ch 15 gelombang elektromagnetik dalam vakum
TRANSCRIPT
Gelombang Elektromagnetik dalam Vakum
OlehAndri Sofyan Husein
Notes on Classical Electrodynamics II Chapter 15
Program Studi Ilmu FisikaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas MaretJl. Ir. Sutami 36A Kentingan, Surakarta, 57126, Indonesia
Ph/Fax: 0271 632450
E-mail: [email protected]
8 Desember 2012
1 Persamaan Maxwell
Menggunakan Persamaan Maxwell, kita akan memperoses medan elekromagnetik yang berubahdengan cepat terhadap waktu dan posisi. Pertama, kita akan membatasi permasalahan hanyapada kondisi vakum. Kondisi vakum di sini berarti D = E dan B = H . Selanjutnya, rapatarus volume j = 0 dan rapat muatan volume ρ = 0. Kita peroleh Persamaan Maxwell dalamvakum memiliki bentuk [1]
∇×B =1
c
∂E
∂t(1)
∇×E = −1
c
∂B
∂t(2)
∇ ·E = 0 (3)
∇ ·B = 0 (4)
1
2 Persamaan gelombang elektromagnetik
Kita dapat mengeliminasi vektor E dan B dari persamaan sistem. Kenakan curl di keduaruas Persamaan (1), memberikan :
∇× (∇×B) =1
c
∂
∂t(∇×E)
dan subtitusi Persamaan (2) menghasilkan
∇× (∇×B) = − 1
c2∂2B
∂t2(5)
Menggunakan identitas ∇× (∇×B) = ∇(∇·B)−∆B dan mengingat bahwa ∇·B = 0,kita peroleh dari Persamaan (5)
∆B =1
c2∂2B
∂t2(6)
Hasil yang identik dari medan E diperoleh dengan proses yang sama yakni kenakan curl padakedua ruas Persamaan (2)
∇× (∇×E ) = −1
c
∂
∂t(∇×B)
substitusi Persamaan (1) menghasilkan
∇× (∇×E ) = − 1
c2∂2E
∂t2(7)
Menggunakan identitas ∇ × (∇ × E ) = ∇(∇ · E) − ∆E dan mengingat bahwa ∇ · E = 0,kita peroleh dari Persamaan (7)
∆E =1
c2∂2E
∂t2(8)
3 Solusi persamaan gelombang
Tampak dalam Persamaan (6) dan (8) bahwa vektor E dan B memunyai bentuk persamaangelombang. Kita telah biasa menjumpai persamaan gelombang dalam mekanika ketika menan-gani osilasi. Terdapat sejumlah tipe solusi pada persamaan ini. Pertama-tama, kita ekspre-sikan persamaan gelombang dengan bentuk(
∆− 1
c2∂2
∂t2
)u(r , t) = 0 (9)
yang bersifat kekal relativistik karena operator
∆− 1
c2∂2
∂t2=
4∑µ=1
∂
∂xµ
∂
∂xµ
2
sama dengan produk sekalar four-gradient
∂
∂xµ={ ∂
∂x1,∂
∂x2,∂
∂x3,∂
∂ict
}dengan ia sendiri. Persamaan (9) memunyai solusi
u(r , t) = u(kµxµ) = u(k1x1 + k2x2 + k3x3 + k4x4) (10)
jika kµkµ ≡∑
µ k2µ = k21+k22+k23+k24 = 0, sehingga, kµ adalah four-null-vector (vektor cahaya).
Perhatikan bahwa kita telah menggunakan kesepakatan Einstein untuk penjumlahan yaknibila terdapat indeks yang identik maka otomatis bermakna menjumlah, dalam hal ini berartikµkµ =
∑4µ=1 k
2µ. Kita dapat buktikan dengan mudah bahwa
∂
∂xµ
∂
∂xµu(kνxν) = kµkµ
d2u(z)
dz2, z = kνxν , → dz2 = k2νdx
2ν
dan dengan demikian
0 =(
∆− 1
c2∂2
∂t2
)u(kνxν)
=∂
∂xµ
∂
∂xµu(kνxν)
= kµkµd2u(z)
dz2
= (k21 + k22 + k23 + k24)d2u(z)
dz2
yang berarti bahwa
kµkµ = k21 + k22 + k23 + k24 = 0, karenad2u(z)
dz26= 0.
Tuliskan k = {kµ} = {k1, k2, k3, iω/c} = {k , iω/c}, kaitan dispersinya adalah kµkµ = 0 =k 2 − ω2/c2 atau k2 = ω2/c2, dan dengan demikian k = ω/c. Selanjutnya, solusi persamaangelombangnya adalah : u(z) = u(kµxµ) = u(k ·r −ωt). Solusi ini akan lebih mudah dipahamidalam ekspresi satu dimensi yakni( ∂2
∂x2− 1
c2∂
∂t2
)u(x± ct) = 0, z = x± ct
Disini, u(x± ct) adalah fungsi sembarang yang memiliki kombinasi khusus
x+ ct = {x, ict} · {1,−i} = {x, ict} · {k′1, k′4}
ataux− ct = {x, ict} · {1, i} = {x, ict} · {k1, k4}
adalah argumen fungsi (secara umum dituliskan kµxµ). Pada kasus ini, k′21 + k′24 = 0 atauk21 + k24 = 0, sehingga, fungsi ini merupakan tipe Persamaan (10). Beberapa contoh ilustrasi
3
fungsi ini tampak dalam Gambar 1. Pada waktu t = 0, fungsi u(x± ct) mengungkapkan pun-cak u(x). Seiring bergulirnya waktu puncak ini tidak mengalami perubahan bentuk namunmengalami pergeseran posisi x± ct = 0.
Lebih jelasnya, u(x+ct) menginformasikan pergeseran ke kiri sejauh x = −ct, dan u(x−ct)menginformasikan pergeseran ke kanan sejauh x = ct. Pergerseran gelombang berdiri inimemunyai kecepatan |v| = |x/t| = c.
Gambar 1. Beberapa ilustrasi bentuk gelombang berdiri [1].
Sekarang, kita akan menyelidiki plane wave yang mengungkapkan fungsi ruang-waktu yangmana geometri pada fase osilasi tertentu pada waktu t berupa sebuah bidang. Persamaanmuka gelombang dengan fase konstan (Gambar 2) adalah
kµxµ = k · r − ωt = const, atau k · r = const + ωt (11)
Persamaan (11) merupakan persamaan bidang yang dinamakan Hessian normal form. Vektorgelombang k diberikan oleh
k = grad(k · r − ωt)
yang memunyai arah normal terhadap muka gelombang. Berdasarkan Persamaan (11), k/k ·r = (const+ωt)1/k. Permukaan fase konstan dari solusi u(kµxµ) persamaan gelombang keluarberupa bidang-bidang. Oleh sebab itu kami menyebutnya plane waves. Jika (k/k · r = r0)adalah jarak bidang dari titik asal seperti yang diinformasikan Persamaan (11), maka jarakbertambah sesuai dengan r0 = const + ωt/k. Kemudian, cepat rambat muka gelombangadalah v = dr0/dt = ω/k. Sebagaimana telah disebutkan, arah vektor gelombang k tegaklurus muka fase konstan dan titik-titik yang searah perambatan gelombang.
Gambar 2. Permukaan fase konstan (berupa bidang-bidang) pada plane waves. r0 adalahjarak bidang fase dengan titik asal [1].
4
Kemudian, kita dapat menyimpulkan bahwa v = (ω/k)(k/k). Sehingga, sebuah bidanggelombang sembarang A, yang menjadi solusi persamaan gelombang, memunyai bentuk
A(r , t) = Akf(k · r − ωt) (12)
dimana f adalah fungsi sembarang yang kontinu terhadap dua kali diferensial, dan Ak adalahvektor konstan terhadap ruang dan waktu. Dari Persamaan (6), (8) atau (9), k2 = ω2/c2
atau k = ω/c. Persamaan tersebut adalah kaitan dispersi gelombang elektromagnetik dalamvakum. Persamaa k2 − ω2/c2 = 0 adalah sama seperti kµkµ = 0 dalam Persamaan (10).Persamaan (10) digunakan dalam ruang 4-dimensi. Perbandingan keduanya memberikan
k = {k1, k2, k3, k4} ={k1, k2, k3, i
ω
c
}= {k , iω
c}
Sederhananya, dalam perambatan satu dimensi searah sumbu-z dengan vektor normal k/|k |memberikan
A(z , t) = Akf(kz − ωt) = AkF(z − ωt
k
)(13)
Solusi paling umum untuk plane wave memunyai struktur
A′(z , t) = A′k1F(z − tω
k
)+ A′k2G
(z + t
ω
k
)(14)
dimana F dan G adalah fungsi yang menyatakan perambatan kearah sumbu-z positif dannegatif. Fungsi aplitudo Ak secara umum memiliki nilai berupa bilangan kompleks dan meng-informasikan arah osilasi sebuah plane wave. Ketika Ak bernilai konstan sepanjang waktumaka gelombang tersebut dikatakan terpolarisasi secara linear.
Berikut ini akan kami bahas perambatan sebuah plane wave monokromatik yang berosilasiharmonik (fungsi harmonik waktu untuk r tetap). Solusi paling general yang mematuhipersamaan gelombang adalah fungsi dengan bentuk
E(r , t) = E 01ei(k ·r−ωt) + E 02e
i(k ·r+ωt) (15)
Disini, kami telah menulis dengan E (r , t) menggantikan A(r , t) untuk mengingatkan diriakan intensitas medan listrik. Persamaan (15) telah mematuhi persamaan gelombang yakniPersamaan (8). Solusi persamaan gelombang magnet B(r , t), identik dengan Persamaan (15).Jika kami membatasi pembahasan hanya pada solusi dalam arah rambat sumbu-z positif,maka diperoleh
E (r , t) = E 0ei(k ·r−ωt), dan B(r , t) = B0e
i(k ·r−ωt) (16)
Penulisan di atas memiliki arti bahwa
E = <(E 0ei(k ·r−ωt)) = E 0 cos(k · r − ωt) (17)
B = <(B0ei(k ·r−ωt)) = B0 cos(k · r − ωt) (18)
karena hanya bagian real dari persamaan medan yang memiliki arti fisis. Alasan penulisandengan bilangan kompleks adalah karena perumusan akan tampil menjadi lebih sederhana
5
dan jernih.
Pembatasan yang telah kita lakukan hanya pada solusi gelombang monokromatik adalahsangat penting mengingat gelombang tak harmonik sesungguhnya dapat diuraikan menjadikomponen-komponen monokromatik dengan menggunakan analisis Fourier. Sebuah planewave harmonik yang mengungkapkan sebuah gelombang yang menjalar keluar secara periodikdalam ruang dan waktu. Kenakan operator divergensi pada salah satu komponen gelombang,yakni
E = E 0ei(k ·r−ωt) (19)
kemudian, dengan mengasumsikan bahwa E 0 konstan terhadap ruang dan waktu, kita dap-atkan
∇ ·E = E 0 · ∇(ei(k ·r−ωt)) = E 0 · (ik)ei(k ·r−ωt) (20)
Diferensial terahadap waktu, kita dapatkan
∂
∂tE = E 0
∂
∂t(ei(k ·r−ωt)) = E 0(−iω)ei(k ·r−ωt) (21)
sehingga, dengan membandingkan Persamaan (21) dan (20) dengan Persamaan (19), kitaketahui bahwa operator ∇ dan ∂/∂t dapat digantikan oleh
∇ → ik ,∂
∂t→ −iω (22)
Menggunakan prosedur yang sama untuk solusi konjugat kompleksnya (E = E 0e−i(k ·r−ωt)),
operator tersebut dapat digantikan oleh
∇ → −ik , ∂
∂t→ iω (23)
Menggunakan hasil-hasil di atas, kita substitusikan Persamaan (22) dan solusi pada Per-samaan (16) kedalam Persamaan Maxwell (1) - (4), sehingga diperoleh
∇×B =1
c
∂E
∂t→ k ×B = −ω
cE (24)
∇×E = −1
c
∂B
∂t→ k ×E = +
ω
cB (25)
∇ ·E = 0 → k ·E = 0 (26)
∇ ·B = 0 → k ·B = 0 (27)
Menggunakan Persamaan (6) dan (8) diperoleh kaitan dispersi gelombang dalam vakumadalah
k · k =ω2
c2(28)
dengan k disebut ”vektor gelombang” atau ”vektor bilangan gelombang.” Dalam ruangvakum,
k =ω
cn =
2π
λn = const (29)
6
dengan n adalah unit vektor normal yang menginformasikan arah rambat gelombang. Nilaibesaran k menyatakan banyaknya gelombang persatuan panjang. Sebagaimana disebutkansebelumnya, kita memeroleh hubungan |k | = k = ω/c jika anzat dalam Persamaan (16)disubstitusikan ke dalam persamaan gelombang, yakni(
∆− 1
c2∂2
∂t2
)E 0e
i(k ·r−ωt) = −(k2 − ω2
c2
)E 0e
i(k ·r−ωt) = 0 (30)
dan dengan demikian, k2 = (ω2/c2), sehingga dengan cara yang lebih elegan, kaitan dispersigelombang dalam vakum yakni Persamaan (28) dapat diperoleh.
Jika sumbu-z menjadi arah rambat gelombang dengan fase konstan sebesar ϕ0 = kz−ωt,
kz = ωt+ ϕ0, atau z =ωt
k+ϕ0
k= ct+
ϕ0
k(31)
maka, kecepatan fase gelombang elektromagnetik adalah sebesar cepat rambat cahaya
dz
dt=ω
k= c (32)
Berdasarkan Persamaan (26) dan (27) kita dapat menduga bahwa E dan B berosilasi dalamsebuah bidang yang tegak lurus dengan vektor gelombang k (vektor gelombang menginfor-masikan arah rambat gelombang), dan dengan demikian juga meginformasikan arah gerakbidang. Sehingga, dari Persamaan Maxwell kita ketahui bahwa gelombang elektromagnetikmerupakan gelombang transversal. Lihat Gambar 3.
Gambar 3. Gelombang elektromagnetik terpolarisasi linear [1].
Menggunakan Persamaan (24) - (27) kita dapat lihat bahwa k , E dan B , dalam susunanini saling tegak lurus dan membentuk sistem tangan kanan (Lihat Gambar 4). Karena sifattegak lurus ini, Persamaan (24) dapat dituliskan dengan ekspresi
kB =ω
cE (33)
Menggunakan kaitan dispersi gelombang, k = ω/c, dari Persamaan (33) kita dapatkan
B0 = E0 (34)
karena |exp(iϕ)| =√
exp(iϕ) · exp(−iϕ) = 1 untuk semua nilai real ϕ.
7
Gambar 4. Kuat medan listrik E , medan magnet induksi B , dan vektor gelombang k yangmembentuk sistem tangan kanan [1].
4 Energi dan momentum
Rapat energi gelombang elektromagnetik diperoleh dari hasil jumlah kuadrat rata-rata waktudari kuat medan listrik E dan kuat medan magnet induksi B . Perhitungan kuadrat tersebuthanya pada bagian real dari E dan B . Selanjutnya, rapat energi plane wave monokromatik,dengan mengetahui bahwa 〈cos2 α〉 = 1
2π
∫ 2π
0cos2 α dα = 1/2, diperoleh sebesar
w =1
8π
(〈E 2〉+ 〈B2〉
)=
1
8π
(E2
0〈cos2(k · r − ωt) +B20〈cos2(k · r − ωt)〉
)=
1
16π
(E2
0 +B20
), mengingat Persamaan (34)
=1
8πE2
0 (35)
Fluks energi gelombang elektromagnetik diberikan oleh vektor Poynting yakni
S =c
4π〈E ×B〉 =
c
4π〈EB〉k
k
=c
4π〈E2〉k
k=
c
4πE2
0〈cos2(k · r − ωt)〉kk
=( 1
8πE2
0
)ck
k= wc
k
k(36)
dimana w adalah rapat energi dari Persamaan (35). Sehingga, fluks energi gelombang elek-tromagnetik persatuan luas memunyai arah yang sama dengan vektor gelombangnya
k =ω
c|E |2E ×B (37)
Untuk menjelaskan gejala fotolistrik Einstein mempostulatkan bahwa gelombang elektromag-netik terdiri dari kuanta (banyak foton). Partikel cahaya tersebut harus memunyai energi
8
sebesar hω. Disini, h adalah konstanta Planck yang dibagi dengan 2π. Rapat energi foton-foton dalam suatu volume V adalah
w =hω
V(38)
Jika sekarang p adalah momentum foton, maka jelas bahwa rapat momentum harusnya adalahp/V . Menggunakan Persamaan (36)
p
V=
S
c2=w
c
k
k=hω/c
V
k
k=hk
V(39)
sehingga, p = hk . Kemudian, apabila sebuah plane wave dikandung dalam sebuah volume V ,dan jika sesuai dengan postulat Einstein, maka implikasinya adalah sebuah plane wave akanmemunyai energi kuantum sebesar hω, dan elektrodinamikanya mematuhi kaitan de Brogliep = hk , dimana p adalah momentum yang dimiliki sebuah foton.
5 Polarisasi plane wave
Sampai sejauh ini, pembahasan telah dilakukan hanya pada plane wave monokromatik, yangmana amplitudo E 0 dan B0 adalah konstan selama perambatan. Gelombang yang demikianitu disebut juga dengan terpolarisasi linear.
Selanjutnya, diperkenalkan dua unit vektor baru yakni ~ε1 dan ~ε2 yang saling tegak lu-rus dan masing-masing sejajar dengan B0 dan E 0. Kemudian, kedua unit vektor tersebutmembentuk bidang dengan normal permukaan k , yang disebut bidang polarisasi (Gambar 5).
Gambar 5. Bidang polarisasi digelar oleh ~ε1 dan ~ε2 yang tegak lurus dengan k [1].
Kedua solusi yang mematuhi persamaan gelombang kemudian adalah
E 1(r , t) = ~ε1E1ei(k ·r−ωt), dan E 2(r , t) = ~ε2E2e
i(k ·r−ωt)
Vektor medan magnet B1(r , t) milik E 1(r , t), dan B2(r , t) milik E 2(r , t). Jika kemungki-nan beda fase antara amplitudo E1 dan E2 diperhitungkan maka kedua amplitudo tersebutdiizinkan bernilai kompleks. Solusi umum sebuah plane wave yang merambat dengan arah kadalah kombinasi linear dari komponen-komponennya, E 1 dan E 2
E (r , t) = (~ε1E1 + ~ε2E2)ei(k ·r−ωt) (40)
Sekarang kita dapat setujui bahwa : vektor medan listrik E dapat dipahami sebagai keseku-ruhan plane wave, dan juga menyatakan sifat polarisasi. Jika E1 dan E2 memunyai fase yang
9
sama maka kita mendapatkan gelombang yang terpolarisasi linear (Gambar 6) dengan sudutpolarisasi sebesar
θ = arctanE2
E1
(41)
terhadap unit vektor ~ε1.
Gambar 6. Kuat medan listrik E yang terpolarisasi menjadi komponen E 1 dan E 2 [1].
Besarnya amplitudo kuat medan listrik diberikan oleh
E =√E2
1 + E22 (42)
Jika terjadi pergeseran fase antara E1 dan E2, maka kita tengah membicarakan ellipticallypolarized wave.
E(r , t) = ~ε1E1ei(k ·r−ωt) + ~ε2E2e
i(k ·r−ωt+ϕ) (43)
Kondisi khusus dari elliptically polarized wave adalah circularly polarized wave, dimana E1
dan E2 memunyai besar yang sama namun beda fasenya sebesar ϕ = ±π/2 (cos vs sin) LihatGambar 7.
Gambar 7. Circular polarization: Vektor k mengarah keluar dari bidang buku. Kitamemeroleh hubungan E2
x + E2y = E2
0 (persamaan lingkaran) [1].
Sehingga, Persamaan (40) menjadi
E (r , t) = E0(~ε1 ± i~ε2)ei(k ·r−ωt) (44)
dengan E0 adalah amplitudo real. Sekarang, kita akan memahami perumusan tersebut secaralebih mendalam. Kami memilih sistem koordinat sedemikian hingga gelombang merambat
10
hanya dalam arah sumbu-z. Kemudian, ~ε1 dan ~ε2 berturut-turut searah dengan sumbu-x dansumbu-y. Kami hanya memproses komponen real dari Persamaan (44) yakni
Ex(r , t) = E0 cos(kz − ωt) = +E0 cos(ωt− kz), (45)
Ey(r , t) = ∓E0 sin(kz − ωt) = ±E0 sin(ωt− kz) (46)
Pada suatu titik yang telah ditetapkan dalam ruang, z = z0, persamaan tersebut merupakanpersamaan parametrik sebuah lingkaran, akibatnya, vektor E memunyai nilai yang konstandan berotasi dengan kecepatan anguler yang konstan pula.
Pemilihan tanda dari Persamaan (44) berdampak pada sifat sistem yang akan ditelaah,yakni polarisasi lingkaran tangan kiri atau polarisasi lingkaran tangan kanan. Bila gelombangdatang merambat searah sumbu-z negatif maka pemilihan tanda yang atas akan mengaki-batkan E pada Persamaan (45) dan (46) berotasi ke kiri dan pemilihan tanda yang bawahberotasi ke kanan. Pada kasus gelombang yang terpolarisasi elips Persamaan (45) dan (45)berubah dengan mekanisme sebagai berikut jika beda fase masih sebesar ϕ = ±π/2 (Gambar8):
Ex(r , t) = E01 sin(kz − ωt) (47)
Ey(r , t) = ∓E02 sin(kz − ωt), dengan E01 6= E02 (48)
yaang artinya, vektor amplitudo E tidak bernilai konstan.
Pada suatu titik yang tetap dalam ruang, persamaan di atas mengungkapkan lintasanberupa elips dengan sumbu koordinat E01 dan E02. Di sini, sumbu E01 dan E02 berturut-turutsearah dengan sumbu x dan y. Pada kasus yang lebih umum Persamaan (43) memunyai nilai ϕyang acak, E01 6= E02 dan lintasan elips yang terbentuk berotasi terhadap sistem koordinat-xy. Gejala ini muncul ketika terjadi superposisi antara dua plane wave yang terpolarisasilingkaran.
Gambar 8. Elliptic polarization: Vektor k mengarah keluar dari bidang buku. Kitamemeroleh hubungan (Ex/E01)
2 + (Ey/E02)2 = 1, dengan E01 6= E02 (persamaan elips) [1].
11
6 Suplemen: pendekatan numerik satu dimensi
Berikut ini akan kami gunakan dua metode aproksimasi untuk mencari solusi persamaanMaxwell (1) - (4). Terdapat dua metode yang umum digunakan untuk mengetahui distribusimedan pada sembarang titik yakni (1) initial value problem dan (2) finite difference timedomain.
6.1 Initial value problem
Pada kasus tiga dimensi, Persamaan (1) dan (2) masing-masing mengandung tiga komponenantara lain(∂Bz
∂y− ∂By
∂z
)x+
(∂Bx
∂z− ∂Bz
∂x
)y +
(∂By
∂x− ∂Bx
∂y
)z =
1
c
∂Ex∂t
x+1
c
∂Ey∂t
y +1
c
∂Ez∂t
z (49)
dan(∂Ez∂y− ∂Ey
∂z
)x+
(∂Ex∂z− ∂Ez
∂x
)y +
(∂Ey∂x− ∂Ex
∂y
)z = −1
c
∂Bx
∂tx− 1
c
∂By
∂ty − 1
c
∂Bz
∂tz (50)
Jika diasumsikan medan vektor merambat searah sumbu-z positif dengan komponen-komponenmedan Ex dan By seperti tampak dalam Gambar 9
Gambar 9. Ilustrasi vektor-vektor medan pada perambatan gelombang elektromagnetik satudimensi.
maka Persamaan (49) dan (50) dapat direduksi menjadi
∂By
∂z= −1
c
∂Ex∂t
, (51)
∂Ex∂z
= −1
c
∂By
∂t(52)
Selanjutnya, kami mengasumsikan bahwa medan Ex dan By harmonik terhadap waktu, yakniparameter waktu berupa fungsi exp(iωt), sehingga persamaan menjadi
∂By
∂z= −iω
cEx, (53)
∂Ex∂z
= −iωcBy (54)
12
Mengingat harga By dan Ex kini hanya bergantung pada posisi yakni By(z) dan Ex(z) makaoperator diferensial parsial dapat digantikan dengan operator diferensial biasa. Selanjutnyapendiferensialan terhadap z pada Persamaan (53) dan (54) memberikan
d2By
dz2= −iω
c
dExdz
= −iωc
(− iω
cBy
)= −ω
2
c2By = −
(2π
λ
)2By, (55)
d2Exdz2
= −(2π
λ
)2Ex (56)
Untuk tujuan komputasi, Persamaan (55) dan (56) kita tulis ulang menjadi
d2By
dz2= β
dBy
dz−(2π
λ
)2By, dengan β = 0. (57)
d2Exdz2
= αdExdz−(2π
λ
)2Ex, dengan α = 0. (58)
Persamaan (57) dan (58) merupakan tipe persamaan 2nd ordinary differential equation yangdapat diselesaikan dengan mudah menggunakan tool box ode45 dalam Matlab. Mengingatkeduanya identik, kita akan selesaikan salah satu komponen saja. Selanjutnya kami memilihuntuk menyelesaikan komponen medan listrik mengingat dalam eksperimen, medan listriklebih mudah dideteksi. Menggunakan pemisalan bahwa
Ex(z) = x(1),dEx(z)
dz=dx(1)
dz= x(2)
Persamaan (58) dapat ditulis ulang menjadi
d
dz
[x(1)x(2)
]=
[x(2)
αx(2)−(
2πλ
)2x(1)
](59)
Untuk menyelesaikan Persamaan (59) diperlukan dua initial value yakni Ex(t = 0) dandEz(t = 0)/dz oleh karena itu metode ini disebut dengan initial value problem. Initial valueEx(t = 0) menyatakan besarnya kuat medan listrik gelombang mula-mula sehingga kita da-pat definisikan sesuai dengan kebutuhan atau alat yang digunakan. Pada kasus ini kita akandefinisikanEx(t = 0) = −1. Selanjutnya, initial value untuk dEz(t = 0)/dz telah diberikanoleh Persamaan (54) yakni <(−iωBy(t = 0)/c) = <(− iω
cB0 cos(0) + ω
cB0 sin(0)) = 0. Hasil
komputasi Persamaan (59) tampak dalam Gambar 10 sebagai berikut
Gambar 10. Perambatan medan listrik Ex dalam ruang vakum. Panjang gelombang (λ)didefinisikan sebesar 10−6 meter.
13
6.2 Finite difference time domain
Pada kasus satu dimensi kita akan gunakan Persamaan (51) dan (52) yang kita tulis ulangdengan
− 1
c
∂Ex∂t
=∂By
∂zdan − 1
c
∂By
∂t=∂Ex∂z
Pendekatan central difference terhadap nilai diferensial posisi dan waktu memberikan
En+1/2x (k)− En−1/2
x (k)
−c∆t=Bny (k + 1/2)−Bn
y (k − 1/2)
∆x(60)
Bn+1y (k + 1/2)−Bn
y (k + 1/2)
−c∆t=En+1/2x (k + 1)− En+1/2
x (k)
∆x(61)
Pada kedua persamaan di atas, waktu dinyatakan oleh superskrip ”n” yang berarti adalahwaktu t = n∆t. Ingat bahwa kita telah mendiskritkan semua parameter untuk penulisanrumus di dalam komputer. Bentuk ”n + 1” berarti satu step selanjutnya. Bentuk dalamtanda kurung mengungkapkan jarak, yakni z = ∆x · k. Barangkali kita bertanya apakahtidak lebih tepat menggunakan ∆z untuk menyatakan pertambahan jarak mengingat dalamkasus ini perambatan gelombang sejajar sumbu-z ? Well, ∆x telah secara umum dipakaiuntuk menyatakan pertambahan jarak sehingga di sini kami akan turut menggunakan ∆x.Dari (60) dan (61) diasumsumsikan bahwa medan Ex dan By mengalami evolusi terhadapposisi dan waktu sekaligus. Medan By menggunakan argumen k + 1/2 dan k − 1/2 untukmenandakan bahwa nilai medan By diasumsikan berada diantara nilai medan Ex. Susunanmedan ini dapat dilihat dalam Gambar 11.
Gambar 11. Susunan node medan E dan B dalam formulasi FDTD. Sebagai contoh, untukmenghitung By(k + 0.5), diperlukan nilai Ex dari node k dan k + 1. Demikian juga untuk
menghitung Ex(k + 1), diperlukan nilai By dari node k + 0.5 dan k + 1.5.
Persamaan (60) dan (61) dapat ditulis ulang dalam ekspresi iteratif yakni :
En+1/2x (k) = En−1/2
x (k)− c ·∆t∆x
[Bny (k + 1/2)−Bn
y (k − 1/2)]
(62)
Bn+1y (k + 1/2) = Bn
y (k + 1/2)− c ·∆t∆x
[En+1/2x (k + 1)− En+1/2
x (k)]
(63)
Perhatikan bahwa perhitungan di atas melibatkan perhitungan antar node, yakni node posisi(k) dan node waktu (n). Sebagai contoh dalam Persamaan (62), nilai terbaru Ex pada nodek dihitung dari nilai Ex sebelumnya (pada node yang sama) dan nilai paling baru By dari
14
node sekitar k.
Bilamana ukuran sel ∆x telah ditetapkan, maka nilai time step ∆t ditentukan dengan
∆t =∆x
2c, (64)
dimana c adalah speed of light dalam ruang hampa. Alasan penentuan di atas dapat dite-mukan dibuku-buku teks mengenai courant noumber. Sehingga,
c ·∆t∆x
=c ·∆x/2c
∆x=
1
2. (65)
Menggunakan Persamaan (65) kita dapat menulis kembali Persamaan (62) dan (63) dengan
ex(k) = ex(k) + .5 ∗ (by(k− 1)− by(k)), (66)
by(k) = by(k) + .5 ∗ (ex(k)− ex(k + 1)). (67)
Perhatikan bahwa variabel n atau n + 1/2 atau n − 1/2 pada superskrip kini tidak tampaklagi. Waktu dalam metode FDTD bersifat implisit. Pada Persamaan (66), nilai ex di ruaskanan persamaan adalah nilai lama yakni pada n−1/2, dan nilai ex di kiri persamaan adalahnilai baru, n + 1/2 yang sedang di update. Posisi dalam metode FDTD bersifat eksplisit.Terdapat sedikit perbedaan penulisan yakni k + 1/2 dan k − 1/2 ditulis dengan k dan k + 1untuk menyesuaikan dengan barisan node dalam program komputer yang pada umumnyadinyatakan oleh integer.
Program fdtd 1 1.m adalah contoh sederhana program FDTD satu dimensi. Menggunakanpulsa sinusoidal di tengah koordinat kemudian pulsa bergerak saling menjauh seperti tampakdalam Gambar 12, 13 dan 14.
Gambar 12. Simulasi FDTD menggunakan pulsa sinusoidal dalam ruang vakum setelah timestep 4∆t.
15
Gambar 13. Simulasi FDTD menggunakan pulsa sinusoidal dalam ruang vakum setelah timestep 20∆t. Kedua medan ex bernilai positif, namun pada medan by yang menuju kiri
bernilai negatif.
Gambar 14. Simulasi FDTD menggunakan pulsa sinusoidal dalam ruang vakum setelah timestep 210∆t. Pulsa dibangkitkan di tengah koordinat dan bergerak saling menjauh menuju
tepi koordinat
References
[1] Walter Greiner, Classical Electrodynamics, Springer-Verlag, Inc., New York, 1998. p. 302- 311.
16
LAMPIRAN
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% % 1D SIMULATION ON VACUUM SPACE % % Author : Andri Sofyan Husein % % Departement of Physics, University of Sebelas Maret, Indonesia. % % E-mail : [email protected] % % Date : 5/12/2012 % % Based on book : Greiner % % Classical Electrodynamics p. 302 - 311 % %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% clear all % clear start lambda = 1e-6; % Panjang gelombang diketahui xmin =0; % batas kiri window xmax = 10*lambda; % batas kanan window space = [xmin xmax]; % space window x0 = [-1;0]; % initial conditions Ex(t=0),dEx(t=0)/dx [space,x] = ode45('vacuumgreiner',space,x0); figure(1) subplot(2,1,1) plot(space,x(:,1),'LineWidth',2,'LineStyle','-') grid on xlabel('sumbu-z (meter)') ylabel('Amplitudo') title('Distribusi kuat medan listrik') text(1e-6,-1.1,'\bf Ruang Vakum','color','k') axis([xmin xmax -1.2 1.2]) figure(2) subplot(2,1,1) comet(space,x(:,1)) % Based on book : Greiner % Classical Electrodynamics p. 302 - 311 function dxdt=vacuumgreiner(space,x) lambda= 1e-6; % panjang gelombang diketahui alpha = 0; dxdt=[x(2); alpha*x(2)-(2*pi/lambda)^2*x(1)];
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% % fdtd_1_1.m % % Author : Andri Sofyan Husein % % Departement of Physics, University of Sebelas Maret, Indonesia. % % E-mail : [email protected] % % Date : 5/12/2012 % % Based on book : Walter Greiner % % Classical Electrodynamics Chapter 16 p.302 - 311 % %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%% KE = 200; % Number of grid points. ex = zeros(KE,1); % Electric field vector. by = zeros(KE,1); % Magnetic field vector. kc = KE/2; % Center of computational domain. %ABC(absorbing boundary conditions) ex_low_m2=0; ex_low_m1=0; ex_high_m2=0; ex_high_m1=0; T = 0; % Times begin with T = 0. NSTEPS = 210; % Number of times the main loop has executed. lambda = 1e-6; ddx = lambda/10; c = 3e8; dt = ddx/(2*c); f = c/lambda; omega = 2*pi*f; % Main FDTD loop. for n = 1:NSTEPS T = T + 1; % Given the necessary B field values, determine the E field. for k = 2:KE ex(k) = ex(k) + .5*(by(k-1)-by(k)); end source = sin(omega*n*dt); ex(kc) = ex(kc)+source; % Boundary Condition di kiri bahan ex(1) =ex_low_m2; ex_low_m2=ex_low_m1; ex_low_m1=ex(2); % Boundary Condition di kanan bahan ex(KE)=ex_high_m2; ex_high_m2 = ex_high_m1; ex_high_m1 = ex(KE - 1); % Given the necessary E field values, determine the B field. for k = 1:(KE-1) by(k) = by(k) + .5*(ex(k)-ex(k+1)); end figure(1) subplot(2,1,1) plot(ex,'b','LineWidth',2) axis([1, KE, -1.2,1.2]) title(['Step waktu = ',num2str(n)]); ylabel('Medan listrik') text(100,-0.9,'\bf Ruang vakum','color','k') subplot(2,1,2) plot(by,'r','LineWidth',2) axis([1, KE, -1.2,1.2]) xlabel('FDTD cells') ylabel('Medan magnet') text(100,-0.9,'\bf Ruang vakum','color','k') M(n)=getframe; end