengenai faktor risiko diabetes melitus.

B. Saran

Bagi Puskesmas sebaiknya lebih aktif dalam melakukan penyuluhan mengenai

DM tipe 2, skrining dan pencatatan kejadian DM Tipe 2 di masyarakat.

Page 55: CHA Asep Cahyaning

55

DAFTAR PUSTAKA

Balakumar, P., Mandeep Kumar Arora, Manjeet Singh (2009). "Emerging role of PPAR ligands in the management of diabetic nephropathy." Pharmacological Research xxx: xxx–xxx.

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. 2008. Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fauci, A. S., Braunwald Eugene, Kasper Dennis, Hauser Stephen, Longo, Larry Jameson, Joseph Loscalzo. (2008). Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States of America, The McGraw-Hill Companies.

Katzung, Bertram G. 2005. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Salemba Medika, Jakarta. Hal 158 - 180

Kurtz, W.T. dan Prevenec, M. 2005. Antidiabetic mechansm of ACE Inhibitors and all receptor antagonist: Beyond the rennin angiotensin system. Journal of Hypertension; 22 (12):2253-2261.

Neal, Michael J. 2006. At Glance Farmakologi Medis. Edisi 5. Erlangga, Jakarta. Hal 31.

Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit.EGC, Jakarta. Hal 933-936-1004

Syarif, Amir, et al. 2006. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 343 – 360.

Wicaksono, Radio P. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes melitus tipe 2 (Studi Kasus di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi). Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Yogiantoro dalam Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal 1515 – 1524, 610 -617.

Page 56: CHA Asep Cahyaning

56

Lampiran 1 Daftar Responden Penelitian

Jenis Kelamin

Usia IMT Menderita DM Tipe 2

Hipertensi Pola Makan

Olahraga Merokok

Perempuan >= 45 Underweight Tidak Ya < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Laki-laki >= 45 Underweight Tidak Ya > 3 sdm Teratur YaPerempuan >= 45 Normal Tidak Ya < 2 sdm Tidak

TeraturTidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak < 2 sdm Teratur TidakLaki-laki >= 45 Underweight Tidak Ya < 2 sdm Tidak

TeraturTidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Tidak < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Ya 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Ya 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Underweight Tidak Ya < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Ya < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Underweight Tidak Tidak < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Ya < 2 sdm Teratur TidakPerempuan >= 45 Underweight Tidak Tidak < 2 sdm Tidak

TeraturTidak

Perempuan >= 45 Overweight Tidak Ya < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Tidak < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Tidak < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Underweight Tidak Ya < 2 sdm Teratur TidakPerempuan >= 45 Normal Tidak Ya < 2 sdm Tidak

TeraturTidak

Perempuan >= 45 Overweight Tidak Ya < 2 sdm Teratur TidakPerempuan >= 45 Normal Tidak Ya 2-3 sdm Tidak

TeraturTidak

Perempuan >= 45 Underweight Tidak Tidak < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Ya < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Tidak Ya 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Underweight Tidak Ya < 2 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan < 45 Normal Ya Ya < 2 sdm Tidak Tidak

Page 57: CHA Asep Cahyaning

57

TeraturPerempuan >= 45 Underweight Tidak Ya 2-3 sdm Teratur TidakPerempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Teratur TidakLaki-laki >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak

TeraturYa

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Laki-laki >= 45 Normal Ya Ya > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Ya 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Ya 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Ya 2-3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Ya > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Laki-laki >= 45 Normal Ya Ya > 3 sdm Tidak Teratur

Ya

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Ya > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Laki-laki >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Laki-laki >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Ya

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Ya

Perempuan >= 45 Normal Ya Ya > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Obesitas Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak

Perempuan >= 45 Normal Ya Tidak > 3 sdm Tidak Teratur

Tidak