cetakan pertama, desember 2013 hak cipta dilindungi oleh ... · pdf filedi rumah tangga dari...

380
Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang All right reserved Kementerian Kesehatan RI, Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 Penulis : Budi Santoso, dkk Layout : Ade Rian Hidayat Desain Sampul : Suci Wiji Lestari Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari C-1 Jakarta Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 293 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm ISBN 978-602-235-463-3 Diterbitkan oleh : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013 Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933 Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id Didistribusikan oleh : Tim Riskesdas 2013 Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta Sanksi Pelangaran Undang undang Hak Cipta 2002 1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Upload: lybao

Post on 06-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

Cetakan Pertama, Desember 2013

Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang

All right reserved

Kementerian Kesehatan RI, Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013

Penulis : Budi Santoso, dkk

Layout : Ade Rian Hidayat

Desain Sampul : Suci Wiji Lestari

Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari

C-1 Jakarta

Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 293 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm

ISBN 978-602-235-463-3

Diterbitkan oleh :

Lembaga Penerbitan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI

Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013

Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226

Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933

Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id

Didistribusikan oleh :

Tim Riskesdas 2013

Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta

Sanksi Pelangaran Undang undang Hak Cipta 2002

1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Page 2: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

RISET KESEHATAN DASAR

RISKESDAS 2013

PROVINSI JAWA TENGAH

Nama penulis :

1. Budi Santoso 2. Eva Sulistiowati

3. Sekartuti 4. Astuti Lamid

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Page 3: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

TAHUN 2013

Page 4: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

i

KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Riskesdas 2013 telah selesai dilaksanakan. Riskesdas merupakan kegiatan riset kesehatan dasar berbasis masyarakat, yang dilaksanakan secara berkala. Riskesdas menghasilkan indikator kesehatan yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan kesehatan.

Hasil akhir Riskesdas 2013 tingkat provinsi disajikan dalam dua buku yaitu buku 1: Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 dan buku 2: Riskesdas 2013 Dalam Angka. Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 berisi hasil analisis variabel utama pembangunan kesehatan, dilengkapi dengan filosofi, teori dan justifikasi pengumpulan variabel dan indikator. Riskesdas 2013 dalam Angka menyajikan hasil lebih rinci dalam bentuk tabel. Kedua buku ini merupakan satu kesatuan, pembaca disarankan membaca buku 1 untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai Riskesdas dan buku 2 untuk memperoleh informasi lebih rinci dalam bentuk tabel.

Analisis disajikan secara deskriptif dan kecenderungan untuk melihat perubahan indikator 2007–2013. Informasi kecenderungan dapat dimanfaatkan program untuk mengevaluasi strategi yang telah diterapkan, sehingga dapat diidentifikasi kemajuan kinerja provinsi dan perbaikan yang dibutuhkan. Laporan Riskesdas 2013 dapat diunduh melalui website Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan www.litbang.depkes.go.id

Ucapan terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Poltekkes, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Daerah, dan berbagai institusi yang membantu kelancaran Riskesdas 2013. Kontribusi semua pihak dari tahap persiapan, pembuatan instrumen, pengumpulan dan analisis data serta penulisan laporan sangat kami apresiasi. Ungkapan serupa juga kami tujukan kepada para koordinator wilayah beserta jajaran administratornya, para penanggung jawab operasional, para enumerator di lapangan, sehingga pelaksanaan Riskesdas 2013 dapat berjalan lancar.

Semoga laporan ini dapat dimanfaatkan bagi para pembaca dan semoga Allah SWT melimpahkan barokah-Nya kepada kita.

Wassalamu‘alaikum wr.wb.

Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik

dr Siswanto, MHP, DTM

Page 5: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

ii

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Dalam lima tahun terakhir ini Pembangunan Kesehatan telah diperkuat dengan tersedianya data dan informasi yang dihasilkan oleh Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas. Tiga Riskesdas telah dilaksanakan di Indonesia, masing–masing pada tahun 2007, 2010, dan 2013.

Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta informasi yang bermanfaat bagi para pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan. Dengan adanya data dan informasi hasil Riskesdas, maka perencanaan dan perumusan kebijakan kesehatan serta intervensi yang dilaksanakan akan semakin terarah, efektif dan efisien.

Saya minta agar segenap pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan memanfaatkan data dan informasi yang dihasilkan Riskesdas dalam merumuskan kebijakan dan mengembangkan program kesehatan, demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya. Saya juga mengundang para pakar perguruan tinggi, para pemerhati kesehatan, para peneliti Badan Litbangkes, dan para anggota APKESI (Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia) untuk mengkaji hasil Riskesdas 2013, guna mengindentifikasi asupan bagi peningkatan Pembangunan Kesehatan dan penyempurnaan Sistem Kesehatan Nasional. Dengan demikian dapat dikembangkan tatanan kesehatan yang semakin baik bagi Rakyat Indonesia.

Ucapan selamat dan apresiasi saya sampaikan kepada para responden, enumerator,para penanggung jawab teknis Badan Litbangkes dan Poltekkes, para penanggung jawab operasional dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, para pakar dari universitas dan BPS, serta semua pihak yang terlibat dalam Riskesdas 2013 ini. Peran dan dukungan anda sangat penting dalam mendukung upaya menyempurnakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pembangunan Kesehatan di negeri ini.

Semoga buku ini bermanfaat.

Billahitaufiq walhidayah, Wassalamu‘alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 1 Desember 2013 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI

Dr. dr. Trihono, MSc

Page 6: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

iii

RINGKASAN HASIL RISKESDAS 2013

Dalam upaya menyediakan data kesehatan yang berkesinambungan maka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI melaksanakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Riskesdas merupakan Riset Kesehatan berbasis komunitas yang dirancang dapat berskala nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Riskesdas dilaksanakan secara berkala dengan tujuan untuk melakukan evaluasi pencapaian program kesehatan sekaligus sebagai bahan untuk perencanaan kesehatan.

Hasil Riskesdas 2007 telah banyak dimanfaatkan oleh para pengambil keputusan dan penyelenggara program kesehatan baik di pusat maupun daerah. Selain telah digunakan sebagai bahan penyusunan RPJMN 2010-2014, data Riskesdas juga telah digunakan sebagai dasar penyusunan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang berguna untuk membuat peringkat kabupaten/kota berdasarkan hasil pembangunan kesehatan serta sebagai dasar Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK).

Pada tahun 2013 dilakukan kembali Riskesdas yang serupa dengan tahun 2007 yaitu dengan keterwakilan sampel hingga tingkat kabupaten/kota. Untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut mewakili tingkat provinsi dan sampel biomedis mewakili tingkat nasional.

Tujuan pelaksanan Riskesdas tahun 2013 adalah menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah. Adapun tujuan khusus adalah:

1) Menyediakan informasi untuk perencanaan kesehatan termasuk alokasi sumber daya di Provinsi Jawa Tengah.

2) Menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013.

3) Menyediakan informasi perubahan status kesehatan masyarakat yang terjadi dari 2007 ke 2013.

4) Menilai kembali disparitas wilayah kabupaten kota menggunakan IPKM. 5) Mengkaji korelasi antar faktor yang menyebabkan perubahan status kesehatan.

Riskesdas adalah sebuah survei dengan desain cross sectional. Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 terutama dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di Provinsi Jawa Tengah, yang terwakili oleh penduduk di tingkat provinsi dan kabupaten. Sampel Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 35 kabupaten/kota yang tersebar merata di Provinsi Jawa Tengah. Pengumpulan data dilaksanakan mulai tanggal 15 Mei sampai dengan 30 Juli 2013. Sampel untuk pemeriksaan biomedis merupakan sub-sampel dari 1000 BS yang mewakili nasional. Pada BS yang terpilih biomedis, rumah tangga dan anggota rumah tangganya selain dikumpulkan variabel kesehatan masyarakat juga dilakukan pemeriksaan biomedis. Pemeriksaan biomedis meliputi pemeriksaan glukosa darah, hemoglobin dan malaria. Pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan sedangkan untuk pengambilan sampel biomedis meliputi pengambilan sampel darah, urin, dan air.

Didapatkan bahwa respon rate sampel rumah tangga (RT) sebesar 99,29 persen dan respon rate anggota rumah tangga (ART) 91,09 persen. Adapun hasil pengumpulan data yang lain adalah sebagai berikut:

Page 7: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

iv

1. Akses dan Pelayanan Kesehatan Akses pelayanan kesehatan yang di dapatkan dari Riskesdas 2013 merupakan tingkat pengetahuan RT terhadap jenis pelayanan kesehatan terdekat yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Jenis pelayanan kesehatan yang ditanyakan ada 8 jenis yaitu keberadaan : (1) RS pemerintah; (2) RS swasta; (3) puskesmas; (4) praktek dokter atau klinik; (5) praktek bidan atau rumah bersalin; (6) posyandu; (7) poskesdes atau poskestren; dan (8) polindes. Selain data itu juga diketahui tentang keterjangkauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan tersebut yang dilihat dari jenis moda transportasi, waktu tempuh, dan biaya menuju fasilitas kesehatan tersebut.

Keberadaan fasilitas kesehatan

Proporsi rumah tangga yang mengetahui tentang keberadaan fasilitas kesehatan yang

terbanyak adalah puskesmas (93,1%) dan terendah adalah poskesdes atau poskestren

(12,5%). Rumah tangga dengan kriteria kuintil indeks kepemilikan terbawah mempunyai

kecenderungan pengetahuan yang lebih rendah terhadap keberadaan fasilitas kesehatan.

Keterjangkauan fasilitas kesehatan Proporsi rumah tangga yang menggunakan moda transportasi menuju ke rumah sakit

pemerintah yang terbanyak menggunakan sepeda motor (50,1%), kendaraan umum

(32,8%), lebih dari 1 moda transportasi (9,2%), menggunakan mobil pribadi (4,6%), lainnya

(1,7%), jalan kaki (0,6%), sepeda (0,8%), dan perahu (0,1%). Proporsi rumah tangga yang

menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut

kabupaten/kota di Jawa Tengah terbanyak menggunakan sepeda motor 60,5 persen;

kendaraan umum 17,3 persen; jalan kaki 9,3 persen; lebih dari 1 moda transportasi 6,0

persen; mobil pribadi 1,4 persen; sepeda 4,1 persen; perahu 0,0 persen dan lainnya 1,3

persen.

Waktu tempuh menuju rumah sakit pemerintah ≤15 menit sejumlah 16,9 persen,16-30 menit

sejumlah 36,3 persen, 31-60 menit sejumlah 32,5 persen dan >60 menit sejumlah14,4

persen. Jika dilihat waktu tempuh ≤15 menit, maka terbanyak di Kota Magelang 87,1 persen

dan terendah di Pemalang 1,6 persen. Waktu tempuh rumah tangga menuju pukesmas dan

puskesmas pembantu terbanyak dengan waktu ≤15 menit sejumlah 67,7 persen dan

terendah dengan waktu >60 menit sejumlah 1,1 persen. Waktu tempuh rumah tangga

menuju posyandu masih ≤15 menit sejumlah 96,8 persen dan disusul 16-30 menit sejumlah

2,7 persen. Waktu tempuh rumah tangga menuju polindes di Provinsi Jawa Tengah masih

didominasi dengan waktu ≤15 menit sejumlah 95,9 persen dan disusul dengan waktu 16-30

menit sejumlah 3,5 persen.

Biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah ≤Rp.10.000,00 sejumlah 68,6 persen;

>Rp.10.000,00-Rp.50.000,00 sejumlah 27,1 persen; dan >Rp.50.000,00 sejumlah 4,3

persen. Pada biaya transportasi ≤ Rp.10.000,00 menurut kabupaten/kota terbanyak di Kota

Magelang 100 persen dan terendah di Pemalang 36,5 persen. Biaya transportasi sekali jalan

menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota terbanyak pada

besaran biaya ≤Rp.10.000,00 (94,3%), kemudian antara >Rp.10.000,00–Rp.50.000,00

(5,5%), >Rp.50.000,00 (0,1%). Biaya transportasi rumah tangga sekali jalan menuju

posyandu menurut kabupaten/kota terbanyak dengan biaya ≤ Rp.10.000,00 (99,7%), antara

>Rp.10.000,00 (0,3%). Biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah, puskesmas

maupun posyandu >Rp.10.000,00 terjadi lebih tinggi di perdesaan dibandingkan dengan

perkotaan.

Page 8: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

v

2. Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

Obat dan Obat Tradisional (OT) di Rumah Tangga Sebesar 31,9 persen dari 27.255 rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), dengan proporsi tertinggi rumah tangga di Kabupaten Boyolali (55,5%) dan terendah di Kabupaten Rembang (12,0%). Rerata sediaan obat yang disimpan 3 macam, tertinggi di Kota Salatiga (4) dan terendah (2) di Kabupaten Pemalang. Berdasarkan karakteristik, hampir tidak ada perbedaan dalam hal jenis obat yang disimpan di rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Di Provinsi Jawa Tengah proporsi RT yang menyimpan obat keras 82,0 persen dan antibiotika 87,1 persen. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Rumah tangga menyimpan antibiotika dan obat keras yang diperoleh tanpa resep dokter. Secara provinsi 33,7 persen rumah tangga menyimpan obat keras yang diperoleh tanpa resep dengan proporsi tertinggi di Kota Salatiga (50,2%) dan terendah di Kabupaten Pemalang (19,1%). Apotek dan toko obat/warung merupakan sumber utama mendapatkan obat rumah tangga dengan proporsi masing-masing 41,5 persen dan 34,2 persen. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di apotek lebih tinggi di perkotaan, sebaliknya proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di warung/toko dan langsung dari tenaga kesehatan (nakes) lebih tinggi di perdesaan dengan proporsi masing-masing (37,6%) dan (30,8%). Sedangkan di pelayanan kesehatan formal (puskesmas, rumah sakit, klinik), proporsi di perkotaan dibanding perdesaan hampir sama (15,7%) dan (15,1%). Sebanyak 45,1 persen rumah tangga menyimpan obat sisa, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk persediaan (38,3%). Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat sisa sedikit lebih tinggi di perdesaan pada kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

Pengetahuan Tangga tentang Obat Generik (OG) Sebanyak 29,1 persen rumah tangga mengetahui atau pernah mendengar mengenai OG. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (87,3%) tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang OG. Pengetahuan benar tentang OG rendah baik di rumah tangga perkotaan maupun di perdesaan. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi proporsi RT dengan pengetahuan benar tentang OG. Sebanyak 79,5 persen rumah tangga mempunyai persepsi OG sebagai obat murah dan 70,6 persen obat program pemerintah. Sebesar 38,6 persen rumah tangga mempersepsikan OG berkhasiat sama dengan obat bermerek.

Page 9: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

vi

Informasi tentang OG diperoleh dari media elektronik dan tenaga kesehatan dengan proporsi yang hampir sama (58,5% dan 58,0%). Informasi dari tenaga kesehatan lebih banyak diperoleh di perkotaan (59,3%) dari pada di perdesaan (56,0%).

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad)

Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad tertinggi di Kabupaten Magelang (68,9%) dan Kota Magelang (67,2%), terendah di Kabupaten Banjarnegara (3,8%).

Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad ramuan tertinggi di Kota Tegal (69,4%) dan yang terendah di Kabupaten Banyumas (10,3%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan alat tertinggi di DKI Kabupaten Kebumen (16,5%) dan terendah di Kabupaten Kudus (0,9%).

Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat tertinggi di Kabupaten Cilacap (88,3%) dan terendah di Kabupaten Klaten (43,3%).

Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan pikiran tertinggi di Kabupaten Purbalingga (12,4%) dan terendah di Kabupaten Klaten (0,1%).

Di provinsi Jawa Tengah proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat di perdesaan (76,5%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (70,0%).

Sebaliknya, pemanfaatan Yankestrad keterampilan dengan alat di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan (7,2%) dibanding (5,4%). Yankestrad ramuan dimanfaatkan rumah tangga di perkotaan juga lebih tinggi dibanding perdesaan dengan proporsi (49,6%) dibanding (43,6%).

Proporsi rumah tangga dengan alasan utama ‗coba-coba‘ cukup tinggi untuk Yankestrad keterampilan dengan alat (21,9%), perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya dampak negatif dari penggunaan alat yang belum terstandardisasi.

Alasan utama karena ‗tradisi kepercayaan‘ terlihat dominan pada pemanfaatan Yankestrad keterampilan dengan pikiran (25,2%).

3. Kesehatan Lingkungan

Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di Jawa Tengah sebesar 87,2 persen dengan proporsi tertinggi pada lima kabupaten/kota yaitu Kota Magelang (97,2%), Kota Surakarta (96,4%), Jepara (95,5%), Kota Salatiga dan Boyolali (masing-masing 95,2%); sedangkan lima kabupaten terendah adalah Purbalingga (74,2%), Purworejo (78,9%), Banjarnegara (81,1%), Temanggung (81,6%) dan Cillacap (81,8%). Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di perkotaan 90,2% lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (84,8%). Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved paling tinggi adalah rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan teratas (93,2%) dan terendah adalah kuintil indeks kepemilikan terbawah (78,5%).

Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat 2,6 persen rumah tangga yang pemakaian air bersihnya masih rendah yaitu di bawah 20 liter per kapita per hari. Menurut kualitas fisik air, di Provinsi Jawa Tengah sebagian besar (95,2%) kualitas airnya baik, tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau.

Page 10: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

vii

Sebagian besar rumah tangga menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri. Namun, masih terdapat 13,4 persen yang tidak memakai fasilitas buang air besar. Sebagian besar (67,9%) menggunakan tempat buang air besar jenis leher angsa.

Sebanyak 3,4 persen rumah tangga menggunakan tangki/SPAL sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Menggunakan sungai/laut sebagai tempat pembuangan akhir tinja (14,7%). Sebanyak 62,7 persen rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved

Sebagian besar rumah tangga di Jawa Tengah tidak mempunyai penampungan sampah di dalam rumah yaitu dengan dibakar (57,8%) terbanyak di Kabupaten Pati (84,3%). Di Provinsi Jawa Tengah, sebagian besar (83%) jenis lantai rumahnya adalah bukan tanah. Kepadatan hunian sebagian besar (96,6%) ≥ 8 m

2/ kapita.

Sebanyak 17,1 persen rumah tangga menyimpan pestisida di dalam rumah dan di perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan (20,6%).

4. Penyakit Menular

ISPA Lima kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan ISPA tertinggi adalah Tegal (40,1%), Jepara

(36,2%), Banjarnegara (34,0%), Grobogan (33,7%) dan Magelang (33,0%). Karakteristik

penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (31,5%),

kelompok penduduk dengan pendidikan tidak sekolah (18,5%), dan kuintil indeks

kepemilikan menengah.

Pneumonia Period prevalence dan prevalensi pneumonia Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 1,9

persen dan 5,0 persen. Empat kabupaten/kota yang mempunyai insiden dan prevalensi

pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Pemalang, Magelang, Purbalingga dan

Brebes. Gambaran pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian

mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur

berikutnya. Period prevalence pneumonia balita di Provinsi Jawa Tengah adalah 19,1

persen. Lima kabupaten/kota yang mempunyai period prevalence pneumonia balita tertinggi

adalah Pemalang (89,5‰), Purbalingga (58,7‰), Karanganyar (53,9‰), Wonogiri (45,4‰)

dan Pekalongan (34,8‰). Prevalensi pneumonia tertinggi balita terdapat pada kelompok

umur 12-23 bulan (21,8‰) (Gambar 3.4.1). Pneumonia balita lebih banyak dialami pada

kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (27,5‰).

Tuberkulosis Prevalensi penduduk Jawa Tengah yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4 persen. Lima kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan TB tertinggi adalah Tegal (0,8%), Jepara (0,7%), Batang (0,6%), Banyumas dan Kebumen masing-masing 0.5 persen. Proporsi penduduk Jawa Tengah dengan gejala TB adalah 3,8 persen dan 3,0 persen diantaranya mengalami batuk berdarah.

Hepatitis Prevalensi hepatitis Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 0,8 persen. Lima kabupaten/kota dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Purbalingga, Banjarnegara masing-masing 1,5 persen, Magelang dan Kota Pekalongan masing-masing (1,4%), Pemalang (1,3%). Berdasarkan pekerjaan, kelompok pegawai menempati prevalensi

Page 11: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

viii

hepatitis tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Jenis hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Jawa Tengah adalah hepatitis B (21,9 %) dan hepatitis A (16,4%).

Diare Period prevalence diare Provinsi Jawa Tengah pada Riskesdas 2013 (6,7%). Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Jawa Tengah adalah 3,3 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden dan period prevalence diare tertinggi adalah Tegal (6,2% dan 11,6%), Magelang (5,3% dan 10,2%), Jepara (5,2% dan 8,9%), Demak (4,6% dan 10,5%), dan Purbalingga (4,5% dan 7,7%). Insiden diare balita di Provinsi Jawa Tengah adalah 5,0 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden diare tertinggi adalah Tegal (13,0%), Pati (12,5%), Magelang (9,8%), Kota Pekalongan (9,7%), dan Kota Tegal (9,2%). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (10,4%), laki-laki (7,0%), tinggal di daerah perkotaan (6,7%), dan kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah (7,8%).

Penggunaan Oralit dan Zinc pada diare balita Pemakaian oralit dalam mengelola diare pada penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 23,1

persen. Lima kabupaten/kota tertinggi penggunaan oralit adalah Klaten (58,0%),

Banjarnegara (45,8%), Wonosobo (44,2%), Temanggung (40,4%), dan Banyumas (37,9%).

Pengobatan diare dengan menggunakan zinc pada penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah

14,6 persen. Lima kabupaten/kota tertinggi pemakaian zinc pada pengobatan diare adalah

Pati (52,5%), Blora (39,2%), Batang (33,9%), Temanggung (32,3%), dan Purworejo (26,1%).

Malaria Insiden Malaria di Jawa Tengah tahun 2013 adalah 1,5 persen. Prevalensi malaria tahun

2013 adalah 5,1 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden dan prevalensi tertinggi

adalah Pemalang (3,0% dan 7,4%), Magelang (2,8% dan 10,3%), Tegal (2,6% dan 5,6%),

Banjarnegara (2,5% dan 7,9%) dan Pati (2,3% dan 6,8%). Proporsi penderita malaria yang

mendapatkan obat ACT program di Jawa Tengah 18,7%, di dapat pada 24 jam pertama

demam 50,1% dan obat diminum dalam 3 hari 84,8%.

5. Penyakit Tidak Menular

Asma, PPOK, Kanker Prevalensi asma, PPOK, dan kanker di Provinsi Jawa Tengah masing-masing 4,3 persen,

3,4 persen, dan 2,1 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Kabupaten Tegal (8,3%).

Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Kabupaten Magelang (6,7%). Prevalensi PPOK lebih

rendah dari kejadian sebenarnya, karena manifestasi klinis baru terlihat ketika fungsi paru

sudah menurun.

Prevalensi kanker tertinggi terdapat di Kabupaten Wonogiri (6,0‰).

Prevalensi asma, PPOK, dan kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Prevalensi asma pada kelompok umur ≥ 45 tahun mulai menurun. Prevalensi kanker paling

tinggi pada umur 45-54 th (4,3‰).

Page 12: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

ix

Diabetes, hipertiroid dan hipertensi

Prevalensi diabetes dan hipertiroid di Provinsi Jawa Tengah berdasar wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,6 persen dan 0,5 persen. Diabetes melitus terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,9 persen.

Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kota Surakarta (2,8%), dan Kota Tegal (2,8%).

Prevalensi diabetes melitus berdasar diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun.

Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan menetap mulai umur ≥ 45 tahun.

Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur.

Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki.

Penyakit Jantung

Prevalensi jantung koroner berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,5 persen, dan berdasar terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,4 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi di Kota Magelang (1,5%). Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis dan gejala tertinggi di Kabupaten Magelang (3,2%).

Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter dan gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

Penyakit Ginjal Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,3 persen. Prevalensi tertinggi di Klaten sebesar 0,7 persen.

Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,8 persen. Prevalensi tertinggi di Boyolali sebesar 1,6 persen.

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (0,6%).

Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perkotaan (0,3%).

6. Cedera

Prevalensi dan penyebab cedera

Prevalensi cedera secara provinsi adalah 7,7 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Magelang (15,3%) dan terendah di Kabupten Blora (2,0%). Kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 17 kabupaten/kota.

Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (42,1%) dan kecelakaan sepeda motor (40,1%), adapun penyebab cedera yang lain meliputi terkena benda tajam/tumpul (6,7%), transportasi darat lain (8,1%) dan kejatuhan (1,6%).

Page 13: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

x

Jenis cedera Persentase jenis cedera di Provinsi Jawa Tengah di dominasi oleh luka lecet/memar sebesar 72,6 persen, terbanyak terdapat di Kabupaten Grobogan 84,0 persen dan yang terendah di Wonosobo yaitu 60,4 persen. Jenis cedera terbanyak ke dua adalah terkilir, rata-rata di Provinsi Jawa Tengah 26,6 persen. Ditemukan terkilir terbanyak di Jepara 45,5 persen. Luka robek menduduki urutan ketiga jenis cedera terbanyak, jenis luka ini tertinggi ditemukan di Cilacap sekitar 24,5 persen jauh di atas Provinsi Jawa Tengah yaitu 16,7 persen dan terendah di Kabupten Pekalongan 9,3 persen. Jenis cedera lainnya persentasenya kecil, patah tulang 6,2 persen, anggota tubuh terputus, cedera mata dan geger otak masing-masing persentasenya di Provinsi Jawa Tengah 0,2, 0,5 dan 0,4 persen.

Tempat cedera Secara provinsi, cedera paling banyak terjadi di jalan raya yaitu 43,7 persen selanjutnya di rumah (36,5%), area pertanian (7,0%) dan sekolah (4,3%). Kabupaten yang memilki angka proporsi tempat cedera di rumah dan sekitanya tertinggi adalah Kota Pekalongan (52,9%) dan terendah di Kabupaten Rembang (15,8%). Adapun untuk porporsi tempat cedera di sekolah tertinggi di Kota Pekalongan (7,3%) dan terendah di Kabupaten di Banyumas (1,5%). Tempat kejadian cedera di jalan raya mempunyai proporsi paling tinggi dibandingkan dengan tempat yang lain. Kabupaten yang mempunyai proporsi tempat kejadian cedera di jalan yang melebihi angka provinsi sebanyak 21 kabupaten. Adapun proporsi kejadian di jalan raya terbanyak di Kota Surakarta (61,8%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (27,5%). Adapun untuk tempat kejadian cedera di tempat umum dan industri proporsinya tampak lebih kecil dibandingkan tempat lain. Sedangkan proporsi cedera di area pertanian menunjukkan angka proporsi yang melebihi angka provinsi yaitu 7,0 persen di Kabupaten Wonogiri dan terendah Kota Tegal (0,3%).

7. Kesehatan Gigi dan Mulut

Mempunyai masalah kesehatan gigi

Pada Riskesdas 2013 ini sebesar 25,4 persen penduduk Jawa Tengah menyatakan mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir (potential demand). Diantara yang bermasalah gigi dan mulut, terdapat 31,0 persen yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis (perawat gigi, dokter gigi atau dokter gigi spesialis).

Pada usia produktif 35-44 tahun dan 45-54 tahun, penduduk yang menyatakan bermasalah gigi dan mulut mencapai persentase tertinggi, yaitu masing-masing 32,9 persen dan 30,9 persen.

Effective Medical Demand (EMD)

Secara keseluruhan keterjangkauan/kemampuan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi/EMD sebesar 7,9 persen. Kabupaten/kota dengan EMD tertinggi adalah Kota Tegal (12,8%), Kota Salatiga (12,0%) dan Banjarnegara (11,5%), dan angka EMD terendah di Sukoharjo (3,2%).

Persentase EMD meningkat pada kelompok umur yang lebih tinggi, dan persentase EMD tertinggi dijumpai pada kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun masing-masing sebesar 9,8 persen.

Page 14: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xi

Menerima pengobatan/perawatan

Di Provinsi Jawa Tengah, penduduk yang berobat ke dokter gigi spesialis sebanyak 5,8 persen, yang berobat ke dokter gigi 42,7 persen, dan ke perawat gigi 17,6 persen.

Kebiasaan sikat gigi

Sebagian besar (94,6%) penduduk Provinsi Jawa Tengah umur 10 tahun ke atas mempunyai kebiasaan menyikat gigi setiap hari. Kota dengan persentase menyikat gigi tertinggi adalah Semarang (98,1%) dan Demak (97,7%), sedangkan yang terendah adalah Kebumen (89,4%)

Sebagian besar penduduk Jawa Tengah (93,0%) menyikat gigi pada saat mandi pagi, dengan urutan tertinggi adalah Rembang sebesar 98,7 persen.

Sebagian besar penduduk menyikat gigi setiap hari saat mandi pagi atau mandi sore. Kebiasaan yang keliru dan hampir merata tinggi di seluruh kelompok umur.

Kebiasaan benar menyikat gigi penduduk Jawa Tengah hanya 1,7 persen, sebagian besar penduduk Jawa Tengah menyikat gigi pada waktu yang tidak benar (98,3%). Kabupaten/kota tertinggi untuk perilaku menyikat gigi dengan benar adalah Temanggung yaitu 4,5 persen, kemudian diikuti Kota Tegal dan Salatiga masing-masing 4,2 persen, sedangkan yang terendah adalah di Grobogan 0,3 persen.

Menurut Kelompok umur, pada kelompok usia 15-24 tahun sampai dengan 45-54 tahun perilaku menyikat gigi dengan benar semakin meningkat. Laki-laki yang berperilaku menyikat gigi dengan benar (1,5%) lebih rendah dibandingkan perempuan (1,8%). Menurut tempat tinggal, responden di perkotaan lebih banyak berperilaku menyikat gigi benar dibandingkan perdesaan. Demikian pula semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, semakin baik perilaku menyikat gigi dengan benar.

Indeks DMF-T

Indeks DMF-T menurut karakteristik responden, indeks DMF-T meningkat seiring dengan bertambahnya umur yaitu sebesar 0,9 pada kelompok umur 12 tahun dan umur 15 tahun, 1,0 pada umur 18 tahun, 4,4 pada umur 34-44 tahun, dan selanjutnya 18,2 pada umur 65 tahun ke atas, yang berarti kerusakan rata-rata 19 gigi per orang.

Indeks DMF-T Provinsi Jawa Tengah sebesar 4,3 dengan nilai masing-masing: D-T= 1,35; M-T= 2,94; F-T= 0,04; yang berarti kerusakan gigi penduduk Jawa Tengah 5 gigi per orang

8. Disabilitas

Status disabilitas/ ketidakmampuan

Dalam satu bulan terakhir, sebagian besar penduduk umur 15 tahun ke atas memiliki status disabilitas yang sangat baik atau tidak mengalami kesulitan di setiap aspek yang ditanyakan, berkisar dari 88,9% hingga 94,6%. Persentase tertinggi dari status disabilitas sangat berat ada pada aspek kesulitan berjalan jauh (1 km) yaitu sebesar 1,3 persen, diikuti sulit berdiri dalam waktu lama dan sulit mengerjakan hal-hal baru (masing-masing 0,6%).

Prevalensi disabilitas di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan 10,3 persen penduduk mengalami disabilitas, tertinggi di Pemalang (18,8%) dan terendah di Blora (2,1%). Dalam satu bulan terakhir, terdapat 5 persen penduduk umur 15 tahun ke atas yang memiliki status disabilitas bermasalah, terutama pada kelompok umur 75 tahun ke atas (53,6%), Persentase lebih tinggi pada perempuan, pada kelompok tidak bersekolah, kelompok tidak bekerja, dan kuintil indeks kepemilikan terbawah.

Page 15: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xii

9. Kesehatan Jiwa

Gangguan Jiwa Berat Psikosis terbanyak terdapat di Kabupaten/Kota Magelang dan Wonogiri. Kabupaten/Kota Grobogan, Salatiga, Demak dan Semarang memiliki angka yang terendah. Prevalensi di Provinsi Jawa Tengah adalah 2,3 per mil dan masuk dalam provinsi terbanyak jumlah psikosis secara nasional. Menurut karakteristik tempat tinggal, prevalensi gangguan jiwa berat sedikit lebih banyak terjadi di perkotaan dari pada di perdesaan, sedangkan menurut status ekonomi, gangguan jiwa berat banyak ditemukan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah yaitu 4,4 permil.

Gangguan Mental Emosional Prevalensi orang yang mengalami gangguan mental emosional di Propinsi Jawa Tengah sebesar 3,9 persen. Tujuh kabupaten/kota yang tertinggi jumlah orang yang mengalami gangguan mental emosional adalah Salatiga, Magelang, Tegal, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, dan Kota Surakarta. Prevalensi gangguan mental emosional tinggi didapatkan mulai umur ≥ 35 tahun, dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok umur ≥75 tahun. Prevalensi gangguan mental emosional lebih banyak ditemukan pada perempuan, tingkat pendidikan tidak sekolah, status pekerjaan sebagai nelayan, dan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Gangguan mental emosional hampir sama di perkotaan dan perdesaan.

Cakupan Pengobatan Ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Individu yang mengalami gangguan mental emosional sekitar 30,8 persen pernah melakukan pengobatan dan sekitar 14,5 persen melakukan pengobatan dalam waktu 2 minggu terakhir.

Kabupaten Wonogiri merupakan kabupaten yang memiliki cakupan tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah untuk pengobatan gangguan mental emosional baik yang pernah maupun yang melakukan pengobatan 2 minggu terakhir.

Persentase cakupan pengobatan seumur hidup menurut umur semakin tua semakin meningkat begitu pula semakin rendah tingkat pendidikan semakin meningkat, sedangkan dalam 2 minggu terakhir, persentase paling tinggi terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun dan pendidikan tidak tamat SD.

Perempuan, tempat tinggal di perdesaan dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah memiliki presentase cakupan pengobatan lebih banyak baik pada pengobatan seumur hidup maupun 2 minggu terakhir.

10. Pengetahuan Sikap dan Perilaku

Perlaku higienis Rerata proporsi perilaku cuci tangan secara benar di Jawa Tengah menunjukan 49,5 persen, perilaku BAB di jamban adalah 82,7 persen.

Page 16: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xiii

Penggunaan tembakau Rerata proporsi perokok saat ini di Provinsi Jawa Tengah adalah 22,9 persen. Rerata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Provinsi Jawa Tengah adalah 10,1 batang (setara satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari paling banyak pada umur 30-34 tahun (30,6%), pada laki-laki proporsi lebih banyak dibandingkan perokok perempuan. Petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar 38,8 persen. Rerata jumlah batang rokok cerutu yang dihisap perhari adalah 0,3 (=1) batang, terbanyak ada di Kota Tegal 1,5 (=2 batang), disusul Banyumas 1 batang. Proporsi responden yang mengaku merokok mulai usia 3-4 tahun sebanyak 0,1 persen, mulai merokok di usia 5-9 tahun sebanyak 1,1 persen dan mulai merokok di usia 10-14 tahun 10,4 persen. Menurut jenis kelamin, usia mulai merokok pada usia muda lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, sebaliknya pada perempuan usia mulai merokok 30 tahun ke atas.lebih tinggi dibanding laki-laki. Secara umum proporsi jenis rokok yang dihisap terbanyak adalah rokok kretek 78,3 persen, diikuti dengan rokok putih 42,2 persen, rokok linting 20,4 persen dan rokok cerutu 0,3 persen. Menurut kelompok umur dan pendidikan pada umumnya proporsi jenis rokok yang dihisap terbanyak adalah rokok kretek, dan rokok putih urutan ke dua. Demikian pula menurut tempat tinggal, jenis pekerjaan dan kuintil indeks kepemilikan rokok kretek paling dominan, kecuali menurut jenis kelamin, perempuan lebih banyak mengkonsumsi rokok putih dibandingkan rokok kretek. Proporsi merokok dalam gedung rerata Jawa Tengah 87,7 persen. Tujuh kabupaten/kota tertinggi di atas rerata Jawa Tengah adalah Banjarnegara (95,9%), Purbalingga (95,4%), Blora (95,4%), Wonosobo (94,0%), Purworejo (93,6%), Sragen (93,5%), dan Kebumen (92,4%). Menurut karakteristik, proporsi perokok merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya meningkat dengan bertambahnya kelompok umur. Pada laki-laki lebih banyak merokok di dalam rumah dibandingkan perokok perempuan. Responden di perdesaan, pekerjaan petani/buruh/ nelayan lebih banyak yang merokok di dalam rumah ketika bersama dengan anggota rumah tangga lainnya. Semakin rendah tingkat pendidikan, proporsi merokok di dalam rumah bersama ART juga semakin besar.

Aktivitas Fisik

Rata-rata Jawa Tengah aktivitas fisik kategori kurang aktif adalah 20,5 persen. Lima tertinggi adalah kabupaten penduduk Kota Salatiga (34,3%), Kota Semarang (32,9%), Brebes (31,3%), Kota Tegal (26,8%), dan Kota Surakarta (26,5%).

Menurut karakteristik, kurang aktivitas bervariasi menurut kelompok umur, pendidikan, perkerjaan maupun kuintil indeks kepemilikan. Tidak ada perbedaan laki-laki maupun perempuan. Di daerah perkotaan lebih banyak responden dengan kurang aktivitas dibandingkan yang tinggal di daerah perdesaan.

Berdasarkan tabel di atas tampaknya proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam rerata Jawa Tengah 43,2 persen.

Page 17: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xiv

Proporsi perilaku sedentary berdasarkan karakteristik kelompok umur ada kecenderungan proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam sehari menurun dengan semakin bertambahnya umur, namun sedikit meningkat pada umur 10-14 tahun 50,9 persen. Proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam di perkotaan (52,8%) lebih besar dibandingkan di daerah perdesaan (43,4%). Perilaku sedentary merupakan perilaku yang terkait dengan duduk-duduk, masyarakat di perkotaan lebih banyak santai, kurang aktifitas dan menikmati TV, ngobrol. Proporsi perilaku sedentary 3 - 5,9 jam meningkat pada kelompok yang tidak bekerja, dan pada kuintil indeks kepemilikan teratas.

Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur Bagian besar (67,6%) responden mengkonsumsi buah/sayur 1-2 porsi perhari dalam satu minggu. Hanya sebesar 4,4 persen responden mengkonsumsi buah/sayur 5 porsi atau lebih buah/sayur dalam sehari sesuai dengan yang direkomendasikan.

Berdasarkan karakteristik, kelompok umur tidak menunjukkan pola tertentu. Responden perempuan (4,6%) sedikit lebih banyak konsumsi sayur dan atau buah sesuai yang direkomendasi dibandingkan laki-laki (4,1%).

Berdasarkan tingkat pendidikan ada kecenderunagn semakin tinggi tingkat pendidikan

konsumsi buah dan atau sayur 5 porsi atau lebih dalam seharinya lebih banyak proporsinya

dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah.

Daerah perkotaan (4,7%) lebih banyak dibandingkan daerah perdesaan (4,1%), demikian

pula dengan kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi semakin banyak konsumsi sayur.

Hasil survey menunjukkan, rerata konsumsi buah di Indonesia 0,5 porsi per hari, sedangkan

rerata konsumsi sayur di Jawa Tengah 1,5 porsi.

Pola Konsumsi Makanan tertentu Proporsi konsumsi makanan/minuman manis 1 kali atau lebih dalam sehari secara provinsi 62,0 persen, sedangkan konsumsi makanan/minuman manis 1-6 hari per minggu 29,9 persen. Menurut kelompok umur tampaknya perilaku konsumsi makanan/ minuman manis bervariasi antar kelompok umur.

Konsumsi makanan/minuman manis lebih banyak pada laki-laki, dibandingkan pada perempuan, dan tinggal di daerah perkotaan.

Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan semakin besar proporsi perilaku konsumsi makanan/minuman manis dalam sehari.

Proporsi pola perilaku konsumsi makanan asin 1 kali atau lebih per hari rerata di Jawa Tengah 30,4 persen.

Ada kecenderungan di perdesaan lebih banyak mengkonsumsi makanan asin dibandingkan

di daerah perkotaan.

Perilaku konsumsi makanan berlemak

Proporsi provinsi makan makanan mengandung kolesterol dan makanan gorengan 1 kali

atau lebih perhari 60,3 persen, proporsi konsumsi 1 - 6 kali per minggu 34,0 persen.

Page 18: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xv

Konsumsi makanan berlemak 1 kali atau lebih per hari lebih banyak pada perempuan

(61,7%), dibandingkan pada laki-laki (58,9%), dan di daerah perkotaan dibandingkan

daerah perdesaan.

Berdasarkan tabel karakteristik diatas menurut kelompok umur tampaknya perilaku

konsumsi makanan dibakar/panggang 1 kali atau lebih per hari cenderung menurun

dengan meningkatnya kelompok umur. Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan lebih

banyak yang mengkonsumsi makanan dibakar/panggang dibandingkan yang tinggal di

daerah perdesaan.

Proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi makanan hewani berbahan pengawet 1 kali atau

lebih per hari adalah 3,7 persen. Mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 27,1

persen.

Menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan menurun perilaku konsumsi

makanan hewani berbahan pengawet dengan meningkatnya kelompok umur.

Menurut tingkat pendidikan dan pekerjaan tampak adanya variasi mengkonsumsi makanan

hewani berbahan pengawet. Sedangkan pada kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi

tingkat pengeluaran RT maka ada kecenderungan meningkat konsumsi makanan hewani

berbahan pengawet. Di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah

perdesaan. Tidak tampak adanya perbedaan menurut jenis kelamin.

Proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi bumbu penyedap 1 kali atau lebih per hari adalah

83,7 persen. Proporsi mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu adalah 9,8 persen.

Menurut kelompok umur, jenis pekerjaan dan kuintil indeks kepemilikan tampaknya perilaku

konsumsi bumbu penyedap 1 kali atau lebih per hari bervariasi. Konsumsi bumbu

penyedap lebih banyak pada perempuan (84,7%) dibandingkan pada laki laki (82,6%).

Proporsi rerata Provinsi Jateng perilaku konsumsi makanan berkafein buatan bukan kopi 1

kali atau lebih per hari 4,4 persen mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 8,1

persen.

Lebih banyak laki laki (5,7%) dibandingkan perempuan (3,1%), yang tinggal di perkotaan (5,1%) menurut proporsi menggunakan makanan berkafein buatan bukan kopi di bandingkan di perdesaan (3,8%).

Proporsi perilaku minum kopi 1 kali atau lebih perhari rerata nasional 20,2 persen.

Laki-laki (29,8%) lebih banyak yang minum kopi dibandingkan perempuan (10,9%).

Demikian juga penduduk di daerah perdesaan (22,0%) sedikit lebih banyak yang minum kopi

dibandingkan yang tinggal di daerah perkotaan (18,1%).

Konsumsi Makanan dari Olahan dari Tepung Rata-rata tujuh dari seratus penduduk Jawa Tengah (6,5%) mengkonsumsi mie instant 1 - 6 kali per minggunya.

Page 19: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xvi

Ada kecenderungan penurunan perilaku konsumsi mie instant 1 kali atau lebih per hari menurut kelompok umur, semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi mie instant. Konsumsi mie instant lebih banyak pada laki laki dibandingkan pada perempuan Namun tidak ada perbedaan perilaku konsumsi di perkotaan maupun perdesaan. Responden yang tidak bekerja cenderung lebih banyak mengkonsumsi mie instant. Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin rendah proporsi konsumsi makan mie instan. Hampir separuh (46,9%) dari penduduk mengkonsumsi mie basah 1 – 6 kali per minggu. Hanya 2,6 persen penduduk mengkonsumsi mie basah 1 kali atau lebih per hari. Ada variasi perilaku konsumsi makanan yang terbuat dari mie basah 1-6 kali per minggu menurut kelompok umur, dan lebih banyak pada laki laki (48,7%) dibandingkan pada perempuan (45,1%). Responden yang tinggal di perkotaan (50,4%) lebih besar proporsi makan mie basah di bandingkan di perdesaan (43,9%). Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin besar proporsi konsumsi mie basah. Menurut jenis pekerjaan tampak bervariasi dalam komsumsi makan mie basah.

Kurang lebih dua dari tiga penduduk Jawa Tengah (57,8%) mengkonsumsi roti 1-6 kali per

minggu. Hanya 12,3 persen yang mengkonsumsi roti 1 kali atau lebih per hari.

Ada kecenderungan perilaku konsumsi makanan roti 1 kali atau lebih per hari, semakin tua

kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi roti.

Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan cenderung semakin besar proporsi konsumsi roti.

Lebih dari separuh dari penduduk Jawa Tengah (52,3 %) mengkonsumsi biskuit 1- 6 kali per minggu. Sebanyak 11,1 persen mengkonsumsi 1 kali atau lebih per hari.

Menurut kelompok umur ada kecenderungan penurunan perilaku konsumsi biskuit 1 kali atau lebih per hari, semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi biskuit. Konsumsi makanan biskuit lebih banyak pada perempuan (12,7%) dibandingkan pada laki laki (9,5%). Mereka yang tinggal di perkotaan (13,4%) lebih besar proporsi makan biskuit di bandingkan

di perdesaan (9,1%).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di Jawa Tengah rumah tangga dengan PHBS baik adalah 36,2 persen, dengan persentase

tertinggi pada Kota Surakarta (61,1%) dan persentase terendah di Kabupaten Batang

(22,9%). Sementara proporsi rumah tangga dengan PHBS baik lebih tinggi di perkotaan

(42,5%) dibandingkan di perdesaan (31,1%). Proporsi rumah tangga dengan PHBS baik

meningkat dengan seiring dengan meningkatnya kuintil indeks kepemilikan.

Page 20: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xvii

11. Pembiayaan

Kepemilikan Jaminan Kesehatan

Sebanyak 52,9 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ASABRI dimiliki oleh sekitar 5,1 persen penduduk, Jamsostek 3,0 persen, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,1 dan 0,9 persen.

Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamkesmas (35,8%) dan Jamkesda (2.9%). Dari data tersebut juga menyiratkan adanya kepemilikan jaminan lebih dari satu jenis jaminan untuk individu yang sama.

Menurut tempat tinggal, penduduk di perkotaan lebih banyak yang memiliki jaminan kesehatan dibanding di perdesaan, dan ini hampir untuk semua jenis selain Jamkesda. Sebaliknya, kepemilikan Jamkesmas lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan.

Kelompok umur di bawah 5 tahun adalah kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan (66,5%), sedangkan kelompok umur di atas 55 tahun kepemilikan jaminan pada kisaran 46,1 persen sampai 48,3 persen. Pada kelompok umur selain Balita dan lanjut usia masih tinggi atau rata-rata di atas 50,2 persen yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

Kepemilikan jaminan kesehatan menurut status pekerjaan menunjukkan kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan adalah kelompok wiraswasta (62,4%), sedangkan yang terendah adalah pegawai (42,7%).

Mengobati Sendiri, Pemanfaatan Rawat Jalan dan Rawat Inap

Proporsi penduduk Provinsi Jawa Tengah yang mengobati diri sendiri dalam satu bulan terakhir dengan membeli obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 29,4 persen dengan rerata pengeluaran sebesar Rp. 2.500,00 Penduduk daerah perkotaan maupun perdesaan yang mengobati sendiri dengan cara membeli obat di toko obat atau di warung hampir sama yaitu (28,8%) dan (29,8%). Menurut kuintil indeks kepemilikan, kelompok teratas merupakan kelompok yang terkecil yang mengobati sendiri (26,6%) namun dari sisi biaya yang dikeluarkan adalah terbesar diantara lainnya yaitu Rp. 5.000,00 Sebanyak 13,2 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan median biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.30.000,00. Penduduk di Kabupaten Tegal merupakan kabupaten tertinggi yang melakukan biaya rawat jalan (20,2%) dengan median biaya sebesar Rp.30.000,00 dalam satu bulan terakhir. Sebesar 23,4 persen balita dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan kelompok ini merupakan kelompok proporsi tertinggi yang melakukan rawat jalan dengan biaya rerata sebesar Rp.25.000,00 pada satu bulan terakhir, sedangkan kelompok 15-24 tahun adalah pemanfaat terendah. Makin bertambah umur, penduduk makin banyak yang memanfaatkan rawat jalan dan median biayanya pun cenderung makin besar.

Sumber pembiayaan Sumber biaya rawat jalan secara keseluruhan untuk Provinsi Jawa Tengah masih didominasi (73,6%) pembiayaan yang dibayar oleh pasien sendiri atau keluarga (out of pocket), kemudian berturut-turut disusul pembiayaan oleh Jamkesmas (14,1%) dan sumber lainnya (3,4%).

Page 21: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xviii

Sumber biaya rawat jalan dari Askes/ASABRI (3,1%), Jamkesda (2,2%), sebanyak 1,1 persen dibiayai lebih dari satu sumber, Jamsostek (1,0%), tunjangan kesehatan Perusahaan (1,0%) dan terendah adalah pembiayaan oleh asuransi swasta (0,5%). Sumber biaya rawat jalan yang ditanggung oleh pasien sendiri atau keluarga, tertinggi adalah di Banjarnegara (86,0%), Boyolali (85,5%), Brebes (84,9%3), Blora (81,7%) dan Kendal (80,9%). Menurut tempat tinggal, sumber biaya rawat jalan pada semua jenis fasilitas kesehatan dari berbagai jaminan kesehatan baik Askes, ASABRI, JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, dan tunjangan kesehatan perusahaan lebih banyak dimanfaatkan di daerah perkotaan. Di daerah perdesaan lebih banyak memanfaatkan Jamkesmas dan Jamkesda. Sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sekitar 57,1 persen. Kondisi ini dimungkinkan karena masih sekitar 52,9 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah belum memiliki jaminan kesehatan. Sebanyak 15 kabupaten/kota memiliki persentase out of pocket di atas angka provinsi, yaitu 57,6 – 83,7 persen. Pola pemanfaatan jaminan kesehatan sebagai sumber biaya untuk rawat jalan dan rawat inap tidak berbeda. Menurut tempat tinggal sumber biaya rawat inap pada semua jenis fasilitas kesehatan dari berbagai jaminan kesehatan baik Askes, ASABRI, JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan perusahaan, dan Jamkesda lebih banyak dimanfaatkan di daerah perkotaan. Sumber biaya rawat inap dari Jamkesmas lebih banyak dimanfaatkan di daerah perdesaan.

12. Kesehatan Reproduksi

Penggunaan KB pada WUS kawin Wanita usia subur (WUS) yang menggunakan KB 62,3 persen, pernah KB 24,2 persen dan

tidak pernah KB 13,6 persen. Proporsi terbanyak menggunakan KB pada kelompok umur

35-39 tahun (69,5%) sedangkan yang tidak pernah menggunakan KB terbanyak pada

kelompok umur 15-19 tahun (50,5%). Kontrasepsi yang digunakan 62,3 persen cara modern

dan cara tradisional 0,0 persen.

Tenaga dan Tempat untuk Pelayanan KB Modern Tenaga yang banyak memberi pelayanan KB adalah bidan 86,6 persen, dokter kandungan 8,5 persen sedangkan tenaga kesehatan lainnya hanya mencapai <3 persen. Tempat pelayanan KB yang paling diminati adalah praktek bidan (63,7%), selanjutnya adalah di puskesmas/pustu (11,3%), RS (8,5%), apotek/lainnya (7,4%) sedangkan yang paling sedikit adalah di tim KB/medis keliling (0,5%).

Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil dan Indikator Cakupan ANC Proporsi ibu hamil melakukan ANC di Jawa Tengah (99,0%). Proporsi melakukan ANC berdasarkan umur saat bersalin terendah adalah kelompok umur <20 tahun, tidak sekolah dan tidak tamat SD, tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh, kuintil indeks kepemilikan terbawah. Cakupan ibu hamil kontak pertama dengan tenaga kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (86,6%). Proporsi terendah pada kelompok usia saat bersalin ≥35

Page 22: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xix

tahun (78,8%), pendidikan tamat SD (77,0%), petani/nelayan/buruh (83,0%) serta kuintil indeks kepemilikan terbawah (76,0%). Cakupan ANC K4 sebesar 79,7 persen sedangkan

ANC ≥ 4x sebesar 92,0 persen.

Tenaga dan Tempat Pemeriksa Kehamilan Bidan merupakan tenaga yang paling berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu

hamil sebesar 90,6 persen. Sebagian besar ibu hamil memilih tempat pelayanan kesehatan

di praktek bidan (71,4%), Puskesmas/Pustu sebesar 9,3 persen dan rumah sakit sebesar 4,2

persen.

Konsumsi Zat Besi Konsumsi zat besi yang dilaporkan oleh ibu selama hamil adalah 94,6 persen, dimana 39,3

persen mengkonsumsi zat besi minimal 90 hari selama kehamilannya. Semakin tinggi

pendidikan semakin besar persentase cakupan konsumsi zat besi demikian juga dengan

kuintil indeks kepemilikan semakin meningkat indeks semakin besar persentase

cakupannya.

Kepemilikan Buku KIA dan Pelaksanaan P4K Responden yang mempunyai Buku KIA 96,4 persen, namun yang bisa menunjukkan 63,3

persen. Hasil observasi buku KIA menunjukkan untuk isian penolong persalinan 38,0 persen,

dana persalinan 18,0 persen, kendaraan/ambulans desa 12,6 persen, metode KB pasca

salin 18,4 persen dan 11,1 persen untuk isian sumbangan darah. Kelengkapan isian semua

komponen sebesar 6,2 persen dan 38,6 persen didapati tidak ada isian.

Penolong Persalinan Persalinan oleh penolong linakes (persalinan dengan tenaga kesehatan) kualifikasi tertinggi sebanyak 95,9 persen, dengan rincian 22,2 persen oleh dokter kebidanan dan kandungan, 0,5 persen oleh dokter umum dan 73,3 persen oleh bidan. Terdapat persalinan yang ditolong oleh perawat (0,1%), sedangkan penolong persalinan oleh dukun sebesar 3,3 persen dan 0,2 persen penolong lainnya. Secara umum bidan merupakan tenaga utama sebagai penolong persalinan di Jawa Tengah.

Tempat Persalinan Kelahiran pada ibu berumur risiko tinggi (umur ibu 35 tahun ke atas) lebih banyak di rumah (17,4%) dibanding ibu umur 20-34 tahun (15,9%). Pemanfaatan fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah ataupun swasta, untuk persalinan jauh lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding di perdesaan (32,5 persen dibanding 20 persen).

Pelayanan Kesehatan Masa Nifas Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin

tinggi pula prosentase ibu nifas yang kontak dengan nakes.

Pelayanan KB Pasca Salin Sebanyak 62,6 persen ibu nifas sampai 42 hari setelah melahirkan mendapatkan pelayanan

KB pasca salin. Proporsi terbanyak pada kelompok umur ≥35 tahun (63,5%), berpendidikan

tamat SLTP (66,6%), tidak bekerja (65,1%) dan tinggal di perdesaan (64,9%).

13. Kesehatan Anak

Berat dan panjang badan lahir

Menurut kelompok umur bayi, persentase BBLR tidak menunjukkan pola kecenderungan yang jelas. Persentase BBLR pada perempuan (11,2%) lebih tinggi dibanding laki-laki,

Page 23: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xx

namun persentase berat lahir ≥ 4000 gram pada laki-laki (3,6%) lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Persentase panjang badan lahir < 48 cm sebesar 24,5 persen, 48-52 cm sebesar 73,2

persen dan > 52 cm sebesar 2,2 persen. Persentase panjang badan lahir < 48 cm tertinggi di

Kabupaten Purbalingga (36,5%) dan terendah di Rembang (10,2%).

Persentase panjang badan lahir < 48 cm pada perempuan, pendidikan KK tidak pernah bersekolah, pekerjaan petani/nelayan/buruh, tempat tinggal di perdesaan memiliki presentase paling tinggi. Menurut kuintil Indeks kepemilikan semakin rendah semakin tinggi persentase anak yang lahir dengan panjang badan < 48 cm.

Kecacatan

Persentase kecacatan pada anak umur 24-59 bulan. Persentase jenis kecacatan yang tertinggi adalah minimal satu jenis cacat sebesar 0,61 persen dan terendah adalah tuna rungu 0,02 persen. Data ini menunjukkan persentase anak tuna wicara 5 kali lebih tinggi daripada persentase anak tuna rungu.

Status imunisasi

Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota

dengan kategori lengkap, tidak lengkap, dan tidak imunisasi masing-masing 77 persen, 19,5

persen dan 3,5 persen.

Persentase imunisasi tidak lengkap lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki, pendidikan KK tidak tamat SD, KK tidak bekerja, tinggal diperkotaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah. Sedangkan tidak imunisasi lebih banyak pada anak perempuan, semakin rendah pendidikan KK semakin tinggi pula yang tidak imunisasi, lebih banyak pada KK wiraswasta, tinggal di perdesaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

Alasan keluarga tidak mengijinkan imunisasi lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki, pendidikan KK tamat PT, pekerjaan pegawai, tinggal di perkotaan dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi persentase keluarga yang tidak mengijinkan.

Alasan takut anak menjadi panas lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, pendidikan KK tamat SMA, wiraswasta, tinggal diperkotaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

Persentase anak yang pernah mengalami KIPI sebesar 21,3 persen, dan paling tinggi ditemukan di Kabupaten Grobogan sebesar 37,0 persen.

Persentase anak laki-laki yang pernah mengalami KIPI lebih banyak dibanding anak perempuan, persentase paling tinggi juga didapatkan pada KK pendidikan tamat SD, tidak bekerja, tinggal di perdesaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah.

Kunjungan neonatal Persentase KN1(6-48 jam) sebesar 76,8 persen, KN2 (3-7 hari) 70,0 persen dan KN3 (8-28 hari) 54,6 persen. KN1 paling tinggi terdapat di Banyumas (89,4%), KN2 terdapat di Batang (88,7%) dan KN3 terdapat di Kota Magelang 80,3 persen. Persentase anak balita dengan kunjungan neonatal lengkap adalah 46,3 persen. Persentase kunjungan neonatal lengkap tahun 2013 tertinggi di Kota Semarang (71,7%) dan terendah di Purbalingga (18,2%). Persentase kunjungan neonatal lengkap pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan. Menurut tempat tinggal, persentase kunjungan neonatal lengkap di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi

Page 24: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxi

pula persentase kunjungan neonatal lengkap. Menurut jenis pekerjaan kepala rumah tangga, kunjungan neonatal lengkap tertinggi pada jenis pekerjaan pegawai.

Perawatan tali pusar

Persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa sebesar 18,1 persen, diberi betadine/alkohol sebesar 81,1 persen, diberi obat tabur sebesar 0,2 persen dan diberi ramuan tradisional 0,6 persen.

Persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa tertinggi di Kudus (34,4%) dan terendah di Kabupaten Tegal (1,0%).

Pola pemberian ASI

Persentase provinsi proses mulai menyusu kurang dari satu jam (IMD) setelah bayi lahir adalah 54,5 persen, dengan persentase tertinggi di Banjarnegara (91,2%) dan terendah di Kota Tegal (16,2%).

Proses mulai menyusui <1 jam menurut kelompok umur tidak menunjukkan perbedaan sedangkan menurut jenis kelamin, anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki-laki. Menurut tingkat pendidikan dan pekerjaan KK tidak ada pola kecenderungan yang jelas.

Persentase mulai menyusu <1 jam di perkotaan relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Menurut kuintil indeks kepemilikan tidak ada pola kecenderungan yang jelas.

Cakupan kapsul vitamin A

Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir sebesar 84,0 persen, tertinggi di Wonosobo (94,8%) dan terendah di Brebes (60,7%).

Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir cukup bervariasi di antara kelompok umur balita, dan hampir sama antara anak laki-laki dan perempuan.

Pemantauan pertumbuhan

Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥ 4 kali sebesar 61,4 persen, 1-3 kali sebesar 15,2 persen, dan tidak pernah ditimbang sebesar 23,4 persen. Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥ 4 kali tertinggi di Banjarnegara (83,6%).

Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥ 4 kali pada perempuan sebesar 61,8 persen tidak berbeda jauh dengan anak laki-laki (61,1%).

Sunat perempuan

Persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun sebesar 25,1 persen, dengan persentase tertinggi di Kudus (94,0%) dan terendah di Purbalingga dan Banjarnegara (0,0%).

Persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun di perkotaan sebesar 25,9 persen, lebih tinggi daripada di perdesaan. Menurut kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun.

Page 25: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxii

14. Gizi

Status gizi balita

Prevalensi anak balita di Provinsi Jawa Tengah dengan status gizi buruk 4,1 persen, gizi kurang 13,5 persen dan gizi lebih 3,5 persen; dengan status gizi sangat pendek 16,8 persen dan pendek 19,9 persen dan dengan status gizi sangat kurus 4,5 persen, kurus 6,6 persen dan gemuk 12 persen. Prevalensi gizi kronis 36,7 persen dan prevalensi gizi akut 11,1 persen. Proporsi gizi buruk yang tertinggi (gabungan buruk dan kurang) adalah Kota Tegal (29,7%), Blora (29,2%) dan Kota Pekalongan (26,2%). Proporsi kependekan yang tertinggi yaitu Blora (55,1%), Grobogan (55%) dan Demak (50,3%). Sedangkan proporsi kekurusan tertinggi pada Kota Pekalongan (20,2%), Batang (18,4%) dan Kota Tegal (18,1%). Sembilan kabupaten/kota menghadapi permasalahan gizi akut dan kronis yaitu Banjarnegara, Blora, Kudus, Demak, Kendal, Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Brebes dan Kota Pekalongan

Status Gizi Penduduk Umur 5-18 Tahun (Usia Sekolah)

Prevalensi kependekan pada anak umur 5-12 tahun di Provinsi Jawa Tengah sebesar 28,6 persen yang terdiri dari 11,0 persen sangat pendek dan 17,6 persen pendek. Prevalensi kependekan terendah di Kota Magelang (13,7 %) dan tertinggi di Brebes (40,7 %). Prevalensi kekurusan pada anak umur 5 -12 tahun di Provinsi Jawa Tengah adalah 12,1 persen, terdiri dari 4,6 persen sangat kurus dan 7,5 persen kurus. Prevalensi kekurusan terendah di Kabupaten Wonosobo (5,2 %) dan tertinggi di Kabupaten Grobogan (20,7 %). Masalah kegemukan pada anak umur 5-12 tahun di tingkat provinsi masih tinggi yaitu 18,0 persen. Prevalensi kegemukan di atas prevalensi provinsi terdapat di 16 kabupaten/kota yaitu Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Kendal, Batang, Pekalongan, Brebes, Kota Magelang, Kota Semarang, Kota Pekalongan dan Kota Tegal.

Status gizi remaja umur 13-15 tahun

Prevalensi kependekan remaja umur 13 -15 tahun menurut TB/U di tingkat provinsi sebesar 30,6 persen yang terdiri dari 10,2 persen sangat pendek dan 20,4 persen pendek. Prevalensi kependekan terendah di Kota Semarang yaitu 15,3 persen dan tertinggi di Kabupaten Brebes 48,8 persen. Prevalensi kekurusan pada remaja 13-15 tahun menurut IMT/U di tingkat provinsi adalah 11,4 persen terdiri dari 3,5 persen sangat kurus dan 7,9 persen kurus. Prevalensi kekurusan paling rendah di Kabupaten Semarang yaitu 6,4 persen dan paling tinggi di Kabupaten Jepara yaitu 17,1 persen. Prevalensi kegemukan pada remaja umur 13-15 tahun menurut IMT/U di tingkat provinsi sebesar 9,5 persen, terdiri dari 7,1 persen kegemukan dan 2,4 persen obesitas. Sebanyak 19 kabupaten dengan prevalensi kegemukan di atas prevalensi provinsi yatu: Banyumas, Karanganyar, Grobogan, Blora, Pati, Kudus, Demak, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang dan Kota Tegal.

Page 26: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxiii

Status gizi remaja umur 16-18 tahun

Prevalensi kependekan (TB/U) pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Tengah adalah 26,3 persen yang terdiri dari 4,9 persen sangat pendek dan 21,4 persen pendek. Prevalensi kependekan tertinggi Rembang (40,4%) dan terendah Kota Surakarta (12,7%). Prevalensi kekurusan (IMT/U) pada remaja umur 16 – 18 tahun di Provinsi Jawa Tengah sebesar 9,1 persen, terdiri dari 1,9 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Sebanyak 20 kabupaten dengan prevalensi kekurusan di atas provinsi yaitu Cilacap, Banjarnegara, Purworejo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Sragen, Pati, Kudus, Semarang, Temanggung, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan dan Kota Tegal. Prevalensi kegemukan (IMT/U) pada remaja umur 16 – 18 tahun di Jawa Tengah sebanyak 7,1 persen (5,4% gemuk dan 1,7% obesitas). Kabupaten prevalensi kegemukan tertinggi adalah Kota Surakarta 12,3 persen dan terendah adalah Sukoharjo dan Temanggung (2,0%).

Status gizi dewasa

Prevalensi penduduk umur dewasa di Provinsi Jawa Tengah menurut IMT adalah 12,2 persen kurus, dan 23,6 persen BB lebih dan obese. Permasalahan gizi pada orang dewasa cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Prevalensi tertinggi untuk obesitas adalah di Kota Surakarta (36,2 %), dan yang terendah adalah di Kabupaten Kebumen (17,9%). Prevalensi penduduk laki-laki dewasa kurus adalah 12,7 persen lebih tinggi dari perempuan (11,7 persen) dan prevalensi obesitas pada laki-laki lebih rendah (16,8 %) dibanding perempuan (30,2 %). Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat provinsi adalah 22,2 persen. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan (39,4%) lebih tinggi dibanding laki-laki (9,7%). Menurut tipe daerah tampak lebih tinggi di daerah perkotaan (28,9 %) dibandingkan daerah perdesaan (21,1%). Sebanyak 16 kabupaten diantaranya memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka prevalensi provinsi, yaitu Banjarnegara, Wonosobo, Klaten, Karanganyar, Rembang, Pati, Demak, Semarang, Pemalang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

Kurang Energi Kronis (KEK) wanita hamil dan tidak hamil

Secara provinsi, prevalensi risiko KEK penduduk wanita hamil sebanyak 23,2 persen sedangkan wanita tidak hamil sebanyak 20,2 persen. Nampak adanya kecenderungan, dengan meningkatnya umur nilai rerata LILA juga meningkat. Prevalensi risiko KEK wanita hamil lebih tinggi dari wanita tidak hamil. Terdapat 17 kabupaten dengan prevalensi risiko KEK pada wanita hamil di atas angka provinsi (23,2 %) yaitu Banyumas, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Batang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, dan Kota Tegal. Prevalensi KEK pada wanita tidak hamil di tingkat provinsi 20,2 persen. Terdapat 18 kabupaten dengan prevalensi KEK diatas prevalensi provinsi yaitu Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, Magelang, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Rembang, Kudus, Jepara, Temanggung, Pekalongan, Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

Page 27: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxiv

Wanita hamil berisiko tinggi

Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi (TB<150 cm) di tingkat provinsi sebesar 30,7 persen. Prevalensi wanita hamil risiko tinggi terbanyak di Kabupaten Purbalingga (80,6 %), dan terendah di Karanganyar (10,0 %).

15. Kesehatan Indra

Mata

Prevalensi kebutaan di Jawa Tengah sedikit lebih tinggi dari pada prevalensi nasional, namun prevalensi severe low vision lebih rendah dari pada prevalensi nasional.

Severe low vision dan kebutaan meningkat pesat pada kelompok umur 45 tahun keatas, rata-rata peningkatan sekitar tiga kali lipat setiap 10 tahunnya. Prevalensi severe low vision dan kebutaan cenderung lebih tinggi pada perempuan dan pada penduduk perdesaan.

Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun keatas secara di Jawa Tengah sebesar 1,1 persen. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Blora (4,2%), diikuti Sukoharjo 3,4 persen dan Pekalongan 3,0 persen.

Proporsi responden yang mempunyai kaca mata atau lensa kontak di perkotaan sekitar dua

kali lebih banyak dibandingkan responden di perdesaan

Prevalensi pterygium Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 7,3 persen dengan prevalensi

tertinggi ditemukan di Wonogiri (17,6%), diikuti Boyolali (15,2%) dan Klaten (14,4%).

Kabupaten Sukoharjo dan Kota Magelang mempunyai prevalensi pterygium terendah yaitu

masing-masing 1,2 persen.

Prevalensi katarak di Provinsi Jawa Tengah adalah 2,4 persen tertinggi di Klaten (7,0%)

diikuti oleh Magelang (6,5%) dan Kota Magelang (5,7%). Prevalensi katarak terendah

ditemukan di Kota Salatiga (0,2%) diikuti Kota Pekalongan (0,6%).

Telinga Berdasarkan kabupaten/kota, prevalensi gangguan pendengaran di Jawa Tengah sebesar

(3,1%), tertinggi terdapat di Rembang (5,5%), dan terendah di Kudus (1,3%). Semakin tinggi

kuintil indeks kepemilikan, semakin sedikit prevalensi gangguan pendengaran dan

ketuliannya

Prevalensi gangguan pendengaran di Jawa Tengah sebesar (3,1%), tertinggi terdapat di

Rembang (5,5%), dan terendah di Kudus (1,3%). Terdapat sembilan kabupaten/kota dengan

prevalensi gangguan pendengaran yang lebih besar dari rata-rata Jawa Tengah (3,1%).

Prevalensi ketulian di Jawa Tengah sebesar 0,1 persen dan terdapat 21 kab/kota yang

mempunyai prevalensi ketulian sama dengan prevalensi Jawa Tengah antara lain Kota

Semarang, Kota Surakarta, Brebes , Tegal dan lain-lain

Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian memiliki pola yang sama menurut kuintil

indeks kepemilikan, yaitu semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin sedikit

prevalensi gangguan pendengaran dan ketuliannya.

Page 28: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

SAMBUTAN ...................................................................................................................... ii

RINGKASAN HASIL RISKESDAS 2013 .......................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. xxvi

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xxix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xliv

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................... xlv

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2. Ruang Lingkup Riskesdas 2013 ……………………………………………………….. ... 2

1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 2

1.4.Tujuan Riskesdas 2013 .............................................................................................. 2

1.5. Kerangka Pikir ........................................................................................................... 3

1.6. Alur Pikir Riskesdas 2013 .......................................................................................... 4

1.7. Pengorganisasian Riskesdas 2013 ............................................................................ 5

1.8. Manfaat Riskesdas 2013 ........................................................................................... 6

1.9. Persetujuan Etik Riskesdas 2013 .............................................................................. 6

Page 29: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxvi

BAB 2. METODOLOGI RISKESDAS .............................................................................. 7

2.1. Desain ....................................................................................................................... 7

2.2. Lokasi ........................................................................................................................ 7

2.3. Populasi dan Sampel ................................................................................................. 7

2.4. Variabel ..................................................................................................................... 9

2.5. Alat Pengumpul Data dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 10

2.6. Manajemen Data ..................................................................................................... 10

2.7. Keterbatasan Data Riskesdas 2013 ......................................................................... 12

2.8. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................................. 13

BAB 3. AKSES DAN PELAYANAN KESEHATAN ........................................................ 14

3.1. Keberadaan Pelayanan Kesehatan ......................................................................... 14

3.2. Keterjangkauan fasilitas kesehatan ......................................................................... 16

BAB 4. FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL .......................... 34

4.1. Penyimpanan obat dan obat tradisional (OT) di Rumah tangga.............................. 34

4.2. Pengetahuan Rumah tangga tentang obat generik .................................................. 41

4.3. Pemanfaatan pelayanan kesehatan tradional (yankestrad) ..................................... 44

BAB 5. Kesehatan Lingkungan .................................................................................... 47

5.1. Air minum ............................................................................................................... 47

5.2. Sanitasi .................................................................................................................... 59

5.3. Perumahan ............................................................................................................. 69

BAB 6.PENYAKIT MENULAR ....................................................................................... 86

6.1. Penyakit yang ditularkan melalui udara............................................................... ..... 86

6.1.1. ISPA ..................................................................................................................... 86

6.1.2 Pneumonia/radang Paru ........................................................................................ 88

6.1.3 TB-Paru. ................................................................................................................ 90

6.2. Penyakit yang ditularkan melalui makanan,air dan lainnya ..................................... 93

6.2.1 Hepatitis ................................................................................................................. 93

6.2.2 Diare. ..................................................................................................................... 97

6.3 Penyakit yang ditularkan oleh vektor (Malaria) ......................................................... 99

BAB 7.PENYAKIT TIDAK MENULAR ......................................................................... 105

7.1. Penyakit Asma ....................................................................................................... 106

7.2. Penyakit PPOK ...................................................................................................... 106

7.3. Penyakit Kanker ..................................................................................................... 106

7.4. Penyakit Diabet Mellitus ........................................................................................ 109

Page 30: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxvii

7.5. Penyakit hipertiroid ................................................................................................ 109

7.6. Penyakit Hipertensi/tekanan darah tinggi ............................................................... 109

7.7. Penyakit Jantung .................................................................................................. 113

7.7.1 Penyakit Jantung coroner .................................................................................... 113

7.7.2 Penyakit gagal jantung ........................................................................................ 113

7.8. Stroke .................................................................................................................... 113

7.9.Penyakit Ginjal ............................................................................................. ........... 116

7.10.Penyakit Sendi/rematik/encok ............................................................................... 116

BAB 8. CEDERA .......................................................................................................... 120

8.1. Prevalensi Cedera dan penyebabnya .................................................................... 120

8.2. Jenis Cedera ......................................................................................................... 123

8.3. Tempat Terjadinya Cedera .................................................................................... 126

BAB 9. KESEHATAN GIGI DAN MULUT .................................................................... 130

9.1. Effective Medical Demand ................................................................................... 130

9.2. Perilaku menyikat gigi penduduk umur ≥ 10 tahun ................................................ 135

9.3. Indeks DMF-T dan Komponen D-T,M-T,F-T .......................................................... 138

BAB 10. STATUS DISABILITAS ................................................................................. 141

BAB 11. KESEHATAN JIWA ....................................................................................... 145

11.1. Gangguan jiwa berat ............................................................................................ 145

11.2. Gangguan Mental emosional ............................................................................... 147

11.3. Cakupan pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan ...................................... 150

BAB 12. PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU ................................................... 154

12.1. Perilaku Higienis .................................................................................................. 154

12.2. Penggunaan tembakau ........................................................................................ 157

12.3. Perilaku aktifitas fisik ........................................................................................... 178

12.4 Perilaku konsumsi buah dan sayur ....................................................................... 183

12.5 Pola konsumsi makanan tertentu ................ ..........................................................189

12.6 Konsumsi makanan dari olahan tepung .......... ......................................................191

12.7 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ...... .......................................................199

BAB 13. PEMBIAYAAN KESEHATAN .......................................................................... 204

13.1. Kepemilikan jaminan kesehatan .................................................................. ....... 204

13.2. Mengobati sendiri ....................................................................................... ......... 207

13.3. rawat jalan dan rawat inap ................................................................................... 209

13.4. Sumber pembiayaan ................................................................................... ........ 211

BAB 14. KESEHATAN REPRODUKSI ........................................................................ 216

Page 31: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxviii

14.1. Kehamilan ............................................................................................................ 216

14.2. Pelayanan Program Keluarga Berencana ............................................................ 216

14.2. Riwayat kehamilan, persalinan, dan masa nifas .................................................. 227

BAB 15. KESEHATAN ANAK DAN IMUNISASI ......................................................... 241

15.1. Berat dan panjang badan lahir ............................................................................. 241

15.2. Kecacatan ............................................................................................................ 246

15.3. Status Imunisasi .................................................................................................. 247

15.4. Kunjungan neonatal ............................................................................................. 251

15.5. Perawatan tali pusar ............................................................................................ 255

15.6. Pola pemberian ASI ............................................................................................. 259

15.7. Cakupan Kapsul Vitamin A .................................................................................. 262

15.8. Pemantauan pertumbuhan .................................................................................. 264

15.9.Sunat perempuan ................................................................................................. 267

BAB 16. GIZI ................................................................................................................ 270

16.1. Status gizi balita ................................................................................................... 270

16.2. Status gizi anak umur 5-18 tahun ........................................................................ 282

16.3. Status Gizi dewasa .............................................................................................. 297

BAB 17. KESEHATAN INDERA .................................................................................. 312

17.1. Kesehatan Mata ................................................................................................... 312

17.2. Kesehatan Telinga ............................................................................................... 321

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 324

LAMPIRAN ................................................................................................................... 325

Page 32: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxix

DAFTAR TABEL Nomor Tabel Nama Tabel Hal

Tabel 2.1. Distribusi BS, RT dan ART yang dapat dikunjungi (respon rate) menurut kabupaten/kota Propinsi Jawa Tengah, Riskesdas 2013

8

Tabel 3.1 Persentase pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan jenis fasilitas kesehatan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

15

Tabel 3.2 Persentase pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

16

Tabel 3.3 Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

17

Tabel 3.4 Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

18

Tabel 3.5 Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

19

Tabel 3.6 Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

20

Tabel 3.7 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

21

Tabel 3.8 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

22

Tabel 3.9 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

23

Tabel 3.10 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut karakteristik, Provinsi Jawa tengah 2013

24

Tabel 3.11 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

25

Tabel 3.12 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

26

Tabel 3.13 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju polindes menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

27

Page 33: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxx

Tabel 3.14 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju polindes menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

28

Tabel 3.15 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

29

Tabel 3.16 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

30

Tabel 3.17 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

31

Tabel 3.18 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

32

Tabel 3.19 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju posyandu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

33

Tabel 3.20 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju posyandu berdasarkan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

34

Tabel 4.1 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

36

Tabel 4.2 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat berdasarkan jenis obat menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

37

Tabel 4.3 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

38

Tabel 4.4 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

39

Tabel 4.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

40

Tabel 4.6 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG ) menurut kabupaten/ kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

41

Tabel 4.7 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar Tentang obat generik (OG ) menurut Provinsi Jawa Tengah 2013

42

Tabel 4.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan persepsinya tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

42

Tabel 4.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

43

Page 34: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxi

Tabel 4.10 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut kabupaten/ kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

44

Tabel 4.11 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

45

Tabel 4.12 Proporsi rumah tangga berdasarkan alasan utama terbanyak memanfaatkan Yankestrad, Provinsi Jawa Tengah 2013

45

Tabel 5.1 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum berdasarkan kriteria JMP WHO–Unicef 2006 menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

48

Tabel 5.2 Proporsi rumah tangga berdasarkan akses ke sumber air minum 49

berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Tabel 5.3 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

50

Tabel 5.4 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

51

Tabel 5.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air dalam rumah tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

52

Tabel 5.6 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air dalam rumah tangga menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

53

Tabel 5.7 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

54

Tabel 5.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

55

Tabel 5.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

56

Tabel 5.10 Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

57

Tabel 5.11 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

58

Tabel 5.12 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

59

Page 35: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxii

Tabel 5.13 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

60

Tabel 5.14 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

61

Tabel 5.15 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

62

Tabel 5.16 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

63

Tabel 5.17 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

64

Tabel 5.18 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

65

Tabel 5.19 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

66

Tabel 5.20

Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

67

Tabel 5.21 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

68

Tabel 5.22 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

69

Tabel 5.23 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

70

Tabel 5.24 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

71

Tabel 5.25 Proporsi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

72

Tabel 5.26 Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi fisik bangunan rumah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

73

Tabel 5.27 Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi fisik bangunan rumah karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

74

Tabel 5.28 Proporsi rumah tangga berdasarkan keadaan ruang tidur menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

75

Tabel 5.29 Proporsi rumah tangga berdasarkan keadaan ruang keluarga menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

76

Page 36: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxiii

Tabel 5.30 Proporsi rumah tangga berdasarkan keadaan ruang masak/dapur menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

77

Tabel 5.31 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber penerangan rumah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

78

Tabel 5.32 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber penerangan dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

79

Tabel 5.33 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan jenis bahan bakar/energi utama menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

80

Tabel 5.34 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan jenis bahan bakar/energi utama menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

81

Tabel 5.35 Proporsi rumah tangga dalam perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

82

Tabel 5.36 Proporsi rumah tangga dalam perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

83

Tabel 5.37 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

84

Tabel 5.38 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

85

Tabel 6.1. Period prevalence ISPA, period prevalence dan prevalensi pneumonia menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

87

Tabel 6.2 Period prevalence ISPA, pneumonia, pneumonia balita, dan prevalensi pneumonia menurut karaktristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

89

Tabel 6.3. Prevalensi TB berdasarkan diagnosis dan gejala TB menurut kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah 2013

91

Tabel 6.4 Prevalensi TB berdasarkan diagnosis dan gejala TB menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

92

Tabel 6.5 Prevalensi Hepatitis, insiden dan period prevalence diare, insiden diare balita menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

94

Tabel 6.6 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

95

Tabel 6.7 Proporsi penderita hepatitis A, B, C, dan hepatitis lain menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

96

Page 37: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxiv

Tabel 6.8 Penggunaan oralit dan zinc pada diare balita menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

98

Tabel 6.9 Insiden dan prevalensi malaria menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

100

Tabel 6.10 Insiden dan prevalensi malaria menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

101

Tabel 6.11 Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program dan penderita malaria yang mengobati sendiri menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

102

Tabel 6.12 Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program dan penderita malaria yang mengobati sendiri menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

103

Tabel 7.1. Prevalensi Penyakit Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Kanker menurut kabupaten/kota, Propinsi Jawa Tengah, Riskesdas 2013

107

Tabel 7.2. Prevalensi penyakit asma, ppok dan kanker menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

108

Tabel 7.3 Prevalensi diabetes, hipertiroid pada umur ≥ 15 tahun dan hipertensi pada umur ≥ 18 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

110

Tabel 7.4 Prevalensi diabetes, hipertiroid, hipertensi menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

112

Tabel 7.5 Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

114

Tabel 7.6 Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa tengah 2013

115

Tabel 7.7 Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

117

Tabel 7.8 Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik responden, Provinsi Jawa Tengah 2013

118

Tabel 8.1 Prevalensi dan proporsi penyebab cedera langsung menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

121

Tabel 8.2 Prevalensi dan proporsi cedera dan penyebab cedera langsung menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

122

Tabel 8.3 Proporsi jenis cedera menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah, 2013

124

Page 38: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxv

Tabel 8.4 Proporsi jenis cedera menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah, 2013.

125

Tabel 8.5 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut kabupten/kota Provinsi Jawa Tengah 2013

127

Tabel 8.6 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

128

Tabel 9.1 Proporsi effective medical demand menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

131

Tabel 9.2 Proporsi effective medical demand menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

132

Tabel 9.3 Proporsi penduduk berobat gigi menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

134

Tabel 9.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan waktu dan menyikat gigi dengan benar menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

136

Tabel 9.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan waktu dan menyikat gigi dengan benar menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

137

Tabel 9.6 Komponen D, M, F, dan Indeks DMF-T menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

139

Tabel 10.1 Proporsi tingkat kesulitan menurut komponen disabilitas, Provinsi Jawa Tengah 2013

141

Tabel 10.2 Indikator disabilitas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

142

Tabel 10.3 Indikator disabilitas menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

143

Tabel 11.1 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

146

Tabel 11.2 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

147

Tabel 11.3 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan self reporting questionnaire-20)* menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

148

Tabel 11.4 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan self reporting questionnaire-20)* menurut menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

149

Tabel 11.5. Persentase cakupan pengobatan penderita gangguan mental emosional menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

151

Page 39: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxvi

Tabel 11.6. Persentase cakupan pengobatan penderita gangguan mental emosional menurut karakteristik, Provinsi Jawa tengah 2013

152

Tabel 12.1 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar dan cuci tangan menurut menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

155

Tabel 12.2 Kecenderungan proporsi penduduk Umur ≥10 tahun berperilaku BAB dan cuci tangan yang benar menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2007 dan 2013

156

Tabel 12.3 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun menurut kebiasaan merokok dan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

157

Tabel 12.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut kebiasaan merokok dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

159

Tabel 12.5 Rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

160

Tabel 12.6 Rerata jumlah batang rokok tiap hari dan rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

161

Tabel 12.7 Rerata jumlah batang cerutu tiap hari yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

162

Tabel 12.8 Rerata jumlah batang cerutu tiap hari yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

163

Tabel 12.9 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurutusia pertama kali merokok tiap hari dan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

164

Tabel 12.10 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut usia pertama kali merokok tiap hari dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

166

Tabel 12.11 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut usia mulai merokok berdasarkan kabupaten/kota di Provinsisi Jawa Tengah, Riskesdas 2013

167

Tabel 12.12 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut usia pertama kali merokok dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

168

Tabel 12.13 Proporsi jenis rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

169

Tabel 12.14 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut jenis rokok yang dihisap dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

170

Tabel 12.15 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan merokok dalam gedung/ruangan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

171

Page 40: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxvii

Tabel 12.16 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam gedung menurut karakteritik, Provinsi Jawa Tengah 2013

173

Tabel 12.17 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

174

Tabel 12.18 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga menurut karakteritik, Provinsi Jawa Tengah 2013

175

Tabel 12.19 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

176

Tabel 12.20 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut kebiasaan mengunyah tembakau dan karateristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

177

Tabel 12.21 Proporsi aktivitas fisik penduduk umur ≥10 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

179

Tabel 12.22 Proporsi aktivitas fisik penduduk umur ≥10 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

180

Tabel 12.23 Proporsi aktivitas duduk dan berbaring (sedentary) penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

181

Tabel 12.24 Proporsi aktivitas duduk dan berbaring (sedentary) penduduk 10 tahun ke atas menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

182

Tabel 12.25 Proporsi porsi makan buah/sayur per hari dalam seminggu penduduk umur 10 tahun ke atas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

184

Tabel 12.26 Analisis tren proporsi kurang makan buah dan sayur (<5 porsi per minggu) penduduk umur 10 tahun ke atas, Provinsi Jawa Tengah 2007 dan 2013

185

Tabel 12.27 Proporsi makan buah dan sayur penduduk usia 10 tahun ke atas menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

186

Tabel 12.28 Rerata konsumsi jumlah porsi per hari buah dan sayur penduduk umur 10 tahun ke atas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

187

Tabel 12.29 Rerata konsumsi jumlah porsi per hari buah dan sayur penduduk umur 10 tahun ke atas menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

188

Tabel 12.30 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan tertentu >1 kali sehari menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

190

Page 41: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxviii

Tabel 12.31 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi mie instan menurut kabupatrn/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

191

Tabel 12.32 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi mie instan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

192

Tabel 12.33 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan mie basah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

193

Tabel 12.34 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi mie basah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

194

Tabel 12.35 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi roti menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

195

Tabel 12.36 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi roti menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

196

Tabel 12.37 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan hewani berbahan pengawet menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

197

Tabel 12.38 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi biskuit menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

198

Tabel 12.39 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan olahan dari tepung ≥1x/hari, Provinsi Jawa Tengah 2013

199

Tabel 12.40 Proporsi (%) rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut kabupten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

202

Tabel 12.41 Proporsi (%) rumah tangga memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

203

Tabel 13.1 Proporsi penduduk menurut kepemilikan jaminan kesehatan dan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

205

Tabel 13.2 Proporsi penduduk menurut kepemilikan jaminan kesehatan dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

206

Tabel 13.3 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biaya berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

208

Tabel 13.4 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biaya menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

209

Tabel 13.5 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta biaya yang dikeluarkan (Rp) berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

210

Tabel 13.6 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta biaya yang dikeluarkan (Rp) berdasarkan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

211

Tabel 13.7 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat jalan berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

212

Page 42: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xxxix

Tabel 13.8 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat jalan

berdasarkan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

213

Tabel 13.9 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat inap berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

214

Tabel 13.10 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

215

Tabel 14.1 Proporsi penggunaan alat/cara KB saat ini dan CPR pada WUS kawin menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

218

Tabel 14.2 Proporsi penggunaan alat/cara KB saat ini dan CPR pada WUS kawin menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

219

Tabel 14.3 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkanjenis dan jangka waktu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

220

Tabel 14.4 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkanjenis dan jangka waktu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

227

Tabel 14.5 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

223

Tabel 14.6 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan menurut kabupaten/kota, Propinsi Jawa Tengah 2013

224

Tabel 14.7 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan tempat pelayanan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

225

Tabel 14.8 Proporsi pemeriksaan kehamilan*) dan cakupan ANC menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

228

Tabel 14.9 Proporsi Tenaga yang memberi pelayanan ANC menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

229

Tabel 14.10 Proporsi tempat menerima pelayanan ANC menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

230

Tabel 14.11 Proporsi konsumsi zat besi*) dan jumlah hari mengonsumsi selama masa kehamilan menuru karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

231

Tabel 14.12 Proporsi kepemilikan buku KIA dan observasi Isian lembar Amanat Persalinan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

233

Tabel 14.13 Proporsi penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi*) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

235

Page 43: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xl

Tabel 14.14 Proporsi penolong persalinan dengan kualifikasi terendah*) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

236

Tabel 14.15 Distribusi Persentase Kelahiran pada Periode 1 Januari 2010 sd Wawancara Menurut Tempat Bersalin dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

237

Tabel 14.16 Proporsi pelayanan kesehatan masa nifas1) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

238

Tabel 14.17 Proporsi pelayanan KB pasca salin menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

239

Tabel 15.1 Jumlah sampel dan indikator kesehatan anak, Provinsi Jawa Tengah 2013

241

Tabel 15.2 Persentase berat badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

242

Tabel 15.3 Persentase berat badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

243

Tabel 15.4 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

244

Tabel 15.5. Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

245

Tabel 15.6 Persentase kelainan/cacat pada anak umr 24-59 bulan, Provinsi Jawa Tengah 2013

246

Tabel 15.7 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

248

Tabel 15.8 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

249

Tabel 15.9 Persentase alasan tidak pernah imunisasi pada anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013 *)

250

Tabel 15.10 Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

251

Tabel 15.11 Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

252

Tabel 15.12 Persentase kunjungan neonatal pada anak anak umur 0-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

253

Page 44: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xli

Tabel 15.13 Persentase kunjungan neonatal pada anak anak umur 0-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

254

Tabel 15.14. Persentase kunjungan neonatus lengkap menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

255

Tabel 15.15 Persentase kunjungan neonatal lengkap (KN1, KN2, KN3) pada anak anak umur 0-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

256

Tabel 15.16 Persentase cara perawatan tali pusar pada anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

258

Tabel 15.17 Persentase proses mulai menyusu pada anak umur 0-23 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

260

Tabel 15.18 Persentase proses mulai menyusu pada anak usia 0-23 bulan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

261

Tabel 15.19 Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak 6-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

262

Tabel 3.13.20 Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

263

Tabel 15.21 Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

265

Tabel 15.22 Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

266

Tabel 15.23 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun yang menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa tengah 2013

268

Tabel 15.24 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun yang menurut karakteristik, Provinsi Jawa tengah 2013

269

Tabel 16.1 Prevalensi status gizi balita (BB/U) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

274

Tabel 16.2 Prevalensi status gizi balita (TB/U) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

275

Tabel 16.3 Prevalensi status gizi balita (BB/TB) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

276

Tabel 16.4 Prevalensi status gizi balita (BB/U) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

278

Tabel 16.5 Prevalensi status gizi balita (TB/U) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

279

Page 45: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xlii

Tabel 16.6 Prevalensi status gizi balita (BB/TB) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

280

Tabel 16.7 Prevalensi balita menurut tiga indikator status gizi menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

281

Tabel 16.8 Prevalensi status gizi (TB/U) Umur 5–12 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

284

Tabel 16.9 Prevalensi status gizi (IMT/U) umur 5–12 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

285

Tabel 16.10 Prevalensi status gizi (TB/U) umur 5–12 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

287

Tabel 16.11 Prevalensi status gizi (IMT/U) umur 5–12 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

288

Tabel 16.12 Prevalensi status gizi (TB/U) remaja umur 13–15 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

289

Tabel 16.13 Prevalensi status gizi (IMT/U) anak umur 13–15 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

290

Tabel 16.14 Prevalensi status gizi (TB/U) anak umur 13–15 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

292

Tabel 16.15 Prevalensi status gizi (IMT/U) anak umur 13–15 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

293

Tabel 16.16 Prevalensi status gizi (TB/U) anak umur 16–18 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

294

Tabel 16.17 Prevalensi status gizi (IMT/U) anak umur 16–18 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

295

Tabel 16.18 Prevalensi status gizi (TB/U) anak umur 16–18 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

296

Tabel 16.19 Prevalensi status gizi (IMT/U) anak umur 16–18 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

297

Tabel 16.20 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) berdasarkan IMT/U menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

299

Tabel 16.21 Proporsi status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) menurut kategori IMT, jenis kelamin, dan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

300

Tabel 16.22 Prevalensi status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) menurut kategori IMT dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

301

Page 46: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xliii

Tabel 16.23 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) menurut IMT, jenis kelamin dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

302

Tabel 16.24 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

303

Tabel 16.25 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

304

Tabel 16.26 Nilai rerata lingkar lengan atas (LILA) penduduk wanita umur 15-49 tahun dan wanita hamil, Provinsi Jawa Tengah 2013

306

Tabel 16.27 Prevalensi risiko kurang energi kronis penduduk wanita umur 15-49 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

307

Tabel 16.28 Prevalensi risiko kurang energi kronis (KEK) penduduk wanita umur 15-49 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

308

Tabel 16.29 Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

309

Tabel 16.30 Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

310

Tabel 17.1 Prevalensi kebutaan pada responden usia 6 tahun ke atas tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

312

Tabel 17.2 Proporsi penduduk umur ≥6 tahun dengan koreksi refraksi serta prevalensi severe low vision dan kebutaan tanpa/dengan koreksi optimal menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

315

Tabel 17.3 Proporsi penduduk umur ≥6 tahun dengan koreksi refraksi serta prevalensi severe low visiondan kebutaan tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

316

Tabel 17.4 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

318

Tabel 17.5 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

319

Tabel 17.6 Prevalensi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak pada responden semua umur menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

320

Tabel 17.7. Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes konversasi menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

322

Tabel 17.8 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes konversasi menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

323

Page 47: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xliv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kerangka pikir Riskesdas 2013 dikembangkan dari Gabungan Sistem Kesehatan WHO dengan konsep model BLUM

3

Gambar 1.2 Alur Pikir Riskesdas 2013

5

Gambar 6.1 Insidens pneumonia per 1000 balita menurut kelompok umur, Provinsi Jawa Tengah 2013

88

Gambar 8.1 Kecenderungan prevalensi cedera dan penyebabnya menurut provinsi, Indonesia 2007 dan 2013

122

. Gambar 14.1 Gambar 14.2

Proporsi perempuan hamil menurut kelompok umur dan tempat tinggal, Provinsi Jawa Tengah 2013 Proporsi alasan utama tidak menggunakan KB bagi WUS kawin pernah dan tidak pernah ber KB, Provinsi Jawa Tengah 2013

216

226

Page 48: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xlv

DAFTAR SINGKATAN

µg/L : microgram per Liter

ACT : Artemisinin-based combination therapy

ADA : American Diabetes Assocation

Amanat

Persalinan

: Menyambut Persalinan Agar Aman dan Selamat

ANC : Antenatal care

ANC 4x + : proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil

minimal 4 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.

APN : Asuhan Persalinan Normal

ART : Anggota Rumah Tangga

Asabri : Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

ASI : Air Susu Ibu

Askes : Asuransi kesehatan

BAB : Buang air besar

Badan

Litbangkes

: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Balita : Bawah lima tahun

BB : Berat Badan

BB/TB : Berat badan/Tinggi Badan

BB/U : Berat badan/umur

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BP : Balai Pengobatan

BPS : Badan Pusat Statistik

BS : Blok Sensus

Buku KIA : Buku Kesehatan Ibu dan Anak

CPR : Contraceptive Prevalence Rate

Page 49: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xlvi

D : Diagnosis dokter/tenaga kesehatan

D1 : Diploma 1

D3 : Diploma 3

DG : Diagnosis atau gejala

Dinkes : Dinas Kesehatan

DM : Diabetes Mellitus

DO : Diagnosis tenaga kesehatan atau minum obat sendiri

EIU : Eksresi Iodium Urin

EKG : Elektro Kardio Gram

EMD : Effective Medical Demand

FKM : Fakultas Kesehatan Masyarakat

G : Gejala klinis spesifik penyakit

GAKI : Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

GATS : Global Adults Tobacco Survey

GDP : Glukosa Darah Puasa

GDPP : Glukosa Darah Pasca Pembebanan

GDS : Glukosa Darah Sewaktu

GGK : Gagal ginjal kronik

Hb : Hemoglobin

HDL : High-Density Lipoprotein

HIV/ AIDS : Human Immunodeficiency Virus Infection / Acquired

Immunodeficiency Syndrome

ICCIDD : International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders

ICF : International Classification of Functioning

IFCC : International Federation of Clinical Chemistry

IMD : Inisiasi Menyusu Dini

IMT : Indeks Massa Tubuh

Page 50: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xlvii

Indeks DMF-T : Penjumlahan dari D(Decay), M(Missing), F(Filling)-T (teeth)

IPKM : Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut

IU : International Unit

IUD : Intra Uterine Device

Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah

Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JMP : Joint Monitoring Programme

JNC : Joint National Committee

JPK : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

K1 : Proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil

minimal 1 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan

K1 ideal : Proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil

pertama kali pada trimester 1

K4 : Proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil

selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada

trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan minimal 2 kali pada

trimester 3.

Kadinkes : Kepala Dinas Kesehatan

Kasie litbang : Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan

Kasie Litbangda : Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Daerah

Kasie puldata : Kepala Seksi Pengumpulan Data

Kasubdin : Kepala Sub Dinas

Katim : Ketua Tim

KB : Keluarga Berencana

KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga

KEK : Kurang Energi Kronis

KEPK : Komisi Etik Penelitian Kesehatan

Page 51: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xlviii

Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan

Kespro : Kesehatan Reproduksi

KF : Pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu selama periode 6

jam sampai 42 hari setelah melahirkan.

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KIO3 : Kalium Iodat

KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

KK : Kepala Keluarga

KLB : Kejadian Luar Biasa

KMS : Kartu Menuju Sehat

KN : Kunjungan Neonatal

Korwil : Koordinator Wilayah

Lansia : Lanjut usia

LDL : Low-Density Lipoprotein

LH : Lahir Hidup

LiLA : Lingkar Lengan Atas

Linakes : Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter spesialis

kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan)

LM : Lahir Mati

LN : Luar Negeri

LP : Lingkar Perut

MDGs : Millennium Development Goals

Menkes : Menteri Kesehatan

MI : Missing Indeks

MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Nakes : Tenaga Kesehatan

Page 52: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

xlix

NCEP-ATP III : National Cholesterol Education Program- Adult Treatment Panel III

NLIS : Nutrition Landscape Information System

Non MKJP : Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

OG : Obat Generik

OT : Obat Tradisional

P4K : Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

PB : Panjang Badan

PBTDK : Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan

PCA : Principal Component Analysis

PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

PDBK : Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan

PERDAMI : Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia

PERHATI : Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok

Indonesia

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

Perpres : Peraturan Presiden

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PJK : Penyakit Jantung Koroner

PM : Penyakit Menular

PMT : Pemberian Makanan Tambahan

PNS : Pegawai Negeri Sipil

Polindes : Pondok Bersalin Desa

Poltekkes : Politeknik Kesehatan

Poskesdes : Pos Kesehatan Desa

Poskestren : Pos Kesehatan Pesantren

Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

Page 53: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

l

PPI : Program Pengembangan Imunisasi

Ppm : Part per million

PPS : Probability Proportional To Size

PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronis

PSU : Primary Sampling Unit

PT : Perguruan Tinggi

PTI : Performance Treatment Index

PTM : Penyakit Tidak Menular

PUS : Pasangan Usia Subur

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

Pustu : Puskesmas Pembantu

PWS KIA : Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak

RB : Rumah Bersalin

RDT : Rapid Diagnostic Test

RI : Republik Indonesia

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RKD : Riskesdas

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RS : Rumah Sakit

RT : Rumah Tangga

RTI : Required Treatment Index

SD/MI : Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

SDM : Sumber Daya Manusia

SKN : Sistem Kesehatan Nasional

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Page 54: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

li

SMA/MA : Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

SMP/MTS : Sekolah Menengah Pertama/MadrasahTsanawiyah

SP 2010 : Sensus Penduduk 2010

SPK : Standar Pelayanan Kebidanan

SRQ : Self Reporting Questionnaire

STIKES : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Susenas : Survei Sosial Ekonomi Nasional

TB : Tinggi Badan

TB : Tuberkulosis

TB/U : Tinggi badan/Umur

TGT : Toleransi Glukosa Terganggu

TKP : Tempat Kejadian Perkara

TNI/Polri : Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian RI

U : Ukur

UI : Universitas Indonesia

UKBM : Upaya kesehatan Bersumberdaya Masyarakat

UNAIR : Universitas Airlangga

UNHAS : Universitas Hasanuddin

UNICEF : United Nations Children’s Fund

USI : Universal Salt Iodization

UU : Undang – Undang

WG : Washington Group

WHO : World Health Organization

WHODAS 2 : WHO Disability Assessment Schedule 2

WUS : Wanita Usia Subur

Yankestrad : Pelayanan Kesehatan Tradisional

Page 55: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

lii

Page 56: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Visi rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Visi tesebut direalisasikan pada delapan misi pembangunan. Misi pembangunan kesehatan 2010-2014 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Sistem kesehatan nasional pada tahun 2012 memasukkan penelitian dan pengembangan dalam salah satu sub sistem dari tujuh sub sistem yang ada.

Untuk mencapai visi dan misi di atas, maka salah satu strategi Kementerian Kesehatan RI adalah ―Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan serta berbasis bukti dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif‖. Untuk itu diperlukan data kesehatan berskala nasional berbasis fasilitas maupun komunitas yang dikumpulkan secara berkesinambungan dan dapat dipercaya

i.

Dalam upaya menyediakan data kesehatan yang berkesinambungan maka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI melaksanakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Riskesdas merupakan Riset Kesehatan berbasis komunitas yang dirancang dapat berskala nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Riskesdas dilaksanakan secara berkala dengan tujuan untuk melakukan evaluasi pencapaian program kesehatan sekaligus sebagai bahan untuk perencanaan kesehatan. Pada buku ini laporan difokuskan pada hasil pelakasanaan di Provinsi Jawa Barat.

Pada tahun 2007, Riskesdas pertama telah dilakukan, meliputi indikator kesehatan utama, yaitu status kesehatan (penyebab kematian, angka kesakitan, angka kecelakaan, angka disabilitas, dan status gizi), kesehatan lingkungan, konsumsi gizi rumah tangga, pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan (Flu Burung, HIV/AIDS, perilaku higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan) dan berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses, cakupan, mutu layanan, pembiayaan kesehatan), termasuk sampel darah anggota rumah tangga (kecuali bayi) pada sub sampel daerah perkotaan.

Hasil Riskesdas 2007 telah banyak dimanfaatkan oleh para pengambil keputusan dan penyelenggara program kesehatan baik di pusat maupun daerah. Selain telah digunakan sebagai bahan penyusunan RPJMN 2010-2014, data Riskesdas juga telah digunakan sebagai dasar penyusunan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang berguna untuk membuat peringkat kabupaten/kota berdasarkan hasil pembangunan kesehatan serta sebagai dasar Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK).

Pada tahun 2013 dilakukan kembali Riskesdas yang serupa dengan tahun 2007 yaitu dengan keterwakilan sampel hingga tingkat Kabupaten/Kota. Untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut mewakili tingkat provinsi dan sampel biomedis mewakili tingkat nasional.

Tahapan persiapan Riskesdas 2013 telah dilakukan selama satu tahun pada 2012, diawali dengan meninjau kembali indikator kesehatan yang dikumpulkan pada Riskesdas 2007 untuk meningkatkan kualitas data. Selanjutnya beberapa indikator ditambahkan seperti Pemukiman dan Ekonomi, Farmasi, Kesehatan Mental ditambah informasi mengenai gangguan jiwa berat dan pasung, Kesehatan Reproduksi, Frekuensi Konsumsi Makanan Olahan yang Bersumber dari Tepung Terigu,

Page 57: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

2

Kesehatan Indera Pendengaran, Pemeriksaan Iodium dalam Air dan Pemeriksaan Iodium Urin pada Wanita Usia Subur (WUS). Indikator status ekonomi dikembangkan dari komposit variabel aset yang termasuk dalam blok Pemukiman dan Ekonomi. Untuk merespon polemik mengenai sunat perempuan, pada Riskesdas 2013 Sebaliknya ada satu indikator Riskesdas 2007 yang tidak dikumpulkan seperti konsumsi gizi rumah tangga dengan alasan akan dilakukan survei tersendiri. Demikian pula ada beberapa variabel yang tidak dikumpulkan antara lain ketanggapan pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, kebiasaan minum minuman beralkohol, pengetahuan tentang flu burung, dan kebisingan di sekitar rumah tangga.

Riskesdas diselenggarakan di seluruh Provinsi di Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Tengah. Riskesdas Provinsi Jawa Tengah berfungsi menyediakan informasi kesehatan yang mewakili kabupaten/kota di seluruh Provinsi Jawa Tengah.

1.2. Ruang Lingkup Riskesdas 2013

Seperti telah diuraikan sebelumnya, fokus Riskesdas 2013 di Provinsi Jawa Tengah ini adalah untuk mengumpulkan data berbasis masyarakat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan status kesehatan di tingkat Kabupaten/kota, termasuk IPKM dan indikator MDGs kesehatan.

1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian untuk Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah yaitu:

1) Bagaimanakah pencapaian status kesehatan masyarakat di tingkat provinsi, dan kabupaten/kota tahun 2013?

2) Apakah telah terjadi perubahan masalah kesehatan spesifik di setiap kabupaten/kota?

3) Apa dan bagaimana faktor-faktor yang melatarbelakangi status kesehatan masyarakat di tingkat provinsi, dan kabupaten/kota?

4) Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masalah kesehatan?

5) Bagaimana korelasi antar faktor terhadap status kesehatan?

Laporan ini baru dapat menjawab pertanyaan penelitian 1 dan 2 sedangkan pertanyaan penelitian 3,4 dan 5 akan dilaporkan tahun 2014 dalam bentuk analisis lanjut.

1.4. Tujuan Riskesdas 2013 Tujuan Umum: Menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah.

Tujuan Khusus:

1) Menyediakan informasi untuk perencanaan kesehatan termasuk alokasi sumber daya di Provinsi Jawa Tengah.

2) Menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013.

3) Menyediakan informasi perubahan status kesehatan masyarakat yang terjadi dari 2007 ke 2013.

4) Menilai kembali disparitas wilayah kabupaten kota menggunakan IPKM. 5) Mengkaji korelasi antar faktor yang menyebabkan perubahan status kesehatan.

Page 58: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

3

1.5. Kerangka Pikir Riskesdas Provinsi Jawa Tengah menggunakan kerangka pikir Riskesdas 2013 Nasional.

FUNGSI SISTEM KESEHATAN TUJUAN SISTEM KESEHATAN

-------: tidak dikumpulkan dalam Riskesdas 2013

Gambar 1.1. Kerangka pikir Riskesdas 2013 dikembangkan dari Gabungan Sistem Kesehatan WHO dengan konsep model BLUM

Manajemen Sumber

daya

Akses Pelayanan

Kesehatan Derajat Kesehatan

Pembiayaan

Kesehatan Pemerataan & Keadilan

Pembiayaan Kesehatan

- Status Gizi - Kesehatan Reproduksi - Kesehatan Bayi dan Balita - Morbiditas Penyakit Menular - Penyakit Tidak Menular - Penyakit Bawaan, - Gangguan Indera - Kesehatan Jiwa dan gangguan

emosional - Gigi dan Mulut

- Cedera, - disabilitas - Kecacatan -Pemeriksaan Spesimen Darah - Status Iodium

- Pendidikan, Pekerjaan, Status Ekonomi

- Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kesehatan - Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

Kesehatan

Lingkungan

Visi, Misi, strategi dan kebijakan

Page 59: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

4

1.6. Alur Pikir Riskesdas 2013

Alur pikir (Gambar 1.2) ini secara skematis menggambarkan enam tahapan penting dalam Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2007 dan 2013. Keenam tahapan ini terkait erat dengan ide dasar Riskesdas untuk menyediakan data kesehatan yang sahih, akurat dan dapat dibandingkan serta dapat menghasilkan estimasi yang dapat mewakili rumah tangga dan individu sampai ke tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Siklus yang dimulai dari Tahapan 1 hingga Tahapan 6 menggambarkan sebuah pemikiran yang sistematis dan berlangsung secara berkesinambungan. Dengan demikian, hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 bukan saja harus mampu menjawab pertanyaan kebijakan, namun dapat memberikan arah bagi pengembangan kebijakan berikutnya.

Untuk menjamin kelayakan dan ketepatgunaan dalam penyediaan data kesehatan yang sahih, akurat dan dapat dibandingkan, maka pada setiap tahapan Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 dilakukan upaya penjaminan mutu yang ketat. Substansi pertanyaan, pengukuran dan pemeriksaan Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 mencakup data kesehatan yang mengadaptasi sebagian pertanyaan World Health Survey

ii tahun 2002 yang

dikembangkan oleh World Health Organization dan diacu oleh 70 negara di dunia.

Page 60: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

5

Gambar 1.2

Alur Alur Pikir Riskesdas

1.7. Pengorganisasian Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 Dasar hukum persiapan Riskesdas 2013 adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 113/MENKES/SK/III/2012 tentang Tim Riset Kesehatan Nasional Berbasis Komunitas Tahun 2012-2014. Organisasi persiapan pelaksanaan Riskesdas 2013 dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan No. HK.02.04/I.4/15/2013, tanggal 2 Januari 2013 tentang Tim Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.

Policy

Questions

Research Questions

Riskesdas

2013

1. Indikator

Status gizi

Kesehatan Ibu dan Anak

Morbiditas PM, PTM, Cedera dan Kesehatan Jiwa

Sanitasi lingkungan

Pengetahuan, sikap dan Perilaku

Disabilitas

Ekonomi

Akses dan Pembiayaan Pelayanan

Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

6. Laporan

Tabel Dasar

Hasil Pendahuluan Nasional

Hasil Pendahuluan Provinsi

Hasil Akhir Nasional

Hasil Akhir Provinsi

2. Disain Alat Pengumpul Data

Kuesioner wawancara, pengukuran, pemeriksaan

Validitas

Reliabilitas

Dapat diterima

5. Statistik

Deskriptif

Bivariat

Multivariat

Uji Hipotesis

3. Pelaksanaan Riskesdas 2013

Pengembangan manual Riskesdas

Uji Coba

Pengembangan modul pelatihan

Pelatihan pelaksana

Penelusuran sampel

Pengorganisasian

Logistik

Pengumpulan data

Supervisi / bimbingan teknis

Validasi

4. Manajemen Data Riskesdas 2013

Editing

Entry

Cleaning

Perlakuan terhadap missing data

Perlakuan terhadap outliers

Consistency check

Analisis syntax appropriateness

Pengarsipan

Page 61: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

6

Organisasi pengumpulan data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 adalah sebagai berikut:

1. Di tingkat provinsi dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi:

Tim Pelaksana di tingkat provinsi diketuai oleh Kadinkes Provinsi, Kasubdin Bina Program, Peneliti Badan Litbangkes, dan Kasie Litbang/ Kasie Puldata Dinkes Provinsi.

2. Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Kabupaten/Kota :

Tim Pelaksana di tingkat kabupaten/ kota diketuai oleh Kadinkes Kabupaten, Kasubdin Bina Program tingkat kabupaten, Peneliti Badan Litbangkes, Politeknik Kesehatan (Poltekkes), dan Kasie Litbangda Dinkes Kab/Kota.

Di tingkat kabupaten/ kota dibentuk tim pengumpul dan manajemen data. Setiap tim pengumpul data mencakup 6 BS (150 Rumah Tangga). Tiap tim pengumpul data terdiri dari 5 orang yang diketuai oleh seorang ketua tim (Katim). Kualifikasi tim pengumpul dan manajemen data termasuk Katim, minimal mempunyai pendidikan D3 Kesehatan. Tenaga pengumpul dan manajemen data direkrut dari Poltekkes, STIKES, Universitas (Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kedokteran Gigi), dll. Di beberapa daerah yang kekurangan tenaga pengumpul dan manajemen data digunakan staf dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan persetujuan kepala bidang masing-masing untuk dibebaskan dari tugas rutin.

1.8. Manfaat Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013

Manfaat Penelitian

1. Untuk kabupaten/kota:

a. Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat sesuai perkembangan masalah kesehatan dalam enam tahun terakhir.

b. Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. c. Mampu merencanakan dan melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya.

2. Untuk provinsi dan pusat:

a. Mampu memetakan perubahan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas pembangunan kesehatan antar wilayah.

b. Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. c. Mampu merencanakan penelitian lanjutan sesuai dengan permasalahan kesehatan.

3. Untuk Peneliti

a. Sebagai sumber data untuk analisis lebih lanjut. b. Sebagai sumber data untuk pengembangan indeks kesehatan.

4. Untuk Institusi Pendidikan

a. Sebagai sumber data untuk bahan penulisan tugas akhir. b. Sebagai sumber data untuk analisis lebih lanjut dikaitkan dengan sumber data lainnya.

1.9. Persetujuan Etik Riskesdas 2013 Pelaksanaan Riskesdas Provinsi Jawa Tengah tahun 2013, telah memperoleh persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dengan nomor LB.02.01/5.2/KE.006/2013. Persetujuan etik, naskah penjelasan serta formulir Informed Consent (Persetujuan Setelah Penjelasan) dapat dilihat pada Lampiran.

Page 62: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

7

BAB 2. METODOLOGI RISKESDAS

2.1. Desain Riskesdas Provinsi Jawa Tengah adalah sebuah survei dengan desain cross sectional. Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 terutama dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di Povinsi Jawa Tengah, yang terwakili oleh penduduk di tingkat provinsi dan kabupaten.

2.2. Lokasi

Sampel Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 35 kabupaten/kota yang tersebar merata di Provinsi Jawa Tengah.

2.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili 35 kabupaten/kota. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) 2010 Provinsi Jawa Tengah. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan BPS dengan two stage sampling, sama dengan metode pengambilan sampel Riskesdas 2007/Susenas 2007. Berikut ini adalah uraian singkat proses penarikan sampel dimaksud.

Penarikan sampel Blok Sensus

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Riskesdas Provinsi Jawa Tengah memilih BS yang telah dikumpulkan SP 2013. Pemilihan BS dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi, dan rasio perkotaan/perdesaan. Untuk sampel biomedis, penarikan sampel dilakukan secara stratified random sampling dengan strata berdasarkan besarnya angka prevalensi malaria dan TB-paru hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2007. Jumlah sampel yang dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah sebesar 1098 BS dengan 27.450 rumah tangga. Dari setiap kabupaten/kota diambil sejumlah BS yang representative (mewakili) rumah tangga/anggota rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Dengan demikian dari 1098 BS yang terpilih, 100 persen BS dan 99,29% individu berhasil dikunjungi. Jumlah sampel BS, Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga yang dapat dikunjungi disetiap kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 2.1.

Page 63: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

8

Table 2.1 Distribusi BS, RT dan ART yang dapat dikunjungi (respon rate) menurut Kabupaten/Kota

Propinsi Jawa Tengah, Riskesdas 2013

Kabupaten/Kota

Blok Sensus Rumah Tangga Individu

Sampel Dikunjungi Respon

Rate (%)

Sampel Dikunjungi Respon

Rate (%)

Sampel Wawancara Respon

Rate (%)

Cilacap 40 40 100 1000 999 99,90 3575 2962 82,85

Banyumas 38 38 100 950 948 99,79 3325 2993 90,02

Purbalingga 30 30 100 750 750 100,00 2437 2422 99,38

Banjarnegara 30 30 100 750 743 99,07 2099 2085 99,33

Kebumen 34 34 100 850 850 100,00 3414 2840 83,19

Purworejo 29 29 100 725 719 99,17 2250 2189 97,29

Wonosobo 32 32 100 800 793 99,13 2831 2566 90,64

Magelang 34 34 100 850 818 96,24 2903 2563 88,29

Boyolali 32 32 100 800 800 100,00 2748 2489 90,57

Klaten 34 34 100 850 845 99,41 2608 2388 91,56

Sukoharjo 30 30 100 750 700 93,33 2333 2246 96,27

Wonogiri 32 32 100 800 788 98,50 2783 2325 83,54

Karanganyar 30 30 100 750 746 99,47 2543 2454 96,50

Sragen 32 32 100 800 787 98,38 2400 2335 97,29

Grobogan 38 38 100 950 950 100,00 3025 2532 83,70

Blora 30 30 100 750 750 100,00 2455 2428 98,90

Rembang 29 29 100 725 725 100,00 2353 2196 93,33

Pati 34 34 100 850 847 99,65 2309 2155 93,33

Kudus 30 30 100 750 749 99,87 2870 2692 93,80

Jepara 34 34 100 850 850 100,00 2954 2739 92,72

Demak 34 34 100 850 850 100,00 2907 2736 94,12

Semarang 32 32 100 800 800 100,00 2653 2502 94,31

Temanggung 30 30 100 750 750 100,00 2737 2590 94,63

Kendal 32 32 100 800 799 99,88 2754 2620 95,13

Batang 30 30 100 750 726 96,80 2854 2785 97,58

Pekalongan 30 30 100 750 749 99,87 2837 2404 84,74

Pemalang 34 34 100 850 850 100,00 3239 2562 79,10

Tegal 35 35 100 875 863 98,63 3298 2761 83,72

Brebes 38 38 100 950 949 99,89 2987 2588 86,64

Magelang 19 19 100 475 475 100,00 1539 1442 93,70

Surakarta 27 27 100 675 669 99,11 2460 2114 85,93

Salatiga 21 21 100 525 524 99,81 1597 1536 96,18

Semarang 38 38 100 950 947 99,68 3484 3282 94,20

Pekalongan 24 24 100 600 597 99,50 2088 2029 97,17

Tegal 22 22 100 550 550 100,00 2001 1760 87,96

JAWA TENGAH 1098 1098 100 27450 27255 99,29 93650 85310 91,09

Page 64: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

9

Penarikan sampel Rumah Tangga /Anggota Rumah Tangga

Dari setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 (dua puluh lima) rumah tangga secara acak sederhana (simple random sampling). Pemilihan sampel rumah tangga ini dilakukan oleh Penanggung Jawab Tehnis Kabupaten yang sudah dilatih.

Penarikan sampel Biomedis

Sampel untuk pengukuran biomedis merupakan sub-sampel dari 1000 BS yang mewakili nasional. Pada BS yang terpilih untuk biomedis, rumah tangganya dan anggota rumah tangganya selain dikumpulkan variabel kesehatan masyarakat juga dilakukan pemeriksaan biomedis. Pemeriksaan biomedis meliputi pemeriksaan glukosa darah, hemoglobin dan malaria. Pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan sedangkan untuk pengambilan sampel biomedis meliputi pengambilan sampel darah, urin, dan air.

2.4. Variabel

Berbagai pertanyaan terkait dengan indikator bidang kesehatan dioperasionalisasikan menjadi pertanyaan riset dan akhirnya dikembangkan menjadi variabel yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai cara. Dalam Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 terdapat kurang lebih 315 variabel yang tersebar dalam 2 (dua) jenis kuesioner (lihat file terlampir), dengan rincian variabel pokok sebagai berikut:

Blok I. Pengenalan tempat

Blok II. Keterangan Rumah Tangga

Blok III. Keterangan Pengumpul Data

Blok IV. Keterangan Anggota Rumah Tangga

Blok V. Akses dan Pelayanan Kesehatan

Blok VI. Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

Blok VII. Gangguan Kesehatan Jiwa Berat dalam Keluarga

Blok VIII. Kesehatan Lingkungan

Blok IX. Pemukiman dan Ekonomi.

Blok X. Keterangan Wawancara Individu

Blok XI, Keterangan Individu

a. Penyakit Menular

b. Penyakit tidak Menular

c. Cedera

d. Gigi dan Mulut

e. Ketidakmampuan/Disabilitas

f. Kesehatan Jiwa

g. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

h. Pembiayaan Kesehatan

i. Kesehatan Reproduksi

j. Kesehatan Anak dan Imunisasi

Page 65: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

10

k. Pengukuran dan Pemeriksaan

l. Pemeriksaan mata

m. Pemeriksaan THT

n. Pemeriksaan Status Gigi Permanen

o. Pengambilan Spesimen Darah dan Sampel Urin.

2.5. Alat Pengumpul Data dan Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 menggunakan alat dan cara pengumpul data yang sama dengan Riskesdas 2013 nasional dengan rincian sebagai berikut:

1) Pengumpulan data rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.RT dan Pedoman Pengisian Kuesioner

a. Responden untuk Kuesioner RKD13.RT adalah Kepala Keluarga atau Ibu rumah Tangga atau Anggota Rumah Tangga yang dapat memberikan informasi.

b. Dalam Kuesioner RKD13.RT terdapat keterangan tentang apakah seluruh anggota rumah tangga diwawancarai langsung, didampingi, diwakili, atau sama sekali tidak diwawancarai.

2) Pengumpulan data individu pada berbagai kelompok umur dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.IND dan Pedoman Pengisian Kuesioner.

a. Responden untuk Kuesioner RKD13.IND adalah setiap anggota rumah tangga.

b. Khusus untuk anggota rumah tangga yang berusia kurang dari 15 tahun, dalam kondisi sakit maka wawancara dilakukan terhadap anggota rumah tangga yang menjadi pendampingnya.

3) Instrumen yang akan digunakan pada Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut:

a. Timbangan badan

b. Alat ukur tinggi badan

c. Alat ukur Lingkar pinggang dan Lengan atas

d. Lup, senter, pinhole, tali ukur 6 meter, snellen chart

e. Spekulum

f. Kaca mulut, antiseptik, tisu, sarung tangan, masker

g. Peralatan pemeriksaan dan pengiriman spesimen biomedis (darah, urin, air dan

garam)

4) Untuk data biomedis, hasil pemeriksaan darah dan pengambilan spesimen dikumpulkan

dengan menggunakan formulir tersendiri.

2.6. Manajemen Data Proses manajemen data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 terdiri dari Receiving Batching, Edit, Entri, Penggabungan Data, Cleaning, dan Imputasi. Proses manajemen data dilakukan di lokasi pengumpulan data dan juga dipusat yaitu di Balitbangkes Jakarta. Proses yang dilakukan di lokasi pengumpulan data adalah Receiving Batching, Edit, Entri, pengiriman data, sedangkan proses lainnya dilakukan oleh tim manajemen data di Pusat. Tim Manajemen Data yang dipusatkan di Jakarta mengkoordinir manajemen data Riskesdas 2013 secara keseluruhan, baik proses maupun asal data.

Page 66: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

11

Terobosan manajemen data Riskesdas 2013 adalah hasil entri di lokasi pengumpulan data dikirim ke tim manajemen data melalui email dan laporan kemajuan pengumpulan data dan manajemen data dapat dikomunikasikan dan dilihat dalam web. Urutan kegiatan manajemen data secara rinci sebagai berikut.

2.6.1 Receiving Batching

Proses Receiving Batching adalah pencatatan penerimaan kuesioner hasil wawancara. Pencatatan dilakukan pada elektronik file yang berisi tentang identitas wilayah yang telah diwawancarai, jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga yang diwawancarai dan jumlah yang telah dientri. Manfaat dari proses ini untuk mencocokkan konsistensi jumlah data yg diwawancarai, dientri, dikirim, dan diterima oleh tim manajemen data. Selain itu untuk memantau sampel yang belum diwawancarai. Hal ini untuk menghindari adanya data yang hilang karena proses-proses input atau pengiriman elektronik.

2.6.2 Editing

Pengumpulan data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari empat pewawancara dan salah satunya merangkap menjadi Ketua Tim. Tim tersebut didampingi oleh penanggung jawab teknis (PJT) Kabupaten/ Kota yang berfungsi sebagai supervisor yang terlibat langsung di lapangan selama kurang lebih satu bulan.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013, editing merupakan salah satu mata rantai yang secara potensial dapat menjadi kontrol kualitas data. Editing mulai dilakukan oleh supervisor atau PJT Kabupaten/ Kota semenjak pewawancara selesai melakukan wawancara dengan responden. PJT Kabupaten/ Kota harus memahami makna dan alur pertanyaan.

PJT Kabupaten/Kota melakukan editing kuesioner meliputi pemeriksaan kembali kelengkapan jawaban, termasuk konsistensi alur jawaban, untuk setiap responden pada setiap Blok Sensus. Kelengkapan jawaban dan konsistensi alur jawaban, antara lain seperti :

• Semua pertanyaan terisi sesuai dengan kelompok kriteria yang ditentukan, contoh pertanyaan kesehatan reproduksi hanya diperuntukkan bagi perempuan berumur 15-59 tahun.

• Blok pemeriksaan dan pengukuran sudah terisi • Memeriksa kesesuaian kode bahan makanan • Kelengkapan formulir TB dan formulir Malaria (T1 dan T2), termasuk stiker nomor

laboratorium, sebelum dilakukan entri data.

2.6.3 Entry

Program entri data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 dikembangkan menggunakan software CSPro 4.0. Program entri tersebut mencakup kuesioner Rumah Tangga, individu, Konsumsi, dan Pemeriksaan Malaria-TB yang dapat diintegrasikan. Entri Data kuesioner kesmas dan hasil pemeriksaan RDT malaria dilakukan oleh tim pengumpul data di lokasi pengumpulan data. Sedangkan data hasil pemeriksaan spesimen TB dari PRM di-entri oleh PJT Kabupaten/Kota. Hasil pemeriksaan apusan darah tebal malaria dilakukan oleh Tim Puslitbang Biomedis dan Farmasi di Jakarta, maka entri data juga dilakukan oleh tim tersebut.

Pertanyaan pada kuesioner Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 ditujukan untuk responden dengan berbagai kelompok umur yang berbeda. Kuesioner tersebut juga banyak mengandung skip questions (pertanyaan lompatan) yang secara teknis memerlukan ketelitian untuk menjaga konsistensi dari satu blok pertanyaan ke blok pertanyaan berikutnya. Oleh karena itu maka dibuat program entri yang diperkuat dengan batasan-batasan entri secara komputerisasi. Prasyarat ini menjadi penting untuk menekan kesalahan entri. Hasil pelaksanaan entri data ini menjadi salah satu bagian penting dalam proses manajemen data, khususnya yang berkaitan dengan cleaning data.

Page 67: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

12

Data elektronik yang berupa file hasil entri data diserahkan oleh pengumpul data kepada PJT Kabupaten/ Kota. PJT Kabupaten/ Kota menerima data elektronik tersebut dan mengirimnya ke Tim Manajemen Data melalui email bersama file Receiving Batching bernama ―Formulir Kontrol Data.xls‖. Pengiriman dilakukan setiap selesai entry 1 (satu) Blok Sensus. Setelah mengirim data elektronik dan file formulir kontrol data, PJT Kabupaten/Kota mengisi laporan kemajuan (progress report) berbasis web di http://puldata.litbang.depkes.go.id/adminweb/. Hasil kemajuan pengumpulan data, penerimaan data dan cleaning data dapat di akses melalui web di alamat

http://puldata.litbang.depkes.go.id.

2.6.4 Penggabungan Data

File-file data yang telah dikirim oleh PJT Kab/ Kota, digabung oleh tim manajemen data. Setiap anggota tim manajemen data di Pusat, bertanggung jawab untuk menangani data dari 1 sampai dengan 2 provinsi. Penanggungjawab data melakukan penggabungan data, kemudian transfer data dari *.dat menjadi *.sav. Langkah selanjutnya cleaning sementara agar dapat segera memberi umpan balik pada tim pewawancara untuk memperbaiki data. Setelah seluruh data mempunyai status bersih sementara selesai digabung, dilanjutkan dengan penggabungan data elektronik secara nasional. Hasil penggabungan data dari 2798 Blok Sensus terdiri dari file Rumah Tangga, file daftar Anggota Rumah Tangga, file Individu, file bahan makanan, file kandungan bahan makanan, dan file pemeriksaan TB paru.

2.6.5 Cleaning

Tahapan cleaning dalam manajemen data merupakan proses yang penting untuk menunjang kualitas. Proses ini dilakukan juga dalam Riskesdas 2013. Tim Manajemen Data di Pusat sudah melakukan cleaning awal pada data elektronik setiap provinsi pada saatmenerima data elektronik dari PJT Kabupaten/Kota. Apabila ada data yang perlu dikonfirmasi ke tim pengumpul data di Kabupaten, maka tim Manajemen Data Pusat akan berkoordinasi dengan PJT Kabupaten untuk entri ulang bila perlu dan mengirimkan kembali yang sudah diperbaiki melalui email.

Cleaning sementara hanya dilakukan pada variabel-variabel tertentu yang dianggap sangat berisiko untuk salah. Setelah penggabungan keseluruhan provinsi, dilakukan cleaning variabel secara keseluruhan.

Tim Manajemen Data menyediakan pedoman khusus untuk melakukan cleaning data Riskesdas. Perlakuan terhadap missing values, no responses, outliers amat menentukan akurasi dan presisi dari estimasi yang dihasilkan Riskesdas 2013.

2.6.6 Imputasi

Imputasi adalah proses untuk penanganan data-data missing dan outlier. Tim Manajemen Data melakukan imputasi data elektronik secara nasional. Pada data Riskesdas 2013 imputasi dilakukan untuk data-data kontinyu yang outlier. Sedangkan data missing hanya ada pada pertanyaan Blok Perilaku Seksual dan tetap dipertahankan missing dengan keterangan tidak bersedia menjawab.

2.7. Keterbatasan Data Riskesdas 2013 Keterbatasan data Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 mencakup keterbatasan metodologis dan keterbatasan manajemen. Keterbatasan metodologi Beberapa indikator MDGs Kesehatan tidak dapat dikumpulkan dalam Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 karena besar sampel yang tidak memadai dan cara pengumpulan/

Page 68: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

13

pengukuran/pemeriksaan yang tidak dapat dilaksanakan dalam survai kesehatan rumah tangga, yaitu :

a. Angka Kematian Bayi AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI)

b. Prevalensi HIV/AIDS ibu hamil yang berusia antara 15-24 tahun c. Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi d. Rasio kehadiran disekolah anak yatim piatu berusia 10-14 tahun karena

HIV/AIDS terhadap kehadirandi sekolah anak yatim piatu berusia 10-14 tahun. e. Angka kematian karena malaria f. Angka kematian karena TB g. Angka kesembuhan penderita TB

Keterbatasan manajemen operasional Beberapa keterbatasan yang disebabkan faktor manajemen antara lain adalah :

1) Blok sensus tidak terjangkau, karena ketidak-tersediaan alat transportasi menuju lokasi dimaksud, atau karena kondisi alam yang tidak memungkinkan. Riskesdas Provinsi Jawa Tengah tidak berhasil mengumpulkan 4 BS yang terpilih di Kabupaten Tegal.

2) Sejumlah rumah tangga yang menjadi sampel ternyata tidak seluruhnya dapat dijumpai oleh Tim Enumerator 2013. Rumah tangga yang berhasil dikunjungi Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 adalah sebanyak 98,6% yang tersebar di seluruh kabupaten/kota (lihat table 2.2).

3) Sejumlah anggota rumah tangga dari rumah tangga yang terpilih tidak seluruhnya bisa diwawancarai oleh Tim Enumerator Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013. Pada saat pengumpulan data dilakukan sebagian anggota rumah tangga tidak ada di tempat. Jumlah anggota rumah tangga yang berhasil dikumpulkan adalah 84,3 persen. (lihat tabel 2.2).

2.8. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengolahan dan analisis data dipresentasikan pada Bab Hasil dan Pembahasan Riskesdas yang mengikuti blok kuesioner Riskesdas. Jumlah sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 yang terkumpul seperti tercantum pada tabel 2..2.

Pada laporan ini seluruh analisis dilakukan berdasarkan jumlah sampel rumah tangga maupun anggota rumah tangga setelah missing values dan outlier dikeluarkan. Seluruh variabel Riskedas pada saat analisis dilakukan prosedur yang sama, yaitu mengeluarkan missing values dan outlier serta dilakukan pembobotan sesuai dengan jumlah masing-masing sampel.

Jumlah sampel Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 cukup untuk kepentingan analisis yang menberikan gambaran nasional maupun provinsi. Pada bab hasil dari masing-masing blok menjelaskan jumlah sampel yang digunakan untuk kepentingan analisis.

Page 69: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

14

BAB 3. AKSES DAN PELAYANAN KESEHATAN

Eva Sulistiowati Akses Pelayanan Kesehatan dalam Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, puskesmas atau puskesmas pembantu, praktek dokter atau klinik, praktek bidan atau rumah bersalin, posyandu, poskesdes atau poskestren dan polindes. Moda transportasi yang dapat digunakan oleh rumah tangga menuju fasilitas kesehatan yang terdiri dari mobil pribadi, kendaraan umum, jalan kaki, sepeda motor, sepeda, perahu, transportasi udara dan lainnya serta penggunaan lebih dari dari satu moda transportasi atau kombinasi. Waktu tempuh dengan moda transportasi tersebut yang paling sering digunakan oleh rumah tangga dalam bentuk menit. Kemudian yang terakhir memperoleh gambaran tentang biaya atau ongkos transportasi oleh rumah tangga menuju fasilitas kesehatan dalam satu kali pergi. Hasil lebih rinci dari blok Akses dan Pelayanan Kesehatan dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam angka Provinsi Jawa Tengah halaman 2 sampai dengan tabel 51.

3.1. Keberadaan fasilitas kesehatan

Pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, puskesmas atau puskesmas pembantu, praktek dokter atau klinik, praktek bidan atau rumah bersalin, poyandu, poskesdes atau poskestren dan posyandu. Sampel rumah tangga yang dianalisis sebanyak 22.077 rumah tangga yang diwawancarai dan data yang ditampilkan berupa persentase pengetahuan rumah tentang keberadaan fasilitas kesehatan tersebut. Persentase pengetahuan rumah tangga terhadap puskesmas atau puskesmas pembantu secara nasional sebanyak 93,1 persen dan pengetahuan terhadap poskesdes atau poskestren sebanyak 12,5 persen.

Pada tabel 3.1 menunjukkan bahwa pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan yang terbanyak adalah puskesmas (93,1%) dan terendah adalah poskesdes atau poskestren (12,5%). Jika lihat dari data kabupaten/kota, maka di Kota Magelang rumah tangga yang mengetahui keberadaan puskesmas (99,1%) dan terendah di Kudus (77,7%). Posyandu yang merupakan tempat pemantauan kesehatan balita dan ibu hamil hanya diketahui oleh sekitar 50 persen di kota-kota pantai utara (Blora, Rembang, Kudus dan Demak).

Sedangkan pengetahuan rumah tangga tentang poskesdes atau posketren yang terbanyak di Karanganyar (35,2%) dan terendah di Kota Magelang (0,0%). Poskesdes atau Poskestren merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), sehingga peran masyarakat atau pondok pesantren yang mendirikan dan memiliki fasilitas tersebut.

Pada Tabel 3.2 memberikan informasi tentang Pengetahuan rumah tangga tentang fasilitas kesehatan tersebut menurut karakteristik tipe daerah bahwa puskesmas atau puskesmas pembantu baik di perkotaan maupun perdesaan sebanyak 93,1 persen. Sedangkan pengetahuan tentang keberadaan poskesdes atau poskestren di perkotaan sebanyak 14,2 persen dan di perdesaan sebanyak 10,3 persen.

Jika dilihat dari kuintil indeks kepemilikan, bahwa rumah tangga dengan kriteria terbawah mempunyai kecenderungan pengetahuan yang lebih rendah terhadap keberadaan fasilitas kesehatan. Rumah tangga yang mengetahui keberadaan rumah sakit pemerintah menurut kuintil indeks kepemilikan terbanyak pada penduduk yang teratas 90,1 persen dan terbawah 69,1 persen. Pengetahuan tentang keberadaan rumah sakit swasta pada penduduk teratas 88,2 persen dan terbawah 58,9 persen. Untuk keberadaan puskesmas atau puskesmas pembantu pada penduduk menengah atas 93,3 persen dan terbawah 91,4 persen. Pengetahuan keberadaan posyandu pada penduduk menengah atas 77,4 persen dan terbawah 68,8 persen.

Page 70: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

15

Tabel 3.1 Persentase pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan jenis fasilitas kesehatan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Keberadaan fasilitas kesehatan

RS Pemerintah

RS Swasta

Pusk/ Pustu

Praktek dokter/

Praktek bidan/

Posyandu Poskesdes/ poskestren

Polindes

klinik RB

Cilacap 87,6 67,4 96,9 82,7 93,8 91,0 9,0 29,4

Banyumas 84,3 65,2 94,9 59,9 78,4 81,6 14,1 36,6

Purbalingga 72,7 67,2 95,8 49,5 74,8 78,3 21,9 14,7

Banjarnegara 69,9 67,7 96,4 47,6 77,8 65,4 3,1 22,6

Kebumen 70,3 82,8 97,3 47,5 82,1 85,5 8,8 38,1

Purworejo 94,3 84,3 96,7 53,0 84,6 70,7 22,6 17,3

Wonosobo 85,0 76,1 94,4 43,4 66,5 86,2 24,8 52,7

Magelang 90,3 71,9 97,3 60,7 87,1 93,3 13,3 25,6

Boyolali 87,1 81,7 95,2 72,3 87,5 84,6 31,0 37,7

Klaten 84,0 81,7 94,0 63,4 76,4 81,6 26,7 16,4

Sukoharjo 91,9 89,6 96,9 84,0 84,5 85,7 10,0 19,4

Wonogiri 64,0 70,2 90,3 68,4 76,4 72,2 26,5 18,7

Karanganyar 94,0 92,5 99,0 87,8 94,2 95,5 35,2 18,6

Sragen 70,8 68,7 89,6 60,9 91,9 72,7 23,2 33,6

Grobogan 90,2 89,4 94,7 71,2 91,5 76,0 12,8 25,7

Blora 77,3 70,3 90,0 64,2 78,6 46,9 1,2 12,9

Rembang 74,7 44,3 91,8 72,3 82,8 45,4 0,7 0,3

Pati 68,9 66,0 84,3 57,4 70,7 55,7 11,1 25,1

Kudus 59,4 61,2 77,7 70,8 83,6 46,5 0,2 16,6

Jepara 91,4 76,4 97,0 81,6 96,2 80,5 7,4 26,7

Demak 76,9 71,1 82,9 64,8 83,3 49,3 5,4 15,9

Semarang 94,6 75,6 98,0 71,1 93,9 94,6 23,8 14,5

Temanggung 87,0 85,9 91,3 47,0 81,7 84,8 17,4 39,2

Kendal 68,6 60,7 93,7 62,7 83,1 57,4 1,9 5,5

Batang 92,6 83,6 98,6 71,8 94,9 89,5 17,4 9,0

Pekalongan 72,7 68,9 87,3 60,9 68,8 73,2 1,2 3,5

Pemalang 66,7 65,7 92,2 65,8 74,2 62,5 9,1 27,0

Tegal 73,0 56,0 89,8 53,8 72,3 60,3 3,3 4,3

Brebes 73,1 70,7 92,3 65,7 82,9 68,0 15,6 25,1

Kota Magelang 100,0 95,4 99,1 84,5 72,6 98,9 0,0 0,0

Kota Surakarta 96,2 96,5 95,4 81,5 71,0 88,4 1,2 0,8

Kota Salatiga 97,7 88,4 95,1 82,4 85,2 88,3 3,2 0,5

Kota Semarang 96,1 90,6 93,2 80,2 69,6 75,2 0,1 0,3

Kota Pekalongan 73,8 70,0 90,6 61,2 60,2 54,1 1,1 0,1

Kota Tegal 99,2 97,5 97,5 92,3 87,2 80,8 0,8 0,0

JAWA TENGAH 80,9 74,0 93,1 65,8 81,6 74,2 12,5 20,8

Page 71: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

16

Tabel 3.2 Persentase pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Keberadaan fasilitas kesehatan

RS Pemerintah

RS Swasta

Pusk/ Praktek dokter/

Praktek bidan / Posyandu

Poskesdes/ Polindes

Pustu klinik RB poskestren

TempatTinggal

Perkotaan 84,9 80,4 93,1 74,9 79,9 74,3 10,3 16,4

Perdesaan 77,6 68,8 93,1 58,5 83,0 74,2 14,2 24,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 69,1 58,9 91,4 47,9 78,1 68,8 10,7 19,0

MenengahBawah 78,8 69,1 93,2 57,3 80,3 73,9 12,7 21,2

Menengah 81,7 74,7 93,7 66,6 81,8 74,8 13,1 22,2

Menengah Atas 85,7 80,7 94,0 75,3 85,3 76,8 13,7 19,9

Teratas 90,1 88,2 93,3 83,8 82,8 77,4 12,1 21,7

Total 80,9 74,0 93,1 65,8 81,6 74,2 12,5 20,8

3.2. Keterjangkauan fasilitas kesehatan Keterjangkuan fasilitas kesehatan berdasarkan kabupaten/kota dalam riskesdas 2013 ini dilihat dari aspek moda transportasi, waktu tempuh (dalam satuan menit) dan biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan. Moda transportasi yang digunakan menuju fasilitas kesehatan tersebut berupa mobil pribadi, kendaraan umum, jalan kaki, sepeda motor, sepeda, perahu dan lainnya, yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Dalam penyajian hasil bahwa moda transportasi tersebut dibedakan menurut fasilitas kesehatan yang ada.

Pengetahuan rumah tangga tentang waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan dihitung dalam bentuk menit yang dibuat menjadi 4 kategori yaitu ≤15 menit; 16 – 30 menit; 31-60 menit dan > 60 menit. Sedangkan biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan dalam mata uang rupiah dibuat beberapa kategori yaitu ≤ 10.000; >10.000 – 50.000; >50.000.

Pada Tabel 3.3 bahwa pengetahuan rumah tangga menuju ke rumah sakit pemerintah yang terbanyak menggunakan sepeda motor (50,1%), kendaraan umum (32,8%), lebih dari 1 moda transportasi (9,2%), menggunakan mobil pribadi (4,6%), lainnya (1,7%), jalan kaki (0,6%), sepeda (0,8%) dan perahu (0,1%). Pengetahuan rumah tangga yang menggunakan sepeda motor menuju rumah sakit pemerintah tertinggi di Sukoharjo sebanyak 79,9 persen dan yang terendah di Pemalang sebanyak 15,5 persen.

Pengetahuan rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menggunakan kendaraan umum terbanyak di Pemalang 73,8 persen dan terendah di Sukoharjo 8,5 persen. Pada penggunaan yang lebih dari saru moda transportasi terbanyak di Kota Salatiga 28,5 persen dan terendah di Sragen 0,5 persen.

Pengetahuan tentang penggunaan kendaraan pribadi menuju rumah sakit pemerintah terbanyak di Kota Semarang 12,4 persen dan terendah di Grobogan 0,9 persen. Sedangkan transportasi dengan sepeda terbanyak di Kota Pekalongan 11,5 persen, sedangkan penggunaan moda transportasi menggunakan perahu hanya terjadi di daerah Jepara 2,3 persen (Tabel 5).

Page 72: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

17

Tabel 3.3 Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rumah sakit

pemerintah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Moda transportasi

Mobil pribadi

Kendaraan umum

Jalan kaki

Sepeda motor

Sepeda Perahu Lainnya Lebih dari 1 moda

Cilacap 5,2 33,1 2,7 42,0 0,5 0,0 3,3 13,3

Banyumas 4,9 39,2 0,6 44,2 0,0 0,0 1,9 9,3

Purbalingga 5,2 41,5 0,0 34,7 0,0 0,0 0,9 17,7

Banjarnegara 3,0 42,7 0,0 39,8 0,1 0,0 0,7 13,7

Kebumen 1,7 20,1 0,1 50,2 5,5 0,0 6,2 16,2

Purworejo 3,2 32,9 0,1 39,4 1,0 0,0 1,3 22,1

Wonosobo 3,5 55,6 0,5 28,4 0,2 0,0 0,4 11,4

Magelang 4,2 36,2 0,2 43,1 0,4 0,0 0,1 15,8

Boyolali 3,9 29,4 0,1 59,0 0,6 0,0 0,0 7,0

Klaten 3,3 18,7 0,0 70,4 2,5 0,0 0,4 4,7

Sukoharjo 8,8 8,5 0,0 79,9 0,4 0,0 0,0 2,5

Wonogiri 5,5 40,6 0,1 35,2 0,4 0,0 2,4 15,8

Karanganyar 5,6 14,5 0,0 64,2 0,2 0,0 2,6 13,0

Sragen 7,4 16,8 0,0 74,1 0,4 0,0 0,8 0,5

Grobogan 0,9 29,0 0,7 47,6 0,6 0,0 0,3 20,8

Blora 1,0 22,3 0,2 59,5 1,3 0,0 0,6 15,0

Rembang 2,7 52,8 0,1 42,8 0,8 0,0 0,0 0,8

Pati 4,7 28,7 0,0 50,9 0,7 0,0 4,4 10,6

Kudus 5,4 16,4 0,2 76,9 0,1 0,0 0,2 0,8

Jepara 5,0 14,4 0,1 71,1 0,0 2,3 0,8 6,4

Demak 3,9 29,1 0,0 59,5 1,1 0,0 0,1 6,3

Semarang 2,7 31,9 3,1 55,2 0,0 0,0 0,2 7,0

Temanggung 4,8 23,9 0,3 44,3 0,0 0,0 11,9 14,8

Kendal 4,0 24,1 0,2 61,2 0,4 0,0 0,8 9,2

Batang 2,2 48,6 0,0 40,9 1,2 0,0 0,3 6,8

Pekalongan 4,6 36,4 0,2 54,7 0,6 0,0 1,5 1,8

Pemalang 8,0 73,8 0,0 15,5 0,0 0,0 1,7 1,1

Tegal 3,0 52,8 0,0 33,0 2,3 0,0 3,7 5,2

Brebes 3,3 55,6 0,2 35,6 0,8 0,0 1,1 3,5

Kota Magelang 4,9 27,5 7,4 52,8 1,2 0,0 0,0 6,3

Kota Surakarta 5,0 25,5 0,8 60,0 1,3 0,0 1,3 6,0

Kota Salatiga 3,5 20,3 3,8 43,6 0,4 0,0 0,0 28,5

Kota Semarang 12,4 25,8 1,7 58,2 0,2 0,0 0,3 1,5

Kota Pekalongan 2,7 14,4 0,9 62,7 11,5 0,0 4,1 3,7

Kota Tegal 6,2 17,4 6,9 47,7 2,3 0,0 12,7 6,6

JAWA TENGAH 4,6 32,8 0,6 50,1 0,8 0,1 1,7 9,2

Page 73: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

18

Pada Tabel 3.4 memberikan informasi menurut karakteristik bahwa rumah tangga yang menggunakan moda transportasi dengan sepeda motor menuju rumah sakit pemerintah di perkotaan sejumlah 55,4 persen dan di perdesaan sebanyak 45,5 persen.Sedangkan yang menggunakan kendaraan umum di perkotaan 28,3 persen dan di perdesaan 36,8 persen. Rumah tangga yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi di perkotaan 6,4 persen dan perdesaan 11,7 persen. Pada rumah tangga yang menggunakan kendaraan pribadi di perkotaan 6,1 persen dan perdesaan 3,2 persen. Untuk rumah tangga yang menggunakan perahu di perkotaan 0 persen dan perdesaan 0,2 persen. Rumah tangga yang jalan kaki di perkotaan 1,1 persen dan perdesaan 0,2 persen. Menurut kuintil indeks kepemilikan rumah tangga yang menggunakan sepeda motor pada penduduk menengah atas 62,6 persen dan terbawah 32,7 persen. Untuk penggunaan kendaraan umum pada penduduk terbawah 50,2 persen dan teratas 14,0 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi pada penduduk terbawah 12,0 persen dan teratas 7,1 persen.

Tabel 3.4

Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Moda transportasi

Mobil pribadi

Kendaraan umum

Jalan kaki

Sepeda motor

Sepeda Perahu Lain nya

Lebih dari 1 moda

Tempat Tinggal

Perkotaan 6,1 28,3 1,1 55,4 1,2 0,0 1,4 6,4

Perdesaan 3,2 36,8 0,2 45,5 0,5 0,2 1,9 11,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 1,0 50,2 0,3 32,7 1,0 0,1 2,6 12,0

Menengah Bawah 1,3 43,2 0,4 40,0 1,0 0,1 2,4 11,5

Menengah 1,4 35,7 0,6 51,3 1,1 0,1 1,4 8,3

Menengah Atas 1,9 24,3 1,1 62,6 0,9 0,1 1,4 7,8

Teratas 16,5 14,0 0,7 60,6 0,2 0,0 0,8 7,1

Tabel 3.5 menunjukkan pengetahuan rumah tangga yang menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah terbanyak menggunakan sepeda motor 60,5 persen; kendaraan umum 17,3 persen; jalan kaki 9,3 persen; lebih dari 1 moda transportasi 6,0 persen; mobil pribadi 1,4 persen dan sepeda 4,1 persen; lainnya 1,3 persen dan perahu 0,0 persen.

Jika dilihat dari moda transportasi sepeda motor menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah terbanyak di Kudus 84,9 persen, kemudian disusul Sukoharjo 84,4 persen, sedangkan terndah di Kota Magelang 36,5 persen dan di Wonosobo 36,7 persen. Rumah tangga yang menggunakan kendaraan umum terbanyak di Wonosobo 42,3 persen dan terendah di Sukoharjo 4,5 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi terbanyak di Kota Salatiga 20,1 persen dan terendah di Sragen 0,2 persen.

Page 74: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

19

Tabel 3.5 Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju Puskesmas atau

Puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Moda transportasi

Mobil pribadi

Kendaraan umum

Jalan kaki

Sepeda motor

Sepeda Perahu Lainnya Lebih dari 1 moda

Cilacap 2,2 13,0 6,3 60,5 4,0 0,0 4,3 9,7 Banyumas 1,4 34,3 4,4 49,8 0,9 0,0 1,6 7,7

Purbalingga 0,7 26,8 14,3 46,3 1,0 0,0 1,4 9,5 Banjarnegara 1,5 27,2 10,1 52,2 0,2 0,0 0,2 8,6

Kebumen 0,7 7,7 17,9 44,0 17,8 0,0 3,1 8,8 Purworejo 1,4 20,1 6,7 44,9 6,9 0,0 2,6 17,4

Wonosobo 2,2 42,3 10,9 36,7 0,2 0,0 0,1 7,7 Magelang 1,6 21,5 10,5 52,6 0,7 0,0 0,1 13,0 Boyolali 1,3 10,7 4,8 77,8 3,0 0,0 0,6 1,9 Klaten 1,0 4,9 4,3 75,7 10,1 0,0 0,4 3,6

Sukoharjo 2,8 4,5 3,4 84,4 3,4 0,0 0,0 1,5 Wonogiri 0,8 15,9 16,0 57,0 1,1 0,2 1,5 7,5 Karanganyar 2,5 5,7 3,3 78,3 1,8 0,0 0,8 7,5 Sragen 1,9 5,5 4,0 83,6 3,4 0,0 1,4 0,2

Grobogan 0,3 13,5 2,2 61,1 2,8 0,0 0,3 19,7 Blora 0,5 8,8 3,2 74,5 2,8 0,0 1,0 9,3 Rembang 0,3 12,1 11,2 71,2 2,8 0,0 1,6 0,8 Pati 0,6 8,0 2,7 81,3 2,6 0,0 2,4 2,4

Kudus 1,6 7,1 3,2 84,9 2,8 0,0 0,2 0,3 Jepara 1,4 8,2 6,9 81,3 0,2 0,0 0,3 1,7 Demak 0,7 17,5 3,1 70,4 4,2 0,0 0,3 3,9 Semarang 1,0 17,2 15,2 62,6 0,0 0,0 0,1 3,9

Temanggung 1,0 13,9 11,7 65,3 0,4 0,0 1,3 6,4 Kendal 1,0 16,8 6,1 60,8 8,1 0,0 1,3 5,9 Batang 0,8 25,8 9,6 56,3 3,1 0,0 0,3 4,2 Pekalongan 0,5 10,1 21,5 59,9 7,0 0,0 0,2 0,8

Pemalang 0,8 36,9 15,7 36,7 5,4 0,0 1,6 2,8 Tegal 2,5 27,6 18,1 37,7 7,3 0,0 2,6 4,2 Brebes 1,0 34,0 9,2 46,6 5,2 0,0 1,5 2,5

Kota Magelang 0,9 8,7 50,4 36,5 0,7 0,0 0,0 2,7

Kota Surakarta 2,5 6,2 20,3 57,0 8,4 0,0 0,8 4,8

Kota Salatiga 2,4 14,1 18,5 44,2 0,6 0,0 0,0 20,1

Kota Semarang 4,2 13,3 12,7 65,9 2,6 0,0 0,3 0,9

Kota Pekalongan 0,6 8,7 9,8 55,7 21,3 0,0 1,8 2,2

Kota Tegal 2,0 8,8 12,3 50,1 11,4 0,0 13,4 2,1

JAWA TENGAH 1,4 17,3 9,3 60,5 4,1 0,0 1,3 6,0

Page 75: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

20

Tabel 3.6 menjelaskan tentang pengetahuan rumah tangga yang menggunakan moda transportasi menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut karakteristik tipe daerah dan kuintil indeks kepemilikan. Pada penggunaan sepeda motor di perkotaan 60,8 persen dan perdesaan 60,2 persen. Penggunaan kendaraan umum menuju puskesmas di perkotaan 15,7 persen dan perdesaan 18,7 persen. Rumah tangga yang jalan kaki menuju ke puskesmas di perkotaan 9,6 persen dan perdesaan 9,1 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi di perkotaan 4,6 persen dan perdesaan 7,1 persen.

Tabel 3.6

Persentase rumah tangga yang dapat menggunakan moda transportasi menuju Puskesmas atau Puskesmas pembantu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Moda transportasi

Mobil pribadi

Kendaraan umum

Jalan kaki

Sepeda motor

Sepeda Perahu Lainnya Lebih dari 1 moda

Tempat Tinggal

Perkotaan 2,1 15,7 9,6 60,8 5,3 0,0 1,7 4,6

Perdesaan 0,8 18,7 9,1 60,2 3,1 0,0 1,0 7,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,2 29,9 12,3 43,1 5,4 0,0 1,9 7,2

Menengah Bawah 0,3 22,2 11,3 53,0 4,7 0,0 1,5 7,0

Menengah 0,4 16,2 9,5 60,8 5,6 0,0 1,4 6,0

Menengah Atas 0,4 10,5 8,2 71,7 3,4 0,0 1,0 4,9

Teratas 6,1 7,1 4,9 75,0 1,2 0,0 0,7 4,9

Total 1,4 17,3 9,3 60,5 4,1 0,0 1,3 6,0

Page 76: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

21

Tabel 3.7 waktu tempuh menuju rumah sakit pemerintah ≤ 15 menit sejumlah 16,9 persen,16-30 menitsejumlah 36,3 persen, 31-60 menitsejumlah 32,5 persen dan >60 menit sejumlah14,4 persen. Jika dilihat waktu tempuh ≤ 15 menit, maka terbanyak di Kota Magelang 87,1 persen dan terendah di Pemalang 1,6 persen. Pada waktu tempuh 16-30 menit menuju rumah sakit pemerintah terbanyak di Kudus 61,1 persen dan terndah di Kota Magelang 11,7 persen. Pada waktu tempuh 31-60 menit, bahwa di Banjarnegara 47,1 persen dan di Kota Magelang dan Kota Salatiga masing-masing 1,2 persen. Untuk waktu tempuh >60 menit terbanyak di Wonogiri 36,8 persen dan terendah di Kota Magelang 0,0 persen.

Tabel 3.7

Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

≤15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Cilacap 15,4 21,4 29,2 34,0

Banyumas 23,6 49,2 23,2 4,0

Purbalingga 7,2 38,9 40,9 13,0

Banjarnegara 8,5 20,5 47,1 23,9

Kebumen 9,4 30,1 43,7 16,8

Purworejo 14,4 28,3 35,5 21,8

Wonosobo 18,4 37,0 34,1 10,5

Magelang 21,1 34,6 38,9 5,4

Boyolali 23,7 28,4 25,4 22,5

Klaten 12,4 41,8 42,5 3,3

Sukoharjo 12,4 49,6 35,5 2,5

Wonogiri 14,0 14,9 34,2 36,8

Karanganyar 11,6 42,3 35,7 10,5

Sragen 19,9 42,3 30,3 7,5

Grobogan 6,8 19,8 44,7 28,7

Blora 8,4 31,4 36,7 23,4

Rembang 6,3 45,7 36,6 11,3

Pati 8,5 33,9 43,4 14,2

Kudus 14,5 61,1 15,0 9,4

Jepara 14,9 34,9 36,2 14,0

Demak 11,4 44,5 30,5 13,6

Semarang 29,4 48,5 19,2 2,8

Temanggung 19,5 41,0 30,9 8,6

Kendal 12,9 41,2 31,6 14,4

Batang 15,1 30,8 28,7 25,4

Pekalongan 17,1 35,8 37,2 9,9

Pemalang 1,6 28,8 41,1 28,5

Tegal 17,3 44,2 24,9 13,7

Brebes 10,3 31,0 39,7 19,0

Kota Magelang 87,1 11,7 1,2 0,0

Kota Surakarta 46,5 48,9 4,0 0,6

Kota Salatiga 76,5 22,1 1,2 0,2

Kota Semarang 26,4 51,0 21,6 1,0

Kota Pekalongan 66,0 29,8 3,8 0,4

Kota Tegal 46,6 42,4 10,6 0,4

JAWA TENGAH 16,9 36,3 32,5 14,4

Page 77: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

22

Tabel 3.8 menunjukkan waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah pada 16-30 menit di perkotaan 45,0 persen dan di perdesaan 28,7 persen. Pada waktu tempuh > 60 menit di perkotaan 4,6 persen dan di perdesaan 33,4 persen. Sedangkan pada 31–60 menit di perkotaan 24,7 persen dan di perdesaan 23,0 persen. Sedangkan pada waktu tempuh ≤ 15 menit, di perkotaan 28,3 persen dan perdesaan 6,7 persen.

Menurut kuintil indeks kepemilikan degan waktu tempuh 16-30 menit pada penduduk teratas 38,2 persen dan terbawah 29,9 persen. Dengan waktu tempuh >60 menit pada penduduk terbawah 23,2 persen dan teratas 8,0 persen.

Tabel 3.8

Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Tipe daerah

Perkotaan 28,3 45,0 22,1 4,6

Perdesaan 6,7 28,7 41,6 23,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 8,0 29,9 39,0 23,2

Menengah Bawah 11,2 33,8 35,6 19,4

Menengah 14,5 38,9 34,2 12,4

Menengah Atas 20,0 39,8 29,8 10,5

Teratas 28,8 38,2 25,1 8,0

Total 16,9 36,3 32,5 14,4

Page 78: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

23

Tabel 3.9 memberi informasi tentang waktu tempuh rumah tangga menuju pukesmas dan

puskesmas pembantu terbanyak dengan waktu ≤ 15 menit sejumlah 67,7 persen dan terendah

dengan waktu >60 menit sejumlah 1,1 persen. Jika dilihat data menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dengan waktu tempuh ≤ 15‘ terbanyak di Kota Magelang sejumlah 97,7 persen dan terendah di Blora sejumlah 37,4 persen. Untuk waktu tempuh 16-30‘ terbanyak di Blora sejumlah 52,5 persen dan terendah di Kota Magelang sejumlah 2,3 persen. Sedangkan dengan waktu tempuh 31-60‘ terbanyak di Banjarnegara sejumlah 11,5 persen dan terendah di Kota Magelang sejumlah 0,0 persen. Untuk waktu tempuh >60‘ terbanyak di Pati sejumlah 5,9 persen sedangkan terendah terdapat di 4 Kabupaten/Kota yaitu Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Pekalongan dan Klaten sejumlah 0,0 persen.

Tabel 3.9 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju Puskesmas atau Puskesmas pembantu

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Cilacap 59,6 36,5 2,6 1,4

Banyumas 75,8 20,1 3,9 0,2

Purbalingga 66,1 28,9 3,9 1,1

Banjarnegara 53,9 34,4 11,5 0,2

Kebumen 68,7 24,7 5,1 1,4

Purworejo 56,9 36,3 5,7 1,2

Wonosobo 62,2 32,8 3,8 1,2

Magelang 75,7 21,8 2,2 0,3

Boyolali 73,3 22,1 3,2 1,4

Klaten 75,3 23,9 0,8 0,0

Sukoharjo 79,8 17,7 2,4 0,2

Wonogiri 74,8 20,4 4,2 0,6

Karanganyar 80,8 14,7 4,2 0,3

Sragen 74,0 21,4 3,3 1,2

Grobogan 43,4 49,0 6,2 1,4

Blora 37,4 52,5 8,7 1,4

Rembang 70,4 24,4 4,9 0,3

Pati 49,2 37,5 7,4 5,9

Kudus 84,7 14,3 0,7 0,3

Jepara 71,9 25,7 1,7 0,8

Demak 52,7 42,8 4,3 0,2

Semarang 82,7 14,9 2,3 0,1

Temanggung 64,3 29,6 5,4 0,7

Kendal 68,3 27,9 2,9 0,8

Batang 79,9 18,5 1,5 0,1

Pekalongan 73,7 21,9 1,9 2,4

Pemalang 66,7 27,2 3,0 3,1

Tegal 66,6 28,4 4,1 0,8

Brebes 53,7 37,3 6,7 2,3

Kota Magelang 97,7 2,3 0,0 0,0

Kota Surakarta 93,6 5,9 0,5 0,0

Kota Salatiga 93,9 5,3 0,2 0,5

Kota Semarang 83,1 15,7 1,0 0,2

Kota Pekalongan 92,9 6,6 0,5 0,0

Kota Tegal 81,3 16,9 1,5 0,3

JAWA TENGAH 67,7 27,3 3,9 1,1

Page 79: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

24

Tabel 3.10 memberi informasi tentang waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu dilihat dari karakteristik tipe daerah dan kuintil indeks kepemilikan. Pada rumah tangga dengan waktu tempuh ≤ 15 menit yang di perkotaan 80,9 persen dan perdesaan 57,1 persen.Dengan waktu tempuh 16-30‘ di perkotaan 17,6 persen dan perdesaan 35,1 persen. Sedangkan waktu tempuh >60‘ di perkotaan 0,4 persen dan perdesaan 1,8 persen.

Pada rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan dengan waktu tempuh ≤ 15‘ penduduk teratas 79,4 persen dan terbawah 52,6 persen. Waktu tempuh 16-30‘ pada penduduk terbawah 37,1 persen dan teratas 18,5 persen. Sedangkan dengan waktu tempuh >60‘ penduduk terbawah 2,8 persen dan teratas 0,3 persen.

Tabel 3.10 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju Puskesmas atau Puskesmas pembantu

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Tipe daerah

Perkotaan 80,9 17,6 1,2 0,3

Perdesaan 57,1 35,1 6,1 1,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 52,5 37,1 7,6 2,8

Menengah Bawah 62,5 31,8 4,6 1,0

Menengah 71,6 24,7 3,1 0,7

Menengah Atas 73,6 23,7 2,1 0,7

Teratas 79,4 18,5 1,9 0,3

Total 67,7 27,3 3,9 1,1

Page 80: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

25

Tabel 3.11 waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu masih didominasi ≤15 menit sejumlah 96,8 persen dan disusul pada 16-30 menit sejumlah 2,7 persen. Jika dilihat waktu ≤15‘, terbanyak di Karanganyar 99,6 persen dan terendah di Pati 88,9 persen. Waktu tempuh 16-30‘ terbanyak di Pati 9,7 persen dan terendah di Magelang 0 persen.

Untuk waktu tempuh 31-60‘ terbanyak di Kebumen 2,0 persen dan terendah di 14 Kabupaten/Kota masing-masing 0 persen. Sedangkan waktu tempuh >60‘ terbanyak di Pati 1,2 persen dan terendah di 13 Kabupaten/Kota masing masing 0 persen.

Tabel 3.11 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju Posyandu menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Cilacap 96,5 3,1 0,0 0,5

Banyumas 96,5 2,9 0,5 0,2

Purbalingga 97,7 1,9 0,0 0,4

Banjarnegara 92,4 7,3 0,0 0,4

Kebumen 90,6 7,4 2,0 0,0

Purworejo 92,9 6,6 0,1 0,4

Wonosobo 98,2 1,7 0,0 0,1

Magelang 99,1 0,9 0,0 0,0

Boyolali 97,5 2,1 0,0 0,4

Klaten 98,0 1,5 0,2 0,3

Sukoharjo 95,3 4,2 0,5 0,0

Wonogiri 95,9 3,9 0,0 0,1

Karanganyar 99,6 0,3 0,0 0,0

Sragen 98,1 0,9 0,9 0,1

Grobogan 98,2 1,1 0,3 0,3

Blora 93,5 6,5 0,0 0,0

Rembang 96,0 2,5 1,2 0,4

Pati 88,9 9,7 0,2 1,2

Kudus 97,8 1,9 0,2 0,0

Jepara 99,3 0,4 0,2 0,1

Demak 98,0 1,8 0,2 0,0 Semarang 98,2 1,5 0,3 0,0 Temanggung 98,2 1,6 0,2 0,0 Kendal 95,2 3,7 0,6 0,5

Batang 99,3 0,7 0,0 0,0

Pekalongan 97,9 1,7 0,2 0,2

Pemalang 97,1 2,2 0,1 0,6

Tegal 96,8 3,2 0,0 0,0

Brebes 97,7 2,1 0,1 0,0

Kota Magelang 99,5 0,0 0,5 0,0

Kota Surakarta 99,4 0,3 0,2 0,2

Kota Salatiga 99,0 0,7 0,0 0,2

Kota Semarang 98,2 1,5 0,2 0,2

Kota Pekalongan 99,1 0,6 0,0 0,3

Kota Tegal 98,8 0,9 0,0 0,3

JAWA TENGAH 96,8 2,7 0,3 0,2

Page 81: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

26

Tabel 3.12 menampilkan waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut tipe daerah dan kuintil indeks kepemilikan. Untuk waktu tempuh ≤ 15 menit di perkotaan 98,3 persen dan perdesaan 95,7 persen. Dengan waktu 16-30 menit di perkotaan 1,4 persen dan perdesaan 3,7 persen.

Pada kuintil indeks kepemilikan dengan waktu tempuh ke posyandu ≤ 15 menit pada penduduk teratas 98,2 persen dan terbawah 93,8 persen. Dengan waktu tempuh 16-30 menit pada penduduk terbawah 5,4 persen dan menengah teratas serta teratas masing masing 1,3 persen.

Tabel 3.12

Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju Posyandu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Tipe daerah

Perkotaan 98,3 1,4 0,2 0,1

Perdesaan 95,7 3,7 0,3 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 93,8 5,4 0,5 0,3

Menengah Bawah 97,2 2,6 0,1 0,0

Menengah 97,4 2,1 0,2 0,3

Menengah Atas 97,4 2,1 0,3 0,2

Teratas 98,2 1,3 0,1 0,3

Total 96,8 2,7 0,3 0,2

Page 82: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

27

Tabel 3.13 waktu tempuh rumah tangga menuju polindes di Provinsi Jawa Tengah masih didominasi dengan waktu ≤ 15 menit sejumlah 95,9 persen dan disusul dengan waktu 16-30 menit sejumlah 3,5 persen. Dengan waktu tempuh ≤ 15 menit terbanyak di 5 Kabupaten/Kota masing-masing 100 persen dan terendah di Kota Magelang 0 persen.

Tabel 3.13 Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju Polindes menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Cilacap 95,3 3,9 0,3 0,5

Banyumas 95,7 3,9 0,3 0,1

Purbalingga 96,5 3,5 0,0 0,0

Banjarnegara 95,4 3,6 0,0 1,0

Kebumen 94,9 3,8 1,3 0,0

Purworejo 94,2 5,8 0,0 0,0

Wonosobo 98,6 1,1 0,0 0,3

Magelang 95,7 4,3 0,0 0,0

Boyolali 97,5 1,8 0,7 0,0

Klaten 97,7 2,3 0,0 0,0

Sukoharjo 99,1 0,1 0,0 0,8

Wonogiri 96,9 3,1 0,0 0,0

Karanganyar 98,8 0,0 1,0 0,2

Sragen 97,2 2,3 0,5 0,0

Grobogan 94,0 4,3 0,0 1,7

Blora 88,3 10,8 0,0 1,0

Rembang 100,0 0,0 0,0 0,0

Pati 87,6 11,3 1,1 0,0

Kudus 97,8 1,1 0,0 1,1

Jepara 98,6 0,7 0,0 0,7

Demak 95,2 4,8 0,0 0,0

Semarang 98,4 1,6 0,0 0,0

Temanggung 94,7 4,8 0,5 0,0

Kendal 97,9 2,1 0,0 0,0

Batang 98,1 1,9 0,0 0,0

Pekalongan 92,8 7,2 0,0 0,0

Pemalang 96,5 3,5 0,0 0,0

Tegal 87,5 8,7 2,3 1,5

Brebes 98,9 1,1 0,0 0,1

Kota Magelang 0,0 0,0 0,0 0,0

Kota Surakarta 100,0 0,0 0,0 0,0

Kota Salatiga 100,0 0,0 0,0 0,0

Kota Semarang 60,2 39,8 0,0 0,0

Kota Pekalongan 100,0 0,0 0,0 0,0

Kota Tegal 100,0 0,0 0,0 0,0

JAWA TENGAH 95,9 3,5 0,3 0,3

Page 83: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

28

Tabel 3.14 waktu tempuh rumah tangga menuju polindes ≤ 15 menit di perkotaan 98,2 persen dan perdesaan 94,6 persen. Dengan waktu tempuh 16-30 menit di perkotaan 1,5 persen dan perdesaan 4,6 persen. Pada kuintil indeks kepemilikan dengan waktu ≤ 15 menit pada peduduk teratas 98,0 persen dan terbawah 91,3 persen.

Tabel 3.14

Persentase waktu tempuh rumah tangga menuju Polindes menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Waktu tempuh (menit)

≤ 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Tipe daerah

Perkotaan 98,2 1,5 0,0 0,3

Perdesaan 94,6 4,6 0,5 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 91,3 7,7 0,4 0,6

Menengah Bawah 95,7 3,6 0,5 0,2

Menengah 97,3 1,9 0,5 0,3

Menengah Atas 96,8 3,0 0,0 0,2

Teratas 98,0 1,7 0,0 0,2

Page 84: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

29

Tabel 3.15 memperlihatkan biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah. Pada biaya transportasi ini didominasi ≤Rp.10.000 sejumlah 68,6 persen; >Rp.10.000- Rp.50.000 sejumlah 27,1 persen; >Rp.50.000 sejumlah 4,3 persen. Pada biaya transportasi ≤ Rp.10.000 menurut kabupaten/kota terbanyak di Kota Magelang 100 persen dan terendah di Pemalang 36,5 persen. Dari data ini memperlihatkan bahwa biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah masih dapat dijangkau dengan biaya mayoritas kurang dari Rp.10.000.

Tabel 3.15 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 Tidak

menjawab

Cilacap 47,0 39,9 13,1

Banyumas 82,4 15,8 1,8

Purbalingga 63,2 33,5 3,3

Banjarnegara 51,7 44,2 4,1

Kebumen 68,4 29,5 2,1

Purworejo 61,4 36,4 2,1

Wonosobo 76,8 20,8 2,4

Magelang 91,5 8,1 0,5

Boyolali 67,4 30,0 2,5

Klaten 72,5 23,9 3,5 0,2

Sukoharjo 69,1 30,7 0,2

Wonogiri 47,3 42,1 10,3 0,3

Karanganyar 60,9 26,3 12,8

Sragen 64,3 33,7 2,0

Grobogan 54,1 45,6 0,3

Blora 47,4 43,3 9,3

Rembang 73,9 25,0 1,0

Pati 74,0 24,4 1,6

Kudus 95,4 4,6

Jepara 61,5 32,8 5,8

Demak 70,9 28,2 0,9

Semarang 88,6 10,4 1,0

Temanggung 80,5 5,4 14,1

Kendal 69,8 28,5 1,7

Batang 82,6 17,3 0,1

Pekalongan 70,7 27,3 2,0

Pemalang 36,5 41,8 21,7

Tegal 68,0 29,4 2,6

Brebes 56,5 37,8 5,7

Kota Magelang 100,0

Kota Surakarta 93,9 5,8 0,3

Kota Salatiga 98,3 1,7

Kota Semarang 82,6 14,9 2,5

Kota Pekalongan 89,4 10,3 0,3

Kota Tegal 84,8 14,4 0,8

JAWA TENGAH 68,6 27,1 4,3 0,0

Page 85: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

30

Tabel 3.16 memberi informasi tentang karakteristik rumah tangga tentang biaya transportasi

menuju rumah sakit pemerintah ≤Rp.10.000 di perkotaan 78,8 persen dan perdesaan 59,6

persen. Untuk biaya transportasi >Rp.10.000–Rp.50.000 di perkotaan 18,9 persen dan perdesaan 34,4 persen.

Jika dilihat dari kuintil indeks kepemilikan dengan biaya ≤Rp. 10.000 pada penduduk menengah atas 74,6 persen dan terbawah 60,6 persen. Sedangkan pada biaya transportasi >Rp.10.000– Rp.50.000 pada penduduk terbawah 34,6 persen dan menengah atas 22,4 persen. Biaya transportasi > Rp.50.000 di perdesaan lebih banyak dibandingkan dengan perkotaan.

Tabel 3.16

Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 Tidak

menjawab

Tipe daerah Perkotaan 78,8 18,9 2,3 0,0

Perdesaan 59,6 34,4 6,0 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 60,6 34,6 4,9 0,0

Menengah Bawah

63,7 30,3 6,0

Menengah 70,4 25,8 3,7 0,1

Menengah Atas 74,6 22,4 2,9

Teratas 72,2 23,8 4,0

Page 86: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

31

Tabel 3.17 memberi informasi tentang biaya transportasi sekali jalan menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut kabupaten/kota terbanyak pada besaran biaya ≤Rp.10.000 (94,3%), kemudian antara >Rp.10.000–Rp.50.000 (5,5%), >Rp.50.000 (0,1%). Jika dilihat dari biaya transportasi ≤Rp.10.000, maka terbanyak di Kota Magelang 100 persen dan terendah di Banjarnegara 78,8 persen. Sedangkan biaya transportasi antara >Rp.10.000–Rp.50.000, terbanyak di Banjarnegara 21,1 persen dan terendah di Kota Magelang 0 persen.

Tabel 3.17 Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 Tidak

menjawab

Cilacap 93,1 6,8 0,1 0,0

Banyumas 96,2 3,5 0,1 0,3

Purbalingga 92,6 7,2 0,2 0,0 Banjarnegara 78,8 21,1 0,0 0,0 Kebumen 97,8 2,2 0,0 0,0 Purworejo 86,1 13,6 0,2 0,0 Wonosobo 96,2 3,6 0,0 0,1

Magelang 99,1 0,9 0,0 0,0

Boyolali 96,4 3,3 0,1 0,1

Klaten 91,6 8,4 0,0 0,0 Sukoharjo 96,9 3,1 0,0 0,0 Wonogiri 98,2 1,7 0,1 0,0 Karanganyar 82,3 17,0 0,7 0,0 Sragen 94,1 5,6 0,3 0,0 Grobogan 96,9 3,1

0,0

Blora 86,9 12,5 0,6 0,0 Rembang 98,9 1,1 0,1 0,0 Pati 88,1 11,9 0,0 0,0 Kudus 99,9 0,1 0,0 0,0 Jepara 98,3 1,6 0,0 0,0 Demak 95,7 4,3 0,0 0,0 Semarang 99,2 0,7 0,0 0,1

Temanggung 95,6 4,0 0,4 0,0 Kendal 95,2 4,8 0,0 0,0 Batang 99,5 0,5 0,0 0,0 Pekalongan 99,6 0,4 0,0 0,0 Pemalang 90,8 8,7 0,5 0,0 Tegal 95,6 4,4 0,0 0,0 Brebes 91,5 7,8 0,7 0,0 Kota Magelang 100,0 0,0 0,0 0,0 Kota Surakarta 99,2 0,8 0,0 0,0 Kota Salatiga 99,7 0,3 0,0 0,0 Kota Semarang 97,1 2,6 0,1 0,2

Kota Pekalongan 97,7 2,3 0,0 0,0 Kota Tegal 96,0 3,9 0,1 0,0

JAWA TENGAH 94,3 5,5 0,1 0,0

Page 87: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

32

Tabel 3.18 menurut karakteristik tempat tinggal dimana biaya transportasi sekali jalan menuju puskesmas atau puskesmas pembantu dengan kategori ≤Rp.10.000 di perkotaan 96,8 persen dan perdesaan 92,3 persen. Untuk biaya antara >Rp. 10.000–Rp.50.000 di perkotaan 3,1 persen dan perdesaan 7,4 persen. Jika dilihat dari kuintil indeks kepemilikan, biaya transportasi ≤Rp.10.000, maka penduduk menengah atas 96,4 persen dan terbawah 90,8 persen. Biaya transportasi antara >Rp. 10.000-Rp.50.000 pada penduduk terbawah 8,9 persen dan menengah atas 3,2 persen. Untuk biaya transportasi antara >Rp.50.000 pada penduduk teratas 0,1 persen dan penduduk terbawah 0,2 persen.

Tabel 3.18

Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju puskesmas atau puskesmas pembantu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 Tidak

menjawab

Tipe daerah

Perkotaan 96,8 3,1 0,0 0,0

Perdesaan 92,3 7,4 0,2 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 90,8 8,9 0,2 0,0

Menengah Bawah 93,2 6,6 0,1 0,0

Menengah 96,5 3,4 0,1 0,0

Menengah Atas 96,6 3,2 0,2 0,0

Teratas 94,6 5,2 0,1 0,1

Page 88: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

33

Tabel 3.19 menampilkan biaya transportasi rumah tangga sekali jalan menuju posyandu menurut kabupaten/kota terbanyak dengan biaya ≤ Rp.10.000 (99,7%), antara >Rp.10.000 (0,3%). Jika dilihat per kabupaten/kota yang mengeluarkan biaya transportasi ≤ Rp.10.000 terdapat pada 18 kabupaten/kota masing masing 100 persen dan terendah di Blora 95,9 persen.

Tabel 3.19

Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju posyandu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 Tidak

Menjawab

Cilacap 99,4 0,6

Banyumas 99,7 0,3

Purbalingga 99,9 0,1

Banjarnegara 99,8 0,2

Kebumen 100,0

Purworejo 99,0 1,0

Wonosobo 100,0

Magelang 99,9

0,1

Boyolali 99,2 0,4 0,4

Klaten 99,6 0,4

Sukoharjo 99,9 0,1

Wonogiri 99,9

0,1

Karanganyar 98,6 1,4

Sragen 100,0

Grobogan 100,0

Blora 95,9 4,1

Rembang 99,5 0,5

Pati 98,2 1,8

Kudus 100,0

Jepara 99,6 0,4

Demak 100,0

Semarang 100,0 0,0

Temanggung 100,0

Kendal 100,0

Batang 100,0

Pekalongan 100,0

Pemalang 100,0

Tegal 100,0

Brebes 99,9 0,1

Kota Magelang 100,0

Kota Surakarta 100,0

Kota Salatiga 100,0

Kota Semarang 100,0

Kota Pekalongan 100,0

Kota Tegal 99,6 0,4

JAWA TENGAH 99,7 0,3 0,0

Page 89: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

34

Tabel 3.20 biaya transportasi rumah tangga sekali jalan menuju posyandu menurut karakteristik dengan biaya ≤Rp.10.000 di perkotaan 99,8 persen dan perdesaan 99,6 persen. Sedangkan besar biaya transportasi antara >Rp.10.000 di perkotaan 0,2 persen dan perdesaan 0,4 persen.

Menurut kuintil indeks kepemilikan bahwa biaya transportasi ≤Rp.10.000 pada penduduk menengah atas maupun terbawah masing-masing 99,8 persen.

Tabel 3.20

Persentase biaya transportasi rumah tangga menuju posyandu berdasarkan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 Tidak

Menjawab

Tipe daerah

Perkotaan 99,8 0,2 0,0

Perdesaan 99,6 0,4 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 99,8 0,2 0,0

Menengah Bawah 99,5 0,4 0,1

Menengah 99,8 0,1 0,0

Menengah Atas 99,8 0,2 0,0

Teratas 99,4 0,6 0,0

Daftar Pustaka

Badan litbangkes 2007, Riset Kesehatan Dasar 2007, Badan litbangkes Kemenkes RI, Jakarta Kementerian kesehatan RI, 2007, Permenkes RI nomor 949 tahun 2007 tentang tentang kriteria sarana pelayanan kesehatan terpencil dan sangat terpencil, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan di DTPK, Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, Kemenkes RI, Jakarta.

Kementerian kesehatan RI, 2013, Permenkes RI nomor 6 tahun 2013 tentang kriteria fasilitas pelayanan kesehatan terpencil, sangat terpencil, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak diminati, Jakarta.

Suharmiati; Handayani L.; Kristiana L., 2012, Faktor Faktor yang mempengaruhi keterjangkauan pelayanan kesehatan di puskesmas terpencil perbatasan di kabupaten Sambas (Studi kasus di Puskesmas Sajingan Besar), Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, volume 15, No.3 Juli 2012, ISSN:1410-2935.

Page 90: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

35

BAB 4. FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

Budi Santoso

Bahasan Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) bertujuan mengetahui proporsi rumah tangga (RT) yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), rumah tangga yang memiliki pengetahuan benar tentang Obat Generik (OG) dan sumber informasi tentang OG. Pertanyaan Yankestrad mencakup jenis dan alasan memanfaatkan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir. Farmasi dan Yankestrad merupakan bahasan baru yang dikumpulkan informasinya pada Riskesdas Provinsi Jawa tengah 2013. Hasil lebih rinci dari blok Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam angka Provinsi Jawa Tengah halaman 53 sd 60, tabel 4.1 sd 4.12.

4.1. Obat dan Obat Tradisional (OT) di Rumah Tangga

Data obat yang disimpan di rumah tangga dalam Riskesdas 2013 meliputi obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika dipisahkan dalam penyajian data ini karena penggunaan di masyarakat cukup tinggi dan tidak rasional dapat memicu perkembangan resistensi mikroba.

Sebesar 31,9 persen rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), dengan proporsi tertinggi rumah tangga di Kabupaten Boyolali (55,5%) dan terendah di Kabupaten Rembang (12,0%). Rerata sediaan obat yang disimpan hampir 3 macam, tertinggi di Kota Salatiga (4) dan terendah (2) di Kabupaten Pemalang (Tabel 4.1).

Page 91: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

36

Tabel 4.1 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang disimpan

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Menyimpan obat

Ya (%) Rerata jumlah obat

Cilacap 34,8 2,7

Banyumas 36,0 2,6

Purbalingga 25,4 2,5

Banjarnegara 19,9 2,2

Kebumen 42,5 2,8

Purworejo 27,9 2,4

Wonosobo 26,1 3,0

Magelang 37,7 2,6

Boyolali 55,5 2,8

Klaten 44,0 2,4

Sukoharjo 24,2 2,9

Wonogiri 38,9 2,6

Karanganyar 24,7 2,6

Sragen 16,1 2,5

Grobogan 19,9 2,7

Blora 20,7 2,1

Rembang 12,0 2,6

Pati 21,8 2,5

Kudus 27,3 2,3

Jepara 28,0 2,7

Demak 34,3 2,4

Semarang 41,8 2,6

Temanggung 31,6 2,8

Kendal 20,6 2,3

Batang 33,9 2,1

Pekalongan 22,1 2,2

Pemalang 22,3 2,0

Tegal 39,1 2,5

Brebes 24,7 2,3

Kota Magelang 47,2 3,4

Kota Surakarta 45,8 3,5

Kota Salatiga 51,8 4,2

Kota Semarang 55,1 3,1

Kota Pekalongan 27,2 2,8

Kota Tegal 47,6 2,5

JAWA TENGAH 31,9 2,6

Page 92: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

37

Berdasarkan karakteristik, hampir tidak ada perbedaan dalam hal jenis obat yang disimpan di rumah tangga. Dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Proporsi RT yang menyimpan obat keras 33,7 persen dan antibiotika 24,3 persen (Tabel 4.2).

Antibiotika merupakan bagian dari obat keras. pemisahan data antibiotika pada Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 ini bertujuan untuk memberi perhatian kepada pengelola program kesehatan karena penggunaan sendiri tanpa pengawasan dapat menyebabkan resistensi.

Tabel 4.2

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat berdasarkan jenis obat menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Obat keras Obat bebas

Antibiotika Obat tradisional

Obat tidak teridentifikasi

Tempat tinggal

Perkotaan 34,6 79,1 23,3 18,0 6,1

Perdesaan 32,6 77,7 25,4 15,0 7,9

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 31,0 74,6 24,8 16,1 7,1

Menengah bawah 32,1 74,6 25,5 15,0 9,4 Menengah 34,7 76,8 23,4 13,4 6,9 Menengah atas 33,3 79,1 24,2 16,3 6,8

Teratas 35,5 83,7 24,1 20,4 5,4

Page 93: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

38

Tabel 4.3 menunjukkan rumah tangga menyimpan antibiotika dan obat keras yang diperoleh tanpa resep dokter. Secara propinsi 82,0 persen rumah tangga menyimpan obat keras yang diperoleh tanpa resep dengan proporsi tertinggi di Kabupaten Pemalang (94,3%) dan terendah di Kota Salatiga (72,0%). Delapan puluh tujuh koma satu persen rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep, dengan proporsi tertinggi di Kabupaten Banjarnegara (94,5%) dan terendah di Kota Salatiga (76,2%).

Tabel 4.3 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/ Kota Jenis obat tanpa resep

Obat keras Antibiotika

Cilacap 86,4 88,7

Banyumas 72,4 82,9

Purbalingga 90,1 89,7

Banjarnegara 90,1 94,5

Kebumen 80,9 79,5

Purworejo 83,3 89,6

Wonosobo 78,9 85,5

Magelang 75,8 80,7

Boyolali 81,1 89,2

Klaten 76,6 90,8

Sukoharjo 74,8 93,1

Wonogiri 81,4 87,3

Karanganyar 78,3 92,6

Sragen 78,6 88,9

Grobogan 77,1 87,7

Blora 86,4 92,6

Rembang 84,6 81,9

Pati 79,8 88,8

Kudus 84,3 87,7

Jepara 80,6 77,4

Demak 88,9 90,5

Semarang 84,8 83,6

Temanggung 89,5 87,4

Kendal 78,4 84,2

Batang 84,7 84,6

Pekalongan 87,4 81,8

Pemalang 94,3 93,8

Tegal 80,5 85,6

Brebes 82,5 87,1

Kota Magelang 74,6 83,6

Kota Surakarta 82,3 90,6

Kota Salatiga 72,0 76,2

Kota Semarang 84,5 91,0

Kota Pekalongan 77,0 86,8

Kota Tegal 87,5 91,6

JAWA TENGAH 82,0 87,1

Page 94: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

39

Tabel 4.4 menunjukkan apotek dan toko obat/warung merupakan sumber utama mendapatkan obat rumah tangga dengan proporsi masing-masing 41,5 persen dan 34,2 persen. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di apotek lebih tinggi di perkotaan, sebaliknya proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di warung/toko dan langsung dari tenaga kesehatan (nakes) lebih tinggi di perdesaan dengan proporposi masing-masing(37,6%) dan (30,8%), dan di pelayanan kesehatan formal (puskesmas, rumah sakit, klinik), proporsi di perkotaan dibanding perdesaan hampir sama (15,7%) dan (15,1%).

Tabel 4.4 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Apotek Toko obat/ warung

Yankes formal

Nakes Lain-lain

Tempat tinggal

Perkotaan 50,3 31,0 15,7 20,9 20,9

Perdesaan 31,9 37,6 15,1 30,8 30,8 Kuantil indeks kepemilikan

Terbawah 23,3 40,7 16,1 31,7 3,6

Menengah bawah 31,2 35,5 16,2 30,2 4,2

Menengah 38,0 36,7 18,5 23,9 3,5 Menengah atas 44,3 33,3 15,3 24,2 4,5 Teratas 57,5 28,9 12,1 22,4 4,6

Page 95: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

40

Tabel 4.5 menunjukkan status obat yang ada di rumah tangga untuk tujuan swamedikasi. Status obat dikelompokkan menurut obat yang ‗sedang digunakan‘, obat ‗untuk persediaan‘ jika sakit, dan ‗obat sisa‘. Obat sisa dalam hal ini adalah obat sisa resep dokter atau obat sisa dari penggunaan sebelumnya yang tidak dihabiskan. Secara provinsi 45,1 persen rumah tangga menyimpan obat sisa, lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk persediaan (38,3%). Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat sisa sedikit lebih tinggi di perdesaan dan kuintil indeks kepemilikan juga tertinggi.

Hampir 50 persen rumah tangga menyimpan obat sisa. Swamedikasi penyimpanan obat sisa di rumah tangga dapat menimbulkan dampak pada kesehatan sebagai akibat obat berjamur, kadaluwarso, dan sebagainya.

Tabel 4.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Status obat di rumah tangga

Sedang digunakan Untuk persediaan Obat sisa

Tempat tinggal Perkotaan 33,4 43,1 44,5

Perdesaan 37,6 33,2 45,7

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 40,6 27,0 44,8

Menengah bawah 40,2 31,1 44,2

Menengah 35,5 34,9 45,3

Menengah atas 31,8 41,1 46,5

Teratas 32,7 49,0 44,4

Page 96: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

41

4.2. Pengetahuan Rumah Tangga tentang Obat Generik (OG)

Tabel pada sub-blok ini menyajikan informasi proporsi rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar dan ‘berpengetahuan benar‘, serta persepsi mengenai OG. Definisi rumah tangga ‘berpengetahuan benar‘ tentang OG adalah rumah tangga mengetahui bahwa obat generik merupakan obat yang khasiatnya sama dengan obat bermerek dan tanpa menggunakan merek dagang. Selain itu pada sub-blok ini juga disajikan proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi OG.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa secara provinsi terdapat 29,1 persen rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar mengenai OG. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (87,3%) tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang OG.

Tabel 4.6

Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG ) menurut kabupaten/ kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Mengetahui tentang

OG Pengetahuan tentang OG

Benar Salah

Cilacap 35,6 16,2 83,8

Banyumas 32,7 10,4 89,6

Purbalingga 25,1 4,0 96,0

Banjarnegara 25,0 1,9 98,1

Kebumen 25,1 16,9 83,1

Purworejo 30,4 10,3 89,7

Wonosobo 16,9 12,3 87,7

Magelang 32,5 14,8 85,2

Boyolali 31,7 12,4 87,6

Klaten 31,4 5,0 95,0

Sukoharjo 29,0 18,7 81,3

Wonogiri 34,1 19,7 80,3

Karanganyar 40,1 3,2 96,8

Sragen 27,9 20,4 79,6

Grobogan 13,1 15,3 84,7

Blora 23,0 31,3 68,7

Rembang 9,6 3,0 97,0

Pati 15,3 12,0 88,0

Kudus 37,3 10,2 89,8

Jepara 19,3 17,6 82,4

Demak 26,3 8,6 91,4

Semarang 36,1 16,8 83,2

Temanggung 21,1 16,5 83,5

Kendal 20,0 4,9 95,1

Batang 17,4 4,0 96,0

Pekalongan 31,9 16,2 83,8

Pemalang 21,4 1,3 98,7

Tegal 28,6 6,8 93,2

Brebes 15,9 7,3 92,7

Kota Magelang 65,5 15,4 84,6

Kota Surakarta 54,9 18,4 81,6

Kota Salatiga 62,2 15,7 84,3

Kota Semarang 70,0 17,7 82,3

Kota Pekalongan 44,7 7,5 92,5

Kota Tegal 61,9 8,5 91,5

JAWA TENGAH 29,1 12,7 87,3

Page 97: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

42

Tabel 4.7 menunjukkan pengetahuan benar tentang OG rendah baik di rumah tangga perkotaan maupun di perdesaan. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi proporsi RT dengan pengetahuan benar tentang OG.

Tabel 4.7

Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG ) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Mengetahui tentang OG

Pengetahuan tentang OG

Benar Salah

Tempat tinggal Perkotaan 40,4 13,1 86,9

Perdesaan 20,0 12,0 88,0

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 8,8 7,7 92,3

Menengah bawah 17,5 11,3 88,7

Menengah 26,4 9,2 90,8

Menengah atas 36,6 12,3 87,7

Teratas 58,7 15,9 84,1

Tabel 4.8 menunjukkan 79,5 persen rumah tangga mempunyai persepsi OG sebagai obat murah dan 70,6 persen obat program pemerintah. Sebesar 38,6 persen rumah tangga mempersepsikan OG berkhasiat sama dengan obat bermerek. Persepsi tersebut perlu di promosikan lebih gencar untuk mendorong penggunaan OG lebih luas dan lebih baik dimasyarakat. Proporsi rumah tangga dengan persepsi bahwa OG adalah obat tanpa merek dagang, sanat rendah (19,9%), padahal persepsi tersebut adalah salah satu persepsi benar yang diharapkan diketahui masyarakat luas.

Tabel 4.8

Proporsi rumah tangga berdasarkan persepsinya tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Persepsi rumah tangga tentang OG

Obat gratis

Obat murah

Obat bagi pasien miskin

Dapat dibeli di warung

Obat tanpa merek dagang

Khasiat sama dg obat ber merek

Obat program

pemerintah

Tempat tinggal Perkotaan 40,3 82,5 44,5 17,2 20,3 40,5 71,5 Perdesaan 38,8 74,7 42,8 16,6 19,3 35,5 69,1

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 39,5 67,9 43,8 17,9 16,2 28,8 68,2 Menengah bawah 38,6 71,6 43,8 17,6 18,0 33,5 64,6 Menengah 38,5 78,4 46,3 15,9 15,1 34,2 68,8 Menengah atas 40,6 80,9 45,7 17,2 20,2 37,5 70,8 Teratas 40,1 83,6 41,5 17,0 23,3 44,7 73,7

Page 98: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

43

Tabel 4.9 menunjukkan informasi tentang OG paling banyak dan hampir sama diperoleh dari media elektronik dan tenaga kesehatan (58,5%) dan (58,0%). Informasi dari tenaga kesehatan lebih banyak diperoleh di perkotaan (59,3%) dari pada di perdesaan (56,0%) Sumber informasi OG dari media cetak dan elektronik lebih banyak di akses oleh rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi. Persepsi yang menyatakan obat gratis, obat murah, obat bagi pasien miskin, dapat dibeli di warung, obat tanpa merk dagang dan kasiatnya sama dengan obat bermerk proposinya sedikit lebih tinggi di perdesaan, dan proposi persepsi yang menyatakan obat program pemerintah sedikit lebih tinggi di perkotaan.

Tabel 4.9

Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Sumber informasi tentang OG

Media cetak

Media elektronik

Tenaga kesehatan

Kader, toma

Teman, kerabat

Pendidikan

Tempat tinggal Perkotaan 29,0 59,5 59,3 17,0 19,2 9,1 Perdesaan 22,3 56,9 56,0 18,0 19,7 6,6

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 16,1 52,3 49,2 13,3 15,8 2,1 Menengah bawah 15,1 49,9 50,7 14,3 20,0 4,6 Menengah 20,1 52,3 54,1 16,0 17,7 5,4 Menengah atas 25,2 59,1 59,4 17,5 18,8 6,2 Teratas 35,7 64,9 62,8 19,6 21,0 13,0

Page 99: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

44

4.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad)

Yankestrad terdiri dari 4 jenis, yaitu Yankestrad ramuan (pelayanan kesehatan yang menggunakan jamu, aromaterapi, gurah, homeopati dan spa), keterampilan dengan alat (akupunktur, chiropraksi, kop/bekam, apiterapi, ceragem, dan akupresur), keterampilan tanpa alat (pijat-urut, pijat-urut khusus ibu/bayi, pengobatan patah tulang, dan refleksi), dan keterampilan dengan pikiran (hipnoterapi, pengobatan dengan meditasi, prana, dan tenaga dalam).

Tabel 4.10

Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan

menurut kabupaten/ kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Pernah memanfaatkan

yankestrad

Jenis Yankestrad

Ramuan Keterampilan

Dengan alat Tanpa alat Dengan pikiran

Cilacap 24,8 37,4 4,0 88,3 2,4 Banyumas 14,4 10,3 6,6 83,3 1,4 Purbalingga 10,7 25,7 8,7 68,0 12,4 Banjarnegara 3,8 18,8 6,3 79,6 3,1 Kebumen 23,1 39,3 16,5 64,2 0,5 Purworejo 30,3 26,8 3,7 77,1 2,4 Wonosobo 13,3 13,2 5,7 81,0 2,5 Magelang 68,9 57,9 5,8 87,7 1,3 Boyolali 41,7 35,8 8,7 74,8 1,4 Klaten 36,9 72,3 5,0 43,3 0,1 Sukoharjo 6,6 63,2 15,8 48,2 - Wonogiri 23,9 38,2 6,2 75,0 1,6 Karanganyar 20,8 34,8 7,2 75,0 3,4 Sragen 14,9 69,0 11,7 52,5 0,2 Grobogan 31,4 39,6 3,4 90,5 0,9 Blora 29,4 51,7 2,4 83,6 0,2 Rembang 10,1 46,4 2,7 65,0 - Pati 35,3 34,4 3,2 93,5 6,1 Kudus 36,2 60,0 0,9 60,6 1,0 Jepara 38,5 39,5 3,5 84,8 1,8 Demak 36,3 53,1 7,0 71,7 1,3 Semarang 39,6 54,2 9,3 73,0 2,4 Temanggung 53,6 23,0 5,3 87,6 3,7 Kendal 19,2 64,6 3,6 56,8 4,6 Batang 27,5 19,1 3,5 87,7 1,9 Pekalongan 26,3 71,3 7,0 69,6 3,6 Pemalang 17,6 48,3 5,5 58,3 3,3 Tegal 28,7 63,3 9,7 53,4 1,4 Brebes 21,9 74,4 3,4 38,5 2,1 Kota Magelang 67,2 67,8 5,0 69,1 0,9 Kota Surakarta 25,8 32,9 10,8 66,6 3,8 Kota Salatiga 37,0 26,7 9,4 85,0 0,7 Kota Semarang 28,1 29,9 10,9 78,7 2,1 Kota Pekalongan 15,4 56,1 8,1 49,6 - Kota Tegal 55,4 69,4 7,3 59,3 1,2

JAWA TENGAH 27,7 46,4 6,2 73,5 2,1

Page 100: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

45

Tabel 4.10 menunjukkan proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad tertinggi di kabupaten Magelang (68,9%) dan kota Magelang (67,2%), terendah di kabupaten Banjarnegara (3,8%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad ramuan tertinggi di kota Tegal (69,4%) dan yang terendah di kabupaten Banyumas (10,3%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan alat tertinggi di Kabupaten Kebumen (16,5%) dan terendah di kabupaten Kudus (0,9%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat tertinggi di kabupaten Cilacap (88,3%) dan terendah di kabupaten Klaten (43,3%). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan pikiran tertinggi di kabupaten Purbalingga (12,4%) dan terendah di kabupaten Klaten (0,1%).

Tabel 4.11 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis

Yankestrad yang dimanfaatkan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Pernah memanfaat-kan

yankestrad

Jenis Yankestrad

Ramuan Keterampilan

Dengan alat Tanpa alat Dengan pikiran

Tempat tinggal Perkotaan 28,9 49,6 7,2 70,0 1,8 Perdesaan 26,8 43,6 5,4 76,5 2,3

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 23,4 49,3 3,0 70,5 2,4 Menengah bawah 27,2 44,8 5,8 73,8 1,6 Menengah 26,5 50,8 5,9 71,1 1,8 Menengah atas 29,0 45,1 6,3 74,6 2,3 Teratas 33,2 43,0 9,1 76,5 2,4

Tabel 4.11 menunjukkan di provinsi Jawa Tengah proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat di perdesaan (76,5%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (70,0%). Sebaliknya, pemanfaatan Yankestrad keterampilan dengan alat di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan (7,2%) dibanding (5,4%). Yankestrad ramuan dimanfaatkan rumah tangga di perkotaan juga lebih tinggi dibanding perdesaan dengan proporsi (49,6%) dibanding (43,6%). .

Tabel 4.12 Proporsi rumah tangga berdasarkan alasan utama terbanyak memanfaatkan

Yankestrad, Provinsi Jawa Tengah 2013

Jenis Yankestrad

Alasan memanfaatkan Yankestrad

Menjaga kesehatan, kebugaran

Tradisi, keper-cayaan

Lebih manjur

Coba-coba

Putus asa Biaya murah

Yankestrad ramuan 42,6 15,9 2,1 2,6 2,3 9,5 Keterampilan dengan alat 25,2 11,5 22,5 21,9 7,6 5,2 Keterampilan tanpa alat 45,8 14,7 21,2 2,2 2,8 7,8 Keterampilan dengan pikiran 9,5 25,2 33,0 12,6 13,9 2,5

Tabel 4.12 memperlihatkan alasan utama terbanyak pemanfaatan berbagai Yankestrad oleh rumah tangga. Yankestrad ramuan, keterampilan dengan alat, dan keterampilan tanpa alat sebagian besar dimanfaatkan rumah tangga dengan alasan utama ‗menjaga kesehatan, kebugaran‘. Proporsi rumah tangga dengan alasan utama ‗coba-coba‘ cukup tinggi untuk Yankestrad keterampilan dengan alat (21,9%), perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya dampak negatif dari penggunaan alat yang belum terstandardisasi. Alasan utama karena ‗tradisi kepercayaan‘ terlihat dominan pada pemanfaatan Yankestrad keterampilan dengan pikiran (25,2%).

Page 101: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

46

Daftar Pustaka

Badan POM RI. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). 2008.

Database Registrasi, Badan POM RI. Accessed September 2013 from http://www.pom.go.id/webreg/index.php/home/produk/

Hardon A, Hodgkin C and Fresle D. How to investigate the use of medicines by consumers. WHO and University of Amsterdam, 2004.

Media Informasi Obat dan Penyakit – online. http://medicastore.com/

MIMS Indonesia.108th. Edition. 2007.

World Health Organization. Guidelines for the regulatory assessment of Medicinal Products for use in self-medication. WHO/EDM/QSM/00.1, 2000.

Page 102: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

47

BAB 5. KESEHATAN LINGKUNGAN

Astuti lamid

Topik kesehatan lingkungan pada Riskesdas 2013 ditujukan untuk mengevaluasi program yang sudah ada, menindaklanjuti upaya perbaikan yang akan dijalankan, dan mengidentifikasi faktor risiko lingkungan berbagai jenis penyakit dan gangguan kesehatan. Dengan diperolehnya data kesehatan lingkungan termutakhir, diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan. Pada Riskesdas 2013 disajikan data kesehatan lingkungan yang meliputi, air minum, sanitasi (jamban dan sampah), dan kesehatan perumahan. Data kesehatan perumahan meliputi jenis bahan bangunan, lokasi rumah dan kondisi ruang rumah, kepadatan hunian, jenis bahan bakar untuk memasak, dan penggunaan atau penyimpanan pestisida/insektisida dan pupuk kimia dalam rumah. Di samping itu disajikan data perilaku rumah tangga dalam menguras bak mandi berkaitan dengan risiko penyebaran penyakit tular vektor (DBD, malaria).

Sebagai unit analisis adalah rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan.Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menyajikan keadaan kesehatan lingkungan menurut kabupaten, tempat tinggal dan kuintil indeks kepemilikan. Hasil lebih rinci dari blok Kesehatan Lingkungan dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam angka Provinsi Jawa Tengah halaman 62 sd 127, tabel 5.1 sampai 5.66.

5.1 Air Minum

Ruang lingkup air dalam laporan Riskesdas 2013 meliputi, jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga dan minum. Rerata pemakaian air per orang per hari, jarak sumber air terhadap penampungan tinja, jarak dan waktu tempuh ke sumber air minum, anggota rumah tangga yang mengambil air, kualitas fisik air, pengelolaan (pengolahan dan penyimpanan) air minum. Tabel secara lengkap disajikan dalam Buku Riskesdas 2013 dalam Angka. Untuk akses terhadap sumber air minum digunakan kriteria JMP WHO - Unicef tahun 2006. Menurut kriteria tersebut, rumah tangga memiliki akses ke sumber air minum improved adalah rumah tangga dengan sumber air minum dari air ledeng/PDAM, sumur bor/pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung, penampungan air hujan, dan air kemasan (HANYA JIKA sumber air untuk keperluan rumah tangga lainnya improved).

Hasil menunjukkan bahwa sumber air minum rumah tangga di Jawa Tengah adalah air kemasan, air isi ulang/depot air minum, air ledeng baik dari PDAM maupun membeli eceran, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air baik terlindung maupun tidak terlindung), penampungan air hujan dan air sungai/irigasi.

Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di Jawa Tengah adalah sebesar 87,2 persen. Lima kabupaten dengan proporsi tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum improved adalah Kota Magelang (97,2%), Kota Surakarta (96,4%), Jepara (95,5%), Kota Salatiga dan Boyolali (masing-masing 95,2%); sedangkan lima kabupaten terendah adalah Purbalingga (74,2%), Purworejo (78,9%), Banjarnegara (81,1%), Temanggung (81,6%) dan Cillacap (81,8%) (Tabel 5.1).

Page 103: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

48

Tabel 5.1 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Akses ke sumber air minum

Improved Unimproved

Cilacap 81,8 18,2

Banyumas 82,7 17,3

Purbalingga 74,2 25,8

Banjarnegara 81,1 18,9

Kebumen 84,1 15,9

Purworejo 78,9 21,1

Wonosobo 89,1 10,9

Magelang 83,9 16,1

Boyolali 95,2 4,8

Klaten 84,3 15,7

Sukoharjo 93,9 6,1

Wonogiri 85,3 14,7

Karanganyar 87,7 12,3

Sragen 90,3 9,7

Grobogan 93,3 6,7

Blora 83,2 16,8

Rembang 93,1 6,9

Pati 88,6 11,4

Kudus 87,7 12,3

Jepara 95,5 4,5

Demak 85,8 14,2

Semarang 92,6 7,4

Temanggung 81,6 18,4

Kendal 93,8 6,2

Batang 92,4 7,6

Pekalongan 87,8 12,2

Pemalang 88,5 11,5

Tegal 89,0 11,0

Brebes 84,6 15,4

Kota Magelang 97,2 2,8

Kota Surakarta 96,4 3,6

Kota Salatiga 95,2 4,8

Kota Semarang 85,5 14,5

Kota Pekalongan 85,0 15,0

Kota Tegal 91,8 8,2

JAWA TENGAH 87,2 12,8 *): JMP WHO – Unicef 2006

Page 104: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

49

Berdasarkan karakteristik yang disajikan pada Tabel 5.2, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di perkotaan 90,2% lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (84,8%). Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved paling tinggi adalah rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan teratas (93,2%) dan terendah adalah indeks kepemilikan terbawah (78,5%).

Tabel 5.2

Proporsi rumah tangga berdasarkan akses ke sumber air minum berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Akses ke sumber air minum

Improved Unimproved

Tempat tinggal

Perkotaan 90,2 9,8

Perdesaan 84,8 15,2

Indeks kepemilikan

Terbawah 78,5 21,5

Menengah bawah 84,5 15,5

Menengah 89,4 10,6

Menengah atas 91,2 8,8

Teratas 93,2 6,8 *) JMP WHO – Unicef 2006

Penggunaan air dihitung dari pemakaian air untuk seluruh keperluan rumah tangga seperti untum minum, masak, MCK dan keperluan lainnya (misalnya menyiram tanaman, mencuci) dalam sehari semalam dibagi dengan jumlah kelarga. Pada rumah tangga yang menggunakan sumber air selain air sungai/danau/irigasi, pemakaian air per orang per hari oleh rumah tangga di Jawa Tengah, pada umumnya berjumlah antara 100 sampai 300 liter (37,6%). Proporsi rumah tangga tertinggi untuk pemakaian air antara 100 liter sampai 300 liter per orang per hari paling tinggi adalah Kudus (72,5%), sedangkan proporsi terendah adalah Pemalang (0,8%). Masih terdapat rumah tangga dengan pemakaian air kurang dari 20 liter per orang per hari, bahkan kurang dari 7,5 liter per orang per hari (masing-masing 2,6 persen dan 0,0 persen). Berdasarkan kabupaten, proporsi rumah tangga dengan jumlah pemakaian air per orang per hari kurang dari 20 liter tertinggi adalah Brebes (9,5%) diikuti Wonogiri (9,1%) (Tabel 5.3)

Page 105: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

50

Tabel 5.3 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Rerata pemakaian air bersih per orang per hari (liter)

<7,5 7,5-19,9 20-49,9 50-99,9 100-300 > 300

Cilacap

1,4 9,9 35,0 45,6 8,1

Banyumas

1,2 13,8 23,6 31,4 30,0

Purbalingga 0,2 3,6 17,5 49,0 28,6 1,2

Banjarnegara

0,2 19,3 16,0 35,0 29,6

Kebumen

0,0 2,2 92,5 4,9 0,4

Purworejo

2,8 14,8 13,1 47,1 22,2

Wonosobo

1,0 10,4 34,4 43,2 10,9

Magelang

1,7 19,1 33,5 40,9 4,7

Boyolali 0,1 1,3 12,0 44,9 35,6 6,1

Klaten

2,6 35,8 31,6 25,6 4,3

Sukoharjo

0,0 1,3 7,5 71,6 19,6

Wonogiri

9,1 23,6 21,1 32,0 14,0

Karanganyar

0,8 2,0 13,4 65,1 18,7

Sragen

2,4 30,3 40,9 24,2 2,2

Grobogan

0,5 11,7 40,3 43,0 4,5

Blora

8,4 39,2 38,5 11,4 2,4

Rembang

0,3 4,5 25,2 55,2 14,7

Pati

1,2 9,7 42,2 38,6 8,2

Kudus

2,0 13,1 72,5 12,4

Jepara

0,4 4,2 21,1 57,9 16,4

Demak

0,2 4,3 37,1 39,1 19,2

Semarang

2,9 8,4 17,7 49,3 21,6

Temanggung

8,4 42,8 17,5 27,7 3,6

Kendal 0,1 0,2 7,0 40,8 49,0 2,8

Batang

5,9 52,5 37,9 3,7

Pekalongan

0,4 2,9 21,0 65,1 10,6

Pemalang

4,1 50,5 44,2 0,8 0,4

Tegal

6,1 18,9 45,1 19,0 10,9

Brebes

9,5 21,9 9,2 24,7 34,7

Kota Magelang

1,4 7,3 22,7 58,8 9,8

Kota Surakarta

0,9 4,9 26,9 57,0 10,2

Kota Salatiga

0,8 11,7 25,6 52,6 9,3

Kota Semarang 0,7 3,9 12,2 33,9 42,5 6,9

Kota Pekalongan 0,2 1,1 15,5 19,6 35,4 28,2

Kota Tegal

1,4 8,8 32,8 38,7 18,3

JAWA TENGAH 0,0 2,6 15,5 32,2 37,6 12,0

Page 106: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

51

Menurut karakteristik (Tabel 5.4), proporsi rumah tangga dengan pemakaian air kurang dari 20 liter per orang per hari di perdesaan lebih tinggi (2,8%) dibandingkan di perkotaan (2,4%), sebaliknya proporsi rumah dengan tangga jumlah pemakaian air per orang per hari 20 liter atau lebih relatif sama yaitu di perkotaan 97,5% dan di perdesaan 97,3%. Pemakaian lebih kecil dari 100 liter per orang per hari, lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawa.

Berdasarkan gender, anggota rumah tangga yang biasa mengambil air di Jawa Tengah pada umumnya adalah laki-laki dewasa dan perempuan dewasa (masing-masing 52,7% dan 46,4%). Apabila dibandingkan, proporsi anggota rumah tangga laki-laki dewasa mengambil air (59,4%) di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (48,3%); sedangkan untuk perempuan dewasa di perdesaan (50,6%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (39,8%). Masih terdapat anak laki-laki (1,1%) dan anak perempuan (0,8%) berumur di bawah 12 tahun yang biasa mengambil air untuk kebutuhan minum rumah tangga. Proporsi rumah tangga dengan anak perempuan berumur di bawah 12 tahun sebagai pengambil air minum di perdesaan dan di perkotaan sama yaitu 0,4 persen

Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi juga proporsi rumah tangga dengan anggota rumah tangga laki-laki dewasa mengambil air; sebaliknya semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah proporsi rumah tangga dengan anggota rumah tangga perempuan dewasa mengambil air.

Tabel 5.4

Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Rerata pemakaian air bersih per orang per hari (liter)

<7,5 7,5-19,9 20-49,9 50-99,9 100-300 >300

Tempat tinggal

Perkotaan 0,1 2,4 14,0 29,6 41,4 12,5

Perdesaan 0,0 2,8 16,6 34,4 34,6 11,7

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 0,0 2,8 18,3 34,5 31,9 12,3

Menengah bawah 0,0 2,7 16,8 33,5 35,8 11,0

Menengah 0,1 2,4 15,8 31,4 38,6 11,8

Menengah atas 0,0 3,0 15,2 32,1 38,2 11,4

Teratas 0,0 1,9 10,8 29,5 44,2 13,6

Page 107: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

52

Tabel 5.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil

air menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota ART mengambil air

Dewasa perempuan

Dewasa laki-laki

Anak perempuan

Anak laki-laki

Cilacap 52,2 47,2 0,3 0,3

Banyumas 48,2 51,5 0,2 0,1

Purbalingga 59,4 40,2

0,4

Banjarnegara 51,7 48,3

Kebumen 47,8 51,5 0,2 0,5

Purworejo 44,4 54,7 0,7 0,2

Wonosobo 64,5 35,5

Magelang 65,2 34,1 0,7

Boyolali 69,0 31,0

Klaten 73,0 26,6 0,4

Sukoharjo 32,6 67,4

Wonogiri 58,6 40,2

1,2

Karanganyar 57,2 42,8

Sragen 64,6 34,0

1,4

Grobogan 56,3 41,4 0,5 1,8

Blora 25,0 74,5 0,3 0,3

Rembang 37,0 60,3 0,5 2,2

Pati 36,5 61,0 0,9 1,6

Kudus 40,3 58,1

1,5

Jepara 43,6 55,4 0,5 0,5

Demak 44,7 53,9 0,7 0,8

Semarang 65,8 34,2

Temanggung 78,3 21,3 0,4

Kendal 34,5 63,9

1,7

Batang 74,9 25,1

Pekalongan 24,1 75,9

Pemalang 35,8 64,2

Tegal 35,9 62,3

1,8

Brebes 49,1 49,0 1,5 0,5

Kota Magelang 51,9 48,1

Kota Surakarta 37,5 62,1 0,4

Kota Salatiga 26,7 72,8 0,5

Kota Semarang 18,1 81,7 0,2

Kota Pekalongan 9,0 91,0

Kota Tegal 31,2 68,7 0,1

JAWA TENGAH 46,4 52,7 0,4 0,6

Page 108: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

53

Tabel 5.6 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik ART mengambil air

Dewasa perempuan

Dewasa laki-laki

Anak perempuan

Anak laki-laki

Tempat tinggal

Perkotaan 39,8 59,4 0,4 0,4

Perdesaan 50,6 48,3 0,4 0,7

Indeks kepemilikan

Terbawah 56,7 42,3 0,3 0,7

Menengah bawah 51,6 47,3 0,6 0,4

Menengah 45,0 54,0 0,7 0,2

Menengah atas 40,4 58,0 0,1 1,4

Teratas 29,4 70,3 0,2 0,1

Secara kualitas fisik, air minum yang dikonsumsi oleh rumah tangga di Jawa Tengah termasuk dalam kategori baik (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa,dan tidak berbau) adalah 95,2 persen. Masih terdapat rumah tangga dengan kualitas air minum keruh (2,9%), berwarna (1,1%), berasa (1,6%), berbusa (0,5%), dan berbau (1,6%). Berdasarkan kabupaten, proporsi rumah tangga tertinggi dengan air minum keruh adalah di Pemalang (10,3%), berwarna Cilacap (3,3%), berasa adalah di Pemalang (4,2%), berbusa dan berbau didapati di Pati dan Pemalang (1,3%, dan 5,8%) (Tabel 5.7)

Page 109: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

54

Tabel 5.7 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut kabupaten/kota, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Kualitas fisik air minum

Tidak keruh

Tidak berwarna

Tidak berasa

Tidak berbusa

Tidak berbau

Baik

Cilacap 95,9 96,7 97,5 99,5 96,9 92,3

Banyumas 97,5 98,9 98,7 99,8 98,2 95,8

Purbalingga 98,5 99,8 96,1 99,8 99,7 94,8

Banjarnegara 97,9 98,5 99,2 99,7 99,1 96,7

Kebumen 94,9 97,8 96,3 99,1 95,3 90,6

Purworejo 93,0 98,1 99,3 99,3 99,1 92,6

Wonosobo 94,5 98,5 98,7 98,9 99,1 93,9

Magelang 99,3 99,4 100,0 100,0 99,8 99,1

Boyolali 96,4 99,4 99,4 99,8 98,9 95,5

Klaten 96,2 98,4 97,6 99,8 98,1 93,1

Sukoharjo 97,2 98,3 98,8 99,5 99,1 96,7

Wonogiri 94,9 99,4 99,5 99,5 99,2 94,6

Karanganyar 99,5 99,5 99,8 100,0 99,3 99,0

Sragen 97,8 98,7 98,9 98,8 98,1 96,9

Grobogan 99,4 99,4 96,2 99,5 99,7 95,2

Blora 98,9 98,8 99,4 99,8 99,7 97,7

Rembang 99,2 100,0 99,5 100,0 99,8 98,6

Pati 95,8 97,8 98,0 98,7 97,9 94,3

Kudus 99,1 99,8 100,0 99,8 98,6 98,0

Jepara 99,6 100,0 99,7 100,0 99,0 98,4

Demak 94,8 98,3 96,1 99,3 97,7 92,4

Semarang 98,2 99,9 99,5 100,0 99,4 97,3

Temanggung 98,8 99,5 99,9 99,9 99,2 97,9

Kendal 97,4 98,7 98,5 99,0 98,5 96,7

Batang 99,5 99,9 99,6 100,0 99,7 98,7

Pekalongan 98,7 99,3 98,5 99,8 98,0 95,9

Pemalang 89,7 98,8 95,8 99,8 94,2 86,2

Tegal 96,3 98,9 99,3 99,5 97,7 94,8

Brebes 96,5 99,0 97,9 98,8 98,2 94,3

Kota Magelang 99,8 99,9 99,9 99,9 98,0 97,9

Kota Surakarta 96,1 98,7 99,0 99,7 98,8 94,7

Kota Salatiga 99,5 100,0 99,4 100,0 99,4 98,9

Kota Semarang 99,6 100,0 98,6 99,9 99,4 97,5

Kota Pekalongan 97,4 98,9 99,0 100,0 99,6 96,0

Kota Tegal 98,7 99,2 99,2 99,8 98,7 97,3

JAWA TENGAH 97,1 98,9 98,4 99,5 98,4 95,2

* baik = tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau

Page 110: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

55

Menurut karakteristik, proporsi rumah tangga dengan kualitas air minum kategori baik (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa,dan tidak berbau) di perkotaan dan di perdesaan relatif sama yaitu sekitar 95,0 persen. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, proporsi rumah tangga dengan kualitas air minum kategori baik cenderung meningkat (Tabel 5.8).

Tabel 5.8

Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Kualitas fisik air minum

Tidak keruh

Tidak berwarna

Tidak berasa

Tidak berbusa

Tidak berbau

Baik

Tempat tinggal

Perkotaan 97,2 99,1 98,7 99,7 98,1 95,3

Perdesaan 96,9 98,8 98,2 99,4 98,7 95,2

Indeks kepemilikan

Terbawah 96,2 98,7 97,9 99,6 98,6 93,9

Menengah bawah 96,5 98,7 98,2 99,4 98,3 94,6

Menengah 96,3 98,9 98,2 99,4 97,9 94,1

Menengah atas 98,1 99,0 98,8 99,6 98,5 96,5

Teratas 98,4 99,4 99,1 99,7 98,8 97,3

* baik = tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau

Tabel 5.9. memperlihatkan proporsi rumah tangga yang melakukan pengolahan air sebelum diminum menurut kabupaten/kota. Proporsi rumah tangga yang mengolah air sebelum di minum di Jawa Tengah sebesar 85,9 persen. Lima kabupaten tertinggi dengan rumah tangga mengolah air sebelum diminum adalah Wonosobo (99,2%), Banjarnegara (98,7%), Magelang (98,1%), Temanggung (97,8%) dan Wonogiri(96,0%); sedangkan lima kabupaten terendah adalah Kota Semarang (54,9%), Kota Surakarta (68,1%), Demak (65,6%), Pati (65,8%) dan Grobogan (72,9%).

Proporsi rumah tangga yang tidak melakukan pengolahan air minum sebelum diminum tersebut, terbesar terjadi di kota-kota. Hal ini disebabkan rumah tangga menggunakan air kemasan sehingga tidak perlu lagi dilakukan pengolahan sebelum diminum.

Page 111: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

56

Tabel 5.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum

diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten /Kota Pengolahan air minum sebelum

dikonsumsi

Ya Tidak

Cilacap 89,0 11,0 Banyumas 90,1 9,9 Purbalingga 95,6 4,4 Banjarnegara 98,7 1,3

Kebumen 93,5 6,5

Purworejo 94,4 5,6 Wonosobo 99,2 0,8 Magelang 98,1 1,9 Boyolali 92,9 7,1

Klaten 95,3 4,7

Sukoharjo 81,5 18,5

Wonogiri 96,0 4,0

Karanganyar 86,4 13,6

Sragen 85,2 14,8

Grobogan 72,9 27,1

Blora 75,4 24,6

Rembang 73,8 26,2

Pati 65,8 34,2

Kudus 83,6 16,4 Jepara 82,7 17,3

Demak 65,6 34,4 Semarang 86,3 13,7

Temanggung 97,8 2,2 Kendal 89,4 10,6

Batang 95,6 4,4 Pekalongan 89,7 10,3

Pemalang 94,1 5,9 Tegal 91,3 8,7

Brebes 92,8 7,2 Kota Magelang 83,1 16,9 Kota Surakarta 68,1 31,9

Kota Salatiga 75,2 24,8 Kota Semarang 54,9 45,1 Kota Pekalongan 88,6 11,4 Kota Tegal 91,0 9,0

JAWA TENGAH 85,9 14,1

Page 112: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

57

Tabel 5.10 Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum

diminum menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Pengolahan air minum sebelum

dikonsumsi

Ya Tidak

Tempat tinggal

Perkotaan 81,7 18,3

Perdesaan 89,3 10,7

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 95,6 4,4

Menengah bawah 94,3 5,7

Menengah 93,5 6,5

Menengah atas 84,2 15,8

Teratas 59,8 40,2

Dilihat menurut karakteristik, proporsi rumah tangga yang tidak melakukan pengolahan air minum sebelum diminum terbanyak di perdesaan, pada kuintil indeks kepemilikan teratas (Tabel 5.10).

Page 113: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

58

Dari 85,9 persen rumah tangga yang melakukan pengolahan air sebelum diminum, 97,2 persennya melakukan pengolahan dengan cara dimasak. Cara pengolahan lainnya adalah dengan dijemur di bawah sinar mata hari/solar disinfection (2,3%), menambahkan larutan tawas (0,1%), disaring dan ditambah larutan tawas (0,1%) dan disaring saja (0,3%) (Tabel 5.11).

Tabel 5.11

Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Cara pengolahan air

Pem

anas

-an

/dim

asak

Pen

yina

ran

mat

ahar

i

Tam

bah

laru

tan

taw

as

Dis

arin

g da

n ta

mba

h la

ruta

n ta

was

Dis

arin

g sa

ja

Cilacap 96,6 3,0

0,1 0,3

Banyumas 96,8 3,0

0,1

Purbalingga 97,1 2,9

Banjarnegara 98,2 1,7

0,1 Kebumen 97,8 2,0

0,2

Purworejo 97,7 2,1

0,2

Wonosobo 98,4 1,6

Magelang 97,8 2,2

Boyolali 96,7 2,3 0,3 0,2 0,5

Klaten 95,9 3,9

0,1 0,1

Sukoharjo 97,5 2,3 0,1

0,1 Wonogiri 97,7 2,1

0,2

Karanganyar 96,1 3,9

Sragen 95,6 4,4

0,0

Grobogan 95,1 0,8 1,1

2,9 Blora 98,8 0,7 0,5

Rembang 97,8 1,1

0,1 1,1

Pati 97,5 1,1 1,3 0,1

Kudus 97,8 2,2

Jepara 97,9 1,6 0,1 0,2 0,3 Demak 98,6 1,0 0,1

0,3

Semarang 98,1 1,8

0,1

Temanggung 97,7 2,2 0,1

Kendal 97,7 1,7

0,2 0,4 Batang 97,9 2,1

Pekalongan 96,9 3,1

Pemalang 96,4 3,4

0,2 0,1

Tegal 97,5 1,8 0,4 0,3

Brebes 96,0 2,8 0,1 0,2 0,9

Kota Magelang 98,5 1,1

0,4

Kota Surakarta 95,8 3,4

0,8 Kota Salatiga 96,0 2,5 0,3

1,2

Kota Semarang 97,0 2,7

0,3

Kota Pekalongan 99,6 0,4

Kota Tegal 94,9 4,2

0,9

JAWA TENGAH 97,2 2,3 0,1 0,1 0,3

Page 114: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

59

Menurut karakteristik, proporsi rumah tangga yang melakukan pengolahan air sebelum diminum dengan cara pemanasan/dimasak, di perkotaan (96,9%) lebih rendah dari di perdesaan (97,4%). Tidak ada perbedaan proporsi diantara tingkat kuintil indeks kepemilikan dalam melakukan pengolahan air minum dengan cara dipanaskan atau dimasak (Tabel 5.12).

Tabel 5.12

Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Cara pengolahan air

Pem

anas

-an

/dim

asak

Pen

yina

ran

mat

ahar

i

Tam

bah

laru

tan

taw

as

Dis

arin

g da

n ta

mba

h la

ruta

n ta

was

Dis

arin

g sa

ja

Tempat tinggal

Perkotaan 96,9 2,7 0,1 0,1 0,3

Perdesaan 97,4 2,1 0,2 0,1 0,3

Indeks kepemilikan

Terbawah 97,4 2,1 0,1 0,1 0,3

Menengah bawah 97,4 2,2 0,2 0,0 0,3

Menengah 96,8 2,8 0,1 0,1 0,2

Menengah atas 97,0 2,5 0,2 0,1 0,2

Teratas 97,0 2,1

0,0 0,8

5.2. Sanitasi

Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas 2013 meliputi penggunaan fasilitas buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan air limbah, jenis tempat penampungan sampah, dan cara pengelolaan sampah. Tabel secara lengkap disajikan dalam Buku Riskesdas 2013 dalam Angka. Untuk akses terhadap fasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteria JMP WHO - Unicef tahun 2006. Menurut kriteria tersebut, rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved adalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas fasilitas BAB milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leher angsa atau plengsengan, dan tempat pembuangan akhir tinja jenis tangki septik.

Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga di Jawa Tengah menggunakan fasilitas BAB milik sendiri (78,6%), milik bersama (5,3%), dan fasilitas umum (2,7%). Lima kabupaten tertinggi untuk proporsi rumah tangga menggunakan fasilitas BAB milik sendiri adalah Sukoharjo (93,4%); Kota Pekalongan (92,2%); Kudus (91,5%); Blora (90,6%) dan Wonogiri (90,4%)

Meskipun sebagian besar rumah tangga di Jawa Tengah memiliki fasilitas BAB, masih terdapat rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB sehingga melakukan BAB sembarangan, yaitu sebesar 13,4 persen. Lima kabupaten rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB/BAB sembarangan tertinggi adalah Banjarnegara (39,8%); Batang (33,3%); Pekalongan (27,4%); Brebes (27,3%); dan Purbalingga (24,9%) (Tabel 5.13).

Page 115: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

60

Tabel 5.13 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Fasilitas tempat buang air besar

Milik sendiri

Milik bersama

Umum Sembarangan

Cilacap 80,1 2,6 1,6 15,6

Banyumas 75,9 5,7 4,1 14,3

Purbalingga 69,4 4,9 0,8 24,9

Banjarnegara 51,6 4,9 3,8 39,8

Kebumen 76,4 5,8 1,4 16,3

Purworejo 85,2 4,7 2,0 8,1

Wonosobo 75,3 4,1 10,3 10,3

Magelang 78,1 4,8 7,5 9,6

Boyolali 82,4 7,5 1,2 9,0

Klaten 77,7 5,4 1,8 15,1

Sukoharjo 93,4 2,8 1,7 2,0

Wonogiri 90,4 5,3 0,3 3,9

Karanganyar 74,9 22,0 0,2 3,0

Sragen 88,3 7,1 0,3 4,3

Grobogan 79,7 6,1 1,0 13,2

Blora 90,6 1,6 0,5 7,4

Rembang 79,4 4,7 4,5 11,4

Pati 87,6 4,8 0,6 7,0

Kudus 91,5 3,5 0,4 4,7

Jepara 84,1 8,8 2,0 5,1

Demak 72,7 8,2 2,0 17,1

Semarang 90,3 4,1 1,7 3,9

Temanggung 77,8 4,1 4,3 13,7

Kendal 75,9 1,1 1,5 21,4

Batang 64,2 1,5 0,9 33,3

Pekalongan 67,0 3,1 2,5 27,4

Pemalang 72,9 2,8 2,8 21,5

Tegal 75,3 2,3 3,3 19,0

Brebes 64,8 4,4 3,5 27,3

Kota Magelang 88,5 3,1 4,8 3,7

Kota Surakarta 76,5 6,3 17,2 0,1

Kota Salatiga 90,1 8,9 0,4 0,6

Kota Semarang 84,8 10,2 3,5 1,5

Kota Pekalongan 92,2 1,9 5,0 0,9

Kota Tegal 87,8 4,3 1,8 6,0

JAWA TENGAH 78,6 5,3 2,7 13,4

Page 116: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

61

Berdasarkan karakteristik, proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri di perkotaan lebih tinggi (83,6%) dibandingkan di perdesaan (74,6%); sedangkan proporsi rumah tangga BAB di fasilitas milik bersama dan umum maupun BAB sembarangan di perdesaan (masing-masing 5,5%, 2,7%, dan 17,2%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan (5,0%, 2,6%, dan 8,8%). Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi juga proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri. Semakin rendah kuintil indeks kepemilikan, proporsi rumah tangga yang melakukan BAB sembarangan semakin tinggi (Tabel 5.14)

Tabel 5.14 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Fasilitas tempat buang air besar

Milik Sendiri Milik Bersama Umum Sembarangan

Tempat tinggal

Perkotaan 83,6 5,0 2,6 8,8

Perdesaan 74,6 5,5 2,7 17,2

Indeks kepemilikan

Menengah bawah 28,6 8,2 6,0 57,2

Menengah 80,2 8,7 4,2 6,8

Menengah atas 92,5 5,0 2,1 0,4

Teratas 96,6 2,7 0,7

Menengah bawah 98,3 1,6 0,1

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa pembuangan akhir tinja rumah tangga di Jawa Tengah sebagian besar menggunakan tangki septik (67,9%). Lima kabupaten dengan proporsi tertinggi untuk rumah tangga dengan pembuangan akhir tinja berupa tangki septik adalah Kota Salatiga (95,5%); Sukoharjo (93,9%); Kota Semarang (93,0%); Kota Pekalongan (92,0%) dan Kudus (91,8%).

Masih terdapat rumah tangga dengan pembuangan akhir tinja tidak ke tangki septik (SPAL, kolam/sawah, langsung ke sungai/danau/laut, langsung ke lubang tanah, atau ke pantai/kebun). Lima kabupaten dengan proporsi pembuangan akhir tinja ke tangki septik terendah adalah Wonosobo (28,8%), Banjarnegara (34,2%); Batang (44,9%), Kota Magelang (47,2%) dan Purbalingga (54,9%)

Page 117: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

62

Tabel 5.15 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Tempat pembuangan akhir tinja

Tangki septik

SPAL Kolam/ sawah

Sungai/ danau/

laut

Lubang tanah

Pantai/ tanah

lapang/ kebun

Lainnya

Cilacap 71,9 0,9 13,1 7,5 5,1 1,2 0,2

Banyumas 60,4 1,1 13,3 18,8 6,3 0,1 0,1

Purbalingga 54,9 4,5 4,6 29,2 5,5 0,4 0,9

Banjarnegara 34,2 1,0 45,8 18,2 0,7 0,1

Kebumen 72,0 4,2 4,0 10,0 6,5 2,1 1,1

Purworejo 65,2 2,1 20,8 7,3 4,2 0,5

Wonosobo 28,8 2,0 34,8 20,4 13,5 0,1 0,5

Magelang 63,0 1,9 11,9 18,5 4,2 0,2 0,2

Boyolali 77,9 1,7 0,4 8,6 10,3 0,4 0,7

Klaten 75,1 5,7 0,1 17,3 1,1 0,6 0,1

Sukoharjo 93,9 3,2 0,1 2,4 0,4

Wonogiri 72,6 8,4

3,3 15,0 0,5 0,2

Karanganyar 89,2 5,9

3,8 0,6

0,4

Sragen 60,1 7,8 0,2 3,7 26,2 1,7 0,3

Grobogan 67,8 0,5 0,2 12,5 18,3 0,3 0,4

Blora 60,8 0,6 0,5 6,6 29,8 1,1 0,5

Rembang 72,4 0,3 4,2 7,0 12,8 3,1 0,3

Pati 79,9 7,2 0,4 5,2 5,6 1,1 0,6

Kudus 91,8 0,5 1,0 5,9 0,6 0,2 0,0

Jepara 55,1 8,5 1,0 7,3 26,6 1,2 0,4

Demak 70,9 6,3 1,2 13,8 3,8 3,3 0,6

Semarang 83,9 2,0 2,1 5,4 5,7 0,9 0,1

Temanggung 59,2 3,8 4,0 22,7 9,9 0,2 0,1

Kendal 68,0 3,3 0,4 25,5 2,0 0,2 0,7

Batang 44,9 6,9 0,3 40,0 6,8 1,1

Pekalongan 61,1 2,4 3,3 32,0 0,6 0,4 0,1

Pemalang 61,3 2,3 1,0 25,8 8,5 1,0 0,2

Tegal 57,1 3,5 0,4 31,7 5,1 0,4 1,9

Brebes 60,2 1,8 3,1 28,8 3,7 1,5 0,9

Kota Magelang 47,2 19,7 0,5 32,3 0,2

0,2

Kota Surakarta 76,6 6,3

16,1 0,5 0,2 0,2

Kota Salatiga 95,5 2,2

0,4 1,7

0,2

Kota Semarang 93,0 1,2 0,7 4,6 0,3

0,2

Kota Pekalongan 92,0 2,3 0,3 3,0 1,8 0,3 0,4

Kota Tegal 79,5 7,9 3,1 7,6 0,5

1,3

JAWA TENGAH 67,9 3,4 5,3 14,7 7,4 0,8 0,4

Page 118: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

63

Berdasarkan karakteristik, proporsi rumah tangga dengan pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik di perkotaan lebih tinggi (77,6%) dibanding di perdesaan (60,1%). Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, proporsi rumah tangga dengan pembuangan tinja ke tangki septik juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah kuintil indeks kepemilikan; proporsi rumah tangga yang tidak menggunakan tangki septik semakin tinggi (Tabel 5.16).

Tabel 5.16 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Tempat pembuangan akhir tinja

Tangki septik

SPAL Kolam/ sawah

Sungai/ danau/laut

Lubang tanah

Pantai/ kebun

Lainnya

Tempat tinggal

Perkotaan 77,6 3,9 1,9 12,7 3,3 0,3 0,3

Perdesaan 60,1 3,0 8,1 16,3 10,8 1,1 0,6

Indeks kepemilikan

Terbawah 10,8 2,1 15,6 45,8 20,4 3,4 1,9

Menengah bawah 61,8 5,5 6,4 14,0 11,8 0,3 0,1

Menengah 85,1 4,0 2,1 6,5 2,3 0,0

Menengah atas 90,5 3,4 1,0 3,6 1,5

Teratas 95,4 2,1 0,6 1,6 0,2

Tabel 5.17 menyajikan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi improved sesuai dengan kriteria JMP WHO - Unicef tahun 2006. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved di Jawa Tengah tahun 2013 adalah sebesar 62,7 persen. Lima kabupaten di dengan proporsi dengan rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved tertinggi adalah Sukoharjo (89,5%), Kudus (87,8%), Kota Pekalongan (87,3%), Kota Salatiga (86,8%) dan Kota Semarang (80,6%) sedangkan lima kabupaten di dengan proporsi akses terendah adalah Wonosobo (28,0%), Banjarnegara (31,9%), Batang (42,9%), Kota Magelang (44,8%) dan Purbalingga (50,4%).

Page 119: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

64

Tabel 5.17 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas

sanitasi berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Akses Fasilitas sanitasi

Improved Unimproved

Cilacap 68,6 31,4

Banyumas 56,8 43,2

Purbalingga 50,4 49,6

Banjarnegara 31,9 68,1

Kebumen 66,0 34,0

Purworejo 61,5 38,5

Wonosobo 28,0 72,0

Magelang 58,4 41,6

Boyolali 70,8 29,2

Klaten 67,8 32,2

Sukoharjo 89,5 10,5

Wonogiri 69,2 30,8

Karanganyar 66,8 33,2

Sragen 56,7 43,3

Grobogan 62,2 37,8

Blora 59,5 40,5

Rembang 67,0 33,0

Pati 75,4 24,6

Kudus 87,8 12,2

Jepara 52,2 47,8

Demak 63,3 36,7

Semarang 80,3 19,7

Temanggung 52,1 47,9

Kendal 66,1 33,9

Batang 42,9 57,1

Pekalongan 58,4 41,6

Pemalang 58,3 41,7

Tegal 53,7 46,3

Brebes 54,3 45,7

Kota Magelang 44,8 55,2

Kota Surakarta 62,3 37,7

Kota Salatiga 86,8 13,2

Kota Semarang 80,6 19,4

Kota Pekalongan 87,3 12,7

Kota Tegal 75,5 24,5

JAWA TENGAH 62,7 37,3 *) Fasilitas sendiri, sarana jamban leher angsa dan atau plengsengan, pembuangan akhir tinja di tangki septik **) Tidak memiliki fasilitas, sarana jamban cemplung, pembuangan akhir tinja di tangki septik

Page 120: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

65

Tabel 5.18 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap

fasilitas sanitasi berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Akses ke Fasilitas sanitasi

Improved Unimproved

Tempat tinggal

Perkotaan 72,0 28,0

Perdesaan 55,2 44,8

Indeks kepemilikan

Terbawah 5,4 94,6

Menengah bawah 52,3 47,7

Menengah 78,8 21,2

Menengah atas 87,4 12,6

Teratas 93,8 6,2 *) Fasilitas sendiri, sarana jamban leher angsa dan atau plengsengan, pembuangan akhir tinja di tangki septik **) Tidak memiliki fasilitas, sarana jamban cemplung, pembuangan akhir tinja di tangki septik

Tabel 5.19 menunjukkan proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah dari kamar mandi tempat cuci, maupun dapur. Pada umumnya limbah rumah tangga di Jawa Tengah membuang limbahnya langsung ke got (49,4%) dan tertutup di pekarangan/SPAL (15,6%) tanpa penampungan. (13,5%). Hanya 6,2 persen yang menggunakan penampungan di luar pekarangan (6,2%) sedangkan denganpenampungan terbuka di lapangan 15,3 persen.

Page 121: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

66

Tabel 5.19 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Pembuangan air limbah kamar mandi/cuci/dapur

Ter

tutu

p di

peka

rang

an/ S

PA

L

Pen

ampu

ngan

terb

uka

di

lapa

ngan

Pen

ampu

ngan

di

luar

pek

aran

gan

Tan

pa

pena

mpu

ngan

(di

ta

nah)

Lang

sung

ke

got/s

unga

i

Cilacap 13,0 28,5 8,6 13,6 36,4

Banyumas 21,1 22,5 6,4 10,7 39,2

Purbalingga 16,7 29,7 5,4 8,1 40,1

Banjarnegara 7,4 16,8 3,1 6,4 66,3

Kebumen 13,1 16,6 4,8 17,3 48,1

Purworejo 22,6 41,0 6,4 13,9 16,1

Wonosobo 11,6 19,0 4,4 3,4 61,6

Magelang 25,6 9,8 5,7 8,0 50,8

Boyolali 11,7 20,6 3,6 30,0 34,2

Klaten 27,8 14,7 3,1 6,5 47,9

Sukoharjo 28,5 14,7 3,2 10,9 42,7

Wonogiri 10,6 25,4 7,5 39,5 17,1

Karanganyar 14,5 24,4 3,7 13,5 43,9

Sragen 7,3 19,4 5,9 39,1 28,4

Grobogan 4,9 8,6 15,2 27,1 44,2

Blora 2,2 18,9 8,4 33,2 37,3

Rembang 4,4 9,4 16,0 27,5 42,6

Pati 12,8 16,7 3,0 18,1 49,4

Kudus 29,0 9,2 7,1 10,7 43,9

Jepara 21,0 25,6 9,0 22,1 22,3

Demak 9,7 18,1 11,3 14,3 46,6

Semarang 18,7 9,3 4,8 11,5 55,7

Temanggung 24,9 7,2 5,5 7,7 54,8

Kendal 21,1 4,2 15,3 4,5 54,8

Batang 25,4 8,7 6,0 13,5 46,5

Pekalongan 15,2 17,3 9,4 3,8 54,4

Pemalang 20,3 10,1 6,4 11,0 52,2

Tegal 18,7 8,7 3,4 4,0 65,3

Brebes 9,8 7,4 3,8 4,8 74,2

Kota Magelang 34,7 1,7 0,9 0,2 62,4

Kota Surakarta 15,1 4,3 1,6

79,0

Kota Salatiga 44,6 6,1 3,6 2,3 43,4

Kota Semarang 4,1 2,0 1,1 1,2 91,7

Kota Pekalongan 12,4 5,2 3,2 2,0 77,2

Kota Tegal 22,1 2,0 1,2 1,0 73,7

JAWA TENGAH 15,6 15,3 6,2 13,5 49,4

Page 122: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

67

Tabel 5.20 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Pembuangan air limbah kamar mandi/cuci/dapur

Ter

tutu

p di

pe

kara

ngan

/ SP

AL

Pen

ampu

ngan

te

rbuk

a di

lapa

ngan

Pen

ampu

ngan

di l

uar

peka

rang

an

Tan

pa p

enam

pung

an

(di t

anah

)

Lang

sung

ke

got/s

unga

i

Tempat tinggal

Perkotaan 20,1 11,9 4,5 7,6 55,9

Perdesaan 11,9 18,1 7,6 18,2 44,1

Indeks kepemilikan

Terbawah 3,8 17,0 7,9 20,9 50,5

Menengah bawah 13,3 18,8 7,3 18,0 42,6

Menengah 17,8 16,5 6,5 12,9 46,3

Menengah atas 19,8 14,1 6,0 8,5 51,7

Teratas 24,0 9,8 3,3 6,5 56,4

Dalam hal cara pengelolaan sampah, hanya 14,9 persen rumah tangga di Jawa Tengah yang pengelolaan sampahnya diangkut oleh petugas. Sebagian besar rumah tangga mengelola sampah dengan cara dibakar (57,8%), ditimbun dalam tanah (5,7%), dibuat kompos (2,1%), dibuang ke kali/parit/laut (11,7%), dan dibuang sembarangan (7,8%). Lima kabupaten dengan proporsi rumah tangga mengelola sampah dengan cara diangkut petugas tertinggi adalah Kota Surakarta (84,5%), Kota Magelang (83,2%), Kota Semarang (73,4%), Kota Pekalongan (68,9%) dan Kota Tegal (68,1%). Lima kabupaten dengan proporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara dibakar tertinggi adalah Pati (84,3%), Jepara (82,7%), Sragen (81,7%), Kendal (80,8%) dan Wonogiri (79,7%) (Tabel 5.21)

Seperlima dari penduduk Jawa Tengah belum membuang sampah dengan benar karena dibuang ke kali/parit atau sembarangan. Bahkan di Temanggung, hampir separuh di buang ke kali/parit dan sembarangan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian, mengingat sampah mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan.

Page 123: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

68

Tabel 5.21 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Cara pengelolaan sampah rumahtangga

Diangkut petugas

Ditimbun dalam tanah

Dibuat kompos

Dibakar Dibuang ke kali/parit/laut

Dibuang sembarangan

Cilacap 9,7 9,3 0,8 62,5 11,5 6,2

Banyumas 10,2 7,8 2,2 55,1 16,5 8,2

Purbalingga 2,4 8,5 1,1 60,1 14,7 13,2

Banjarnegara 7,3 3,4 4,4 46,7 22,3 16,0

Kebumen 5,3 6,7 2,9 64,3 9,1 11,6

Purworejo 10,4 14,0 6,8 56,1 2,0 10,7

Wonosobo 15,5 7,0 11,6 18,5 26,0 21,4

Magelang 6,3 7,3 10,9 36,1 23,4 16,1

Boyolali 2,4 9,0 2,3 68,4 6,7 11,2

Klaten 8,4 5,1 2,3 68,0 14,3 2,0

Sukoharjo 32,3 2,0 0,0 64,0 1,3 0,4

Wonogiri 5,1 6,8 3,7 79,7 2,1 2,5

Karanganyar 22,1 9,2 4,5 56,3 5,0 3,0

Sragen 9,0 1,1 1,6 81,7 1,0 5,6

Grobogan 4,1 4,1 2,1 78,0 5,0 6,7

Blora 2,6 6,5 4,2 76,8 3,9 5,9

Rembang 11,2 1,3 0,1 72,1 7,9 7,4

Pati 7,2 2,0 0,1 84,3 3,8 2,7

Kudus 20,5 7,0 0,4 59,1 7,7 5,5

Jepara 5,3 3,3 0,1 82,7 7,4 1,1

Demak 9,2 11,4 0,5 45,8 22,5 10,7

Semarang 18,6 4,7 1,0 56,9 8,5 10,3

Temanggung 13,6 9,8 5,6 23,0 28,7 19,2

Kendal 8,9 2,2 1,2 80,8 5,6 1,2

Batang 10,2 3,5 0,1 62,8 15,3 8,0

Pekalongan 8,6 2,3 0,0 77,9 4,9 6,2

Pemalang 7,0 7,6 0,5 54,0 16,2 14,7

Tegal 10,3 5,2 0,4 49,5 25,8 8,8

Brebes 7,6 4,6 0,2 56,0 23,5 8,1

Kota Magelang 83,2 3,1 0,2 3,0 8,9 1,6

Kota Surakarta 84,5 1,2

7,3 6,0 1,0

Kota Salatiga 54,4 11,6 1,2 26,0 5,7 1,2

Kota Semarang 73,4 3,4 0,0 15,7 3,6 4,0

Kota Pekalongan 68,9 2,8

16,2 7,2 5,0

Kota Tegal 68,1 2,6 0,1 22,8 5,0 1,4

JAWA TENGAH 14,9 5,7 2,1 57,8 11,7 7,8

Page 124: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

69

Menurut karakteristik, porporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara diangkut petugas lebih tinggi di perkotaan (30,4%) dibandingkan di perdesaan (2,3%), sedangkan proporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara dibakar di perdesaan (63,5%) lebih tinggi dibanding perkotaan (50,7%). Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, proporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara diangkut petugas semakin tinggi. Sebaliknya, tidak terlihat pola yang jelas proporsi rumah tangga yang mengelola sampah dengan cara dibakar dengan kuintil indeks kepemilikan yang lebih rendah. Pengelolaan sampah rumah tangga dengan cara di buang ke kali/parit/laut dan sembarangan lebih tinggi 2 kali lipat di daerah perdesaan di bandingkan perkotaan (Tabel 5.22).

Tabel 5.22

Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Cara pengelolaan sampah rumahtangga

Diangkut petugas

Ditimbun dalam tanah

Dibuat kompos

Dibakar Dibuang ke

kali/parit/ laut

Dibuang semba-rangan

Tempat tinggal

Perkotaan 30,4 4,6 0,6 50,7 9,5 4,1

Perdesaan 2,3 6,6 3,3 63,5 13,5 10,7

Indeks kepemilikan

Terbawah 2,3 5,7 3,0 54,2 18,8 15,9

Menengah bawah 6,4 6,8 3,6 60,5 13,1 9,6

Menengah 11,3 5,4 1,7 65,2 10,9 5,5

Menengah atas 19,1 6,0 1,0 59,4 9,8 4,8

Teratas 37,4 4,7 1,0 49,3 5,3 2,3

5.3. Perumahan

Data perumahan yang dikumpulkan dalam Riskesdas 2013 adalah data status penguasaan bangunan, kepadatan hunian, jenis bahan bangunan (plafon/langit-langit, dinding, lantai), lokasi rumah, kondisi ruang rumah (terpisah, kebersihan, ketersedian dan kebiasaan membuka jendela, ventilasi, dan pencahayaan alami), penggunaan bahan bakar untuk memasak, perilaku rumah tangga dalam menguras bak mandi dan penggunaan/penyimpanan bahan berbahaya dan beracun seperti pestisida/insektisida dan pupuk kimia dalam rumah. Tabel secara lengkap disajikan dalam Buku Riskesdas 2013 dalam Angka.

Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan dapat dilihat pada Tabel 5.23. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa pada umumnya rumah tangga di Jawa Tengah menempati rumah milik sendiri (89,2%). Masih terdapat rumah tangga yang menempati rumah dengan cara kontrak dan sewa, menempati rumah milik orang lain, milik orang tua/sanak/ saudara maupun rumah dinas.

Page 125: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

70

Tabel 5.23 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati

Milik sendiri Kontrak Sewa

Bebas sewa (milik org

lain)

Bebas sewa (milik orang

tua/sanak/saudara Rumah dinas Lainnya

Cilacap 91,9 0,9 0,4 0,5 4,1 2,2

Banyumas 91,1 0,8 0,2 0,3 7,5 0,2

Purbalingga 91,7 0,3 0,1 0,1 7,4 0,3

Banjarnegara 93,8 0,9

0,2 4,9 0,2

Kebumen 90,9 0,8

0,2 7,6 0,5

Purworejo 90,0 2,5 0,8 1,3 4,9 0,3 0,2

Wonosobo 92,7 1,3 0,4

4,7 0,5 0,3

Magelang 93,6 1,1 0,5 0,1 4,3 0,3 0,1

Boyolali 93,6 1,4

0,2 4,6 0,1

Klaten 90,5 2,5 0,2 0,5 6,2

0,1

Sukoharjo 92,0 4,8 0,2 0,7 2,1 0,3 0,0

Wonogiri 91,2 0,7

0,2 7,4 0,5

Karanganyar 89,9 1,3 0,5 0,7 7,1 0,4

Sragen 92,5 1,5 0,1 0,5 5,0 0,3 0,1

Grobogan 98,7 0,4

0,1 0,8

0,0

Blora 93,2 1,7 0,2 0,3 4,4 0,3

Rembang 97,0 0,9

0,3 1,7 0,1

Pati 92,9 0,5

0,3 6,3

Kudus 95,7 1,5 0,5 0,1 2,2

Jepara 91,9 0,4 0,1

7,5

Demak 91,0 1,5 0,3 0,4 6,7 0,0 0,1

Semarang 82,7 3,1 0,5 2,0 11,5 0,1 0,1

Temanggung 89,1 1,7 0,6 0,4 7,9 0,2 0,1

Kendal 91,8 0,4

0,1 7,3 0,1 0,2

Batang 92,5 0,4

0,7 6,3 0,1

Pekalongan 84,0 1,5

0,9 13,5 0,2 0,0

Pemalang 89,2 0,8

0,6 9,3 0,0 0,1

Tegal 84,5 1,3 0,1 1,6 12,1

0,4

Brebes 89,4 0,7 0,3 0,6 8,9

0,1

Kota Magelang 70,9 11,0 0,8 1,8 11,7 3,9

Kota Surakarta 63,0 10,5 4,6 1,9 19,1 0,3 0,6

Kota Salatiga 73,3 8,2 5,4 1,3 9,9 1,4 0,5

Kota Semarang 65,5 8,7 5,5 2,6 17,6

0,1

Kota Pekalongan 63,7 6,2 0,5 6,5 22,5 0,1 0,6

Kota Tegal 76,8 3,9 0,9 0,3 17,8 0,1 0,1

JAWA TENGAH 89,2 1,8 0,5 0,6 7,4 0,3 0,1

Page 126: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

71

Menurut karakteristik, proporsi rumah tangga dengan status penguasaan bangunan milik sendiri di perkotaan lebih rendah (84,4%) dari pada di perdesaan (93,1%). Sebaliknya proporsi rumah tangga dengan status penguasaan bangunan kontrak maupun sewa, di perkotaan lebih tinggi (kontrak: 3,5%, sewa 1,1%) dari pada di perdesaan (kontrak: 0,5,%, sewa 0,1%) (Tabel 5.24).

Tabel 5.24 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati

Milik sendiri Kontrak Sewa

Bebas sewa (milik orang

lain)*

Bebas sewa

(milik orang tua/sanak/ saudara**

Rumah dinas Lainnya

Tempat tinggal

Perkotaan 84,4 3,5 1,1 1,0 9,4 0,5 0,1

Perdesaan 93,1 0,5 0,1 0,4 5,8 0,1 0,1

Indeks kepemilikan Terbawah 92,5 0,6 0,2 0,5 6,2 0,0 0,1

Menengah bawah 89,8 1,3 0,4 0,7 7,6 0,1 0,1

Menengah 87,8 2,2 0,4 0,9 8,6 0,0 0,1

Menengah atas 87,8 2,1 0,9 0,7 8,3 0,3 0,1

Teratas 87,9 3,2 0,9 0,4 6,5 1,0 0,0

*) milik orang lain **) milik orang tua/sanak/ saudara

Kepadatan hunian merupakan salah satu persyaratan rumah sehat. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan no 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, disebutkan bahwa kepadatan hunian lebih dari atau sama dengan 8 m

2 per orang dikategorikan sebagai

tidak padat. Proporsi rumah tangga di Jawa Tengah yang termasuk ke dalam kriteria tidak padat adalah sebesar 96,6%. Lima kabupaten dengan proporsi tertinggi untuk rumah tangga dengan kategori padat (<8 m

2/orang) adalah Kota Surakarta (15,6%); Kota Semarang (14,1%); Kota

Magelang (9,6%) ,Kota Tegal (6,5%), dan Kudus (4,7%) (Tabel 5.25)

Page 127: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

72

Tabel 5.25 Proporsi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Kepadatan hunian

>8 m2/orang <8 m2/orang

Cilacap 96,0 4,0

Banyumas 96,4 3,6

Purbalingga 96,6 3,4

Banjarnegara 99,6 0,4

Kebumen 98,3 1,7

Purworejo 97,1 2,9

Wonosobo 98,1 1,9

Magelang 97,1 2,9

Boyolali 98,8 1,2

Klaten 98,1 1,9

Sukoharjo 97,1 2,9

Wonogiri 98,5 1,5

Karanganyar 97,7 2,3

Sragen 99,9 0,1

Grobogan 98,8 1,2

Blora 99,1 0,9

Rembang 96,9 3,1

Pati 98,8 1,2

Kudus 95,3 4,7

Jepara 95,7 4,3

Demak 95,7 4,3

Semarang 98,8 1,2

Temanggung 96,7 3,3

Kendal 98,4 1,6

Batang 98,0 2,0

Pekalongan 96,0 4,0

Pemalang 95,6 4,4

Tegal 96,5 3,5

Brebes 96,4 3,6

Kota Magelang 90,4 9,6

Kota Surakarta 84,4 15,6

Kota Salatiga 95,4 4,6

Kota Semarang 85,9 14,1

Kota Pekalongan 96,2 3,8

Kota Tegal 93,5 6,5

JAWA TENGAH 96,6 3,4

Tabel 5.26 memperlihatkan kondisi fisik bangunan rumah (jenis bahan) yang meliputi plafon/langit-langit, dinding dan lantai terluas. Proporsi rumah tangga dengan atap rumah terluas berplafon adalah sebesar 37,2 persen, dinding terbuat dari tembok sebesar 73,1 persen, dan lantai bukan tanah sebesar 83,0 persen.

Page 128: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

73

Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa proporsi rumah dengan atap terluas berplafon di perkotaan lebih tinggi (47,7%) dibandingkan di perdesaan (28,7%). Demikian juga untuk dinding dari lantai bukan tanah untuk wilayah perkotaan lebih tinggi (dinding tembok: 85,3%; lantai bukan tanah: 91,8%) dibandingkan perdesaan (dinding tembok: 63,3%; lantai bukan tanah: 75,7%) (Tabel 5.27).

Tabel 5.26.

Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi fisik bangunan rumah menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota atap plafon

dinding tembok

bukan tanah

Cilacap 54,7 74,2 89 Banyumas 60,8 76,8 90,5 Purbalingga 42,7 76,1 85 Banjarnegara 45,5 68,1 85,7 Kebumen 20,5 75 85,1 Purworejo 24,4 79,7 85,1 Wonosobo 62,6 65,5 90,3 Magelang 40,1 77,6 82,3 Boyolali 24,2 68,3 79,2 Klaten 24,2 94,4 91,1 Sukoharjo 38,2 89,5 92 Wonogiri 17,1 72,7 86,7 Karanganyar 45,6 97,8 96,6 Sragen 15,9 59,8 70,6 Grobogan 16,8 14,9 45,3 Blora 10,6 23,5 49,9 Rembang 16,1 42,5 60,4 Pati 17,2 69,4 77,7 Kudus 42,6 95,1 93,1 Jepara 15,4 82,3 80,6 Demak 35,7 53,4 78,5 Semarang 54,9 72,4 81,9 Temanggung 70,7 79,5 86,1 Kendal 27 56,3 75,4 Batang 27,6 70,5 80,4 Pekalongan 33,6 89,5 90,8 Pemalang 33,4 73,4 80,5 Tegal 35,9 91,3 93,2 Brebes 34,1 83,3 83,5 Kota Magelang 72,9 87 98,2 Kota Surakarta 56 89,6 97,9 Kota Salatiga 78,7 85,9 97,8 Kota Semarang 72,7 89,9 96,7 Kota Pekalongan 71,5 91,2 97,1 Kota Tegal 73,5 99,2 98,3

JAWA TENGAH 37,2 73,1 83

Page 129: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

74

Tabel 5.27 Proporsi rumah tangga berdasarkan kondisi fisik bangunan rumah menurut karakteristik, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Karakteristik Kondisi fisik bangunan rumah

Atap plafon Dinding tembok lantai bukan tanah

Tempat tinggal

Perkotaan 47,7 85,3 91,8

Perdesaan 28,7 63,3 75,7

Indeks kepemilikan

Terbawah 19,3 50,3 58,8

Menengah bawah 26,8 66,3 77,7

Menengah 31,2 78,2 88,6

Menengah atas 42,9 82,5 93,2

Teratas 68,3

98,1

Pada Tabel 5.28; 5.29 dan 5.30 di bawah ini disajikan kondisi ruangan dalam rumah seperti ketersediaan ruang tidur, ruang dapur dan ruang keluarga dilihat dari keadaan, kebersihan, tersediaan jendela, ventilasi dan pencahayaannya. Sebagian besar ruangan-ruangan tersebut terpisah dari ruang lainnya. Dalam hal kebersihan, sekitar tiga perempat rumah tangga kondisi ruang tidur dan ruang keluarga maupun dua pertiga dapurnya bersih dan berpencahayaan cukup. Tetapi kurang dari 50 persen rumah tangga yang ventilasinya cukup dan dilengkapi dengan jendela yang dibuka setiap hari.

Page 130: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

75

Tabel 5.28 Proporsi rumah tangga berdasarkan keadaan ruang tidur menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa

Tengah 2013

Kabupaten/Kota Ruangan tidur

Terpisah Bersih Jendela dibuka tiap

hari Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Cilacap 97,4 73,2 48,1 44,9 72,1

Banyumas 97,5 79,2 55,9 57,9 73,2

Purbalingga 99,3 70,3 48,3 46,5 64,6

Banjarnegara 97,9 78,3 45,2 36,2 72,2

Kebumen 97,1 68,1 39,7 39,6 64,7

Purworejo 98,1 82,8 32,0 26,9 71,6

Wonosobo 98,5 68,1 45,5 32,7 64,6

Magelang 96,8 81,0 39,3 35,1 66,2

Boyolali 94,2 75,4 49,6 23,7 67,0

Klaten 96,0 86,9 48,1 44,1 73,4

Sukoharjo 93,1 91,0 58,6 52,2 81,9

Wonogiri 96,7 83,8 36,8 39,1 72,5

Karanganyar 94,5 76,6 49,1 39,3 63,4

Sragen 95,7 78,4 48,6 38,0 68,6

Grobogan 97,1 80,2 49,0 48,1 72,9

Blora 92,8 60,4 44,3 38,6 59,5

Rembang 97,5 84,7 27,7 21,3 66,6

Pati 98,0 77,0 45,5 44,5 62,7

Kudus 98,2 74,5 33,8 26,8 69,7

Jepara 97,6 83,9 47,7 45,1 74,0

Demak 90,6 75,7 32,5 28,0 65,1

Semarang 96,5 79,9 38,9 46,5 77,0

Temanggung 97,8 79,9 40,4 23,4 67,0

Kendal 97,1 74,3 36,1 34,5 75,2

Batang 99,2 75,4 26,2 26,8 73,0

Pekalongan 98,5 77,5 33,9 50,8 69,4

Pemalang 95,6 77,6 24,7 40,6 63,5

Tegal 96,7 75,8 31,3 27,1 51,5

Brebes 96,2 75,4 31,5 24,7 76,1

Kota Magelang 93,6 77,9 56,4 38,7 78,2

Kota Surakarta 85,9 83,9 48,0 48,1 76,9

Kota Salatiga 97,2 88,0 60,4 62,6 90,5

Kota Semarang 90,8 85,0 43,8 30,0 75,3

Kota Pekalongan 89,6 69,4 30,5 23,4 65,2

Kota Tegal 93,2 74,5 37,3 31,2 67,2

JAWA TENGAH 96,1 77,8 41,7 38,0 69,6

Page 131: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

76

Tabel 5.29 Proporsi rumah tangga berdasarkan keadaan ruang keluarga menurut kabupaten/kota, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Ruangan keluarga

Terpisah Bersih Jendela

dibuka tiap hari

Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Cilacap 90,0 72,7 43,9 53,7 82,8

Banyumas 84,4 79,5 54,8 64,2 81,4

Purbalingga 94,2 73,2 54,1 52,7 77,2

Banjarnegara 86,7 80,2 48,7 44,2 81,5

Kebumen 76,7 73,1 42,8 49,5 78,3

Purworejo 74,0 84,0 29,7 30,5 82,5

Wonosobo 90,1 73,5 47,5 42,1 73,9

Magelang 80,7 79,3 38,1 37,3 74,0

Boyolali 88,5 76,9 51,6 36,3 76,5

Klaten 92,4 88,0 53,8 53,2 81,1

Sukoharjo 91,6 89,7 66,9 58,9 89,4

Wonogiri 93,4 85,8 50,5 56,9 87,0

Karanganyar 86,1 76,3 53,1 53,1 71,9

Sragen 94,8 84,1 63,3 44,7 78,2

Grobogan 94,8 74,1 55,1 52,7 77,5

Blora 82,2 61,3 49,1 44,7 69,0

Rembang 94,2 82,5 30,4 23,0 76,1

Pati 96,1 78,8 48,0 50,2 77,5

Kudus 86,6 75,1 28,9 28,8 75,9

Jepara 94,1 86,4 48,6 54,5 79,5

Demak 86,2 79,0 43,1 43,0 82,0

Semarang 78,6 79,9 35,0 47,8 79,5

Temanggung 76,3 82,2 35,9 28,3 74,5

Kendal 90,4 70,5 34,7 37,5 73,7

Batang 87,4 77,7 21,1 29,9 74,1

Pekalongan 87,9 75,4 31,9 60,2 79,5

Pemalang 84,3 76,5 26,5 41,9 70,2

Tegal 90,8 77,1 41,3 38,7 71,5

Brebes 92,2 74,8 34,3 29,6 83,0

Kota Magelang 90,0 77,1 45,9 38,8 83,1

Kota Surakarta 75,9 78,2 52,5 50,3 83,3

Kota Salatiga 94,8 91,4 63,2 64,6 94,0

Kota Semarang 71,1 82,8 38,0 29,3 80,5

Kota Pekalongan 89,7 70,5 34,0 29,3 78,1

Kota Tegal 78,8 70,6 39,4 38,9 77,0

JAWA TENGAH 87,2 78,2 44,0 44,7 78,5

Page 132: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

77

Tabel 5.30 Proporsi rumah tangga berdasarkan keadaan ruang masak/dapur menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Ruangan masak/dapur

Terpisah Bersih Jendela dibuka

tiap hari Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Cilacap 93,0 62,3 34,2 43,8 72,8

Banyumas 96,1 69,1 47,1 50,6 67,1

Purbalingga 97,2 61,0 46,0 45,3 64,8

Banjarnegara 95,4 68,0 36,5 30,8 65,3

Kebumen 95,2 57,3 31,2 37,2 63,9

Purworejo 98,1 71,1 26,6 22,2 76,7

Wonosobo 97,5 54,7 44,0 33,9 63,0

Magelang 95,3 73,4 32,0 34,7 67,2

Boyolali 97,1 68,4 42,8 22,3 68,2

Klaten 95,3 80,4 44,2 44,8 76,2

Sukoharjo 93,7 85,7 55,6 49,2 81,4

Wonogiri 98,2 71,2 34,1 42,5 78,2

Karanganyar 91,2 64,4 44,2 40,8 62,6

Sragen 97,5 74,7 41,1 37,0 67,3

Grobogan 97,1 69,0 41,4 46,6 69,6

Blora 91,9 53,9 42,6 40,3 60,6

Rembang 97,1 79,2 21,5 19,7 67,7

Pati 97,7 66,2 35,8 38,9 63,2

Kudus 97,5 65,9 29,9 22,4 69,4

Jepara 97,5 78,3 43,6 45,7 71,1

Demak 90,6 72,3 32,5 32,8 68,3

Semarang 96,6 72,6 34,6 44,2 75,0

Temanggung 97,4 67,7 31,1 25,3 63,4

Kendal 95,8 65,6 28,3 33,3 71,0

Batang 98,6 55,9 21,4 25,0 71,2

Pekalongan 92,3 68,1 25,3 54,6 69,4

Pemalang 92,0 57,1 18,3 33,7 56,8

Tegal 96,9 65,7 30,5 31,5 57,3

Brebes 95,2 60,1 23,7 19,7 72,8

Kota Magelang 97,3 71,9 39,2 39,3 75,4

Kota Surakarta 89,2 76,9 39,6 48,0 78,7

Kota Salatiga 96,5 86,8 56,8 59,1 89,9

Kota Semarang 88,6 81,2 33,0 27,7 73,1

Kota Pekalongan 91,9 63,0 25,5 22,3 69,6

Kota Tegal 88,8 61,9 35,2 31,3 71,0

JAWA TENGAH 95,1 68,2 35,3 36,6 68,9

Page 133: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

78

Tabel 5.31 dan 5.32 memperlihatkan jenis sumber penerangan di Jawa Tengah, sebagian besar (99,7%) rumah tangga di Jawa Tengah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan dalam rumah, sisanya (0,3%) menggunakan petromaks/aladin, pelita/sentir/obor (non listrik).

Tabel 5.31 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber penerangan rumah

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Jenis sumber penerangan rumah

Listrik Non listrik

Cilacap 99,5 0,5 Banyumas 99,4 0,5 Purbalingga 99,1 1 Banjarnegara 99,6 0,4 Kebumen 99,1 0,9 Purworejo 98,5 1,5 Wonosobo 99,8 0,2 Magelang 99,7 0,3 Boyolali 99,8 0,3 Klaten 100 0 Sukoharjo 99,9 0,1 Wonogiri 99,9 0,1 Karanganyar 100 0 Sragen 99,7 0,3 Grobogan 100 0 Blora 100 0 Rembang 100 0 Pati 99,6 0,4 Kudus 100 0 Jepara 100 0,1 Demak 99,9 0,1 Semarang 100 0 Temanggung 99,7 0,3 Kendal 99,9 0,1 Batang 99,8 0,2 Pekalongan 99,9 0,1 Pemalang 99,7 0,3 Tegal 99,9 0,1 Brebes 99,4 0,6 Kota Magelang 100 0 Kota Surakarta 99,8 0,2 Kota Salatiga 100 0 Kota Semarang 99,9 0,1 Kota Pekalongan 99,8 0,2 Kota Tegal 99,9 0,1

JAWA TENGAH 99,7 0,3

Listrik: Listrik PLN dan non PLN : Non listrik: Petromaks/ aladin, Pelita/sentir/ obor, lainnya

Page 134: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

79

Tabel 5.32 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber penerangan dan karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Jenis sumber penerangan rumah

Listrik PLN Non listrik

Tempat tinggal Perkotaan 99,9 0,2

Perdesaan 99,6 0,4

Indeks kepemilikan Terbawah 98,8 1,2

Menengah bawah 99,9 0,1

Menengah 100 0,1

Menengah atas 100 0

Teratas 100 0

Tabel 5.33 memperlihatkan proporsi rumah tangga sesuai jenis penerangan non listrik menurut kabupaten. Lima kabupaten dengan proporsi rumah tanggatertinggi yang tidak menggunakan listrik adalah Purworejo (1,5%), Kebumen (0,9%), Brebes (0,6%) dan Cilacap dan Banyumas masing-masing 0,5%.

Jenis penggunaan bahan bakar di rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5.33. Proporsi jenis bahan bakar/energi utama dalam rumah tangga per kabupaten dikelompokan menjadi dua, yaitu yang aman, artinya tidak berpotensi menimbulkan pencemaran (listrik dan gas/elpiji) dan tidak aman yaitu yang berpotensi menimbulkan pencemaran (minyak tanah, arang dan kayu bakar). Proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar aman di Jawa Tengah adalah sebesar 66,5%.

Page 135: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

80

Tabel 5.33 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan jenis bahan

bakar/energi utama menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Penggunaan bahan bakar yang aman*)

Ya Tidak

Cilacap 76,8 23,2

Banyumas 70,2 29,8

Purbalingga 55,9 44,1

Banjarnegara 45,1 54,9

Kebumen 56,7 43,3

Purworejo 48,8 51,2

Wonosobo 45,1 54,9

Magelang 50,0 50,0

Boyolali 58,3 41,7

Klaten 68,1 31,9

Sukoharjo 83,5 16,5

Wonogiri 33,7 66,3

Karanganyar 69,6 30,4

Sragen 62,1 37,9

Grobogan 59,4 40,6

Blora 58,3 41,7

Rembang 57,5 42,5

Pati 67,5 32,5

Kudus 84,9 15,1

Jepara 61,7 38,3

Demak 81,1 18,9

Semarang 55,7 44,3

Temanggung 42,3 57,7

Kendal 71,7 28,3

Batang 46,5 53,5

Pekalongan 76,1 23,9

Pemalang 66,2 33,8

Tegal 79,5 20,5

Brebes 75,5 24,5

Kota Magelang 91,6 8,4

Kota Surakarta 92,9 7,1

Kota Salatiga 90,0 10,0

Kota Semarang 97,5 2,5

Kota Pekalongan 95,5 4,5

Kota Tegal 98,3 1,7

JAWA TENGAH 66,5 33,5 *)Bahan bakar aman: Tidak berpotensi menimbulkan pencemaran (listrik, Gas/ elpiji, minyak tanah)

Tidak aman: Berpotensi menimbulkan pencemaran (arang, kayu bakar)

Page 136: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

81

Menurut karakteristik, penggunaan bahan bakar yang aman di perkotaan (82,8%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (53,3%). Sebaliknya, proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar tidak aman lebih tinggi di perdesaan (46,7%) dibanding di perkotaan (17,2%) (Tabel 5.34).

Tabel 5. 34 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan jenis bahan bakar/energi

utama menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Penggunaan bahan bakar yang aman*)

Ya Tidak

Tempat tinggal Perkotaan 82,8 17,2

Perdesaan 53,3 46,7

Indeks kepemilikan

Terbawah 25,7 74,3

Menengah bawah 36,0 64,0

Menengah 79,1 20,9

Menengah atas 95,8 4,2

Teratas 99,2 0,8

Tabel 5.35 memperlihatkan proporsi rumah tangga dalam upaya mencegah gigitan nyamuk di Jawa Tengah. Baik secara mekanis (kelambu, kasa nyamuk) maupun kimiawi (insektisida, obat anti nyamuk bakar, repelen). Proporsi tertinggi rumah tangga dalam upaya pencegahan gigitan nyamuk adalah dengan menggunakan obat anti nyamuk bakar (50,6%), diikuti oleh penggunaan repelen (19,9%), kelambu (19,7%), insektisida (6,2%), dan kasa nyamuk (2,5%).

Page 137: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

82

Tabel 5.35 Proporsi rumah tangga dalam perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Perilaku pencegahan gigitan nyamuk

Kelambu Obat nyamuk

bakar Kasa

nyamuk Repelen Insektisida Minum obat

Cilacap 7,4 72,2 4,7 11,4 7,6 0,2

Banyumas 4,5 61,1 2,6 18,2 3,9 0,2

Purbalingga 6,1 40,2 0,8 8,1 1,6 0,3

Banjarnegara 7,1 23,5 3,2 5,0 4,5 0,4

Kebumen 17,2 61,6 1,1 17,5 4,6 0,2

Purworejo 27,3 41,1 2,4 11,0 4,1 0,8

Wonosobo 4,5 12,4 1,5 4,2 1,9 0,7

Magelang 9,6 37,9 1,3 14,0 3,6 0,3

Boyolali 22,6 47,9 1,7 17,1 6,1 0,5

Klaten 1,8 64,7 1,0 15,1 3,3 0,2

Sukoharjo 4,6 67,3 4,4 24,2 10,4 0,4

Wonogiri 29,0 41,9 2,6 28,6 4,5 0,4

Karanganyar 5,2 55,4 2,1 13,0 8,8 0,3

Sragen 37,7 72,1 3,1 19,8 2,5 0,1

Grobogan 73,5 43,1 1,1 17,5 1,9 0,1

Blora 58,3 67,9 2,9 9,8 6,9 1,7

Rembang 52,4 84,3 4,5 17,8 15,3 3,0

Pati 45,0 65,4 1,6 15,2 4,6 0,3

Kudus 10,3 66,6 2,2 9,9 8,1 0,2

Jepara 19,3 37,8 1,3 34,4 3,2 0,2

Demak 50,0 66,6 3,4 28,5 6,0 1,0

Semarang 17,7 35,5 3,8 17,3 8,1 0,5

Temanggung 1,2 27,7 0,4 10,8 4,4 0,4

Kendal 20,9 53,0 2,5 9,4 5,1 0,4

Batang 10,0 45,8 0,8 20,5 2,9 0

Pekalongan 8,8 62,7 2,6 30,8 5,5 0,0

Pemalang 8,8 41,5 1,3 13,7 2,6 0,5

Tegal 12,6 46,6 4,1 36,6 5,8 0,9

Brebes 17,4 49,9 1,9 36,6 7,6 0,6

Kota Magelang 0,6 36,3 3,7 7,1 15,9 0,2

Kota Surakarta 3,8 38,4 2,7 43,8 10,0 1,2

Kota Salatiga 1,2 42,0 4,3 12,1 21,0 1,5

Kota Semarang 11,8 32,0 4,0 29,7 18,8 0,7

Kota Pekalongan 7,0 50,5 8,8 40,7 8,9 0,3

Kota Tegal 7,2 24,5 5,2 47,6 15,5 0,8

JAWA TENGAH 19,7 50,6 2,5 19,9 6,2 0,5

Page 138: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

83

Menurut karakteristik, proporsi penggunaan obat anti nyamuk bakar di perdesaan (48,7%) lebih rendah dibanding di perkotaan (53,0%). Sebaliknya penggunaan kelambu, proporsi di perdesaan (27,1%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (10,6%). Proporsi rumah tangga yang menggunakan repelen, insektisida dan kasa nyamuk di perkotaan (masing-masing 24,4%; 8,7%, dan 3,2%) lebih tnggi dibandingkan di perdesaan (masing-masing 16,2%; ,4,1%; dan 1,9%) (Tabel 5.36)

Tabel 5.36 Proporsi rumah tangga dalam perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Perilaku pencegahan gigitan nyamuk

Kelambu Obat

nyamuk bakar

Kasa nyamuk

Repelen Insektisida Minum obat

Tempat tinggal

Perkotaan 10,6 53,0 3,2 24,4 8,7 0,5

Perdesaan 27,1 48,7 1,9 16,2 4,1 0,5

Indeks kepemilikan

Terbawah 24,2 43,4 0,6 15,0 2,8 0,2

Menengah bawah 23,6 45,4 1,3 16,3 2,4 0,4

Menengah 19,1 54,7 2,0 20,7 4,4 0,5

Menengah atas 18,5 56,2 3,1 24,5 5,7 0,5

Teratas 12,5 53,9 5,8 23,2 16,1 0,8

Tabel 5.37 menunjukkan penyimpanan/penggunaan pestisida/insektisida/pupuk kimia di dalam rumah di Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang menggunakan atau menyimpan pestisida/insektisida/pupuk kimia sebesar 17,1 persen. Pada Tabel 5.38 menyajikan penyimpanan/penggunaan pestisida/ insektisida/pupuk kimia di perkotaan (12,8%) lebih rendah dibandingkan di perdesaan (20,6%).

Page 139: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

84

Tabel 5.37 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

Ya Tidak

Cilacap 15,2 84,8

Banyumas 9,0 91,0

Purbalingga 9,3 90,7

Banjarnegara 22,6 77,4

Kebumen 26,0 74,0

Purworejo 19,9 80,1

Wonosobo 14,1 85,9

Magelang 27,5 72,5

Boyolali 30,1 69,9

Klaten 10,4 89,6

Sukoharjo 14,9 85,1

Wonogiri 21,3 78,7

Karanganyar 13,1 86,9

Sragen 9,0 91,0

Grobogan 28,0 72,0

Blora 13,8 86,2

Rembang 13,2 86,8

Pati 16,3 83,7

Kudus 12,7 87,3

Jepara 11,6 88,4

Demak 30,7 69,3

Semarang 17,6 82,4

Temanggung 28,8 71,2

Kendal 12,4 87,6

Batang 14,9 85,1

Pekalongan 9,3 90,7

Pemalang 10,0 90,0

Tegal 11,5 88,5

Brebes 17,7 82,3

Kota Magelang 18,1 81,9

Kota Surakarta 23,1 76,9

Kota Salatiga 22,7 77,3

Kota Semarang 19,7 80,3

Kota Pekalongan 4,8 95,2

Kota Tegal 11,8 88,2

JAWA TENGAH 17,1 82,9

Page 140: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

85

Tabel 5.38 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan/penyimpanan

pestisida/insektisida/pupuk kimia menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

Ya Tidak

Tempat tinggal

Perkotaan 12,8 87,2

Perdesaan 20,6 79,4

Indeks kepemilikan

Terbawah 15,7 84,3

Menengah bawah 19,7 80,3

Menengah 15,9 84,1

Menengah atas 15,5 84,5

Teratas 19,0 81,0

Daftar Pustaka Kementerian Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 829/Menkes/SK/VII/199 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Kualitas air Minum Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No1077/Menkes/Per/V/2011 WHO,UNICEF. 2006. Meeting The MDG Drinking Water and Sanitation Target: The Urban and Rural Challenge of The Decade. WHO Press. Geneva.Hal 1- 41 WHO,UNICEF. 2013. Progress on Sanitation and Drinking Water – 2013 Update . WHO Press. Geneva. Hal 1-38

Page 141: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

86

BAB 6. PENYAKIT MENULAR

Eva Sulistiowati Informasi mengenai penyakit menular pada Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 diperoleh dari seluruh kelompok umur di 35 kabupaten/kota. Informasi yang diperoleh berupa insiden, period prevalence dan prevalensi penyakit yang dikumpulkan melalui teknik wawancara menggunakan kuesioner baku (RKD13.IND), dengan pertanyaan terstruktur secara klinis. Responden ditanya apakah pernah didiagnosis menderita penyakit tertentu oleh tenaga kesehatan (D: diagnosis). Responden yang menyatakan tidak pernah didiagnosis, ditanyakan lagi apakah pernah/sedang menderita gejala klinis spesifik penyakit tersebut (G: gejala). Insiden, period prevalence dan prevalensi penyakit merupakan data yang didapat dari D maupun G (D/G) yang ditanyakan dalam rentang waktu tertentu. Insiden, period prevalence dan prevalensi merupakan angka kesakitan yang diukur berdasarkan onset penyakit dalam kurun waktu tertentu. Insiden diukur dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang, period prevalence dalam kurun waktu 1 bulan atau kurang dan prevalensi dalam kurun waktu 1 tahun atau kurang. Data penyakit menular yang dikumpulkan terbatas pada beberapa penyakit, yaitu penyakit yang ditularkan melalui udara (infeksi saluran pernapasan akut/ISPA, pneumonia, dan tuberkulosis paru), penyakit yang ditularkan oleh vektor (malaria), dan penyakit yang ditularkan melalui makanan, air, dan lewat penularan lainnya (diare dan hepatitis). Penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), MDG dan program pengendalian hepatitis di Indonesia yang pertama kali dilakukan di dunia. Hasil lebih rinci dari blok Penyakit Menular dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam angka Provinsi Jawa tengah halaman 129 sd 144, tabel 6.1 sampai dengan 6.16.

6.1. Penyakit yang ditularkan melalui Udara

Penyakit yang ditularkan melalui udara yang akan disajikan dalam laporan ini meliputi ISPA, pneumonia dan tuberkulosis paru. Tabel 6.1 memperlihatkan period prevalence dan prevalensi ISPA dan pneumonia menurut provinsi. Tabel 6.2. menunjukkan hal yang sama menurut karakteristik.

6.1.1. ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Periode prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima kabupaten/kota dengan ISPA tertinggi adalah Tegal (40,1%), Jepara (36,2%), Banjarnegara (34,0%), Grobogan (33,7%) dan Magelang (33,0%).

Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (31,5%). Menurut jenis kelamin, tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan pendidikan tidak sekolah (18,5%), kuintil indeks kepemilikan menengah (lihat Tabel 6.2).

Page 142: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

87

Tabel 6.1 Period prevalence ISPA, period prevalence, prevalensi pneumonia. dan periode prevalence

phenumonia balita (permil) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Periode prevalence

ISPA (persen) Periode prevalence Pneumonia (persen)

Prevalensi Pneumonia

(persen)

Periode prevalence Pneumonia Balita

(permil)

D DG D DG D DG D DG

Cilacap 12,3 25,1 1,9 4,8 0,3 1,9 0 10,5

Banyumas 10,1 21,4 1,9 5,1 0,1 1,7 0 14

Purbalingga 16 32,1 2,3 7,4 0,2 3,2 2,7 58,7

Banjarnegara 20,8 34 2,3 5,3 0,1 1,7 0 17,6

Kebumen 10 23,2 2,2 4,7 0,2 1,7 6,3 28,2

Purworejo 15,6 23,4 1,7 3 0,2 0,7 8,8 14,9

Wonosobo 10,7 24,1 2,3 4,8 0,1 1,3 0 8,8

Magelang 14,2 33 2,1 8,7 0,4 3,9 9,1 24,9

Boyolali 22,8 32,7 2,6 6,5 0,3 2,1 6,7 12,6

Klaten 20,2 27,5 2,5 4,1 0,3 1,2 0 17,7

Sukoharjo 10,9 13,1 1 1,3 0 0,1 0 0

Wonogiri 11,9 22,2 1,3 6,4 0,2 2,8 0 45,5

Karanganyar 15,3 27,8 0,9 4,3 0 2,2 0 53,9

Sragen 14,9 18,9 0,8 2,5 0,1 1,2 0 22

Grobogan 26,8 33,7 1,5 3,4 0,2 1,5 3,5 12,6

Blora 13,8 24 1,2 1,7 0,1 0,2 0 0

Rembang 10,1 19,4 2,1 3,7 0,2 0,8 9,7 9,7

Pati 23 28,3 2,3 5,6 0,2 1,7 0 12,6

Kudus 15,8 26 1,6 2,4 0 0,7 0 0

Jepara 20,2 36,2 2,6 5,8 0,6 2,1 15,8 29

Demak 22,3 30,5 2,1 3 0,4 0,8 0 4,4

Semarang 9,4 20,6 2 4,8 0,1 1,5 3,3 16,1

Temanggung 10,9 24,6 0,9 4,4 0 2 0 10,9

Kendal 18,1 23,2 1,5 3,3 0,2 1,5 0 7,7

Batang 10,6 20,6 1,4 3,9 0,2 1,4 0 11,6

Pekalongan 11,5 23,5 1,1 3,5 0,1 1,7 3,4 34,8

Pemalang 13,5 27,8 3 11,7 0,2 7,2 12,1 89,5

Tegal 20,9 40,1 3,3 6,4 0,4 1,9 1,8 8,2

Brebes 21 27,8 2,8 7,6 0,2 3,1 0 2,7

Kota Magelang 4,7 19,2 1,1 2,7 0,2 0,8 0 0

Kota Surakarta 13,6 25,4 1,2 4,6 0,2 1,5 0 7,7

Kota Salatiga 11,5 23,6 1,9 4,1 0,3 1,6 0 9,3

Kota Semarang 10,8 21,5 1,6 3,6 0,2 1,1 0 2,4

Kota Pekalongan 8,2 17,4 1,9 3,7 0,2 0,9 0 7,6

Kota Tegal 23,4 32,6 2,5 4,6 0,2 1,1 11,8 11,8

JAWA TENGAH 15,7 26,6 2 5 0,2 1,9 2,8 19,1

Page 143: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

88

6.1.2. Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang). Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu 1 bulan atau kurang dan dalam kurun waktu 12 bulan atau kurang. Period prevalence dan prevalensi pneumonia Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 1,9 persen dan 5,0 persen. Empat kabupaten/kota yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Pemalang, Magelang, Purbalingga dan Bresbes. (Tabel 6.1).

Berdasarkan kelompok umur penduduk, gambaran pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Period prevalence pneumonia balita di Provinsi Jawa Tengah adalah 19,1‰. Lima kabupaten/kota yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Pemalang (89,5‰), Purbalingga (58,7‰), Karanganyar (53,9‰), Wonogiri (45,4‰) dan Pekalongan (34,8‰) (Tabel 6.1). Prevalensi pneumonia tertinggi balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,8‰) (Gambar 3.4.1). Pneumonia balita lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (27,5‰).

Gambar 6.1 Pneumonia per 1000 balita menurut kelompok umur, Provinsi Jawa Tengah 2013

Page 144: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

89

Tabel 6.2 Period prevalence ISPA, pneumonia, , prevalensi pneumonia dan periode prevalence pneumonia

balita menurut karaktristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Periode prevalence ISPA

(persen)

Periode prevalence Pneumonia

(persen) Prevalensi

Pneumonia (persen)

Periode prevalence Pneumonia Balita

(permil)

D DG D DG D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 26,6 37,1 0,3 1,1 1,2 2,4

1-4 31,5 46,6 0,3 2,1 1,8 4,4

5-14 18,2 30,6 0,2 1,9 1,9 4,6

15-24 12,1 22,3 0,2 1,7 1,7 4,7

25-34 11,8 21,5 0,1 1,4 1,7 4,2

35-44 12,9 22,6 0,1 1,6 1,5 4,5

45-54 14,5 24,9 0,3 2,2 2,5 6

55-64 15 25,7 0,2 2,4 2,7 6,3

65-74 17,1 28,5 0,5 3,3 2,6 7,5

≥75 16,7 27,3 0,4 2,8 3 7,5

Balita

0-11 bulan

2,6 10,8

12-23 bulan

2,9 21,8

24-35 bulan

5,1 19,8

36-47 bulan

1,1 21,3

48-59 bulan

2,5 20,8

Jenis Kelamin

Laki-laki 15,5 26,6 0,3 2,1 2,2 5,4 3,8 16,8

Perempuan 15,9 26,6 0,1 1,7 1,8 4,6 1,8 16,2

Pendidikan

Tidak sekolah 18,5 29,6 0,4 2,9 2,4 6,4

Tidak tamat SD/MI 16,8 29,1 0,2 2,4 2,3 5,9

Tamat SD/MI 14,9 25,9 0,2 2,2 2 5,5

Tamat SMP/MTS 11,9 21,6 0,1 1,5 1,8 4,6

Tamat SMA/MA 10,6 19,2 0,2 0,9 1,7 3,5

Tamat D1-D3/PT 9,4 16,6 0,2 0,9 1,3 2,5

PT 18,5 29,6 0,4 2,9 Pekerjaan

Tidak bekerja 13,9 24,4 0,2 1,9 2,1 5

Pegawai 10,2 17,9 0,1 1 1,6 3,1

Wiraswasta 13,3 22,6 0,2 1,5 1,9 4,7

Petani/Nelayan/Buruh 14,3 25,6 0,1 2,4 1,9 5,9

Lainnya 13,2 23,9 0,3 2,1 2,1 5,6

Tempat Tinggal

Perkotaan 15,1 25,3 0,2 1,4 2,1 4,4 2,5 13,3

Perdesaan 16,2 27,7 0,2 2,3 1,9 5,5 3,1 23,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 15,9 28,5 0,2 2,8 1,7 6 3,1 27,5

Menengah Bawah 15,7 28,1 0,2 2,2 2 5,6 3,4 20,5

Menengah 17,1 27,6 0,2 1,8 2,1 5 4,5 18,1

Menengah Atas 15,6 25,3 0,2 1,6 2 4,4 1,4 17,5

Teratas 14,1 23,5 0,2 1,2 1,9 4 1,8 13,1

Page 145: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

90

6.1.3. Tuberkulosis

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan. Penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak, foto toraks atau keduanya. Prevalensi penduduk Jawa Tengah yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4 persen. Lima kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dengan TB tertinggi adalah Tegal (0,8%), Jepara (0,7%), Batang (0,6%), Banyumas dan Kebumen masing-masing 0.5 persen (Tabel 6.3). Prevalensi penduduk Jawa Tengah dengan gejala TB adalah 3,8 persen dan 3,0 persen diantaranya mengalami batuk berdarah (Tabel 6.3).

Page 146: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

91

Tabel 6.3 Prevalensi TB berdasarkan diagnosis dan gejala TB menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota Diagnosis TB

Gejala TB

Batuk ≥ 2 mgg Batuk darah

Cilacap 0,3 3,5 4,4

Banyumas 0,5 6,5 1,9

Purbalingga 0,3 6,0 2,0

Banjarnegara 0,3 4,3 2,6

Kebumen 0,5 4,7 2,2

Purworejo 0,2 2,7 0,6

Wonosobo 0,2 3,5 2,9

Magelang 0,4 4,7 2,4

Boyolali 0,2 4,2 1,7

Klaten 0,2 4,2 3,9

Sukoharjo 0,2 1,6 2,9

Wonogiri 0,4 4,9 2,6

Karanganyar 0,2 3,9 2,4

Sragen 0,2 2,0 1,3

Grobogan 0,2 2,9 1,5

Blora 0,2 1,5 7,8

Rembang 0,3 2,0 1,3

Pati 0,3 3,1 1,8

Kudus 0,1 2,9 3,2

Jepara 0,7 4,5 4,1

Demak 0,4 3,1 8,7

Semarang 0,3 4,3 3,4

Temanggung 0,2 3,5 1,1

Kendal 0,3 2,2 3,6

Batang 0,6 3,8 5,4

Pekalongan 0,5 3,1 0,8

Pemalang 0,3 6,6 4,4

Tegal 0,8 5,1 3,9

Brebes 0,5 3,0 4,8

Kota Magelang 0,4 2,5 0,4

Kota Surakarta 0,0 4,6 1,4

Kota Salatiga 0,3 4,1 1,0

Kota Semarang 0,5 3,4 2,1

Kota Pekalongan 0,3 4,0 4,1

Kota Tegal 0,3 1,7 2,2

JAWA TENGAH 0,4 3,8 3,0

Page 147: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

92

Tabel 6.4 Prevalensi TB berdasarkan diagnosis dan gejala TB menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Penduduk Diagnosis TB

Gejala TB

Batuk ≥ 2 mgg Batuk darah

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,2 3,0 0,3

1-4 0,4 4,0 1,1

5-14 0,3 3,7 1,6

15-24 0,2 3,2 2,4

25-34 0,3 3,3 4,4

35-44 0,2 3,3 3

45-54 0,5 4,4 4,6

55-64 0,5 5,1 3,9

65-74 0,7 5,1 4,3

≥75 0,6 6,0 2,6

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,4 4,0 3,4

Perempuan 0,3 3,7 2,5

Pendidikan

Tidak sekolah 0,5 4,5 3,2

Tidak tamat SD 0,4 4,5 2,9

Tamat SD 0,4 4,0 3,7

Tamat SMP 0,2 3,5 2,8

Tamat SMA 0,3 2,8 2,5

Tamat D1/D2/D3/PT 0,3 3,3 7,0

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,4 3,7 2,9

Pegawai 0,2 2,6 1,5

Wiraswasta 0,3 3,3 4,0

Petani/Nelayan/Buruh 0,4 4,6 4,3

Lainnya 0,4 4,3 4,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,4 3,6 2,7

Perdesaan 0,3 4,0 3,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,3 4,6 2,9

Menengah Bawah 0,4 4,4 3,1

Menengah 0,4 3,8 2,8

Menengah Atas 0,4 3,4 3,7

Teratas 0,2 3,1 2,1

Page 148: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

93

Berdasarkan karakteristik penduduk Jawa tengah, yang paling banyak didiagnosis TB adalah penduduk >45 tahun, laki-laki, pendidikan SD ke bawah dan bertempat tinggal di daerah perkotaan. Menurut kuintil indeks kepemilikan, proporsi TB terendah terdapat pada kuintil indeks kepemilikan teratas (0.2%) (Tabel 6.4)

Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, 50,4% diobati dengan obat program. Lima kabupaten/kota terbanyak yang mengobati TB dengan obat program adalah Jepara (79,1%), Kota Semarang (77,0%), Demak (75,7%), Pekalongan (74,1%) dan Batang (72,9%) (lihat Riskesdas 2013 dalam angka Provinsi Jawa Tengah).

6.2. Penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan lainnya

Penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan lainnya pada Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 adalah diare dan hepatitis. Pertanyaan diare ditambahkan dalam kurun waktu < 2 minggu, sesuai dengan kebutuhan program.

6.2.1. Hepatitis

Hepatitis adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A, B, C, D atau E. Hepatitis dapat menimbulkan gejala demam, lesu, hilang nafsu makan, mual, nyeri pada perut kanan atas, disertai urin warna coklat yang kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata karena tingginya bilirubin dalam darah). Hepatitis dapat pula terjadi tanpa menunjukkan gejala (asimptomatis).

Prevalensi hepatitis Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 0,8 persen. Lima kabupaten/kota dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Purbalingga, Banjarnegara masing-masing 1,5 persen, Magelang dan Kota Pekalongan masing-masing (1,4%), Pemalang (1,3%) (Tabel 6.5).

Berdasarkan pekerjaan, kelompok pegawai menempati prevalensi hepatitis tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Prevalensi semakin meningkat pada penduduk berusia diatas 15 tahun dan prevalensi pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. (Tabel 6.6).

Page 149: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

94

Tabel 6.5 Prevalensi Hepatitis, insiden dan period prevalence diare, insiden diare balita menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Prevalensi Insiden Diare Period prevalence

Diare

Insiden Diare

Hepatitis Balita

D DG D DG D DG D DG

Cilacap 0 1 1,6 2,8 4,2 7,1 3,3 4,7

Banyumas 0,4 0,8 1,9 2,9 4,4 6 6 7

Purbalingga 0,3 1,5 3,3 4,5 6,1 7,7 6,6 8,7

Banjarnegara 0,1 1,5 2,5 3,3 5,7 9,9 6,5 6,5

Kebumen 0,4 1 1,9 3,2 4,1 6,4 4,4 6,4

Purworejo 0,2 0,6 1,1 1,9 3,2 4,5 3,7 4,7

Wonosobo 0,3 0,8 1,2 1,8 2,5 4,2 3,4 4,5

Magelang 0,4 1,4 3 5,3 6,7 10,2 6,1 9,8

Boyolali 0,4 1,2 2,7 3,1 4,4 5,3 6,1 6,5

Klaten 0,2 0,6 2,1 2,5 3,8 4,9 4,7 4,7

Sukoharjo 0,1 0,2 0,8 0,9 1,8 2,2 3,3 3,3

Wonogiri 0 1,1 1,3 2,4 3,3 5,4 3,2 5,6

Karanganyar 0,1 0,4 1,6 1,8 3,2 4 4 4

Sragen 0 0,4 1,8 2,1 3,3 3,9 4,4 4,4

Grobogan 0,4 1 3,2 3,8 5 5,9 6,7 7

Blora 0,3 0,5 1,3 1,5 3,3 3,7 3,2 4,1

Rembang 0,1 0,3 1,6 2,4 3,2 4,5 7,1 7,1

Pati 0,3 0,8 2,7 4 6,4 8,9 9,3 12,5

Kudus 0,1 0,2 2 2,8 3,8 5,6 5,2 5,2

Jepara 0,4 0,9 3,1 5,2 5,5 8,9 6,2 7

Demak 0,3 0,6 3,7 4,6 8,9 10,5 4,4 5,9

Semarang 0,6 0,8 1,8 2,8 3,2 5 2,7 3,6

Temanggung 0,3 0,8 1,7 2,9 3,4 5,8 5,2 6,7

Kendal 0,2 0,4 1,9 2,2 3 3,9 2,5 3,2

Batang 0,3 0,8 1,2 2,2 2,9 5 4 5,7

Pekalongan 0,2 0,7 2,6 3,8 5,1 7,6 7,7 8,1

Pemalang 0,3 1,3 2,8 3,8 4,4 6,1 4 5,7

Tegal 0,1 0,5 3,6 6,2 7,1 11,6 11 13

Brebes 0,1 1,1 3,4 4 5,6 6,9 6,8 7,5

Kota Magelang 0,1 0,1 1,1 2 1,8 3,1 5,2 6,8

Kota Surakarta 0,1 1,1 2,5 3,5 4,7 7,6 4,3 4,3

Kota Salatiga 0,2 0,9 1,7 2,6 3 4,4 6,6 6,6

Kota Semarang 0,4 0,9 2,5 3,9 6 8,7 3,3 3,6

Kota Pekalongan 0,4 1,4 2,4 3,5 4,9 7,2 5,7 9,7

Kota Tegal 0,1 0,4 3 4,2 7,3 9,8 6 9,2

JAWA TENGAH 0,2 0,8 2,3 3,3 4,7 6,7 3,9 5

Page 150: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

95

Tabel 6.6 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan period prevalence diare, serta insidens diare balita

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Prevalensi Hepatitis

Insiden Diare Period prevalence

diare Insiden diare

balita

D DG D DG D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,0 0,6 5,0 6,2 7,1 9,2

1-4 0,1 0,5 5,4 6,6 9,5 11,4

5-14 0,1 0,6 2,2 3,0 4,4 5,9

15-24 0,3 1,0 1,9 3,0 3,9 6,1

25-34 0,4 1,0 1,9 3,0 3,9 6,3

35-44 0,2 0,9 2,2 3,1 4,7 6,6

45-54 0,3 0,9 2,2 3,3 4,8 7,2

55-64 0,3 1,0 1,6 2,7 3,7 5,8

65-74 0,3 1,1 2,0 2,8 3,9 5,7

≥75 0,0 0,5 2,7 3,4 4,9 6,5

Kelompok umur balita

0-11 bulan

5,0 6,2

12-23 bulan

8,7 10,4

24-35 bulan

5,9 7,2

36-47 bulan

4,6 5,3

48-59 bulan

3,0 3,9

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,3 0,9 2,3 3,2 4,7 6,7 5,9 7,0

Perempuan 0,2 0,8 2,4 3,4 4,7 6,7 4,8 6,0

Pendidikan

Tidak sekolah 0,2 0,8 2,2 3,2 4,7 6,7

Tidak tamat SD/MI 0,2 0,8 2,1 3,0 4,3 6,2

Tamat SD/MI 0,2 0,9 2,3 3,2 4,7 6,7

Tamat SMP/MTS 0,3 0,9 1,8 3,0 4,0 6,3

Tamat SMA/MA 0,5 1,0 1,9 2,9 3,6 5,4

Tamat D1-D3/PT 0,2 0,6 1,3 2,1 3,9 5,6

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,3 0,9 2,1 3,1 4,2 6,2

Pegawai 0,4 0,8 1,6 2,5 3,7 5,5

Wiraswasta 0,3 0,7 2,1 3,0 4,5 6,3

Petani/Nelayan/Buruh 0,3 1,0 2,1 3,2 4,5 6,7

Lainnya 0,2 1,1 2,3 3,5 4,9 7,4

Tempat Tingggal

Perkotaan 0,2 0,7 2,3 3,4 4,5 6,6 5,8 6,7

Perdesaan 0,2 0,9 2,3 3,3 4,8 6,7 5,0 6,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,3 1,0 2,6 3,7 5,0 7,3 6,7 7,8

Menengah Bawah 0,2 1,0 2,5 3,7 4,8 7,1 5,0 6,7 Menengah 0,2 0,7 2,3 3,3 4,7 6,7 5,8 6,9 Menengah Atas 0,3 0,9 2,1 3,1 4,4 6,2 5,0 6,3

Teratas 0,3 1,0 2,6 3,7 5,0 7,3 4,3 5,1

Page 151: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

96

Tabel 6.7 Prevalensi penderita hepatitis A, B, C, dan hepatitis lain menurut kabupaten/kota

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Jenis Hepatitis yang Diderita

Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis Lainnya

Cilacap 0,0 0,0 0,0 0,0

Banyumas 17,7 2,1 0,0 0,0

Purbalingga 46,6 0,0 0,0 0,0

Banjarnegara 0,0 33,9 0,0 0,0

Kebumen 17,9 49,1 0,0 0,0

Purworejo 35,2 0,0 0,0 20,2

Wonosobo 30,3 30,0 0,0 0,0

Magelang 0,0 12,6 6,7 27,3

Boyolali 26,7 0,0 0,0 0,0

Klaten 31,2 18,1 0,0 0,0

Sukoharjo 48,7 0,0 0,0 0,0

Karanganyar 0,0 49,7 0,0 0,0

Sragen 0,0 100,0 0,0 0,0

Grobogan 41,3 10,3 0,0 0,0

Blora 0,0 0,0 0,0 0,0

Rembang 63,6 0,0 0,0 0,0

Pati 80,3 0,0 0,0 0,0

Kudus 0,0 62,2 0,0 0,0

Jepara 0,0 10,2 6,1 0,0

Demak 0,0 88,6 0,0 0,0

Semarang 17,6 17,4 17,4 0,0

Temanggung 13,6 0,0 45,4 0,0

Kendal 19,0 37,7 0,0 0,0

Batang 0,0 43,0 0,0 0,0

Pekalongan 0,0 28,4 0,0 0,0

Pemalang 0,0 29,6 0,0 23,8

Tegal 0,0 0,0 8,3 0,0

Brebes 0,0 52,5 0,0 0,0

Kota Magelang 93,4 6,6 0,0 0,0

Kota Surakarta 0,0 0,0 0,0 0,0

Kota Salatiga 15,7 75,7 0,0 0,0

Kota Semarang 3,0 34,1 0,0 0,0

Kota Pekalongan 0,0 0,0 0,0 0,0

Kota Tegal 0,0 0,0 0,0 0,0

JAWA TENGAH 16,4 21,9 3,1 2,7

Jenis hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Jawa Tengah adalah hepatitis B (21,9 %) dan hepatitis A (16,4 %). Prevalensi penderita terbanyak hepatitis A adalah Kota Magelang sebesar 93,4 persen, hepatistis B adalah Sragen, hepatitis C di Temanggung (Tabel 6.7).

Page 152: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

97

6.2.2. Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir.

Dalam Riskesdas 2013 ini mengumpulkan informasi insiden diare dan period prevalens diare. Period prevalen diare Provinsi Jawa Tengah pada Riskesdas 2013 (6,7%). Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Jawa Tengah adalah 3.3 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Tegal (6,2% dan 11,6%), Magelang (5,3% dan 10,2%), Jepara (5,2% dan 8,9%), Demak (4,6% dan 10,5%), dan Purbalingga (4,5% dan 7,7%) (Tabel 6.5).

Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah kuintil indeks kepemilikan, maka semakin tinggi proporsi diare pada penduduk. Jenis kelamin dan tempat tinggal menunjukkan proporsi yang tidak jauh berbeda (Tabel 6.6).

Insiden diare balita di Provinsi Jawa Tengah adalah 5,0 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden diare tertinggi adalah Tegal (13,0%), Pati (12,5%), Magelang (9,8%), Kota Pekalongan (9,7%), dan Kota Tegal (9,2%) (Tabel 6.5). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (10,4%), laki-laki (7,0%), tinggal di daerah perkotaan (6,7%), dan kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah (7,8%) (Tabel 6.6).

Oralit dan zinc sangat dibutuhkan pada pengelolaan diare balita. Oralit dibutuhkan sebagai rehidrasi yang penting saat anak banyak kehilangan cairan akibat diare dan Kecukupan zinc di dalam tubuh balita akan membantu proses penyembuhan diare. Pengobatan dengan pemberian oralit dan zinc terbukti efektif dalam menurunkan tingginya angka kematian akibat diare sampai 40 persen.

Riskesdas Provinsi jawa Tengah 2013 ini ingin menilai jenis obat apa saja yang biasa dikonsumsi oleh responden untuk mengobati penyakit/keluhan yang dirasakan. Pemakaian oralit dalam mengelola diare pada penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 23,1 persen. Lima kabupaten/kota tertinggi penggunaan oralit adalah Klaten (58,0%), Banjarnegara (45,8%), Wonosobo (44,2%), Temanggung (40,4%), dan Banyumas (37,9%). Pengobatan diare dengan menggunakan zinc pada penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 14,6 persen. Lima provinsi tertinggi pemakaian zinc pada pengobatan diare adalah Pati (52,5%), Blora (39,2%), Batang (33,9%), Temanggung (32,3%), dan Purworejo (26,1%) (Tabel 6.8).

Sementara itu untuk Rembang dan Kota Semarang nilai penggunaan oralit dan zinc nol karena menggunakan obat lain seperti obat dari resep dokter/obat anti diare bebas/obat tradisional/obat diare lainnya.

Page 153: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

98

Tabel 6.8 Penggunaan oralit dan zinc pada diare balita menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Oralit Zn

Cilacap 30,7 9,6

Banyumas 37,9 13,7

Purbalingga 13,4 5,0

Banjarnegara 45,8 8,7

Kebumen 28,5 20,6

Purworejo 17,1 26,1

Wonosobo 44,2 16,3

Magelang 23,4 5,2

Boyolali 35,1 0,0

Klaten 58,0 14,9

Sukoharjo 20,9 24,1

Wonogiri 10,8 5,8

Karanganyar 17,5 21,6

ragen 17,3 0,0

Grobogan 5,3 0,0

Blora 12,7 39,2

Rembang 0,0 0,0

Pati 15,6 52,5

Kudus 22,3 23,3

Jepara 36,6 17,4

Demak 15,0 12,8

Semarang 26,7 8,3

Temanggung 40,4 32,3

Kendal 0,0 0,0

Batang 28,9 33,9

Pekalongan 22,7 0,0

Pemalang 6,4 6,0

Tegal 20,4 19,2

Brebes 9,2 10,7

Kota Magelang 0,0 5,3

Kota Surakarta 30,0 0,0

Kota Salatiga 0,0 0,0

Kota Semarang 12,4 6,1

Kota Pekalongan 23,6 10,4

Kota Tegal 32,8 21,4

JAWA TENGAH 23,1 14,6

Page 154: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

99

6.3. Penyakit yang ditularkan oleh Vektor (Malaria)

Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil atau panas naik turun secara berkala, dapat disertai sakit kepala, berkeringat, mual, muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun terakhir. Ditanyakan pula apakah pernah minum obat malaria dengan atau tanpa gejala panas. Untuk responden yang menyatakan ―pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program kombinasi artemisinin dalam 24 jam pertama menderita panas atau lebih dari 24 jam pertama menderita panas dan apakah habis diminum dalam waktu 3 hari.

Insiden Malaria pada penduduk Jawa Tengah tahun 2013 adalah 1,5 persen. Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 5,1 persen. Lima kabupaten/kota dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Pemalang (3,0% dan 7,4%), Magelang (2,8% dan 10,3%), Tegal (2,6% dan 5,6%), Banjarnegara (2,5% dan 7,9%) dan Pati (2,3% dan 6,8%) (Tabel 6.9).

Page 155: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

100

Tabel 6.9 Insiden dan prevalensi malaria menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Insiden Malaria Prevalensi Malaria

D DG D DG

Cilacap 0,0 1,8 0,3 7,0

Banyumas 0,1 1,1 0,7 5,5

Purbalingga 0,1 2,1 1,1 6,9

Banjarnegara 0,4 2,5 1,2 7,9

Kebumen 0,0 1,8 0,6 5,3

Purworejo 0,1 0,9 1,6 5,3

Wonosobo 0,0 1,2 1,0 5,1

Magelang 0,0 2,8 0,7 10,3

Boyolali 0,1 1,9 1,1 7,1

Klaten 0,0 1,7 0,9 5,3

Sukoharjo 0,0 0,2 0,1 1,2

Wonogiri 0,1 1,6 0,4 4,1

Karanganyar 0,0 1,0 0,8 4,5

Sragen 0,0 1,0 0,2 1,9

Grobogan 0,0 0,8 0,7 3,7

Blora 0,0 0,2 0,5 3,2

Rembang 0,0 1,1 1,2 4,3

Pati 0,2 2,3 1,0 6,8

Kudus 0,0 0,4 0,4 1,9

Jepara 0,0 1,8 0,3 5,2

Demak 0,1 0,7 0,5 2,9

Semarang 0,2 1,6 1,6 6,3

Temanggung 0,0 1,9 0,5 6,5

Kendal 0,0 0,8 0,2 2,3

Batang 0,0 0,7 0,3 3,5

Pekalongan 0,0 1,4 0,2 4,2

Pemalang 0,1 3,0 0,9 7,4

Tegal 0,0 2,6 0,5 5,6

Brebes 0,0 2,1 0,6 5,5

Kota Magelang 0,0 0,5 0,3 2,2

Kota Surakarta 0,1 1,0 0,4 5,0

Kota Salatiga 0,0 0,6 0,9 4,0

Kota Semarang 0,0 1,0 0,1 3,9

Kota Pekalongan 0,0 0,3 0,5 2,4

Kota Tegal 0,0 1,5 0,2 5,2

JAWA TENGAH 0,0 1,5 0,6 5,1

Tabel 6.10 menunjukkan prevalensi malaria pada usia 35-44 tahun relatif lebih tinggi dibanding kelompok umur yang lain. Prevalensi malaria pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya (6,2%), sedangkan berdasarkan tempat tinggal lebih banyak terjadi di perdesaan (5,9%). Semakin rendah kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi prevalensi malaria.

Page 156: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

101

Tabel 6.10 Insiden dan prevalensi malaria menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Responden Insiden Malaria Prevalensi Malaria

D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 0,0 0,3 0,1 1,7

1-4 0,0 2,0 0,4 5,1

5-14 0,0 1,4 0,4 4,6

15-24 0,0 1,7 0,7 5,1

25-34 0,1 1,4 0,8 5,3

35-44 0,0 1,9 0,8 6,2

45-54 0,1 1,5 0,8 5,7

55-64 0,1 1,4 0,7 4,6

65-74 0,1 1,3 0,6 4,3

≥75 0,0 0,9 0,6 4,1

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,1 1,4 0,8 5,2

Perempuan 0,0 1,6 0,5 5,1

Pendidikan

Tidak sekolah 0,0 1,7 0,6 5,5

Tidak tamat SD 0,0 1,8 0,5 5,2

Tamat SD 0,1 1,8 0,8 5,9

Tamat SMP 0,1 1,3 0,9 5,2

Tamat SMA 0,0 0,9 0,6 4,1

Tamat D1/D2/D3/PT 0,0 0,5 0,3 2,9

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,0 1,4 0,5 4,8

Pegawai 0,0 1,0 0,7 4,1

Wiraswasta 0,0 1,3 0,6 4,9

Petani/Nelayan/Buruh 0,1 1,9 1,0 6,2

Lainnya 0,2 2,1 0,8 5,8

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,0 1,2 0,5 4,3

Pedesaan 0,1 1,8 0,8 5,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,1 2,1 0,7 6,2

Menengah Bawah 0,1 1,9 0,9 6,1

Menengah 0,0 1,4 0,6 4,6

Menengah Atas 0,1 1,3 0,5 4,7

Teratas 0,0 1,0 0,5 4,1

Proporsi penderita malaria yang mendapatkan obat ACT program di Jawa Tengah 18,7%, di dapat pada 24 jam pertama demam 50,1% dan obat diminum dalam 3 hari 84,8% (Tabel 6.11).

Page 157: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

102

Tabel 6.11 Proporsi penderita malaria yang diobati sesuai program dan yang mengobati sendiri menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Pengobatan malaria sesuai program

Mengobati sendiri Mendapatkan

obat ACT program

Mendapatkan obat dalam 24 jam

pertama

Minum obat selama 3 hari

Cilacap 33,1 48,6 48,6

0,2

Banyumas 14,1 53,4 62,3

0,4

Purbalingga 49,2 63,2 88,4

0,7

Banjarnegara 43,6 24,9 83,4

0,3

Kebumen 17,6 52,4 100,0

0,3

Purworejo 17,7 80,3 100,0

0,2

Wonosobo 16,5 68,9 68,9

0,5

Magelang 29,8 97,6 53,9

0,7

Boyolali 32,8 20,5 100,0

0,4

Klaten 0,0 0,0 0,0

0,3

Sukoharjo 0,0 0,0 0,0

0,0

Wonogiri 0,0 0,0 0,0

0,2

Karanganyar 30,7 77,3 100,0

0,2

Sragen 0,0 0,0 0,0

0,2

Grobogan 8,0 76,1 100,0

0,3

Blora 0,0 0,0 0,0

0,2

Rembang 6,9 0,0 0,0

0,2

Pati 38,4 57,3 100,0

0,3

Kudus 0,0 0,0 0,0

0,3

Jepara 28,7 84,2 32,8

0,2

Demak 30,7 41,2 100,0

0,0

Semarang 6,8 0,0 0,0

1,0

Temanggung 19,7 33,6 100,0

0,3

Kendal 0,0 0,0 0,0

0,2

Batang 36,5 62,3 100,0

0,2

Pekalongan 20,1 100,0 88,3

0,2

Pemalang 19,4 9,5 0,0

0,6

Tegal 0,0 0,0 0,0

0,3

Brebes 6,3 0,0 100,0

0,2

Kota Magelang 16,7 100,0 100,0

0,2

Kota Surakarta 24,0 19,0 54,0

0,4

Kota Salatiga 16,1 43,0 100,0

0,2

Kota Semarang 0,0 0,0 0,0

0,4

Kota Pekalongan 8,4 100,0 100,0

0,1

Kota Tegal 0,0 0,0 0,0

0,4

JAWA TENGAH 18,7 50,1 84,8

0,3

Page 158: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

103

Proporsi pengobatan dengan obat malaria program cenderung lebih baik pada usia dewasa dibandingkan dengan anak, hal ini merupakan kebalikan dari data nasional (Tabel 6.12). Keadaan ini menunjukkan kewaspadaan dan kepedulian penanganan penyakit malaria pada dewasa sudah cukup baik. Pengobatan dengan obat malaria program relatif lebih baik di daerah perkotaan, pada jenis kelamin perempuan, kelompok pegawai, dan kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan teratas (Tabel 6.12).

Tabel 6.12 Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Responden

Pengobatan malaria sesuai program

Mengobati sendiri Mendapatkan obat ACT program

Mendapatkan obat dalam 24 jam

pertama

Minum obat selama 3 hari

Kelompok umur (tahun)

<1

0,5

1-4 11,4 45,5 95,0 0,3

5-14 13,7 46,4 58,1 0,3

15-24 12,5 74,4 72,0 0,3

25-34 21,8 30,8 85,1 0,3

35-44 21,4 45,4 80,6 0,2

45-54 24,3 49,4 97,7 0,3

55-64 27,2 68,0 100,0 0,4

65-74 8,3 100,0 73,4 0,2

≥75 6,1 100,0 100,0 0,5

Jenis Kelamin

Laki-laki 19,3 51,1 80,2 0,3

Perempuan 17,9 48,4 92,5 0,3

Pendidikan

Tidak sekolah 5,4 37,1 100,0 0,4

Tidak tamat SD 28,9 50,1 85,5 0,4

Tamat SD 16,8 50,1 87,8 0,2

Tamat SMP 23,2 43,3 71,6 0,4

Tamat SMA 16,0 63,1 100,0 0,3

Tamat D1/D2/D3/PT 15,4 100,0 100,0 0,2

Pekerjaan

Tidak bekerja 12,1 64,6 78,2 0,3

Pegawai 17,6 45,3 100,0 0,3

Wiraswasta 12,0 65,9 95,4 0,4

Petani/Nelayan/Buruh 24,8 47,2 90,5 0,3

Lainnya 37,6 46,6 55,0 0,3

Tempat tinggal

Perkotaan 9,6 68,1 86,3 0,3

Pedesaan 23,6 46,1 84,5 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 24,3 41,3 92,6 0,3

Menengah Bawah 20,2 57,1 74,1 0,4

Menengah 10,2 46,8 97,4 0,3

Menengah Atas 26,0 40,4 81,4 0,3

Teratas 10,6 83,7 93,1 0,3

Page 159: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

104

Daftar Pustaka Bhisma Murti. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press 1997: 152 -79. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2007. Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian TB edisi 2 th. 2012. Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus. 2012. Direktorat PPBB Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. 2011. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. 2012. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut, 2012 Kenneth J. Rothman. Epidemiologi Modern . Yayasan Pustaka Nusatama 1995: 33-49

Page 160: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

105

BAB 7. PENYAKIT TIDAK MENULAR

Cicih opitasari

Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan perkembangan yang umumnya lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma, penyakit paru obstruksi kronis) dan diabetes (DM)

Tujuan Riskesdas 2013 dalam bidang PTM adalah untuk memperoleh gambaran penduduk dengan penyakit tidak menular. Data penyakit tidak menular didapat melalui pertanyaan/wawancara responden tentang penyakit tidak menular yang terdiri dari: (1) asma (2) penyakit paru obstrukstif kronis (PPOK) (3) kanker (4) DM (5) hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal ginjal kronis (11) batu ginjal (12) penyakit sendi/rematik. Jenis pertanyaan meliputi: besaran PTM yang didiagnosis tenaga kesehatan, besaran PTM berdasarkan keluhan/gejala tertentu yang dialami oleh responden dan onset PTM yang didiagnosis tenaga kesehatan atau yang dialami responden.

Prevalensi penyakit adalah gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis tenaga medis/kesehatan dan kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM. Pada kanker, gagal ginjal kronis dan batu ginjal hanya berdasarkan yang terdiagnosis dokter. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, untuk penyakit paru obstruksi kronis umur > 30 tahun, untuk penyakit kencing manis/diabetes melitus, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanya pada umur ≥ 15 tahun. Riwayat penyakit ditanyakan mengenai umur mulai serangan atau tahun pertama didiagnosis, sedangkan pertanyaan gejala ditanyakan mengenai pernah atau dalam kurun waktu 1 bulan mengalami gejala. Hipertensi dinilai melalui 2 cara yaitu wawancara dan pengukuran. Untuk hipertensi wawancara, ditanyakan mengenai riwayat didiagnosis oleh nakes, dan kondisi sedang minum obat anti-hipertensi saat diwawancara. Untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dilakukan pengukuran tekanan darah/tensi menggunakan alat pengukur/tensimeter digital. Setiap responden diukur tensinya minimal 2 kali. Jika hasil pengukuran ke-dua berbeda ≥10 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ke-tiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dengan pengukuran terakhir dihitung reratanya sebagai hasil ukur tensi.

Terdapat beberapa perbedaan pertanyaan dalam kuesioner Riskesdas (RKD) 2013 dibandingkan RKD 2007. Untuk kasus asma pada RKD 2007 ditanyakan apakah pernah didiagnosis asma oleh tenaga kesehatan, kemudian untuk yang menjawab tidak, dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada mengalami gejala asma seperti sesak dengan disertai mengi, dada rasa tertekan di pagi hari atau waktu lainnya? Pada RKD 2013 pertanyaan asma berdasarkan pertanyaan yang lebih komplit, seperti sesak yang timbul bila terpapar udara dingin/rokok/debu/ infeksi/kelelahan/alergi obat/makanan, ada gejala mengi/sesak lebih berat malam hari atau menjelang pagi/ gejala hilang dengan atau tanpa pengobatan. PPOK hanya ada pada RKD 2013. Pertanyaan PPOK berdasarkan gejala meliputi sesak, batuk berdahak, dan merokok dengan Indek Brinkman ≥ 200, sesak bertambah ketika beraktifitas dan bertambah dengan meningkatnya usia. Pertanyaan kanker pada RKD 2007, apakah pernah didiagnosis tumor/kanker oleh tenaga kesehatan? Hasilnya dinilai agak bias karena pertanyaan tumor/kanker meliputi tumor jinak dan ganas. RKD 2013 menanyakan apakah pernah didiagnosis kanker oleh dokter. Jadi lebih memfokuskan pada tumor ganas/kanker. Pertanyaan tentang hipertiroid tidak ada dalam RKD 2007 namun pada RKD 2013 ditanyakan apakah pernah didiagnosis hipertiroid oleh dokter? Prevalensi yang didapat berdasar pertanyaan tentu akan lebih rendah dari kenyataan sebenarnya karena biasanya penduduk berobat ke tenaga medis setelah ada gejala dimana penyakit sebenarnya sudah berlanjut. Tekanan darah pada waktu RKD 2007 diukur dengan tensimeter digital merk Omron tipe IA2 dan pengukuran dilakukan pada lengan kanan sesuai pedoman. RKD 2013 mengggunakan tensimeter digital merk Omron tipe IA1 karena tipe IA2 diskontinu dan sesuai pedoman, diukur pada lengan kiri. Orang Indonesia umumnya menggunakan lengan kanan yang lebih banyak gerak dari pada lengan kiri dan telah diketahui hasil pengukuran lengan kanan sedikit lebih tinggi dari lengan kiri.

Page 161: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

106

Pada RKD 2007 pertanyaan penyakit jantung digabung (kongenital/ jantung koroner/ gagal jantung/ jantung reumatik, dll) yaitu apakah pernah didiagnosis penyakit jantung oleh tenaga kesehatan? Pada RKD 2013 pertanyaan berupa apakah pernah didiagnosis menderita penyakit jantung koroner oleh dokter? Bagi yang belum terdiagnosis dilanjutkan dengan pertanyaan gejala sesuai kriteria ―Rose Quesionnaire”. Untuk penyakit gagal jantung pertanyaan yang diajukan adalah apakah pernah didiagnosis penyakit gagal jantung oleh dokter? Bagi yang belum terdiagnosis dilanjutkan dengan pertanyaan gejala terkait gagal jantung. Pada RKD 2013 juga terdapat pertanyaan apakah pernah didiagnosis penyakit gagal ginjal kronis dan batu ginjal oleh dokter? Pertanyaan untuk stroke dan rematik sama dengan tahun 2007 yaitu apakah pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan dilanjutkan dengan pertanyaan gejala terkait penyakit.

Informasi hasil analisis penyakit tidak menular (PTM) meliputi (1) asma (2) PPOK (3) kanker (4) DM (5) hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal ginjal kronis (11) batu ginjal (12) penyakit sendi/rematik disajikan dalam bentuk tabel. Tabel menunjukkan prevalensi provinsi dan kabupaten/kota, serta karakteristik sosiodemografi. Istilah D dalam tabel berarti telah didiagnosis tenaga kesehatan, D/G adalah hasil diagnosis ditambah gejala (yang belum terdiagnosis). Untuk kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes diberi inisial D, dan gabungan kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes dengan kasus hipertensi berdasarkan riwayat sedang minum obat hipertensi sendiri diberi istilah DO (diagnosis atau minum obat sendiri), hasil berdasarkan pengukuran diberi inisial U.

7.1 Asma

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik di jalan napas. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala asma adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk produktif terutama pada malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan. Gejala tersebut memburuk pada malam hari, adanya alergen (seperti debu, asap rokok), sedang menderita sakit seperti demam. Gejala hilang dengan atau tanpa pengobatan. Didefinisikan sebagai asma jika pernah mengalami gejala sesak napas yang terjadi pada salah satu atau lebih kondisi: terpapar udara dingin dan/atau debu dan/atau asap rokok dan/atau stres dan/atau flu atau infeksi dan/atau kelelahan dan/atau alergi obat dan/atau alergi makanan dengan disertai salah satu atau lebih gejala : mengi dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan/atau sesak napas lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika pertama kali merasakan sesak napas saat berumur < 40 tahun (usia serangan terbanyak).

7.2 Penyakit Paru Obstrukstif Kronis (PPOK)

PPOK adalah penyakit kronik saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh pajanan faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan. Didefinisikan sebagai PPOK jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau sesak napas disertai batuk berdahak dan nilai Indeks Brinkman ≥ 200. Indeks Brinkman adalah jumlah batang rokok yang diisap, dihitung sebagai lama merokok (dalam tahun) dikalikan dengan jumlah rokok yang diisap per hari. Hasil yang didapat melalui kuesioner akan lebih rendah dibanding pemeriksaan spirometri, karena PPOK baru ada keluhan bila fungsi paru sudah menurun banyak.

7.3 Kanker

Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar. Diagnosis kanker maupun jenis kanker ditegakkan berdasarkan hasil wawancara terhadap pertanyaan pernah didiagnosis menderita kanker oleh dokter.

Page 162: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

107

Tabel 7.1 Prevalensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis, kanker

menurut kabupaten/kota , Propinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Asma* PPOK** Kanker***

(‰)

Cilacap 3,3 2,6 3,1 Banyumas 4,5 3,9 3,7 Purbalingga 4,5 3,5 1,5 Banjarnegara 4,5 4,6 1,0 Kebumen 3,6 3,7 2,1 Purworejo 1,6 1,6 2,8 Wonosobo 3,7 2,4 1,1 Magelang 7,0 6,7 2,6 Boyolali 7,0 4,5 4,3 Klaten 5,4 4,7 1,0 Sukoharjo 1,1 0,8 1,7 Wonogiri 4,9 4,1 6,0 Karanganyar 3,4 2,6 1,0 Sragen 3,0 2,4 2,3 Grobogan 2,8 2,7 1,6 Blora 1,4 0,9 2,3 Rembang 3,3 1,3 2,1 Pati 3,9 3,2 1,2 Kudus 1,9 2,2 2,8 Jepara 4,7 4,2 1,4 Demak 3,1 2,3 1,9 Semarang 3,9 4,2 2,1 Temanggung 4,8 4,0 0,6 Kendal 1,7 1,5 4,2 Batang 4,2 3,4 0,3 Pekalongan 4,4 3,0 2,0 Pemalang 5,6 3,9 1,0 Tegal 8,3 6,3 2,2 Brebes 5,0 5,2 0,9 Kota Magelang 4,6 2,3 4,4 Kota Surakarta 4,7 2,3 0,5 Kota Salatiga 5,8 3,2 0,7 Kota Semarang 5,3 2,0 2,3 Kota Pekalongan 2,5 0,8 0,6 Kota Tegal 4,9 3,7 2,6

JAWA TENGAH 4,3 3,4 2,1

*Semua umur berdasar wawancara gejala **Usia > 30 tahun berdasar wawancara gejala ***Semua umur menurut diagnosis dokter

Tabel 7.1 mencakup informasi prevalensi asma, PPOK, dan kanker di propinsi Jawa Tengah masing-masing 4,3 persen, 3,4 persen, dan 2,1 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Kabupaten Tegal (8,3%),. Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Kabupaten Magelang (6,7%).

Page 163: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

108

Prevalensi PPOK lebih rendah dari kejadian sebenarnya, karena manifestasi klinis baru terlihat ketika fungsi paru sudah menurun. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di Kabupaten Wonogiri (6,0‰).

Tabel 7.2 Prevalensi penyakit asma, PPOK dan kanker menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Asma* PPOK** Kanker***

Umur

< 1 Tahun 0,7 0,0 2,4

1-4 Tahun 2,5 0,0 0,1

5-14 Tahun 3,6 0,0 0,2

15-24 Tahun 5,9 0,0 0,5

25-34 Tahun 5,8 1,2 1,7

35-44 Tahun 5,7 2,1 3,2

45-54 Tahun 3,1 3,0 4,3

55-64 Tahun 2,7 4,2 3,0

65-74 Tahun 2,5 7,2 7,1

75+ Tahun 1,7 7,1 2,6

Jenis Kelamin

Laki-Laki 4,3 3,4 0,9

Perempuan 4,2 3,0 3,2

Pendidikan*

Tidak Sekolah 3,1 5,3 2,8

Tidak Tamat SD 4,3 5,1 1,8

Tamat SD 4,6 3,5 2,3

Tamat SMP 5,3 1,7 1,9

Tamat SMA 4,5 1,2 2,5

Tamat D1- D3, PT 3,6 0,8 3,3

Pekerjaan**

Tidak Kerja 4,5 4,0 2,7

Pegawai 4,0 1,3 2,5

Wiraswasta 4,6 2,3 3,4

Petani/Nelayan/Buruhh 4,7 3,6 1,8

Lainnya 5,7 3,0 1,6

Tempat Tinggal

Perkotaan 4,3 2,9 2,3

Perdesaan 4,3 3,4 1,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 4,6 4,7 1,4

Menengah bawah 4,5 4,0 3,0

Menengah 4,3 3,1 1,7

Menengah atas 4,2 2,7 2,0

Teratas 3,7 1,4 2,4

Page 164: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

109

Dari Tabel 7.2 terlihat prevalensi asma, PPOK, dan kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi asma pada kelompok umur ≥ 45 tahun mulai menurun. Prevalensi kanker paling tinggi pada umur 45-44 th (4,3‰). Prevalensi asma dan kanker pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki, PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Prevalensi asma terlihat sama antara perkotaan dan perdesaan, PPOK lebih tinggi di perdesaan dari perkotaan, hal ini perlu dianalisis lebih lanjut mengenai faktor risiko PPOK terbanyak. Prevalensi kanker di kota cenderung lebih tinggi dari pada di desa. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan status ekonomi terbawah. Asma cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Pada penyakit kanker, prevalensi cenderung lebih tinggi pada pendidikan tinggi dan pada kelompok dengan kuintil indeks kepemilikan teratas.

7.4 Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I / diabetes juvenile yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yang didapat setelah dewasa. Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan > 4 kg. Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan sering buang air kecil & jumlah banyak dan berat badan turun.

7.5. Penyakit Hipertiroid

Penyakit hipertiroid adalah suatu keadaan ketika fungsi kelenjar gondok (tiroid) menjadi berlebihan. Kelebihan fungsi kelenjar tersebut meningkatkan produksi hormon tiroid yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Gejala penyakit hipertiroid antara lain: jantung berdebar-debar, berkeringat banyak, penurunan berat badan, cemas, tidak tahan terhadap udara dingin, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai hipertiroid jika pernah didiagnosis hipertiroid oleh dokter.

7.6 Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥ 18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk umur ≥ 15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi.

Page 165: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

110

Tabel 7.3 Prevalensi diabetes, hipertiroid pada umur ≥ 15 tahun dan hipertensi pada umur ≥ 18 tahun

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Diabetes Hipertiroid

Hipertensi

Wawancara Pengukuran

D D/G D D O U

Cilacap 2,0 2,2 0,3 10,0 10,1 26,9

Banyumas 1,4 2,2 0,5 9,5 9,6 26,6

Purbalingga 0,9 1,1 1,2 10,0 10,0 29,0

Banjarnegara 1,4 1,9 0,4 9,4 9,4 36,1

Kebumen 1,4 1,6 0,4 11,2 11,2 20,8

Purworejo 1,5 1,7 0,4 7,2 7,2 29,5

Wonosobo 0,7 1,0 0,3 9,1 9,1 29,3

Magelang 0,9 2,3 1,2 13,4 13,4 29,1

Boyolali 1,7 2,7 0,8 16,0 16,0 28,5

Klaten 1,7 1,9 0,3 12,7 12,9 31,7

Sukoharjo 1,9 1,9 0,1 5,1 5,1 17,0

Wonogiri 1,4 2,3 1,2 11,5 11,6 35,7

Karanganyar 0,9 1,0 0,6 11,1 11,2 35,2

Sragen 1,7 1,8 0,3 7,4 7,5 25,2

Grobogan 1,4 1,5 0,1 10,5 10,5 32,1

Blora 1,9 1,9 0,0 4,0 4,0 24,5

Rembang 1,3 1,4 0,4 4,5 4,7 19,1

Pati 1,2 1,6 1,0 8,3 8,5 23,8

Kudus 1,5 1,6 0,1 7,3 7,4 25,1

Jepara 2,1 2,1 0,7 10,1 10,1 22,1

Demak 2,5 2,5 0,3 8,8 8,8 24,9

Semarang 1,4 1,7 0,4 9,2 9,2 27,1

Temanggung 0,6 1,6 0,6 11,0 11,1 27,3

Kendal 1,5 1,5 0,2 7,2 7,2 12,4

Batang 1,1 1,3 0,1 8,2 8,2 17,5

Pekalongan 1,4 1,6 0,5 8,8 8,8 23,8

Pemalang 1,3 1,8 0,4 9,0 9,1 33,1

Tegal 2,1 2,7 0,3 11,5 11,6 25,7

Brebes 1,2 1,5 0,3 6,0 6,1 26,3

Kota Magelang 1,7 1,7 0,7 12,5 12,6 33,8

Kota Surakarta 2,8 3,2 1,1 11,7 12,2 28,9

Kota Salatiga 2,6 3,2 1,0 15,1 15,1 31,8

Kota Semarang 2,7 2,8 0,8 9,6 9,7 22,5

Kota Pekalongan 1,1 1,1 0,7 6,1 6,2 22,3

Kota Tegal 2,8 3,1 0,4 11,2 11,6 22,9

JAWA TENGAH 1,6 1,9 0,5 9,5 9,5 26,4

Page 166: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

111

Dari Tabel 7.3 terlihat prevalensi diabetes dan hipertiroid di propinsi Jawa Tengah berdasar wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,6 persen dan 0,5 persen. DM terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,9 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di kota surakarta (2,8%), dan kota tegal (2,8%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter dan gejala, tertinggi terdapat di surakarta (3,2%), dan kota Salatiga (3,2%). Prevalensi hipertiroid tertinggi di Kabupaten Wonogiri, Magelang dan purbalingga sebesar 1.2%. Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 26,4 persen, tertinggi di Banjarnegara (36,1%). Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,5 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat sebesar 9,5 persen.

Dari Tabel 7.4 terlihat prevalensi diabetes melitus berdasar diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan menetap mulai umur ≥ 45 tahun. Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM, hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan, sedangkan hipertiroid di perkotaan dan pedesaan sama prevalensinya. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan status ekonomi dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja.

Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15 - <18 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%).

Page 167: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

112

Tabel 7.4 Prevalensi diabetes, hipertiroid, hipertensi menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Diabetes * Hipertiroid*

Hipertensi**

Wawancara Pengukuran

D D/G D D D/O U

Umur

15-24 Tahun 0,1 0,3 0,6 1,3 1,3 7,5

25-34 Tahun 0,3 0,5 0,4 2,6 2,7 12,3

35-44 Tahun 1,2 1,6 0,6 7,3 7,3 22,8

45-54 Tahun 2,9 3,5 0,5 12,8 12,9 33,1

55-64 Tahun 4,3 4,6 0,5 18,3 18,4 45,2

65-74 Tahun 3,4 3,9 0,4 24,2 24,5 56,7

75+ Tahun 2,3 2,7 0,4 27,5 27,7 65,9

Jenis Kelamin

Laki-Laki 1,5 1,9 0,2 6,3 6,4 22,9

Perempuan 1,7 2,0 0,8 12,5 12,5 29,8

Pendidikan

Tidak Sekolah 2,3 2,9 0,3 20,2 20,3 48,8

Tidak Tamat SD 1,8 2,3 0,5 13,9 14,0 36,3

Tamat SD 1,6 2,1 0,6 10,5 10,6 29,1

Tamat SMP 0,9 1,1 0,5 5,5 5,6 18,0

Tamat SMA 1,5 1,7 0,4 5,2 5,3 16,9

Tamat PT 2,9 3,0 0,7 7,4 7,5 20,4

Pekerjaan

Tidak Kerja 1,8 2,1 0,6 13,0 13,1 30,3

Pegawai 1,9 2,2 0,5 6,2 6,2 19,0

Wiraswasta 2,0 2,2 0,4 8,0 8,0 24,4

Petani/Nelayan/Buruh 1,1 1,6 0,4 8,4 8,4 26,6

Lainnya 2,1 2,4 0,5 10,1 10,1 25,9

Tempat Tinggal

Perkotaan 2,0 2,3 0,5 9,9 10,0 26,3

Perdesaan 1,2 1,6 0,5 9,1 9,2 26,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,7 1,3 0,5 9,4 9,4 29,4

Menengah bawah 1,1 1,5 0,5 10,3 10,4 27,8

Menengah 1,4 1,7 0,5 9,5 9,5 26,1

Menengah atas 1,9 2,1 0,6 8,7 8,8 24,4

Teratas 2,8 2,9 0,5 9,5 9,6 24,7

*Usia > 15 tahun **Umur 18 tahun

Page 168: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

113

7.7 Penyakit jantung

Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Responden biasanya mengetahui penyakit jantung yang diderita sebagai penyakit jantung saja. Cara membedakannya dengan menanyakan gejala yang dialami responden.

7.7.1 Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Didefinisikan sebagai PJK jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard) oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita PJK tetapi pernah mengalami gejala/riwayat: nyeri di dalam dada/rasa tertekan berat/tidak nyaman di dada dan nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan di dada bagian tengah/dada kiri depan/menjalar ke lengan kiri dan nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan ketika mendaki/naik tangga/berjalan tergesa-gesa dan nyeri/tidak nyaman di dada hilang ketika menghentikan aktifitas/istirahat.

7.7.2 Penyakit gagal jantung

Gagal Jantung / Payah Jantung (fungsi jantung lemah) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh yang ditandai dengan sesak nafas pada saat beraktifitas dan/atau saat tidur terlentang tanpa bantal, dan/atau tungkai bawah membengkak. Didefinisikan sebagai penyakit gagal jantung jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal jantung (decompensatio cordis) oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit gagal jantung tetapi mengalami gejala/riwayat: sesak napas pada saat aktifitas dan sesak napas saat tidur terlentang tanpa bantal dan kapasitas aktivitas fisik menurun/mudah lelah dan tungkai bawah bengkak.

7.8 Stroke

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah mengalami secara mendadak keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak mengerti pembicaraan.

Tabel 7.5 menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,5 persen, dan berdasar terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,4 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi di kota Magelang (1,5%). Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis dan gejala tertinggi di kabupaten magelang (3,2%) Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,18 persen, dan yang terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi Sragen, Klaten dan kabupaten Tegal. Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi kabupaten Tegal (0,7%).

Prevalensi stroke di Jawa Tengah berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,7 permil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 12,3 permil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi Kota Salatiga (17,3 permil). Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di kabupaten Boyolali (23,3 permil).

Page 169: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

114

Tabel 7.5 Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Jantung Koroner Gagal jantung Stroke (‰)

D D/G D D/G D D/G

Cilacap 0,7 1,2 0,00 0,2 5,8 8,8

Banyumas 1,0 2,8 0,31 0,6 9,0 17,3

Purbalingga 0,5 2,3 0,44 0,6 5,0 9,6

Banjarnegara 0,6 2,6 0,00 0,4 8,5 11,9

Kebumen 0,5 1,3 0,16 0,5 4,2 11,1

Purworejo 0,4 0,7 0,34 0,4 5,9 8,8

Wonosobo 0,3 1,4 0,21 0,5 4,0 11,9

Magelang 0,8 3,2 0,09 0,5 9,6 16,3

Boyolali 0,4 1,4 0,19 0,3 11,6 23,3

Klaten 1,0 1,7 0,46 0,5 13,0 16,9

Sukoharjo 0,1 0,2 0,10 0,1 6,6 7,7

Wonogiri 0,1 1,6 0,04 0,2 15,4 21,6

Karanganyar 0,4 0,8 0,16 0,2 8,1 10,9

Sragen 0,7 1,1 0,46 0,6 4,9 7,9

Grobogan 0,5 0,9 0,05 0,1 8,8 9,6

Blora 0,3 0,3 0,09 0,1 5,1 10,0

Rembang 0,5 0,8 0,19 0,2 4,1 5,3

Pati 0,1 0,9 0,05 0,0 8,2 11,1

Kudus 0,6 0,8 0,07 0,1 7,5 9,3

Jepara 0,8 1,7 0,07 0,1 8,4 11,5

Demak 0,7 0,8 0,39 0,4 9,3 12,9

Semarang 0,4 1,3 0,13 0,2 6,3 12,6

Temanggung 0,6 2,3 0,18 0,3 6,4 14,5

Kendal 0,3 0,4 0,16 0,2 7,0 8,9

Batang 0,3 1,2 0,11 0,3 6,2 11,7

Pekalongan 0,3 1,4 0,05 0,1 8,0 9,8

Pemalang 0,5 1,5 0,05 0,1 8,0 9,3

Tegal 0,7 2,5 0,46 0,7 9,8 21,1

Brebes 0,3 1,7 0,23 0,4 4,1 8,0

Kota Magelang 1,5 1,9 0,11 0,1 14,9 17,2

Kota Surakarta 0,7 1,5 0,01 0,0 11,8 17,0

Kota Salatiga 1,2 1,8 0,04 0,1 17,3 22,3

Kota Semarang 0,7 1,1 0,16 0,3 5,6 9,5

Kota Pekalongan 0,2 0,4 0,07 0,1 6,9 10,9

Kota Tegal 0,7 0,9 0,09 0,2 6,5 10,5

JAWA TENGAH 0,5 1,4 0,18 0,3 7,7 12,3

Page 170: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

115

Tabel 7.6 Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Jantung Koroner Gagal jantung Stroke (‰)

D D/G D D/G D D/G

Umur 15-24 Tahun 0,0 0,6 0,0 0,1 0,0 2,7

25-34 Tahun 0,2 0,9 0,0 0,1 0,2 2,3

35-44 Tahun 0,4 1,4 0,1 0,2 2,8 5,8

45-54 Tahun 0,8 1,9 0,1 0,4 8,4 12,8

55-64 Tahun 1,1 2,4 0,5 0,7 22,1 28,6

65-74 Tahun 1,3 2,7 0,7 1,2 29,5 40,5

75+ Tahun 1,6 2,9 0,6 1,0 43,9 68,6

Jenis Kelamin

Laki-Laki 0,5 1,3 0,2 0,3 7,8 12,4

Perempuan 0,6 1,6 0,2 0,3 7,6 12,1

Pendidikan

Tidak Sekolah 0,6 2,0 0,5 0,7 23,4 39,8

Tidak Tamat SD 0,7 2,1 0,3 0,5 13,2 20,9

Tamat SD 0,6 1,7 0,2 0,3 7,9 12,1

Tamat SMP 0,4 1,0 0,1 0,2 3,7 7,2

Tamat SMA 0,4 0,9 0,1 0,1 3,2 4,6

Tamat PT 1,0 1,3 0,1 0,2 6,4 6,7

Pekerjaan

Tidak Kerja 0,7 1,5 0,3 0,5 14,8 21,3

Pegawai 0,5 1,0 0,1 0,1 4,0 5,8

Wiraswasta 0,5 1,3 0,1 0,2 4,4 7,7

Petani/Nelayan/Buruh 0,4 1,5 0,1 0,3 3,8 7,8

Lainnya 0,6 1,3 0,0 0,1 5,6 10,6

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,6 1,3 0,2 0,3 8,9 13,2

Perdesaan 0,5 1,6 0,2 0,3 6,7 11,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,4 1,5 0,2 0,3 7,5 14,3

Menengah bawah 0,4 1,7 0,2 0,4 8,4 13,2

Menengah 0,5 1,5 0,2 0,3 7,3 11,6

Menengah atas 0,6 1,3 0,2 0,3 7,0 10,8

Teratas 0,8 1,2 0,2 0,2 8,4 11,6

Tabel 7.6 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter & gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter dan gejala lebih tinggi pada perempuan (0,6% dan 1,6%). Prevalensi PJK paling tinggi tingkat pendidikan tamat PT dan tidak bekerja. Berdasar PJK terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi di perdesaan dan pada status ekonomi terbawah.

Page 171: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

116

Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, untuk yang terdiagnosis dokter maupun untuk yang terdiagnosis dokter dan gejala. Perempuan dan laki-laki, desa dan kota prevalensinya sama. Prevalensi yang didiagnosis dokter menurut kuintil indeks kepemilikan prevalensinya sama sedangkan untuk yang terdiagnosis dokter dan gejala paling tinggi pada indeks kuintil kepemilikan menengah bawah.

Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes serta yang didiagnosis nakes dan gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi yang terdiagnosis nakes lebih tinggi pada laki-lakibegitu pula yang didiagnosis nakes dan gejala .

Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis nakes (23,4‰) maupun diagnosis nakes dan gejala (39,8‰). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes (8,9‰) maupun berdasarkan diagnosis nakes dan gejala (13,2‰). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik yang didiagnosis nakes (14,8‰) maupun yang didiagnosis nakes dan gejala (21,3‰). Prevalensi stroke yang didiagnosis dan gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah.

7.9 Penyakit ginjal

Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul akibat berbagai faktor, misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit metabolik atau degeneratif, dan lain-lain. Kelainan tersebut dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Pasien mungkin merasa nyeri, mengalami gangguan berkemih, dan lain-lain. Terkadang pasien penyakit ginjal tidak merasakan gejala sama sekali. Pada keadaan terburuk, pasien dapat terancam nyawanya jika tidak menjalani hemodialisis (cuci darah) berkala atau transplantasi ginjal untuk menggantikan organ ginjalnya yang telah rusak parah. Di Indonesia, penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai antara lain adalah penyakit gagal ginjal dan batu ginjal. Didefinisikan sebagai gagal ginjal kronis jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal ginjal kronis (minimal sakit selama 3 bulan berturut-turut) oleh dokter. Didefinisikan sebagai penyakit batu ginjal jika pernah didiagnosis mengalami penyakit batu ginjal oleh dokter.

7.10 Penyakit sendi/ rematik/ encok

Penyakit sendi/rematik/encok adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik pada sendi-sendi tubuh. Gejala klinik penyakit sendi/ rematik berupa gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan, merah, dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan/kecelakaan dan berlangsung kronis. Gangguan terutama muncul pada waktu pagi hari. Didefinisikan sebagai penyakit sendi/rematik/encok jika pernah didiagnosis menderita penyakit sendi/rematik/encok oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau ketika bangun tidur pagi hari pernah menderita salah satu gejala: sakit/nyeri atau merah atau kaku atau bengkak di persendian yang timbul bukan karena kecelakaan.

Page 172: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

117

Tabel 7.7 Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota GGK Batu Ginjal Penyakit Sendi

D D D D/G

Cilacap 0,2 1,3 9,0 28,0

Banyumas 0,1 0,6 10,7 28,9

Purbalingga 0,1 0,6 15,1 38,7

Banjarnegara 0,5 1,4 22,7 36,5

Kebumen 0,4 1,0 9,3 27,5

Purworejo 0,0 0,5 12,1 22,9

Wonosobo 0,2 0,6 4,5 16,4

Magelang 0,4 1,0 7,5 28,9

Boyolali 0,1 1,6 14,7 30,1

Klaten 0,7 1,3 13,6 24,8

Sukoharjo 0,0 0,1 2,8 4,3

Wonogiri 0,2 1,0 8,4 27,0

Karanganyar 0,1 0,3 7,7 19,5

Sragen 0,2 0,3 6,9 8,6

Grobogan 0,1 0,7 18,4 25,7

Blora 0,1 0,3 8,2 27,8

Rembang 0,2 1,0 9,1 17,1

Pati 0,4 1,0 15,7 26,7

Kudus 0,3 0,5 5,8 11,9

Jepara 0,4 1,3 13,3 31,1

Demak 0,4 0,7 16,5 26,5

Semarang 0,1 0,6 4,8 19,3

Temanggung 0,2 0,9 6,9 19,4

Kendal 0,2 0,9 11,8 20,2

Batang 0,3 1,0 11,4 37,3

Pekalongan 0,1 1,3 10,0 28,1

Pemalang 0,4 0,7 11,5 33,6

Tegal 0,5 1,5 19,7 36,6

Brebes 0,3 0,4 19,3 33,2

Kota Magelang 0,0 0,7 2,0 11,7

Kota Surakarta 0,0 0,4 4,1 18,0

Kota Salatiga 0,0 0,4 4,7 13,1

Kota Semarang 0,3 0,7 5,2 18,7

Kota Pekalongan 0,3 0,7 5,5 16,1

Kota Tegal 0,2 1,0 17,2 30,3

JAWA TENGAH 0,3 0,8 11,2 25,5

Tabel 7.7 menunjukkan prevalensi gagal ginjal kronis berdasar didiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,3 persen. Prevalensi tertinggi di Klaten sebesar 0,7 persen. Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Jawa Tengah sebesar 0,8 persen. Prevalensi tertinggi di Boyolali sebesar 1,6 persen.

Page 173: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

118

Prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis nakes di Jawa Tengah 11,2 persen dan berdasar diagnosis dan gejala 25,5 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Banjarnegara 22,7%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi di Purbalingga (38,7%).

Tabel 7.8

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥ 15 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik GGK Batu Ginjal Penyakit Sendi*

D D D D/G

Umur

15-24 Tahun 0,0 0,1 1,3 7,2

25-34 Tahun 0,1 0,5 5,1 15,9

35-44 Tahun 0,3 1,0 11,4 26,6

45-54 Tahun 0,4 1,3 16,7 35,5

55-64 Tahun 0,4 1,3 20,9 41,7

65-74 Tahun 0,4 1,3 24,5 47,5

75+ Tahun 0,6 1,2 26,6 49,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki 0,3 1,3 10,3 23,5

Perempuan 0,2 0,4 12,1 27,4

Pendidikan

Tidak Sekolah 0,3 0,9 24,5 45,5

Tidak Tamat SD 0,4 1,2 19,5 39,8

Tamat SD 0,3 1,0 14,0 31,2

Tamat SMP 0,2 0,6 5,9 16,4

Tamat SMA 0,1 0,7 4,3 13,2

Tamat PT 0,1 0,8 3,5 10,7

Pekerjaan

Tidak Kerja 0,2 0,5 10,1 22,7

Pegawai 0,1 0,9 4,9 14,0

Wiraswasta 0,3 1,2 10,0 23,3

Petani/Nelayan/Buruh 0,3 1,0 14,9 32,7

Lainnya 0,2 1,2 10,9 25,9

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,3 0,8 9,2 22,1

Perdesaan 0,2 0,8 13,0 28,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,3 0,7 14,3 32,4

Menengah bawah 0,2 0,8 13,2 29,7

Menengah 0,3 0,8 11,4 25,4

Menengah atas 0,3 0,9 9,8 22,1

Teratas 0,3 1,0 7,7 18,4

Tabel 7.8 menunjukkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronis berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur

Page 174: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

119

≥ 75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perkotaan (0,3%), tidak tamat SD (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), sedangkan menurut kuintil indeks kepemilikan tidak berbeda jauh.

Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dan menurun sedikit pada umur ≥ 75 tahun. Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak tamat SD serta masyarakat wiraswasta dan status ekonomi teratas. Prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis nakes meningkat seiring dengan bertambahnya umur, demikian juga yang didiagnosis nakes dan gejala. Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan demikian juga yang didiagnosis nakes dan gejala. Semakin rendah tingkat pendidikan dan semakin rendah status ekonomi masyarakat semakin meningkat prevalensinya baik berdasarkan diagnosis maupun berdasarkan diagnosis dan gejala. Pekerjaan sebagai petani/nelayan/buruh dan tempat tinggal di pedesaan prevalensinya paling tinggi.

Daftar Pustaka Eguchi K, Yacoub M, Jhalani J et al. Consistency of blood pressure differences between the left and right arms. Arch Intern Med 2007;167 (4): 388 – 93. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney inter., Suppl. 2013; 3: 1—150. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes R.I. National Heart, Lung, and Blood Institute, National Institute of Health, US. 2004. The seventh report of the Joint Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. NIH Publication No. 04-5230, August 2004. (cited 2007 Nov 2). Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. Report of WHO. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycaemia. Geneva: WHO; 2006. P.9—43. WHO, Media Centre. Nocommunicable diseases. Updated March 2013. Access 18 November 2013. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/

Page 175: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

120

BAB 8. CEDERA Suryana Purawisastra

Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya (WHO, 2004). Kasus cedera diperoleh berdasarkan wawancara. Cedera yang ditanyakan adalah peristiwa yang dialami responden selama 12 bulan terakhir untuk semua umur. Cedera yang dimaksud dalam Riskesdas 2013 adalah kejadian atau peristiwa yang mengalami cedera yang menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu. Untuk kasus cedera yang kejadiannya lebih dari 1 kali dalam 12 bulan, kasus cedera yang ditanyakan adalah cedera yang paling parah menurut pengakuan responden.

8.1 Prevalensi Cedera dan penyebabnya Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab yang disengaja (intentional injury), penyebab yang tidak disengaja (unintentional injury) dan penyebab yang tidak bisa ditentukan (undeterminated intent) (WHO, 2004). Penyebab cedera yang disengaja meliputi bunuh diri, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti dipukul orang tua/suami/istri/anak), penyerangan, tindakan kekerasan/pelecehan dan lain-lain. Penyebab cedera yang tidak disengaja antara lain: terbakar/tersiram air panas/bahan kimia, jatuh dari ketinggian, digigit/diserang binatang, kecelakaan transportasi darat/laut/udara, kecelakaan akibat kerja, terluka karena benda tajam/tumpul/mesin, kejatuhan benda, keracunan, bencana alam, radiasi, terbakar dan lainnya. Penyebab cedera yang tidak dapat ditentukan (undeterminated intent) yaitu penyebab cedera yang sulit untuk dimasukkan kedalam kelompok penyebab yang disengaja atau tidak disengaja. Penyebab cedera yang dituliskan dalam laporan ini adalah penyebab yang tidak disengaja. Prevalensi dan proporsi cedera menurut provinsi disajikan pada Tabel 8.1.

Prevalensi cedera secara provinsi adalah 7,7 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Magelang (15,3%) dan terendah di Kabupten Blora (2,0%). Kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 17 kabupaten/kota.

Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (42,1%) dan kecelakaan sepeda motor (40,1%), adapun penyebab cedera yang lain meliputi terkena benda tajam/tumpul (6,7%), trasnportasi darat lain (8,1%) dan kejatuhan (1,6%). Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan proporsinya kecil (dibawah 0).

Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan pada Kota Surakarta (59,4%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (24.0%). Adapun untuk transportasi darat lain proporsi tertinggi terdapat di Kota Tegal (15,1%) dan terendah ditemukan di Kabupaten Pemalang (2,5 %). Proporsi jatuh tertinggi di Kabupaten Pemalang (60,9%) dan terendah di Kabupaten Cilacap (22,5%). Proporsi tertinggi terkena benda tajam/tumpul terdapat di Kabupten Kendal (11,6%) dan terendah di Kota Salatiga (1,0%). Penyebab cedera karena terbakar ditemukan proporsi tertinggi di Kota Magelang (3,8%) dan terendah (tanpa kasus) terdapat di 12 kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Sragen, Rembang, Pati, Kudus, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Kota Salatiga dan Kota pekalongan. Untuk penyebab cedera karena gigitan hewan tertinggi terdapat di Kabupaten Sragen (2,6%) terendah terdapat di 22 kabupaten/kota yaitu Cilacap, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Rembang, Kudus, Jepara, Semarang, Tulungagung, Kendal, Batang, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Pekalengan, Kota Tegal (0%). Proporsi kejatuhan tertinggi ditemukan di Kota Surakarta (4,0%) dan terendah di Kabupaten Banyumas, Wonosobo, Wonogiri, Sragen, dan Brebes (0%). Keracunan sebagian besar tidak ditemukan kasusnya, proporsi tertinggi terdapat di Kabupaten Karanganyar dan Kota Pekalongan (0,4%).

Adapun untuk gambaran prevalensi cedera dan penyebabnya menurut karakteristik disajikan pada Tabel 8.2

Page 176: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

121

Tabel 8.1 Prevalensi dan proporsi penyebab cedera langsung menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Prevalensi Cedera

Penyebab cedera

Sepeda motor

Trans darat lain

Jatuh

Benda tajam/ tumpul

Ter bakar

Gigitan hewan

Ke jatuhan

Ke racun an

Lainya

Cilacap 5,5 54,4 9,0 22,5 11,0 0,9 1,4 0,8

Banyumas 5,8 53,9 6,9 34,2 3,8 0,2 1,0

Purbalingga 9,0 43,5 9,5 40,4 4,8 1,0 0,2 0,7

Banjarnegara 13,7 34,3 4,4 52,9 6,3 0,9 1,3

Kebumen 9,8 24,0 12,5 49,8 11,4 1,1 1,3

Purworejo 7,3 33,6 11,6 47,5 2,8 0,8 0,4 1,1 2,4

Wonosobo 4,7 44,9 6,0 35,8 8,8 1,8 2,8

Magelang 15,3 39,4 8,3 43,1 5,7 0,3 2,0 1,3

Boyolali 11,8 37,2 7,0 43,5 10,3 0,6 1,3 0,1

Klaten 10,6 29,8 13,6 48,3 6,4 0,6 0,1 1,2

Sukoharjo 2,5 43,2 13,2 36,1 3,7 3,0 0,9

Wonogiri 7,2 36,5 4,4 45,0 9,6 1,7 1,1 1,7

Karanganyar 10,1 41,4 10,0 37,6 8,3 0,2 2,1 0,4

Sragen 3,7 58,8 7,6 23,7 7,3 2,6

Grobogan 4,7 53,1 6,1 27,9 8,8 0,5 0,9 0,6 2,2

Blora 2,0 53,2 4,2 35,2 2,4 0,6 1,0 3,4

Rembang 3,1 53,3 13,4 26,3 4,3 2,7

Pati 8,1 32,6 12,6 43,5 8,3 0,4 2,5

Kudus 3,9 40,3 4,6 47,5 7,1 0,6

Jepara 11,9 33,1 8,4 50,6 5,1 0,6 2,2

Demak 6,5 48,7 12,7 30,2 3,1 1,1 0,6 2,8 0,9

Semarang 9,5 53,3 3,3 37,4 4,0 1,8 0,2

Temanggung 8,9 44,4 6,0 39,5 4,2 0,6 3,8 1,4

Kendal 4,1 34,7 7,9 44,9 11,6 0,9

Batang 4,8 41,0 8,8 43,5 3,5 3,2

Pekalongan 7,7 44,6 11,3 37,4 4,7 0,8 1,2

Pemalang 8,4 27,0 2,5 60,9 7,6 1,0 1,0

Tegal 12,1 34,6 7,2 45,5 8,5 0,5 2,9 0,8

Brebes 4,2 42,6 12,3 38,2 4,0 0,5 2,4

Kota Magelang 3,7 51,0 12,3 24,5 7,2 3,8 1,2

Kota Surakarta 8,8 59,4 5,5 28,8 1,6 0,7 4,0

Kota Salatiga 7,4 58,0 4,3 32,8 1,0 0,7 3,3

Kota Semarang 9,2 45,4 4,1 39,9 6,3 0,9 0,4 1,8 1,2

Kota Pekalongan 11,7 25,8 6,2 57,5 7,9 2,0 0,4 0,2

Kota Tegal 9,7 37,4 15,1 38,7 4,7 0,8 3,4

JAWA TENGAH 7,7 40,1 8,1 42,1 6,7 0,6 0,2 1,6 0,0 0,7

Page 177: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

122

Tabel 8.2 Prevalensi dan proporsi cedera dan penyebab cedera langsung

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Cedera

Penyebab Cedera

Sepeda motor

Trans darat lain

Jatuh

Benda tajam/ tumpul

Ter bakar

Gigitan Hewan

Ke jatuh an

Ke racun an

Lain Nya

Kelompok umur (thn)

< 1 1,8

1 – 4 7,8 10,6 6,2 74,6 5,8 1,2 0,9 0,7

5 – 14 9,2 17,5 18,1 57,1 4,4 0,7 0,0 1,6 0,6

15 – 24 11,6 68,7 4,2 20,0 5,1 0,4 1,1 0,5

25 – 34 6,4 58,2 5,2 23,8 10,5 0,4 0,3 0,9 0,0 0,7

35 – 44 6,4 50,5 4,6 33,5 8,0 0,6 0,1 2,1 0,5

45 – 54 5,9 41,4 6,5 37,7 8,8 0,6 0,7 3,3 0,9

55 – 64 6,5 25,6 5,0 57,6 7,4 0,4 0,3 2,6 0,2 0,8

65 – 74 6,8 11,3 7,8 73,4 6,0 0,1 0,6 0,8

75+ 8,5 7,0 5,9 72,8 8,1 1,3 0,6 1,5 3,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 9,3 43,9 7,8 37,2 7,6 0,4 0,2 2,1 0,0 0,8

Perempuan 6,2 34,6 8,5 49,1 5,2 0,8 0,2 1,0 0,0 0,6

Pendidikan

Tidak sekolah 8,7 16,2 10,5 62,8 5,1 0,7 0,5 3,2 1,0

Tidak tamat SD/MI 8,2 19,3 13,6 56,7 7,0 0,6 0,3 1,6 0,0 0,9 Tamat SD/MI 7,1 42,3 8,1 38,3 7,7 0,4 0,2 2,3 0,7 Tamat SMP/MTS 8,7 62,1 4,8 23,5 7,2 0,7 0,8 0,9 Tamat SMA/MA 7,8 66,6 2,8 23,0 5,8 0,4 0,3 0,9 0,1 0,1 Tamat Diploma/PT 6,4 59,8 7,0 27,4 5,0 0,8 Status pekerjaan Tidak bekerja 8,4 43,2 8,9 40,1 5,7 0,6 0,0 0,9 0,0 0,6 Pegawai 7,4 63,9 3,8 22,8 6,8 0,5 2,0 0,1 Wiraswasta 7,2 57,4 4,9 27,6 6,4 0,9 0,3 1,5 1,0 Petani/nelayan/ buruh 7,2 42,0 5,7 38,1 9,9 0,3 0,5 2,8 0,0 0,6 Lainnya 6,9 49,6 6,4 36,2 5,4 0,7 0,9 0,3 0,5 Tempat tinggal Perkotaan 7,5 41,1 8,8 41,3 6,3 0,6 0,1 1,3 0,0 0,4 Perdesaan 8,0 39,3 7,6 42,7 7,0 0,5 0,3 1,8 0,9 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 8,0 29,4 7,9 52,5 7,2 0,9 0,2 1,2 0,7 Menengah bawah 8,5 39,8 7,9 42,3 6,0 0,5 0,4 2,0 0,0 1,0 Menengah 7,7 40,6 7,2 41,6 7,7 0,2 0,1 2,1 0,5 Menengah atas 7,4 44,1 9,1 36,7 7,0 0,7 0,1 1,6 0,6 Teratas 7,2 47,0 8,3 37,1 5,2 0,5 0,1 1,1 0,1 0,4

Page 178: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

123

Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden (Tabel 8.2) yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun (11,6%), laki-laki (9,3%), pendidikan tidak sekolah dan tamat SMP/MTS (8,7%), yang tidak bekerja (8,4%), serta bertempat tinggal di pedesaan (8,0%). Ditinjau dari penyebab cedera langsung, proporsi tertinggi adalah cedera karena jatuh (74,6%) pada kelompok umur 1-4 tahun, perempuan (49,1%), tidak sekolah (62,8%), tidak bekerja (40,1%) dan tinggal di perdesaan (42,7%).

Selain itu penyebab cedera langsung karena kecelakaan sepeda motor menempati peringkat kedua yaitu 73,4 persen, pada kelompok umur 65-74 tahun, laki-laki (37,2%), tingkat pendidikan tidak tamat (56,7%), bekerja sebagai petani/nelayan/buruh (38,1%) dan tinggal di perkotaan (41,3%). Lihat Tabel 8.2.

Prevalensi cedera dikumpulkan pada Riskesdas tahun 2007 dan tahun 2013 dengan pertanyaan yang sama. Gambaran kecenderungan prevalensi cedera dan penyebabnya digambarkan pada Gambar 8.1.

Gambar 8.1 Kecenderungan penyebab cedera menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2007 dan 2013

Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari 8,7 persen (RKD 2007) menjadi 7,7 persen (RKD 2013). Penyebab cedera yang dapat dilaporkan kecenderungannya dari tahun 2007 dengan 2013 hanya untuk transportasi darat (transportasi sepeda motor dan darat lainnya), jatuh dan terkena benda tajam/tumpul. Adapun untuk penyebab cedera akibat transportasi darat tampak ada penurunan cukup tinggi yaitu dari 24,7 persen menjadi 8,1 persen. Sedangkan untuk penyebab cedera yang akibat jatuh juga terjadi penurunan yaitu dari 60,4 persen menjadi 42,1 persen dan terkena benda tajam/tumpul dari 16,7 persen menjadi hanya 6,7 persen.

8.2 Jenis Cedera

Jenis cedera merupakan jenis atau macam luka akibat trauma yang telah dialami yang dapat menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari. Seseorang yang cedera bisa mengalami minimal 1 jenis (multiple injuries). Gambaran proporsi jenisi cedera yang dialami penduduk menurut Kabupaten/kota disajikan pada Tabel 8.3

Page 179: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

124

Tabel 8.3 Proporsi jenis cedera menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Jenis Cedera

Lecet/ Memar

Luka robek

Patah Tulang

Terkilir Anggota Tubuh

terputus

Cedera Mata

Gegar otak

Lainnya

Cilacap 74,7 24,5 6,5 29,8 0,3 0,9 1,9 0,9

Banyumas 79,3 20,9 3,2 24,2 1,6 4,0

Purbalingga 78,4 13,3 4,5 17,9 0,4 2,7

Banjarnegara 79,3 21,8 3,0 18,4 0,4 0,2 2,3

Kebumen 64,9 18,1 2,6 29,1 0,9 3,3

Purworejo 72,6 16,8 4,2 24,2 0,2 1,5 1,4

Wonosobo 60,4 21,8 5,1 36,5 0,5 1,8 5,1

Magelang 73,4 14,8 5,6 31,6 0,4 0,4 2,7

Boyolali 63,7 18,5 8,9 28,4 0,5 1,3

Klaten 69,4 13,6 6,0 21,3 0,3 5,9

Sukoharjo 74,2 18,4 7,9 15,7 0,8 1,7

Wonogiri 66,7 18,8 7,2 34,7 0,2 3,8

Karanganyar 76,5 13,8 5,7 18,4 0,5 0,2 1,1

Sragen 78,5 17,2 8,0 14,5 2,6 2,1 0,8

Grobogan 82,9 12,0 8,5 30,1 1,2 1,6

Blora 78,1 21,1 9,3 21,0 2,8 1,6

Rembang 69,8 21,0 9,8 30,0 0,5 3,0

Pati 70,3 14,0 6,7 27,2 0,7 1,6 1,6

Kudus 69,1 13,8 7,5 42,4 0,5 1,0

Jepara 74,2 12,8 4,9 45,5 0,2 1,2

Demak 68,8 20,8 5,5 21,7 0,6 2,7

Semarang 70,4 16,9 8,9 26,2 1,6 1,6 0,7

Temanggung 64,7 12,0 4,7 37,9 1,1 3,1

Kendal 63,9 15,8 14,9 21,6 0,5 4,6

Batang 83,4 20,9 6,9 28,3 0,7

Pekalongan 70,9 9,3 6,9 27,7 0,1 1,5

Pemalang 79,2 16,2 4,2 26,8 0,8

Tegal 68,2 22,5 7,1 22,0 0,8 0,1 0,3 0,5

Brebes 84,0 19,2 7,6 19,6 0,9

Kota Magelang 67,5 19,4 14,6 30,0 2,7 8,4

Kota Surakarta 70,5 10,5 8,4 22,9 0,2 0,6 0,6 2,4

Kota Salatiga 67,9 21,6 12,2 31,0 3,5

Kota Semarang 72,2 13,0 7,5 24,5 0,5 2,0 0,0 1,5

Kota Pekalongan 79,4 14,7 3,2 14,6 0,8

Kota Tegal 77,4 15,4 3,6 21,1 2,4

JAWA TENGAH 72,6 16,7 6,2 26,6 0,2 0,5 0,4 2,1

Persentase jenis cedera di Provinsi Jawa Tengah di dominasi oleh luka lecet/memar sebesar 72,6 persen, terbanyak terdapat di Kabupaten Grobogan 84,0 persen dan yang terendah di Wonosobo yaitu 60,4 persen. Jenis cedera terbanyak ke dua adalah terkilir, rata-rata di Provinsi Jawa Tengah 26,6 persen. Ditemukan terkilir terbanyak di Jepara 45,5 persen. Luka robek menduduki urutan ketiga jenis cedera terbanyak, jenis luka ini tertinggi ditemukan di Cilacap sekitar 24,5 persen jauh di atas Provinsi Jawa Tengah yaitu 16,7 persen dan terendah di Kabupten Pekalongan 9,3 persen. Jenis cedera lainnya persentasenya kecil, patah tulang 6,2 persen, anggota tubuh terputus, cedera mata dan geger otak masing-masing persentasenya 0,2, 0,5 dan 0,4 persen.

Page 180: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

125

Tabel 8.4 Proporsi jenis cedera menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Jenis Cedera

Lecet/ Memar

Luka robek

Patah Tulang

Terkilir Anggota Tubuh

terputus

Cedera Mata

Gegar otak

Lainnya

Kelompok umur (thn)

< 1 89,5 4,0 6,4

1 – 4 81,0 14,4 1,7 11,3 0,5 0,3 3,7

5 – 14 80,8 12,6 4,7 18,7 0,0 0,5 0,2 1,7

15 – 24 79,4 18,9 5,8 23,0 0,2 0,6 0,6 1,6

25 – 34 74,5 19,4 4,9 29,8 0,3 0,9 1,1

35 – 44 65,5 19,7 7,7 33,0 0,2 0,4 0,4 2,0

45 – 54 60,2 19,5 8,7 34,0 0,6 0,5 0,7 2,3

55 – 64 57,6 18,1 10,8 38,4 0,1 0,4 0,2 3,5

65 – 74 54,9 11,4 7,2 42,7 1,4 3,4

75+ 56,2 9,0 10,9 40,2 0,1 0,0 4,8

Jenis Kelamin

Laki-laki 72,9 20,0 7,2 25,4 0,3 0,6 0,4 1,6

Perempuan 72,2 11,9 4,6 28,4 0,1 0,4 0,4 2,8

Pendidikan

Tidak sekolah 68,5 12,9 7,8 28,0 0,7 0,3 4,1

Tidak tamat SD/MI 71,2 14,5 5,2 26,6 0,0 0,3 0,5 1,4

Tamat SD/MI 69,1 20,2 6,6 31,0 0,2 0,6 0,3 2,0

Tamat SMP/MTS 77,0 16,8 6,7 25,3 0,2 0,7 0,5 1,8

Tamat SMA/MA 73,5 17,2 7,0 28,9 0,1 0,9 0,5 1,7

Tamat Diploma/PT 70,9 14,3 10,5 25,3 0,1 0,2 3,2

Status pekerjaan

Tidak bekerja 74,2 15,0 6,6 26,8 0,1 0,6 0,7 2,3

Pegawai 72,0 17,6 9,4 26,9 1,0 0,3 2,6

Wiraswasta 71,8 17,4 5,5 33,4 0,2 0,7 0,2 1,8

Petani/nelayan/ buruh 64,7 21,1 6,2 32,0 0,4 0,4 0,2 1,8

Lainnya 76,8 13,9 8,4 32,6 0,2 0,5 1,5

Tempat tinggal

Perkotaan 73,3 15,6 6,1 25,9 0,2 0,5 0,4 2,2

Perdesaan 72,2 17,7 6,3 27,2 0,2 0,5 0,4 2,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 72,1 16,2 4,5 29,3 0,0 0,3 0,2 2,7

Menengah bawah 72,0 17,1 6,7 27,6 0,4 0,4 0,2 1,7

Menengah 69,8 18,3 6,0 27,8 0,1 0,9 0,6 2,5

Menengah atas 71,9 17,4 7,3 26,5 0,3 0,6 0,6 2,1

Teratas 77,9 14,4 6,4 21,4 0,2 0,3 0,4 1,3

*Responden biasanya mempunyai lebih dari 1 jenis cedera (multiple injury)

Tabel 8.4 memberikan gambaran proporsi jenis cedera menurut karakteristik responden. Proporsi jenis luka yang menunjukkan 3 urutan proporsi tertinggi adalah luka lecet/memar, terkilir dan luka robek.

Page 181: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

126

Berdasarkan kelompok umur, proporsi lecet/memar, luka robek, anggota tubuh terputus dan cedera mata menunjukkan pola atau kecenderungan yang sama yaitu pada usia <1 proporsinya rendah, meningkat di usia muda dan menurun di usia lanjut. Adapun kecenderungan proporsi yang menggambarkan pola positif yaitu semakin bertambah umur proposinya tinggi ditunjukkan pada jenis cedera patah tulang dan terkilir. Kelompok umur yang mempunyai proporsi tertinggi untuk jenis cedera lecet/memar pada umur <1 (89,5%), luka robek pada umur 35-44 tahun (19,7%), patah tulang pada umur 70 tahun keatas (10,9%), terkilir pada umur 65-74 tahun (42,7%), anggota tubuh terputus pada usia produktif (25-54 tahun) sekitar 0.6 persen, cedera mata pada umur 35 – 64 tahun sekitar 0,4 persen, gegar otak pada umur 65-74 tahun (1,4%) dan jenis cedera lainnya pada umur 75 tahun keatas (4,8%). Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar proporsi jenis cedera menunjukkan angka proporsi yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, kecuali pada jenis cedera terkilir, gegar otak dan lainnya. Adapun jika berdasarkan pada pendidikan sebagian besar proporsi jenis cedera menunjukkan pola meningkat seiring dengan kenaikan tingkat pendidikan yaitu ada kecenderungan proporsi jenis cedera meingkat sejalan dengan tingkat pendidikan semakin tinggi. Sedangkan menurut status pekerjaan, proporsi jenis cedera tidak menunjukkan pola tertentu. Berdasarkan pada tempat tinggal, proporsi jenis cedera sebagian besar menunjukkan tidak ada perbedaan antar perkotaan dan perdesaan, kecuali pada proporsi luka robek dan patah tulang lebih tinggi di perkotaan dan terkilir dan lainnya lebih tinggi proporsinya di perdesaan. Menurut tingkat pengeluaran perkapita per bulan tampak bahwa yang menunjukkan pola yang jelasa hanya pada jenis cedera yang proporsinya menunjukkan 3 angka besar dibandingkan dengan jenis cedera lainnya yaitu luka lecet, luka robek dan terkilir. Luka lecet menunjukkan pola positif dengan semakin tinggi status ekonomi semakin besar proporsi luka lecetnya, sedangkan untuk luka robek dan terkirlir sebaliknya dengan semakin tinggi status ekonominya tampak jenis lukanya semakin menurun proporsinya.

8.3 Tempat Terjadinya Cedera

Tempat terjadinya cedera adalah lokasi atau area dimana peristiwa atau kejadian yang mengakibatkan cedera terjadi atau disebut juga dengan istilah TKP (Tempat Kejadian Perkara). Tempat kejadian cedera hanya menginformasikan data tentang lokasi/tempat tanpa disertai keterangan aktivitas yang sedang dilakukan responden pada saat kejadin cedera di lokasi tersebut. Keterangan tempat rumah dan sekolah termasuk lingkungan sekitarnya (indoor dan outdoor). Ruang lingkup pertanian termasuk perkebunan dan sejenisnya. Gambaran tentang tempat terjadinya cedera menurut provinsi disajikan pada Tabel 8.5.

Page 182: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

127

Tabel 8.5 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut kabupten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Tempat terjadinya cedera

Rumah Sekolah Olah raga

Jalan raya

Tempat umum

Industri Pertanian Lain nya

Cilacap 32,0 4,1 2,1 56,0 0,6 2,3 1,5 1,4

Banyumas 33,3 1,5 2,8 56,2 1,9 4,3

Purbalingga 35,1 2,1 1,3 46,1 2,1 2,5 8,8 2,0

Banjarnegara 40,3 3,9 2,5 38,9 0,4 0,2 12,8 1,0

Kebumen 52,2 5,4 5,2 27,5 1,7 0,6 6,2 1,2

Purworejo 46,7 3,0 4,3 35,0 0,3 9,9 0,7

Wonosobo 29,3 5,8 6,3 42,2 1,7 1,1 13,6

Magelang 33,4 3,9 3,5 39,7 3,2 4,8 11,1 0,4

Boyolali 33,9 4,8 4,8 39,8 3,1 5,9 7,2 0,6

Klaten 39,5 6,7 4,3 39,7 2,9 1,2 4,9 0,9

Sukoharjo 40,1 1,8 50,8 0,3 4,2 2,8

Wonogiri 29,9 3,8 2,4 37,0 4,7 1,9 18,2 2,0

Karanganyar 32,4 7,1 2,9 46,0 1,7 6,0 3,8

Sragen 34,0 2,6 0,0 56,5 0,9 5,9

Grobogan 32,0 5,2 1,5 56,0 1,7 2,8 0,8

Blora 35,2 2,2 53,6 9,0

Rembang 15,8 1,6 2,4 59,7 3,9 16,7

Pati 48,5 1,7 1,6 35,7 3,0 0,5 7,7 1,2

Kudus 37,5 3,2 0,8 42,8 3,3 6,4 5,9

Jepara 41,4 5,2 4,0 35,5 2,2 2,3 8,6 0,9

Demak 27,0 3,3 2,8 55,3 1,3 2,6 6,4 1,3

Semarang 33,6 4,5 0,6 52,3 1,6 1,0 6,3 0,2

Temanggung 29,3 3,7 4,2 46,6 4,2 12,1

Kendal 40,5 3,6 2,4 37,8 3,2 0,5 9,8 2,0

Batang 34,2 4,3 47,8 2,7 1,8 6,9 2,5

Pekalongan 33,8 2,9 3,4 48,5 1,5 2,3 7,1 0,5

Pemalang 45,9 6,4 4,8 31,1 2,1 1,2 7,7 0,8

Tegal 34,7 4,1 6,1 45,4 0,9 1,6 4,5 2,6

Brebes 29,8 4,6 5,1 49,9 0,6 9,7 0,4

Kota Magelang 35,7 3,5 59,1 1,6

Kota Surakarta 26,9 2,6 3,9 61,8 1,2 0,8 3,0

Kota Salatiga 35,0 2,3 4,3 49,5 4,0 3,7 1,1

Kota Semarang 33,9 6,6 4,5 46,4 3,0 3,8 0,7 1,1

Kota Pekalongan 52,9 7,3 2,7 28,8 3,5 3,1 1,1 0,5

Kota Tegal 41,1 4,7 1,2 49,1 1,6 0,8 0,3 1,2

JAWA TENGAH 36,5 4,3 3,4 43,7 2,0 2,1 7,0 1,0

Secara provinsi, cedera paling banyak terjadi di jalan raya yaitu 43,7 persen selanjutnya di rumah (36,5%), area pertanian (7,0%) dan sekolah (4,3%). Kabupaten yang memilki angka proporsi tempat cedera di rumah dan sekitanya tertinggi adalah Kota Pekalongan (52,9%) dan terendah di Kabupaten Rembang (15,8%). Adapun untuk porporsi tempat cedera di sekolah tertinggi di Kota Pekalongan (7,3%) dan terendah di Kabupaten di Banyumas (1,5%). Tempat kejadian cedera di jalan raya mempunyai proporsi paling tinggi dibandingkan dengan tempat yang lain. Kabupaten yang mempunyai proporsi tempat kejadian cedera di jalan yang melebihi angka provinsi sebanyak 21 kabupaten. Adapun proporsi kejadian di jalan raya terbanyak di Kota Surakarta (61,8%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (27,5%). Adapun

Page 183: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

128

untuk tempat kejadian cedera di tempat umum dan industri proporsinya tampak lebih kecil dibandingkan tempat lain. Sedangkan proporsi cedera di area pertanian menunjukkan angka proporsi yang melebihi angka provinsi yaitu 7,0 persen di Kabupaten Wonogiri dan terendah Kota Tegal (0,3%).

Adapun untuk gambaran proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik responden disajikan pada Tabel 8.6

Tabel 8.6 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Tempat terjadinya cedera

Rumah Sekolah Olah raga

Jalan raya

Tempat umum

Industri Pertanian Lainnya

Kelompok umur (thn)

< 1 100,0

1 – 4 85,4 0,7 1,1 12,0 0,3 0,6 5 – 14 50,9 12,3 6,1 28,4 1,1 0,0 1,0 0,2 15 – 24 16,4 4,2 5,5 67,4 1,2 2,7 1,8 0,8 25 – 34 23,0 0,8 2,6 59,8 2,9 3,9 5,6 1,5 35 – 44 25,5 1,3 1,3 50,0 4,2 4,1 12,0 1,7 45 – 54 27,9 1,8 0,8 44,9 2,5 3,7 16,6 1,8 55 – 64 40,3 0,9 0,5 32,5 3,0 1,9 19,8 1,0 65 – 74 51,2 1,5 0,1 18,5 2,7 0,3 24,9 0,8 75+ 74,2 4,1 9,2 1,1 0,3 8,4 2,7 Jenis Kelamin Laki-laki 30,8 4,2 4,8 46,3 2,2 3,1 7,5 1,1

Perempuan 45,0 4,5 1,4 39,8 1,8 0,6 6,2 0,7

Pendidikan

Tidak sekolah 55,8 5,6 2,6 22,8 1,3 0,2 9,9 1,8

Tidak tamat SD/MI 46,0 8,2 4,1 29,5 2,9 1,1 7,7 0,6 Tamat SD/MI 29,9 4,0 2,5 44,8 1,8 2,9 12,5 1,5

Tamat SMP/MTS 22,5 3,1 4,1 62,4 1,3 2,6 3,0 0,9

Tamat SMA/MA 18,2 1,8 4,6 65,1 2,8 4,2 2,5 0,8 Tamat Diploma/PT 16,8 3,3 5,5 63,7 3,6 1,4 5,5

Status pekerjaan

Tidak bekerja 35,8 6,7 5,5 47,2 1,2 0,2 2,9 0,6

Pegawai 15,9 1,9 4,3 66,2 3,2 5,3 1,8 1,3

Wiraswasta 22,1 0,6 1,6 61,7 3,4 2,9 6,5 1,3

Petani/nelayan/ buruh 25,7 1,1 1,2 42,4 3,1 5,3 19,5 1,8

Lainnya 32,4 0,8 3,2 55,0 2,5 0,6 3,9 1,6 Tempat tinggal

Perkotaan 36,4 4,5 4,1 45,6 2,3 2,5 3,4 1,1 Perdesaan 36,6 4,2 2,8 42,1 1,8 1,8 9,8 0,8 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 41,1 3,2 3,0 34,2 1,6 1,5 13,7 1,7

Menengah bawah 36,0 4,5 1,8 44,4 2,3 1,9 8,2 0,8

Menengah 37,1 4,7 3,7 41,9 1,9 2,9 7,0 0,8

Menengah atas 34,6 4,2 4,5 48,3 1,2 2,8 3,4 1,0

Teratas 33,7 5,2 4,0 49,8 3,1 1,4 2,3 0,5

Page 184: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

129

Tabel 8.6 menggambarkan proporsi tempat kejadian cedera berdasarkan karakterikstik responden. Menurut kelompok umur tampak bahwa rumah menunjukkan proporsi tinggi terjadi pada kelompok umur Balita dan lansia (Lanjut usia). Adapun tempat kejadian cedera di sekolah kebayakan terjadi pada kelompok umur anak, remaja sampai dewasa muda (5 – 24 tahun) demikian juga dengan tempat kejadian cedera di area olahraga. Adapun jalan raya merupakan tempat kejadian cedera yang banyak terjadi pada umur produktif dan tampak tertinggi khusus pada umur 15-24 yaitu 67,8 persen. Tempat umum, industri dan area pertanian menunjukkan pola yang sama yaitu kebanyakan terjadi pada kelompok umur produktif, kecuali di area pertanian proporsi tertinggi pada umur 65 – 74 tahun (24,9%). Menurut jenis kelamin, proporsi termpat kejadian cedera mayoritas lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan kecuali di rumah dan sekolah. Adapun berdasarkan pendidikan yang menunjukkan pola negatif yaitu semakin tinggi pendidikan proporsi cedera semakin rendah terjadi di rumah, sekolah dan pertanian. Sedangkan proporsi menunjukkan pola positif dengan semakin tinggi proporsi semakin tinggi ditunjukkan pada tempat kejadian cedera di area olahraga, jalan raya dan tempat umum. Menurut status pekerjaan tampak proporsi tertinggi pada yang tidak bekerja, demikian juga pada sekolah dan area olahraga. Sedangkan di jalan raya, tepat umum dan industri memperlihatkan proporsi tertinggi pada status pegawai. Adapun untuk area pertanian tampak proporsi tertinggi pada status pekerjaan sebagai buruh/petani (19,5%). Berdasarkan tempat tinggal, mayoritas proporsi tempat kejadian cedera yang menunjukkan lebih tinggi pada perkotaan disbanding perdesaan kecuali pada area pertanian. Menurut status ekonomi (tingkat pengeluaran perkapita per bulan) tampak bahwa mayoritas kecenderungan proporsi semakin tinggi seiring dengan status ekonomi, kecuali pada tempat kejadian di rumah dan area pertanian menunjukkan sebaliknya yaitu dengan semakin tinggi tingkat ekonominya kejadian cedera di kedua tempat tersebut semakin rendah.

Daftar Pustaka International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems. Vol 1. Tenth Revision (ICD-10). World Health Organization. Geneva, 1992. vol 1, p: 891 – 1010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Desember 2008, hal: 160 – 169. Pedoman Pengisian Kuesioner. Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2007, hal: 59 – 60. Riyadina, W,. Pola dan Determinan Cedera di Indonesia. Laporan hasil analisis lanjut data Riskesdas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2008. Sethi D et. al., Guidelines for conducting community surveys on injuries and violence. World Health Organization. Geneva. 2004. Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Page 185: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

130

BAB 9. KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Sekartuti

Survei kesehatan gigi pertama kali dilaksanakan oleh Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, selanjutnya secara periodik dilaksanakan melalui survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, SKRT 2001, SKRT 2004, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, dan sekarang Riskesdas 2013.

Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013 mengumpulkan data kesehatan gigi secara komprehensif yang meliputi indikator status kesehatan gigi, indikator jangkauan pelayanan dan perilaku kesehatan gigi. Pengumpulan data melalui wawancara maupun pemeriksaan gigi dan mulut. Wawancara dilakukan terhadap responden semua umur. Pertanyaan perilaku ditanyakan kepada kelompok umur ≥10 tahun. Pemeriksaan gigi dan mulut dilakukan pada kelompok umur ≥12 tahun. Hasil ini dapat dibandingkan dengan Riskesdas 2007 sebagai evaluasi keberhasilan intervensi berbagai program perbaikan derajat kesehatan gigi dan mulutpenduduk Indonesia. Pada tabel menurut karakteristik responden, ditambahkan juga kelompok umur menurut WHO. Pembagian kelompok menurut WHO ini diperlukan karena pada umur ≥12 tahun, seluruh gigi dari insisivus hingga molar satu sudah tumbuh semua (permanen), umur 15 tahun, seluruh gigi dari insisivus hingga molar 2 sudah tumbuh semua, dan usia 18 tahun, seluruh gigi dari insisivus hingga molar tiga diharapkan sudah tumbuh semua. Penilaian dalam dentogram ini untuk gigi permanen saja. Demikian juga pada umur 35 -54 tahun, dan umur >65 tahun diharapkan 20 gigi berfungsi dengan baik

9.1 Effective Medical Demand

Effective Medical Demand (EMD) didefinisikan sebagai persentase penduduk yang bermasalah dengan gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir x persentase penduduk yang menerima perawatan atau pengobatan gigi dari tenaga medis.

Tabel 9.1 menggambarkan prevalensi penduduk yang merasa terganggu karena sakit gigi, serta penduduk dengan masalah gigi dan mulut yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi dalam 12 bulan terakhir menurut kabupaten/kota.

Riskesdas 2013 ini menunjukkan sebesar 25,4 persen penduduk Jawa Tengah menyatakan mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir (potential demand). Diantara yang bermasalah gigi dan mulut, terdapat 31,0 persen yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis (perawat gigi, dokter gigi atau dokter gigi spesialis).

Secara keseluruhan keterjangkauan/kemampuan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi/EMD sebesar 7,9 persen. Kabupaten/kota dengan EMD tertinggi adalah Kota Tegal (12,8%), Kota Salatiga (12,0%) dan Banjarnegara (11,5%), dan angka EMD terendah di Sukoharjo (3,2%).

Page 186: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

131

Tabel 9.1 Proporsi effective medical demand menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Bermasalah

gigi dan mulut Menerima perawatan dari tenaga medis gigi

Effective medical demand

(%) (%) (%)

Cilacap 24,7 33,3 8,2 Banyumas 27,4 23,0 6,3 Purbalingga 34,5 32,9 11,4 Banjarnegara 36,5 31,4 11,5 Kebumen 27,4 23,5 6,4 Purworejo 19,9 21,6 4,3 Wonosobo 29,7 26,4 7,8 Magelang 32,3 29,1 9,4 Boyolali 28,3 32,2 9,1 Klaten 24,6 33,6 8,2 Sukoharjo 7,2 45,0 3,2 Wonogiri 26,0 26,4 6,9 Karanganyar 21,9 35,0 7,7 Sragen 13,6 49,7 6,8 Grobogan 18,9 34,7 6,5 Blora 19,9 24,3 4,8 Rembang 11,3 37,6 4,2 Pati 22,5 29,9 6,7 Kudus 19,6 35,4 6,9 Jepara 30,3 31,6 9,6 Demak 21,5 47,8 10,3 Semarang 31,0 34,6 10,7 Temanggung 34,0 24,8 8,4 Kendal 13,6 33,3 4,5 Batang 29,5 24,9 7,3 Pekalongan 26,6 30,5 8,1 Pemalang 30,9 21,0 6,5 Tegal 32,5 32,1 10,4 Brebes 21,8 38,9 8,5 Kota Magelang 28,5 39,6 11,3 Kota Surakarta 31,5 28,0 8,8 Kota Salatiga 31,3 38,4 12,0 Kota Semarang 29,1 29,9 8,7 Kota Pekalongan 19,6 32,6 6,4 Kota Tegal 31,3 40,8 12,8

JAWA TENGAH 25,4 31,0 7,9 *) effective medical demand adalah penduduk yang bermasalah gigi dan mulut dan mendapatkan perawatan dari tenaga medis gigi

Tabel 9.2 menunjukkan proporsi penduduk yang menyatakan dirinya bermasalah gigi dan mulut (potential demand) meningkat pada kelompok umur yang lebih tinggi. Justru pada usia produktif 35-44 tahun dan 45-54 tahun, penduduk yang menyatakan bermasalah gigi dan mulut mencapai persentase tertinggi, yaitu masing-masing 32,9 persen dan 30,9 persen. Demikian pula persentase EMD meningkat pada kelompok umur yang lebih tinggi, dan persentase EMD tertinggi dijumpai pada kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun masing-masing sebesar 9,8 persen. Pada perempuan, EMD (8,8%) lebih tinggi dibanding pada laki-laki (7,0%).

Page 187: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

132

Di perkotaan ditemukan EMD sebesar (7,7%), lebih rendah dibanding di perdesaan (8,0%) dan EMD cenderung meningkat pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi, EMD pada kuintil terbawah terendah (6,2%) dan mencapai 9,1 persen pada kuintil teratas.

Tabel 9.2 Proporsi effective medical demand menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Bermasalah Gigi dan mulut

Menerima perawatan dari tenaga medis gigi

Effective medical Demand

Kelompok Umur 0 1,5 31,7 0,5 1-4 11,8 32,4 3,8 5-9 29,6 42,0 12,4 10-14 23,8 29,7 7,0 15-24 22,7 24,9 5,6 25-34 27,7 32,0 8,9 35-44 29,9 32,9 9,8 45-54 31,6 30,9 9,8 55-64 27,3 28,0 7,6 65+ 17,3 19,3 3,3

Indeks Umur (WHO)

12 22,5 28,8 6,5 15 20,8 20,7 4,3 18 23,5 27,4 6,4 35-44 29,9 32,9 9,8 45-54 31,6 30,9 9,8 55-64 27,3 28,0 7,6 65+ 17,3 19,3 3,3

Jenis Kelamin

Laki-laki 23,9 29,1 7,0 Perempuan 26,9 32,6 8,8

Tempat Tinggal Perkotaan 24,5 31,5 7,7 Perdesaan 26,2 30,5 8,0

Pendidikan Tidaksekolah 24,3 28,3 6,9 Tidaktamat SD 28,6 32,7 9,3 Tamat SD 27,9 27,6 7,7 Tamat SLTP 25,9 29,8 7,7 Tamat SLTA 25,0 34,7 8,7 Tamat PT 23,7 41,7 9,9 Pekerjaan Tidak Bekerja 24,8 29,6 7,3 Pegawai 24,9 36,9 9,2 Wiraswasta 28,1 33,7 9,4 Petani/Nelayan/Buruh 28,0 25,9 7,2 Lainnya 30,6 29,9 9,1 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 25,4 24,5 6,2 Menengah Bawah 28,0 29,2 8,2 Menengah 24,9 32,4 8,1 Menengah Atas 24,9 31,0 7,7 Teratas 23,9 38,0 9,1

Page 188: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

133

Pada Tabel 9.3 terlihat bahwa di Provinsi Jawa Tengah, penduduk yang berobat ke dokter gigi spesialis sebanyak 5,8 persen, yang berobat ke dokter gigi 42,7 persen, dan ke perawat gigi 17,6 persen.

Penduduk yang berobat gigi ke dokter spesialis terbanyak berada di Kota Surakarta sebesar 21,1 persen dan Kota Magelang 20,6 persen. Pada umumnya responden datang ke dokter gigi yang banyak berada di kota besar, seperti di Kota Tegal sebanyak 74,3 persen, diikuti oleh Kota Salatiga sebesar 73,7 persen. Perawatan dokter gigi terendah berada di Brebes sebesar 22,5 persen.

Penduduk yang berobat ke perawat gigi yang terbanyak di Kota Brebes sebesar 38,7 persen dan terendah di Karanganyar sebanyak 4,2 persen. Persentase penduduk merawat gigi sesuai tenaga kesehatan yang dikunjungi dan menurut karakteristik dapat dilihat dalam laporan Riskesdas 2013 dalam Angka.

Page 189: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

134

Tabel 9.3 Proporsi penduduk berobat gigi menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Dokter gigi spesialis

Dokter Gigi Perawat

Gigi

Paramedik

lainnya

Tukang

gigi Lainnya

Cilacap 5,0 41,5 7,8 44,4 1,2 2,3 Banyumas 5,0 57,3 11,6 20,9 3,6 8,2

Purbalingga 3,0 27,8 21,9 46,7 1,7 2,7

Banjarnegara 3,5 31,9 24,5 32,0 0,4 10,1

Kebumen 6,4 48,1 11,7 29,5 1,8 11,1

Purworejo 10,0 47,6 27,3 21,3 0,5 17,5

Wonosobo 3,1 32,5 36,5 33,4 1,5 0,9

Magelang 2,2 44,4 17,4 37,5 1,1 1,6

Boyolali 8,1 30,3 14,7 39,7 0,8 10,5

Klaten 4,2 55,0 15,4 21,1 0,7 9,6

Sukoharjo 18,0 58,8 14,2 9,9 2,9 5,1

Wonogiri 4,0 33,2 19,9 39,7 1,7 13,2

Karanganyar 6,6 65,7 4,2 22,0 0,2 2,9

Sragen 6,4 64,8 12,6 15,0 0,5 3,4

Grobogan 2,7 42,9 17,5 39,6 1,5 1,5

Blora 10,8 36,3 26,2 24,1 4,3 0,9

Rembang 3,6 42,9 7,5 27,6 0,7 21,8

Pati 8,5 26,6 11,9 48,8 1,3 9,1

Kudus 5,4 55,6 8,1 25,9 0,4 6,8

Jepara 4,2 37,0 19,7 29,9 1,2 16,5

Demak 7,1 31,7 21,2 26,6 0,8 15,3

Semarang 5,3 42,1 8,4 31,5 2,4 12,0

Temanggung 4,3 48,0 17,2 30,5 1,0 6,4

Kendal 7,4 37,6 16,7 32,5

8,5

Batang 4,4 31,3 29,9 29,5 0,5 10,6

Pekalongan 6,9 43,9 14,8 30,5 0,9 7,5

Pemalang 6,1 31,6 22,6 20,9 1,7 29,0

Tegal 3,4 46,7 22,6 22,3 1,0 9,5

Brebes 1,6 22,5 38,7 29,2 1,4 12,7

Kota Magelang 20,6 71,5 4,6 0,6 5,3 2,8

Kota Surakarta 21,1 46,6 18,2 3,6 1,2 21,5

Kota Salatiga 11,8 73,7 9,3 10,1 1,5 1,1

Kota Semarang 9,2 61,9 4,7 9,4 0,3 19,4

Kota Pekalongan 9,2 44,7 4,9 3,6 1,6 37,5

Kota Tegal 8,5 74,3 27,3 8,5 1,8 3,6

JAWA TENGAH 5,8 42,7 17,6 28,5 1,3 10,0

Page 190: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

135

9.2 Perilaku menyikat gigi penduduk umur ≥ 10 tahun

Setiap orang perlu menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi dengan benar untuk mencegah terjadinya karies gigi. Pertanyaan tentang perilaku menyikat gigi dalam Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk mengetahui apakah responden mempunyai kebiasaan menyikat gigi setiap hari dan kapan saja waktu menyikat gigi. Definisi berperilaku benar dalam menyikat gigi dalam Riskesdas 2013, adalah kebiasaan menyikat gigi setiap hari, sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam. Perilaku menyikat gigi dengan benar berkaitan dengan karakteristik penduduk, jenis kelamin, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan.

Tabel 9.4 menunjukkan sebagian besar (94,6%) penduduk Provinsi Jawa Tengah umur 10 tahun keatas mempunyai kebiasaan menyikat gigi setiap hari. Kota dengan persentase tertinggi adalah Semarang (98,1%) dan Demak (97,7%), sedangkan yang terendah adalah Kebumen (89,4%).

Sebagian besar penduduk Jawa Tengah (93,0%) menyikat gigi pada saat mandi pagi, dengan urutan tertinggi adalah Rembang sebesar 98,7 persen. Sebagian besar penduduk juga menyikat gigi pada saat mandi sore, yaitu sebesar 86,0 persen dengan urutan tertinggi di Rembang sebesar 96,6 persen, dan yang terendah di Wonosobo sebesar 63,6 persen. Sebagian besar penduduk menyikat gigi setiap hari saat mandi pagi atau mandi sore. Kebiasaan yang keliru hampir merata tinggi di seluruh kelompok umur.

Kebiasaan benar menyikat gigi penduduk Jawa Tengah hanya 1,7 persen, sebagian besar penduduk Jawa Tengah menyikat gigi pada waktu yang tidak benar (98,3%). Kabupaten/kota tertinggi untuk perilaku menyikat gigi dengan benar adalah Temanggung yaitu 4,5 persen, kemudian diikuti Kota Tegal dan Salatiga masing-masing 4,2 persen, sedangkan yang terendah adalah di Grobogan 0,3 persen. Perilaku penduduk menyikat gigi menurut karakteristik dapat dilihat dalam laporan Riskesdas 2013 dalam Angka Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 9.5 menggambarkan proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menurut karakteristik responden. Menurut Kelompok umur, pada kelompok usia 15-24 tahun sampai dengan 45-54 tahun perilaku menyikat gigi dengan benar semakin meningkat. Laki-laki yang ber perilaku menyikat gigi dengan benar (1,5%) lebih rendah dibandingkan perempuan (1,8%). Menurut tempat tinggal, responden di perkotaan lebih banyak berperilaku menyikat gigi benar dibandingkan perdesaan. Demikian pula semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, maka semakin baik perilaku menyikat gigi dengan benar. Berdasarkan jenis pekerjaan, kelompok pegawai lebih banyak berperilaku menyikat gigi dengan benar.

Page 191: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

136

Tabel 9.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan waktu dan menyikat gigi dengan benar menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Sikat gigi tiap

hari

Waktu menyikat gigi Menyikat gigi dengan

benar Saat mandi

pagi Saat mandi sore Sesudah

makan pagi Sesudah

Bangun pagi Sebelum

tidur malam Sesudah

makan siang Mandi pagi dan

sore

Cilacap 95,2 94,6 88,0 2,1 6,4 22,3 4,7 86,0 1,1 Banyumas 96,3 97,4 90,4 4,2 6,5 22,3 4,3 89,2 2,3 Purbalingga 92,4 93,5 83,7 2,9 4,3 20,5 3,3 80,1 1,5 Banjarnegara 90,9 88,1 79,7 3,5 9,0 24,8 6,7 73,2 2,1 Kebumen 89,4 93,2 83,6 3,7 6,9 23,3 3,2 79,9 2,0 Purworejo 92,3 96,2 92,2 1,4 3,7 13,9 3,8 90,0 1,0

Wonosobo 94,8 64,8 63,6 5,5 31,2 35,8 8,8 46,6 3,3 Magelang 94,5 84,8 75,9 2,5 12,8 27,2 10,9 68,1 1,4 Boyolali 93,9 83,1 86,0 3,5 14,6 18,5 6,7 74,3 1,7

Klaten 92,9 98,1 93,1 2,1 6,5 16,3 2,2 92,2 1,0 Sukoharjo 96,4 97,1 93,4 2,4 5,2 15,0 1,2 92,4 1,3 Wonogiri 93,7 79,1 81,3 3,9 19,1 19,5 7,4 71,0 2,3 Karanganyar 95,1 91,8 92,1 2,3 7,7 18,8 4,8 86,1 1,4 Sragen 96,2 98,0 94,8 2,6 5,4 12,2 1,0 94,1 1,3 Grobogan 95,8 96,8 91,1 0,9 3,9 13,4 4,7 88,7 0,3 Blora 91,4 96,8 89,2 4,0 5,8 10,7 1,9 87,6 2,6 Rembang 97,1 98,7 96,6 1,6 1,7 8,5 1,4 95,9 0,9

Pati 93,4 94,5 89,6 2,8 3,9 16,2 4,9 85,7 1,5 Kudus 96,6 98,6 90,7 1,3 0,7 15,0 1,6 89,8 0,9 Jepara 94,8 97,4 92,3 1,8 2,1 17,3 4,8 90,9 0,8 Demak 97,7 98,1 90,2 1,4 2,5 14,9 2,5 89,0 0,5

Semarang 94,3 88,3 68,6 3,3 10,3 35,4 6,0 64,3 1,9 Temanggung 90,8 67,8 64,1 6,8 24,4 34,7 10,8 49,3 4,5 Kendal 95,0 97,0 90,9 1,6 3,6 19,1 1,4 90,1 0,9 Batang 94,8 94,7 89,2 1,3 4,5 14,8 3,5 85,2 0,6 Pekalongan 95,7 96,3 89,8 1,5 2,7 20,0 4,0 87,5 0,7 Pemalang 94,1 96,2 87,4 1,6 3,9 18,0 4,4 84,9 0,5 Tegal 94,5 95,4 83,1 2,7 5,1 20,9 5,6 80,6 1,6 Brebes 93,4 96,8 87,3 5,6 4,9 17,8 4,2 85,2 3,8 Kota Magelang 96,7 91,1 75,5 4,5 10,3 42,7 4,1 74,1 4,1 Kota Surakarta 97,3 92,5 77,8 4,2 9,0 41,9 6,1 76,1 3,2 Kota Salatiga 96,6 79,7 65,2 4,9 19,1 46,3 6,6 60,3 4,2 Kota Semarang 98,1 95,4 82,4 2,8 5,2 36,2 2,2 80,2 1,9 Kota Pekalongan 97,6 97,6 90,6 4,3 5,6 24,1 2,3 89,4 2,4 Kota Tegal 97,4 94,8 87,4 7,6 9,7 26,6 5,8 86,0 4,2

JAWA TENGAH 94,6 93,0 86,0 2,9 7,2 21,2 4,5 82,3 1,7

Page 192: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

137

Tabel 9.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan waktu dan menyikat gigi dengan benar menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Sikat gigi tiap hari

Waktu menyikat gigi Menyikat gigi dengan

benar Saat mandi pagi Saat mandi sore Sesudah

makan pagi Sesudah

Bangun pagi Sebelum

tidur malam Sesudah

makan siang Mandi pagi dan

sore

Kelompok umur (tahun) 10-14 98,0 96,6 86,5 2,4 3,8 16,7 2,5 85,1 1,3

15-24 98,9 95,0 87,1 3,3 6,4 26,1 3,9 84,6 2,0 25-34 98,6 93,0 85,8 2,9 7,1 24,6 3,7 82,8 1,8

35-44 98,5 91,9 85,7 2,7 8,0 22,5 4,4 81,3 1,6 45-54 96,6 91,0 86,3 3,0 8,6 19,4 5,7 81,5 1,8 55-64 90,7 90,9 85,7 2,8 8,6 15,3 6,4 80,2 1,4 65+ 63,0 89,9 82,0 3,1 8,6 12,0 6,6 76,2 1,3

Indeks umur (WHO)

12 97,9 96,7 86,4 2,2 3,3 16,7 2,4 84,9 1,5 15 98,1 96,9 86,9 3,7 5,0 23,1 2,9 85,3 2,5 18 99,8 95,9 88,3 4,0 5,9 26,5 4,7 86,3 2,5 35-44 98,5 91,9 85,7 2,7 8,0 22,5 4,4 81,3 1,6 45-54 96,6 91,0 86,3 3,0 8,6 19,4 5,7 81,5 1,8 55-64 90,7 90,9 85,7 2,8 8,6 15,3 6,4 80,2 1,4 65+ 63,0 89,9 82,0 3,1 8,6 12,0 6,6 76,2 1,3

Jenis kelamin

Laki-laki 94,1 92,7 85,3 2,8 6,1 17,6 4,0 18,7 1,5 Perempuan 95,1 93,2 86,6 3,0 8,2 24,6 4,9 16,7 1,8

Tempat Tinggal Perkotaan 95,6 95,1 86,3 3,1 6,0 24,9 3,6 84,1 2,0 Perdesaan

93,7 91,1 85,7 2,7 8,2 17,9 5,2 80,8 1,4

Pendidikan Tidak sekolah 74,6 90,6 85,4 2,4 7,8 12,0 5,8 79,8 0,9 Tidaktamat SD 91,1 92,4 85,4 2,2 6,5 14,7 5,0 80,8 1,1 Tamat SD 95,0 92,1 86,8 2,6 7,3 16,4 4,9 82,4 1,4 Tamat SLTP 98,6 94,1 86,6 2,8 7,0 22,7 3,8 83,9 1,6 Tamat SLTA 98,8 94,1 84,8 3,6 7,4 30,6 3,7 82,6 2,3 Tamat PT 99,0 94,5 83,5 5,7 7,4 47,8 3,6 82,0 4,5 Pekerjaan

Tidak Bekerja 93,5 94,7 86,4 2,9 6,6 22,5 3,8 83,9 1,7 Pegawai 98,8 95,2 83,9 4,0 6,2 33,7 3,5 82,2 2,7

Wiraswasta 97,7 93,2 85,7 3,2 7,6 23,1 4,2 82,4 1,9 Petani/ Nelayan /Buruh 93,2 90,0 86,1 2,3 8,0 14,4 5,6 80,1 1,1 Lainnya 96,9 91,8 86,8 4,0 8,3 21,2 6,1 83,1 2,4 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 89,6 91,2 86,2 2,4 6,9 13,4 5,6 80,7 1,3

Menengah Bawah 92,9 90,1 84,8 2,6 8,7 17,2 5,4 79,4 1,4 Menengah 95,3 93,6 86,9 2,6 6,5 18,3 3,7 83,7 1,4 Menengah Atas 96,8 94,5 86,5 2,8 6,6 22,7 4,0 83,8 1,5

Teratas 98,0 95,0 85,3 4,0 7,2 33,1 3,9 83,6 2,8

Page 193: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

138

9.3 Indeks DMF-T dan Komponen D-T,M-T,F-T, menurut Karakteristik Responden

Jumlah sampel untuk usia ≥ 12 tahun, berjumlah 789.771 orang responden. Huruf X adalah rata-rata dari D, rata-rata M, rata-rata F dan rata-rata DF . Indeks DMF-T merupakan penjumlahan dari komponen D-T, M-T, dan F-T yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang, baik berupa Decay/D (merupakan jumlah gigi permanen yang mengalami karies dan belum diobati atau ditambal), Missing/M (jumlah gigi permanen yang dicabut atau masih berupa sisa akar), dan Filling/F adalah jumlah gigi permanen yang telah dilakukan penumpatan atau ditambal. Indeks DMF-T menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi permanen. Tabel 9.6 menunjukkan indeks DMF-T menurut karakteristik responden, indeks DMF-T meningkat seiring dengan bertambahnya umur yaitu sebesar 0,9 pada kelompok umur 12 tahun dan umur 15 tahun, 1,0 pada umur 18 tahun, 4,4 pada umur 34-44 tahun, dan selanjutnya 18,2 pada umur 65 tahun keatas, yang berarti kerusakan rata-rata 19 gigi per orang. Namun untuk indeks kepemilikan , nilai DMF-T cenderung meningkat pada kuintil pemilikan yang lebih tinggi , hal ini terlihat pada kuintil indeks kepemilikan terbawah nilai DMF-T nya 3,4 sedang pada status ekonomi teratas nilai DMF-Tnya lebih tinggi yaitu 4,9.

Indeks DMF-T Provinsi Jawa Tengah sebesar 4,3 dengan nilai masing-masing: D-T= 1,35; M-T= 2,94; F-T= 0,04; yang berarti kerusakan gigi penduduk Jawa Tengah rata-rata 5 gigi per orang. (Laporan Riskesdas 2013 Nasional)

Page 194: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

139

Tabel 9.6 Komponen D, M, F, dan Indeks DMF-T menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

D-T (X)

M-T (X)

F-T (X)

DF-T

(X)

Index DMF-T

(X)

Indeks umur (WHO) (tahun) 12 0,68 0,26 0,01 0,00 0,94 15 0,74 0,18 0,01 0,00 0,94 18 0,80 0,21 0,02 0,01 1,04 35-44 1,66 2,68 0,05 0,01 4,39

45-54 1,92 4,93 0,07 0,03 6,94 55-64 2,06 9,11 0,05 0,02 11,25 65+ 1,82 16,35 0,05 0,01 18,24

Kelompok umur (tahun)

12-14 0,71 0,23 0,01 0,01 0,95 15-24 0,91 0,32 0,03 0,01 1,26 25-34 1,51 1,47 0,07 0,02 3,07 35-44 1,66 2,68 0,05 0,01 4,39 45-54 1,92 4,93 0,07 0,03 6,94 55-64 2,06 9,11 0,05 0,02 11,25 65+ 1,82 16,35 0,05 0,01 18,24

Jenis kelamin Laki-laki 1,33 2,61 0,04 0,01 3,99 Perempuan 1,37 3,24 0,04 0,02 4,67

Pendidikan Tidaksekolah 2,26 9,14 0,03 0,02 11,45 Tidaktamat SD 1,43 4,59 0,02 0,01 6,05 Tamat SD 1,31 2,97 0,02 0,01 4,31 Tamat SLTP 1,16 1,41 0,03 0,01 2,61 Tamat SLTA 1,38 1,81 0,08 0,02 3,29 Tamat PT 1,39 2,48 0,31 0,03 4,21 Pekerjaan Tidakkerja 1,06 2,31 0,03 0,01 3,41 Pegawai 1,51 2,27 0,13 0,02 3,93 Wiraswasta 1,51 2,94 0,06 0,02 4,53 Petani/nelayan/buruh 1,75 4,28 0,02 0,01 6,07 Lainnya 1,59 3,24 0,04 0,03 4,89 Tempat tinggal

Perkotaan 1,30 2,73 0,06 0,02 4,11 Perdesaan 1,40 3,11 0,02 0,01 4,54

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 1,06 2,31 0,03 0,01 3,41 Menengah Bawah 1,51 2,27 0,13 0,02 3,93 Menengah 1,51 2,94 0,06 0,02 4,53 Menengah Atas 1,75 4,28 0,02 0,01 6,07 Teratas 1,59 3,24 0,04 0,03 4,89

Page 195: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

140

Daftar Pustaka Depkes RI. Badan Penelitian & pengembangan 1997. Statistik Kesehatan Gigi 1995. Seri SKRT 1995. Seri Survei Kesehatan Rumah tangga no 13. Depkes RI. Badan Penelitian & pengembangan 1997. Status Kesehatan Gigi 1995. Seri SKRT 1995. Seri Survei Kesehatan Rumah Tangga no 7. Depkes RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2002. Status Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia 2001. Analisis Data Survei kesehatan Rumah Tangga . Jakarta 2001. Depkes RI. Hasil Riskesdas Indonesia 2007. Jakarta 2008. Depkes RI. Profil Kesehatan Gigi dan mulut. Jakarta 1999 Kristanti Ch M Dkk. Pemetaan Status Kesehatan Gigi dan Mulut di indonesia. Jakarta 2012. Kristanti, Ch M, Budiarso, Ratna. Persepsi dan Motivasi Masyarakat Untuk berobat Gigi, Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta , Prosiding Seminar SKRT 1986. WHO, 1995. Oral Health Care, Needs of the Community. A. Public Health Report.

Page 196: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

141

BAB 10. STATUS DISABILITAS Astuti Lamid Bahasan disabilitas bertujuan mendapatkan pemahaman seutuhnya tentang pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan termasuk penyakit atau cedera yang dialami. Setiap orang memiliki peran tertentu, seperti bekerja dan melaksanakan kegiatan/aktivitas rutin yang diperlukan. Kuesioner disabilitas dikembangkan oleh WHO untuk mendapatkan informasi sejauh mana seseorang dapat memenuhi perannya di rumah, tempat kerja, sekolah atau area sosial lain, hal yang tidak mampu dilakukan atau kesulitan melakukan aktivitas rutin (WHO 2010). Informasi besaran masalah disabillitas dapat dimanfaatkan untuk menyusun prioritas dan mengevaluasi efektivitas dan kinerja program kesehatan. Instrumen untuk data disabilitas pada Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah diadaptasi dari WHODAS 2 sebagai operasionalisasi dari konsep International classification of functioning (ICF), yang terdiri dari 12pernyataan/komponen untuk mendapatkan informasi tentang status disabilitas seseorang. Instrumen ini dapat digunakan oleh enumerator non medis. Responden untuk topik disabilitas adalah kelompok umur >15 tahun. Data yang dikumpulkan meliputi ada tidaknya kondisi disabilitas dalam kurun waktu satu bulan sebelum survei. Terdapat lima opsi jawaban untuk responden, yaitu 1) tidak ada kesulitan, 2) sedikit kesulitan/ringan, 3) cukup mengalami kesulitan/sedang, 4) kesulitan berat, dan 5) sangat berat/tidak mampu melakukan kegiatan. Selanjutnya bagi responden dengan jawaban 2, 3, 4 atau 5 ditanyakan lama hari mengalami kesulitan, terdiri dari jumlah hari sama sekali tidak mampu melakukan aktivitas rutin dan jumlah hari masih dapat melakukan aktivitas rutin walaupun tidak optimal.

Tabel 10.1 Proporsi tingkat kesulitan menurut komponen disabilitas, Provinsi Jawa Tengah 2013

Komponen Tingkat Kesulitan Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat berat

1. Sulit berdiri dalam waktu lama misalnya 30 menit?

89,4 4,8 3,0 2,2 0,6

2. Sulit mengerjakan kegiatan rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya

90,8 4,7 2,7 1,4 0,5

3. Sulit mempelajari/ mengerjakan hal-hal baru, seperti untuk menemukan tempat/alamat baru, mempelajarai permainan, resep baru

90,8 4,3 2,6 1,7 0,6

4. Sulit dapat berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan (misalnya dalam kegiatan keagamaan, sosial)

91,9 4,2 2,1 1,3 0,5

5. Seberapa besar masalah kesehatan yang dialami mempengaruhi keadaan emosi?

91,2 4,7 2,9 1,0 0,3

6. Seberapa sulit memusatkan pikiran dalam melakukan sesuatu selama 10 menit?

91,5 4,5 2,4 1,3 0,4

7. Seberapa sulit dapat berjalan jarak jauh misalnya 1 kilometer?

88,9 4,2 2,7 2,9 1,3

8. Seberapa sulit membersihkan seluruh tubuh? 94,3 3,9 1,0 0,5 0,3 9. Seberapa sulit mengenakan pakaian? 94,6 3,8 0,9 0,4 0,3 10. Seberapa sulit berinteraksi/ bergaul dengan

orang yang belum dikenal sebelumnya? 93,3 4,2 1,6 0,7 0,3

11. Seberapa sulit memelihara persahabatan? 93,7 4,0 1,5 0,6 0,3 12. Seberapa sulit mengerjakan pekerjaan

sehari-hari? 92,4 4,2 1,9 1,0 0,5

Page 197: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

142

Tabel 10.1 menunjukkan kesulitan berjalan jauh dialami oleh 12 dari 100 penduduk Jawa Tengah termasuk 6.9 persen dengan level sedang hingga berat, diikuti oleh kesulitan berdiri selama 30 menit. Kesulitan membersihkan diri dialami oleh hampir 6 persen penduduk, termasuk 1.8 persen dengan level sedang hingga tidak mampu membersihkan diri / mandi tanpa dibantu.

Tabel 10.2

Indikator disabilitas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Prevalensi Rerata hari produktif hilang

Total Tidak mampu Masih mampu

Cilacap 8,3 10,89 2,06 8,83 Banyumas 15,4 6,18 2,01 4,18 Purbalingga 14,7 5,71 1,82 3,89 Banjarnegara 9,4 8,52 1,74 6,78 Kebumen 9,0 6,60 0,37 6,23 Purworejo 12,0 7,83 1,66 6,16 Wonosobo 9,4 12,88 2,13 10,76 Magelang 12,1 15,57 2,17 13,40 Boyolali 13,9 9,87 1,55 8,32 Klaten 9,5 12,77 1,94 10,83 Sukoharjo 3,2 15,47 1,38 14,09 Wonogiri 15,3 9,24 2,07 7,17 Karanganyar 9,0 14,45 2,56 11,89 Sragen 5,0 5,10 1,77 3,33 Grobogan 4,8 12,41 4,78 7,64 Blora 2,1 11,12 4,16 6,96 Rembang 8,2 9,40 2,22 7,19 Pati 17,6 5,88 1,36 4,52 Kudus 5,6 8,44 2,74 5,70 Jepara 9,3 12,91 2,22 10,69 Demak 7,3 6,91 2,77 4,15 Semarang 9,0 10,54 2,37 8,17 Temanggung 13,7 8,30 0,58 7,73 Kendal 4,6 10,18 4,25 5,93 Batang 11,4 5,06 0,69 4,38 Pekalongan 5,0 8,02 3,86 4,16 Pemalang 18,8 4,11 1,49 2,62 Tegal 11,2 8,74 3,52 5,22 Brebes 12,3 4,94 2,62 2,32 Kota Magelang 9,8 10,47 0,61 9,86 Kota Surakarta 11,8 10,58 0,88 9,70 Kota Salatiga 11,9 12,60 0,26 12,34 Kota Semarang 12,3 6,75 0,53 6,22 Kota Pekalongan 5,1 9,24 1,86 7,38 Kota Tegal 18,4 4,95 0,89 4,06

JAWA TENGAH 10,3 8,24 1,89 6,35

Page 198: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

143

Tabel 10.2 menunjukkan beberapa indikator disabilitas. Prevalensi yang diperoleh dari jawaban 3,4,5 pada salah satu dari 12 komponen disabilitas menunjukkan 10,3 persen penduduk mengalami kesulitan. Pemalang merupakan kabupaten dengan prevalensi tertinggi, sedangkan Blora terendah. Rerata hari produktif hilang adalah rerata lama hari tidak dapat berfungsi optimal karena disabilitas. Rata–rata penduduk Jawa Tengah tidak dapat berfungsi optimal selama 8,24 hari karena disabilitas. Tertinggi di Magelang dan terendah di Pemalang.

Tabel 10.3

Indikator disabilitas menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik responden Tidak ada masalah Masalah

Umur 15-24 tahun 95,0 5,0 25-34 tahun 94,4 5,6 35-44 tahun 93,7 6,3 45-54 tahun 91,5 8,5 55-64 tahun 84,7 15,3 65-74 tahun 68,0 32,0 75+ tahun 46,4 53,6 Jenis Kelamin

Laki-laki 91,5 8,5 Perempuan 87,9 12,1 Pendidikan KK Tidak sekolah 67,3 32,7 Tidak tamat SD 83,1 16,9 Tamat SD 90,0 10,0 Tamat SMP 94,0 6,0 Tamat SMA 94,5 5,5 Tamat PT 95,5 4,5 Pekerjaan KK Tidak Bekerja 84,4 15,6 Pegawai 95,1 4,9 Wiraswasta 92,9 7,1 Petani/nelayan/buruh 91,4 8,6 Lainnya 91,1 8,9 Tempat Tinggal Perkotaan 89,8 10,2 Pedesaan 89,6 10,4 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah Bawah Menengah Menengah Atas Teratas

86,3

13,7

87,9 12,1

90,1 9,9

91,5 8,5

92,3 7,7

Page 199: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

144

Menurut tempat tinggal, prevalensi atau masalah disabilitas di perkotaan relatif sama dengan perdesaan. Perempuan mengungguli laki-laki pada indikator masalah disabilitas. Kelompok usia 75 tahun atau lebih merupakan kelompok dengan indikator disabilitas tertinggi. Demikian juga fenomena serupa terjadi untuk kelompok tidak sekolah dan kelompok termiskin (tidak bekerja).

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia

(Riskesdas). 2007.

World Heatlh Organization. 2000. WHO Disability Assessment Schedule 2.0 WHODAS 2.0 http://www.who.int/classifications/icf/whodasii/en/

Page 200: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

145

BAB 11. KESEHATAN JIWA Cicih Opitasari

Indikator kesehatan jiwa yang dinilai pada Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah antara lain gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia.

Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat oleh karena produktivitas pasien menurun dan akhirnya menimbulkan beban biaya yang besar bagi pasien dan keluarga. Dari sudut pandang pemerintah, gangguan ini menghabiskan biaya pelayanan kesehatan yang besar. Sampai saat ini masih terdapat pemasungan serta perlakuan salah pada pasien gangguan jiwa berat di Indonesia. Hal ini akibat pengobatan dan akses ke pelayanan kesehatan jiwa belum memadai. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan adalah menjadikan Indonesia bebas pasung oleh karena tindakan pemasungan dan perlakukan salah merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

Disamping gangguan jiwa berat, Riskesdas 2013 juga melakukan penilaian gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia seperti pada Riskesdas 2007. Gangguan mental emosional adalah istilah yang sama dengan distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan jiwa berat psikosis dan skizofrenia, gangguan mental emosional adalah gangguan yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil ditanggulangi.

Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 adalah 11,6% dan bervariasi di antara provinsi dan kabupaten/kota. Pada Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional dinilai kembali dengan menggunakan alat ukur serta metode yang sama. Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang menjadi lebih serius apabila orang yang mengalaminya dapat mengatasi atau melakukan pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan kesehatan atau berobat ke tenaga kesehatan yang kompeten.

Cakupan pengobatan ditanyakan berdasarkan kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, termasuk dikunjungi oleh tenaga kesehatan.

11.1 Gangguan Jiwa Berat

Gangguan jiwa berat dinilai melalui serangkaian pertanyaan yang ditanyakan oleh pewawancara (enumerator) kepada kepala rumah tangga atau ART yang mewakili kepala rumah tangga. Inti pertanyaan adalah mengenai ada tidaknya anggota rumah tangga (tanpa melihat umur) yang mengalami gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) pada rumah tangga tersebut. Angka prevalensi yang diperoleh merupakan prevalensi gangguan jiwa berat seumur hidup (life time prevalence). Rumah tangga yang memiliki ART dengan gangguan jiwa, ditanya mengenai riwayat pemasungan yang mungkin pernah dialami ART selama hidupnya. Pewawancara telah dilatih mengenai cara melakukan wawancara serta pengetahuan singkat mengenai ciri-ciri gangguan jiwa. Pelatihan singkat tersebut memberikan keterampilan kepada pewawancara tentang cara melakukan klarifikasi atau verifikasi terhadap jawaban yang diberikan oleh kepala rumah tangga atau orang yang mewakilinya.

Keterbatasan pengumpulan data dengan cara wawancara adalah adanya kemungkinan kasus tidak dilaporkan serta diagnosis yang kurang tepat mengenai gangguan jiwa berat. Upaya untuk

Page 201: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

146

mengatasi kelemahan ini dilakukan dengan cara menetapkan batasan operasional bahwa yang dinilai pada Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah adalah gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) yang dapat dikenali oleh masyarakat umum, sehingga gangguan jiwa berat dengan diagnosis tertentu dan memerlukan kemampuan diagnostik oleh dokter spesialis jiwa, kemungkinan tidak terdata.

Tabel 11.1 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Jiwa Berat (psikosis/skizofrenia) (Permil )

Cilacap 2,3

Banyumas 2,2

Purbalingga 3,3

Banjarnegara 2,0

Kebumen 4,1

Purworejo 3,4

Wonosobo 1,5

Magelang 6,6

Boyolali 1,7

Klaten 3,9

Sukoharjo 1,8

Wonogiri 6,7

Karanganyar 1,6

Sragen 1,2

Grobogan 0,1

Blora 1,4

Rembang 2,0

Pati 1,3

Kudus 0,6

Jepara 3,3

Demak 0,5

Semarang 0,6

Temanggung 2,9

Kendal 1,4

Batang 1,5

Pekalongan 1,9

Pemalang 1,7

Tegal 3,9

Brebes 1,6

Kota Magelang 3,1

Kota Surakarta 3,0 Kota Salatiga 0,4

Kota Semarang 1,1

Kota Pekalongan 1,9

Kota Tegal 2,2

JAWA TENGAH 2,3

Page 202: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

147

Berdasarkan Tabel 11.1, terlihat bahwa psikosis terbanyak terdapat di Kota Magelang dan Wonogiri. Kabupaten Grobogan, Salatiga, Demak dan Semarang memiliki angka yang terendah, sedangkan menurut propinsi prevalensi adalah 2,3 per mil dan masuk dalam provinsi terbanyak jumlah psikosis secara nasional. Prevalensi gangguan jiwa berat berdasarkan tempat tinggal dan kuintil indeks kepemilikan dipaparkan pada laporan Riskesdas 2013 dalam Angka.

Angka prevalensi seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi berkisar 4 per mil sampai dengan 1,4% (Lewis et al.,2001). Beberapa kepustakaan menyebutkan secara umum prevalensi skizofrenia sebesar 1 persen penduduk. Selanjutnya dipaparkan proporsi RT yang pernah melakukan pemasungan terhadap ART dengan gangguan jiwa berat.

Tabel 11.2 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Gangguan Jiwa Berat

(psikosis/skizofrenia) (Permil )

Tempat Tinggal Perkotaan 2,4

Perdesaan 2,2

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 4,4

Menengah Bawah 2,2

Menengah 2,6

Menengah Atas 1,6

Teratas 0,7

JAWA TENGAH 2,3

Menurut karakteristik tempat tinggal, prevalensi gangguan jiwa berat lebih banyak terjadi di kota daripada di desa, sedangkan menurut status ekonomi, gangguan jiwa berat banyak ditemukan pada status ekonomi terbawah yaitu 4.4 permil

11.2. Gangguan Mental Emosional

Di dalam kuesioner Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah, pertanyaaan mengenai gangguan mental emosional terdapat pada kuesioner individu F01 –F20. Gangguan mental emosional dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan SRQ diberikan kepada anggota rumah tangga(ART) yang berusia ≥ 15 tahun. Ke-20 butir pertanyaan ini mempunyai pilihan jawaban ―ya‖ dan ―tidak‖.Nilai batas pisah yang ditetapkan pada survei ini adalah 6 yang berarti apabila responden menjawab minimal 6 atau lebih jawaban ―ya‖, maka responden tersebut diindikasikan mengalami gangguan mental emosional. Nilai batas pisah tersebut sesuai penelitian uji validitas yang pernah dilakukan (Hartono, Badan Litbangkes, 1995).

SRQ memiliki keterbatasan karena hanya mengungkap status emosional individu sesaat (± 30 hari) dan tidak dirancang untuk diagnostik gangguan jiwa secara spesifik. Dalam Riskesdas 2013 pertanyaan dibacakan petugas wawancara kepada seluruh responden.

Page 203: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

148

ART yang dianalisis untuk gangguan mental emosional adalah ART yang berumur ≥ 15 tahun. ART tersebut merupakan responden yang menjawab langsung atas pertanyaan yang dibacakan petugas wawancara. Jawaban yang diberikan oleh ART yang diwakili atau didampingi oleh keluarganya tidak dianalisis pada laporan ini. Alasan ART terpaksa diwakili atau didampingi oleh keluarganya oleh karena menderita gangguan jiwa berat dengan kemampuan komunikasi sangat buruk, menderita penyakit fisik berat atau disabilitas lainnya yang menyebabkan ketidakmampuan menjawab pertanyaan yang diberikan.

Tabel 11.3 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan

self reporting questionnaire-20)* menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Mental Emosional (%)

Cilacap 3,9

Banyumas 6,3 Purbalingga 5,5 Banjarnegara 6,2 Kebumen 4,1 Purworejo 2,9 Wonosobo 5,4 Magelang 7,6

Boyolali 3,1 Klaten 4,8 Sukoharjo 0,5 Wonogiri 5,2

Karanganyar 2,8

Sragen 1,1

Grobogan 1,8

Blora 0,7

Rembang 1,4

Pati 2,9

Kudus 2,0

Jepara 2,3

Demak 1,9

Semarang 4,2

Temanggung 6,5

Kendal 0,7

Batang 5,0 Pekalongan 2,6

Pemalang 3,8 Tegal 7,1 Brebes 3,6 Kota Magelang 4,1 Kota Surakarta 6,0 Kota Salatiga 9,0 Kota Semarang 4,0 Kota Pekalongan 3,8 Kota Tegal 4,2

JAWA TENGAH 4,7

Page 204: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

149

Tabel 11.3 menunjukkan prevalensi orang yang mengalami gangguan mental emosional di Propinsi Jawa Tengah sebesar 4,7 persen. Tujuh Kabupaten/kota yang tertinggi jumlah orang yang mengalami gangguan mental emosional adalah Salatiga, Magelang, Tegal, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, dan kota Surakarta. Sedangkan Kabupaten/Kota dengan gangguan mental emosional terendah adalah Sukoharjo, Blora dan Kendal.

Tabel 11.4 Prevalensi Gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan

self reporting questionnaire-20)* menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Gangguan Mental

Emosional(%)

Kelompok Umur (tahun)

15 – 24 4,1

25 – 34 4,1

35 – 44 5,2

45 – 54 4,6

55 – 64 5,4

65 - 74 9,6

75+ 16,0

Jenis kelamin

Laki-laki 3,1

Perempuan 4,6

Pendidikan Tidak Sekolah 7,5

Tidak Tamat SD 3,8

Tamat SD 4,7

Tamat SLTP 4,0

Tamat SLTA 3,4

Tamat D1-D3/PT 1,8

Pekerjaan

Tidak Bekerja 5,2 Pegawai 3,1 Wiraswasta 3,6 Petani/nelayan/buruh 4,8 Lainnya 4,9 Tempat Tinggal Perkotaan 3,8

Perdesaan 3,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 5,0

Menengah Bawah 4,7

Menengah 4,0

Menengah Atas 3,3

Teratas 2,4

*Nilai Batas Pisah (Cut off Point) ≥ 6

Page 205: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

150

Berdasarkan tabel diatas prevalensi gangguan mental emosional tinggi didapatkan mulai umur ≥ 35 tahun, dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok umur ≥75 tahun. Semakin bertambah umur, semakin banyak pula gangguan mental emosional yang terjadi. Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan semakin kecil yang mengalami gangguan mental emosional. Prevalensi gangguan mental emosional lebih banyak ditemukan pada perempuan, status pekerjaan sebagai nelayan, dan kuintil terbawah. Sedangkan gangguan mental emosional hampir sama di perkotaan dan pedesaan

.

11.3 Cakupan Pengobatan Ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Cakupan pengobatan yang ditanyakan kepada responden adalah cakupan terhadap pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi strata 1, 2 dan 3. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan sesuai PP No 36 Pasal 2. Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.

Secara nasional, cakupan pengobatan RT yang mempunyai ART yang mengalami ganguan jiwa di provinsi Jawa Tengah sebesar 64,1% yang berarti lebih dari 50 RT pernah membawa ART yang mengalami gangguan jiwa untuk mendapatkan pengobatan di fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan.

Tabel 11.5 dan 3.9.6 memperlihatkan cakupan pengobatan gangguan mental emosional. subjek yang dianalisis yaitu subjek yang diidentifikasi mengalami gangguan mental emosional saat diwawancara petugas wawancara Riskesdas 2013.Subjek ditanyakan mengenai pengobatan yang pernah dilakukan dan pengobatan dalam 2 minggu terakhir.

Individu yang mengalami gangguan mental emosional sekitar 30.8% pernah melakukan pengobatan dan sekitar 14,5% melakukan pengobatan dalam waktu 2 minggu terakhir. Kabupaten Wonogiri merupakan kabupaten yang memiliki cakupan tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah untuk pengobatan gangguan mental emosional baik yang pernah maupun yang melakukan pengobatan 2 minggu terakhir.

Tabel 11.6 memperlihatkan bahwa persentase cakupan pengobatan seumur hidup menurut umur semakin tua semakin meningkat begitu pula semakin rendah tingkat pendidikan semakin meningkat, sedangkan dalam 2 minggu terakhir, persentase paling tinggi terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun dan pendidikan tidak tamat SD. Perempuan, tempat tinggal di pedesaan dan status ekonomi menengah bawah memiliki presentase cakupan pengobatan lebih banyak baik pada pengobatan seumur hidup maupun 2 minggu terakhir.

Page 206: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

151

Tabel 11.5 Persentase cakupan pengobatan penderita gangguan mental emosional menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Cakupan Pengobatan Gangguan Mental Emosional

Pernah 2 minggu

Banyumas 32,5 12,4

Purbalingga 39,9 17,5

Banjarnegara 24,6 6,6

Kebumen 39,8 20,0

Purworejo 24,6 11,9

Wonosobo 20,1 9,5

Magelang 24,9 9,3

Boyolali 38,1 17,7

Klaten 43,1 26,1

Sukoharjo 39,1 15,6

Wonogiri 49,2 30,4

Karanganyar 31,0 21,4

Sragen 46,4 29,2

Grobogan 27,6 15,8

Blora 36,8 12,4

Rembang 21,9 19,1

Pati 18,6 10,0

Kudus 38,2 27,2

Jepara 32,2 13,7

Demak 44,4 24,9

Semarang 20,2 6,9

Temanggung 31,7 12,9

Kendal 39,8 24,8

Batang 24,9 12,2

Pekalongan 35,7 19,1

Pemalang 27,7 11,2

Tegal 27,0 13,6

Brebes 31,1 16,7

Kota Magelang 29,0 17,1

Kota Surakarta 23,3 11,1

Kota Salatiga 40,4 15,1

Kota Semarang 24,1 8,8

Kota Pekalongan 29,4 18,7

Kota Tegal 28,3 6,8

JAWA TENGAH 30,8 14,5

Page 207: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

152

Tabel 11.6 Persentase cakupan pengobatan penderita gangguan mental emosional menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Cakupan Pengobatan Gangguan Mental Emosional

Seumur hidup 2 minggu

Kelompok Umur (tahun) 15-24 tahun 0,8 15,8

25-34 tahun 1,2 17,0

35-44 tahun 1,7 16,5

45-54 tahun 1,7 11,6

55-64 tahun 2,4 11,0

65-74 tahun 3,0 10,8

75+ tahun 5,1 14,9

Jenis kelamin Laki-laki 30,9 14,4

Perempuan 31,9 15,2

Pendidikan

Tidak Sekolah 35,9 15,8

Tidak Tamat SD 33,8 17,0

Tamat SD 34,1 16,5

Tamat SLTP 22,0 11,6

Tamat SLTA 29,8 11,0

Tamat D1-D3/PT 17,7 10,8

Pekerjaan

Tidak Bekerja 1,7 0,8

Pegawai 0,8 0,5

Wiraswasta 0,9 0,3

Petani/nelayan/buruh 1,5 0,7

Lainnya 2,1 1,0

Tempat Tinggal Perkotaan 29,3 13,8

Perdesaan 33,3 15,8

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 28,2 14,3

Menengah Bawah 36,0 16,7

Menengah 31,2 15,2

Menengah Atas 31,4 13,1

Teratas 30,1 14,5

Page 208: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

153

Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2007. Hartono, I. G. 1995. Psychiatric morbidity among patients attending the Bangetayu community health centre in Indonesia. Thesis, University of Western Australia. Lewis, G. H., Thomas, H. V., Cannon, M. & Jones, P. B. 2001. Epidemiological methods. In: Thornicroft, G. & Szmukler, G. (eds.) Textbook of community psychiatry. New York: Oxford University Press.

Page 209: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

154

BAB 12. PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU Suryana Purawisastra Pengetahuan, sikap dan perilaku dikumpulkan pada penduduk umur >10 tahun. Topik yang dikumpulkan meliputi perilaku higienis, penggunaan tembakau, aktivitas fisik, perilaku konsumsi buah dan sayur, makanan berisiko (makan/minum manis, makanan asin, makanan berlemak, makanan dibakar, makanan olahan dengan pengawet, bumbu penyedap, minuman mengandung kafein dan konsumsi makanan olahan dari tepung terigu.

12.1 Perilaku Higienis Perilaku higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan perilaku mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban. Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, setiapkali tangan kotor (antara lain memegang uang, binatang,berkebun),setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak,setelah menggunakan pestisida/insektisida, dan sebelum menyusui bayi (Promkes,2011).

Dari Tabel 12.1, rerata Jawa Tengah proporsi perilaku cuci tangan secara benar menunjukan 49,5 persen dan lima kabupaten terendah adalah kabupaten Batang (30,3%), Jepara (31,7%), Pekalongan (33,9%), Rembang (35,4%), dan Kabupaten Magelang (37,0%).

Page 210: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

155

Tabel 12.1 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar dan cuci tangan

menurut menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Berperilaku BAB

benar * Berperilaku cuci tangan

benar **

Cilacap 84,0 49,9 Banyumas 75,8 60,9 Purbalingga 73,3 51,2

Banjarnegara 59,6 55,7 Kebumen 80,2 53,5

Purworejo 77,4 54,6 Wonosobo 75,9 59,5

Magelang 81,3 37,0 Boyolali 89,6 42,9 Klaten 84,9 55,7 Sukoharjo 97,7 73,1

Wonogiri 91,2 54,1 Karanganyar 97,8 66,0 Sragen 85,9 47,9 Grobogan 70,1 57,3 Blora 70,3 37,6 Rembang 80,9 35,4

Pati 91,2 47,7

Kudus 96,9 45,3 Jepara 85,4 31,7 Demak 80,3 50,3

Semarang 91,7 60,2

Temanggung 86,8 37,6 Kendal 79,7 41,6 Batang 66,5 30,3

Pekalongan 71,6 33,9

Pemalang 75,7 60,2 Tegal 82,0 48,5 Brebes 74,3 43,4

Kota Magelang 95,7 56,2

Kota Surakarta 100,0 43,8 Kota Salatiga 99,1 62,2 Kota Semarang 98,9 45,5

Kota Pekalongan 98,7 71,8

Kota Tegal 94,6 56,8

JAWA TENGAH 82,7 49,5

*) Perilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban **) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor (memegang uang, binatang dan berkebun), setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah menggunakan pestisida/insektisi, sebelum menyusui bayi, dan sebelum makan.

Page 211: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

156

Rerata nasional perilaku BAB di jamban adalah 82,7 persen. Lima kabupaten terendah adalah Grobogan (70,1), Blora (70,3), Pekalongan (71,6%), Brebes (74,3%), dan Pemalang (75,7%).

Tabel 12.2 Kecenderungan proporsi penduduk Umur ≥10 tahun berperilaku BAB dan cuci tangan yang benar

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2007- 2013

Kabupaten/Kota Berperilaku BAB benar * Berperilaku cuci tangan benar **

2007 2013 2007 2013 Cilacap 42,8 84,0 57,2 49,9

Banyumas 44,9 75,8 55,1 60,9

Purbalingga 40,9 73,3 59,1 51,2

Banjarnegara 35,2 59,6 64,8 55,7

Kebumen 48,2 80,2 51,8 53,5

Purworejo 44,4 77,4 55,6 54,6

Wonosobo 32,9 75,9 67,1 59,5

Magelang 43,6 81,3 56,4 37,0

Boyolali 40,7 89,6 59,3 42,9

Klaten 49,5 84,9 50,5 55,7

Sukoharjo 66,1 97,7 33,9 73,1

Wonogiri 53,3 91,2 46,7 54,1

Karanganyar 60,0 97,8 40,0 66,0

Sragen 41,7 85,9 58,3 47,9

Grobogan 21,2 70,1 78,8 57,3

Blora 21,8 70,3 78,2 37,6

Rembang 25,7 80,9 74,3 35,4

Pati 43,1 91,2 56,9 47,7

Kudus 60,3 96,9 39,7 45,3

Jepara 40,6 85,4 59,4 31,7

Demak 45,0 80,3 55,0 50,3

Semarang 42,8 91,7 57,2 60,2

Temanggung 40,6 86,8 59,4 37,6

Kendal 35,6 79,7 64,4 41,6

Batang 37,8 66,5 62,2 30,3

Pekalongan 46,1 71,6 53,9 33,9

Pemalang 41,0 75,7 59,0 60,2

Tegal 39,7 82,0 60,3 48,5

Brebes 36,1 74,3 63,9 43,4

Kota Magelang 63,4 95,7 36,6 56,2

Kota Surakarta 62,4 100,0 37,6 43,8

Kota Salatiga 54,9 99,1 45,1 62,2

Kota Semarang 52,9 98,9 47,1 45,5

Kota Pekalongan 62,0 98,7 38,0 71,8

Kota Tegal 62,3 94,6 37,7 56,8

JAWA TENGAH 43,2 82,7 56,8 49,5

*) Perilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban

**) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan

kotor (memegang uang, binatang dan berkebun), setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah

menggunakan pestisida/insektisi, sebelum menyusui bayi, dan sebelum makan.

Page 212: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

157

Berdasarkan analisis kecenderungan terlihat untuk rerata nasional, ada penurunan proporsi penduduk berperilaku cuci tangan secara benar pada tahun 2007 (56,8%) menjadi 49,5 persen pada tahun 2013. Demikian halnya perilaku BAB dengan benar terjadi peningkatan dari 43,2 persen menjadi 82,7 persen. Kenaikan tertinggi proporsi penduduk perilaku cuci tangan dengan benar terjadi di Kabupaten Sukoharjo dengan besar kenaikan 39,2 persen (33,9% tahun 2007 menjadi 73,1% tahun 2013), menyusul Kota Pekalongan sebesar 33,8 persen.

Sedangkan kenaikan terbesar proporsi penduduk perilaku BAB yang benar terjadi di Kabupaten Grobogan sebesar 48,9 persen, disusul Blora 48,5 persen.

12.2. Penggunaan Tembakau

Informasi perilaku penggunaan tembakau dalam Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah dibagi menjadi dua kelompok yaitu perilaku merokok dengan hisap dan perilaku penggunaan tembakau dengan mengunyah, karena efek samping yang ditimbulkan akibat merokok dengan hisap dan dengan metode kunyah berbeda. Perokok hisap menimbulkan polusi pada perokok pasif dan lingkungan sekitarnya, sedangkan kunyah tembakau hanya berdampak pada dirinya sendiri.

Berdasarkan Tabel 12.3 rerata proporsi perokok saat ini di Provinsi Jawa Tengah adalah 22,9 persen.Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kabupaten Temanggung dengan perokok setiap hari 33,6 persen dan kadang-kadang merokok 4,5 persen.

Page 213: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

158

Tabel 12.3 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun menurut kebiasaan merokok dan kabupaten/kota

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Perokok saat ini Tidak merokok

Perokok setiap hari

Perokok kadang-kadang

Mantan perokok

Bukan perokok

Cilacap 25,2 5,9 4,0 64,9 Banyumas 27,6 4,3 6,3 61,8 Purbalingga 27,6 5,6 4,7 62,1

Banjarnegara 33,5 5,5 3,0 57,9

Kebumen 27,2 5,5 4,5 62,8 Purworejo 24,7 4,2 4,8 66,3 Wonosobo 30,6 4,9 5,4 59,2 Magelang 25,8 6,2 8,3 59,6

Boyolali 23,2 4,9 5,3 66,6

Klaten 21,5 4,4 5,5 68,6

Sukoharjo 15,6 5,2 2,3 76,9

Wonogiri 21,5 5,5 5,3 67,7

Karanganyar 17,9 6,5 2,8 72,9

Sragen 20,0 2,8 2,5 74,6

Grobogan 21,3 5,7 3,3 69,7

Blora 23,9 4,3 1,0 70,8

Rembang 19,2 3,3 2,4 75,0

Pati 15,5 6,0 3,8 74,6

Kudus 17,3 7,9 2,6 72,2

Jepara 19,1 6,3 4,3 70,3

Demak 19,8 5,3 2,9 72,1

Semarang 24,5 4,7 6,1 64,7

Temanggung 33,6 4,5 5,2 56,8

Kendal 21,0 4,3 3,3 71,3

Batang 23,0 6,2 3,8 67,0

Pekalongan 21,4 5,4 3,7 69,4

Pemalang 26,7 4,9 4,2 64,2

Tegal 23,1 4,7 4,3 67,9

Brebes 24,5 5,5 3,4 66,6

Kota Magelang 23,4 4,2 9,0 63,5

Kota Surakarta 18,9 5,6 6,0 69,5

Kota Salatiga 22,9 4,5 4,8 67,8

Kota Semarang 17,8 5,9 4,8 71,5

Kota Pekalongan 13,9 4,8 3,3 78,0

Kota Tegal 19,2 6,1 4,7 70,0

JAWA TENGAH 22,9 5,3 4,3 67,6

Page 214: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

159

Tabel 12.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut kebiasaan merokok dan karakteristik Provinsi Jawa

Tengah 2013

Karakteristik

Perokok saat ini Tidak merokok

Perokok setiap hari

Perokok kadang-kadang

Mantan perokok

Bukan perokok

Kelompok umur (tahun) 10-14 0,5 1,0 1,1 97,4 15-19 10,4 6,9 2,9 79,8 20-24 26,1 6,6 2,4 64,9

25-29 27,8 5,4 1,8 65,0 30-34 30,6 5,5 3,7 60,2 35-39 28,9 5,7 4,0 61,4 40-44 27,1 5,9 3,9 63,1

45-49 28,8 6,0 5,5 59,6 50-54 29,4 5,4 6,0 59,2 55-59 29,7 4,8 7,5 58,0 60-64 26,5 5,1 7,0 61,3

65+ 22,6 5,9 10,7 60,7 Jenis kelamin Laki-laki 45,8 10,2 8,2 35,9 Perempuan 0,7 0,5 0,5 98,3

Pendidikan Tidak sekolah 18,2 4,0 4,6 73,3 Tidak tamat SD 19,1 3,8 3,9 73,1 Tamat SD 24,9 5,1 4,0 66,1

Tamat SMP 23,7 6,2 3,8 66,3 Tamat SMA 25,6 6,3 5,2 62,9 Tamat PT 14,5 5,9 6,5 73,0 Pekerjaan

Tidak bekerja 6,2 2,9 2,8 88,1 Pegawai 28,3 7,0 5,4 59,2 Wiraswasta 31,9 6,7 5,7 55,7 Petani/nelayan/buruh 38,8 7,1 5,1 49,0

Lain-lain 28,3 5,8 5,9 60,0

Tempat tinggal Perkotaan 20,6 5,1 4,6 69,7 Perdesaan 24,9 5,4 4,0 65,7

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 27,3 5,8 3,6 63,4 Menengah bawah 25,9 5,3 4,0 64,7 Menengah 22,6 5,3 4,5 67,6

Menengah atas 22,0 4,7 4,5 68,8 Teratas 17,0 5,2 4,7 73,1

Page 215: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

160

Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 30,6 persen, umur 55-59 tahun 29,7 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (45,8% banding 0,7%). Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (38,8%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya.Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi (Tabel 12.4).

Tabel 12.5 Rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun kabupaten/kota, Provinsi Jawa

Tengah 2013

*) Bagi yang bukan perokok setiap hari

Kabupaten/Kota Perokok (Kretek,putih dan

linting)tiap/hari Perokok (Kretek,putih dan linting)/minggu

Cilacap 9,5 8,0 Banyumas 10,6 9,7 Purbalingga 10,4 8,0 Banjarnegara 9,6 6,3 Kebumen 8,6 5,7 Purworejo 8,8 10,6

Wonosobo 8,3 8,7 Magelang 8,9 8,0

Boyolali 10,6 8,5 Klaten 10,3 10,9

Sukoharjo 8,8 13,1

Wonogiri 9,0 17,5 Karanganyar 9,8 9,6

Sragen 10,5 19,2 Grobogan 10,9 9,2

Blora 11,3 15,3

Rembang 12,9 7,1 Pati 10,5 12,2 Kudus 11,0 14,3

Jepara 11,8 9,7

Demak 11,1 17,4

Semarang 9,1 6,8

Temanggung 9,8 8,0

Kendal 10,8 12,5

Batang 9,8 9,2

Pekalongan 9,6 9,7

Pemalang 9,9 8,3

Tegal 10,4 12,6

Brebes 11,0 15,7

Kota Magelang 9,9 9,0

Kota Surakarta 11,0 10,9

Kota Salatiga 11,5 7,0 Kota Semarang 10,7 8,2 Kota Pekalongan 10,1 9,9

Kota Tegal 10,9 11,2

JAWA TENGAH 10,1 10,4

Page 216: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

161

Dari tabel 12.5 tampak bahwa rerata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Provinsi Jawa Tengah adalah 10,1 batang (setara satu bungkus). Jumlah rerata batang rokok terbanyak yang dihisap ditemukan di Rembang (13 batang) dan di Jepara (12 batang). Perokok yang tidak merokok setiap hari, dijumpai 10,4 batang/minggu. Jumlah rerata batang rokok terbanyak yang dihisap di temukan di Wonogiri (18 batang/minggu).

Tabel 12.6

Rerata jumlah batang rokok tiap hari dan rerata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur

≥10 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Rerata jumlah Rokok (Kretek, putih dan linting) tiap hari

Rerata jumlah Rokok (Kretek, putih dan linting) per minggu

Kelompok umur (tahun) 10-14 5,7 3,9 15-19 8,2 7,9 20-24 9,6 10,6 25-29 9,7 11,0 30-34 10,8 13,8 35-39 11,0 10,3 40-44 11,1 10,5 45-49 10,9 11,1 50-54 10,7 10,3 55-59 10,3 11,6 60-64 9,3 10,6 +65 8,2 10,7 Jenis kelamin Laki-laki 10,2 10,6 Perempuan 6,2 7,6 Pendidikan Tidak sekolah 8,9 9,7 Tidak tamat SD 9,8 10,0 Tamat SD 10,0 10,6 Tamat SMP 10,4 10,2 Tamat SMA 10,4 10,8 Tamat PT 11,2 10,5 Pekerjaan Tidak bekerja 8,8 8,1 Pegawai 10,8 10,8 Wiraswasta 11,2 11,5 Petani/nelayan/buruh 9,9 11,2 Lain-lain 10,7 11,6 Tempat tinggal Perkotaan 10,5 10,6 Perdesaan 9,8 10,3 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 9,5 10,0 Menengah bawah 9,5 10,7 Menengah 10,2 10,8 Menengah atas 10,5 10,7 Teratas 11,3 10,0

*) Bagi perokok kadang-kadang ( tidak setiap hari merokok ).

Page 217: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

162

Perokok aktif setiap hari berdasarkan kelompok umur proporsi terbanyak pada umur 40-44 tahun, 35-39 tahun, 30-34 tahun, sedangkan perokok setiap hari pada laki-laki proporsi lebih banyak di bandingkan perokok perempuan. Berdasarkan jenis pekerjaan, wiraswasta adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar 11,2 dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya seperti pegawai dan yang tidak bekerja. Pekerja pegawai dan lainnya menduduki urutan ke dua terbanyak proporsi perokok setiap hari 10-11. Proporsi perokok setiap hari tampak ada kecenderungan menurun menurut kuintil indeks kepemilikan , sebaliknya pada perokok kadang-kadang tampak ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya Kuintil indeks kepemilikan .

Tabel 12.7

Rerata jumlah batang cerutu tiap hari dalam seminggu yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Rerata jumlah batang Cerutu/Hari

Kelompok umur (tahun) 10-14

15-19 1,0

20-24 1,2

25-29 6,8

30-34 5,0

35-39 11,0

40-44 6,2

45-49 12,6

50-54 14,7

55-59 7,7

60-64 4,2

+65 5,8

Jenis kelamin Laki-laki 7,8

Perempuan 7,0

Pendidikan Tidak sekolah 8,5

Tidak tamat SD 6,7

Tamat SD 9,8

Tamat SMP 2,3

Tamat SMA 11,6

Tamat PT 2,7

Pekerjaan Tidak bekerja 6,4 Pegawai 12,3

Wiraswasta 8,2

Petani/nelayan/buruh 10,4

Lain-lain 3,0

Tempat tinggal Perkotaan 8,0

Perdesaan 7,5

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 5,2

Menengah bawah 7,8

Menengah 4,2

Menengah atas 12,4

Teratas 7,0

Page 218: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

163

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa rerata jumlah batang rokok cerutu terbanyak pada kelompok umur 50-54 tahun sebanyak 13 batang cerutu perhari. Pada laki-laki, lulusan SMA, dan pegawai sedikit lebih tinggi. Proporsi menghisap cerutu cenderung meningkat dengan semakin tingginya tingkat kuintil indeks kepemilikan (Tabel 12.7).

Tabel 12.8

Rerata jumlah batang cerutu tiap hari yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Jumlah Batang cerutu Setiap Hari

Cilacap

Banyumas 1,1 Purbalingga 0,6 Banjarnegara 0,2

Kebumen 0,3 Purworejo Wonosobo 0,2

Magelang 0,6

Boyolali 0,1

Klaten 0,2

Sukoharjo 0,2

Wonogiri

Karanganyar

Sragen 0,2

Grobogan 0,7

Blora 0,2

Rembang 0,1

Pati

Kudus 0,3

Jepara

Demak 0,1

Semarang 0,2

Temanggung 0,5

Kendal 0,3

Batang

Pekalongan

Pemalang 0,3

Tegal 0,4

Brebes 0,5

Kota Magelang

Kota Surakarta

Kota Salatiga

Kota Semarang 0,2

Kota Pekalongan 0,8

Kota Tegal 1,5

JAWA TENGAH 0,3

Page 219: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

164

Pada tabel 12.8 memperlihatkan rerata jumlah batang rokok cerutu yang dihisap perhari adalah 0,3 (=1) batang, terbanyak ada di kota Tegal 1,5 (=2 batang), disusul Banyumas 1 batang.

Tabel 12.9

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut usia pertama kali merokok tiap hari dan

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Usia pertama kali merokok tiap hari (tahun)

3 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

15 - 19 tahun

20 - 24 tahun

25 - 29 tahun

>= 30 tahun

Cilacap 1,0 8,4 39,0 32,5 10,4 8,7 Banyumas 0,3 11,5 49,5 22,8 9,8 6,1 Purbalingga 1,7 16,6 50,6 21,3 5,5 4,4

Banjarnegara 0,1 3,5 19,4 46,5 20,5 5,2 4,8

Kebumen 0,3 14,1 40,6 27,3 8,7 9,0 Purworejo 0,4 15,2 41,2 30,3 9,5 3,4 Wonosobo 1,3 20,0 43,1 22,3 6,8 6,6

Magelang 1,1 16,3 40,6 23,9 8,8 9,3

Boyolali 1,8 10,3 42,2 29,0 10,1 6,6

Klaten 0,8 9,6 45,4 28,1 8,8 7,3

Sukoharjo 4,9 54,7 31,2 7,0 2,2

Wonogiri 0,2 3,7 40,9 27,2 15,9 12,1

Karanganyar 1,7 7,1 45,3 30,7 8,5 6,6

Sragen 0,2 5,4 49,7 29,5 8,4 6,8

Grobogan 1,1 6,6 51,7 24,3 8,5 7,7

Blora 0,2 4,6 67,8 20,7 4,5 2,3

Rembang 4,0 63,5 20,4 9,3 2,8

Pati 3,6 37,6 36,5 12,6 9,6

Kudus 0,4 6,4 39,4 38,6 10,9 4,3

Jepara 0,1 6,3 50,1 28,9 7,2 7,4

Demak 0,9 8,7 58,2 23,8 5,2 3,2

Semarang 1,5 13,4 42,5 28,5 8,0 6,1

Temanggung 6,0 19,5 47,6 16,7 5,8 4,3

Kendal 0,5 6,8 62,9 21,7 4,7 3,5

Batang 8,0 53,5 29,1 4,7 4,7

Pekalongan 6,5 48,8 30,5 9,4 4,8

Pemalang 2,9 10,8 46,0 23,0 9,8 7,6

Tegal 0,5 8,5 50,7 23,9 10,5 5,8

Brebes 0,1 10,1 57,6 23,9 5,1 3,2

Kota Magelang 0,4 11,2 38,7 30,8 12,5 6,3

Kota Surakarta 0,4 10,3 38,4 28,2 10,5 12,2

Kota Salatiga 0,4 10,0 45,1 24,8 11,7 8,1

Kota Semarang 1,4 8,1 43,8 28,6 12,2 5,9

Kota Pekalongan 9,3 53,5 25,4 7,0 4,8

Kota Tegal 0,4 3,5 49,4 28,6 11,8 6,4

JAWA TENGAH 0,0 1,1 10,4 47,5 26,1 8,6 6,3

Page 220: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

165

Berdasarkan pengakuan responden mereka mulai pertama kali merokok setiap hari pada usia balita 3-4 tahun di kabupaten Banjarnegara dengan proporsi 0,1 persen, mulai usia 5-9 tahun di Kabupaten Temanggung, Banjarnegara, dan Pemalang masing-masing 6,0; 3,5; dan 2,9 persen, sementara yang lain dibawah 2 persen. Proporsi mulai merokok setiap hari paling banyak pada kelompok usia 15-19 tahun. Kabupaten tertinggi proporsi mulai merokok setiap hari pada klompok umur 15-19 tahun di Kabupaten Blora (67,8%), Rembang (63,5%), Kendal (62,9%), Sukoharjo (54,7%), dan Kota Pekalongan (53,5%). Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 12.9. Berdasarkan tabel 12.10, tampak bahwa responden berusia +65 tahun yang mengaku mulai merokok setiap hari mulai usia 3-4 tahun sebanyak 0,1 persen dan mulai merokok setiap hari pada usia 5-9 tahun sebanyak 2,8 persen yaitu pada usia 10-14. Proporsi mulai merokok setiap hari pada kelompok usia 15-19 tahun tinggi pada laki-laki (57,8%), tingkat pendidikan tamat SMP (54,3%), sama yang tinggal di perdesaan maupun perkotaan (47,5%), tidak bekerja (52,9%) dan tingkat Kuintil indeks kepemilikan dengan golongan Menengah atas (48,9%). Setengah dari jumlah penduduk laki-laki, mulai merokok pertama kali pada umur 15-19 tahun dan semakin tinggi umur jarang yang mulai merokok. Pada wanita sepertiganya mulai pertama kali merokok pada umur lebih atau sama dengan 30 tahun (Tabel 12.10).

Page 221: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

166

Tabel 12.10

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut usia pertama kali merokok tiap hari dan

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Usia mulai merokok tiap hari (tahun)

3 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 >= 30

Kelompok umur (tahun) 10-14 2,8 97,2 15-19 1,1 24,0 74,9

20-24 0,8 12,1 68,0 19,2 25-29 0,5 10,8 56,1 27,9 4,6 30-34 0,5 8,4 51,1 30,6 8,2 1,2 35-39 0,6 6,9 46,8 29,9 11,4 4,4

40-44 1,1 8,5 42,7 29,2 11,3 7,1 45-49 1,0 8,5 40,1 28,5 11,8 10,1 50-54 1,6 9,2 39,0 27,5 11,6 11,1 55-59 1,4 9,4 36,0 28,3 12,4 12,5

60-64 1,2 11,0 34,4 25,7 12,3 15,3 +65 0,1 2,7 12,6 34,4 24,8 10,0 15,4 Jenis kelamin Laki-laki 0,0 1,0 10,4 47,8 26,3 8,6 5,9 Perempuan 5,3 10,8 28,4 13,4 11,2 30,8 Pendidikan Tidak sekolah 2,4 10,5 42,6 22,7 11,1 10,6 Tidak tamat SD 2,0 13,7 42,1 24,0 9,4 8,8 Tamat SD 1,2 11,7 45,3 25,8 8,8 7,2 Tamat SMP 0,0 0,7 10,5 54,3 25,0 6,6 3,0

Tamat SMA 0,3 6,2 51,3 28,7 8,4 5,0 Tamat PT 0,4 6,6 38,0 34,1 13,3 7,4 Pekerjaan Tidak bekerja 1,5 15,9 52,9 18,2 5,1 6,3

Pegawai 0,6 7,1 45,3 32,0 9,2 5,8 Wiraswasta 0,7 8,7 49,1 27,7 7,7 6,1 Petani/buruh/Nelayan 1,2 10,8 46,2 25,9 9,5 6,4 Lain-lain 0,1 0,9 8,0 49,0 25,6 8,9 7,5

Tempat tinggal Perkotaan 0,0 0,7 8,9 47,5 27,2 9,2 6,5 Perdesaan 1,3 11,5 47,5 25,3 8,2 6,1 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 1,4 13,9 48,2 23,5 7,1 5,9 Menengah bawah 0,0 1,7 12,3 46,8 23,5 8,9 6,9 Menengah 0,8 9,6 47,8 27,2 8,4 6,1 Menengah atas 0,6 8,0 48,9 28,1 8,4 6,0

Teratas 0,7 7,2 45,5 29,3 10,7 6,6

Tabel 12.11 menggambarkan usia responden mulai merokok. Dalam bagian ini tercatat usia responden mulai merokok sekalipun hanya untuk mencoba-coba menghisap rokok. Usia mulai merokok paling banyak pada kelompok usia 15-19 tahun (52,0%). Dalam tabel di atas tercatat responden mulai merokok pada usia 3-4 tahun di Banyumas, Temanggung, Magelang, Boyolali, Banjarnegara, dan Kebumen. Usia mulai merokok pada kelompok umur 5-9 tahun proporsi

Page 222: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

167

terbanyak di kabupaten Temanggung (7,7%), Kota Salatiga (4,7%), Boyolali (4,6%), dan Kabupaten Magelang (4,4%).

Tabel 12.11

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut usia mulai merokok berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Usia mulai merokok (tahun)

3 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 >= 30

Cilacap 2,5 20,6 46,2 19,9 5,9 5,0 Banyumas 0,5 2,5 22,0 50,6 15,5 5,0 4,0

Purbalingga 2,4 23,1 49,7 16,8 4,7 3,2

Banjarnegara 0,1 3,4 34,2 39,8 15,3 4,1 3,2 Kebumen 0,1 1,7 26,6 43,3 17,5 4,9 6,0 Purworejo 1,7 22,0 51,9 17,2 4,3 2,9

Wonosobo 3,9 32,4 44,2 11,5 3,6 4,4 Magelang 0,2 4,4 28,3 43,3 15,3 4,7 3,8 Boyolali 0,2 4,6 22,2 45,5 15,8 6,4 5,2 Klaten 2,3 15,7 50,6 21,7 6,7 3,1 Sukoharjo 0,6 7,7 54,8 28,5 5,3 3,1 Wonogiri 1,7 10,8 47,4 21,1 10,3 8,8 Karanganyar 1,6 14,6 58,1 13,0 7,5 5,2 Sragen 0,4 9,9 51,0 26,1 8,5 4,0

Grobogan 0,9 11,0 53,7 20,0 8,0 6,4

Blora 0,1 8,2 72,4 15,0 2,7 1,6

Rembang 4,5 67,1 16,1 8,7 3,6

Pati 0,3 6,6 48,5 24,9 12,2 7,5

Kudus 0,6 7,9 58,8 20,9 8,1 3,8

Jepara 0,3 14,5 56,6 19,2 4,6 4,8

Demak 0,5 14,3 60,4 18,3 3,9 2,6

Semarang 3,0 20,1 47,2 20,1 5,6 4,0

Temanggung 0,4 7,7 30,0 45,2 10,8 2,8 3,2

Kendal 0,8 11,1 64,5 16,8 4,8 2,0

Batang 1,4 14,7 63,6 14,3 3,1 2,9

Pekalongan 0,8 14,8 58,2 17,9 5,9 2,4

Pemalang 3,6 18,6 46,6 19,1 6,3 5,8 Tegal 1,8 15,2 55,5 17,4 5,2 4,7 Brebes 0,3 11,7 66,5 16,4 2,6 2,5 Kota Magelang 0,0 4,0 26,4 45,6 14,6 5,0 4,4 Kota Surakarta 1,8 22,5 49,9 14,0 5,4 6,4

Kota Salatiga 0,1 4,7 24,0 49,5 16,0 3,1 2,7 Kota Semarang 2,4 18,0 53,9 17,2 5,2 3,4 Kota Pekalongan 0,3 15,5 52,9 21,9 6,2 3,1 Kota Tegal 1,4 12,9 55,9 20,2 5,4 4,2

JAWA TENGAH 0,1 2,1 18,3 52,0 17,7 5,5 4,2

Proporsi responden yang berusia 10-14 tahun yang mengaku merokok mulai usia 3-4 tahun sebanyak 0,4%, mulai merokok di usia 5-9 tahun sebanyak 11,3% dan mulai merokok di usia 10-14 tahun 88,3%. Menurut jenis kelamin, usia mulai merokok pada usia muda lebih tinggi pada laki-laki

Page 223: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

168

dibandingkan perempuan, sebaliknya pada perempuan usia mulai merokok pada usia 20 tahun keatas lebih tinggidibandingkan laki-laki. Tidak ada gambaran spesifik menurut tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, jenis pekerjaan dan tingkat Kuintil indeks kepemilikan (Tabel 12.12).

Tabel 12.12

Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun yang merokok menurut usia pertama kali merokok dan

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Usia pertama kali merokok (tahun)

3 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 >= 30

Kelompok umur (tahun) 10-14 0,4 11,3 88,3 15-19 0,2 2,1 39,1 58,6 20-24 0,2 2,6 22,3 65,0 9,9

25-29 1,8 18,5 62,2 15,0 2,4

30-34 1,5 16,6 58,8 18,0 3,8 1,2 35-39 1,3 13,6 55,7 20,9 5,7 2,8 40-44 1,9 13,3 52,0 20,9 7,8 4,0 45-49 1,7 13,3 47,7 22,7 8,5 6,1 50-54 2,5 14,3 45,5 21,3 8,8 7,5 55-59 0,2 2,3 15,1 42,4 22,9 9,0 8,1

60-64 2,2 15,5 39,8 20,9 10,7 10,8 65+ 0,2 3,3 17,6 35,7 22,3 8,0 12,9 Jenis kelamin Laki-laki 0,1 2,1 18,5 52,6 17,8 5,4 3,6 Perempuan 4,1 11,0 29,2 15,3 10,3 30,2 Pendidikan

Tidak sekolah 0,1 3,7 16,2 43,9 20,2 7,4 8,5

Tidak tamat SD 0,1 3,3 20,1 45,6 17,8 6,4 6,7 Tamat SD 0,0 2,1 19,9 48,4 18,1 6,4 5,1 Tamat SLTP 0,1 1,6 20,4 56,5 16,4 3,2 1,9

Tamat SLTA 1,8 13,6 60,4 16,7 4,9 2,6

Tamat D1-D3/PT 0,4 2,0 12,3 50,3 22,6 8,0 4,5 Pekerjaan Tidak bekerja 0,2 3,0 29,7 47,5 11,6 3,4 4,7

Pegawai 2,1 12,9 56,4 20,2 4,7 3,7 Wiraswasta 0,0 1,6 14,6 56,0 18,6 5,7 3,6 Petani/buruh/Nelayan 0,0 2,2 17,7 50,7 18,7 6,3 4,4 Lain-lain 0,1 1,6 17,6 53,6 16,8 5,5 4,8

Tempat tinggal Perkotaan 0,0 1,8 16,7 54,0 18,1 5,4 3,9

Perdesaan 0,1 2,4 19,5 50,5 17,4 5,6 4,5 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 0,1 2,8 22,1 48,3 17,1 5,0 4,6

Menengah bawah 0,0 2,7 20,1 50,7 16,5 5,3 4,7

Menengah 0,0 1,8 17,9 52,5 18,1 5,6 4,1 Menengah atas 0,1 1,6 15,7 56,0 17,4 5,4 3,7 Teratas 0,2 1,6 15,1 53,1 19,9 6,3 3,9

Pada Tabel 12.13 memperlihatkan bahwa secara umum proporsi jenis rokok yang dihisap terbanyak adalah rokok kretek 78,3%, diikuti dengan rokok putih 42,2%, rokok linting 20,4% dan rokok cerutu

Page 224: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

169

0,3%. Lima kabupaten/kota di atas rerata Jawa Tengah untuk jenis rokok kretek Kabupaten Brebes (86,8%), Kota Magelang (85,3%), Kabupaten Pekalongan (82,1%), Kabupaten Batang (82,1%), dan Kabupaten Tegal (79,9%).

Tabel 12.13

Proporsi jenis rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa

Tengah 2013

Kabupaten/Kota Jenis rokok yang dihisap

Kretek Rokok Putih Rokok linting Cangklong/cerutu

Cilacap 78,3 36,5 26,8 Banyumas 70,1 40,8 21,0 1,1 Purbalingga 74,5 30,9 25,4 0,6

Banjarnegara 56,0 21,3 51,6 0,2

Kebumen 76,9 28,9 37,3 0,3 Purworejo 77,6 22,6 30,2 Wonosobo 71,3 20,1 66,1 0,2

Magelang 55,6 48,7 33,8 0,6

Boyolali 60,0 46,7 27,9 0,1

Klaten 65,9 46,3 7,7 0,2

Sukoharjo 58,4 70,4 6,0 0,2

Wonogiri 60,9 50,5 30,2

Karanganyar 78,4 47,3 5,5

Sragen 70,2 68,4 7,2 0,2

Grobogan 58,4 56,2 11,8 0,7

Blora 66,6 64,4 19,3 0,2

Rembang 64,7 42,3 7,2 0,1

Pati 66,7 36,3 3,7

Kudus 47,2 68,0 1,4 0,3

Jepara 45,4 66,7 1,8

Demak 72,3 34,5 2,6 0,1

Semarang 48,5 48,7 30,2 0,2

Temanggung 68,5 33,7 68,1 0,5

Kendal 78,5 44,8 33,2 0,3

Batang 72,1 42,5 19,8

Pekalongan 82,1 29,1 2,8

Pemalang 70,0 41,3 17,5 0,3

Tegal 79,9 27,1 3,7 0,4

Brebes 86,8 21,8 11,0 0,5

Kota Magelang 85,3 20,2 4,0

Kota Surakarta 41,6 64,7 0,7

Kota Salatiga 66,9 40,9 11,2

Kota Semarang 44,1 63,0 3,0 0,2

Kota Pekalongan 48,5 60,7 0,8 0,8

Kota Tegal 74,3 34,4 0,6 1,5

JAWA TENGAH 78,3 42,2 20,4 0,3

Page 225: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

170

Tabel 12.14

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut jenis rokok yang dihisap dan

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Jenis rokok yang dihisap

Kretek Rokok putih Rokok linting Cangklong/Cerutu

Kelompok umur (tahun) 10-14 69,9 43,7 13,4 2,5 15-19 58,1 59,5 6,1 0,2 20-24 55,5 64,0 9,3 0,2

25-29 62,5 56,1 10,6 0,5

30-34 64,2 53,4 11,5 0,1 35-39 68,9 44,3 13,7 0,0 40-44 70,8 39,7 18,5 0,2

45-49 73,6 35,4 19,2 0,6 50-54 74,0 32,0 27,6 0,2 55-59 75,3 25,1 32,6 0,6 60-65 72,4 20,9 40,0 0,2

+65 64,6 13,5 55,2 0,5 Jenis Kelamin Laki-laki 67,3 42,7 19,8 0,3 Perempuan 54,0 18,9 47,5 0,8

Pendidikan Tidak sekolah 69,1 19,0 46,3 0,4 Tidak tamat SD 71,6 25,4 36,2 0,2 Tamat SD 72,2 34,6 26,2 0,4

Tamat SMP 65,0 52,5 10,3 0,2 Tamat SMA 57,7 59,9 4,9 0,2 Tamat PT 51,7 67,2 2,1 0,7 Pekerjaan

Tidak bekerja 63,6 45,4 17,4 0,4 Pegawai 56,3 60,5 4,8 0,4 Wiraswasta 64,9 52,4 7,9 0,3 Petani/Nelayan/buruh 71,2 33,1 29,8 0,2

Lain-lain 66,3 48,8 9,7 0,4 Tempat tinggal Perkotaan 63,5 49,9 8,2 0,3

Perdesaan 69,6 36,6 29,2 0,3

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 70,0 28,1 37,2 0,3 Menengah bawah 70,6 36,7 28,4 0,2 Menengah 68,0 44,3 15,5 0,3

Menengah atas 66,6 49,3 9,9 0,3 Teratas 56,8 58,5 4,6 0,2

Menurut karakteristik responden, berdasarkan kelompok umur dan pendidikan pada umumnya proporsi jenis rokok yang dihisap terbanyak adalah rokok kretek, dan rokok putih urutan ke dua. Demikian pula menurut tempat tinggal, jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran rumah tangga

Page 226: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

171

perkapita rokok kretek paling dominan, kecuali menurut jenis kelamin, perempuan lebih banyak menggkonsumsi rokok putih dibandingkan rokok kretek (Tabel 12.14).

Tabel 12.15

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan merokok dalam gedung/ruangan

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Perokok merokok dalam gedung/ruangan

Ya Tidak

Cilacap 89,8 10,2 Banyumas 89,8 10,2

Purbalingga 95,4 4,6 Banjarnegara 95,9 4,1 Kebumen 92,4 7,6 Purworejo 93,6 6,4

Wonosobo 94,0 6,0 Magelang 89,9 10,1

Boyolali 88,7 11,3 Klaten 86,8 13,2

Sukoharjo 87,7 12,3

Wonogiri 83,1 16,9

Karanganyar 75,3 24,7

Sragen 93,5 6,5

Grobogan 89,3 10,7

Blora 95,4 4,6

Rembang 93,0 7,0

Pati 82,0 18,0

Kudus 83,9 16,1

Jepara 89,3 10,7

Demak 92,2 7,8

Semarang 80,6 19,4

Temanggung 92,5 7,5

Kendal 87,3 12,7

Batang 92,0 8,0

Pekalongan 84,7 15,3

Pemalang 91,1 8,9 Tegal 81,3 18,7 Brebes 92,8 7,2 Kota Magelang 81,8 18,2

Kota Surakarta 60,1 39,9 Kota Salatiga 72,8 27,2 Kota Semarang 67,4 32,6

Kota Pekalongan 77,6 22,4 Kota Tegal 79,4 20,6

JAWA TENGAH 87,7 12,3

Page 227: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

172

Tabel 12.15 menunjukkan proporsi merokok dalam gedung rerata Jawa Tengah 87,7 persen. Tujuh kabupaten tertinggi di atas rerata Jawa Tengah adalah Banjarnegara (95,9%), Purbalingga (95,4%), Blora (95,4%), Wonosobo (94,0%), Purworejo (93,6%), Sragen (93,5%), dan Kebumen (92,4%).

Menurut karakteristik responden bahwa kelompok umur semakin tua proporsi semakin besar merokok di dalam gedung, jenis kelamin perempuan lebih banyak mrokok di dalam ruangan/gedung dibandingkan perokok laki-laki, demikian pula semakin rendah pendidikan proporsi merokok di dalam ruang/gedung juga semakin besar, semakin rendah pengeluaran perkapita juga semakin besar proporsi merokok di dalam ruang/gedung. Dalam Riskesdas 2013, selain ditanyakan kebiasaan merokok dalam ruangan/gedung, juga ditanyakan perilaku responden merokok dalam rumah ketika bersama dengan anggota rumah tangga lainnya. Hal ini penting untuk menjaring berapa besarnya proporsi perokok pasif di Indonesia (Tabel 12.16).

Page 228: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

173

Tabel 12.16

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam gedung menurut karakteristik, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Perokok merokok dalam gedung/ruangan

Ya Tidak

Kelompok umur (tahun) 10-14 65,5 34,5 15-19 77,7 22,3 20-24 86,4 13,6 25-29 87,0 13,0 30-34 86,7 13,3

35-39 86,8 13,2

40-44 86,9 13,1

45-49 88,1 11,9

50-54 90,9 9,1 55-59 89,9 10,1

60-64 93,3 6,7

65+ 93,6 6,4

Jenis kelamin Laki-laki 87,6 12,4 Perempuan 94,1 5,9 Pendidikan Tidak sekolah 93,1 6,9 Tidak tamat SD 92,2 7,8 Tamat SD 91,0 9,0 Tamat SLTP 86,5 13,5 Tamat SLTA 81,1 18,9 Tamat D1-D3/PT 69,0 31,0 Pekerjaan Tidak bekerja 82,0 18,0 Pegawai 78,8 21,2 Wiraswasta 86,2 13,8 Petani/buruh/nelayan 92,0 8,0 Lain-lain 85,6 14,4 Tempat tinggal Perkotaan 83,5 16,5 Perdesaan 90,7 9,3 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 93,1 6,9 Menengah bawah 91,3 8,7 Menengah 87,3 12,7 Menengah atas 85,6 14,4 Teratas 78,1 21,9

Page 229: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

174

Dari 10 perokok, hampir 8 perokok (82,2%) merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga/ART. Lima provinsi terbesar di atas rerata di Jawa Tengah adalah Rembang (93,3%), Blora (92,5%), Brebes (91,9%), Purbalingga (90,9%), Sragen (89,7%). Hal ini terlihat pada Tabel 12.17.

Tabel 12.17

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah

tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Perokok merokok di dalam rumah bersama ART

Ya Tidak

Cilacap 82,5 17,5

Banyumas 83,6 16,4 Purbalingga 90,9 9,1 Banjarnegara 88,2 11,8 Kebumen 85,7 14,3 Purworejo 87,7 12,3

Wonosobo 87,4 12,6 Magelang 82,5 17,5 Boyolali 80,4 19,6 Klaten 81,1 18,9

Sukoharjo 84,8 15,2 Wonogiri 72,7 27,3 Karanganyar 69,5 30,5

Sragen 89,7 10,3 Grobogan 80,6 19,4

Blora 92,5 7,5 Rembang 93,3 6,7 Pati 82,9 17,1 Kudus 83,4 16,6

Jepara 82,9 17,1 Demak 82,6 17,4 Semarang 78,1 21,9

Temanggung 88,2 11,8 Kendal 85,2 14,8

Batang 88,8 11,2 Pekalongan 74,3 25,7 Pemalang 89,7 10,3 Tegal 75,3 24,7 Brebes 91,9 8,1 Kota Magelang 74,3 25,7 Kota Surakarta 48,4 51,6 Kota Salatiga 66,7 33,3 Kota Semarang 58,9 41,1 Kota Pekalongan 64,7 35,3 Kota Tegal 75,8 24,2

JAWA TENGAH 82,2 17,8

Page 230: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

175

Tabel 12.18

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah

tangga menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Menurut karakteristik yang dapat dilihat pada Tabel 12.18, proporsi perokok merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya meningkat dengan bertambahnya kelompok umur. Pada laki-laki lebih banyak merokok di dalam rumah dibandingkan perokok perempuan. Responden di perdesaan, pekerjaan petani/buruh/ nelayan lebih banyak yang merokok di dalam rumah ketika bersama dengan anggota rumah tangga lainnya. Semakin rendah tingkat pendidikan, proporsi

Karakteristik Perokok merokok di dalam rumah bersama ART

Ya Tidak

Kelompok umur (tahun) 10-14 59,2 40,8 15-19 72,4 27,6 20-24 82,5 17,5 25-29 80,5 19,5 30-34 80,7 19,3 35-39 79,8 20,2 40-44 82,3 17,7 45-49 82,6 17,4 50-54 86,4 13,6 55-59 85,4 14,6 60-64 87,2 12,8 65+ 87,5 12,5 Jenis kelamin Laki-laki 82,3 17,7 Perempuan 78,9 21,1 Pendidikan Tidak sekolah 87,7 12,3 Tidak tamat SD 87,7 12,3 Tamat SD 86,2 13,8 Tamat SLTP 80,4 19,6 Tamat SLTA 74,2 25,8 Tamat D1-D3/PT 62,4 37,6 Pekerjaan Tidak bekerja 75,2 24,8 Pegawai 72,3 27,7 Wiraswasta 80,5 19,5 Petani/buruh/nelayan 87,2 12,8 Lain-lain 78,8 21,2 Tempat tinggal Perkotaan 77,4 22,6 Perdesaan 85,6 14,4 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 88,4 11,6 Menengah bawah 86,2 13,8 Menengah 82,0 18,0 Menengah atas 80,9 19,1 Teratas 69,3 30,7

Page 231: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

176

merokok di dalam rumah bersama ART juga semakin besar. Hal yang serupa terjadi pada tingkat pengeluaran RT perkapita.

Tabel 12.19

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Pengunyah Tembakau saat ini Tidak Mengunyah Tembakau

setiap hari kadang-kadang

Mantan Tidak

Pernah

Cilacap 3,1 0,8 0,7 95,4

Banyumas 2,2 0,7 0,8 96,3 Purbalingga 2,6 0,8 1,0 95,6 Banjarnegara 1,7 0,8 0,7 96,7

Kebumen 2,1 1,4 0,7 95,8 Purworejo 3,1 0,6 1,1 95,2 Wonosobo 1,7 1,1 1,0 96,2 Magelang 1,3 0,4 1,2 97,1

Boyolali 2,7 0,5 0,6 96,1 Klaten 2,9 1,1 1,4 94,6 Sukoharjo 1,9 0,6 0,3 97,3 Wonogiri 3,1 0,9 0,9 95,1 Karanganyar 1,8 0,7 0,3 97,1 Sragen 2,0 0,4 0,3 97,2

Grobogan 2,1 0,4 0,1 97,4

Blora 1,2 0,8 0,1 97,9

Rembang 1,1 0,4 0,4 98,0 Pati 2,4 0,3 0,5 96,8 Kudus 0,7 0,3 0,5 98,6

Jepara 1,7 0,8 0,7 96,8 Demak 0,9 0,2 0,3 98,5

Semarang 2,9 0,9 0,9 95,2 Temanggung 1,9 1,0 1,7 95,5

Kendal 2,3 1,2 0,7 95,8 Batang 3,0 1,1 0,9 95,1 Pekalongan 1,6 0,4 0,5 97,6 Pemalang 2,6 1,0 0,7 95,7 Tegal 1,4 0,8 0,9 97,0 Brebes 2,8 1,1 0,7 95,4 Kota Magelang 0,2 0,4 0,9 98,6 Kota Surakarta 2,1 0,6 0,7 96,6 Kota Salatiga 1,9 0,7 1,0 96,3 Kota Semarang 0,9 0,3 1,1 97,7 Kota Pekalongan 1,0 0,6 0,8 97,6 Kota Tegal 1,4 0,6 0,5 97,5

JAWA TENGAH 2,0 0,7 0,7 96,5

Page 232: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

177

Proporsi kebiasaan mengunyah tembakau atau smokles setiap hari di Jawa Tengah sebesar 2,0 persen, mengunyah tembakau kadang-kadang sebesar 0,7 persen dan mantan pengunyah tembakau 0,7 persen. Lima kabupaten dengan proporsi mengunyah tembakau setiap hari diatas proporsi provinsi adalah kabupaten Cilacap (3,1%), Purworejo (3,1%), Wonogiri (3,1%), Batang (3,0%) dan Klaten (2,9%) (Tabel 12.19).

Tabel 12.20

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut kebiasaan mengunyah tembakau dan karateristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Pengunyah Tembakau saat ini Tidak Mengunyah Tembakau

setiap hari kadang-kadang Mantan Tidak Pernah

Kelompok umur (tahun)

10-14 1,0 0,4 0,1 98,5 15-19 1,3 0,5 0,3 97,9 20-24 1,3 0,4 0,2 98,0 25-29 1,6 0,7 0,3 97,4 30-34 1,5 0,4 0,4 97,7 35-39 1,6 0,5 0,6 97,4 40-44 1,1 0,6 0,5 97,8 45-49 1,6 0,9 0,7 96,8 50-54 1,4 0,7 0,7 97,1 55-59 2,1 1,1 0,8 96,1 60-64 3,0 1,5 1,7 93,8 65+ 8,4 1,6 3,7 86,3 Jenis kelamin Laki-laki 1,5 0,8 0,5 97,2 Perempuan 2,6 0,7 1,0 95,8 Pendidikan Tidak sekolah 7,4 1,4 2,8 88,4 Tidak tamat SD 2,6 0,8 0,9 95,7 Tamat SD 1,7 0,7 0,6 97,0 Tamat SLTP 1,3 0,7 0,5 97,6 Tamat SLTA 1,4 0,6 0,4 97,6 Tamat D1-D3/PT 1,2 0,4 0,8 97,7 Pekerjaan Tidak bekerja 2,3 0,7 0,9 96,1 Pegawai 1,3 0,5 0,5 97,7 Wiraswasta 1,7 0,8 0,7 96,7 Petani/nelayan/buruh 2,1 0,8 0,7 96,5 Lain-lain 1,9 0,8 0,7 96,7 Tempat tinggal Perkotaan 1,8 0,7 0,8 96,7 Perdesaan 2,3 0,7 0,7 96,3 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 2,9 0,8 0,8 95,5 Menengah bawah 2,4 0,9 0,8 95,9 Menengah 2,0 0,6 0,8 96,6 Menengah atas 1,6 0,7 0,6 97,1 Teratas 1,4 0,6 0,6 97,4

Page 233: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

178

Proporsi mengunyah tembakau setiap hari berdasarkan karakteristik responden menunjukkan bahwa menurut kelompok umur semakin bertambah usia kelompok umur proporsi semakin besar. Menurut jenis kelamin perempuan (2,6%) lebih banyak mengunyah tembakau dibandingkan laki-laki (1,5%). Prevalesi pengunyah tembakau setiap hari di Perdesaan lebih banyak daripada perkotaan. Pekerjaan sebagai tidak bekerja dengan proporsi terbanyak (2,3%)dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan proporsi pengunyah tembakau semakin rendah (Tabel 12.20).

12.3. Perilaku aktifitas fisik

Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Dikumpulkan data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Aktivitas fisik berat adalah kegiatan yag secara terus menerus melakukan aktivitas fisik yang membawa beban lebih dari 10 Kg secara terus menerus selama miminum 10 menit sampai maksimum 6 jam selama sehari. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan ‗cukup‘ apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi, dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan aktivitas ‘berat‘, ‘sedang‘ dan ‘berjalan‘. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, dimana aktivitas diberi pembobotan, masing-masing untuk aktivitas ‗berat‘ empat kali, aktivitas ‗sedang‘ dua kali terhadap aktivitas ‗ringan‘ atau jalan santai.

Perilaku sedentari adalah perilaku santai antara lain duduk, berbaring, dan lain sebagainya dalam sehari-hari baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di perjalanan /transportasi (bis, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur. Penelitian di Amerika tentang perilaku sedentari yang menggunakan cut off points <3 jam, 3-5,9 jam, ≥6jam, menunjukkan bahwa pengurangan aktivitas sedentari sampai dengan <3 jam per hari dapat meningkatkan umur harapan hidup sebesar 2 tahun (Katzmarzyk, P & Lee, 2012). Perilaku sedentari merupakan perilaku berisiko terhadap salah satu terjadinya penyakit penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung dan bahkan mempengaruhi umur harapan hidup. Berikut proporsi aktifitas fisik ―aktif‖ dan ―kurang aktif‖ (Tabel 12.21). Proporsi aktivitas fisik tergolong ―kurang aktif‖ secara umum adalah 20,5%. Ada 22 kab/kota dengan penduduk aktivitas fisik tergolong ―kurang aktif‖ berada diatas rata-rata Jawa Tengah. Lima tertinggi adalah penduduk Kota Salatiga (34,3%), Kota Semarang (32,9%), Brebes (31,3%), Kota Tegal (26,8%), dan Kota Surakarta (26,5%).

Page 234: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

179

Tabel 12.21

Proporsi aktivitas fisik penduduk umur ≥10 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Aktivitas Fisik

Aktif Kurang Aktif *)

Cilacap 83,3 16,7 Banyumas 77,8 22,2 Purbalingga 75,3 24,7 Banjarnegara 90,5 9,5 Kebumen 93,1 6,9 Purworejo 85,3 14,7 Wonosobo 80,5 19,5 Magelang 84,2 15,8 Boyolali 82,6 17,4 Klaten 80,8 19,2 Sukoharjo 79,4 20,6 Wonogiri 76,9 23,1 Karanganyar 86,2 13,8 Sragen 83,5 16,5 Grobogan 72,4 27,6 Blora 73,7 26,3 Rembang 73,0 27,0 Pati 77,7 22,3 Kudus 85,6 14,4 Jepara 78,2 21,8 Demak 83,1 16,9 Semarang 80,6 19,4 Temanggung 93,5 6,5 Kendal 79,6 20,4 Batang 80,6 19,4 Pekalongan 78,8 21,2 Pemalang 81,7 18,3 Tegal 77,6 22,4 Brebes 68,7 31,3 Kota Magelang 82,1 17,9 Kota Surakarta 73,5 26,5 Kota Salatiga 65,7 34,3 Kota Semarang 67,1 32,9 Kota Pekalongan 87,3 12,7 Kota Tegal 73,2 26,8

JAWA TENGAH 79,5 20,5 *) Kurang aktivitas adalah kegiatan kumulatif kurang dari 150 menit dalam seminggu

Page 235: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

180

Menurut karakteristik, kurang aktivitas bervariasi menurut kelompok umur, pendidikan, perkerjaan maupun Kuintil indeks kepemilikan . Tidak ada perbedaan laki-laki maupun perempuan. Di daerah perkotaan lebih banyak responden dengan kurang aktivitas dibandingkan yang tinggal di daerah perdesaan (Tabel 12.22).

Tabel 12.22 Proporsi aktivitas fisik penduduk umur 10 tahun ke atas

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Aktivitas Fisik

Cukup aktif

Kurang aktif

Kelompok umur (tahun) 10 – 14

54,7 45,3

15 – 19 69,9 30,1 20 – 24 80,6 19,4 25 – 29 87,0 13,0 30 – 34 88,7 11,3 35 – 39 89,7 10,3 40 – 44 89,4 10,6 45 -49 89,4 10,6 50 -54 87,7 12,3 55 -59 86,2 13,8 60 -64 80,9 19,1 64 + 62,5 37,5 Jenis kelamin

Laki-laki 79,4 20,6 Perempuan 79,7 20,3 Pendidikan

Tidak sekolah 67,8 32,2 Tidak Tamat SD 72,7 27,3

Tamat SD 82,1 17,9 Tamat SLTP 81,7 18,3

Tamat SLTA 82,2 17,8 Tamat D1-D3/PT

82,4 17,6

Pekerjaan

Tidak berkerja 66,9 33,1 Pegawai 85,7 14,3 Wiraswasta 87,5 12,5 Petani/Nelayan/Buruh 90,4 9,6 Lainnya 85,1 14,9 Tempat tinggal

Perkotaan 77,6 22,4 Perdesaan

81,2 18,8

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 81,4 18,6 Menengah bawah 81,5 18,5 Menengah 79,8 20,2 Menengah atas 79,0 21,0 Teratas 76,0 24,0

Page 236: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

181

Tabel 12.23

Proporsi aktivitas duduk dan berbaring (sedentary) penduduk 10 tahun ke atas menurut karakteristik responden kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Aktivitas Sedentary

<3 jam 3-5,59 jam >6 jam

Cilacap 30,0 53,2 16,7 Banyumas 28,4 49,4 22,2 Purbalingga 26,6 48,6 24,7 Banjarnegara 35,9 54,6 9,5

Kebumen 46,1 47,0 6,9

Purworejo 29,6 55,7 14,7 Wonosobo 29,5 51,0 19,5 Magelang 37,5 46,7 15,8

Boyolali 29,5 53,1 17,4 Klaten 27,4 53,4 19,2 Sukoharjo 18,0 61,5 20,6 Wonogiri 41,1 35,8 23,1

Karanganyar 44,6 41,5 13,8 Sragen 28,3 55,2 16,5 Grobogan 39,7 32,8 27,6 Blora 36,2 37,4 26,3

Rembang 33,5 39,5 27,0 Pati 32,7 45,1 22,3 Kudus 24,9 60,7 14,4 Jepara 24,5 53,7 21,8

Demak 33,2 49,8 16,9 Semarang 36,9 43,8 19,4 Temanggung 54,4 39,1 6,5 Kendal 32,3 47,3 20,4

Batang 32,5 48,1 19,4 Pekalongan 29,1 49,6 21,2 Pemalang 34,2 47,5 18,3 Tegal 25,2 52,4 22,4

Brebes 40,2 28,5 31,3 Kota Magelang 11,1 71,1 17,9

Kota Surakarta 16,5 57,1 26,5 Kota Salatiga 15,4 50,2 34,3

Kota Semarang 15,5 51,6 32,9

Kota Pekalongan 38,8 48,5 12,7

Kota Tegal 19,9 53,3 26,8

JAWA TENGAH 33,1 43,2 23,1

Berdasarkan tabel 12.23 di atas, tampaknya proporsi perilaku sedentary 3-5,9 jam rerata Jawa Tengah 43,2%. Lima kabupaten/kota dengan perilaku sedentary 3-5,9 jam di atas rerata Jawa Tengah adalah Kota Magelang 71,1%, Sukoharjo 61,5%, Kota Surakarta 57,1%, Sragen 55,2%, dan Kota Tegal 53,3%.

Page 237: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

182

Tabel 12.24 Proporsi aktivitas duduk dan berbaring (sedentary) penduduk 10 tahun ke atas menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Aktivitas Sedentary

<3 jam 3-5,59 jam >6 jam

Kelompok umur (tahun)

10-14 3,8 50,9 45,3

15-19 14,1 55,8 30,1

20-24 30,1 50,5 19,4 25-29 33,5 53,4 13,0

30-34 38,6 50,1 11,3

35-39 42,6 47,1 10,3

40-44 43,2 46,2 10,6 45-49 45,9 43,5 10,6 50-54 45,6 42,1 12,3

55-59 43,8 42,3 13,8

60-64 38,0 42,9 19,1 65+ 22,8 39,7 37,5 Jenis kelamin

Laki-laki 45,2 34,2 20,6

Perempuan 18,8 60,9 20,3 Pendidikan

Tidak sekolah 29,9 37,8 32,2

Tidak tamat SD 30,0 42,7 27,3

Tamat SD 38,5 43,6 17,9 Tamat SLTP 30,3 51,3 18,3 Tamat SLTA 26,3 55,9 17,8

Tamat D1-D3/PT 14,7 67,6 17,6

Pekerjaan

Tidak bekerja 9,9 56,9 33,1

Pegawai 28,7 57,0 14,3

Wiraswasta 35,8 51,7 12,5

Petani/buruh/nelayan 59,3 31,1 9,6

Lain-lain 34,0 51,1 14,9

Tempat tinggal

Perkotaan 24,8 52,8 22,4 Perdesaan 37,7 43,4 18,8 Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 41,3 40,2 18,6

Menengah bawah 39,0 42,6 18,5

Menengah 31,3 48,5 20,2

Menengah atas 28,2 50,7 21,0

Teratas 19,6 56,4 24,0

Page 238: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

183

Proporsi perilaku sedentary berdasarkan karakteristik kelompok umur ada kecenderungan proporsi perilaku sedentary 3-5,9 jam sehari menurun dengan semakin bertambahnya umur, namun sedikit meningkat pada umur 10-14 tahun 50,9%. Proporsi perilaku sedentary 3-5,9 jam di perkotaan (52,8%) lebih besar dibandingkan di daerah perdesaan (43,4%). Perilaku sedentary merupakan perilaku yang terkait dengan duduk-duduk, kemungkinan masyarakat diperkotaan lebih banyak santai, kurang aktifitas dan menikmati TV, ngobrol. Proporsi perilaku sedentary 3-5,9 jam meningkat pada kelompok yang tidak bekerja kuintil indeks kepemilikan teratas (Tabel 12.24).

12.4. Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur

Informasi frekuensi dan porsi asupan sayur dan buah dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk dikategorikan ‗cukup‘ mengonsumsi sayur dan/atau buah apabila makan sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan ‘kurang‘ apabila konsumsi sayur dan/atau buah kurang dari ketentuan di atas.

Bagian besar (67,6%) responden mengkonsumsi buah/sayur 1-2 porsi perhari dalam satu minggu. Hanya sebesar 4,4% responden mengkonsumsi buah/sayur 5 porsi atau lebih buah/sayur dalam sehari sesuai dengan yang direkomendasikan. Bahkan masih ada sebesar 0,4% responden yang tidak makan buah/sayur dalam sehari-harinya. Lima kabupaten/kota yang mengkonsumsi buah/sayur sesuai dengan rekomendasi (5 porsi atau lebih dalam sehari dalam seminggu) adalah Boyolali (18,4%), Banyumas(12,7%), Banjarnegara (7,7%), Kota Magelang (7,5%), Kota Salatiga (7,4%) (Tabel 12.25).

Page 239: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

184

Tabel 12.25 Proporsi porsi makan buah/sayur per hari dalam seminggu penduduk umur 10 tahun ke atas

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Konsumsi Buah/Sayur per hari Dalam Seminggu

Tidak Konsumsi

1 - 2 Porsi

3 - 4 Porsi

>= 5 Porsi

Cilacap 0,1 34,4 60,4 5,1 Banyumas 0,0 58,9 28,4 12,7 Purbalingga 0,1 74,7 21,8 3,4 Banjarnegara 0,1 42,2 50,0 7,7 Kebumen 0,4 39,9 53,2 6,5 Purworejo 0,0 72,3 23,8 3,9 Wonosobo 0,8 58,2 33,9 7,0 Magelang 0,4 54,6 41,5 3,5 Boyolali 0,4 27,8 53,4 18,4 Klaten 0,3 42,1 51,5 6,1 Sukoharjo 0,2 74,7 21,6 3,5 Wonogiri 0,7 63,6 33,7 2,0 Karanganyar 0,5 40,1 55,1 4,3 Sragen 0,0 70,1 26,3 3,5 Grobogan 0,0 74,8 23,6 1,7 Blora 0,0 93,0 6,7 0,3 Rembang 0,2 87,1 9,4 3,2 Pati 0,8 91,7 5,9 1,6 Kudus

62,3 35,5 2,2

Jepara 0,6 87,4 10,5 1,4 Demak 0,4 80,6 14,4 4,6 Semarang 0,9 68,9 26,6 3,5 Temanggung 0,3 38,6 54,9 6,2 Kendal 0,1 83,3 14,6 2,0 Batang 0,5 91,0 8,1 0,4 Pekalongan 0,3 72,8 21,5 5,4 Pemalang 0,3 77,0 19,9 2,8 Tegal 0,9 89,4 7,8 1,9 Brebes 0,2 86,5 11,2 2,2 Kota Magelang 0,3 24,4 67,8 7,5 Kota Surakarta 1,2 64,0 31,2 3,7

Kota Salatiga 0,3 55,5 36,7 7,4 Kota Semarang 0,6 86,4 10,8 2,2 Kota Pekalongan 2,0 93,9 3,6 0,4 Kota Tegal 0,4 75,3 21,3 3,0

JAWA TENGAH 0,4 67,6 27,7 4,4

Page 240: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

185

Tabel 12.26 proporsi kurang makan buah dan sayur (< 5 porsi per minggu) penduduk umur 10 tahun ke atas,

Provinsi Jawa Tengah 2007 dan 2013

Kabupaten/Kota

Kurang Makan Buah dan atau Sayur

Tahun 2007 Tahun 2013

Cilacap 94,9 94,9 Banyumas 92,9 87,3 Purbalingga 84,0 96,6 Banjarnegara 86,5 92,3 Kebumen 90,4 93,5 Purworejo 81,2 96,1 Wonosobo 98,2 92,9 Magelang 81,8 96,5 Boyolali 83,7 81,6 Klaten 97,9 93,9 Sukoharjo 74,5 96,5 Wonogiri 88,2 98,0 Karanganyar 90,8 95,7 Sragen 86,5 96,4 Grobogan 95,5 98,4 Blora 98,6 99,7 Rembang 95,3 96,7 Pati 98,2 98,4 Kudus 99,1 97,8 Jepara 97,4 98,5 Demak 77,3 95,4 Semarang 97,3 96,4 Temanggung 77,0 93,8 Kendal 97,3 98,0 Batang 95,0 99,6 Pekalongan 97,9 94,6 Pemalang 97,9 97,2 Tegal 95,7 98,1 Brebes 96,0 97,9 Kota Magelang 98,0 92,5 Kota Surakarta 86,4 96,4 Kota Salatiga 97,9 92,5 Kota Semarang 95,3 97,8 Kota Pekalongan 85,0 99,5 Kota Tegal 84,9 97,0

JAWA TENGAH 91,9 95,7

. Tabel 12.26 di atas menunjukkan bahwa perilaku kurang konsumsi buah dan atau sayur tidak tampak adanya perubahan berdasarkan hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2007 dan 2013.

Page 241: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

186

Tabel 12.27 Proporsi makan buah dan sayur penduduk usia 10 tahun ke atas menurut karakteristik, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Konsumsi Buah/Sayur per hari Dalam Seminggu

Tidak Konsumsi

1 - 2 Porsi

3 - 4 Porsi

>= 5 Porsi

Kelompok Umur (thn) 10 – 14 0,6 71,1 24,8 3,4 15 – 19 0,5 69,5 26,1 3,9 20 – 24 0,2 69,0 26,6 4,2 25 – 29 0,2 69,2 26,4 4,3 30 – 34 0,3 66,8 28,4 4,5 35 – 39 0,2 66,4 28,7 4,7 40 – 44 0,2 64,7 30,0 5,2 45 -49 0,1 66,1 28,7 5,1 50 -54 0,3 66,0 29,0 4,7 55 -59 0,3 66,4 28,4 4,8 60 -64 0,5 66,3 28,7 4,5 65 + 1,1 66,9 28,5 3,5 Jenis kelamin Laki-laki 0,4 68,0 27,5 4,1 Perempuan 0,3 67,2 27,9 4,6

Pendidikan Tidak sekolah 0,9 69,7 26,5 2,9 Tidak Tamat SD 0,6 69,3 26,9 3,2 Tamat SD 0,3 68,2 27,7 3,7 Tamat SLTP 0,2 67,8 27,6 4,4 Tamat SLTA 0,3 65,6 28,4 5,7 Tamat D1-D3/PT 0,2 60,4 29,5 9,9

Pekerjaan

Tidak berkerja 0,5 69,1 26,1 4,3 Pegawai 0,3 66,0 27,6 6,0 Wiraswasta 0,2 67,2 27,1 5,4 Petani/Nelayan/Buruh 0,3 66,4 29,9 3,4 Lainnya 0,5 66,7 27,9 5,0

Tempat tinggal

Perkotaan 0,4 70,0 24,9 4,7 Perdesaan 0,3 65,5 30,1 4,1 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 0,4 69,8 26,9 2,9 Menengah bawah 0,3 66,9 29,7 3,0 Menengah 0,5 68,4 27,6 3,5 Menengah atas 0,4 67,7 27,7 4,3 Teratas 0,2 65,2 26,7 7,9

Page 242: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

187

Berdasarkan tabel konsumsi buah dan atau sayur di atas (Tabel 12.27) tampaknya berdasarkan karakteristik, kelompok umur tidak menunjukkan pola tertentu. Responden perempuan (4,6%) sedikit lebih banyak konsumsi sayur dan atau buah sesuai yang direkomendasi dibandingkan laki-laki (4,1%). Berdasarkan tingkat pendidikan ada kecenderunagn semakin tinggi tingkat pendidikan konsumsi buah dan atau sayur 5 porsi atau lebih dalam seharinya lebih banyak proporsinya dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Daerah perkotaan (4,7%) lebih banyak dibandingkan daerah perdesaan (4,1%), demikian pula dengan tingkat pengeluaran RT perkapita semakin tinggi semakin banyak konsumsi sayur.

Tabel 12.28

Rerata konsumsi jumlah porsi per hari buah dan sayur penduduk umur 10 tahun ke atas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Rerata Konsumsi

buah Rerata Konsumsi

Sayur

Cilacap 0,5 2,1

Banyumas 0,7 2,0 Purbalingga 0,6 1,5 Banjarnegara 0,6 2,1

Kebumen 0,6 2,1

Purworejo 0,7 1,5 Wonosobo 0,5 1,8 Magelang 0,5 1,8

Boyolali 0,9 2,2

Klaten 0,7 2,0 Sukoharjo 0,6 1,4 Wonogiri 0,4 1,5

Karanganyar 0,5 2,1

Sragen 0,4 1,6 Grobogan 0,5 1,5 Blora 0,3 1,1

Rembang 0,5 1,1

Pati 0,5 1,1 Kudus 0,4 1,7 Jepara 0,4 1,2

Demak 0,6 1,3

Semarang 0,5 1,5 Temanggung 0,5 2,1 Kendal 0,4 1,3

Batang 0,4 1,1

Pekalongan 0,7 1,4 Pemalang 0,5 1,4 Tegal 0,5 1,1

Brebes 0,5 1,1

Kota Magelang 0,6 2,3 Kota Surakarta 0,6 1,4 Kota Salatiga 0,7 1,7

Kota Semarang 0,6 1,1

Kota Pekalongan 0,4 0,9 Kota Tegal 0,7 1,3

JAWA TENGAH 0,5 1,5

Page 243: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

188

Hasil survei menunjukkan, rerata konsumsi buah di Indonesia 0,5 porsi per hari, sedangkan rerata konsumsi sayur di Jawa Tengah 1,5 porsi. Rendahnya konsumsi buah atau sayur ini kemungkinan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi buah atau sayur atau dapat pula karena mahalnya harga buah atau sayur. Masyarakat masih mengutamakan makan lauk dan nasi saja. Kemungkianan yang lain perlu dikaji lebih dalam kemungkinan faktor budaya dan sosial masyarakat setempat (Tabel 12.28).

Tabel 12.29 Rerata konsumsi jumlah porsi per hari buah dan sayur penduduk umur 10 tahun ke atas menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Rerata Konsumsi buah Rerata Konsumsi Sayur

Kelompok Umur (Tahun)

10-14 0,5 1,4 15-19 0,5 1,5 20-24 0,6 1,5 25-29 0,5 1,5 30-34 0,6 1,6 35-39 0,5 1,6 40-44 0,6 1,6

45-49 0,6 1,6 50-54 0,6 1,6 55-59 0,5 1,6 60-64 0,5 1,6

65+ 0,5 1,5 Jenis kelamin Laki-laki 0,5 1,5

Perempuan 0,5 1,6 Pendidikan Tidak sekolah 0,4 1,5 Tidak tamat SD 0,5 1,5

Tamat SD 0,5 1,6 Tamat SLTP 0,5 1,5 Tamat SLTA 0,7 1,6 Tamat D1-D3/PT 0,9 1,6

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,5 1,5

Pegawai 0,6 1,5

Wiraswasta 0,5 1,5

Petani/buruh/nelayan 0,9 1,7 Lain-lain 0,6 1,5

Tempat tinggal

Perkotaan 0,6 1,5

Perdesaan 0,5 1,6 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 0,4 1,5

Menengah bawah 0,4 1,6

Menengah 0,5 1,5

Menengah atas 0,6 1,5

Teratas 0,8 1,5

Page 244: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

189

Tabel 12.29 menunjukkan karakteristik menurut kelompok umur tampaknya perilaku konsumsi buah bervariasi antar kelompok umur. Tidak tampak perbedaan rerata konsumsi buah antara laki-laki dan perempuan, sedangkan konsumsi sayur proporsinya lebih banyak pada laki-laki. Ada kecenderungan semakinn tinggi tingkat pendidikan dan tingkat pengeluaran RT perkapita semakin besar rerata konsumsi buah maupun sayur dalam sehari.

12.5. Pola Konsumsi Makanan Tertentu

Penduduk yang ―sering‖ makan makanan/minuman manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan dibakar/panggang, makanan yang diawetkan, minuman berkafein, dan bumbu penyedap dianggap sebagai berperilaku konsumsi makanan berisiko. Perilaku konsumsi makanan dikelompokkan ―sering‖ apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap hari.

Tabel 12.30 memperlihatkan perilaku konsumsi makanan tertentu >1 kali sehari menurut kabupaten/kota. Proporsi konsumsi makanan/minuman manis 1 kali atau lebih dalam sehari secara provinsi 62,0 persen. Lima kabupaten/kota tertinggi mengkonsumsi makanan/minuman manis 1 kali atau lebih dalam sehari adalah Kota Pekalongan (91,7%), Kabupaten Pekalongan (84,8%), Kota Magelang (80,9%), Kota Tegal (80,0%). Proporsi pola perilaku konsumsi makanan asin 1 kali atau lebih perhari rerata di Jawa Tengah 30,4 persen. Terdapat lima kabupaten/kota yang berada diatas rerata Jawa Tengah yaitu Kabupten Wonosobo 55,7 persen, Temanggung 53,2 persen, Brebes 49,5 persen, Batang 48,8 persen, dan Boyolali 47,2 persen. Proporsi provinsi perilaku konsumsi makanan berlemak makan berlemak 1 kali atau lebih perhari 60,3 persen, proporsi konsumsi 1 - 6 kali per minggu 34,0 persen. Lima kab/kota tertinggi di atas rerata nasional konsumsi makanan berlemak 1 kali atau lebih adalah Kabupaten Pekalongan (82,4%), Pemalang (81,1%), Batang (74,1%), Kebumen (72,5%), Kota Pekalongan (70,8%). proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi makanan dibakar/panggang 1 kali atau lebih per hari 1,4 mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 23,9 persen. Sembilan kabupaten/kota tertinggi di atas rerata provinsi mengkonsumsi makanan dibakar/panggang 1 kali atau lebih per hari adalah Kabupten Jepara (5,1%), Kota Surakarta (4,9%), Kota Tegal (4,8%), Klaten (4,3%), Brebes (4,0%), Sukoharjo (4,0%), Banyumas (3,6%), Boyolali (3,5%), Magelang (2,5%). proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi makanan hewani berbahan pengawet 1 kali atau lebih per hari adalah 3,7 persen. Mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 27,1 persen. Lima kabupaten/kota tertinggi dengan perilaku mengkonsumsi makanan hewani berbahan pengawet 1 kali atau lebih per hari adalah Kabupten Klaten (7,8%), Kota Tegal (7,2%), Kabupten Sukoharjo (6,5%), Kabupten Tegal (5,9%), Wonogiri (5,6%). Proporsi rerata provinsi perilaku konsumsi bumbu penyedap 1 kali atau lebih per hari adalah 83,7 persen. Proporsi mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu adalah 9,8 persen. Delapan kab/kota tertinggi di atas rerata provinsi adalah Rembang (93,5%), Temanggung (93,0%), Batang (92,8%), Pati (91,1%), Cilacap (90,5%). Sedangkan perilaku konsumsi makanan berkafein buatan bukan kopi 1 kali atau lebih per hari 4,4 persen mereka yang mengkonsumsi 1 - 6 kali per minggu 8,1persen. Delapan kabupaten/kota tertinggi dengan perilaku konsumsi makanan berkafein buatan bukan kopi 1 kali atau lebih per hari di atas rerata provinsi adalah Kota Semarang (13,6%), Purbalingga (12,0%), Banjarnegara (7,4%), Banyumas (6,7%), Kebumen (6,1%), Cilacap (5,6%), Kabupaten Magelang (5,6%), dan Klaten (5,6%). Proporsi perilaku minum kopi 1 kali atau lebih perhari rerata Provinsi Jawa Tengah 20,2%. Terdapat lima kabupaten/kota di atas rerata provinsi yaitu Purbalingga (38,4%), Banjarnegara (36,3%), Cilacap (34,8%), Temanggung (34,6%), Blora (33,0%).

Untuk mengetahui karakteristik penduduk ≥10 tahun yang mengonsumsi makanan tertentu dapat dilihat pada buku II: Riskesdas 2013 dalam Angka Provinsi Jawa Tengah.

Page 245: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

190

Tabel 12.30 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan tertentu >1 kali sehari

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Perilaku konsumsi makanan tertentu ≥1 kali per hari

Manis Asin berlemak Dibakar/

dipanggang Hewani

berpengawet Penyedap

Minuman berkafein

Cilacap 54,0 13,8 51,8 0,9 2,4 90,5 5,6 Banyumas 57,0 35,8 45,7 3,6 4,1 87,5 6,7 Purbalingga 47,3 26,9 52,9 2,0 2,2 74,4 12,0 Banjarnegara 58,6 44,5 58,1 2,5 2,2 86,6 7,4 Kebumen 61,3 27,1 72,5 1,5 2,2 81,2 6,1 Purworejo 57,3 25,6 46,2 0,8 1,8 74,2 2,0 Wonosobo 52,6 55,7 69,7 1,8 2,2 89,4 2,9 Magelang 56,9 21,1 60,5 2,5 3,5 86,9 5,6 Boyolali 68,3 47,2 68,5 3,5 2,4 88,2 3,2 Klaten 68,6 29,7 63,7 4,3 7,8 86,6 5,6 Sukoharjo 66,2 28,3 41,8 4,0 6,5 67,0 5,6 Wonogiri 80,3 13,1 62,6 1,6 5,6 87,2 1,8 Karanganyar 77,8 32,1 55,6 2,2 2,4 83,6 1,5 Sragen 54,9 27,1 67,3 1,6 2,9 86,7 1,9 Grobogan 43,8 17,7 68,4 1,4 1,9 77,4 3,6 Blora 51,8 32,8 48,9 1,5 4,6 74,8 5,2 Rembang 35,1 18,3 69,8 1,6 5,0 93,5 1,9 Pati 53,3 40,2 69,1 1,7 5,6 91,1 4,2 Kudus 80,9 34,5 62,2 1,9 3,6 83,8 1,7 Jepara 55,5 23,1 56,1 5,1 2,3 85,8 2,8 Demak 48,5 26,2 65,7 2,1 4,1 91,1 1,6 Semarang 61,1 19,7 54,0 1,6 2,3 88,7 1,8 Temanggung 81,9 53,2 45,0 1,2 4,3 93,0 2,6 Kendal 60,0 16,7 35,5 1,7 2,0 81,4 3,6 Batang 79,1 48,8 74,1 2,0 3,8 92,8 2,1 Pekalongan 84,8 25,7 82,4 1,8 2,8 80,8 2,8 Pemalang 65,6 38,8 81,1 2,0 2,7 89,5 1,9 Tegal 66,2 36,6 71,8 2,6 5,9 88,0 2,4 Brebes 50,5 49,5 56,4 4,0 5,3 61,3 4,4 Kota Magelang 80,9 5,1 66,0 1,1 2,4 82,6 1,5 Kota Surakarta 77,7 21,4 55,7 4,9 4,1 81,5 1,9 Kota Salatiga 73,9 17,9 46,2 2,9 4,4 82,6 2,4 Kota Semarang 73,5 23,2 54,5 2,2 4,5 82,8 13,6 Kota Pekalongan 91,7 41,1 70,8 2,1 2,9 69,3 1,1 Kota Tegal 80,0 26,3 59,2 4,8 7,2 78,3 4,0

JAWA TENGAH 62,0 30,4 60,3 2,4 3,7 83,7 4,4

Page 246: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

191

12.6. Konsumsi makanan dari olahan tepung Perilaku mengonsumsi makanan jadi dari olahan tepung juga dikumpulkan pada Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah. Contoh makanan jadi olahan dari tepung adalah mi instan, mi basah, roti dan biskuit. Analisis jenis makanan ini dapat dilihat pada Tabel 12.31

Tabel 12.31

Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan mie instant menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Mie instan

>= 1 kali per hari 1 - 6 kali per minggu <= 3 kali perbulan

Cilacap 6,2 69,6 24,2

Banyumas 8,8 73,3 18,0 Purbalingga 6,4 70,9 22,7 Banjarnegara 6,8 68,0 25,1 Kebumen 4,1 67,2 28,7 Purworejo 3,2 72,8 24,0 Wonosobo 7,0 63,1 29,9 Magelang 5,5 66,2 28,2 Boyolali 6,6 71,5 21,8 Klaten 5,5 77,1 17,3 Sukoharjo 5,7 68,9 25,4 Wonogiri 7,3 67,5 25,2 Karanganyar 3,7 55,0 41,3 Sragen 1,8 77,8 20,4 Grobogan 5,1 72,3 22,6 Blora 4,8 69,6 25,5 Rembang 2,6 75,9 21,5 Pati 6,1 74,8 19,1 Kudus 3,0 76,0 21,0 Jepara 7,6 78,2 14,2 Demak 5,4 82,1 12,6 Semarang 6,2 70,5 23,3 Temanggung 5,7 60,3 34,0 Kendal 4,1 79,7 16,3 Batang 4,0 70,5 25,5 Pekalongan 5,5 70,4 24,1 Pemalang 7,7 75,9 16,4 Tegal 11,6 71,6 16,9 Brebes 16,0 68,5 15,5 Kota Magelang 5,2 68,0 26,8 Kota Surakarta 5,3 61,6 33,1

Kota Salatiga 3,8 61,9 34,3

Kota Semarang 6,4 70,9 22,7

Kota Pekalongan 6,7 64,9 28,3 Kota Tegal 12,3 64,3 23,4

JAWA TENGAH 6,5 71,1 22,4

Page 247: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

192

Berdasarkan tabel diatas, rerata tujuh dari seratus (6,5%) penduduk Jawa Tengah mengkonsumsi mie instant 1 - 6 kali per minggunya. Delapan kabupaten/kota tertinggi yang mengkonsumsi mie instant 1 - 6 kali per minggu di atas rerata provinsi Jawa Tengah adalah Demak (82,1%), Kendal (79,7%), Jepara (78,2%), Sragen (77,8%), Kudus (76,0%), Pemalang (75,9%), Rembang (75,9%), dan Pati (74,8%).

Tabel 12.32

Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi mie instan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Mie instant

>= 1 kali per hari 1 - 6 kali per minggu <= 3 kali perbulan

Kelompok umur (tahun)

10 – 14 10,4 79,2 10,3 15 – 19 8,5 78,6 12,8 20 – 24 8,2 76,8 14,9 25 – 29 6,6 77,0 16,3 30 – 34 7,0 74,8 18,2 35 – 39 6,5 72,7 20,8 40 – 44 6,3 71,4 22,2 45 -49 4,6 68,5 26,9 50 -54 4,3 66,0 29,6 55 -59 3,8 60,1 36,0 60 -64 3,6 57,9 38,6 65 + 3,2 51,9 44,9

Jenis kelamin

Laki-laki 7,2 72,0 20,8 Perempuan 5,8 70,2 24,0

Pendidikan

Tidak sekolah 5,8 58,9 35,3 Tamat SD 7,4 69,0 23,5 Tamat SLTP 6,5 71,1 22,4 Tamat SLTA 7,1 75,1 17,8 Tamat D1-D3/PT 5,9 74,2 19,9

Pekerjaan

Tidak berkerja 7,3 72,8 19,8 Pegawai 5,4 71,4 23,2 Wiraswasta 6,4 71,0 22,6 Petani/Nelayan/Buruh 5,8 68,6 25,6 Lainnya 6,9 72,0 21,1

Tempat tinggal

Perkotaan 6,6 71,2 22,2 Perdesaan 6,4 71,0 22,7 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 6,6 68,9 24,4 Menengah bawah 6,3 70,1 23,6 Menengah 7,0 72,3 20,7 Menengah atas 6,5 73,6 19,9 Teratas 6,0 70,1 23,8

Page 248: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

193

Berdasarkan tabel karakteristik diatas menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan menurun perilaku konsumsi mie instant 1 kali atau lebih per hari menurut kelompok umur, semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi mie instant. Konsumsi mie instant lebih banyak pada laki laki (7,2%) dibandingkan pada perempuan (5,8%).Tidak ada perbedaan di perkotaan maupun perdesaan. Responden yang tidak bekerja cendrung lebih banyak mengkonsumsi mie instant (7,3%) dibandingkan mereka yang bekerja. Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran RT perkapita semakin rendah proporsi konsumsi makan mie instan.

Tabel 12.33 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan mie basah menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Mie Basah

>= 1 kali per hari 1 - 6 kali per minggu <= 3 kali perbulan

Cilacap 2,1 44,7 53,1

Banyumas 5,0 54,3 40,7

Purbalingga 1,8 49,9 48,3

Banjarnegara 1,9 43,4 54,7

Kebumen 1,4 32,4 66,2

Purworejo 0,7 44,4 54,9

Wonosobo 1,9 26,3 71,7

Magelang 2,5 32,5 65,0

Boyolali 1,7 49,1 49,2

Klaten 3,0 48,8 48,2

Sukoharjo 4,7 50,2 45,1

Wonogiri 1,5 31,1 67,5 Karanganyar 1,8 28,1 70,1 Sragen 1,0 47,6 51,5

Grobogan 3,0 40,1 56,9

Blora 1,8 43,0 55,1

Rembang 0,6 57,5 41,9

Pati 2,8 55,1 42,0

Kudus 1,2 55,0 43,8

Jepara 3,1 63,2 33,7

Demak 2,4 61,8 35,8

Semarang 1,7 44,1 54,1

Temanggung 2,4 32,9 64,7

Kendal 1,8 41,2 57,0

Batang 1,6 50,9 47,4

Pekalongan 1,6 48,6 49,8

Pemalang 2,4 48,3 49,3

Tegal 5,2 56,5 38,3

Brebes 5,2 52,6 42,3

Kota Magelang 2,1 45,0 53,0

Kota Surakarta 2,2 44,6 53,2

Kota Salatiga 2,6 34,9 62,4

Kota Semarang 2,4 53,7 43,9 Kota Pekalongan 2,1 50,7 47,2 Kota Tegal 7,1 54,3 38,6

JAWA TENGAH 2,6 46,9 50,5

Page 249: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

194

Berdasarkan tabel diatas, hampir separuh (46,9%) dari penduduk mengkonsumsi mie basah 1 – 6 kali per minggu. Hanya 2,6 persen penduduk mengkonsumsi mie basah 1 kali atau lebih per hari. Lima kabupaten/kota tertinggi dengan proporsi konsumsi mie basah 1 - 6 kali per minggu di atas rerata provinsi adalah Kabupaten Jepara (63,2%), Demak (61,8%), Rembang (57,5%), Tegal (56,5%), dan Pati (55,1%).

Tabel 12.34 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi mie basah menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Mie Basah

>= 1 kali per hari

1 - 6 kali per minggu

<= 3 kali perbulan

Kelompok umur (tahun)

10 – 14 4,0 53,0 43,0 15 – 19 3,2 56,2 40,6 20 – 24 3,2 55,9 40,9 25 – 29 2,5 52,9 44,6 30 – 34 3,1 51,9 45,0 35 – 39 2,3 47,7 50,0 40 – 44 2,5 45,0 52,5 45 -49 2,0 43,6 54,4 50 -54 2,0 41,1 56,9 55 -59 2,0 37,0 61,1 60 -64 1,4 34,2 64,4 65 +

Jenis kelamin

Laki-laki 2,9 48,7 48,4 Perempuan 2,3 45,1 52,6

Pendidikan

Tidak sekolah 2,0 33,8 64,2 Tidak Tamat SD 2,6 43,1 54,3 Tamat SD 2,5 44,6 52,9 Tamat SLTP 2,9 51,6 45,5 Tamat SLTA 2,7 53,7 43,6 Tamat D1-D3/PT 1,8 51,8 46,4

Pekerjaan

Tidak berkerja 2,9 47,9 49,2 Pegawai 2,3 52,3 45,4 Wiraswasta 3,0 50,6 46,4 Petani/Nelayan/Buruh 2,1 42,2 55,7 Lainnya 3,2 48,9 47,9

Tempat tinggal Perkotaan 2,9 50,4 46,8 Perdesaan 2,4 43,9 53,7 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 2,2 40,6 57,2 Menengah bawah 2,2 42,4 55,4 Menengah 2,7 48,9 48,4 Menengah atas 2,9 50,6 46,5 Teratas 3,0 51,5 45,5

Page 250: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

195

Menurut kelompok umur tampaknya ada variasi perilaku konsumsi makanan yang terbuat dari mie basah 1-6 kali per minggu menurut kelompok umur. Konsumsi makanan mie basah lebih banyak pada laki laki (48,7%) dibandingkan pada perempuan (45,1%). Responden yang tinggal di perkotaan (50,4%) lebih besar proporsi makan mie basah di bandingkan di perdesaan (43,9%). Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan proporsi konsumsi mie basah. Menurut jenis pekerjaan tampak bervariasi dalam komsumsi makan mie basah.

Tabel 12.35 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi roti menurut kabupaten/kota, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Roti

>= 1 kali per hari

1 - 6 kali per minggu

<= 3 kali perbulan

Cilacap 14,0 61,0 25,1 Banyumas 26,7 48,7 24,5 Purbalingga 10,3 63,6 26,1 Banjarnegara 14,1 58,5 27,5 Kebumen 10,5 62,9 26,6 Purworejo 9,2 73,8 17,0 Wonosobo 9,0 45,1 45,9 Magelang 10,8 48,5 40,7 Boyolali 9,9 57,2 32,9 Klaten 17,8 60,7 21,4 Sukoharjo 17,1 58,2 24,7 Wonogiri 20,0 58,1 21,9 Karanganyar 12,9 54,9 32,1 Sragen 8,2 62,2 29,6 Grobogan 7,0 54,6 38,4 Blora 6,6 46,3 47,1 Rembang 4,1 58,7 37,2 Pati 10,5 57,1 32,4 Kudus 5,8 65,2 29,0 Jepara 9,8 59,3 30,9 Demak 6,7 63,2 30,1 Semarang 12,7 61,9 25,5 Temanggung 12,1 48,3 39,6 Kendal 8,2 59,2 32,6 Batang 12,6 58,7 28,7 Pekalongan 12,9 64,9 22,2 Pemalang 5,5 68,4 26,1 Tegal 10,4 63,7 25,9 Brebes 9,4 48,6 42,0 Kota Magelang 19,5 53,4 27,1 Kota Surakarta 26,6 51,0 22,4 Kota Salatiga 17,0 59,1 23,9 Kota Semarang 19,1 56,2 24,7 Kota Pekalongan 19,4 49,6 30,9 Kota Tegal 15,2 66,1 18,6

JAWA TENGAH 12,3 57,8 29,9

Page 251: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

196

Kurang lebih dua dari tiga penduduk Jawa Tengah mengkonsumsi roti 1-6 kali per minggu (57,8%). Hanya 12,3% yang mengkonsumsi roti 1 kali atau lebih per hari. Konsumsi roti 1 - 6 kali per minggu proporsi di atas rerata Provinsi Jawa Tengah ada enam kabupaten/kota yaitu Kabupten Purworejo (73,8%), Pemalang (68,4%), Kota Tegal (66,1%), Kudus (65,2%), Pekalongan (64,9%), Purbalingga (63,6%).

Tabel 12.36 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi roti menurut karakteristik, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Roti

>= 1 kali per hari 1 - 6 kali per minggu <= 3 kali perbulan

Kelompok umur (tahun)

10 – 14 16,3 63,0 20,7 15 – 19 13,6 60,9 25,5 20 – 24 13,0 60,6 26,4 25 – 29 13,2 57,8 28,9 30 – 34 12,7 57,4 29,9 35 – 39 11,9 57,1 31,0 40 – 44 12,2 56,6 31,2 45 -49 10,2 56,5 33,2 50 -54 10,6 56,1 33,3 55 -59 9,6 56,1 34,3 60 -64 9,3 53,4 37,3 65 + 10,2 52,4 37,4

Jenis kelamin

Laki-laki 11,0 56,6 32,4 Perempuan 13,6 59,0 27,5

Pendidikan

Tidak sekolah 9,3 52,4 38,3 Tidak Tamat SD 11,5 55,8 32,7

Tamat SD 10,1 56,4 33,4 Tamat SLTP 12,9 60,0 27,1 Tamat SLTA 16,1 61,2 22,8 Tamat D1-D3/PT 20,3 61,8 17,9

Pekerjaan

Tidak berkerja 14,3 60,4 25,3 Pegawai 16,3 60,0 23,7 Wiraswasta 13,2 58,6 28,2 Petani/Nelayan/Buruh 8,0 53,5 38,5 Lainnya 13,8 57,3 28,9

Tempat tinggal

Perkotaan 14,9 59,2 25,9 Perdesaan 10,1 56,7 33,2 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 7,0 53,8 39,2

Menengah bawah 9,4 55,9 34,7 Menengah 11,8 59,0 29,2 Menengah atas 14,3 59,4 26,3 Teratas 18,8 60,8 20,4

Page 252: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

197

Menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan perilaku konsumsi makanan roti 1 kali atau lebih per hari semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi roti. Tidak tampak perbedaan konsumsi roti menurut jenis kelamin dan daerah tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin besar proporsi konsumsi roti. Berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan dalam mengkonsumsi roti bervariasi (Tabel 12.36).

Tabel 12.37

Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan hewani berbahan pengawet menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Biskuit

>= 1 kali per hari 1 - 6 kali per minggu <= 3 kali perbulan

Cilacap 11,8 57,3 30,9 Banyumas 26,2 45,0 28,8 Purbalingga 8,4 57,3 34,2 Banjarnegara 12,3 56,9 30,8 Kebumen 10,4 58,4 31,1 Purworejo 9,5 73,7 16,8 Wonosobo 9,5 41,8 48,7 Magelang 12,1 48,2 39,7 Boyolali 8,9 50,2 40,8 Klaten 16,8 54,7 28,5 Sukoharjo 18,2 51,0 30,7 Wonogiri 13,9 49,1 37,0 Karanganyar 6,9 52,4 40,7 Sragen 10,1 49,0 40,9 Grobogan 6,3 44,7 49,0 Blora 7,1 37,8 55,1 Rembang 3,6 44,2 52,3 Pati 8,6 54,2 37,2 Kudus 6,0 60,8 33,2 Jepara 9,7 57,2 33,1 Demak 5,8 56,6 37,6 Semarang 11,3 56,4 32,3 Temanggung 10,2 36,5 53,4 Kendal 9,0 49,2 41,8 Batang 10,4 52,8 36,8 Pekalongan 10,9 59,0 30,1 Pemalang 4,7 66,3 29,0 Tegal 8,5 58,9 32,6 Brebes 8,2 45,5 46,3 Kota Magelang 18,2 41,8 40,0 Kota Surakarta 18,5 41,2 40,4 Kota Salatiga 14,0 46,8 39,2 Kota Semarang 16,6 49,8 33,6 Kota Pekalongan 17,6 43,7 38,7 Kota Tegal 16,2 63,3 20,5

JAWA TENGAH 11,1 52,3 36,6

Page 253: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

198

Separuh dari penduduk Jawa Tengah mengkonsumsi biskuit 1-6 kali per minggu (52,3%). Sebanyak 11,1% mengkonsumsi 1 kali atau lebih per hari. Konsumsi biskuit 1 - 6 kali per minggu proporsi di atas rerata Provinsi Jawa Tengah ada enam Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Purworejo (73,7%), Pemalang (66,3%), Kota Tegal (63,3%), Kudus (60,8%), dan Pekalongan (59,0%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12.37.

Tabel 12.38 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi biskuit menurut karakteristik, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Biskuit

>= 1 kali per hari 1 - 6 kali per minggu <= 3 kali perbulan

Kelompok umur (tahun)

10 – 14 15,4 59,4 25,1 15 – 19 12,3 54,9 32,8 20 – 24 11,2 55,4 33,4 25 – 29 11,9 51,9 36,2 30 – 34 11,5 52,2 36,4 35 – 39 10,2 52,3 37,4 40 – 44 10,9 50,9 38,1 45 -49 9,4 50,1 40,5 50 -54 9,8 49,9 40,3 55 -59 8,6 49,7 41,7 60 -64 8,2 47,9 43,8 65 + 9,1 45,3 45,6

Jenis kelamin

Laki-laki 9,5 50,5 40,1 Perempuan 12,7 54,0 33,3

Pendidikan

Tidak sekolah 8,3 45,4 46,3 Tidak Tamat SD 10,5 51,6 37,9 Tamat SD 9,2 50,5 40,3 Tamat SLTP 11,8 54,3 34,0 Tamat SLTA 14,0 55,8 30,2 Tamat D1-D3/PT 18,3 56,2 25,5

Pekerjaan

Tidak berkerja 13,5 55,4 31,1 Pegawai 14,4 54,2 31,4 Wiraswasta 11,1 52,9 36,0 Petani/Nelayan/Buruh 6,8 47,5 45,7 Lainnya 12,5 51,0 36,6

Tempat tinggal

Perkotaan 13,4 53,6 33,0 Perdesaan 9,1 51,2 39,7 Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 6,3 48,5 45,2 Menengah bawah 8,2 50,0 41,9 Menengah 10,9 53,4 35,7 Menengah atas 13,0 53,4 33,6 Teratas 16,9 55,8 27,3

Page 254: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

199

Berdasarkan tabel karakteristik diatas menurut kelompok umur tampaknya ada kecenderungan perilaku konsumsi biskuit 1 kali atau lebih per hari semakin tua kelompok umur semakin rendah proporsi konsumsi biskuit. Konsumsi makanan biscuit lebih banyak pada perempuan (12,7%) dibandingkan pada laki laki (9,5%). Mereka yang tinggal di perkotaan (13,4%) lebih besar proporsi makan roti di bandingkan di perdesaan (9,1%). Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pengeluaran RT perkapita semakin besar proporsi konsumsi biskuit. Berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan dalam mengkonsumsi biscuit bervariasi.

Tabel 12.39 Proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan olahan dari tepung >=

1x/hari, Provinsi Jawa Tengah 2013.

Jenis Makanan Olahan dari Tepung Persen Penduduk Mengkonsumsi Makanan

Olahan dari Tepung

Mie instan 20,0 Mie Basah 8,0 Roti 37,8 Biskuit 34,2

Terlihat pada tabel diatas bahwa penduduk umur 10 tahun ke atas di Jawa Tengah lebih banyak mengknsumsi roti (37,8%), kemudian biscuit (34,2%, mie instan (20%), sementara mie basah hanya 8% disukai oleh penduduk.

12.7. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)1 terdiri dari sepuluh indikator yang mencakup

perilaku individu dan gambaran rumah tangga, Data PHBS pada tahun 2007 mengacu pada indikator PHBS yang sudah ditetapkan tahun 2004, Pada Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik, dan penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah, Indikator Rumah Tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaianluas lantai dengan jumlah penghuni (≥8m

2/ orang), dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah, Pada PHBS tahun

2007 untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah delapan (8), PHBS diklasifikasikan ―kurang‖ apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6) untuk rumah tangga mempunyai balita dan nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita,

Pada tahun 2011 telah dibuat indikator PHBS yang baru dan sedikit berbeda dengan indikator PHBS ditetapkan sebelumnya,Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh Pusat Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan mencakup 10 indikator yang meliputi :1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan;2) melakukan penimbangan bayi dan balita; 3) memberikan ASI ekslusif;4) penggunaan air bersih; 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun;6) memberantas jentik nyamuk;7) memakai jamban sehat;8)makan buah dan sayur setiap hari;9)melakukan aktifitas fisik setiap hari;10) tidak merokok dalam rumah,Pada PHBS tahun 2013 untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 7 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah tujuh (7),Penilaian PHBS rumah tangga baik diukur dengan batasan yang sama dengan penilaian rumah tangga PHBS tahun 2007

1Program PHBS adalah upaya untuk memberi pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi

perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat.

Page 255: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

200

dimana kriteria rumah tangga dengan PHBS baik adalah rumah tangga yang memenuhi indikator baik sebesar 6 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang punya balita dan 5 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang tidak mempunyai balita, Jumlah sampel rumah tangga dalam analisa PHBS ini adalah sebesar 294,959 (220,895 rumah tangga tanpa balita dan 74,064 rumah tangga yang memiliki balita),

Dalam RISKESDAS 2013 indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2011, yaitu mencakup delapan indikator individu (cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok dalam rumah, memberi ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas jentik nyamuk), Pengertian indikator yang digunakan dalam PHBS RISKESDAS 2013 ini adalah sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan, Data ini didapatkan dari data persalinan yang terakhir yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari riwayat persalinan dalam tiga tahun terakhir sebelum survey (kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013)

2. Melakukan penimbangan bayi dan balita, Indikator ini menggunakan variabel individu usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir, walaupun hanya 1 kali ditimbang dalam enam bulan terakhir. Pada subbab pemantauan pertumbuhan menyajikan data frekuensi penimbangan bayi/balita terpisah antara > 4 kali dan 1-3 kali dalam 6 bulan terakhir.

3. Memberikan ASI eksklusif, Indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah diberikan ASI eksklusif diantara individu baduta usia 0 – 23 bulan, Pengertian pemberian ASI eksklusif dalam analisa ini adalah bayi usia <= 6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir saat wawancara atau individu baduta yang pertama kali diberi minuman atau makanan berumur enam bulan atau lebih. Pada subbab pola pemberian ASI, data pemberian ASI disajikan pada responden 0-6 bulan.

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan air bersih dan sabun saat sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, setelah menggunakan pestisida (bila menggunakan), setelah menceboki bayi dan sebelum menyusui bayi (bilasedang menyusui),

5. Memakai jamban sehat, Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku buang besar menggunakan jamban saja,

6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasa melakukan aktifitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu. Pada subbab perilaku aktivitas fisik diperhitungkan individu.

7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari, Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa konsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu,

8. Tidak merokok dalam rumah, Pengertian tidak merokok di dalam rumah adalah individu yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah pada saat ada anggota rumah tangga lainnya serta memperhitungkan juga rumah tangga yang tidak ada anggota rumah tangga yang merokok,

9. Penggunaan air bersih, Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih dengan kategori baik untuk seluruh keperluan rumah tangga.

Page 256: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

201

10. Memberantas jentik nyamuk,Rumah tangga dengan perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah rumah tangga yang menguras bak mandi satu kali atau lebih dalam seminggu atau yang tidak menggunakan bak mandi dan tidak mandi di sungai,

Beberapa indikator yang digunakan dalam Riskesdas 2013 ini berbeda dengan indikator yang digunakan dalam Riskesdas 2007 sehingga tidak bisa menggambarkan kecenderungan kenaikan atau penurunan proporsi rumah tangga ber-PHBS.

Tabel 12.40 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga di Jawa Tengah dengan PHBS baik adalah 36,2%, dengan persentase tertinggi pada Kota Surakarta (61,1%) dan persentase terendah pada Batang (22,9%), Terdapat 18 kabupaten/kota dari 35 kabupaten/kota yang masih memiliki rumah tangga PHBS baik di bawah persentase Provinsi Jawa Tengah , yaitu Kabupaten Banyumas (34,7%), Wonososbo (34,5%), Purworejo (34,3%), Pemalang (34.1%), Magelang (32,2%), Cilacap (32,1%), Tegal (31,8%), Kendal (31,3%), Demak (31,2%), Rembang (29,5%), Banjarnegara (27,9%), Brebes (27,4%), Pekalongan (27,0%), Temanggung (25,8%), Jepara (24,7%), Purbalingga (24,0%), Blora (23,0%), Batang (22,9%).

Page 257: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

202

Tabel 12.40

Proporsi (%) rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota PHBS BAIK

Cilacap 32,1

Banyumas 34,7

Purbalingga 24,0

Banjarnegara 27,9

Kebumen 36,3

Purworejo 34,3

Wonosobo 34,5

Magelang 32,2

Boyolali 41,4

Klaten 40,8

Sukoharjo 53,3

Wonogiri 43,9

Karanganyar 46,2

Sragen 41,8

Grobogan 39,3

Blora 23,0

Rembang 29,5

Pati 44,1

Kudus 37,2

Jepara 24,7

Demak 31,2

Semarang 47,5

Temanggung 25,8

Kendal 31,3

Batang 22,9

Pekalongan 27,0

Pemalang 34,1

Tegal 31,8

Brebes 27,4

Kota Magelang 59,1

Kota Surakarta 61,1

Kota Salatiga 59,3

Kota Semarang 49,3

Kota Pekalongan 57,6

Kota Tegal 44,8

JAWA TENGAH 36,2

Page 258: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

203

Tabel 12.41 Proporsi (%) rumah tangga memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik PHBS Baik

Tempat tinggal Perkotaan

42,5

Pedesaan 31,1 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 16,4 Menengah bawah 31,0 Menengah 38,4 Menengah atas 43,4

Tabel 12.41 menyajikan proporsi rumah tangga dengan PHBS baik lebih tinggi di perkotaan (42,5%) dibandingkan di perdesaan (31,1%). Proporsi rumah tangga dengan PHBS baik meningkat seiring dengan meningkatnya kuintil indeks kepemilikan.

Daftar Pustaka

Katzmarzyk PT, Lee I-M. Sedentari behaviour and life expectancy in the USA: a cause-deleted life table analysis. BMJ Open 2012;2: e000828. doi:10.1136/ bmjopen-2012-000828. Kementrian Kesehatan. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat promosi Kesehatan, departemen Kesehatan RI, 2009.Rumah Tangga berperilaku hidup bersih dan sehat World Health Organization, Regional Office for South East Asia 2012.Global Adult Tobacco Survey:Indonesia Report 2011 World Heatlh Organization. 2012. Global Physical Activity Questionnaire (GPAC) Analysis Guide. Surveillance and Population-based Prevention. Department of Chronic Diseases and Health Promotion,Geneva. www.who.int/chp/steps World Heatlh Organization. 2012. WHO STEPS Instrument Question-by Question Guide (core and expanded). Surveillance and Population-based Prevention. Department of Chronic Diseases and Health Promotion,Geneva. www.who.int/chp/steps

Page 259: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

204

BAB 13. PEMBIAYAAN KESEHATAN Budi Santoso

Salah satu tujuan sistem kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan (health status), ketanggapan (responsiveness), dan keadilan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (fairness of financing). (WHO, 2000) Pada topik ini dikumpulkan informasi tentang jenis kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan, pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sumber pembiayaan yang paling sering dimanfaatkan penduduk beserta besaran biaya yang dikeluarkannya.

Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yangharus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres no 12 tahun 2013)

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 130 bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Unsur-unsur pembiayaan terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sumber lain.

Syarat pokok pembiayaan kesehatan meliputi: (1) jumlah harus memadai untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan tidak menyulitkan masyarakat yang memanfaatkan; (2) distribusinya harus sesuai dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan masyarakat; serta (3) pemanfaatannya harus diatur setepat mungkin agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang optimal (UU No. 36, 2009).

Pada Riskesdas 2013, analisis pembiayaan kesehatan meliputi kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan serta pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap berikut sumber dan besaran biayanya. Sumber biaya dibedakan menjadi Biaya sendiri, Asuransi Kesehatan Sosial (meliputi Askes PNS, Pensiun, Veteran, TNI/Polri), Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asuransi kesehatan Swasta, Tunjangan kesehatan dari Perusahaan, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

13.1. Kepemilikan Jaminan Kesehatan

Hasil analisis memberikan informasi tentang proporsi penduduk yang telah tercakup maupun yang tidak tercakup jaminan kesehatan. Jenis jaminan kesehatan terdiri dari; asuransi kesehatan (PNS, veteran, pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementerian Hukum dan Keamanan), JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan Jamkesda. Untuk kepentingan analisis Askes dan ASABRI dimasukkan dalam satu kelompok dikarenakan pemerintah juga membayar sebagian dari iuran jaminan tersebut.

Page 260: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

205

Tabel 13.1 Proporsi penduduk menurut kepemilikan jaminan kesehatan dan kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Jenis Jaminan Kesehatan

Askes/ ASABRI

Jamsostek Askes Swasta

Perusahaan

Jamkesmas Jamkesda Tidak punya

Cilacap 4,3 2,1 1,7 2,2 37,4 0,3 53,6 Banyumas 5,1 2,6 0,5 1,0 45,3 0,6 45,7 Purbalingga 3,6 1,8 0,3 0,0 49,1 8,5 40,0 Banjarnegara 3,8 1,0 1,4 0,0 30,7 4,9 59,3 Kebumen 5,8 0,8 0,3 0,2 50,4 0,2 42,8 Purworejo 7,5 1,5 0,6 0,3 29,6 0,1 60,7 Wonosobo 3,5 1,6 0,3 0,0 38,3 0,6 55,9 Magelang 5,0 1,8 0,9 0,1 36,3 7,6 49,9 Boyolali 6,0 7,5 1,0 0,7 30,6 3,0 52,3 Klaten 5,9 3,2 0,4 0,3 41,9 0,6 48,9 Sukoharjo 5,6 7,3 3,0 1,7 27,4 0,2 57,5 Wonogiri 4,7 0,6 0,2 0,1 26,7 0,3 67,4 Karanganyar 8,4 6,2 1,4 0,2 28,7 0,7 55,4 Sragen 11,0 1,3 0,7 0,1 35,6 26,1 45,0 Grobogan 3,1 0,4 0,3 0,3 42,7 0,9 52,5 Blora 6,3 1,3 0,2 0,1 27,7 3,8 61,1 Rembang 3,7 0,3 - 0,1 48,9 1,0 46,1 Pati 3,9 1,1 1,0 0,1 31,4 3,6 60,9 Kudus 4,0 5,0 0,5 7,6 20,4 0,6 62,4 Jepara 2,1 1,4 0,8 0,2 44,6 0,7 51,4 Demak 3,4 4,9 1,6 0,4 40,3 0,4 49,9 Semarang 6,2 9,6 1,3 2,7 24,0 0,4 57,8 Temanggung 3,9 1,9 0,2 0,3 35,8 0,7 57,7 Kendal 4,4 2,1 0,9 0,8 22,8 1,6 67,7 Batang 3,0 1,8 0,4 1,2 38,9 1,7 53,6 Pekalongan 5,2 0,7 0,1 0,9 40,3 2,8 50,8 Pemalang 3,7 0,3 0,1 - 42,0 0,5 53,4 Tegal 4,9 2,2 0,5 0,2 32,3 0,5 59,9 Brebes 3,6 0,5 0,5 0,1 45,6 0,5 49,6 Kota Magelang 15,0 5,9 3,4 0,8 29,3 41,6 12,0 Kota Surakarta 6,5 5,6 2,1 1,6 32,6 25,2 29,4 Kota Salatiga 13,6 7,5 4,4 2,6 21,1 4,1 48,2 Kota Semarang 9,3 12,4 6,4 3,2 20,2 0,9 50,1 Kota Pekalongan 3,0 1,7 0,6 1,0 32,8 2,2 59,1 Kota Tegal 6,6 3,8 1,3 1,4 34,5 21,3 34,7

JAWA TENGAH 5,1 3,0 1,1 0,9 35,8 2,9 52,9

Hasil analisis memberikan informasi tentang proporsi penduduk yang telah tercakup maupun yang tidak tercakup jaminan kesehatan. Jenis jaminan kesehatan terdiri dari; asuransi kesehatan (PNS, veteran, pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementrian Hukum dan Keamanan), JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan Jamkesda. Untuk kepentingan analisis Askes dan ASABRI dimasukkan dalam satu kelompok dikarenakan pemerintah juga membayar sebagian dari iuran jaminan tersebut.

Tabel 13.1 menunjukkan 52,9 persen penduduk provinsi Jawa Tengah belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ ASABRI dimiliki oleh sekitar 5,1 persen penduduk, Jamsostek 3,0 persen, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,1 dan

Page 261: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

206

0,9 persen. Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamkesmas (35,8%) dan Jamkesda (2,9%). Dari data tersebut juga menyiratkan adanya kepemilikan jaminan lebih dari satu jenis jaminan untuk individu yang sama.

Kepemilikan jaminan kesehatan penduduk menurut kabupaten/kota sangat bervariasi. Kota Magelang menjadi kabupaten/kota yang paling tinggi cakupan kepemilikan jaminan diantara kabupaten/kota lain, yaitu sekitar 88.0 persen penduduk. Sebaliknya kabupaten Wonogiri menjadi kabupaten/kota dengan cakupan kepemilikan jaminan kesehatan yang paling rendah dengan 32.6 persen penduduk tidak punya jaminan dan dibawah rata-rata provinsi.

Tabel 13.2 menggambarkan kepemilikan jaminan menurut karakteristik penduduk meliputi kelompok umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan.

Tabel 13.2 Proporsi penduduk menurut kepemilikan jaminan kesehatan dan karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Jenis Jaminan Kesehatan

Askes/ ASABRI

Jamsostek Askes swasta

Perusahaan Jamkesmas Jamkesda Tidak punya

Kelompok umur (tahun) 0 - 4 2,2 2,8 1,7 0,7 25,1 2,3 66,5 5-14 3,6 2,3 1,1 0,9 39,1 2,9 51,5 15-24 5,3 3,6 0,9 0,8 33,1 2,3 55,4 25-34 2,3 5,7 1,5 1,2 33,5 3,3 54,5 35-44 4,6 3,9 1,5 1,3 37,1 3,3 50,2 45-54 8,6 2,0 0,9 0,8 36,1 2,8 50,4 55-64 9,5 0,7 0,4 0,3 38,5 3,2 48,7 65-74 8,2 0,2 0,1 0,3 43,8 2,4 46,1 75+ 7,8 0,1 0,3 0,0 42,0 2,7 48,3

Pekerjaan Tidak bekerja 7,0 1,8 0,9 0,7 37,0 2,6 51,4 Pegawai 18,4 14,9 3,5 3,6 17,8 3,1 42,7 Wiraswasta 3,3 2,2 1,5 0,7 27,7 3,9 62,4 Petani/nelayan/buruh 0,6 1,3 0,1 0,4 46,4 2,9 49,6 Lainnya 5,9 2,3 1,2 0,7 32,4 1,9 57,2

Tempat tinggal Perkotaan 7,6 5,0 2,0 1,7 31,5 3,3 50,7 Perdesaan 3,0 1,3 0,3 0,2 39,4 2,5 54,7

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,1 0,5 0,5 0,1 0,1 0,1 59,1 Menengah bawah 0,1 1,3 1,3 0,2 0,1 0,2 47,3 Menengah 0,3 2,3 2,3 0,4 0,3 0,4 37,5 Menengah atas 0,6 4,6 4,6 0,7 0,6 0,7 26,6 Teratas 4,3 6,0 6,0 3,0 4,3 3,0 10,1

Menurut tempat tinggal, penduduk di perkotaan lebih banyak yang memiliki jaminan kesehatan dibanding di perdesaan, dan ini hampir untuk semua jenis selain jamkesda. Sebaliknya, kepemilikan Jamkesmas lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan.

Kondisi kepemilikan jaminan menurut kelompok umur memberikan gambaran yang bervariasi antar kelompok bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Kelompok umur di bawah 5 tahun adalah kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan (66.5%), sedangkan kelompok umur diatas 55 tahun kepemilikan jaminanan pada kisaran 46,1 persen sampai 48,3 persen sementara pada

Page 262: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

207

kelompok umur selain balita dan lanjut usia, juga masih tinggi atau rata-rata 50,2 persen yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

Kepemilikan jaminan kesehatan menurut status pekerjaan menunjukkan kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan adalah kelompok wiraswasta (62,4%), sedangkan yang terendah adalah pegawai (42,7%). Kelompok wiraswasta ini terdiri dari pedagang besar ataupun eceran, sedangkan untuk kelompok pegawai terdiri dari pegawai formal ataupun non formal. Sebanyak 49,6 persen kelompok petani/nelayan dan buruh masih belum memiliki jaminan kesehatan apapun, sementara bagi yang telah memiliki jaminan sebagian besar adalah Jamkesmas atau Jamkesda. Sedangkan bagi penduduk yang tidak bekerja 51,4 persen diantaranya belum memiliki jaminan.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, Jamkesmas dimiliki oleh kelompok penduduk terbawah, menengah bawah dan menengah, masing-masing sebesar 50,3 persen, 43,0 persen dan 32,1 persen. Akan tetapi Jamkesmas dimiliki juga pada penduduk menengah atas (18,8%) dan teratas (8,9%). Berbeda dengan Jamkesmas, kepemilikan Jamkesda tidak terlalu bervariasi untuk masing-masing kelompok penduduk berdasarkan kuintil indeks kepemilikan. Pada jenis jaminan kesehatan selain Jamkesmas dan Jamkesda, kecenderungan kepemilikan jaminan kesehatan lebih banyak pada indeks kuintil kepemilikan teratas.

13.2. Mengobati sendiri

Pola pencarian pengobatan seseorang dikategorikan dalam mengobati sendiri, memanfaatkan rawat jalan, dan memanfaatkan rawat inap. Informasi mengobati sendiri didapatkan dengan mengetahui perilaku seseorang yang pernah mengobati sendiri dengan cara membeli obat di apotik atau toko obat tanpa resep dalam satu bulan terakhir. Analisis pemanfaatan rawat jalan merupakan pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh seseorang dalam satu bulan terakhir untuk mengatasi gangguan kesehatan dirinya. Rawat Inap menurut Azwar Azrul (1996:73) suatu bentuk pelayanan kesehatan kedokteran intensif (hospitalization) yang diselenggarakan oleh rumah sakit, rumah sakit bersalin, maupun rumah bersalin. Pemanfaatan rawat inap ditanyakan dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Tabel 13.3 menggambarkan proporsi penduduk provinsi Jawa Tengah yang mengobati diri sendiri dalam satu bulan terakhir dengan membeli obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 29.4 persen dengan rerata pengeluaran sebesar Rp.2.500,-. Kabupaten Tegal merupakan kabupaten/kota tertinggi (49.9%) dengan rerata pengeluaran sebesar Rp.2.500.-. Sebaliknya, kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten/kota dengan proporsi terendah (7.1%) namun dengan rerata pengeluaran terbesar kedua yaitu sebesar (Rp.8.000,-).

Tabel 13.4 menggambarkan bahwa penduduk daerah perkotaan maupun perdesaan yang mengobati sendiri dengan cara membeli obat ditoko obat atau diwarung hampir sama yaitu (28,8%) dibanding (29,8%). Dari segi biaya, median biaya yang dikeluarkan dua kali lebih tinggi perkotaan, yaitu sebesar Rp.4.000,- dan di perdesaan sebesar Rp.2.500,-.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, kelompok teratas merupakan kelompok yang terkecil yang mengobati sendiri (26,6%) namun dari sisi biaya yang dikeluarkan adalah terbesar diantara lainnya yaitu Rp.5.000,-

Page 263: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

208

Tabel 13.3 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biaya

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota Mengobati sendiri

% Rerata (Rp)

Cilacap 31,2 2.500

Banyumas 30,9 2.400

Purbalingga 38,6 2.000

Banjarnegara 26,7 2.500

Kebumen 30,6 2.000

Purworejo 17,4 2.500

Wonosobo 29,6 2.000

Magelang 38,8 2.000

Boyolali 36,9 3.000

Klaten 28,4 3.000

Sukoharjo 7,1 8.000

Wonogiri 32,2 2.000

Karanganyar 21,0 5.000

Sragen 21,2 3.000

Grobogan 28,5 2.000

Blora 9,5 5.000

Rembang 8,3 3.000

Pati 24,0 10.000

Kudus 26,0 8.000

Jepara 36,4 5.000

Demak 31,0 2.000

Semarang 34,9 2.500

Temanggung 33,9 2.000

Kendal 16,2 5.000

Batang 28,7 1.000

Pekalongan 30,9 2.000

Pemalang 33,4 1.500

Tegal 44,9 2.500

Brebes 34,6 2.000

Kota Magelang 30,2 4.500

Kota Surakarta 38,7 5.000

Kota Salatiga 32,2 3.500

Kota Semarang 28,2 7.000

Kota Pekalongan 24,3 2.300

Kota Tegal 41,2 3.000

JAWA TENGAH 29,4 2.500

Page 264: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

209

Tabel 13.4 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biaya

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Mengobati diri sendiri

% Rerata (Rp)

Tempat tinggal Perkotaan 28,8 4.000 Perdesaan 29,8 2.000

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 30,9 2.000 Menengah bawah 31,1 2.000 Menengah 29,9 3.000 Menengah atas 28,5 4.000 Teratas 26,6 5.000

13.3. Rawat Jalan dan Rawat Inap Pelayanan rawat jalan adalah semua pelayanan kepada pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa tinggal dirawat inap. Pemanfaatan atau utilisasi fasilitas kesehatan ditanyakan dalam satu bulan terakhir termasuk besaran biayanya. Hasil analisis disajikan secara umum tanpa melihat jenis fasilitas kesehatan dan besar biaya merupakan rerata total besar biaya dalam sebulan terakhir (rawat jalan) dengan menggunakan median. Pemanfaatan rawat jalan menurut fasilitas kesehatan dapat dibaca dalam Buku Laporan Riskedas 2013 dalam angka. Tabel 13.5 menggambarkan 13,2 persen penduduk provinsi Jawa Tengah dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan median biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.30.000,-. Penduduk DI kabupaten Tegal merupakan kabupaten/kota tertinggi yang melakukan rawat jalan (20,2%) dengan median biaya sebesar Rp.30.000,- dalam satu bulan terakhir. Penduduk kabupaten Sukoharjo merupakan yang terendah dalam pemanfaatkan fasilitas rawat jalan (3,2%) dengan pengeluaran rerata sebesar Rp.42.500,-.

Dalam satu tahun terakhir 3,2 persen penduduk Provinsi Jawa Tengah melakukan rawat inap dengan median,biaya sebesar Rp.1.600,-. Penduduk di kabupaten Boyolali ternyata selain tertinggi dalam pemanfaatan rawat jalan juga tertinggi untuk pemanfaatan rawat inap yaitu sebesar 6,0 persen dengan median biaya dalam satu tahun terakhir sebesar Rp.2.000.000,- disusul kabupaten Karanganyar (5,0%) dengan median biaya sebesar Rp.1.450.000,- Penduduk kabupaten Blora, Rembang, Sukoharjo merupakan tiga terendah untuk pemanfaatan rawat inap, yaitu masing-masing kabupaten Blora (1,0%), Rembang (1,3%) dan kabupaten Sukoharjo (1,4%) dengan median biaya di tiga kabupaten tersebut berbeda-beda, yaitu kabupaten Blora sebesar (Rp.3.500.000,-), kabupaten Rembang sebesar (Rp.200.000,-) dan Sukoharjo sebesar (Rp.3.800.000,-).

Page 265: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

210

Tabel 13.5 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta biaya yang dikeluarkan (Rp)

berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Rawat Jalan Rawat Inap

% Rp % Rp

Cilacap 11,6 30.000 2,6 769.000 Banyumas 10,0 40.000 4,3 1.600.000 Purbalingga 17,9 30.000 3,2 1.120.000 Banjarnegara 13,7 25.000 4,7 1.000.000 Kebumen 12,3 25.000 2,9 1.000.000 Purworejo 9,3 20.000 2,7 1.270.000 Wonosobo 11,3 25.000 1,6 2.600.000 Magelang 17,5 20.000 3,2 665.000 Boyolali 19,6 25.000 6,0 2.000.000 Klaten 15,7 25.000 4,0 2.000.000 Sukoharjo 3,2 42.500 1,4 3.800.000 Wonogiri 14,7 30.000 4,0 1.300.000 Karanganyar 11,9 35.000 5,0 1.450.000 Sragen 11,9 25.000 3,4 1.500.000 Grobogan 14,5 26.000 2,8 1.300.000 Blora 6,9 25.000 1,0 3.500.000 Rembang 6,5 25.000 1,3 200.000 Pati 11,0 30.000 3,7 3.600.000 Kudus 15,6 30.000 2,9 1.800.000 Jepara 18,0 33.000 3,7 1.500.000 Demak 17,5 25.000 2,7 2.000.000 Semarang 14,4 30.000 4,1 2.000.000 Temanggung 13,4 20.000 2,3 1.500.000 Kendal 8,9 30.000 1,6 1.700.000 Batang 15,9 25.000 2,2 1.000.000 Pekalongan 14,4 25.000 2,1 1.300.000 Pemalang 8,4 35.000 2,7 1.500.000 Tegal 20,2 30.000 3,6 2.000.000 Brebes 14,3 30.000 2,8 700.000 Kota Magelang 17,5 50.000 4,7 4.000.000 Kota Surakarta 10,4 50.000 3,5 3.300.000 Kota Salatiga 18,3 25.000 4,7 2.000.000 Kota Semarang 10,5 75.000 4,0 3.000.000 Kota Pekalongan 10,4 24.000 1,6 1.600.000 Kota Tegal 13,4 25.000 2,6 1.200.000

JAWA TENGAH 13,2 30.000 3,2 1.600.000

Tabel 13.6. menggambarkan sebesar 23.4 persen balita dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan kelompok ini merupakan kelompok proporsi tertinggi yang melakukan rawat jalan dengan biaya rerata sebesar Rp.25.000,- pada satu bulan terakhir, sedangkan kelompok 15-24 tahun adalah pemanfaat terendah. Makin bertambah umur, penduduk makin banyak yang memanfaatkan rawat jalan dan median biayanya pun cenderung makin besar.

Sebanyak 4.2 persen kelompok balita memanfaatkan rawat inap dan masih dibawah kelompok umur 55 tahun keatas dengan biaya rerata sebesar Rp.900.000,-. Proporsi juga menggambarkan setelah usia lanjut pemanfaatan fasilitas rawat inap dan pengeluaran biaya dalam satu tahun terakhir semakin meningkat, baik dari segi persentase maupun besaran biayanya.

Page 266: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

211

Pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap di perkotaan dan perdesaan tidak jauh berbeda, termasuk untuk biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan terakhir, yaitu untuk rawat jalan di perkotaan sebesar Rp.30.000,-, sedangkan di perdesaan sebesar Rp.25.000. Biaya rawat inap satu tahun terakhir di perkotaan sebesar Rp.2.000.000,-, jumlah tersebut hampir dua kali lipat biaya rawat inap di perdesaan, yaitu sebesar Rp.1.250.000,-.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, pengeluaran untuk rawat jalan dan rawat inap paling tinggi pada kelompok penduduk kuintil teratas. Pemanfaatan tertinggi rawat jalan terdapat pada kuintil menengah, sedangkan pemanfaatan rawat inap terbanyak terdapat pada kuintil teratas.

Tabel 13.6 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta biaya yang dikeluarkan (Rp) berdasarkan

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Rawat Jalan Rawat Inap

% Rp % Rp

Kelompok umur

0-4 tahun 23,4 25.000 4,2 900.000 5-14 tahun 11,7 25.000 1,9 1.250.000 15-24 tahun 8,5 30.000 3,1 1.991.000 25-34 tahun 10,7 30.000 3,3 1.500.000 35-44 tahun 12,1 30.000 2,8 2.000.000 45-54 tahun 14,2 30.000 3,2 2.000.000 55-64 tahun 16,1 35.000 4,4 2.000.000 65-74 tahun 17,6 35.000 4,8 2.000.000 75+ tahun 19,4 30.000 5,6 2.500.000

Tempat tinggal

Perkotaan 12,9 30.000 3,3 2.000.000 Perdesaan 13,4 25.000 3,0 1.250.000

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 12,5 25.000 2,6 850.000 Menengah bawah 13,8 25.000 3,0 1.200.000 Menengah 13,5 30.000 3,2 1.500.000 Menengah atas 12,7 30.000 3,2 1.750.000 Teratas 13,3 40.000 3,9 2.800.000

13.3. Sumber Pembiayaan

Sumber biaya kesehatan menurut SKN terdiri dari biaya pemerintah dan masyarakat. Riskesdas 2013 memberikan informasi tentang proporsi sumber biaya kesehatan penduduk yang memanfaatkan rawat jalan dalam satu bulan terakhir dan atau rawat inap dalam satu tahun terakhir. Sumber biaya dikelompokkan menjadi: biaya sendiri, asuransi kesehatan (PNS, veteran, pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementerian Hukum dan Keamanan), JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan Jamkesda.

Pada Riskesdas 2013, penduduk diminta menyebutkan total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan (satu bulan terakhir) dan rawat inap (satu tahun terakhir). Hasil analisis besar biaya merupakan rerata total besar biaya dalam sebulan terakhir (rawat jalan) atau satu tahun terakhir (rawat inap) dengan menggunakan median.

Page 267: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

212

Tabel 13.7 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat jalan berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi

Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Sumber biaya rawat jalan semua fasilitas kesehatan

Biaya sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsostek Asuransi swasta

Jamkesmas Jamkesda Perusahaan Sumber Lainnya

Lbh dr 1 Sumber

Cilacap 79,0 3,1 1,1 0,7 11,9 - 2,3 1,5 0,4 Banyumas 68,7 3,7 1,5 1,3 19,8 - 2,3 1,1 1,6 Purbalingga 67,9 1,6 0,1 - 21,2 1,7 0,4 1,0 6,2 Banjarnegara 86,0 2,0 0,3 0,2 9,5 0,7 0,3 0,5 0,7 Kebumen 62,1 5,6 - - 29,6 0,2 0,3 1,1 1,1 Purworejo 75,4 4,7 1,0 1,0 16,2 0,3 - 0,9 0,5 Wonosobo 80,1 2,5 0,6 - 15,1 0,1 - 1,0 0,7

Magelang 78,5 2,0 0,5 0,2 14,4 0,8 0,2 2,5 0,8 Boyolali 85,5 2,5 0,4 1,1 6,7 1,1 0,9 1,5 0,3 Klaten 68,7 3,4 2,3 - 22,2 - - 2,9 0,5 Sukoharjo 72,5 1,5 0,8 1,1 15,6 3,0 - 5,6 - Wonogiri 81,9 2,0 0,3 0,2 12,5 0,1 1,3 1,5 0,2 Karanganyar 79,8 4,1 1,1 0,9 11,5 - 1,5 0,6 0,6 Sragen 80,8 3,8 0,1 - 10,4 2,4 0,8 0,8 0,9 Grobogan 71,9 2,6 0,3 0,0 16,3 1,3 0,2 7,1 0,3 Blora 81,7 3,5 0,5 - 7,7 6,0 - 0,6 - Rembang 79,1 0,7 - - 18,9 - 0,7 0,6 - Pati 82,0 1,9 0,2 0,3 5,8 6,4 0,9 2,2 0,3 Kudus 65,8 4,0 1,1 0,8 4,5 1,3 4,3 17,8 0,3 Jepara 72,5 3,2 1,5 0,3 11,1 3,5 1,0 5,4 1,6 Demak 79,8 2,9 2,4 - 10,2 3,0 0,1 1,1 0,6 Semarang 71,8 4,9 1,8 0,6 8,6 1,8 2,2 7,6 0,7 Temanggung 78,4 2,3 - 0,3 14,7 0,5 1,0 2,4 0,4 Kendal 80,9 2,5 0,9 - 6,0 5,6 - 3,5 0,6 Batang 70,0 2,0 0,5 0,6 22,9 0,8 0,7 0,9 1,6 Pekalongan 69,2 2,6 0,8 0,6 25,0 0,8 0,4 0,2 0,4 Pemalang 76,8 0,9 - - 20,8 - - 1,5 - Tegal 67,7 2,4 1,3 - 10,6 5,2 0,5 11,4 0,9 Brebes 84,9 1,9 0,6 0,3 10,5 0,1 - 1,2 0,6 Kota Magelang 42,2 14,6 2,6 1,6 22,4 12,3 1,7 1,5 1,0 Kota Surakarta 53,2 3,2 2,8 2,1 21,1 12,8 1,4 2,9 0,5 Kota Salatiga 36,2 5,5 2,8 0,9 14,4 32,2 1,6 2,6 3,8 Kota Semarang 52,4 7,5 4,6 4,9 11,8 5,9 5,5 4,7 2,6 Kota Pekalongan 62,8 3,0 0,9 - 28,4 1,1 0,6 2,0 1,2

Kota Tegal 49,9 4,2 0,5 0,1 26,0 4,8 0,5 2,1 11,8

JAWA TENGAH 73,6 3,1 1,0 0,5 14,1 2,2 1,0 3,4 1,1

Tabel 13.7 menggambarkan bahwa sumberbiaya rawat jalan secara keseluruhan untuk provinsi Jawa Tengah masih didominasi (73,6%) pembiayaan yang dibayar oleh pasien sendiri atau keluarga (out of pocket), kemudian berturut-turut disusul pembiayaan oleh Jamkesmas (14,1%) dan sumber lainnya (3,4%). Sumber biaya rawat jalan dari Askes/ASABRI (3,1%), Jamkesda (2,2%), sebanyak 1,1 persen dibiayai lebih dari satu sumber, Jamsostek (1,0%), tunjang kesehatan Perusahaan (1,0%) dan terendah adalah pembiayaan oleh asuransi swasta (0,5%).

Sumber biaya rawat jalan yang ditanggung oleh pasien sendiri atau keluarga tertinggi adalah di Banjarnegara (86,0%), Boyolali (85,5%), Brebes (84,9%), Blora (81,7%) dan Kendal (80,9%). Lima

Page 268: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

213

kabupaten/kota dengan pembiayaan out of pocket terendah adalah Kota Salatiga (36,2%), Magelang (42,2%), Tegal (49,9%), Semarang (52,4%), dan paling rendah Surakarta (53,2%). Di kelima kabupaten/kota tersebut, sumber biaya rawat jalan paling banyak berasal dari Jamkesmas atau Jamkesda, sedangkan sumber biaya dari Jamkesmas untuk rawat jalan tertinggi adalah 26,0 persen penduduk kota Tegal, 22,4 persen penduduk Magelang, 21,1 persen adalah penduduk Surakarta, 14,4 persen penduduk Kota Salatiga, dan 11,8 persen penduduk Kota Semarang.

Tabel 13.8 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat jalan berdasarkan karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Sumber Biaya Rawat jalan Semua Fasilitas

Biaya sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsostek Asuransi swasta

Jamkesmas

Jamkesda Perusahaan

Sumber lainnya

Lebih dr 1

sumber

Tempat tinggal

Perkotaan 67,7 5,0 1,8 1,0 14,2 3,2 1,8 3,9 1,5 Perdesaan 78,4 1,5 0,4 0,1 14,1 1,4 0,3 3,0 0,7

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 71,2 5,0 0,6 0,4 15,4 2,2 0,7 3,5 1,2 Menengah bawah

59,1 13,0 5,4 2,4 4,9 1,9 7,1 3,6 2,5

Menengah 78,1 2,3 0,7 0,4 12,0 3,0 0,6 2,2 0,8 Menengah atas

74,1 0,6 0,7 0,2 18,4 1,9 0,6 2,9 0,7

Teratas 75,1 2,2 2,3 0,8 11,8 1,0 6,2 0,6

Tabel 13.9 memperlihatkan bahwa sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di provinsi Jawa Tengah masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sekitar 57,1 persen. Kondisi ini dimungkinkan karena masih sekitar 52,9 persen penduduk provinsi Jawa Tengah belum memiliki jaminan kesehatan. Sebanyak 15 kabupaten/kota memiliki persentase out of pocket diatas angka provinsi, yaitu (57,6 – 83,7) persen. Pola pemanfaatan jaminan kesehatan sebagai sumber biaya untuk rawat jalan dan rawat inap tidak berbeda.

Selanjutnya, sumber biaya yang paling banyak digunakan untuk rawat inap berturut-turut adalah Jamkesmas 19,9 persen, 5,9 persen dari sumber lainnya, Askes/ASABRI 4,5 persen, sebanyak 3,9 persen penduduk Jawa Tengah yang rawat inap menggunakan lebih dari satu sumber biaya, Jamkesda 2,6 persen. Sementara itu sumber biaya untuk rawat inap dari Jamsostek digunakan oleh 2,5 persen, 2,0 persen dari tunjangan kesehatan perusahaan, dan 1,5 persen dari Asuransi kesehatan swasta. Gambaran dari berbagai provinsi menunjukkan kecenderungan yang tidak berbeda dimana dominasi pembiayaan rawat inap bersumber dari biaya sendiri, kecuali untuk kota Magelang (20,4%), Di Kabupaten Pekalongan (28,7%) dan Kota Pekalongan (34,1%). Di ketiga kabupaten/kota tersebut, sumber biaya rawat inap paling banyak berasal dari Jamkesmas atau Jamkesda bahkan dengan persentase dua kali lipat angka provinsi.

Page 269: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

214

Tabel 13.9 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat inap berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Sumber biaya rawat inap di semua fasilitas kesehatan

Biaya sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsostek Asuransi swasta

Jamkesmas Jamkesda Perusahaan Sumber lainnya

Lbh dr 1 sumber

Cilacap 70,9 3,0 2,3 12,1 0,8 3,9 6,0 1,1

Banyumas 40,8 3,9 1,4 34,6 5,7 4,0 8,7 0,8

Purbalingga 52,2 4,1 22,0 4,0 3,9 13,7

Banjarnegara 67,9 1,1 0,1 12,0 1,7 3,2 10,9 3,0

Kebumen 34,0 9,7 0,9 41,3 4,0 1,3 3,7 5,2

Purworejo 51,6 7,9 0,9 19,2 1,9 14,1 4,3

Wonosobo 52,3 3,3 3,9 28,9 11,5

Magelang 39,9 3,3 1,0 18,1 1,5 0,4 9,2 26,6

Boyolali 62,4 1,7 5,1 19,5 4,0 4,1 3,1

Klaten 50,6 4,2 5,2 1,0 29,9 0,3 6,8 2,0

Sukoharjo 46,2 8,4 39,4 0,7 5,1 0,2

Wonogiri 81,2 0,9 1,3 9,8 2,1 0,4 2,9 1,4

Karanganyar 63,6 5,2 0,8 1,2 17,2 0,8 10,2 0,9

Sragen 70,7 5,3 14,3 0,8 5,7 3,2

Grobogan 56,1 5,0 3,2 29,2 0,3 5,1 1,1

Blora 37,3 7,2 18,2 24,1 7,8 1,6 3,8

Rembang 47,6 1,2 41,2 5,8 2,4 1,8

Pati 73,8 1,3 2,0 2,8 14,6 2,2 1,1 2,2

Kudus 72,4 3,9 5,6 0,8 11,1 1,4 4,7

Jepara 56,0 3,4 1,3 1,5 22,3 3,0 7,7 4,8

Demak 63,1 2,3 6,0 24,1 0,6 1,0 2,9

Semarang 57,6 5,8 3,1 2,4 20,2 0,6 4,6 3,4 2,4

Temanggung 36,4 2,5 4,5 27,8 5,2 1,9 4,6 17,2

Kendal 83,7 1,9 3,8 4,7 3,5 2,4

Batang 50,1 1,7 1,8 28,0 3,1 2,7 6,6 5,9

Pekalongan 28,7 6,2 43,6 5,6 6,2 9,7

Pemalang 61,2 9,7 1,6 20,8 6,6

Tegal 73,2 7,1 4,4 1,6 5,5 1,3 1,2 4,6 1,1

Brebes 71,9 6,4 1,6 8,2 11,8

Kota Magelang 20,4 6,4 1,9 3,3 32,4 12,1 4,0 15,3 4,1

Kota Surakarta 59,1 5,2 1,9 14,3 9,0 1,2 5,2 4,2

Kota Salatiga 36,8 7,3 0,9 2,2 24,6 4,2 2,4 2,7 18,8

Kota Semarang 37,4 7,0 10,4 13,1 8,2 8,1 9,2 1,9 4,8

Kota Pekalongan 34,1 4,1 2,9 46,3 2,0 7,2 3,3

Kota Tegal 62,0 5,0 0,4 19,8 2,5 2,5 2,0 5,8

JAWA TENGAH 57,1 4,5 2,5 1,5 19,9 2,6 2,0 5,9 3,9

Page 270: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

215

Tabel 13.10 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Sumber Biaya Rawat inap Semua Fasilitas

Biaya Sendiri

Askes/ ASABRI

Jamsostek Asuransi Swasta

Jamkes mas

Jamkesda Perusahaan Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Tempat tinggal

Perkotaan 52,3 7,1 4,0 2,8 18,2 3,8 3,5 4,5 3,8

Perdesaan 61,6 2,2 1,2 0,4 21,4 1,5 0,6 7,2 4,0

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 55,7 6,2 1,9 1,5 19,3 2,5 1,9 6,9 4,2

Menengah bawah 44,1 12,6 8,2 3,5 13,7 4,0 4,7 2,1 7,1

Menengah 61,6 2,9 1,0 2,7 18,4 2,7 0,4 5,5 4,9 Menengah atas 57,6 0,2 1,6 0,9 30,1 2,1 1,8 3,5 2,3 Teratas 67,2 4,9 2,4 16,8 1,7 0,2 3,9 2,8

Tabel 13.10 memperlihatkan bahwa menurut tempat tinggal sumber biaya rawat inap pada semua jenis fasilitas kesehatan dari berbagai jaminan kesehatan baik Askes, ASABRI, JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, dan tunjangan kesehatan perusahaan dan Jamkesda lebih banyak dimanfaatkan di daerah perkotaan. Sumber biaya rawat inap dari Jamkesmas lebih banyak dimanfaatkan di daerah perdesaan.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, proporsi sumber biaya rawat inap dari jaminan kesehatan selain Jamkesmas dan Jamkesda cenderung meningkat seiring dengan makin tingginya kuintil. Sumber biaya rawat inap untuk semua jenis fasilitas kesehatan yang berasal dari biaya sendiri pada semua kelompok penduduk mempunyai proporsi lebih dari 44 persen. Pada penduduk kuintil terbawah didapati 55.7 persen melakukan rawat inap dengan biaya sendiri atau tanpa jaminan kesehatan apapun dan pada penduduk teratas didapatkan 67.2 persen. Sumber biaya rawat inap dari Jamkesmas yang tertinggi adalah pada penduduk kuintil menengah atas 30.1 persen, sebaliknya pada penduduk teratas hanya 16.8 persen yang menggunakannya.

Daftar Pustaka

Azwar Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Jakarta : Binarupa Aksara. 1996

Gottret, Pablo and Schieber, George. Health Financing Revisited: A Practioner‘s Guide. The World Bank. Washington DC, 2006

Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional

Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

The World Health Report 2000: Health systems: Improving Performance. World Health Organization, Geneva, 2000 The World Health report 2010: Health Systems Financing The Path To Universal Coverage. World Health Organization, Geneva, 2010 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Page 271: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

216

BAB 14. KESEHATAN REPRODUKSI Eva Sulistiowati Riskesdas 2013 mengumpulkan informasi tentang KB, riwayat kehamilan, persalinan dan masa nifas dalam Blok Kesehatan Reproduksi. Tujuan blok kesehatan reproduksi adalah mendapatkan informasi terkait dengan MDGs ke lima yang berkaitan dengan upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan isu kesehatan reproduksi, antara lain; 1. Penggunaan KB 2. Riwayat kesehatan reproduksi seumur hidup; umur kawin pertama, umur melakukan hubungan

seksual pertama, umur saat hamil pertama, riwayat kehamilan seumur hidup 3. Cakupan pelayanan kesehatan selama kehamilan, persalinan dan masa nifas pada periode 1

Januari 2010 sampai saat wawancara. 4. Status kesehatan ibu hamil

Blok kesehatan reproduksi ditanyakan khusus pada perempuan usia 10 – 54 tahun.

14.1. Kehamilan

Informasi tentang kehamilan ini memberi gambaran proporsi penduduk Provinsi Jawa Tengah yang sedang hamil (Gambar 14.1). Proporsi kehamilan pada umur 15-19 tahun sebesar 2,57 persen, 35-lebih dari 35 tahun sekitar 3 persen.

Gambar 14.1

Proporsi perempuan hamil menurut kelompok umur dan tempat tinggal, Provinsi Jawa Tengah 2013

14.2. Pelayanan Program Keluarga Berencana (KB) Pelayanan KB merupakan upaya untuk mendukung kebijakan Program Keluarga Berencana Nasional. Salah satu indikator program KB adalah penggunaan KB saat ini dan CPR.

Page 272: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

217

CPR yaitu persentase penggunaan cara/alat KB oleh pasangan usia subur (PUS) dalam hal ini adalah WUS kawin/hidup bersama (Rajaguguk, Omas Bulan, 2010).

Pada laporan ini, informasi tentang KB dianalisis pada kelompok WUS berstatus menikah atau hidup bersama. Analisis jenis alat/cara KB yang digunakan merujuk pada alat/cara KB yang paling efektif.

a. Pola Penggunaan KB Saat ini

Penggunaan KB berdasarkan karakteristik di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 14.1. WUS yang menggunakan KB 62,3 persen, pernah KB 24,2 persen dan tidak pernah KB 13,6 persen. Proporsi terbanyak menggunakan KB pada kelompok umur 35-39 tahun (69,5%) sedangkan yang tidak pernah menggunakan KB terbanyak pada kelompok umur 15-19 tahun (50,5%). Kontrasepsi yang digunakan 62,2 persen cara modern dan cara tradisional 0,1 persen. Responden WUS yang menggunakan KB saat ini proporsi terbanyak tamat SD (65,8%), pekerjaan sebagai petani/nelayan/buruh (66,3%), diperdesaan (65,9%) dan mempunyai indeks kepemilikan terbawah (66,2%).

Tabel 14.2 merupakan proporsi penggunaan KB menurut kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa secara umum proporsi penggunaan KB antar kabupaten/kota bervariasi. Proporsi penggunaan KB paling tinggi di Banjarnegara (73,0%) dan terendah di Kota Surakarta (41,5%). Penggunaan alat/cara KB terdiri dari alat/cara KB modern dan cara tradisional. Penggunaan menurut alat atau cara tersebut juga mencerminkan CPR KB modern dan CPR KB tradisional. Indikator CPR modern merupakan salah indikator MDGs ke lima dengan target peningkatan CPR modern sebesar 65 persen (Kemenkes RI, 2011). Pola penggunaan KB yang didominasi oleh alat/cara KB modern (62,3%) dibanding cara tradisional (0,1%). Alat/cara KB modern terdiri dari kondom pria/wanita, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, IUD/AKDR/spiral, pil, suntikan, dan diafragma serta susuk/implant. Sedangkan alat/cara KB tradisional meliputi metode menyusui alami, pantang berkala/kalender dan senggama terputus dan lainnya. Demak mempunyai proporsi penggunaan KB tradisional sebesar 0,0 persen, sedangkan kabupaten/kota yang lainnya menggunakan cara KB modern.

Page 273: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

218

Tabel 14.1 Proporsi penggunaan alat/cara KB saat ini dan CPR pada WUS kawin menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Penggunaan KB saat ini CPR

Ya Pernah Tidak pernah Total suatu cara Modern Tradisional

Kelompok Umur (tahun) 15-19 42,9 6,6 50,5 100,0

42,9 42,9 0,0

20-24 61,8 10,9 27,3 100,0

61,8 61,8 0,0 25-29 65,8 20,8 13,4 100,0

65,8 65,8 0,0

30-34 66,1 23,8 10,1 100,0

66,1 66,1 0,0

35-39 69,5 21,5 8,9 100,0

69,5 69,5 0,0

40-44 63,6 25,9 10,6 100,0

63,6 63,6 0,0 45-49 45,5 39,4 15,0 100,0

45,5 45,5 0,0

Pendidikan

Tidak sekolah 47,1 36,2 16,7 100,0

47,1 47,1 0,0 Tidak tamat SD 58,8 29,4 11,8 100,0

58,8 58,7 0,0

Tamat SD 65,8 23,8 10,4 100,0

65,8 65,8 0,0 Tamat SMP 65,1 22,3 12,6 100,0

65,1 65,1 0,0

Tamat SMA 58,4 24,1 17,6 100,0

58,4 58,4 0,0 Tamat PT 50,8 21,6 27,6 100,0

50,8 50,8 0,0

Pekerjaan

100,0

Tidak bekerja 61,6 24,1 14,3 100,0

61,6 61,6 0,0

Pegawai 58,1 22,7 19,2 100,0

58,1 58,1 0,0

Wiraswasta 59,9 27,4 12,7 100,0

59,9 59,9 0,0

Petani/nelayan/buruh 66,3 23,0 10,7 100,0

66,3 66,3 0,0

Lainnya 59,8 25,9 14,3 100,0

59,8 59,8 0,0

Tempat Tinggal

100,0

Perkotaan 57,5 26,3 16,2 100,0

57,5 57,5 0,0

Perdesaan 65,9 22,6 11,5 100,0

65,9 65,9 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 66,2 21,5 12,3 100,0

66,2 66,2 0,0 Menengah bawah 65,0 22,6 12,4 100,0

65,0 65,0 0,0

Menengah 62,6 25,6 11,8 100,0

62,6 62,6 0,0

Menengah atas 60,9 25,3 13,8 100,0

60,9 60,9 0,0 Teratas 57,5 25,3 17,2 100,0 57,5 57,5 0,0

Page 274: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

219

Tabel 14.2 Proporsi penggunaan alat/cara KB saat ini dan CPR pada WUS kawin

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Penggunaan KB Saat ini CPR

Ya Pernah Tidak

pernah Total

Suatu cara

Modern Tradisional

Cilacap 61,1 25,5 13,4 100,0

61,1 61,1

Banyumas 59,9 26,8 13,3 100,0

59,9 59,9

Purbalingga 66,5 25,3 8,2 100,0

66,5 66,5

Banjarnegara 73,0 19,7 7,3 100,0

73,0 73,0

Kebumen 47,8 29,2 23,0 100,0

47,8 47,8

Purworejo 57,6 22,1 20,3 100,0

57,6 57,6

Wonosobo 70,8 19,4 9,7 100,0

70,8 70,8

Magelang 57,5 23,4 19,1 100,0

57,5 57,5

Boyolali 63,3 24,1 12,6 100,0

63,3 63,3

Klaten 58,3 21,5 20,2 100,0

58,3 58,3

Sukoharjo 49,5 24,9 25,6 100,0

49,5 49,5

Wonogiri 64,4 25,7 9,8 100,0

64,4 64,4

Karanganyar 70,4 17,4 12,2 100,0

70,4 70,4

Sragen 64,7 25,1 10,1 100,0

64,7 64,7

Grobogan 72,8 16,9 10,2 100,0

72,8 72,8

Blora 71,5 16,6 11,9 100,0

71,5 71,5

Rembang 71,2 19,9 8,9 100,0

71,2 71,2

Pati 60,0 30,1 9,9 100,0

60,0 60,0

Kudus 58,2 21,9 19,9 100,0

58,2 58,2

Jepara 65,3 23,9 10,8 100,0

65,3 65,3

Demak 68,8 19,9 11,4 100,0

68,8 68,7 0,1

Semarang 67,4 21,1 11,4 100,0

67,4 67,4

Temanggung 63,8 23,6 12,5 100,0

63,8 63,8

Kendal 61,5 30,2 8,3 100,0

61,5 61,5

Batang 67,2 20,4 12,4 100,0

67,2 67,2

Pekalongan 57,0 30,7 12,3 100,0

57,0 57,0

Pemalang 59,8 26,3 13,9 100,0

59,8 59,8

Tegal 54,4 32,1 13,5 100,0

54,4 54,4

Brebes 72,8 20,7 6,5 100,0

72,8 72,8

Kota Magelang 58,6 21,7 19,7 100,0

58,6 58,6

Kota Surakarta 41,5 29,9 28,6 100,0

41,5 41,5

Kota Salatiga 60,2 26,2 13,6 100,0

60,2 60,2

Kota Semarang 52,9 27,0 20,1 100,0

52,9 52,9

Kota Pekalongan 46,9 27,9 25,2 100,0

46,9 46,9

Kota Tegal 57,4 32,7 9,9 100,0 57,4 57,4

JAWA TENGAH 62,4 24,1 13,6 100,0 62,3 62,2 0,0

Page 275: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

220

b. Penggunaan KB jenis kandungan hormonal dan jangka waktu efektivitas

Penggunaan KB menurut jenisnya dapat dilihat pada buku 2 Tabel 14.4 tentang jenis-jenis alat/cara KB yang digunakan menurut kelompok KB modern dan KB tradisional. Berdasarkan jenis alat KB modern tersebut dapat dikelompokkan menjadi dikelompokkan menurut kandungan hormonal dan jangka waktu efektivitas alat KB modern yang digunakan.

Pengelompokan KB hormonal adalah KB modern jenis susuk, suntikan dan pil sedangkan non hormonal adalah sterilisasi pria, sterilisasi wanita, spiral/IUD, diafragma dan kondom. Pengelompokan jenis alat KB modern menurut jangka waktu efektivitas untuk MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) adalah susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita serta, spiral/IUD, sedangkan non MKJP adalah jenis suntikan, pil, diafragma dan kondom.

Tabel 14.3

Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan jenis dan jangka waktu menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Cara

Modern

Kandungan Hormon

Jangka waktu Efektivitas

Hormonal Non Hormonal

MKJP Non MKJP

Kelompok Umur

15-19 th 42,9 39,2 3,6

4,7 38,2

20-24 th 61,4 55,1 6,7

9,5 52,3

25-29 th 65,5 60,1 5,7

10,0 55,8

30-34 th 65,9 57,5 8,7

13,0 53,1

35-39 th 69,2 57,5 12,0

17,2 52,4

40-44 th 63,2 49,4 14,1

18,5 45,0

45-49 th 45,3 32,1 13,4

16,2 29,3

Pendidikan

Tidak sekolah 47,1 38,7 8,4

11,4 35,7

Tidak tamat SD 58,4 50,1 8,6

12,9 45,8

Tamat SD 65,6 57,7 8,1

14,0 51,8

Tamat SMP 64,8 56,6 8,5

12,4 52,7 Tamat SMA 58,0 45,2 13,2

15,0 43,4

Tamat PT 50,1 25,1 25,7

25,1 25,7

Pekerjaan

Tidak bekerja 61,3 52,2 9,4

13,6 48,0

Pegawai 57,5 42,0 16,1

17,3 40,8

Wiraswasta 59,7 48,4 11,5

14,7 45,2

Petani/nelayan/buruh 66,1 57,7 8,6

14,2 52,1

Lainnya 59,7 49,3 10,5

12,9 47,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 57,1 45,2 12,4

13,8 43,7 Perdesaan 65,7 57,4 8,6

14,6 51,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 65,9 58,2 8,0

14,4 51,8

Menengah bawah 64,9 56,4 8,6

15,5 49,5

Menengah 62,5 54,1 8,5

12,3 50,3

Menengah atas 60,4 51,4 9,5

12,2 48,7

Teratas 57,1 41,3 16,2 17,3 40,2

Page 276: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

221

Tabel 14.3 adalah proporsi penggunaan KB modern menurut kandungan hormonal dan jangka waktu efektivitas. Proporsi penggunaan KB cara modern yang terbanyak adalah kelompok umur 35-39 tahun yaitu 69,2 persen. Dari Tabel 14.3 tersebut terlihat dominasi kelompok hormonal dan Non MKJP karena sangat dipengaruhi oleh penggunaan KB suntikan yang tinggi.

Jenis KB kelompok hormonal banyak dipakai oleh kelompok umur 20-39 tahun (57,5-60,1 persen), tamat SD (57,7%), petani/nelayan/buruh dan tidak bekerja, (57,7%), tinggal di perdesaan (57,4%) dan kuintil indeks kepemilikan terbawah (58,2%).

Proporsi penggunan KB modern kelompok yang cenderung banyak menggunakan alat/cara KB MKJP adalah pada kelompok umur 35-49 tahun, tamat perguruan tinggi (25,1%), bekerja sebagai pegawai (17,3%), bertempat tinggal di perdesaan (14,6%) dan indeks kepemilikan teratas (17,3%). Sebaliknya Non MKJP lebih banyak digunakan oleh WUS pada kelompok umur 20-39 tahun, pendidikan < SMA, petani/nelayan/buruh dan indeks kepemilikan terbawah.

Proporsi penggunaan KB cara modern pada WUS kawin di Provinsi Jawa Tengah tertinggi di Banjarnegara sebesar 73,0 persen sedangkan Kota Surakarta (41,5%) merupakan kabupaten/kota paling sedikit dalam penggunaan KB cara modern. Proporsi penggunaan alat/cara KB hormonal tertinggi di Rembang (68,9%) sedangkan terendah di Kota Surakarta (26,5%). Temanggung (34,6%) merupakan kabupaten/kota terbanyak WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB non MKJP sedangkan yang paling sedikit adalah Rembang (5,5%). Penggunaan alat/cara KB dengan MKJP pada WUS kawin adalah paling banyak di Rembang (65,7%) dan terendah di Kota Salatiga (27,1%) (Tabel 14.4). .

Page 277: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

222

Tabel 14.4 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan

jenis dan jangka waktu menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Cara

Modern

Jenis Jangka waktu

Hormonal1 Non

Hormonal2 MKJP3 Non MKJP4

Cilacap 60,4 52,2 8,9

11,8 49,3

Banyumas 59,8 47,1 12,8

16,9 43,0

Purbalingga 66,0 57,8 8,7

17,1 49,5

Banjarnegara 73,0 61,6 11,4

15,4 57,6

Kebumen 47,1 39,2 8,5

17,1 30,7

Purworejo 57,1 42,8 14,8

26,4 31,2

Wonosobo 70,8 58,7 12,1

20,6 50,2

Magelang 56,6 42,6 14,9

17,7 39,8

Boyolali 63,2 45,5 17,8

23,8 39,5

Klaten 58,0 49,2 9,1

15,1 43,2

Sukoharjo 48,9 37,1 12,5

12,1 37,4

Wonogiri 64,4 51,2 13,3

17,1 47,4

Karanganyar 69,4 48,6 21,7

24,1 46,2

Sragen 64,6 53,0 11,8

15,7 49,0

Grobogan 72,5 66,8 6,0

8,5 64,3

Blora 71,5 63,4 8,1

13,2 58,3

Rembang 71,2 68,9 2,2

5,5 65,7

Pati 60,0 54,3 5,6

6,6 53,3

Kudus 58,2 51,3 6,9

7,9 50,4

Jepara 65,3 61,5 3,8

10,9 54,5

Demak 68,7 63,4 5,3

7,6 61,1

Semarang 67,0 53,2 14,3

23,3 44,2

Temanggung 63,8 43,4 20,5

34,6 29,2

Kendal 61,3 55,5 6,0

10,0 51,5

Batang 67,1 61,1 6,0

7,9 59,3

Pekalongan 57,0 49,7 7,3

13,2 43,8

Pemalang 59,8 52,7 7,1

8,8 51,0

Tegal 54,1 47,6 6,8

9,3 45,1

Brebes 72,6 64,6 8,2

10,8 62,0

Kota Magelang 56,7 39,4 19,2

24,0 34,7

Kota Surakarta 41,5 26,5 15,0

13,6 27,9

Kota Salatiga 59,0 34,6 25,7

33,1 27,1

Kota Semarang 52,5 37,4 15,5

14,4 38,5

Kota Pekalongan 46,8 37,8 9,1

10,0 36,9

Kota Tegal 56,0 47,3 10,0 13,1 44,2

JAWA TENGAH 61,9 51,7 10,2 14,2 47,7

Keterangan : 1). Hormonal = Jenis KB modern susuk, suntikan KB, Pil, 2). Non Hormonal = Jenis KB

modern IUD, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, diafragma/kondom. 3) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) = Susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, IUD

, 4) Non MKJP = suntikan, pil, difragma, kondom

Page 278: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

223

c. Tenaga dan Tempat untuk Pelayanan KB Modern

Informasi tenaga dan tempat pelayanan KB modern bermanfaat untuk evaluasi pelaksanaan program pelayanan KB. Tabel 14.5 dan 14.6 menunjukkan proporsi WUS berstatus kawin (15-49 tahun) berdasarkan tenaga dan tempat pelayanan KB. Kelompok umur WUS risiko tinggi (umur 40-49 tahun) mempunyai proporsi paling tinggi mendapatkan pelayanan KB ke dokter kandungan, sedangkan kelompok umur yang lain menggunakan tenaga pelayanan bidan. Kelompok pendidikan tamat PT, pegawai, perkotaan dan kuintil indeks kepemilikan teratas mempunyai proporsi paling tinggi mendapatkan pelayanan KB dari dokter kandungan (Table 14.5). Tenaga yang banyak memberi pelayanan KB adalah bidan 86,6 persen, dokter kandungan 8,5 persen sedangkan tenaga kesehatan lainnya hanya mencapai <3 persen (Table 14.6).

Tabel 14.5 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan tenaga kesehatan yang

memberikan pelayanan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Dokter

kandungan Dokter umum

Bidan Perawat Total

Kelompok Umur (tahun) 15-19 2,9 2,9 93,6 0,6 100,0

20-24 3,3 2,1 92,6 2,0 100,0

25-29 3,7 2,2 92,4 1,8 100,0

30-34 5,6 3,1 89,4 1,9 100,0

35-39 9,1 3,1 85,7 2,2 100,0

40-44 12,4 3,0 82,6 2,0 100,0

45-49 19,6 4,3 74,3 1,8 100,0

Pendidikan Tidak sekolah 6,2 1,0 90,6 2,2 100,0

Tidak tamat SD 7,3 2,9 88,7 1,1 100,0

Tamat SD 6,8 2,7 87,5 3,0 100,0

Tamat SMP 5,5 2,9 90,2 1,4 100,0

Tamat SMA 10,4 3,4 85,4 0,9 100,0

Tamat PT 38,1 4,5 56,8 0,6 100,0

Pekerjaan Tidak bekerja 7,5 2,8 88,2 1,5 100,0

Pegawai 17,8 4,4 76,6 1,2 100,0

Wiraswasta 10,0 3,6 84,5 1,9 100,0

Petani/nelayan/buruh 6,6 2,4 88,0 3,0 100,0

Lainnya 6,7 2,5 89,3 1,5 100,0

Tempat Tinggal Perkotaan 12,5 4,1 81,8 1,6 100,0

Perdesaan 6,0 2,2 89,6 2,2 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 6,0 1,6 90,0 2,4 100,0

Menengah bawah 5,8 3,0 88,7 2,4 100,0

Menengah 6,1 2,6 89,4 2,0 100,0

Menengah atas 8,2 2,6 87,5 1,6 100,0

Teratas 17,2 4,9 76,5 1,3 100,0

Page 279: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

224

Tabel 14.6 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan tenaga kesehatan yang

memberikan pelayanan menurut kabupaten/kota, Propinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Dokter

kandungan Dokter umum

Bidan Perawat Total

Cilacap 8,6 2,3 86,2 2,9 100,0

Banyumas 8,8 1,8 87,3 2,1 100,0

Purbalingga 8,3 1,1 90,3 0,3 100,0

Banjarnegara 7,2 0,4 88,6 3,8 100,0

Kebumen 5,4 0,4 93,5 0,7 100,0

Purworejo 14,7 1,9 82,0 1,4 100,0

Wonosobo 7,7 2,4 87,5 2,4 100,0

Magelang 11,8 0,9 84,8 2,5 100,0

Boyolali 14,7 1,1 82,9 1,3 100,0

Klaten 10,8 1,2 88,0 0,0 100,0

Sukoharjo 11,6 6,7 81,1 0,6 100,0

Wonogiri 8,8 5,6 80,6 5,0 100,0

Karanganyar 14,6 7,4 77,7 0,2 100,0

Sragen 12,1 0,2 87,7 0,0 100,0

Grobogan 4,4 2,5 90,4 2,8 100,0

Blora 6,3 1,7 88,3 3,8 100,0

Rembang 2,3 1,5 96,0 0,2 100,0

Pati 6,6 3,2 87,9 2,4 100,0

Kudus 4,5 2,7 92,2 0,6 100,0

Jepara 5,0 3,6 85,9 5,4 100,0

Demak 5,3 3,6 87,4 3,8 100,0

Semarang 10,6 4,7 83,8 0,9 100,0

Temanggung 5,1 2,9 90,5 1,5 100,0

Kendal 6,9 3,3 89,8 0,0 100,0

Batang 4,2 2,6 91,8 1,4 100,0

Pekalongan 9,8 4,2 86,0 0,0 100,0

Pemalang 6,5 4,4 89,0 0,2 100,0

Tegal 5,1 1,6 91,9 1,4 100,0

Brebes 7,3 1,0 87,8 3,9 100,0

Kota Magelang 20,3 10,1 68,7 0,9 100,0

Kota Surakarta 24,0 8,2 66,4 1,4 100,0

Kota Salatiga 23,6 9,4 65,0 2,1 100,0

Kota Semarang 17,7 9,8 71,5 0,9 100,0

Kota Pekalongan 9,9 1,5 88,6 0,0 100,0

Kota Tegal 13,9 8,5 73,2 4,4 100,0

JAWA TENGAH 8,5 2,9 86,6 2,0 100,0

Tempat pelayanan KB yang paling diminati adalah praktek bidan, selanjutnya adalah di puskesmas/pustu, RS, apotek/lainnya sedangkan yang paling sedikit adalah di tim KB/medis keliling. Hasil ini tidak terlalu berbeda dengan Riskesdas 2010 yang juga menunjukkan dominasi praktek praktek (51,9%), dan yang terendah adalah tim KB keliling (0,9%) (Badan Litbangkes, 2010). Tabel 14.7 menunjukkan penggunaan tenaga kesehatan untuk pelayanan KB kenurut

Page 280: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

225

karakteristik. WUS kawin yang banyak memilih bidan sebagai tenaga pemberi pelayanan KB adalah dari kelompok umur 15-29 tahun (72,6-76,3%), tingkat pendidikan tamat SD-SMP (64,4-67,8%), status pekerjaan lainnya, tidak bekerja dan petani/ nelayan/buruh (64,1-65,7%), tempat tinggal di perdesaan (66,7%) dan kuintil indeks kepemilikan mulai dari terbawah hingga menengah atas (62,5-66,0%). Sebaliknya pola karakteristik yang berbeda terlihat pada WUS yang memilih dokter kebidanan dan kandungan sebagai tenaga pemberi pelayanan KB lebih banyak pada WUS kawin kelompok umur 40-49 tahun (12,9-16,2%), tingkat pendidikan tamat PT (26,7%), status pekerjaan sebagai pegawai (13,6%), tempat tinggal di perkotaan (11,4%) dan dari kuintil indeks kepemilikan teratas (14,3%).

Tabel 14.7 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern berdasarkan tempat pelayanan

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik RS Puskesmas/ Pustu

Klinik / BP

Tim KB /Medis keliling

Praktek dokter

Praktek bidan

Praktek perawat

Polindes / Pos

kesdes

Pos yandu

Apotek/ lainnya

Total

Kelompok umur

15-19 th 7,0 10,2 0,3 0,0 0,9 72,6 0,6 2,5 1,9 3,9 100,0

20-24 th 4,3 8,5 0,6 0,1 0,9 76,3 1,3 3,3 1,0 3,8 100,0

25-29 th 3,8 8,1 0,9 0,3 1,5 74,5 1,3 3,2 0,8 5,7 100,0

30-34 th 6,1 12,5 0,7 0,3 2,2 65,5 1,5 3,1 0,7 7,3 100,0

35-39 th 8,8 14,3 1,1 0,5 2,1 59,0 1,8 1,9 1,7 8,8 100,0

40-44 th 12,9 11,6 0,8 1,2 2,1 56,2 1,5 2,0 2,5 9,0 100,0

45-49 th 16,2 11,0 1,2 0,7 5,1 52,2 1,4 1,2 2,6 8,4 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 10,2 11,1 1,0 0,3 0,4 61,5 3,9 2,0 2,2 7,4 100,0

Tidak tamat SD 7,7 12,8 0,3 0,5 1,4 67,6 0,9 3,0 1,2 4,7 100,0

Tamat SD 7,4 12,5 0,7 0,7 1,4 64,4 2,4 2,8 2,2 5,5 100,0

Tamat SMP 5,7 11,2 1,0 0,4 1,9 67,8 1,0 2,4 1,0 7,7 100,0

Tamat SMA 10,4 9,7 1,6 0,3 3,0 60,2 0,4 2,0 0,9 11,5 100,0

Tamat PT 26,7 4,8 1,4 0,4 10,0 42,2 0,1 0,7 0,3 13,4 100,0

Pekerjaan

Tidak bekerja 8,1 11,7 0,8 0,6 2,0 64,1 1,1 2,7 1,6 7,2 100,0

Pegawai 13,6 5,0 2,3 0,1 5,1 60,1 0,5 1,2 0,8 11,3 100,0

Wiraswasta 9,9 10,9 1,2 0,4 2,8 61,5 1,4 2,3 0,9 8,9 100,0

Petani/nelayan/ Buruh

7,1 13,0 0,5 0,7 1,3 65,0 2,4 2,7 2,0 5,4 100,0

Lainnya 6,7 11,9 0,5 0,1 1,9 65,7 1,0 1,1 1,0 10,1 100,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 11,4 9,5 1,4 0,3 3,6 59,3 1,0 0,9 1,7 10,8 100,0

Perdesaan 6,5 12,5 0,5 0,6 1,2 66,7 1,8 3,5 1,4 5,1 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 7,2 15,7 0,4 0,3 0,6 64,7 2,2 3,8 1,6 3,4 100,0 Menengah bawah 6,7 14,2 0,7 0,7 1,9 62,5 1,9 4,0 2,1 5,5 100,0 Menengah 6,7 11,6 0,7 0,9 1,2 66,9 1,4 1,8 1,5 7,3 100,0 Menengah atas 7,8 8,7 1,4 0,3 2,2 66,0 1,1 2,0 1,3 9,3 100,0

Teratas 14,3 6,7 1,3 0,4 5,2 57,7 1,0 0,7 1,2 11,4 100,0

Page 281: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

226

d. Alasan utama tidak menggunakan alat/cara KB

Pada Riskesdas 2013, responden yang pernah ber KB atau tidak pernah menggunakan alat/cara KB sama sekali, ditanya tentang alasan utama tidak ber KB. Secara umum, alasan utama terkait dengan hak setiap perempuan untuk mempunyai anak sehingga tidak menggunakan KB. Untuk alasan karena masalah fertilitas menunjukkan mereka memang tidak memerlukan KB lagi. Alasan lainnya seperti masalah kepercayaan, dilarang suami/keluarga, kurang pengetahuan, masalah akses alat KB, takut efek samping dan alasan tidak nyaman dapat menjadi informasi penting bagi pemerintah dalam merancang program intervensi untuk meningkatkan cakupan KB.

Alasan utama tidak menggunakan alat/cara KB dapat dilihat pada Gambar 3.12.2 sedangkan Tabel 14.12 dan Tabel 14.13 pada Buku 2 alasan menurut karakteristik. Alasan utama bagi yang pernah KB karena ingin punya anak (31,3%), fertilitas/infecund (21,3%) dan takut efek samping (16,2%). Alasan karena ingin punya anak tertinggi terdapat pada kelompok umur 25-29 tahun (66,6%), pendidikan tamat SMP (44,0%), tinggal di perdesaan (32,9%), kuintil indeks kepemilikan menengah atas (33,9%). Sedangkan alasan sekarang tidak KB karena fertilitas pada umur 45-49 tahun (39,7%), tidak sekolah (36,1%), tinggal di perdesaan (23,5%). Alasan takut efek samping terbanyak pada kelompok umur 40-45 tahun (22,3%), pendidikan SMA ke atas (20-20,2%), kuintil teratas (20,0%). Alasan utama bagi yang tidak KB karena belum perlu (66,7%), ingin punya anak (17,0%). Alasan karena belum perlu KB terbanyak pada kelompok umur 15-29 tahun tahun (50,6-94,6%), pendidikan tamat SMP-SMA (73,1-78,6%), tinggal di perkotaan (68,9%), kuintil indeks kepemilikan menengah (71,1%). Alasan tersebut merupakan informasi yang dapat menjadi masukan bagi perencana program dalam merancang intervensi untuk meningkatkan pelayanan KB.

Gambar 14.2

Proporsi alasan utama tidak menggunakan KB bagi WUS kawin pernah dan tidak pernah ber KB, Provinsi Jawa Tengah 2013

Page 282: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

227

14.3. Pelayanan kesehatan masa kehamilan, persalinan dan nifas

Setiap kehamilan memiliki risiko untuk menghadapi kematian ibu. Pemantauan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian Kesehatan menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat.

Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah menanyakan kepada semua perempuan 10-54 tahun yang pernah melahirkan. Selanjutnya pada responden yang pernah melahirkan (lahir hidup dan lahir mati) pada periode 1 Januari 2010 sampai dengan wawancara ditanyakan lebih lanjut tentang pengalaman mendapat pelayanan kesehatan selama periode hamil sampai masa nifas.

Terdapat 2 indikator MDGs yang diperoleh dari bagian ini yaitu cakupan ANC minimal 1 kali dan ANC minimal 4 kali dan proporsi penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

a. Pelayanan kesehatan ibu hamil dan indikator cakupan ANC

ANC (Antenatal Care) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan/ SPK (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010). Tenaga kesehatan yang dimaksud di atas adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat.

Tabel 14.8 memperlihatkan proporsi ibu hamil melakukan ANC di Jawa Tengah (99,0%). Proporsi melakukan ANC berdasarkan umur saat bersalin terendah adalah kelompok umur < 20 tahun, tidak sekolah dan tidak tamat SD, tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh, kuintil indeks kepemilikan terbawah. Cakupan ibu hamil kontak pertama dengan tenaga kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (86,6%). Proporsi terendah pada kelompok usia saat bersalin ≥35 tahun (78,8%), pendidikan tamat SD (77,0%), petani/nelayan/buruh (83,0%) serta kuintil indeks

kepemilikan terbawah (76,0%). Cakupan ANC K4 sebesar 79,7 persen sedangkan ANC ≥4x

sebesar 92,0 persen.

Page 283: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

228

Tabel 14.8 Proporsi pemeriksaan kehamilan*) dan cakupan ANC menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Melakukan ANC Cakupan ANC

Ya Tidak Total K1 ideal1 ANC K42 ANC ≥ 4x3

Kelompok Umur Saat Bersalin

< 20 th 97,9 2,1 100,0

83,7 78,5 93,6

20 - 34 th 99,3 0,7 100,0

88,6 81,9 92,7

>= 35 th 98,1 1,9 100,0

78,8 69,6 87,9

Pendidikan

Tidak sekolah 97,8 2,2 100,0

89,9 75,5 82,9

Tidak Tamat SD 97,7 2,3 100,0

77,0 64,6 82,1

Tamat SD 98,2 1,8 100,0

79,8 72,2 88,0

Tamat SLTP 99,7 0,3 100,0

88,9 81,9 94,3

Tamat SLTA 99,4 0,6 100,0

92,7 87,5 95,6

Tamat D1-D3/PT 99,2 0,8 100,0

95,6 92,6 98,6

Pekerjaan

Tidak berkerja 98,8 1,2 100,0

85,8 79,1 92,1

Pegawai 99,6 0,4 100,0

95,1 90,7 97,7

Wiraswasta 99,8 0,2 100,0

88,2 81,3 94,8

Petani/Nelayan/Buruh 98,5 1,5 100,0

83,0 74,4 87,0

Lainnya 100,0

100,0

84,6 74,5 87,2

Tempat Tinggal

Perkotaan 99,3 0,7 100,0

90,0 83,5 93,5

Perdesaan 98,7 1,3 100,0

83,7 76,5 90,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 97,7 2,3 100,0

72,4 64,1 85,1

Menengah bawah 98,6 1,4 100,0

83,5 75,7 90,2

Menengah 99,0 1,0 100,0

87,9 81,3 92,1

Menengah atas 99,5 0,5 100,0

90,6 83,4 94,3

Teratas 99,6 0,4 100,0 92,6 87,9 95,9

Keterangan : *)periode kehamilan 1 Januari 2010 sampai saat wawancara 1) ANC K1 ideal = ANC pertama kali pada trimester 1 2) ANC K4 = ANC 1-1-2 yaitu frekuensi ANC minimal 1 kali pada trimester satu, minimal 1 kali pada trimester dua

dan minimal dua kali pada trimester tiga. 3) ANC min 4 kali = Frekuensi ANC sebanyak minimal empat kali selama kehamilan tanpa memperhatikan periode

umur kandungan.

b. Tenaga dan tempat pemeriksa kehamilan

Tenaga kesehatan yang memberi pelayanan pemeriksaan kesehatan adalah dokter kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat. Proporsi tenaga kesehatan yang dipilih ibu hamil seperti yang disajikan pada Tabel 14.9 menunjukkan bahwa bidan merupakan tenaga yang paling berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil sebesar 90,6 persen.

Page 284: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

229

Masyarakat dengan karakteristik tinggal di perdesaan, pendidikan rendah dan berada pada kuintil indeks kepemilikan terbawah hingga menengah cenderung memilih bidan saat melakukan pemeriksaan kehamilan. Sebaliknya dokter spesialis kebidanan dan kandungan dipilih oleh masyarakat di perkotaan, pendidikan tinggi dan indeks kepemilikan teratas (Tabel 14.9). .

Tabel 14.9

Proporsi Tenaga yang memberi pelayanan ANC menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Tenaga yang memberi pelayanan ANC

Total Dokter kebidanan & kandungan

Dokter umum

Bidan Perawat

Kelompok Umur Saat Bersalin

< 20 th 3,3 0,8 95,9

100

20 - 34 th 8,6 0,5 90,7 0,2 100

>= 35 th 11,9 0,6 86,9 0,5 100

Pekerjaan

Tidak bekerja 6,5 0,6 92,8 0,1 100

Pegawai 27,8 1,3 70,7 0,1 100

Wiraswasta 10,8 0,5 87,8 0,9 100

Petani/nelayan/buruh 1,2

98,6 0,2 100

Lainnya 9,5

90,5

100

Pendidikan

Tidak sekolah

100,0

100

Tidak tamat SD 5,8 2,1 91,7 0,3 100

Tamat SD 1,8 0,6 97,5 0,1 100

Tamat SMP 2,7 0,1 97,0 0,2 100

Tamat SMA 12,9 0,8 85,8 0,5 100

Tamat PT 54,9 0,4 44,7

100

Tempat Tinggal

Perkotaan 14,0 0,8 84,9 0,4 100

Perdesaan 4,0 0,4 95,5 0,1 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,4 0,8 98,9

100

Menengah bawah 2,4 0,4 97,1 0,1 100

Menengah 2,9 0,1 97,0 0,0 100

Menengah atas 10,2 0,9 88,6 0,3 100

Teratas 32,5 0,9 66,0 0,6 100

Page 285: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

230

Fasilitas kesehatan disediakan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil dari RS hingga posyandu yang merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kepada masyarakat. Tabel 14.10 memperlihatkan bahwa sebagian besar ibu hamil memilih tempat pelayanan kesehatan di praktek bidan (71,4%), Puskesmas/Pustu sebesar 9,3 persen dan rumah sakit sebesar 4,2 persen. Masyarakat yang berpendidikan tinggi, pegawai, tinggal di perkotaan dan memiliki indeks kepemilikan teratas cenderung memilih rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan selama kehamilannya.

Tabel 14.10 Proporsi tempat menerima pelayanan ANC menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik RS Rumah Bersalin

Klinik Praktek Nakes

Puskesmas/Pustu

Polindes/ Poskedes

Posyandu Lainnya Total

Kelompok Umur Saat Bersalin

< 20 th 1,5 3,6 8,0 0,6 79,4 4,0 2,9

100,0

20 - 34 th 4,2 3,7 9,1 3,4 72,2 3,6 3,7 0,2 100,0

>= 35 th 5,8 6,2 10,7 3,7 63,4 4,6 5,5 0,1 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah

0,8 13,4

75,6

10,3

100,0

Tidak tamat SD 4,1 3,8 10,7 1,3 72,4 2,0 5,7

100,0

Tamat SD 0,6 2,1 11,7 0,4 73,6 3,7 7,8 0,2 100,0

Tamat SMP 1,1 2,8 9,9 1,0 77,1 5,3 2,4 0,3 100,0

Tamat SMA 6,2 6,5 6,7 5,5 71,3 2,9 0,8 0,1 100,0

Tamat PT 27,9 10,9 2,2 20,0 36,5 1,8 0,4 0,3 100,0

Pekerjaan

Tidak bekerja 2,9 3,9 9,8 2,6 71,9 4,5 4,2 0,2 100,0

Pegawai 16,8 7,6 5,0 8,7 60,2 1,2 0,5 0,1 100,0

Wiraswasta 3,6 4,6 8,7 5,0 70,7 2,8 4,5

100,0

Petani/nelayan/buruh 0,5 1,0 11,8 0,4 76,8 3,9 5,5 0,2 100,0

Lainnya 3,2 7,2 5,6 1,7 78,9 1,7 1,3 0,6 100,0

Daerah Tempat Tinggal

Perkotaan 7,3 6,4 9,0 5,3 68,4 1,7 1,8 0,1 100,0

Perdesaan 1,5 1,9 9,5 1,4 74,0 5,6 5,8 0,3 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,6 1,4 18,7 0,4 65,8 5,9 7,2

100,0

Menengah bawah 1,1 1,3 11,1 0,5 71,4 6,4 7,8 0,4 100,0

Menengah 1,3 3,5 9,7 1,0 79,2 3,0 2,4

100,0

Menengah atas 5,1 5,4 6,4 3,8 73,1 3,1 3,0 0,2 100,0

Teratas 15,4 8,7 4,0 12,4 57,4 1,0 0,5 0,5 100,0

c. Konsumsi Zat Besi

Konsumsi zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal. Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya (Depkes RI, 2001). Pada Riskesdas 2013 menanyakan berapa hari mengkonsumsi zat besi selama hamil. Zat besi yang

Page 286: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

231

dimaksud adalah semua konsumsi zat besi selama masa kehamilannya termasuk yang di jual bebas maupun multivitamin yang mengandung zat besi.

Tabel 14.11 menunjukkan konsumsi zat besi dan variasi jumlah asupan zat besi selama hamil menurut karakteristik. Konsumsi zat besi yang dilaporkan oleh ibu selama kehamilannya adalah 94,6 persen. Dari kehamilan yang mengkonsumsi tersebut 39,3 persen melaporkan mengkonsumsi zat besi minimal 90 hari selama kehamilannya. Semakin tinggi pendidikan semakin besar persentase cakupan konsumsi zat besi demikian juga dengan kuintil indeks kepemilikan semakin meningkat indeks semakin besar persentase cakupannya, hal yang sama juga tercermin pada pekerjaan pegawai merupakan persentase paling besar.

Tabel 14.11

Proporsi konsumsi zat besi*) dan jumlah hari mengonsumsi selama masa kehamilan menuru karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Mengkonsumsi zat besi Jumlah hari mengkonsumsi1)

Ya Tidak Total 90+ < 90 Lupa

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Umur saat bersalin

< 20 th 93,5 6,5 100,0 41,3 31,1 21,0

20-34 th 94,9 5,1 100,0 39,9 30,5 24,6

>= 35 th 94,0 6,0 100,0 35,2 34,9 23,8

Pendidikan

Tidak sekolah 92,2 7,8 100,0

43,4 37,4 11,4

Tidak Tamat SD 94,7 5,3 100,0

35,3 38,3 21,2

Tamat SD 93,5 6,5 100,0

34,9 35,9 22,6

Tamat SLTP 95,6 4,4 100,0

40,2 29,5 25,9

Tamat SLTA 94,9 5,1 100,0

41,9 26,7 26,2

Tamat PT 95,2 4,8 100,0

48,9 25,0 21,3

Pekerjaan

Tidak berkerja 95,1 4,9 100,0

39,2 33,3 22,6

Pegawai 96,0 4,0 100,0

45,4 23,6 27,0

Wiraswasta 95,0 5,0 100,0

36,6 32,4 25,9

Petani/Nelayan/Buruh 92,2 7,8 100,0

36,2 29,5 26,5

Lainnya 92,7 7,3 100,0

41,7 25,1 25,9

Tempat Tinggal

Perkotaan 95,1 4,9 100,0 41,3 26,6 27,3

Perdesaan 94,2 5,8 100,0 37,5 35,3 21,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 94,7 5,3 100,0

36,8 36,1 21,8

Menengah bawah 92,6 7,4 100,0

37,2 33,2 22,2

Menengah 95,6 4,4 100,0

37,6 32,8 25,2

Menengah atas 95,2 4,8 100,0

40,2 27,1 27,9

Teratas 94,8 5,2 100,0 43,9 27,8 23,0

Keterangan : *) zat besi dapat berupa pil/tablet/kaplet, sirup, dan lain-lain

1) Kolom jumlah hari mengonsumsi (90+, <90 dan lupa) merujuk pada jawaban responden yang mengkonsumsi zat besi (kolom ‘Ya’)

Page 287: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

232

d. Kepemilikan Buku KIA dan Pelaksanaan P4K

Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita). Buku KIA juga memuat informasi tentang cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak. Setiap kehamilan mendapat 1 buku KIA.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program terobosan Kementerian Kesehatan bidang kesehatan ibu sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kematian ibu. P4K adalah suatu kegiatan yang difasilitasi bidan di desa dalam rangka meningkatkan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil, termasuk perencanaan penggunaan KB pasca persalinan, menggunakan media stiker (Factsheet Dit. Bina Kes Ibu) Selain pada stiker, komponen P4K juga dituliskan di buku KIA yaitu pada lembar ―Amanat Persalinan‖ yang merupakan kependekan dari ―Menyambut Persalinan Agar Aman dan Selamat‖ (Kementerian Kesehatan, 1997).

Terdapat 5 komponen utama yang dituliskan terkait perencanaan persalinan, persiapan kegawatdaruratan dan perencanaan KB yaitu :

1. Penolong persalinan (nama-nama tenaga kesehatan yang akan menangani saat bersalin). 2. Dana persalinan (rencana sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk biaya persalinan). 3. Kendaraan/ambulans desa (kendaraan yang disiapkan untuk membawa ibu hamil menuju tempat

bersalin jika sewaktu-waktu akan melahirkan/perlu rujukan). 4. Metode KB (rencana jenis KB yang akan dipilih setelah melahirkan), dan 5. Sumbangan darah (nama-nama calon donor darah apabila sewaktu-waktu terjadi kasus

perdarahan/komplikasi lain yang memerlukan sumbangan darah).

Pada Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah ini, enumerator menanyakan kepemilikan Buku KIA. Jika bisa menunjukkan maka dilanjutkan dengan melakukan observasi terhadap isian 5 komponen tersebut pada lembar Amanat Persalinan.

Tabel 14.12 menunjukkan bahwa 96,4 persen mempunyai Buku KIA, namun yang bisa menunjukan hanya 63,3 persen.

Selanjutnya pada buku KIA dilakukan observasi Lembar Amanat Persalinan untuk melihat isian 5 komponen P4K. Hasil observasi buku KIA menunjukkan untuk isian penolong persalinan sebesar 38,0 persen, dana persalinan sebesar 18,0 persen, kendaraan/ambulans desa sebesar 12,6 persen, metode KB pasca salin sebesar 18,4 persen dan 11,1 persen untuk isian sumbangan darah. Kelengkapan isian semua komponen sebesar 6,2 persen persen dan 38,6 persen tidak ada isian.

Page 288: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

233

Tabel 14.12 Proporsi kepemilikan buku KIA dan observasi Isian lembar Amanat Persalinan menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Memiliki Buku KIA

Tidak Memiliki Buku KIA

Hasil observasi isian buku KIA yg ditunjukkan

Bisa menunjukkan

Tidak Bisa menunjukkan

Penolong persalinan

Dana Persalinan

Kendaraan Metode KB

Donor Darah

Lengkap Tidak ada isian

Kelompok Umur Saat Bersalin

< 20 th 71,3 26 2,6

36,5 16,7 9,7 14,1 9,7 8,3 62,5

20 - 34 th 62,8 31,7 5,6

38,7 16,3 11,3 16,9 10 8,4 61

>= 35 th 61,7 30,6 7,7

33,6 15,8 9,8 17,5 8,2 7,6 66

Pendidikan

Tidak sekolah 59,2 38,6 2,2

28,6 17,4 2,9 2,9 2,9 2,9 71,4

Tidak tamat SD 56,1 38,3 5,6

28,8 8,8 7,2 8,8 6 4,8 70,1

Tamat SD 63,9 30,9 5,3

36,7 15,7 10,2 18 9,5 7,9 62,9

Tamat SMP 66,5 29,5 3,9

38,3 15,2 10,2 16,9 8,4 7,3 61,3

Tamat SMA 63,6 30,9 5,5

38,2 17,3 13,2 15,3 11,4 9,7 61,7

Tamat PT 52,4 31,9 15,7

48 27,7 15,5 23 15,5 13,7 52

Pekerjaan

Tidak bekerja 66,2 28,7 5,1

35,9 15,4 10 15,7 9,2 7,5 63,8

Pegawai 54,2 37,1 8,7

43,6 18 10,7 18,7 9,6 7,7 56,4

Wiraswasta 55 38,8 6,2

37,2 16 11,2 19,2 11,1 9,4 62,3

Petani/nelayan/buruh 66,1 29,1 4,8

41,7 17,9 13,3 17 9,9 9,3 57,6

Lainnya 57 35,9 7,1

36,6 20,2 18,4 20,2 16,2 16,2 63,4

Tempat Tinggal

Perkotaan 60,2 32,7 7,1

35,2 15,5 11,1 15,3 10,3 8,5 64,7 Perdesaan 66 29,6 4,4

39,8 16,9 10,8 17,8 9,2 8 59,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 62,8 29,1 8

33,8 15,1 8,9 15,4 6,8 3,9 41,3

Menengah bawah 62 33,7 4,3

38,8 17 10,4 15,8 9,9 5,4 38,1

Menengah 67,1 29,3 3,6

35,6 15,6 13,1 17,9 11,2 6,7 42,2

Menengah atas 63,8 31,2 5

39,8 19,3 14,3 20 13,6 7,8 38,1

Teratas 57,2 31,8 11,1 41,4 22,5 15,7 22,1 12,7 6,4 33,6

.

Page 289: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

234

e. Penolong Persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten merupakan salah satu indikator MDGs. Tenaga yang kompeten sebagai tenaga persalinan menurut PWS KIA adalah dokter kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan. Departemen Kesehatan menetapkan target bahwa 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2012 (Depkes, 2000c). Untuk mengukur kemajuan dalam mencapai target ini, responden ditanya mengenai siapa saja yang menolong selama proses persalinan. Dalam analisis Riskesdas penolong persalinan dinyatakan dalam penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Apabila penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi apabila lebih dari 1 maka dipilih yang paling tinggi dan sedangkan penolong persalinan dengan kualifikasi terendah apabila lebih dari 1 penolong maka dipilih tenaga dengan kualifikasi yang paling rendah.

Tabel 14.13 dan 14.14 memperlihatkan distribusi kelahiran yang ditolong oleh tenaga berkualifikasi tertinggi dan terendah menurut karakteristik di Provinsi Jawa Tengah. Tabel tersebut menunjukkan bahwa persalinan oleh penolong linakes (persalinan dengan tenaga kesehatan) kualifikasi tertinggi sebesar 95,9 persen, dengan rincian 22,2 persen oleh dokter kebidanan dan kandungan, 0,5 persen oleh dokter umum dan 73,3 persen oleh bidan. Terdapat persalinan yang ditolong oleh perawat (0,1%), sedangkan penolong persalinan oleh dukun sebesar 3,3 persen dan 0,2 persen penolong lainnya. Terlihat bahwa secara umum bidan merupakan tenaga utama sebagai penolong persalinan di Jawa Tengah. Masyarakat dengan pendidikan tinggi, bekerja sebagai pegawai, tinggal di perkotaan dan memiliki indeks kepemilikan teratas cenderung menggunakan dokter kebidanan untuk menolong persalinannya. Sebaliknya penggunaan dukun sebagai tenaga penolah persalinan mempunyai pendidikan rendah/tidak sekolah, petani/nelayan/buruh, tinggal di perdesaan dan memiliki indeks kepemilikan terbawah.

Page 290: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

235

Tabel 14.13 Proporsi penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi*) menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Penolong persalinan

Penolong Linakes Dr.kebid &

kandungan Dokter umum

Bidan Perawat Dukun Keluarga/ Tidak

ada penolong

Total lainnya

Pendidikan

Tidak sekolah 10,7 0,0 70,8 0,0 18,5 0,0 0,0 100,0 81,5

Tidak Tamat SD 17,2 0,0 69,8 0,0 11,0 1,5 0,5 100,0 87,0

Tamat SD 15,1 0,4 77,9 0,0 5,9 0,4 0,3 100,0 93,4

Tamat SLTP 17,3 0,5 80,0 0,1 1,6 0,0 0,5 100,0 97,8

Tamat SLTA 31,0 0,5 67,5 0,3 0,3 0,0 0,3 100,0 99,1

Tamat D1-D3/PT 53,2 1,0 44,8 0,0 0,0 0,0 1,1 100,0 98,9

Pekerjaan

Tidak berkerja 21,3 0,4 74,6 0,0 3,4 0,1 0,2 100,0 96,3

Pegawai 40,5 0,8 57,2 0,0 0,8 0,0 0,7 100,0 98,5

Wiraswasta 24,8 0,1 72,1 0,7 1,6 0,0 0,7 100,0 97,0

Petani/Nelayan/Buruh 12,1 0,4 79,5 0,0 6,0 1,1 0,9 100,0 92,0

Lainnya 15,8 1,2 79,4 0,0 3,5 0,0 0,0 100,0 96,5

Tempat Tinggal

Perkotaan 27,7 0,3 69,2 0,1 1,9 0,1 0,5 100,0 97,3

Perdesaan 17,4 0,6 76,8 0,1 4,6 0,3 0,3 100,0 94,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terendah 14,7 0,3 74,1 0,1 9,8 0,3 0,7 100,0 89,1

Menengah bawah 15,5 0,0 79,2 0,0 4,3 0,2 0,8 100,0 94,7

Menengah 19,8 0,4 77,3 0,0 1,9 0,5 0,0 100,0 97,6

Menengah atas 21,9 0,7 74,7 0,2 1,9 0,0 0,6 100,0 97,3

Teratas 37,2 0,8 61,6 0,1 0,1 0,0 0,1 100,0 99,7

Keterangan : 1) Jika penolong persalinan >1, maka dipilih penolong dengan kualifikasi tertinggi

Page 291: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

236

Tabel 14.14 Proporsi penolong persalinan dengan kualifikasi terendah*) menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Penolong persalinan

Penolong Linakes

Dokter kebid.& kand.

Dokter umum

Bidan Perawat Dukun Keluarga/

lainnya Tidak ada penolong

Total

Pendidikan

Tidak sekolah 7,4 0,0 68,1 1,9 22,7 0,0 0,0 100,0 75,4

Tidak Tamat SD 12,2 0,0 68,6 1,1 13,7 4,0 0,5 100,0 80,7

Tamat SD 10,4 0,5 74,7 2,1 9,3 2,7 0,3 100,0 85,6

Tamat SLTP 13,0 0,1 77,8 1,6 4,8 2,2 0,5 100,0 90,9

Tamat SLTA 24,0 0,5 68,7 3,3 1,6 1,6 0,3 100,0 93,2

Tamat D1-D3/PT 46,7 0,7 46,7 4,1 0,0 0,7 1,1 100,0 94,1

Pekerjaan

Tidak berkerja 15,1 0,2 73,9 2,4 6,3 1,8 0,2 100,0 89,2

Pegawai 34,7 0,8 58,0 3,3 1,1 1,3 0,7 100,0 93,5

Wiraswasta 20,4 0,1 68,7 2,1 4,3 3,7 0,7 100,0 89,1

Petani/Nelayan/Buruh 9,7 0,6 75,6 1,0 9,0 3,1 0,9 100,0 85,9

Lainnya 12,3 1,2 75,3 2,8 5,5 2,9 0,0 100,0 88,8

Tempat Tinggal

0,0

Perkotaan 22,0 0,2 69,3 3,0 3,5 1,4 0,5 100,0 91,6

Perdesaan 12,6 0,4 74,0 1,7 8,0 2,9 0,3 100,0 87,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terendah 11,3 0,5 68,7 1,6 14,5 2,6 0,7 100,0 80,6

Menengah bawah 11,5 0,0 76,2 2,0 7,6 1,8 0,8 100,0 87,7

Menengah 13,6 0,4 77,8 2,6 3,7 1,9 0,0 100,0 91,8

Menengah atas 16,5 0,2 73,7 2,2 3,8 3,0 0,6 100,0 90,4

Teratas 30,6 0,6 62,7 2,8 1,5 1,7 0,1 100,0 93,9

1) Apabila penolong persalinan > 1 penolong maka dipilih yang kualifikasi terendah

f. Tempat Persalinan

Tempat persalinan yang ideal adalah melahirkan di institusi kesehatan. Tabel 14.15 menunjukkan tempat bersalin menurut karakteristik. Kelahiran pada ibu berumur risiko tinggi (umur ibu 35 tahun ke atas) lebih banyak di rumah (17,4%) dibanding ibu umur 20-34 tahun (15,9%). Pendidikan ibu dan kuintil indeks kepemilikan menunjukkan hubungan yang positif dengan tempat persalinan. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin rendah prosentase ibu yang melahirkan di rumah. Pemanfaatan fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah ataupun swasta, untuk persalinan jauh lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding di perdesaan (32,5 persen dibanding 20 persen).

Page 292: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

237

Tabel 14.15 Distribusi Persentase Kelahiran pada Periode 1 Januari 2010 sd Wawancara

Menurut Tempat Bersalin dan karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Tempat bersalin

RS RB/Klinik/ Praktek nakes

Puskesmas/ Polindes/

Poskesdes Rumah/ lainnya

Total Pustu

Umur saat bersalin

< 20 th 23,6 55,0 2,8 3,2 15,4 100,0

20-34 th 25,5 52,7 3,3 3,2 15,9 100,0

≥ 35 th 28,6 46,3 4,2 3,2 17,4 100,0

Pendidikan

100,0

Tidak sekolah 22,3 41,9 0,0 3,6 32,3 100,0

Tidak Tamat SD 22,0 46,1 1,5 3,6 26,9 100,0

Tamat SD 18,6 49,0 4,4 3,6 25,0 100,0

Tamat SLTP 22,9 56,2 3,8 3,6 14,2 100,0

Tamat SLTA 33,3 54,3 3,2 3,6 6,9 100,0

Tamat D1-D3/PT 51,3 44,8 0,6 3,6 1,8 100,0

Pekerjaan

100,0

Tidak berkerja 25,9 52,6 3,4 2,4 15,7 100,0

Pegawai 42,0 50,2 1,2 2,5 4,1 100,0

Wiraswasta 25,1 50,0 4,0 2,2 18,7 100,0

Petani/Nelayan/Buruh 16,9 49,2 4,6 4,8 24,6 100,0

Lainnya 14,6 64,2 3,4 3,1 14,7 100,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 32,5 55,2 2,5 1,4 8,3 100,0

Perdesaan 20,0 49,0 4,2 3,9 22,8 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 19,7 40,7 5,3 4,0 30,4 100,0

Menengah bawah 19,4 54,2 3,5 3,7 19,3 100,0

Menengah 24,0 55,8 3,4 2,7 14,0 100,0

Menengah atas 26,1 55,6 3,4 2,5 12,3 100,0

Teratas 38,4 51,4 1,9 1,3 7,1 100,0

g. Pelayanan Kesehatan Masa Nifas

Masa nifas merupakan masa kritis bagi kelangsungan hidup ibu baru bersalin. Menurut Studi Tindak Lanjut Kematian Ibu SP 2010, sebagai besar kematian ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Pelayanan Masa nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Kementerian Kesehatan menetapkan program pelayanan atau Kontak Ibu Nifas yang dinyatakan dalam indikator :

1) KF1, kontak ibu nifas pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah bersalin 2) KF2, kontak ibu nifas pada periode 7-28 hari setelah melahirkan dan 3) KF3, kontak ibu nifas pada periode 29-42 hari setelah melahirkan.

Page 293: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

238

Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi pula prosentase ibu nifas yang kontak dengan nakes (Tabel 14.16).

Tabel 14.16

Proporsi pelayanan kesehatan masa nifas1)

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Periode mendapat pelayanan kesehatan masa nifas (KF)2)

Lengkap 6 jam - 3 hr 7-28 hari 29-42 hr

Kelompok umur

< 20 th 84,1 55,4 39,6 30,9

20-34 th 90,0 60,6 42,9 35,6

≥ 35 th 88,1 62,6 40,8 33,4

Pendidikan

Tidak sekolah 83,3 44,7 24,1 20,2

Tidak Tamat SD 83,6 56,4 34,6 28,3

Tamat SD 86,5 55,4 36,9 28,7

Tamat SLTP 89,8 61,5 42,0 34,2

Tamat SLTA 92,7 64,5 48,2 41,6

Tamat D1-D3/PT 93,9 71,6 58,4 51,8

Pekerjaan

Tidak berkerja 89,9 59,5 41,6 34,1

Pegawai 92,4 72,7 54,6 49,3

Wiraswasta 92,4 58,3 41,7 32,8

Petani/Nelayan/Buruh 84,8 57,1 35,9 29,3

Lainnya 77,4 59,2 44,1 33,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 90,1 63,6 45,8 38,8

Perdesaan 88,5 57,7 39,2 31,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 82,2 52,3 33,3 23,0

Menengah bawah 87,0 57,4 39,2 30,8

Menengah 89,9 60,0 43,2 36,5

Menengah atas 91,2 63,7 43,8 37,0

Teratas 94,6 67,3 50,3 44,8

Keterangan : 1) dari riwayat kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara 2) KF lengkap = Menerima KF 1 (6 jam – 3 hari), KF 2 (7 – 28 hari) dan KF 3 (29 – 42 hari)

h. Pelayanan KB Pasca Salin

Selain kontak ibu nifas, KB pasca salin juga merupakan pelayanan masa nifas. Salah satu program terobosan Kementerian Kesehatan dalam upaya melakukan percepatan penurunan angka kematian ibu adalah peningkatan KB pasca persalinan yaitu penggunaan metode kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan sebagai langkah untuk mencegah kehilangan kesempatan ber-KB.

Page 294: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

239

Dalam Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah ini, menanyakan tentang pelayanan KB yang diterima pada periode masa nifas sampai 42 hari setelah melahirkan. Tabel 14.17 memperlihatkan bahwa 62,6 persen ibu nifas sampai 42 hari setelah melahirkan mendapatkan pelayanan KB pasca salin. Proporsi terbanyak pada kelompok umur >=35 tahun (63,5%), berpendidikan tamat SLTP (66,6%), tidak bekerja (65,1%) dan tinggal di perdesaan (64,9%).

Tabel 14.17 Proporsi pelayanan KB pasca salin menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Pelayanan KB pasca salin

Ya Tidak Total

Kelompok umur (tahun)

< 20 th 64,1 35,9 100,0

20-34 th 62,3 37,7 100,0

>= 35 th 63,5 36,5 100,0

Pendidikan

Tidak sekolah 63,0 37,0 100,0

Tidak Tamat SD 62,4 37,6 100,0

Tamat SD 65,3 34,7 100,0

Tamat SLTP 66,6 33,4 100,0

Tamat SLTA 59,4 40,6 100,0

Tamat PT 43,5 56,5 100,0

Pekerjaan

Tidak berkerja 65,1 34,9 100,0

Pegawai 54,0 46,0 100,0

Wiraswasta 63,6 36,4 100,0

Petani/Nelayan/Buruh 59,2 40,8 100,0

Lainnya 61,7 38,3 100,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 60,0 40,0 100,0

Perdesaan 64,9 35,1 100,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 62,8 37,2 100,0

Menengah bawah 68,1 31,9 100,0

Menengah 61,6 38,4 100,0

Menengah atas 63,9 36,1 100,0

Teratas 57,3 42,7 100,0

Page 295: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

240

Daftar Pustaka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Jakarta. Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Factsheet Pelayanan KB Pasca Salin, www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/.../download.php?id=56 Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Factsheet Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi, Jakarta, diunduh dari www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcontent/.../download.php?id=59 Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta. Kemenkes RI, 2011. ―Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan‖, Jakarta. Kementerian Kesehatan, 1997, Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, cetakan tahun 2012. Rajagukguk, Omas Bulan, 2010, Keluarga Berencana dalam Dasar-Dasar Demografi, Salemba Empat, Jakarta. Republik Indonesia, 2002, Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta

Page 296: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

241

BAB 15. KESEHATAN ANAK

Cicih Opitasari Topik kesehatan anak bertujuan untuk memberikan informasi berbagai indikator kesehatan anak yang meliputi status kesehatan anak dan cakupan pelayanan. Untuk status kesehatan anak meliputi prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR), panjang badan lahir pendek, gangguan kesehatan (sakit) pada bayi umur neonatus, cacat lahir atau kecacatan pada anak balita. Sedangkan indikator yang terkait dengan cakupan pelayanan kesehatan anak meliputi perilaku perawatan tali pusar bayi baru lahir, pemeriksaan bayi baru lahir, imunisasi, kepemilikan akte kelahiran, kepemilikan buku KMS dan KIA, pemantauan pertumbuhan, pemberian kapsul vitamin A, pemberian ASI dan MPASI, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, ASI eksklusif, dan sunat perempuan.

Indikator yang terkait dengan prevalensi gangguan kesehatan (sakit) pada bayi umur neonatus, kepemilikan akte kelahiran anak balita, cakupan kepemilikan KMS dan buku KIA, pemberian kolostrum dan pemberian makanan prelakteal akan ditampilkan dalam buku Riskesdas 2013 dalam Angka. Tabel 15.1 menunjukkan jumlah responden yang dianalisis sesuai indikator yang diukur.

Tabel 15.1 Jumlah sampel dan indikator kesehatan anak, Provinsi Jawa Tengah 2013

Responden Jumlah sampel Indikator

Perempuan umur 0-11 tahun 7.646 Sunat perempuan Anak umur 0-59 bulan 5.485 Kunjungan neonatus

Berat dan panjang lahir Perawatan tali pusar Kepemilikan KMS dan buku KIA Kepemilikan akte kelahiran

Anak umur 6-59 bulan

4.999 Cakupan vitamin A Pemantauan pertumbuhan

Anak umur 24-59 bulan 3.458 Kecacatan Anak umur 0-23 bulan 2.027 ASI dan MPASI Anak umur 12-23 bulan 1.060 Imunisasi

15.1. Berat dan panjang badan lahir

Berat dan panjang badan lahir dicatat atau disalin berdasarkan dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya. Persentase anak balita yang memiliki catatan berat badan lahir adalah 52,6 persen.

Kategori berat badan lahir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <2500 gram (BBLR), 2500-3999 gram, dan ≥4000 gram. Persentase BBLR di Indonesia tahun 2013 (10,2%) lebih rendah dari tahun 2010 (11,1%). Persentase BBLR di propinsi Jawa Tengah, tertinggi terdapat di Kabupaten Brebes sebesar 17,2%.

Page 297: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

242

Tabel 15.2 Persentase berat badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Kategori Berat Badan Lahir

<2500 gr 2500 - 3999 gr >4000 gr

Cilacap 10,4 86,4 3,2

Banyumas 11,5 86,9 1,6

Purbalingga 12,6 84,2 3,1

Banjarnegara 6,4 90,3 3,3

Kebumen 5,5 88,6 5,9

Purworejo 14,3 81,4 4,3

Wonosobo 6,5 93,0 0,5

Magelang 12,7 87,3 0,0

Boyolali 6,6 87,0 6,4

Klaten 6,4 92,7 0,9

Sukoharjo 12,7 85,1 2,2

Wonogiri 14,2 82,8 3,0

Karanganyar 14,6 82,8 2,6

Sragen 16,1 81,7 2,2

Grobogan 6,4 87,4 6,1

Blora 9,6 89,9 0,5

Rembang 5,8 88,3 5,9

Pati 5,7 91,5 2,7

Kudus 5,0 91,7 3,3

Jepara 11,4 82,7 5,9

Demak 12,4 85,7 2,0

Semarang 5,4 91,9 2,7

Temanggung 7,7 90,4 1,9

Kendal 12,2 83,2 4,6

Batang 9,5 84,9 5,5

Pekalongan 6,0 90,5 3,5

Pemalang 5,1 91,0 3,9

Tegal 8,1 84,2 7,6

Brebes 17,2 77,1 5,7

Kota Magelang 4,8 88,3 6,9

Kota Surakarta 15,0 84,0 1,0

Kota Salatiga 8,3 91,7 0,0

Kota Semarang 6,2 91,4 2,4

Kota Pekalongan 5,1 90,2 4,7

Kota Tegal 14,5 84,8 0,7

JAWA TENGAH 9,7 86,9 3,4

Page 298: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

243

Tabel 15.3 menyajikan persentase berat badan bayi baru lahir anak balita menurut karakteristik. Karakteristik pendidikan dan pekerjaan adalah gambaran dari kepala rumah tangga. Menurut kelompok umur, persentase BBLR tidak menunjukkan pola kecenderungan yang jelas. Persentase BBLR pada perempuan (11,2%) lebih tinggi dibanding laki-laki, namun persentase berat lahir ≥4000 gram pada laki-laki (3,6%) lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Pendidikan Kepala Keluarga tidak tamat sekolah, wiraswasta, tinggal di pedesaan dan kuintil indeks kepemilikan menengah memiliki persentase BBLR paling tinggi.

Tabel 15.3

Persentase berat badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Ada catatan

<2500 gr >2500 - 3999 gr ≥4000 gr

Kelompok Umur 0 – 5 bulan 9,6 86,7 3,7

6 – 11 bulan 10,0 86,6 3,4

12 – 23 bulan 9,7 87,7 2,6

24 – 35 bulan 8,5 88,1 3,4

36 – 47 bulan 9,9 86,2 3,9

48 – 59 bulan 10,9 85,5 3,6

Jenis Kelamin

Laki-laki 8,2 88,2 3,6

Perempuan 11,2 85,6 3,2

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 4,5 92,7 2,9

Tidak tamat SD 12,4 83,6 4,0

Tamat SD 9,6 87,0 3,4

Tamat SMP 9,9 87,2 2,9

Tamat SMA 9,6 86,9 3,5

Tamat D1/D2/D3/PT 8,5 88,1 3,4

Pekerjaan KK Tidak bekerja 10,2 88,9 0,9

Pegawai 8,4 88,6 3,0

Wiraswasta 11,2 85,2 3,6

Petani/Nelayan/Buruh 9,7 87,0 3,3

Lainnya 7,6 85,4 6,9

Tempat Tinggal

Perkotaan 9,5 87,4 3,0

Perdesaan 9,9 86,5 3,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 10,3 86,4 3,3

Menengah bawah 9,0 88,5 2,5 Menengah 10,8 84,8 4,5 Menengah Atas 10,7 85,6 3,8

Teratas 7,8 89,4 2,7

Page 299: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

244

Tabel 15.4 menyajikan persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota. Katagori panjang badan lahir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: <48 cm, 48 - 52 cm, dan >52 cm. Persentase panjang badan lahir <48 cm diketahui sebesar 24,5 persen, 48-52 cm sebesar 73,2 persen dan >52 cm sebesar 2,2 persen. Persentase panjang badan lahir <48 cm tertinggi di Kabupaten Purbalingga (36,5%) dan terendah di Rembang (10,2%).

Tabel 15.4 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota

Kategori Panjang Badan Lahir

<48 cm 48 - 52 cm >52 cm

Cilacap 36,1 62,6 1,3 Banyumas 22,6 75,7 1,7 Purbalingga 36,5 63,5 0,0 Banjarnegara 22,8 71,2 6,0 Kebumen 17,0 80,1 2,9

Purworejo 33,3 66,0 0,7

Wonosobo 30,4 68,0 1,7

Magelang 32,7 65,2 2,2 Boyolali 19,1 80,9 0,0

Klaten 26,6 71,5 1,9

Sukoharjo 27,6 70,0 2,4

Wonogiri 23,8 72,8 3,4

Karanganyar 32,9 63,6 3,5

Sragen 28,4 71,6 0,0

Grobogan 16,9 83,1 0,0

Blora 15,3 80,8 3,9

Rembang 10,2 87,9 1,9

Pati 29,6 66,6 3,7

Kudus 14,9 82,5 2,6

Jepara 19,8 75,1 5,2

Demak 24,0 74,0 2,0

Semarang 27,4 69,8 2,8

Temanggung 18,9 77,9 3,2

Kendal 23,4 75,7 0,9

Batang 17,4 80,8 1,9

Pekalongan 31,5 67,6 0,9

Pemalang 22,1 77,9 0,0

Tegal 15,9 82,0 2,1

Brebes 34,0 60,4 5,6

Kota Magelang 29,0 68,7 2,3

Kota Surakarta 27,9 70,2 1,9 Kota Salatiga 34,8 63,8 1,4 Kota Semarang 17,2 79,4 3,4 Kota Pekalongan 15,2 83,5 1,3

Kota Tegal 31,0 68,3 0,7

JAWA TENGAH 24,5 73,2 2,2

Page 300: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

245

Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik anak, pendidikan KK, pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan disajikan pada Tabel 15.5. Menurut kelompok umur anak balita tidak menunjukkan adanya pola yang jelas di antara kelompok umur. Persentase panjang badan lahir <48 cm pada perempuan , pendidikan KK tidak pernah bersekolah, pekerjaan petani/nelayan/buruh, tempat tinggal di pedesaan memiliki presentase paling tinggi. Menurut kuintil Indeks kepemilikan semakin rendah semakin tinggi persentase anak yang lahir dengan panjang badan <48 cm.

Tabel 15.5 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut

karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Ada catatan

< 48 cm 48 - 52 cm > 52 cm

Kelompok Umur 0 – 5 bulan 31,9 66,5 1,7

6 – 11 bulan 24,0 73,4 2,5

12 – 23 bulan 25,7 72,4 1,9

24 – 35 bulan 25,7 72,6 1,6

36 – 47 bulan 18,9 77,9 3,1

48 – 59 bulan 21,1 76,1 2,8

Jenis Kelamin Laki-laki 23,4 74,0 2,6

Perempuan 25,7 72,4 1,9

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 32,2 65,4 2,4

Tidak tamat SD 22,7 74,7 2,6

Tamat SD 25,8 72,1 2,1

Tamat SMP 26,2 71,1 2,7

Tamat SMA 20,7 77,3 2,0

Tamat D1/D2/D3/PT 25,1 73,2 1,7

Pekerjaan KK Tidak bekerja 18,6 77,7 3,8

Pegawai 23,7 74,4 1,9

Wiraswasta 24,1 73,2 2,7

Petani/Nelayan/Buruh 26,3 71,6 2,1

Lainnya 18,5 79,8 1,8

Tempat Tinggal Perkotaan 22,4 75,0 2,6

Perdesaan 26,5 71,6 1,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 28,9 69,7 1,4

Menengah bawah 26,4 71,5 2,1

Menengah 25,1 72,2 2,7

Menengah Atas 22,2 75,9 1,9

Teratas 22,3 74,9 2,8

Page 301: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

246

15.2. Kecacatan

Riskesdas 2013 menyajikan informasi prevalensi anak umur 24-59 bulan yang mengalami kecacatan. Kecacatan yang dimaksud adalah semua kecacatan yang dapat diobservasi termasuk karena penyakit atau trauma/kecelakaan. Anak yang mempunyai kecacatan termasuk anak berkebutuhan khusus, seperti di bawah ini:

a. Tuna netra (penglihatan/buta) adalah anak yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Kaufman & Hallahan).

b. Tuna wicara (berbicara/bisu) adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen dan biasanya memiliki hambatan dalam berbicara, sehingga mereka biasa disebut tuna wicara. Gangguan berbicara pada anak balita (<5 tahun) bisanya terjadi karena anak mengalami hambatan pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen yang berakibat anak mengalami hambatan berbicara. Jadi anak mengalami gangguan pendengaran dan berbicara (tuli bisu).

c. Down syndrom adalah kelainan genetik yang terjadi pada masa pertumbuhan janin (pada kromosom 21/trisomi 21) dengan gejala yang sangat bervariasi dari gejala minimal sampai muncul tanda khas berupa keterbelakangan mental dengan tingkat IQ kurang dari 70 serta bentuk muka (Mongoloid) dan garis telapak tangan yang khas (Simian crease). Ciri-ciri anak down syndrome adalah muka rata, hidung tipis (pesek), jarak antara kedua mata tampak lebih dekat, jarak ibu jari dan telunjuk pada jari kaki lebih lebar, garis tangan melengkung tidak terputus.

d. Tuna daksa (tubuh/cacat anggota badan) adalah anak yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuskular (syaraf otot) dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan termasuk polio dan lumpuh.

e. Bibir sumbing adalah kelainan pada bibir, langit-langit atas mulut atau kedua-duanya.

f. Tuna rungu (pendengaran/tuli) adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.

Tabel 15.6

Persentase kelainan/cacat pada anak umur 24–59 bulan, Provinsi Jawa Tengah 2013

Jenis Kelainan/Cacat Persentase

Tuna netra 0,16

Tuna rungu 0,02

Tuna wicara 0,11

Tuna daksa 0,05

Bibir sumbing 0,10

Down syndrome 0,25

Minimal satu jenis cacat 0,61

Tabel 15.6 menunjukkan persentase kecacatan pada anak umur 24-59 bulan. Persentase jenis kecacatan yang tertinggi adalah minimal satu jenis cacat sebesar 0,61 persen dan terendah adalah tuna rungu 0,02 persen. Data ini menunjukkan persentase anak tuna wicara 5 kali lebih tinggi daripada persentase anak tuna rungu.

Page 302: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

247

15.3. Status imunisasi

Program imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005, program pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB pada bayi umur dua bulan, tiga bulan empat bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan.

Informasi cakupan imunisasi pada Riskesdas 2013 ditanyakan kepada ibu yang mempunyai balita umur 0-59 bulan. Informasi imunisasi dikumpulkan berdasarkan empat sumber informasi, yaitu wawancara kepada ibu balita atau anggota rumah tangga yang mengetahui, catatan dalam KMS, catatan dalam buku KIA, dan catatan dalam buku kesehatan anak lainnya. Apabila salah satu dari keempat sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah diimunisasi, disimpulkan bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk jenis yang ditanyakan.

Selain setiap jenis imunisasi, anak disebut sudah mendapat imunisasi lengkap bila sudah mendapatkan semua jenis imunisasi satu kali HB-0, satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Jadwal imunisasi untuk HB-0, BCG, polio, DPT-HB, dan campak berbeda, sehingga bayi umur 0-11 bulan tidak dianalisis. Analisis dilakukan pada anak umur 12-23 bulan, yang telah melewati masa imunisasi dasar.

Analisis imunisasi hanya dilakukan pada anak umur 12-23 bulan karena beberapa alasan, yaitu: (1) hasil analisis dapat mendekati perkiraan ―valid immunization‖; (2) survei-survei lain juga menggunakan kelompok umur 12-59 bulan untuk menilai cakupan imunisasi, sehingga dapat dibandingkan dan; (3) bias karena ingatan ibu yang diwawancara pada saat pengumpulan data lebih rendah dibanding kelompok umur di atasnya.

Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasinya (missing). Hal ini disebabkan beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan dalam KMS/ buku KIA tidak lengkap/tidak terisi, tidak dapat menunjukkan karena hilang atau tidak disimpan oleh ibu. Alasan lainnya karena subyek yang ditanya tentang imunisasi bukan ibu balita, memory recall bias dari ibu, ataupun ketidakakuratan pewawancara saat proses wawancara dan pencatatan. Oleh karena itu, perlu menjadi catatan bahwa dalam interpretasi hasil cakupan imunisasi terdapat kekurangan metode survei (desain potong lintang) dalam Riskesdas 2013.

Page 303: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

248

Tabel 15.7 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Kelengkapan Imunisasi Dasar

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Imunisasi

Cilacap 72,0 22,5 5,5

Banyumas 84,9 15,1 0,0

Purbalingga 89,9 10,1 0,0

Banjarnegara 81,4 15,1 3,4

Kebumen 67,7 28,3 4,0

Purworejo 76,6 23,4 0,0

Wonosobo 67,5 32,5 0,0

Magelang 83,5 11,4 5,1

Boyolali 92,7 7,3 0,0

Klaten 88,7 11,3 0,0

Sukoharjo 80,7 7,3 12,0

Wonogiri 74,9 25,1 0,0

Karanganyar 89,5 10,5 0,0

Sragen 76,1 23,9 0,0

Grobogan 81,2 18,8 0,0

Blora 73,9 5,2 20,9

Rembang 91,5 8,5 0,0

Pati 58,6 29,6 11,8

Kudus 83,5 14,1 2,4

Jepara 72,0 21,8 6,1

Demak 70,3 27,0 2,7

Semarang 77,5 19,9 2,6

Temanggung 95,6 4,4 0,0

Kendal 78,3 21,7 0,0

Batang 81,4 12,8 5,9

Pekalongan 86,6 11,1 2,3

Pemalang 62,0 30,9 7,1

Tegal 74,5 25,5 0,0

Brebes 50,4 39,7 9,9

Kota Magelang 86,2 7,6 6,3

Kota Surakarta 94,3 4,9 0,8

Kota Salatiga 100,0 0,0 0,0

Kota Semarang 86,6 13,4 0,0

Kota Pekalongan 51,4 48,6 0,0

Kota Tegal 78,2 21,8 0,0

JAWA TENGAH 76,9 19,5 3,5

Page 304: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

249

Tabel 15.7 menunjukkan persentase imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota dengan kategori lengkap, tidak lengkap, dan tidak imunisasi masing-masing 77 persen, 19,5 persen dan 3,5 persen. Persentase imunisasi dasar tidak lengkap tertinggi didapatkan di Kota Pekalongan (48.6%) sedangkan tidak imunisasi tertinggi didapatkan di Kabupaten Blora 20,9%.

Tabel 15.8 Persentase Imunisasi Dasar Lengkap pada Anak Umur 12-59 Bulan Menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Kelengkapan Imunisasi Dasar

Lengkap Tidak

Lengkap Tidak

Imunisasi

Jenis Kelamin

Laki-laki 76,6 20,5 2,9

Perempuan 77,3 18,6 4,1

Pendidikan KK

Tidak sekolah 79,8 15,4 4,8

Tidak tamat SD 65,6 30,2 4,2

Tamat SD 76,3 19,6 4,1

Tamat SMP 74,9 21,2 3,9

Tamat SMA 83,9 14,2 1,9

Tamat PT 85,8 12,4 1,8

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 65,5 31,6 2,9

PNS/TNI/POLRI/Pegawai swasta 83,4 16,6 0,0

Wiraswasta 74,1 20,9 5,0

Petani/nelayan/buruh 76,0 19,8 4,2

Lainnya 89,4 7,6 3,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 75,1 22,6 2,3

Perdesaan 78,5 17,0 4,5

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 73,1 21,8 5,1

Menengah bawah 80,1 19,6 0,3

Menengah 72,6 22,6 4,9

Menengah Atas 75,7 18,5 5,9

Teratas 84,4 14,7 0,9

Berdasarkan Tabel 15.8 persentase imunisasi tidak lengkap lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki, pendidikan KK tidak tamat SD, KK tidak bekerja, tinggal diperkotaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah. Sedangkan tidak imunisasi lebih banyak pada anak perempuan, semakin rendah pendidikan KK semakin tinggi pula yang tidak imunisasi, lebih banyak pada KK wiraswasta, tinggal di pedesaan,dan kuintil indeks kepemilikan menengah atas.

Page 305: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

250

Tabel 15.9 Persentase Alasan Tidak Pernah Imunisasi pada Anak Umur 12-59 Bulan Menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013 *)

Karakteristik

Alasan tidak pernah imunisasi

Keluarga tidak

mengijinkan

Takut anak menjadi panas

Anak sering sakit

Tidak tahu tempat

imunisasi

Tempat imunisasi

jauh Sibuk/repot

Jenis Kelamin

Laki-laki 27,2 28,2 7,5 5,0 21,5 18,7

Perempuan 25,1 29,7 5,7 8,7 22,0 14,2

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 11,4 9,7 2,1 8,3 47,1 25,7

Tidak tamat SD 20,7 28,7 5,8 6,7 25,1 20,0

Tamat SD 19,3 32,5 7,8 7,1 22,3 15,6

Tamat SMP 33,0 26,4 5,1 8,8 21,4 14,4

Tamat SMA 41,4 33,1 10,0 3,9 7,8 13,5

Tamat D1/D2/D3/PT 57,9 19,4 0,9 3,2 12,8 11,4

Pekerjaan KK Tidak bekerja 30,7 14,7 10,3 0,9 27,2 23,2

Pegawai 42,7 31,6 4,4 4,5 12,0 15,5

Wiraswasta 34,8 42,3 5,7 7,6 6,7 12,5

Petani/Nelayan/Buruh 21,6 25,2 6,6 6,1 28,3 17,4

Lainnya 12,8 38,5 10,4 24,3 9,7 13,1

Tempat Tinggal Perkotaan 35,5 37,9 7,7 6,6 7,4 15,7

Perdesaan 21,3 24,3 6,1 6,8 29,2 16,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 14,0 19,7 4,9 6,8 40,4 18,3

Menengah bawah 23,8 33,0 8,1 4,2 21,1 16,5

Menengah 31,3 34,4 11,0 6,2 6,0 18,3

Menengah Atas 42,8 40,5 5,2 10,6 4,1 9,9

Teratas 44,8 29,0 4,1 6,8 6,7 15,6

*) dari 3,5% yang tidak diimunisasi

Pada Tabel 15.9 di atas tampak bahwa alasan keluarga tidak mengijinkan lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki, pendidikan tamat PT, pekerjaan KK pegawai, tinggal di perkotaan dan semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi persentase keluarga yang tidak mengijinkan. Alasan takut anak menjadi panas lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, pendidikan KK tamat SMA, wiraswasta, tinggal diperkotaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah atas. Anak sering sakit lebih banyak pada anak laki-laki, pendidikan KK tamat SMA, pekerjaan lainnya, tinggal di kota,dan kuintil indeks kepemilikan menengah.Tidak tahu tempat imunisasi lebih banyak didapatkan pada anak perempuan, pendidikan KK tamat SMP, pekerjaan lainnya, kuintil indeks kepemilikan menengah atas, sedangkan menurut tempat tinggal tidak berbeda jauh. Tempat imunisasi jauh lebih

Page 306: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

251

banyak pada anak perempuan,KK tidak pernah sekolah, petani/nelayan/buruh, tempat tinggal di pedesaan dan kuintil indeks kepemilikan terbawah. Alasan sibuk/repot banyak ditemukan pada anak perempuan, semakin rendah tingkat pendidikan semakin tinggi persentase alasan sibuk/repot. Paling tinggi didapatkan pada KK yang tidak bekerja, tinggal di pedesaan dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah.

Tabel 15.10 Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota Pernah mengalami KIPI

Cilacap 26,0

Banyumas 28,5

Purbalingga 36,8 Banjarnegara 14,9 Kebumen 20,6 Purworejo 10,7 Wonosobo 23,6

Magelang 12,5

Boyolali 8,3 Klaten 28,9

Sukoharjo 25,1

Wonogiri 11,8

Karanganyar 16,2

Sragen 34,2

Grobogan 37,0

Blora 24,3

Rembang 33,3

Pati 26,0

Kudus 30,2

Jepara 16,5

Demak 22,5

Semarang 10,4

Temanggung 26,1

Kendal 10,3

Batang 20,7

Pekalongan 19,9

Pemalang 32,4

Tegal 16,5

Brebes 21,0

Kota Magelang 19,1

Kota Surakarta 16,7

Kota Salatiga 11,3

Kota Semarang 5,1

Kota Pekalongan 20,5

Kota Tegal 31,5

JAWA TENGAH 21,3

Page 307: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

252

Tabel 15.11 terlihat persentase anak yang pernah mengalami KIPI sebesar 21,3 persen dan paling tinggi ditemukan di Kabupaten Grobogan sebesar 37,0 persen.

Tabel 15.11

Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Pernah mengalami KIPI

Jenis kelamin

Laki-laki 22,7 Perempuan 19,9

Pendidikan

Tidak pernah sekolah 16,8 Tidak tamat SD 21,5 Tamat SD 24,4 Tamat SMP 22,3 Tamat SMA 17,4 Tamat D1/D2/D3/PT 9,6

Pekerjaan

Tidak bekerja 25,4 Pegawai 18,9 Wiraswasta 21,9 Petani/Nelayan/Buruh 22,4 Lainnya 12,0

Tempat tinggal

Perkotaan 17,3 Perdesaan 24,6

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 17,9 Menengah bawah 23,4 Menengah 22,9 Menengah atas 21,0 Teratas 20,4

Berdasarkan Tabel 15.12 persentase anak laki-laki yang pernah mengalami KIPI lebih banyak dibanding anak perempuan, persentase paling tinggi juga didapatkan pada KK pendidikan tamat SD, tidak bekerja, tinggal di pedesaan, dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah.

15.4. Kunjungan neonatal

Pada Riskesdas 2013 dilakukan pengumpulan data kunjungan neonatal yang meliputi kunjungan pada saat bayi saat berumur 6-48 jam (KN1), 3-7 hari (KN2), dan 8-28 hari (KN3). Berdasarkan Tabel 3.13.13 persentase KN1(6-48 jam) sebesar 76,8 persen, KN2(3-7 hari) sebesar 70,0 persen dan KN3(8-28 hari) sebesar 54,6 persen. KN1 paling tinggi terdapat di Banyumas (89,4%), KN2 terdapat di Kabupaten Batang (88,7%) dan KN3 terdapat di Kota Magelang 80,3persen.

Page 308: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

253

Tabel 15.12 Persentase kunjungan neonatal pada anak anak umur 0-59 bulan

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Kunjungan Neonatal

KN1 (6 – 48 jam) KN2 (3 – 7 hari) KN3 (8 – 28 hari)

Cilacap 85,7 81,8 58,5

Banyumas 89,4 81,3 67,5

Purbalingga 57,5 46,6 29,8

Banjarnegara 80,4 67,3 40,4

Kebumen 88,7 84,4 59,8

Purworejo 77,1 71,4 52,2

Wonosobo 78,8 72,9 44,4

Magelang 78,2 67,3 60,3

Boyolali 85,9 76,0 64,0

Klaten 81,0 71,6 52,8

Sukoharjo 75,7 65,8 69,0

Wonogiri 74,4 60,4 50,1

Karanganyar 54,6 39,3 42,4

Sragen 62,8 53,2 41,6

Grobogan 80,6 70,1 49,0

Blora 82,3 75,4 65,0

Rembang 63,5 47,8 40,3

Pati 83,3 67,8 62,6

Kudus 80,2 77,5 45,5

Jepara 65,6 64,3 45,4

Demak 75,1 70,4 60,3

Semarang 88,8 81,7 61,5

Temanggung 87,3 83,1 70,4

Kendal 76,3 76,6 62,0

Batang 87,7 88,7 51,1

Pekalongan 80,5 74,2 48,0

Pemalang 39,6 39,2 24,9

Tegal 69,8 65,4 56,8

Brebes 66,2 62,4 51,3

Kota Magelang 94,3 85,1 80,3

Kota Surakarta 86,0 70,2 61,6

Kota Salatiga 80,6 69,8 69,6

Kota Semarang 88,0 87,5 76,1

Kota Pekalongan 73,9 65,6 62,1

Kota Tegal 77,4 62,1 55,6

JAWA TENGAH 76,8 70,0 54,6

Page 309: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

254

Tabel 15.13 Persentase kunjungan neonatal pada anak anak umur 0-59 bulan

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Kunjungan Neonatal

KN1 (6 – 48 jam) KN2 (3 – 7 hari) KN3 (8 – 28 hari)

Kelompok Umur

0- 5 bln 79,9 71,5 59,8

6-11 bln 79,5 74,6 59,1

12-23 bln 79,1 70,9 55,5

24-35 bln 79,0 72,2 55,2

36-47 bln 75,6 71,1 53,6

48-59 bln 71,2 63,3 49,9

Jenis kelamin

Laki-laki 77,9 71,3 54,9

Perempuan 75,7 68,7 54,4

Pendidikan KK

Tidak sekolah 73,2 65,6 52,2

Tidak tamat SD 74,7 66,8 50,0

Tamat SD 74,6 67,4 51,6

Tamat SMP 77,7 72,3 55,7

Tamat SMA 78,7 71,8 57,8

Tamat PT 86,3 79,6 68,0

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 77,5 73,9 62,3

PNS/TNI/POLRI/Pegawai swasta 82,1 75,4 62,3

Wiraswasta 76,4 70,4 53,9

Petani/nelayan/buruh 75,4 67,4 51,5

Lainnya 73,3 72,0 54,8

Tempat Tinggal

Perkotaan 77,6 71,9 58,4

Perdesaan 76,2 68,4 51,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 68,2 63,0 42,3

Menengah bawah 75,8 69,4 54,0

Menengah 79,4 69,2 54,0

Menengah Atas 78,3 71,4 57,8

Teratas 80,9 75,9 63,2

Setiap bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan semua kunjungan neonatal, yaitu pada saat bayi berumur 6-48 jam, 3-7 hari, dan 8-28 hari. Bayi yang mendapat kunjungan neonatal tiga kali yaitu pada saat berumur 6-48 jam, 3-7 hari, dan 8-28 hari, dapat dinyatakan melakukan kunjungan

Page 310: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

255

neonatal lengkap (KN1, KN2, KN3). Persentase kunjungan neonatal lengkap menurut Kabupaten/kota disajikan pada Tabel 15.14.

Tabel 15.14 Persentase kunjungan neonatal lengkap menurut kabupaten/kota

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota Kategori Kunjungan Neonatal

Tidak pernah KN KN Tidak Lengkap KN Lengkap

Cilacap 5,9 43,2 51,0

Banyumas 2,5 38,8 58,7 Purbalingga 30,4 51,4 18,2

Banjarnegara 16,3 45,9 37,9

Kebumen 8,2 32,9 58,9

Purworejo 13,0 40,6 46,4

Wonosobo 10,0 54,1 35,9

Magelang 7,0 52,8 40,2

Boyolali 7,3 36,9 55,8

Klaten 11,7 43,6 44,7

Sukoharjo 16,5 26,2 57,2

Wonogiri 19,6 43,0 37,4

Karanganyar 40,8 26,2 33,0

Sragen 18,2 61,6 20,3

Grobogan 13,1 42,1 44,8

Blora 17,0 19,3 63,7

Rembang 31,8 33,4 34,9

Pati 8,3 42,1 49,6

Kudus 10,1 52,6 37,3

Jepara 21,2 41,8 36,9

Demak 12,8 42,2 45,1

Semarang 6,2 35,8 58,1

Temanggung 6,0 31,0 63,0

Kendal 19,4 20,8 59,9

Batang 2,6 52,6 44,8 Pekalongan 10,7 47,9 41,4

Pemalang 46,0 35,3 18,7 Tegal 18,1 34,8 47,1 Brebes 21,4 35,7 42,9

Kota Magelang 1,3 33,7 65,0 Kota Surakarta 12,1 33,1 54,8

Kota Salatiga 11,4 28,6 60,1 Kota Semarang 6,9 21,4 71,7

Kota Pekalongan 14,8 38,7 46,5 Kota Tegal 16,0 38,5 45,6

JAWA TENGAH 14,4 39,3 46,3

Page 311: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

256

Tabel 15.15 menunjukkan bahwa persentase anak balita dengan kunjungan neonatal lengkap adalah 46,3 persen. Persentase kunjungan neonatal lengkap tahun 2013 tertinggi di Kota Semarang (71,7%) dan terendah di Purbalingga (18,2%).

Tabel 15.15 Persentase kunjungan neonatal lengkap (KN1, KN 2, KN 3) pada anak anak umur 0-59 bulan

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Kategori Kunjungan Neonatal

Tidak pernah KN KN Tidak Lengkap KN Lengkap

Kelompok Umur 0- 5 bln 12,8 37,2 50,0

6-11 bln 12,4 35,6 52,1

12-23 bln 12,0 40,7 47,2

24-35 bln 12,8 40,4 46,8

36-47 bln 15,2 38,2 46,5

48-59 bln 19,1 40,4 40,5

Jenis kelamin

Laki-laki 13,9 38,2 47,9

Perempuan 14,9 40,3 44,7

Pendidikan KK

Tidak sekolah 21,1 32,3 46,6

Tidak tamat SD 17,5 40,0 42,5

Tamat SD 15,9 40,9 43,3

Tamat SMP 12,8 41,6 45,6

Tamat SMA 13,3 37,0 49,7

Tamat PT 6,5 32,1 61,4

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 11,2 39,1 49,7

PNS/TNI/POLRI/Pegawai swasta 11,0 34,8 54,2

Wiraswasta 13,7 40,7 45,5

Petani/nelayan/buruh 16,2 40,5 43,3

Lainnya 15,6 36,1 48,3

Tempat Tinggal

Perkotaan 14,1 35,0 50,9

Perdesaan 14,7 42,9 42,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 19,7 45,9 34,3

Menengah bawah 16,0 38,6 45,5

Menengah 14,0 38,8 47,3

Menengah Atas 12,7 39,6 47,7

Teratas 10,8 34,3 54,9

Page 312: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

257

Tabel 15.15 menunjukkan bahwa persentase kunjungan neonatal lengkap pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan. Menurut tempat tinggal, persentase kunjungan neonatus lengkap di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi pula persentase kunjungan neonatus lengkap. Menurut jenis pekerjaan kepala rumah tangga, kunjungan neonatal lengkap tertinggi pada jenis pekerjaan pegawai.

15.5. Perawatan tali pusar

Riskesdas 2013 menyediakan informasi tentang cara perawatan tali pusar bayi baru lahir. Menurut standar Asuhan Persalinan Normal (APN) tali pusar yang telah dipotong dan diikat, tidak diberi apa-apa. Sebelum metode APN diterapkan, tali pusar dirawat dengan alkohol atau antiseptik lainnya.

Tabel 15.16 menyajikan persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan menurut provinsi. Dari tabel tersebut diketahui bahwa persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa sebesar 18,1 persen, diberi betadine/alkohol sebesar 81,1 persen, diberi obat tabur sebesar 0,2 persen dan diberi ramuan tradisional 0,6 persen. Persentase cara perawatan tali pusar pada anak umur 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa tertinggi di Kudus (34,4%) dan terendah di Kabupaten Tegal (1,0%).

Page 313: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

258

Tabel 15.16 Persentase cara perawatan tali pusar pada anak usia 0-59 bulan

menurut Kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Cara perawatan tali pusar

Tidak diberi apa-apa Betadine/alkohol Obat tabur Ramuan/obat tradisional

Cilacap 9,8 89,8 0,0 0,3

Banyumas 9,9 89,7 0,4 0,0

Purbalingga 12,3 86,8 0,0 0,8

Banjarnegara 25,2 74,4 0,0 0,4

Kebumen 18,4 78,8 0,3 2,4

Purworejo 3,1 96,9 0,0 0,0

Wonosobo 19,0 81,0 0,0 0,0

Magelang 32,6 66,8 0,0 0,6

Boyolali 18,4 81,1 0,5 0,0

Klaten 26,0 74,0 0,0 0,0

Sukoharjo 33,4 66,6 0,0 0,0

Wonogiri 32,4 66,2 0,4 1,0

Karanganyar 23,9 75,2 1,0 0,0

Sragen 18,5 79,7 0,9 0,9

Grobogan 29,6 69,0 0,0 1,4

Blora 10,8 86,9 0,0 2,3

Rembang 12,3 86,7 0,0 1,1

Pati 6,8 93,2 0,0 0,0

Kudus 34,4 65,6 0,0 0,0

Jepara 14,6 84,7 0,8 0,0

Demak 20,6 78,4 0,0 1,1

Semarang 22,3 75,2 1,5 1,1

Temanggung 19,5 80,5 0,0 0,0

Kendal 7,5 92,5 0,0 0,0

Batang 6,1 93,9 0,0 0,0

Pekalongan 7,5 92,2 0,2 0,0

Pemalang 11,0 86,4 0,0 2,6

Tegal 1,0 98,1 0,0 1,0

Brebes 11,9 88,1 0,0 0,0

Kota Magelang 16,5 83,5 0,0 0,0

Kota Surakarta 29,2 69,0 1,1 0,6

Kota Salatiga 36,6 62,3 1,1 0,0

Kota Semarang 41,6 57,7 0,1 0,7

Kota Pekalongan 44,1 55,1 0,0 0,8

Kota Tegal 8,5 91,5 0,0 0,0

JAWA TENGAH 18,1 81,1 0,2 0,6

Page 314: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

259

15.6. Pola pemberian ASI

Dalam Riskesdas 2013 dikumpulkan data tentang pola pemberian ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak umur 0-23 bulan yang meliputi: proses mulai menyusu, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusu eksklusif, dan pemberian MP-ASI. Dalam buku ini ditampilkan proses menyusui dan menyusu ekslusif. Kriteria menyusu ekslusif ditegakkan bila anak umur 0-6 bulan hanya diberi ASI saja pada 24 jam terakhir dan tidak diberi makanan prelakteal.

Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi. Sedangkan bagi ibu, menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum).

Menyusui dalam jangka panjang dapat memperpanjang jarak kelahiran karena masa amenorhoe lebih panjang. UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ibu tetap memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan para ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.

Gambar 3.13.10 menunjukkan kecenderungan proses mulai menyusu pada anak 0-23 bulan pada tahun 2010 dan 2013. Dari gambar tersebut dapat dinilai bahwa proses menyusu kurang dari satu jam (inisiasi menyusu dini) meningkat menjadi 34,5 persen (2013) dari 29,3 persen (2010).

Persentase proses mulai menyusu pada anak umur 0-23 bulan menurut provinsi disajikan pada Tabel 15.17. Persentase propinsi proses mulai menyusu kurang dari satu jam (IMD) setelah bayi lahir adalah 54,5 persen, dengan persentase tertinggi di Banjarnegara (91,2%) dan terendah di kota Tegal (16,2%)

Page 315: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

260

Tabel 15.17 Persentase proses mulai menyusu pada anak umur 0-23 bulan

menurut Kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Kategori proses mulai menyusu

<1 jam (IMD) 1-6 jam 7-23 jam 24-47 jam >=48 jam

Cilacap 59,3 24,2 7,2 7,1 2,2

Banyumas 53,6 29,4 0,0 9,6 7,4

Purbalingga 43,9 53,0 1,9 1,1 0,0

Banjarnegara 91,2 5,8 0,0 0,0 3,0

Kebumen 75,6 8,4 0,0 13,9 2,1

Purworejo 63,5 30,7 1,5 2,1 2,1

Wonosobo 43,9 36,9 7,2 3,4 8,6

Magelang 45,4 45,1 3,6 2,5 3,4

Boyolali 52,9 40,4 0,0 6,7 0,0

Klaten 53,6 34,3 5,8 6,3 0,0

Sukoharjo 45,4 40,7 3,3 0,0 10,7

Wonogiri 40,8 54,6 0,0 0,0 4,7

Karanganyar 29,2 50,2 10,0 4,4 6,2

Sragen 68,7 17,1 0,0 2,7 11,5

Grobogan 57,1 30,0 0,0 0,0 12,9

Blora 29,6 47,3 0,0 2,1 20,9

Rembang 54,8 37,4 0,0 0,0 7,9

Pati 52,7 36,3 0,0 5,7 5,2

Kudus 28,1 59,1 0,0 9,9 3,0

Jepara 61,1 23,1 0,0 10,7 5,1

Demak 53,1 36,5 0,0 1,3 9,1

Semarang 56,9 26,8 1,2 5,9 9,3

Temanggung 48,9 34,0 3,7 2,3 11,1

Kendal 67,5 18,0 0,0 14,4 0,0

Batang 66,8 22,7 2,0 4,5 4,1

Pekalongan 57,1 36,8 0,0 3,5 2,6

Pemalang 51,5 27,2 2,0 15,8 3,5

Tegal 40,6 40,3 3,9 7,8 7,5

Brebes 42,1 52,8 0,0 3,6 1,5

Kota Magelang 59,7 16,4 4,6 7,8 11,5

Kota Surakarta 53,4 24,0 12,3 7,5 2,8

Kota Salatiga 78,4 14,6 0,0 0,0 6,9

Kota Semarang 78,4 15,9 3,9 1,1 0,6

Kota Pekalongan 63,6 32,7 3,8 0,0 0,0

Kota Tegal 16,2 71,3 0,0 0,0 12,5

JAWA TENGAH 54,5 32,8 2,2 5,3 5,1

Page 316: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

261

Tabel 15.18 Persentase proses mulai menyusu pada anak usia 0-23 bulan

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Kategori proses mulai menyusu

<1 jam (IMD) 1-6 jam 7-23 jam 24-47 jam >=48 jam

Kelompok umur 0- 5 bln 54,6 33,9 1,1 4,9 5,5 6-11 bln 51,1 34,8 2,8 6,1 5,3

12-23 bln 56,1 31,3 2,6 5,1 4,9

Jenis kelamin

Laki-laki 53,3 34,5 1,3 5,4 5,4

Perempuan 55,6 31,2 3,1 5,2 4,9

Pendidikan KK

Tidak sekolah 52,0 35,4 3,3 1,1 8,2

Tidak tamat SD 52,2 27,6 0,5 10,1 9,6

Tamat SD 54,5 33,6 1,4 6,2 4,4

Tamat SMP 58,7 30,8 3,1 2,9 4,4

Tamat SMA 54,8 36,5 1,7 3,5 3,5

Tamat PT 45,9 30,6 8,3 7,0 8,2

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 60,4 20,7 2,5 12,7 3,6

PNS/TNI/POLRI/Pegawai swasta 56,3 29,7 3,1 4,5 6,3

Wiraswasta 54,2 30,0 1,8 7,4 6,5

Petani/nelayan/buruh 53,1 37,1 2,3 4,1 3,5

Lainnya 57,6 28,3 1,7 12,5

Tempat tinggal

Perkotaan 54,8 31,1 2,8 6,6 4,7

Perdesaan 54,3 34,3 1,7 4,2 5,5

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 59,5 28,6 1,2 4,5 6,1

Menengah bawah 57,3 30,1 2,4 6,2 4,1

Menengah 51,0 38,4 1,3 3,9 5,4

Menengah Atas 56,9 31,6 2,1 3,9 5,6

Teratas 49,9 33,7 3,9 7,6 4,8

Persentase proses mulai menyusu pada anak 0-23 bulan menurut karakterisitik anak, pendidikan kepala keluarga (KK), pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan disajikan pada Tabel 15.18. Proses mulai menyusui <1 jam menurut kelompok umur tidak menunjukkan perbedaan sedangkan menurut jenis kelamin, anak perempuan lebih banyak daripada anak laki-laki. Menurut tingkat pendidikan dan pekerjaan KK tidak ada pola kecenderungan yang jelas. Persentase mulai menyusu <1 jam di perkotaan relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Menurut kuintil indeks kepemilikan tidak ada pola kecenderungan yang jelas.

Page 317: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

262

15.7. Cakupan kapsul vitamin A

Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, sejak anak berusia enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan. Tabel 15.19 menyajikan persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir menurut provinsi. Dari Tabel 15.20 diketahui bahwa persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir sebesar 84,0 persen, tertinggi di Wonosobo (94,8%) dan terendah di Brebes (60,7%).

Tabel 15.19 Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak 6-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota Penerimaan Kapsul Vitamin A

Cilacap 87,0 Banyumas 90,9 Purbalingga 91,4 Banjarnegara 85,3 Kebumen 89,6 Purworejo 83,4 Wonosobo 94,8 Magelang 84,8 Boyolali 86,4 Klaten 87,8 Sukoharjo 81,3 Wonogiri 89,1 Karanganyar 87,9

Sragen 96,5

Grobogan 73,5

Blora 86,5

Rembang 91,0

Pati 77,2

Kudus 80,1

Jepara 76,2

Demak 86,1

Semarang 81,3

Temanggung 90,9

Kendal 90,4

Batang 82,1

Pekalongan 85,3

Pemalang 72,3

Tegal 84,2

Brebes 60,7 Kota Magelang 91,3 Kota Surakarta 91,9 Kota Salatiga 83,6 Kota Semarang 83,3 Kota Pekalongan 88,6 Kota Tegal 81,5

JAWA TENGAH 84,0

Page 318: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

263

Tabel 15.20 Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A

selama enam bulan terakhir menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Menerima Kapsul Vitamin A

Kelompok Umur 6 – 11 bulan 74,4

12 – 23 bulan 87,7

24 – 35 bulan 86,8

36 – 47 bulan 83,6

48 – 59 bulan 81,8

Jenis Kelamin Laki-laki 84,3

Perempuan 83,6

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 79,2

Tidak tamat SD 81,1

Tamat SD 82,4

Tamat SMP 85,8

Tamat SMA 87,5

Tamat D1/D2/D3/PT 82,9

Pekerjaan KK Tidak bekerja 84,3

Pegawai 87,2

Wiraswasta 83,3

Petani/Nelayan/Buruh 83,1

Lainnya 84,4

Tempat Tinggal Perkotaan 83,9

Perdesaan 84,1

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 80,6

Menengah bawah 85,8

Menengah 86,1

Menengah Atas 83,6

Teratas 83,3

Tabel 15.20 menyajikan persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir menurut karakteristik anak, pendidikan KK, pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan. Dari Tabel tersebut diketahui bahwa persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir cukup bervariasi di antara kelompok umur balita dan hampir sama antara anak laki-laki dan perempuan. Menurut pendidikan KK, terlihat adanya kecenderungan peningkatan persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul

Page 319: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

264

vitamin A selama enam bulan terakhir dengan semakin meningkatnya pendidikan KK. Sedangkan menurut pekerjaan KK, persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir tampak bervariasi di antara jenis pekerjaan KK. Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir di perkotaan dan perdesaan tampak homogen. Selanjutnya menurut kelompok kuintil indeks kepemilikan tampak bervariasi.

15.8. Pemantauan pertumbuhan

Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Untuk mengetahui pertumbuhan tersebut, penimbangan balita setiap bulan sangat diperlukan. Penimbangan balita dapat dilakukan di berbagai tempat seperti Posyandu, Polindes, Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain.

Pada Riskesdas 2013, informasi tentang pemantauan pertumbuhan anak diperoleh dari frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir. Idealnya dalam enam bulan anak balita ditimbang minimal enam kali.

Pada Riskesdas 2013, ditanyakan frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang frekuensi penimbangan ART untuk pemantauan pertumbuhan dalam 6 bulan terakhir. Idealnya dalam 6 bulan anak balita ditimbang minimal 6 kali. Tabel 15.21 menyajikan persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut provinsi. Frekuensi penimbangan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: ≥4 kali, 1-3 kali, dan tidak pernah. Dari Tabel 15.21 diketahui bahwa persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥ 4 kali sebesar 61,4 persen, 1-3 kali sebesar 15,2 persen, dan tidak pernah ditimbang sebesar 23,4 persen. Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥ 4 kali tertinggi di Banjarnegara (83,6%).

Page 320: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

265

Tabel 15.21 Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/kota Frekuensi penimbangan enam bulan terakhir

>=4 kali 1 - 3 kali Tidak pernah

Cilacap 62,7 14,7 22,7

Banyumas 78,7 12,0 9,4

Purbalingga 68,1 13,3 18,5

Banjarnegara 83,6 5,6 10,8

Kebumen 65,2 16,9 17,9

Purworejo 69,2 14,2 16,5

Wonosobo 67,3 18,6 14,2

Magelang 71,4 14,6 14,0

Boyolali 67,0 17,6 15,3

Klaten 76,8 5,1 18,2

Sukoharjo 62,8 20,5 16,7

Wonogiri 80,6 10,4 9,0

Karanganyar 80,6 10,2 9,2

Sragen 72,1 9,5 18,5

Grobogan 44,8 8,1 47,1

Blora 46,2 17,7 36,1

Rembang 67,9 13,0 19,1

Pati 60,6 17,4 22,0

Kudus 49,4 32,1 18,5

Jepara 42,3 17,5 40,2

Demak 49,1 15,8 35,1

Semarang 72,8 13,1 14,0

Temanggung 77,4 9,1 13,5

Kendal 50,3 15,5 34,2

Batang 64,3 13,7 22,0

Pekalongan 55,8 14,4 29,8

Pemalang 38,5 27,4 34,1

Tegal 52,5 17,8 29,7

Brebes 23,3 15,7 61,0

Kota Magelang 83,2 6,3 10,5

Kota Surakarta 75,1 16,4 8,5

Kota Salatiga 80,3 15,0 4,7

Kota Semarang 69,2 19,8 11,0

Kota Pekalongan 48,4 12,0 39,6

Kota Tegal 58,5 25,1 16,5

JAWA TENGAH 61,4 15,2 23,4

Page 321: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

266

Tabel 15.22 Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan

terakhir menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Frekuensi Penimbangan

≥ 4 kali 1-3 kali Tidak Pernah

Kelompok Umur 6 – 11 bulan 81,0 11,4 7,6

12 – 23 bulan 72,8 13,6 13,6

24 – 35 bulan 62,5 16,8 20,7

36 – 47 bulan 54,6 16,1 29,3

48 – 59 bulan 48,9 15,9 35,2

Jenis Kelamin Laki-laki 61,1 14,4 24,6

Perempuan 61,8 16,0 22,1

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 61,1 13,6 25,3

Tidak tamat SD 53,9 23,4 22,7

Tamat SD 60,1 14,0 25,9

Tamat SMP 63,8 13,3 22,9

Tamat SMA 66,0 14,6 19,4

Tamat D1/D2/D3/PT 59,2 18,2 22,6

Pekerjaan KK Tidak bekerja 69,6 12,7 17,7

Pegawai 63,9 15,3 20,8

Wiraswasta 55,5 17,7 26,8

Petani/Nelayan/Buruh 62,4 14,5 23,1

Lainnya 61,8 12,6 25,6

Tempat Tinggal Perkotaan 59,8 16,1 24,1

Perdesaan 62,8 14,5 22,8

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 58,9 14,8 26,3

Menengah bawah 64,3 13,4 22,3

Menengah 62,3 13,9 23,8

Menengah Atas 60,4 16,4 23,2

Teratas 61,3 17,3 21,4

Tabel 15.22 menyajikan persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut karakteristik anak, pendidikan KK, pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan. Menurut kelompok umur terlihat adanya kecenderungan tingginya persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥4 kali pada kelompok umur muda. Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥4 kali pada perempuan sebesar 61,8 persen tidak berbeda jauh dengan anak laki-laki

Page 322: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

267

(61,1). Sedangkan menurut pendidikan KK, pekerjaan KK persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir sebanyak ≥4 kali terlihat bervariasi di antara kelompok pendidikan KK. Menurut teempat tinggal di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan dan kuintil indeks kepemilikan menengah bawah mempunyai persentase paling tinggi.

15.9. Sunat perempuan

Riskesdas 2013 menyajikan data atau informasi tentang kebiasaan/perilaku sunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun berupa presentase pernah disunat dan presentase kategori umur ketika disunat. Selain itu juga disajikan data tentang presentase orang yang menyarankan untuk melakukan sunat dan presentase yang melakukan sunat anak perempuan, keduanya disajikan lengkap dalam buku Riskesdas 2013 dalam Angka.

Persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun menurut kabupaten/kota disajikan pada Tabel 3.13.23. Menurut provinsi , persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun sebesar 25,1 persen, dengan persentase tertinggi di Kudus (94,0%) dan terendah di Purbalingga dan Banjarnegara (0,0%).

Tabel 15.24 menyajikan persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun menurut karakteristik. Menurut pendidikan dan pekerjaan kepala rumah tangga, persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun bervariasi antar tingkat pendidikan, maupun jenis pekerjaan kepala rumah tangga. Persentase pernah disunat pada anak perempuan umur 0-11 tahun di perkotaan sebesar 25,9 persen, lebih tinggi daripada di perdesaan. Menurut kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun.

Page 323: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

268

Tabel 15.23 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun

yang menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa tengah 2013

Kabupaten/Kota Pernah disunat

Cilacap 7,2

Banyumas 0,5

Purbalingga 0,0

Banjarnegara 0,0

Kebumen 15,3

Purworejo 23,5

Wonosobo 6,1

Magelang 2,5

Boyolali 32,7

Klaten 37,2

Sukoharjo 18,0

Wonogiri 4,5

Karanganyar 35,8

Sragen 35,3

Grobogan 73,8

Blora 51,9

Rembang 51,7

Pati 92,5

Kudus 94,0

Jepara 92,2

Demak 75,5

Semarang 5,5

Temanggung 1,0

Kendal 0,3

Batang 3,2

Pekalongan 12,6

Pemalang 12,3

Tegal 4,9

Brebes 2,4

Kota Magelang 6,5

Kota Surakarta 34,6

Kota Salatiga 3,3

Kota Semarang 21,0

Kota Pekalongan 3,0

Kota Tegal 0,7

JAWA TENGAH 25,1

Page 324: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

269

Tabel 15.24 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0 – 11 tahun yang menurut karakteristik, Provinsi Jawa tengah 2013

Karakteristik Pernah disunat

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 21,2

Tidak tamat SD 19,2

Tamat SD 24,7

Tamat SMP 30,6

Tamat SMA 24,9

Tamat D1/D2/D3/PT 24,9

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 24,2 Pegawai 23,3 Wiraswasta 26,6 Petani/Nelayan/Buruh 24,1 Lainnya 35,6

Tempat Tinggal

Perkotaan 25,9 Perdesaan 24,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 18,9 Menengah bawah 24,6

Menengah 25,7

Menengah Atas 27,7 Teratas 27,9

Daftar Pustaka Badan Pusat statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan ICF International. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes, and ICF International Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi. Jakarta. 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1626/MENKES/SK/XII/2005 tentang pedoman pemantauan dan penanggulangan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Jakarta. 2005 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif. Jakarta. 2012 United Nations Children‘s Fund and World Health Organization, Low Birthweight: Country,regional and global estimates. UNICEF, New York, 2004 World Health Organization. Indicators for assessing infant and young child feeding practices part 2: measurement. Geneva. 2010.

Page 325: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

270

BAB 16. STATUS GIZI Astuti Lamid Pada Riskesdas 2013, status gizi penduduk disajikan dalam 5 (lima) bagian yang terdiri dari (1). Status Gizi Balita, (2). Status Gizi anak umur 5 –18 tahun, (3). Status gizi penduduk dewasa, (4). Risiko Kurang Energi Kronis dan (5). Wanita Hamil Risti. Jumlah responden yang dianalisis terdiri dari 5.485 anak balita (indikator BB/U, BB/TB dan TB/U), 11.960 anak umur anak umur 5 – 12 tahun, 4.856 anak umur 13 – 15 tahun, 4.225 anak umur 16–18 tahun, 58.225 orang dewasa untuk data obesitas sentral, dan 21.796 Wanita Usia Subur (WUS), dan 593 ibu hamil.

16.1. Status gizi anak balita 1. Cara penilaian status gizi balita

Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang dan tinggi badan diukur menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri balita WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score dari masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut : a. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator BB/U :

Gizi Buruk : Zscore < -3,0 Gizi Kurang : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0 Gizi Baik : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0 Gizi Lebih : Zscore > 2,0

b. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator TB/U:

Sangat Pendek : Zscore < -3,0 Pendek : : Zscore ≥- 3,0 s/d Zscore < -2,0 Normal : Zscore ≥ -2,0

c. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator BB/TB:

Sangat Kurus : Zscore < -3,0 Kurus : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0 Normal : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0 Gemuk : Zscore > 2,0

d. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB:

Pendek-Kurus : Zscore TB/U < -2,0 dan ZScore BB/TB < -2,0 Pendek-Normal : Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0 Pendek-Gemuk : Zscore ≥-2,0 s/d Zscore ≤ 2,0 TB Normal-Kurus : Zscore TB/U ≥-2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0 TB Normal-Normal : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0 TB Normal-Gemuk : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0

Page 326: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

271

Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut: Berdasarkan indikator BB/U:

Prevalensi gizi buruk : (S Balita gizi buruk/S Balita) x 100% Prevalensi gizi kurang : (S Balita gizi kurang/S Balita) x 100% Prevalensi gizi baik : (S Balita gizi baik/S Balita) x 100% Prevalensi gizi lebih : (S Balita gizi lebih/S Balita) x 100%

Berdasarkan indikator TB/U Prevalensi sangat pendek : (S Balita sangat pendek/S Balita) x 100% Prevalensi pendek : (S Balita pendek/S Balita) x 100% Prevalensi normal : (S Balita normal/S Balita) x 100%

Berdasarkan indikator BB/TB:

Prevalensi sangat kurus : (S Balita sangat kurus/S Balita) x 100% Prevalensi kurus : (S Balita kurus/S Balita) x 100% Prevalensi normal : (S Balita normal/S Balita) x 100% Prevalensi gemuk : (S Balita gemuk/S Balita) x 100%

Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB

Prevalensi pendek-kurus : (S Balita pendek- kurus/ S Balita)x100% Prevalensi pendek-normal : (S Balita pendek-normal/S Balita)x100% Prevalensi pendek-gemuk : (S Balita pendek-gemuk/S Balita)x100% Prevalensi TB normal-kurus : (S Balita normal-kurus/S Balita)x100% Prevalensi TB normal-normal : (S Balita normal-normal/S Balita)x100% Prevalensi TB normal-gemuk : (S Balita normal-gemuk/S Balita)x100%

Dalam laporan ini ada beberapa istilah status gizi yang digunakan, yaitu:

Berat Kurang : Istilah untuk gabungan gizi buruk dan gizi kurang (underweight) Kependekan : Istilah untuk gabungan sangat pendek dan pendek (Stunting) Kekurusan : : Istilah untuk gabungan sangat kurus dan kurus (Wasting)

2. Sifat-sifat indikator status gizi

Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Indikator BB/U yang rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut).

Indikator status gizi berdasarkan indeks TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan kurang dalam jangka waktu lama sejak usia bayi sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.

Page 327: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

272

Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa (Teori Barker).

Masalah gizi akut-kronis adalah masalah gizi yang memiliki sifat masalah gizi akut dan kronis. Sebagai contoh adalah anak yang kurus dan pendek.

3. Status gizi balita menurut indikator BB/U Pada Tabel 16.1 menyajikan prevalensi berat kurang (underweight) menurut kabupaten/kota. Dapat dilihat bahwa secara propinsi, prevalensi berat kurang pada tahun 2013 adalah 17,6 persen, terdiri dari 4,1 persen gizi buruk dan 13,5 persen gizi kurang.

Diantara 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, 13 kabupaten/kota memiliki prevalensi gizi berat kurang di atas angka prevalensi provinsi yaitu berkisar antara 18,0 persen sampai dengan 29,7 persen. Urutan ke 13 kabupaten dan kota tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1) Kota Tegal , (2) Blora, (3) Kota Pekalongan, (4) Demak, (5) Grobogan, (6) Tegal, (7) Pekalongan, (8) Brebes, (9) Rembang, (10) Kebumen, (11) Boyolali, (12) Pemalang dan (13) Purworejo

Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi berat kurang di Provinsi Jawa Tengah harus diturunkan minimal sebesar 2,1 persen dalam periode 2013 sampai 2015.

Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat empat belas kabupaten/kota yang memiliki prevalensi gizi berat kurang di bawah sasaran MDG atau sudah mencapai sasaran, yaitu: (1) Banyumas, (2) Banjarnegara, (3) Wonosobo, (4) Klaten, (5) Sukoharjo, (6) Karanganyar, (7) Pati, (8) Semarang, (9) Temanggung, (10) Kendal, (11) Batang, (12) Kota Magelang, (13) Kota Semarang dan (14) Kota Salatiga. Menurut WHO 2010

2 masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila

prevalensi BB/U berat kurang pada prevalensi antara 20 persen - 29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila prevalensi berat kurang lebih besar atau sama dengan 30 persen. Pada tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah prevalensi BB/U berat kurang pada balita sebesar 16,0 persen dan terjadi kenaikan 1,6 persen pada tahun 2013. Hal ini berarti bahwa masalah berat kurang di Jawa Tengah belum merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi. Diantara 35 kabupaten/Kota, terdapat 10 kabupaten/kota yang mempunyai masalah berat kurang dengan kategori prevalensi tinggi, dan tidak ada diantaranya kabupaten termasuk kategori prevalensi sangat tinggi.

4. Status gizi balita berdasarkan indikator TB/U Tabel 16.2 dan Gambar 16.2. menyajikan prevalensi kependekan (stunting) menurut provinsi dan propinsi. Prevalensi kependekan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah 36,7 persen, terdiri dari 16,8 persen sangat pendek dan 19,8 persen pendek. Prevalensi kependekan diatas prevalensi provinsi terdapat di 14 kabupaten/kota, dengan urutan dari

prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu: (1) Blora, (2)Grobogan, (3)Demak, (4)Pemalang,

(5)Kudus, (6) Brebes, (7) Pekalongan, (8) Kota Pekalongan, (9) Wonosobo, (10) Kendal, (11)

Banjarnegara, (12) Pati, (13) Tegal dan (14) Purbalingga.

2 WHO 2010. Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators: Interpretation Guide.

Page 328: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

273

Menurut WHO 20101, masalah kesehatan masyarakat dianggap prevalensi tinggi bila prevalensi

kependekan sebesar 30 – 39 persen dan prevalensi sangat tinggi bila diatas atau sama dengan 40 persen. Sebanyak 28 kabupaten/kota termasuk kategori prevalensi tinggi dan sebanyak 10 kabupaten/kota termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu 1. Blora 2. Kudus, 3. Demak, 4. Kendal, 5. Pekalongan, 6. Pemalang, 7. Kota Pekalongan, 8. Brebes, 9. Wonosobo dan 10 Grobogan.

5. Status gizi balita berdasarkan indikator BB/TB Tabel 16.3. menyajikan prevalensi kekurusan menurut kabupaten/kota. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z-score < -3,0 SD. Prevalensi sangat kurus tingkat provinsi tahun 2013 dibawah 5 persen. Prevalensi kurus sebesar 6,6 persen. Prevalensi kekurusan diatas prevalensi provinsi terdapat di 19 kabupaten/kota dengan 4 urutan dari prevalensi tertinggi adalah: (1) Kota Pekalongan (2) Batang, Kota Tegal dan Rembang Pada tahun 2013 prevalensi kegemukan di tingkat propinsi adalah 12,0 persen. Terdapat 14 kabupaten/kota yang memiliki masalah kegemukan di atas angka propinsi dengan urutan prevalensi tertinggi sampai terendah yaitu: (1) Brebes, (2) Pemalang, (3) Kudus, (4) Blora, (5) Kota Tegal, (6) Kota Pekalongan, (7) Kendal, (8) Semarang, (9)Karanganyar, (10) Rembang, (11) Sukohardjo, dan (12) Batang, (13) Purworejo dan (14) Wonosobo. Menurut WHO 2010

1 masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi BB/TB

Kurus antara 10,0 - 14,0 persen, dan dianggap kritis bila di atas atau sama dengan 15,0 persen. Pada tahun 2013, secara propinsi prevalensi BB/TB kurus pada balita masih 11,1 persen. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan di Jawa Tengah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Diantara 35 kabupaten/kota terdapat 7 kabupaten/kota yang masuk kategori kritis yaitu Kabupaten Sukoharjo, Rembang, Pati, Kendal, Batang, Kota Pekalongan dan Kota Tegal.

Page 329: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

274

Tabel 16.1 Prevalensi status gizi balita (BB/U) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut BB/U

Kabupaten/Kota Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

(%) (%) (%) (%)

Cilacap 4,0 13,4 78,3 4,4 Banyumas 1,4 13,9 82,5 2,1 Purbalingga 3,9 12,6 81,9 1,6 Banjarnegara 3,3 9,0 87,6 0,1 Kebumen 5,1 15,4 77,4 2,1 Purworejo 6,4 11,6 80,5 1,6 Wonosobo 1,3 10,2 86,8 1,7 Magelang 2,6 13,4 82,1 1,9 Boyolali 6,3 13,0 79,2 1,5 Klaten 2,2 12,3 82,8 2,7 Sukoharjo 0,6 9,3 83,7 6,4 Wonogiri 1,8 14,3 79,1 4,8 Karanganyar 0,7 11,8 82,0 5,5 Sragen 3,3 12,9 80,6 3,1 Grobogan 5,6 18,9 72,8 2,7 Blora 6,7 22,5 67,3 3,5 Rembang 8,7 12,4 69,4 9,5 Pati 7,3 7,5 83,5 1,6 Kudus 7,0 10,2 75,2 7,6 Jepara 3,8 13,3 81,3 1,6 Demak 7,3 18,2 73,2 1,3 Semarang 2,2 11,3 84,2 2,3 Temanggung 3,5 11,8 81,7 3,0 Kendal 3,6 10,2 77,0 9,3 Batang 2,9 10,3 82,6 4,2 Pekalongan 4,6 18,1 73,4 4,0 Pemalang 4,8 14,2 77,9 3,1 Tegal 4,1 18,6 74,8 2,5 Brebes 4,4 17,1 71,9 6,6 Kota Magelang 2,7 11,2 81,6 4,5 Kota Surakarta 3,4 13,3 82,1 1,2 Kota Salatiga 4,6 2,9 85,4 7,1 Kota Semarang 3,7 8,7 81,4 6,2 Kota Pekalongan 8,2 18,0 67,4 6,4 Kota Tegal 9,4 20,3 63,7 6,6

JAWA TENGAH 4,1 13,5 78,9 3,5

Page 330: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

275

Tabel 16.2 Prevalensi Status Gizi Balita (TB/U) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut TB/U

Kabupaten/Kota Sangat pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Cilacap 13,4 22,9 63,7 Banyumas 10,6 22,8 66,5 Purbalingga 16,9 19,8 63,3 Banjarnegara 15,0 22,6 62,3 Kebumen 13,3 20,5 66,2 Purworejo 17,8 17,6 64,6 Wonosobo 22,2 18,9 58,9 Magelang 11,5 25,1 63,4 Boyolali 13,3 18,3 68,4 Klaten 13,2 18,0 68,7 Sukoharjo 9,8 16,5 73,8 Wonogiri 6,2 20,4 73,4 Karanganyar 15,5 12,0 72,6 Sragen 18,2 11,7 70,0 Grobogan 23,6 31,4 45,0 Blora 37,0 18,1 44,9 Rembang 21,5 12,0 66,5 Pati 24,3 12,9 62,8 Kudus 28,1 15,9 56,0 Jepara 16,8 15,8 67,4 Demak 15,2 35,1 49,7 Semarang 16,6 18,4 65,0 Temanggung 11,4 22,9 65,7 Kendal 23,3 16,9 59,9 Batang 19,8 15,6 64,6 Pekalongan 21,8 19,7 58,4 Pemalang 19,6 26,7 53,7 Tegal 16,0 21,1 62,9 Brebes 22,0 21,6 56,4 Kota Magelang 6,4 25,6 68,1

Kota Surakarta 8,8 11,7 79,5 Kota Salatiga 7,7 10,4 81,9 Kota Semarang 12,6 13,0 74,4 Kota Pekalongan 25,9 15,3 58,8 Kota Tegal 19,0 12,6 68,4

JAWA TENGAH 16,8 19,9 63,2

Page 331: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

276

Tabel 16.3 Prevalensi Status Gizi Balita (BB/TB) menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut BB/TB

Kabupaten/Kota Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

(%) (%) (%) (%)

Cilacap 4,2 7,6 77,8 10,3 Banyumas 3,3 4,1 80,7 12,0 Purbalingga 3,2 5,5 80,4 10,8 Banjarnegara 5,6 7,8 78,2 8,4 Kebumen 2,9 6,6 83,7 6,8 Purworejo 3,9 5,9 77,5 12,7 Wonosobo 0,5 2,6 84,5 12,4 Magelang 0,5 3,9 87,1 8,4 Boyolali 4,7 4,5 86,7 4,0 Klaten 3,8 6,8 79,3 10,1 Sukoharjo 6,9 10,0 69,6 13,5 Wonogiri 4,3 2,6 85,5 7,7 Karanganyar 5,9 5,1 74,0 15,1 Sragen 5,0 9,9 73,2 11,9 Grobogan 3,8 5,3 81,5 9,4 Blora 6,0 7,7 67,7 18,6 Rembang 6,8 11,3 67,2 14,7 Pati 10,0 6,4 72,2 11,4 Kudus 5,2 8,0 67,4 19,3 Jepara 3,1 8,9 78,7 9,3 Demak 6,6 5,1 78,8 9,5 Semarang 6,3 2,7 74,3 16,7 Temanggung 1,7 3,7 87,8 6,8 Kendal 5,7 10,3 67,2 16,8 Batang 7,8 10,6 68,5 13,1 Pekalongan 4,1 8,0 78,2 9,7 Pemalang 5,9 8,7 64,7 20,7 Tegal 3,0 8,3 79,1 9,5 Brebes 7,0 7,7 61,2 24,1 Kota Magelang 0,9 9,2 79,8 10,0 Kota Surakarta 0,7 12,7 78,8 7,8 Kota Salatiga 2,6 86,8 10,6 Kota Semarang 3,3 4,5 80,3 12,0 Kota Pekalongan 11,6 8,6 62,9 16,9 Kota Tegal 9,6 8,5 64,9 16,9

JAWA TENGAH 4,5 6,6 76,9 12,0

6. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Karakteristik Responden Tabel 16.4, sampai dengan Tabel 16.6, menyajikan prevalensi status gizi balita berdasarkan indikator BB/U, TB/U, BB/TB menurut karakteristik responden yang mencakup kelompok umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan kepala rumahtangga, pekerjaan kepala rumahtangga, tempat tinggal dan kuintil indeks kepemilikan rumahtangga. Kuintil indeks kepemilikan rumahtangga disajikan mulai terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas dan teratas mengindikasikan tingkat kesejahteraan terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas dan teratas.

Page 332: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

277

Prevalensi kependekan (sangat pendek dan pendek) terbanyak pada balita kelompok umur 24 – 35 bulan (38,8 %). Prevalensi berat kurang (gizi buruk & gizi kurang) menunjukkan bahwa semakin bertambah umur balita semakin tinggi prevalensi masalah gizinya. Pada masalah kekurusan dan kegemukan menunjukkan bahwa semakin bertambah umur semakin menurun prevalensinya. Menurut jenis kelamin ditemukan bahwa prevalensi berat kurang relatif sama pada laki-laki dan perempuan sedangkan kependekan pada balita laki-laki lebih rendah daripada balita perempuan yaitu berturut-turut sebesar 35,3 persen dan 38,2 persen. Menurut tempat tinggal, prevalensi kependekan di perkotaan lebih rendah daripada balita di perdesaan yaitu 33,3 persen dibanding 38,2 persen, sedangkan prevalensi berat kurang perkotaan relatif sama dengan perdesaan. Prevalensi berat kurang semakin rendah seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala rumahtangga. Tidak demikian halnya dengan indikator TB/U dan BB/TB tidak ada pengaruh peningkatan pendidikan dengan prevalensi kependekan dan kekurusan. Prevalensi anak balita kegemukan yang kepala rumah tangga tidak pernah sekolah dan yang tamat D1-D3/PT sama, kemudian prevalensi menurun pada pendidikan tidak tamat SD, Tamat SD, tamat SLTP dan SLTA. Hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah tingginya prevalensi kegemukan pada balita yang kepala rumahtangganya tidak pernah sekolah karena menyamai prevalensi kegemukan balita pada kepala rumahtangga yang berpendidikan tamat D1-D3/PT (14,7 %). Jika dilihat prevalensi masalah gizi balita berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumahtangga terlihat bahwa pada jenis pekerjaan yang berpenghasilan relatif tetap prevalensi kependekan dan kekurusan lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang berpenghasilan tidak tetap. Prevalensi berat kurang pada pekerjaan tetap relatif sama dengan kepala keluarga yang tidak tidak bekerja dan lebih rendah dari pada kepala keluarga dengan pekerjaan yang tidak tetap. Sebaliknya, prevalensi gizi lebih terlihat relatif lebih tinggi pada jenis pekerjaan berpenghasilan tetap dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak berpenghasilan tetap. Pola antara prevalensi berat kurang dan kependekan dengan kuintil indeks kepemilikan terlihat jelas. Semakin baik keadaan kesejahteraan rumahtangga semakin rendah prevalensi berat kurang dan kependekan. Sebaliknya tidak terlihat jelas pola antar prevalensi kekurusan dan kegemukan dengan indeks kepemilikan.

Page 333: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

278

Tabel 16.4 Prevalensi status gizi balita (BB/U) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut BB/U

Karakteristik Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

(%) (%) (%) (%)

Kelompok umur (bulan) 0-5 2,4 5,9 87,3 4,3 6-11 3,5 9,8 83,0 3,6 12-23 3,0 10,2 84,0 2,8 24-35 4,4 17,9 74,6 3,1 36-47 6,1 14,9 74,8 4,1 48-59 3,7 15,9 76,8 3,6

Jenis kelamin Laki-laki 4,4 13,1 78,2 4,2 Perempuan 3,7 13,9 79,6 2,8

Pendidikan KK Tidak sekolah 4,7 15,1 77,8 2,5 Tidak tamat SD 5,2 13,3 77,8 3,7 Tamat SD 4,3 15,8 77,0 2,9 Tamat SLTP 5,5 12,5 79,3 2,7 Tamat SLTA 2,8 11,5 82,0 3,7 Tamat D1-D3/PT 0,2 9,1 81,1 9,7

Pekerjaan KK Tidak bekerja 2,9 11,9 82,8 2,4 Pegawai 2,7 12,0 79,2 6,1 Wiraswasta 3,4 12,1 80,6 3,9 Petani/nelayan/buruh 5,0 15,1 77,4 2,5 Lainnya 4,1 10,1 81,1 4,7

Tempat tinggal Perkotaan 2,9 11,9 82,8 2,4 Perdesaan 2,7 12,0 79,2 6,1

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

6,3 15,1 76,7 1,9 3,7 14,4 79,0 2,9 4,3 14,1 78,2 3,3 4,1 13,1 79,6 3,2 2,2 11,1 80,5 6,1

Page 334: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

279

Tabel 16.5 Prevalensi Status Gizi Balita (TB/U) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut TB/U

Karakteristik Sangat pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Kelompok umur

0-5 bulan 14,1 12,1 73,8

6-11 bulan 21,4 11,8 66,8

12-23 bulan 18,6 19,2 62,1

24-35 bulan 17,7 21,1 61,2

36-47 bulan 15,4 23,1 61,4

48-59 bulan 15,4 22,8 61,8

Jenis kelamin

Laki-laki 16,1 19,2 64,7

Perempuan 17,6 20,6 61,8

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 20,1 14,9 65,0

Tidak tamat SD 16,3 19,6 64,0

Tamat SD 20,8 21,5 57,7

Tamat SLTP 15,0 22,1 62,9

Tamat SLTA 12,8 18,7 68,5

Tamat D1-D3/PT 11,4 11,3 77,4

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 12,7 17,2 70,1

Pegawai 13,2 15,8 71,0

Wiraswasta 16,6 19,5 63,9

Petani/nelayan/buruh 18,7 22,4 58,9

Lainnya 17,4 13,4 69,2

Tipe daerah

Kota 15,7 17,6 66,7

Desa 17,8 21,9 60,4

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 25,0 19,6 55,4

Menengah bawah 19,9 24,4 55,7

Menengah 14,7 22,1 63,2

Menengah atas 15,2 16,8 68,0

Teratas 13,4 14,6 71,9

Page 335: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

280

Tabel 16.6 Prevalensi Status Gizi Balita (BB/TB) menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi BB/TB

Karakteristik Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

(%) (%) (%) (%)

Kelompok umur (bulan) 0-5 6,0 5,7 62,1 26,2 6-11 5,6 10,4 65,6 18,3 12-23 4,8 7,2 78,0 10,0 24-35 4,6 6,4 80,6 8,4 36-47 3,9 6,5 79,8 9,9 48-59 3,8 5,3 80,0 10,9

Jenis kelamin Laki-laki 5,0 6,5 75,5 13,0 Perempuan 4,0 6,7 78,3 11,1

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 6,4 5,0 73,9 14,7 Tidak tamat SD 2,9 7,7 78,5 10,9 Tamat SD 4,9 7,0 76,2 11,9 Tamat SLTP 5,9 6,9 77,3 10,0 Tamat SLTA 3,9 5,6 77,9 12,7 Tamat D1-D3/PT 6,4 5,0 73,9 14,7

Pekerjaan KK Tidak bekerja 5,0 5,2 78,7 11,0 Pegawai 2,9 5,8 76,8 14,6 Wiraswasta 5,5 6,5 76,0 12,0 Petani/nelayan/buruh 4,6 7,1 76,9 11,5 Lainnya 4,6 7,1 78,4 9,8

Tempat tinggal Perkotaan 4,4 7,3 75,7 12,6 Perdesaan 4,6 6,0 77,8 11,5

Kuintil Indeks kepemilikan Terbawah 3,7 6,2 80,0 10,1 Menengah bawah 4,8 7,6 74,8 12,8 Menengah 5,6 6,4 76,5 11,5 Menengah Atas 4,1 7,6 77,2 11,0 Teratas 3,1 4,3 77,5 15,0

7. Status gizi balita berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB

Tabel 16.7 di bawah ini menyajikan gabungan prevalensi balita menurut ke tiga indikator status gizi yang digunakan yaitu BB/U (Gizi Buruk dan Kurang), TB/U (kependekan), BB/TB (kekurusan). Indikator TB/U memberikan gambaran masalah gizi yang sifatnya kronis dan BB/TB memberikan gambaran masalah gizi yang sifatnya akut.

Dua puluh dua kabupaten/kota masih menghadapi permasalahan gizi akut dan 9 kabupaten/kota menghadapi permasalahan gizi akut dan kronis. Hanya 11 kabupaten/kota yang masalah gizi kronisnya lebih kecil dari angka Provinsi Jawa Tengah dan masalah gizi akutnya belum mencapai kondisi serius.

Page 336: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

281

Tabel 16.7 Prevalensi balita menurut tiga indikator status gizi menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota BB/U

(Buruk+Kurang)

TB/U** ( Sangat Pendek+

Pendek)

BB/TB* (Sangat Kurus+

Kurus) Akut* Kronis**

Cilacap 17,4 36,3 11,8 √

Banyumas 15,3 33,4 7,4

Purbalingga 16,5 36,7 8,7

Banjarnegara 12,3 37,6 13,4 √ √

Kebumen 20,5 33,8 9,5

Purworejo 18 35,4 9,8

Wonosobo 11,5 41,1 3,1 √

Magelang 16 36,6 4,4

Boyolali 19,3 31,6 9,2

Klaten 14,5 31,2 10,6 √

Sukoharjo 9,9 26,3 16,9 √

Wonogiri 16,1 26,6 6,9

Karanganyar 12,5 27,5 11 √

Sragen

16,2 29,9 14,9 √

Grobogan 24,5 55 9,1 √

Blora 29,2 55,1 13,7 √ √

Rembang 21,1 33,5 18,1 √

Pati 14,8 37,2 16,4 √

Kudus 17,2 44 13,2 √ √

Jepara 17,1 32,6 12 √

Demak 25,5 50,3 11,7 √ √

Semarang 13,5 35 9

Temanggung 15,3 34,3 5,4

Kendal 13,8 40,2 16 √ √

Batang 13,2 35,4 18,4 √

Pekalongan 22,7 41,5 12,1 √ √

Pemalang 19 46,3 14,6 √ √

Tegal 22,7 37,1 11,3 √

Brebes 21,5 43,6 14,7 √ √

Kota Magelang 13,9 32 10,1 √

Kota Surakarta 16,7 20,5 13,4 √

Kota Salatiga 7,5 18,1 2,6

Kota Semarang 12,4 25,6 7,8

Kota Pekalongan 26,2 41,2 20,2 √ √

Kota Tegal 29,7 31,6 18,1 √

JAWA TENGAH 17,6 36,7 11,1

* Permasalahan gizi akut adalah apabila BB/TB >10 (UNHCR) **Permasalahan gizi kronis adalah apabila TB/U di atas prevalensi nasional (37,2)

Page 337: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

282

Memperhatikan jumlah sampel balita yang bisa dianalisis sampai tingkat kabupaten/kota, uraian berikut ini mengkaji urutan (rangking) dari yang terbaik sampai yang terburuk terhadap seluruh kabupaten/kota.

Berdasarkan BB/U: underweight (gabungan gizi buruk + gizi kurang berdasarkan BB/U),

Berdasarkan TB/U: stunting (gabungan antara sangat pendek dan pendek)

Berdasarkan BB/TB: wasting (gabungan antara sangat kurus dan kurus) Sebagai gambaran, setelah dilakukan rangking antar kabupaten/kota, kemudian diambil 3 kabupaten/kota yang terbaik dan terburuk sebagai berikut: Berdasarkan BB/U, daftar 3 kabupaten/kota dengan underweight paling banyak dan paling sedikit adalah: Terbaik Terburuk 1. Kota Salatiga 7,5% 1. Kota Tegal 29,7%. 2. Sukohardjo 9,9% 2. Blora 29,2% 3. Wonosobo 11,5% 3. Kota Pekalongan 26,2% Berdasarkan TB/U (gabungan sangat pendek + pendek), gambarannya adalah sebagai berikut Terbaik Terburuk 1. Kota Salatiga 18,1% 1. Blora 55,1% 2. Kota Surakarta 20,5% 2. Grobogan 55% 3. Kota Semarang 25,6% 3. Demak 50,3 % Berdasarkan BB/TB (gabungan sangat kurus dan kurus) gambaran terbaik dan terburuk adalah sebagai berikut: Terbaik Terburuk 1. Kota Salatiga 2,6% 1. Kota Pekalongan 20,2% 2. Wonosobo 3,1% 2. Batang 18,4% 3. Magelang 4,4% 3. Kota Tegal 18,1%

16.2. Status gizi anak umur 5-18 tahun Status Gizi anak umur 5-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur yaitu 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan baku antropometri anak 5-19 tahun WHO 2007 dihitung nilai Z_scoreTB/U dan IMT/U masing-masing anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z_score ini status gizi anak dikategorikan sebagai berikut: Berdasarkan indikator TB/U: Sangat pendek : Z_score < -3, Pendek :Z_score ≥ -3,0 s/d < -2,0 dan Normal : Z_score ≥ -2,0 Berdasarkan indikator IMT/U: Sangat kurus : Z_score < -3,0 Kurus : Z_score ≥ -3,0 s/d < -2,0 Normal : Z_score ≥ -2,0 s/d ≤ 1,0 Gemuk : Z_score > 1,0 s/d ≤ 2,0 Obesitas : Z_score > 2,0

Page 338: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

283

1. Status gizi anak umur 5 -12 tahun

Pada Tabel 16.8 dapat dilihat bahwa secara propinsi prevalensi kependekan menurut TB/U pada anak umur 5-12 tahun, adalah 28,6 persen yang terdiri dari 11,0 persen sangat pendek dan 17,6 persen pendek. Prevalensi kependekan terendah di Kota Magelang yaitu 13,7 persen dan tertinggi di Brebes 40,7 persen. Masih terdapat sebanyak 19 kabupaten/kota dengan prevalensi kependekan di atas prevalensi propinsi yaitu kabupaten Purbalingga, Kebumen, Purworedjo, Wonosobo, Magelang, Klaten, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Temanggung, Pekalongan, Tegal, Brebes, Kota Pekalongan dan Kota Tegal Pada Tabel 16.9 dapat dilihat bahwa secara kabupaten/kota prevalensi kekurusan pada anak umur 5 -12 tahun adalah 12,1 persen, terdiri dari 4,6 persen sangat kurus dan 7,5 persen kurus. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah di kabupaten Wonosobo yaitu 5,2 persen dan paling tinggi di kabupaten Grobogan 20,7 persen. Sebanyak 12 kabupaten/kota dengan prevalensi kekurusan diatas angka propinsi yaitu: Klaten, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Tegal, kota Tegal Masalah kegemukan pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,0 persen. Prevalensi kegemukan diatas prevalensi propinsi terdapat di 16 kabupaten/kota yaitu Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Kendal, Batang, Pekalongan, Brebes, Kota Magelang, Kota Semarang, Kota Pekalongan dan Kota Tegal.

Page 339: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

284

Tabel 16.8 Prevalensi Status Gizi (TB/U) Umur 5 – 12 Tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut TB/U

Kabupaten/Kota Sangat pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Cilacap 6,6 18,3 75,0 Banyumas 5,9 11,8 82,3 Purbalingga 8,7 20,7 70,6 Banjarnegara 7,5 13,0 79,5 Kebumen 10,6 20,6 68,8 Purworejo 7,1 24,0 68,9 Wonosobo 5,4 26,0 68,6 Magelang 7,9 22,6 69,5 Boyolali 6,4 13,9 79,7 Klaten 12,5 17,1 70,4 Sukoharjo 8,2 14,5 77,3 Wonogiri 3,6 17,3 79,2 Karanganyar 10,6 16,0 73,5 Sragen 10,6 13,7 75,8 Grobogan 19,0 20,2 60,8 Blora 20,5 14,1 65,3 Rembang 16,4 18,9 64,8 Pati 18,3 17,6 64,1 Kudus 13,4 18,3 68,3 Jepara 15,3 20,1 64,6 Demak 14,2 17,2 68,6 Semarang 6,0 20,6 73,3 Temanggung 4,5 24,5 71,1 Kendal 16,8 11,4 71,8 Batang 8,7 14,0 77,4 Pekalongan 13,2 16,9 70,0 Pemalang 6,9 18,9 74,1 Tegal 10,4 20,2 69,4 Brebes 23,1 17,6 59,3 Kota Magelang 3,3 10,4 86,3

Kota Surakarta 3,6 17,6 78,8 Kota Salatiga 6,9 16,0 77,1 Kota Semarang 6,4 12,4 81,2 Kota Pekalongan 14,0 16,6 69,4 Kota Tegal 16,9 18,2 64,8

JAWA TENGAH 11,0 17,6 71,4

Page 340: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

285

Tabel 16.9 Prevalensi status gizi (IMT/U) Umur 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi IMT/U

Kabupaten/Kota Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

% % % % %

Cilacap 6,4 5,4 70,2 13,1 4,9 Banyumas 3,9 7,6 75,4 8,1 4,9 Purbalingga 3,3 6,0 80,1 6,6 4,0 Banjarnegara 3,1 8,1 75,0 8,1 5,7 Kebumen 2,7 7,4 80,5 4,0 5,3 Purworejo 3,2 5,5 75,7 10,8 4,7 Wonosobo 1,5 3,7 88,1 5,3 1,5 Magelang 1,4 8,7 76,5 8,1 5,4 Boyolali 5,0 7,1 76,3 7,5 4,1 Klaten 5,7 10,4 70,6 8,0 5,3 Sukoharjo 5,4 5,0 62,2 16,1 11,4 Wonogiri 1,5 10,1 69,7 10,1 8,7 Karanganyar 5,4 6,9 68,7 10,3 8,8 Sragen 7,3 8,1 69,0 8,7 6,9 Grobogan 8,8 11,9 63,4 8,2 7,6 Blora 9,3 4,1 61,5 11,1 13,9 Rembang 6,1 7,2 57,7 18,7 10,3 Pati 5,7 8,6 56,3 17,3 12,0 Kudus 7,8 8,2 63,4 11,6 9,1 Jepara 9,5 9,3 60,7 11,6 9,0 Demak 4,9 8,7 69,9 9,9 6,7 Semarang 4,4 6,2 73,2 11,2 5,0 Temanggung 2,7 7,2 80,9 5,6 3,6 Kendal 4,5 5,4 62,8 14,5 12,8 Batang 3,3 5,8 72,3 11,1 7,6 Pekalongan 2,7 7,4 69,5 10,9 9,5 Pemalang 3,9 7,2 73,9 9,9 5,2 Tegal 3,2 9,8 70,6 8,1 8,4 Brebes 3,7 6,6 63,5 11,5 14,8 Kota Magelang 2,4 7,3 71,3 11,3 7,7 Kota Surakarta 4,1 6,2 77,0 7,6 5,0 Kota Salatiga 1,9 7,5 77,0 8,5 5,1 Kota Semarang 2,8 7,8 65,0 9,7 14,7 Kota Pekalongan 2,6 7,1 62,1 13,7 14,6 Kota Tegal 6,0 6,4 58,7 13,0 15,9

JAWA TENGAH 4,6 7,5 70,0 10,1 7,9

Pada Tabel 16.10 berdasarkan jenis kelamin prevalensi katagori sangat pendek lebih tinggi pada balita perempuan (11,1%) sedangkan katagori pendek lebih besar pada balita laki-laki (18,5%).

Sedangkan menurut tempat tinggal, prevalensi anak kependekan di perkotaan lebih rendah dari anak di perdesaan. Prevalensi kependekan terlihat semakin rendah dengan meningkatnya pendidikan kepala rumahtangga terutama setelah tamat SD. Prevalensi kependekan terlihat paling rendah pada kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai dengan penghasilan tetap. Prevalensi kependekan juga semakin rendah dengan semakin tingginya kuintil indeks kepemilikan.

Page 341: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

286

Demikian pula halnya dengan prevalensi kekurusan (Tabel 16.11), terlihat pada anak laki laki lebih tinggi yaitu 12.8 persen dibadingkan anak perempuan yaitu 11,4 persen. Menurut tempat tinggal prevalensi kekurusan di perkotaan sedikit lebih tinggi dari anak di perdesaan yaitu berturut-turut sebesar 12,3 persen dan 11,8 persen. Prevalensi kekurusan tidak mempunyai pola yang jelas hubungan dengan pendidikan kepala rumahtangga. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah pada balita dengan kepala rumahtangga yang tidak pernah sekolah. Prevalensi kekurusan terendah ditemukan pada keluarga dengan penghasilan tetap sedangkan ketidak jelasan pola hubungan prevalensi kekurusan ditemukan pada kuintil indeks kepemilikan. Prevalensi kekurusan tertinggi (14% dan 12,2 %) ada pada anak dalam keluarga dengan kuintil indeks kepemilikan menengah dan menengah atas. Namun pada kuintil teratas prevalensi kekurusan menurun menjadi terendah yaitu 10,3% sedangkan kuintil terbawah prevalensinya sebesar 11,9%. Prevalensi kegemukan pada anak laki-laki umur 5-12 tahun lebih tinggi dibandingkan anak perempuan yaitu sebesar 19,4 persen dan 16,4 persen. Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan prevalensi di perdesaan yaitu berturut-turut sebesar 19,4 persen dan 16,8 persen. Prevalensi kegemukan terlihat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala rumahtangga. Pada pendidikan kepala rumah tangga SD kebawah, prevalensi kegemukan pada anak umur 5-12 tahun berkisar dari 14,1 persen sampai 16,1 persen, sedangkan pada kepala rumahtangga yang berpendidikan SLTP keatas berkisar dari 16,9 persen sampai 25,7 persen. Prevalensi kegemukan pada anak umur 5-12 tahun memperlihatkan pola yang jelas dengan jenis pekerjaan kepala rumahtangga, yaitu prevalensi tertinggi dijumpai pada anak dengan kepala rumahtangga yang bekerja sebagai pegawai berpenghasilan tetap (21,4 %) dan sekolah (29%), dan terkecil pada anak yang kepala rumahtangganya sebagai wiraswasta dan tidak bekerja (15,2% dan 16,3 persen). Menurut keadaan ekonomi rumahtangga, terlihat bahwa semakin meningkat keadaan ekonomi rumahtangga semakin tinggi prevalensi kegemukan pada anak umur 5-12 tahun. Prevalensi kegemukan tertinggi terlihat pada rumahtangga dengan kuintil indeks kepemilikan teratas (24,9 %).

Page 342: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

287

Tabel 16.10

Prevalensi status gizi (TB/U) Umur 5 – 12 tahun menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Status gizi menurut TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

10,9 18,5 70,5

11,1 16,6 72,3 Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 11,3 17,7 71,0 Tidak tamat SD 11,3 19,5 69,2 Tamat SD 13,5 19,5 67,0 Tamat SLTP 10,1 17,6 72,3 Tamat SLTA 8,5 14,4 77,1

Tamat D1-D3/PT 4,8 12,1 83,1

Pekerjaan KK Tidak bekerja 8,0 18,1 73,9 Pegawai 7,9 13,7 78,4 Wiraswasta 10,7 16,4 72,9 Petani/nelayan/buruh 12,4 19,6 67,9 Lainnya 11,6 16,4 72,0 Tempat Tinggal Perkotaan 9,8 16,7 73,5 Pedesaan 12,0 18,3 69,7 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

14,5 22,9 62,6

11,0 18,5 70,4

10,4 17,9 71,7

11,0 17,1 71,9

8,4 12,3 79,4

Page 343: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

288

Tabel 16.11 Prevalensi status gizi (IMT/U) Umur 5 – 12 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Status Gizi Menurut IMT/U

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

5,2 7,6 67,9 10,2 9,2 4,0 7,4 72,2 9,9 6,5

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 4,1 5,6 76,3 7,0 7,1 Tidak tamat SD 4,8 7,4 72,3 8,0 7,5 Tamat SD 4,9 8,0 71,1 9,1 7,0 Tamat SLTP 5,6 7,5 69,9 9,3 7,6 Tamat SLTA 3,7 6,7 67,5 12,6 9,6 Tamat D1-D3/PT 2,4 8,2 63,7 15,4 10,3

Pekerjaan KK Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

4,2 7,7 71,7 11,2 5,1 3,7 7,3 67,0 11,8 10,1 4,8 6,0 67,8 12,3 9,1 4,7 8,2 71,9 8,6 6,6 6,1 7,4 69,7 6,9 9,9 4,2 7,7 71,7 11,2 5,1

Tempat Tinggal Perkotaan 4,4 7,9 68,2 10,8 8,6 Pedesaan 4,7 7,1 71,4 9,5 7,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah Atas Teratas

4,4 7,5 74,3 7,4 6,3

4,2 7,6 73,7 7,9 6,5

5,7 8,3 69,1 10,1 6,7

4,9 7,3 68,9 10,5 8,4

3,6 6,7 64,8 13,7 11,2

2. Status gizi remaja umur 13 -15 tahun

Pada Tabel 16.12 disajikan mengenai prevalensi kependekan pada remaja umur 13-15 tahun. Dapat dilihat bahwa secara kabupaten/kota, prevalensi kependekan pada remaja umur 13 -15 tahun adalah 30,6 persen yang terdiri dari 10,2 persen sangat pendek dan 20,4 persen pendek. Prevalensi kependekan terendah di kota Semarang yaitu 15,3 persen dan tertinggi di kabupaten Brebes 48,8 persen. Sebanyak 14 kabupaten/kota dengan prevalensi melebihi prevalensi propinsi yaitu Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Karanganyar, Grobogan, Blora, Rembang, Kudus, Demak, Kendal, Batang, Pemalang, Brebes dan Kota Pekalongan. Pada Tabel 16.13 dapat dilihat bahwa secara propinsi prevalensi kekurusan pada remaja 13-15th adalah 11,4 persen terdiri dari 3,5 persen sangat kurus dan 7,9 persen kurus. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah di kabupaten Semarang yaitu 6,4 persen dan paling tinggi di Kabupaten Jepara yaitu 17,1 persen. Terdapat sebanyak 14 kabupaten dengan prevalensi anak Kurus (IMT/U) diatas prevalensi propinsi yaitu kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Klaten, Wonogiri, Grobogan, Pati, Jepara, Demak, Temanggung, Kendal, Batang, Brebes dan Kota Surakarta.

Page 344: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

289

Prevalensi kegemukan pada remaja umur 13-15 tahun di Jawa Tengah sebesar 9,5 persen, terdiri dari 7,1 persen kegemukan dan 2,4 persen obesitas. Sebanyak 19 kabupaten dengan prevalensi kegemukan diatas prevalensi provinsi yatu: Banyumas, Karanganyar, Grobogan, Blora, Pati, Kudus, Demak, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang dan Kota Tegal.

Tabel 16.12 Prevalensi status gizi (TB/U) Remaja Umur 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut TB/U

Kabupaten/Kota Sangat pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Cilacap 9,0 20,2 70,8 Banyumas 8,2 16,4 75,4 Purbalingga 5,3 17,3 77,3 Banjarnegara 6,3 17,4 76,3 Kebumen 7,6 24,9 67,5 Purworejo 12,8 23,5 63,8 Wonosobo 6,9 30,2 62,9 Magelang 4,1 13,8 82,1 Boyolali 6,0 24,5 69,5 Klaten 9,0 13,4 77,6 Sukoharjo 11,1 17,2 71,7 Wonogiri 4,8 21,6 73,5 Karanganyar 12,6 19,4 68,0 Sragen 9,0 14,6 76,4 Grobogan 9,8 29,7 60,5 Blora 24,0 20,8 55,2 Rembang 17,0 26,1 56,9 Pati 10,0 13,4 76,6 Kudus 17,8 22,5 59,7 Jepara 11,0 19,5 69,5 Demak 13,9 22,4 63,7 Semarang 5,9 14,8 79,2 Temanggung 9,6 18,3 72,2 Kendal 13,6 18,5 67,9 Batang 12,0 31,9 56,1 Pekalongan 8,1 21,8 70,1 Pemalang 11,1 27,8 61,0 Tegal 7,5 17,0 75,6 Brebes 20,8 28,0 51,2 Kota Magelang 2,9 14,3 82,8

Kota Surakarta 3,9 13,3 82,8 Kota Salatiga 1,2 17,5 81,3 Kota Semarang 5,4 9,9 84,8 Kota Pekalongan 24,0 17,7 58,3 Kota Tegal 9,7 15,8 74,5

JAWA TENGAH 10,2 20,4 69,5

Page 345: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

290

Tabel 16.13 Prevalensi status gizi (IMT/U) Anak Umur 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Status gizi IMT/U

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

(%) (%) (%) (%) (%)

Cilacap 5,0 7,6 82,2 5,2 Banyumas 5,2 6,6 77,8 8,3 2,2 Purbalingga 3,2 8,3 82,2 3,1 3,3 Banjarnegara 1,8 7,5 85,8 2,5 2,3 Kebumen 3,0 5,0 83,3 8,3 ,4 Purworejo 2,2 6,3 82,6 8,4 ,6 Wonosobo 1,9 8,0 83,7 5,2 1,2 Magelang 1,7 7,9 83,9 3,6 2,8 Boyolali 5,2 17,8 68,5 6,4 2,1 Klaten 3,6 8,3 80,8 5,0 2,3 Sukoharjo 10,5 82,4 7,1 Wonogiri 5,2 6,6 80,7 4,7 2,7 Karanganyar 6,1 4,9 77,5 9,0 2,5 Sragen 1,7 5,2 86,8 4,0 2,4 Grobogan 2,8 8,7 77,0 6,5 4,9 Blora 2,7 5,3 76,2 11,1 4,7 Rembang 2,2 7,7 82,9 7,1 Pati 5,6 9,9 73,7 7,7 3,0 Kudus 1,8 6,1 80,2 9,8 2,1 Jepara 6,7 10,4 76,1 5,4 1,4 Demak 2,9 12,2 73,7 7,3 3,8 Semarang 2,3 4,1 83,5 7,8 2,4 Temanggung 1,5 10,0 74,7 9,3 4,5 Kendal 8,8 5,6 75,3 7,9 2,3 Batang 2,5 9,0 78,4 8,5 1,6 Pekalongan 4,6 6,7 81,0 5,8 1,9 Pemalang 1,3 6,7 80,7 8,5 2,8 Tegal 2,9 7,7 79,2 7,0 3,2 Brebes 4,2 9,7 75,8 8,1 2,2 Kota Magelang 1,2 7,5 71,0 17,3 2,9 Kota Surakarta 4,8 11,5 72,8 10,1 ,8 Kota Salatiga 2,4 6,0 74,3 11,6 5,7 Kota Semarang 2,1 6,8 75,2 11,0 4,9 Kota Pekalongan 2,4 7,4 81,4 6,3 2,4 Kota Tegal 5,5 4,9 77,1 10,5 2,0

JAWA TENGAH 3,5 7,9 79,0 7,1 2,4

Menurut karakteristik responden (Tabel 16.14), prevalensi kependekan pada remaja 13 – 15 tahun lebih banyak pada remaja laki-laki (31,7%) daripada remaja perempuan (29,2%). Prevalensi remaja yang tinggal di perdesaan lebih tinggi (34%) daripada yang tinggal di perkotaan (26,2%). Semakin rendah tingkat pendidikan kepala keluara, semakin tinggi prevalensi kependekan remaja umur 13 – 15 tahun, yaitu antara 33,1 persen sampai 38,5 persen. Untuk kepala keluarga dengan penghasilan tetap (pegawai) dan wiraswasta prevalensinya lebih rendah daripada remaja dengan kepala keluarga yang bekerja dan berpenghasilan tidak tetap (tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh serta lainnya). Menurut kuintil indeks kepemilikan, prevalensi

Page 346: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

291

kependekan remaja umur 13-15 tahun cenderung lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah yaitu antara 37,2 persen (terbawah) sampai 23,3 persen (teratas). Menurut karakteristik responden (Tabel 16.15), prevalensi kekurusan pada anak 13 – 15 tahun lebih banyak pada anak laki-laki (12,8%) daripada anak perempuan (10,0%). Prevalensi kekurusan anak yang tinggal di perdesaan lebih rendah (10,8%) daripada yang tinggal di perkotaan (12,3%). Tidak jelas terlihat pola hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan prevalensi kekurusan anak umur 13 – 15 tahun. Pada kepala keluarga dengan penghasilan tetap (pegawai) prevalensi kekurusan lebih rendah dibandingkan dengan anak dari kepala keluarga yang tidak berpenghasilan tidak tetap dan lainnya. Menurut kuintil indeks kepemilikan, prevalensi kekurusan lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah yaitu 12,5 persen, sehingga tidak terlihat jelas pola hubungan antara tingginya prevalensi kekurusan dengan kuintil indeks kepemilikan.

Sebaliknya prevalensi kegemukan pada remaja laki-laki umur 16 – 18 tahun relatif sama dengan remaja wanita. Pada remaja umur tersebut yang tinggal di perkotaan prevalensi kegemukan (10,3%) lebih tinggi dari pada yang tinggal di perdesaan (8,8%). Tidak terlihat jelas pola hubungan antara pendidikan kepala keluarga dengan prevalensi kegemukan. Prevalensi kegemukan pada kepala keluarga yang bekerja sebagai wiraswasta adalah terendah (8,3%) diikuti dengan kepala keluarga yang bekerja tetap 8,5 persen, sedangkan yang tidak bekerja dan lainnya tertinggi (15%).

Page 347: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

292

Tabel 16.14 Prevalensi status gizi (TB/U) Anak Umur 13 – 15 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut TB/U

Karakteristik Sangat pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 11,7 20,0 68,3 Perempuan 8,4 20,8 70,8 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 9,5 29,0 61,5 Tidak tamat SD 9,3 22,9 67,8 Tamat SD 12,4 20,7 66,9 Tamat SLTP 8,1 21,9 70,1 Tamat SLTA 8,6 15,5 76,0 Tamat D1-D3/PT 4,6 14,2 81,2 Pekerjaan KK

Tidak bekerja 5,8 18,7 75,5 Pegawai 5,9 16,8 77,4 Wiraswasta 10,5 18,6 70,9 Petani/nelayan/buruh 11,2 21,8 67,0 Lainnya 13,0 23,6 63,3 Tempat tinggal

Perkotaan 8,7 17,5 73,8 Pedesaan 11,3 22,7 66,0 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 12,4 24,8 62,7 Menengah bawah 11,3 23,1 65,5 Menengah 8,2 21,2 70,6 Menengah atas 9,6 18,5 71,9 Teratas 9,3 14,0 76,7

Page 348: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

293

Tabel 16.15 Prevalensi status gizi (IMT/U) Anak Umur 13 – 15 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status Gizi menurut IMT/U

Karakteristik Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

(%) (%) (%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

4,2 8,6 77,3 7,1 2,8

2,8 7,2 80,9 7,2 1,9 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 6,4 11,6 74,6 5,5 2,0 Tidak tamat SD 3,6 7,1 77,9 8,1 3,2 Tamat SD 3,5 7,4 80,8 6,7 1,5 Tamat SLTP 3,3 7,3 80,1 6,7 2,6 Tamat SLTA 3,3 9,6 76,1 7,5 3,5 Tamat D1-D3/PT 1,9 8,2 77,1 9,4 3,4

Pekerjaan KK

Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

1,5

10,5

73,0

8,4

6,6 3,3 8,6 74,2 9,8 4,1 2,7 7,7 81,1 6,8 1,7 4,1 7,6 80,1 6,5 1,8 3,7 7,9 79,4 7,2 1,8 1,5 10,5 73,0 8,4 6,6

Tempat Tinggal

Perkotaan 3,6 8,7 77,4 7,6 2,7 Pedesaan 3,5 7,3 80,4 6,7 2,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah Atas Teratas

3,8

8,7

79,6

6,4

1,6

4,2 7,4 79,5 6,8 2,0

3,8 8,7 77,5 7,6 2,4

3,0 7,7 79,9 7,1 2,3

2,9 7,1 78,6 7,8 3,6

3. Status gizi remaja umur 16 – 18 tahun Data yang disajikan pada Tabel 16.16 adalah mengenai status gizi remaja umur 16 – 18 tahun, dan secara kabupaten/kota prevalensi kependekan adalah 26,3 persen yang terdiri dari 4,9 persen sangat pendek dan 21,4 persen pendek. Sebanyak 17 kabupaten dengan prevalensi kependekan diatas prevalensi propinsi,

Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16 – 18 tahun seperti disajikan pada Tabel 16,17 menunjukkan bahwa prevalensi kekurusan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 9,1 persen, terdiri dari 1,9 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Sebanyak 20 kabupaten dengan prevalensi kekurusan diatas propinsi yaitu Cilacap, Banjarnegara, Purworejo, Boyolali, Klaten, Wonogiri,

Page 349: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

294

Sragen, Pati, Kudus, Semarang, Temanggung, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan dan Kota Tegal . Prevalensi kegemukan pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,1 persen (5,4 % gemuk dan 1,7 % obesitas). Kabupaten prevalensi kegemukan tertinggi adalah Kota Surakarta 12,3 persen dan terendah adalah Sukoharjo dan Temanggung (2 %). Enam belas kabupaten/kota dengan prevalensi kegemukan diatas prevalensi propinsi yaitu Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, Grobogan, Demak, Pekalongan, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang.

Tabel 16.16 Prevalensi status gizi (TB/U) Anak Umur 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Status gizi menurut TB/U

Sangat pendek Pendek Normal

(%) (%) (%)

Cilacap 5,4 21,8 72,9 Banyumas 3,3 15,8 80,9 Purbalingga 4,1 33,4 62,5 Banjarnegara 4,8 13,3 81,9 Kebumen 1,9 30,1 68,0 Purworejo 10,3 20,1 69,6 Wonosobo 4,6 29,0 66,4 Magelang 8,2 22,4 69,5 Boyolali 5,7 22,2 72,1 Klaten ,4 16,1 83,5 Sukoharjo 4,5 20,9 74,6 Wonogiri 1,2 19,1 79,7 Karanganyar 3,8 18,8 77,4 Sragen 6,9 11,4 81,7 Grobogan 7,5 23,4 69,2 Blora 5,6 17,2 77,2 Rembang 10,0 30,4 59,6 Pati 4,0 16,6 79,4 Kudus 5,1 23,6 71,3 Jepara 4,3 16,3 79,4 Demak 3,2 26,9 69,8 Semarang 1,4 20,2 78,4 Temanggung 1,9 26,5 71,7 Kendal 4,2 13,2 82,6 Batang 6,6 29,0 64,4 Pekalongan 3,2 24,0 72,8 Pemalang 5,1 28,6 66,3 Tegal 3,3 21,7 75,0

Brebes 9,0 26,4 64,7 Kota Magelang 5,5 11,5 83,1 Kota Surakarta 1,2 11,5 87,3 Kota Salatiga 4,1 18,4 77,5 Kota Semarang 3,7 18,3 77,9 Kota Pekalongan 12,3 16,7 71,0 Kota Tegal 5,2 18,1 76,8

JAWA TENGAH 4,9 21,4 73,7

Page 350: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

295

Tabel 16.17 Prevalensi status gizi (IMT/U) anak umur 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Status gizi IMT/U

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

(%) (%) (%) (%) (%)

Cilacap 1,2 9,4 84,5 3,2 1,7 Banyumas 1,4 3,6 84,8 10,2 Purbalingga 1,6 7,0 85,1 5,3 1,0 Banjarnegara 1,1 9,1 81,0 8,8 Kebumen 2,5 6,2 82,5 7,0 1,9 Purworejo 4,5 6,4 78,7 6,0 4,3 Wonosobo 2,5 92,0 3,2 2,4 Magelang 6,7 84,5 6,8 2,0 Boyolali 2,9 10,4 78,4 7,2 1,1 Klaten 2,7 10,2 81,2 2,6 3,3 Sukoharjo 5,1 92,9 1,2 ,8 Wonogiri 3,1 11,5 75,6 6,7 3,0 Karanganyar 1,2 4,8 85,7 8,2 Sragen 2,1 11,8 81,2 4,0 1,0 Grobogan 2,9 5,6 82,6 5,8 3,0 Blora 1,1 2,3 89,6 6,3 0,8 Rembang 2,4 4,2 87,6 4,9 0,9 Pati 2,9 6,6 86,1 3,5 1,0 Kudus 5,8 7,9 80,9 3,6 1,9 Jepara 7,3 87,5 3,5 1,7 Demak 3,3 4,1 82,3 8,6 1,8 Semarang 1,1 8,4 83,7 3,5 3,3 Temanggung 1,0 11,2 85,8 1,3 0,7 Kendal ,9 5,3 86,7 4,6 2,5 Batang 1,1 3,6 90,1 4,1 1,3 Pekalongan 1,3 8,2 83,3 5,2 2,0 Pemalang 4,0 6,8 82,2 4,8 2,2 Tegal 3,0 11,2 76,8 7,6 1,4 Brebes 7,2 90,2 2,6 Kota Magelang 2,9 8,4 78,2 7,8 2,6 Kota Surakarta 3,9 8,5 75,3 6,4 5,9 Kota Salatiga 1,6 9,4 79,9 7,6 1,6 Kota Semarang 3,5 7,9 78,2 7,6 2,7 Kota Pekalongan 2,0 8,5 83,1 4,7 1,7 Kota Tegal 1,1 10,6 81,5 6,8

JAWA TENGAH 1,9 7,2 83,9 5,4 1,7

Menurut Karakteristik responden (Tabel 16.18), prevalensi kependekan pada remaja laki-laki umur 16 –18 tahun lebih tinggi (30,6 persen) dari anak perempuan (22,0%). Prevalensi kependekan anak yang tinggal di perdesaan lebih tinggi (29,5%) dari anak yang tinggal di perkotaan (23%). Prevalensi kependekan semakin tinggi pada remaja yang pendidikan kepala keluarga semakin rendah, yaitu 20,2 persen (D1-D3/PT) dan 33,5 persen (tidak sekolah). Menurut pekerjaan kepala keluarga, prevalensi kependekan lebih tinggi pada anak dengan kepala keluarga berpenghasilan tetap dan wiraswasta dibandingkan dengan pekerjaan kepala keluarga sebagai petani/nelayan/buruh dan tidak bekerja. Menurut kuintil indeks kepemilikan, ada

Page 351: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

296

kecenderungan prevalensinya semakin rendah pada responden yang berada pada kuintil teratas, yaitu 33,9 persen (kuintil terbawah) dan 18,8 persen (kuintil teratas).

Tabel 16.18 Prevalensi status gizi (TB/U) anak umur 16 – 18 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status Gizi Menurut TB/U

Karakteristik Sangat Pendek (%)

Pendek (%)

Normal (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

7,0 23,6 69,5

2,7 19,3 78,0 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 8,4 25,1 66,6 Tidak tamat SD 4,3 24,9 70,8 Tamat SD 5,4 23,3 71,3 Tamat SLTP 5,0 17,2 77,8 Tamat SLTA 3,4 17,4 79,2 Tamat D1-D3/PT 2,9 17,3 79,8

Pekerjaan KK Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

4,6 17,9 77,6 3,7 17,1 79,2 3,6 19,8 76,6 6,1 24,1 69,9 1,8 19,2 79,0 4,6 17,9 77,6

Tempat Tinggal Perkotaan 4,2 18,8 77,0 Pedesaan 5,5 24,0 70,5

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

5,2 28,7 66,0

4,4 22,9 72,7

6,9 21,4 71,7

5,4 19,2 75,3

2,1 16,7 81,3

Menurut karakteristik responden (Tabel 16.19), prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun lebih banyak pada anak laki-laki (11,8%) daripada anak perempuan (6,4 %). Sebaliknya prevalensi kegemukan ditemukan relatif sama pada remaja perempuan (7,0 %) dari pada anak laki-laki (7,1%). Prevalensi kekurusan remaja yang tinggal di perdesaan (8,4 %) lebih rendah dari pada yang tinggal di perkotaan (9,8%). Prevalensi kegemukan pada remaja yang tinggal di perkotaan (7,7%) lebih tinggi dari yang tinggal di perdesaan (6,3%). Prevalensi kekurusan lebih tinggi pada kepala keluarga berpendidikan tamat SLTP (11,5%) dan pada yang tamat SD prevalensi terendah (8,2%). Sebaliknya semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, prevalensi kegemukan semakin tinggi (11,1% pada berpendidikan D1-D3/PT dan 4,6% pada yang tidak sekolah). Prevalensi kekurusan remaja umur 16-18 tahun menurut pekerjaan kepala keluarga tidak menunjukkan pola yang jelas. Demikian juga hubungan prevalensi kegemukan dengan pekerjaan kepala keluarga.

Page 352: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

297

Tabel 16.19 Prevalensi status gizi (IMT/U) anak umur 16 – 18 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Status gizi menurut IMT/U

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

(%) (%) (%) (%) (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

2,9 8,9 81,1 5,1 2,0

1,0 5,4 86,6 5,6 1,4 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 2,2 8,6 84,5 4,2 ,4 Tidak tamat SD 2,5 7,5 82,5 6,1 1,5 Tamat SD 1,7 6,5 85,9 4,4 1,6 Tamat SLTP 1,5 10,0 82,0 5,0 1,5 Tamat SLTA 2,5 6,0 82,2 7,0 2,4 Tamat D1-D3/PT 1,8 5,9 81,1 8,6 2,5

Pekerjaan KK

Tidak bekerja Sekolah Pegawai Wiraswasta Petani/nelayan/buruh Lainnya

2,4 6,6 81,4 6,3 3,3 1,5 7,1 82,2 6,3 2,9 2,1 7,6 83,7 4,6 2,0 1,9 7,2 84,5 5,3 1,1 1,9 6,3 85,9 5,1 ,9 2,4 6,6 81,4 6,3 3,3

Tempat Tinggal

Perkotaan 2,2 7,6 82,5 5,5 2,2 Pedesaan 1,7 6,7 85,1 5,2 1,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah Atas Teratas

2,6 7,0 83,6 5,6 1,0

2,2 7,1 84,3 5,2 1,2

2,1 6,9 86,2 3,8 1,0

1,7 9,1 82,6 4,4 2,2

1,2 5,5 82,4 8,1 2,8

16.3. Status gizi Dewasa

Status gizi dewasa penduduk berumur >18 tahun terdiri dari 1). status gizi menurut Indeks Masa Tubuh (IMT) dan kecenderungan komposit TB dan IMT/U; 2). status gizi menurut lingkar perut (LP); 3). risiko kurang energi kronis (KEK) wanita usia subur wanita hamil dan tidak hamil; 4). wanita hamil risiko tinggi (TB<150 cm). 1. Status gizi dewasa ( >18 tahun) menurut indeks masa tubuh (IMT)

Status gizi menurut IMT dinilai dengan rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut

IMT = Berat badan (kg) ÷ Tinggi badan (m)²

Page 353: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

298

Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi penduduk dewasa adalah sebagai berikut: Kategori kurus IMT < 18,5 Kategori normal IMT ≥ 18,5 - <24,9 Kategori BB lebih IMT ≥ 25,0 - <27,0 Kategori obese IMT ≥ 27,0 Tabel 16.20. menyajikan prevalensi penduduk umur dewasa menurut status IMT di masing masing kabupaten/kota. Secara kabupaten/kota dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa di atas 18 tahun adalah: 12,2 persen kurus, dan 23,6 persen BB lebih dan obese. Permasalahan gizi pada orang dewasa cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Prevalensi tertinggi untuk obesitas adalah di Kota Surakarta (36,2%), dan yang terendah adalah 18,5 persen di Kabupaten Kendal. Berdasarkan jenis kelamin (Tabel 16.21), prevalensi penduduk laki-laki dewasa kurus adalah 12,7 persen dan pada perempuan adalah 11,7 persen. Prevalensi obesitas pada laki-laki lebih rendah (16,8%) dibanding perempuan (30,2 %). Tabel 16.22 menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi penduduk dewasa menurut IMT dengan beberapa variabel karakteristik responden. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi kurus, baik pada laki-laki maupun perempuan cenderung lebih tinggi pada kelompok umur muda (19 tahun ) dan kelompok umur tua (65 tahun keatas). Prevalensi obesitas meningkat pada setiap kelompok umur kemudian menurun setelah usia 45 tahun. Prevalensi obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah perdesaan, sebaliknya prevalensi kurus cenderung lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi obesitas cenderung lebih tinggi pada kelompok penduduk dewasa yang berpendidikan lebih tinggi, dan sebaliknya prevalensi terendah pada responden yang berpenghasilan tidak tetap (tidak bekerja dan petani). Semakin tinggi kuintil Indeks Kepemilikan rumah tangga cenderung semakin tinggi pula prevalensi obesitas.

Page 354: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

299

Tabel 16.20 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) berdasarkan IMT/U menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status gizi menurut IMT/U

Kabupaten /Kota Kurus Normal BB Lebih Obese

(%) (%) (%) (%)

Cilacap 13,0 64,4 10,5 12,1 Banyumas 15,6 61,5 9,7 13,3 Purbalingga 12,8 66,2 8,8 12,2 Banjarnegara 12,8 66,6 8,6 12,0 Kebumen 17,4 64,7 8,9 9,0 Purworejo 14,9 66,2 7,8 11,2 Wonosobo 9,3 65,5 11,6 13,6 Magelang 14,2 63,8 10,5 11,5 Boyolali 14,1 59,2 11,3 15,4 Klaten 13,8 59,9 11,8 14,6 Sukoharjo 9,2 72,0 9,9 9,0 Wonogiri 13,8 67,4 9,3 9,5 Karanganyar 10,8 66,8 10,8 11,6 Sragen 10,2 68,7 10,6 10,5 Grobogan 11,9 64,6 9,4 14,2 Blora 6,3 68,2 13,2 12,3 Rembang 9,6 69,8 9,9 10,7 Pati 13,8 64,8 10,1 11,3 Kudus 10,0 68,2 11,6 10,2 Jepara 10,0 67,0 10,2 12,8 Demak 8,5 62,2 13,7 15,6 Semarang 12,3 62,7 11,6 13,5 Temanggung 12,1 66,5 9,7 11,7 Kendal 10,3 71,2 10,3 8,2 Batang 10,5 69,8 11,0 8,6 Pekalongan 12,5 65,7 10,4 11,4 Pemalang 13,1 61,9 10,8 14,2 Tegal 14,1 56,8 11,6 17,4

Brebes 13,6 66,7 10,0 9,7 Kota Magelang 13,7 53,1 15,1 18,1 Kota Surakarta 11,2 52,6 14,3 21,9 Kota Salatiga 12,6 56,0 11,7 19,7 Kota Semarang 9,7 55,5 14,2 20,6 Kota Pekalongan 10,6 62,2 12,1 15,1 Kota Tegal 14,3 61,0 11,4 13,4

JAWA TENGAH 12,2 64,2 10,8 12,8

Page 355: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

300

Tabel 16.21 Proporsi status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) menurut kategori IMT, jenis kelamin, dan

kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi Menurut IMT Laki-laki Status Gizi Menurut IMT Perempuan

Kurus Normal BB Lebih Obese Kurus Normal BB Lebih Obese

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

Cilacap 15,8 69,8 7,5 6,9 10,3 59,1 13,4 17,2 Banyumas 16,5 69,6 6,4 7,4 14,6 53,2 13,1 19,2 Purbalingga 12,3 77,1 5,0 5,6 13,3 55,7 12,4 18,6 Banjarnegara 13,0 77,9 4,6 4,4 12,6 55,3 12,7 19,5 Kebumen 19,4 69,2 6,8 4,5 15,4 60,1 11,0 13,5 Purworejo 14,3 73,3 6,5 5,9 15,4 59,4 9,0 16,3 Wonosobo 9,8 77,4 7,9 4,8 8,9 53,1 15,3 22,7 Magelang 15,1 71,2 7,2 6,6 13,4 56,2 13,9 16,5 Boyolali 15,6 64,0 9,0 11,5 12,7 54,6 13,6 19,1 Klaten 15,1 66,5 9,6 8,8 12,5 53,6 13,8 20,1 Sukoharjo 6,4 75,0 11,3 7,3 11,9 69,1 8,4 10,6

Wonogiri 14,0 73,4 7,6 5,0 13,6 62,0 10,9 13,5 Karanganyar 10,7 71,1 11,4 6,7 10,8 62,6 10,3 16,4 Sragen 10,0 75,2 7,8 7,0 10,3 62,5 13,4 13,8 Grobogan 11,9 71,5 7,0 9,6 11,8 57,7 11,8 18,7 Blora 5,0 73,1 13,8 8,0 7,5 63,6 12,6 16,3 Rembang 6,2 77,6 9,2 7,0 13,0 62,2 10,5 14,3 Pati 13,9 68,6 9,1 8,3 13,8 61,4 10,9 14,0 Kudus 7,2 71,5 11,9 9,4 12,6 65,1 11,4 11,0 Jepara 9,6 74,1 8,2 8,1 10,4 60,0 12,2 17,4 Demak 7,5 68,4 13,3 10,7 9,4 56,2 14,1 20,3 Semarang 12,3 68,1 9,8 9,7 12,2 57,5 13,3 17,0 Temanggung 14,8 76,3 5,2 3,8 9,4 56,4 14,3 19,9 Kendal 8,3 77,0 9,3 5,3 12,3 65,2 11,4 11,1 Batang 10,3 76,4 9,8 3,5 10,8 63,2 12,3 13,7 Pekalongan 11,8 72,4 8,9 7,0 13,2 59,2 11,9 15,7 Pemalang 16,5 68,6 6,9 8,0 9,9 55,5 14,5 20,1 Tegal 16,7 62,2 9,8 11,3 11,6 51,6 13,4 23,4

Brebes 15,1 74,4 5,8 4,7 12,2 59,2 14,1 14,5 Kota Magelang 18,4 57,6 12,8 11,2 9,2 48,8 17,2 24,8 Kota Surakarta 13,0 58,0 13,7 15,2 9,4 47,5 14,9 28,2 Kota Salatiga 13,4 60,8 12,3 13,5 11,9 51,3 11,1 25,7 Kota Semarang 11,1 57,1 14,5 17,2 8,2 54,0 13,9 23,9 Kota Pekalongan 9,8 68,6 11,2 10,5 11,5 55,8 13,1 19,7 Kota Tegal 12,9 69,3 10,0 7,8 15,6 53,0 12,7 18,7

JAWA TENGAH 12,7 70,5 8,8 8,0 11,7 58,1 12,7 17,5

Page 356: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

301

Tabel 16.22 Prevalensi status gizi penduduk dewasa (> 18 Tahun) menurut kategori IMT dan karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Status Gizi Menurut IMT

Karakteristik Responden Kurus Normal BB Lebih Obese

(%) (%) (%) (%)

Kelompok Umur

19 25,5 67,0 3,5 4,0 20 – 24 18,9 69,0 6,3 5,9 25 – 29 12,2 69,1 8,7 10,0 30 – 34 9,7 65,2 12,4 12,7 35 – 39 7,0 62,4 13,7 16,9 40 – 44 5,9 61,9 13,8 18,3 45 – 49 6,8 62,3 13,3 17,6 50 – 54 8,9 61,8 12,9 16,3 55 – 59 11,1 63,9 11,4 13,5 60 – 64 13,7 64,6 9,6 12,1 65 + 27,8 60,4 6,2 5,6

Jenis Kelamin Laki-laki 12,7 70,5 8,8 8,0 Perempuan 11,7 58,1 12,7 17,5

Pendidikan Tidak pernah sekolah 22,7 61,3 7,9 8,1 Tidak tamat SD 13,7 65,4 9,7 11,1 Tamat SD 11,0 65,2 10,6 13,2 Tamat SLTP 11,1 65,5 10,9 12,4 Tamat SLTA 11,9 62,9 11,5 13,7 Tamat D1-D3/PT 8,3 58,4 14,9 18,4

Pekerjaan Tidak bekerja 15,5 57,9 11,4 15,2 Pegawai 9,5 62,8 12,9 14,9 Wiraswasta 7,9 61,3 13,1 17,7 Petani/nelayan/buruh 12,6 70,4 8,7 8,2 Lainnya 10,2 62,5 11,2 16,1

Tempat Tinggal

Perkotaan 11,8 61,0 11,9 15,3

Pedesaan 12,6 67,0 9,8 10,7

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 15,9 69,4 7,8 7,0 Menengah bawah 14,8 65,9 8,8 10,5 Menengah 12,2 64,7 10,9 12,2 Menengah atas 10,7 63,0 11,9 14,3 Teratas 7,6 58,2 14,4 19,9

Page 357: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

302

Tabel 16.23 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) menurut IMT, jenis kelamin dan karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Status Gizi Menurut IMT Laki-laki Status Gizi Menurut IMT Perempuan

Kurus Normal BB Lebih Obese Kurus Normal BB Lebih Obese

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kelompok Umur 19 22,9 70,2 4,0 3,0 28,5 63,5 2,9 5,1 20 – 24 17,6 71,9 5,6 4,9 20,3 65,4 7,0 7,2 25 – 29 12,8 74,2 6,9 6,2 11,6 64,7 10,3 13,3 30 – 34 11,6 71,1 9,9 7,4 7,8 59,0 15,0 18,3 35 – 39 8,0 70,0 11,3 10,7 5,9 55,1 16,0 23,0 40 – 44 7,4 70,6 11,1 10,9 4,5 54,3 16,3 25,0 45 – 49 7,4 71,8 10,6 10,2 6,1 52,6 16,1 25,2 50 – 54 8,9 69,5 10,6 11,0 9,0 54,4 15,2 21,4 55 – 59 10,9 69,7 10,5 8,9 11,4 57,5 12,4 18,6 60 – 64 13,8 71,3 7,4 7,6 13,6 58,9 11,4 16,0 65 + 28,6 63,8 4,9 2,7 27,1 57,6 7,2 8,0

Pendidikan Tidak pernah sekolah 23,3 69,2 4,8 2,8 22,4 57,2 9,6 10,8 Tidak tamat SD 15,3 72,7 6,6 5,3 12,4 59,4 12,3 15,9 Tamat SD 12,5 74,4 7,1 6,0 9,7 56,8 13,8 19,8 Tamat SLTP 11,9 71,7 9,5 7,0 10,3 58,8 12,5 18,4 Tamat SLTA 11,6 65,9 11,0 11,5 12,4 58,8 12,2 16,6 Tamat D1-D3/PT 6,9 57,3 16,6 19,2 9,7 59,7 13,1 17,5

Pekerjaan Tidak bekerja 21,5 65,2 7,1 6,3 13,9 55,9 12,6 17,7 Sekolah 8,8 64,7 13,0 13,4 10,5 59,6 12,7 17,2 Pegawai 8,6 66,4 12,2 12,8 7,0 54,0 14,5 24,5 Wiraswasta 13,5 75,4 6,6 4,5 11,3 62,6 12,1 14,1 Petani/nelayan/buruh 10,2 67,8 10,2 11,9 10,1 56,6 12,3 20,9 Lainnya 21,5 65,2 7,1 6,3 13,9 55,9 12,6 17,7

Tempat Tinggal Perkotaan 12,5 66,2 10,7 10,7 11,2 55,9 13,1 19,9 Pedesaan 12,9 74,2 7,2 5,7 12,2 59,9 12,3 15,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 16,1 76,5 4,5 2,9 15,6 62,5 10,9 10,9 Menengah bawah 15,9 73,3 6,3 4,5 13,8 58,6 11,2 16,4 Menengah 12,8 72,2 8,4 6,6 11,6 57,3 13,4 17,6 Menengah atas 11,1 69,2 10,3 9,3 10,3 56,8 13,5 19,4 Teratas 7,6 61,3 14,6 16,5 7,5 55,1 14,2 23,2

2. Status gizi dewasa berdasarkan indikator lingkar perut (LP)

Tabel 16.24 dan Tabel 16.25, tersedia informasi mengenai prevalensi obesitas sentral menurut kabupaten/kota, jenis kelamin dan karakteristik responden. Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif/kronis. Untuk laki-laki dengan LP datas 90 cm atau perempuan dengan LP di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005)

Page 358: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

303

Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat provinsi adalah 24,7 persen. Sebanyak 16 kabupaten diantaranya memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka prevalensi provinsi, yaitu Banjarnegara, Wonosobo, Klaten, Karanganyar, Rembang, Pati, Demak, Semarang, Pemalang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

Tabel 16.24

Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Obesitas sentral (LP: L > 90, P >80)

Cilacap 23,9 Banyumas 22,6 Purbalingga 22,2 Banjarnegara 26,0 Kebumen 19,7 Purworejo 21,9 Wonosobo 25,5 Magelang 23,2 Boyolali 24,1 Klaten 25,8 Sukoharjo 24,4 Wonogiri 19,8 Karang Anyar 27,8 Sragen 22,0 Grobogan 24,6 Blora 24,0 Rembang 26,6 Pati 25,7 Kudus 24,2 Jepara 22,8 Demak 25,8 Semarang 28,0 Temanggung 18,8 Kendal 20,9 Batang 14,8 Pekalongan 20,3 Pemalang 30,1 Tegal 29,1 Brebes 18,0 Kota Magelang 38,5

Kota Surakarta 41,0 Kota Salatiga 34,3 Kota Semarang 36,3 Kota Pekalongan 25,9 Kota Tegal 27,2

JAWA TENGAH 24,7

Page 359: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

304

Menurut kelompok umur, prevalensi obesitas sentral cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur menurun kembali. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan (39,4%) lebih tinggi dibanding laki-laki (9,7%). Menurut tipe daerah tampak lebih tinggi di daerah perkotaan (28,9%) dibandingkan daerah perdesaan (21,1%). Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan rumah tangga, semakin tinggi prevalensi obesitas sentral. Menurut tingkat pendidikan responden, prevalensi obesitas sentral tidak menunjukkan pola yang jelas. Sedangkan menurut pekerjaan, prevalensi obesitas sentral paling tinggi pada responden wiraswasta (31,2%) kemudian diikuti dengan tidak bekerja (28,8%) (Tabel 16.25). sebanyak 16 kabupaten/kota diantaranya memiliki obesitas sentral diatas angka prevalensi provinsi, yaitu Banjarnegara, Wonosobo, Klaten, Karanganyar, Rembang, Pati, Demak, Semarang, Pemalang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Tegal.

Tabel 16.25 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Responden Obesitas sentral (LP: L > 90, P >80)

Kelompok umur 15-24 Tahun 9,5 25-34 Tahun 22,9 35-44 Tahun 33,5 45-54 Tahun 33,4 55-64 Tahun 29,6 65-74 Tahun 21,8 75+ Tahun 15,4

Jenis kelamin Laki-Laki 9,7 Perempuan 39,4

Pendidikan KK Tidak Sekolah 23,1 Tidak Tamat SD 25,8 Tamat SD 25,6 Tamat SMP 20,6 Tamat SMA 24,6 Tamat D1-D3/PT 35,3

Pekerjaan KK Tidak bekerja 28,8 Pegawai 26,9 Wiraswasta 31,2 Petani/nelayan/buruh 17,6 Lainnya 27,8

Tempat tinggal Perkotaan 28,9 Perdesaan 21,1

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 16,6 Menengah bawah 20,9 Menengah 24,2 Menengah atas 27,2 Teratas 34,3

Page 360: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

305

3. Status risiko kurang energi kronis (KEK) pada wanita umur 15 -49 tahun (WUS) dan wanita hamil

Tabel 16.26 dan 3.14.27 disajikan gambaran masalah gizi pada wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun dan wanita hamil berdasarkan indikator Lingkar Lengan Atas (LiLA). Hasil pengukuran LiLA disajikan menurut kabupaten/kota. Untuk menggambarkan adanya risiko kurang enegi kronis (KEK) dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi pada WUS digunakan ambang batas nilai rerata LILA <23,5 cm.Tabel 16.28 menggambarkan prevalensi risiko KEK tingkat kabupaten/kota berdasarkan karakteristik responden. Secara provinsi, prevalensi risiko KEK penduduk wanita hamil sebanyak 23,2 persen sedangkan wanita tidak hamil sebanyak 20,2 persen. Nampak adanya kecenderungan, dengan meningkatnya umur nilai rerata LILA juga meningkat. Tabel 16.27 menunjukkan prevalensi risiko KEK wanita hamil lebih tinggi dari wanita tidak hamil. Terdapat 17 kabupaten dengan prevalensi risiko KEK pada wanita hamil di atas angka provinsi (23,2%) yaitu Banyumas, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Batang, Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, dan Kota Tegal. Prevalensi KEK pada wanita tidak hamil di provinsi 20,2 persen. Terdapat 18 kabupaten dengan prevalensi KEK diatas prevalensi provinsi yaitu Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, Magelang, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Rembang, Kudus, Jepara, Temanggung, Pekalongan, Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Prevalensi risiko KEK berdasarkan tabulasi silang antara prevalensi risiko KEK dengan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 16.28 adalah:

a. Pada wanita hamil maupun tidak hamil, prevalensi risiko KEK lebih tinggi pada kelompok umur lebih muda daripada kelompok umur yang lebih tua.

b. Prevalensi risiko KEK pada wanita hamil tidak mempunyai pola yang jelas dengan pendidikan kepala keluarga.

c. Menurut pekerjaan responden, prevalensi risiko KEK wanita hamil tidak mempunyai pola yang jelas dengan pekerjaan kepala keluarga, dan pada wanita tidak hamil tertinggi pada responden yang tidak bekerja.

d. Secara provinsi, prevalensi risiko KEK lebih tinggi pada wanita yang di daerah perdesaan dibanding perkotaan.

e. Berdasarkan Kuintil Indeks Kepemilikan rumah tangga, menunjukkan prevalensi risiko KEK wanita tidak hamil terendah pada kuintil indeks kepemilikan teratas, sedangkan pada wanita hamil tidak mempunyai pola yang jelas.

Page 361: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

306

Tabel 16.26 Nilai rerata Lingkar Lengan Atas (LILA) penduduk wanita umur 15-49 tahun

dan wanita hamil, Provinsi Jawa Tengah 2013

Umur

(Tahun)

Nilai Rerata LILA

Hamil Tidak Hamil

Rerata (cm)

Standar Deviasi (SD)

Rerata (cm)

Standar Deviasi (SD)

15 20,4 1,0 23,4 3,0

16 22,3 1,3 23,7 2,8

17 24,8 1,7 23,8 2,7

18 23,1 2,9 23,6 2,7

19 23,6 1,4 24,2 3,3

20 23,5 3,1 24,5 2,9

21 25,1 3,1 24,6 3,1

22 24,4 2,7 24,9 3,1

23 24,7 2,7 25,4 3,5

24 25,5 3,2 25,5 3,3

25 26,0 4,0 25,8 3,4

26 26,8 3,9 25,6 3,4

27 25,9 2,5 26,2 3,5

28 26,3 3,8 26,0 3,3

29 26,4 3,4 26,3 3,4

30 25,8 2,8 26,6 3,4

31 25,7 3,3 26,6 3,4

32 26,4 2,6 26,9 3,4

33 25,8 3,0 27,2 3,9

34 25,2 3,5 27,2 3,3

35 27,7 3,7 27,2 3,5

36 28,9 5,8 27,3 3,4

37 27,6 3,5 27,6 3,7

38 24,6 2,9 27,5 3,9

39 28,9 4,8 27,9 3,5

40 23,5 2,5 27,6 3,6

41 29,2 5,1 28,0 3,8

42 27,1 3,2 27,5 3,5

43 28,4 1,9 27,7 3,7

44 28,4 ,5 27,3 3,6

45 28,0 ,0 27,4 3,5

46

27,7 3,6

47

27,8 3,8

48

27,7 4,0

49

27,2 3,5

Total 25.6 3.5 26,4 3,7

Page 362: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

307

Tabel 16.27 Prevalensi risiko kurang energi kronis penduduk wanita umur 15-49 tahun

menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota

Proporsi risiko KEK (LILA < 23,5 cm)

Wanita hamil Wanita tidak hamil

Cilacap 13,4 23,0 Banyumas 36,9 29,2 Purbalingga 18,3 19,0 Banjarnegara 16,6 23,5 Kebumen 17,7 21,5 Purworejo 3,8 16,9 Wonosobo 26,5 19,7 Magelang 21,6 23,2 Boyolali 31,7 23,4 Klaten 47,1 19,3 Sukoharjo 0 20,5 Wonogiri 34,3 23,6 Karanganyar 13,3 17,5 Sragen 7,3 19,1 Grobogan 15,7 14,0 Blora 9,8 13,0 Rembang 39,6 24,1 Pati 25,5 16,4 Kudus 7,5 23,0 Jepara 31,7 25,8 Demak 34,6 18,2 Semarang 26,6 11,5 Temanggung 51,8 21,7 Kendal 0 14,7 Batang 41,0 18,5 Pekalongan 14,8 33,1 Pemalang 13,1 14,9 Tegal 27,9 26,0 Brebes 9,8 14,5 Kota Magelang 28,9 25,7 Kota Surakarta 34,8 20,0 Kota Salatiga 24,2 22,8 Kota Semarang 6,2 14,8 Kota Pekalongan 0 33,1 Kota Tegal 32,7 23,3

JAWA TENGAH 23,2 20,2

Page 363: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

308

Tabel 16.28 Prevalensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) penduduk wanita umur 15-49 tahun

menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik

Proporsi risiko KEK (LILA < 23,5 cm)

Hamil Tidak hamil

Kelompok umur 15-19 41,7 49,2 20-24 33,9 31,6 25-29 18,3 20,1 30-34 18,4 13,5 35-39 8,8 10,2 40-44 6,7 8,9 45-49 0 10,0 Pendidikan KK Tidak Sekolah 19,9 16,6 Tamat Tamat SD 28,9 16,1 Tamat SD 21,1 16,1 Tamat SMP 25,4 26,4 Tamat SMA 24,4 22,2 Tamat D1-D3/PT 12,7 16,7 Pekerjaan KK Tidak Bekerja 24,9 25,2 Pegawai 24,5 18,7 Wiraswasta 16,7 11,8 Petani/Nelayan/Buruh 23,3 16,0 Lainnya 11,2 17,5 Tempat Tinggal Perkotaan 22,4 19,9 Perdesaan 23,8 20,5 Tingkat Pengeluaran Terbawah 26,2 23,7 Menengah bawah 35,8 21,3 Menengah 14,7 20,6 Menengah atas 23,6 20,1 Teratas 14,9 16,3

4. Wanita hamil berisiko tinggi

Pada Riskesdas 2013 disajikan prevalensi wanita hamil berisiko tinggi yaitu wanita hamil dengan tinggi badan <150 cm . Data pada Tabel 16.29 menunjukkan prevalensi wanita hamil berisiko tinggi sebesar 30,7 persen. Terdapat 16 kabupaten dengan prevalensi wanita hamil berisiko tinggi diatas prevalensi provinsi, yaitu Cilacap, Purbalingga, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Pemalang, Tegal, Kota Magelang, dan Kota Salatiga. Prevalensi wanita hamil risiko tinggi terbanyak di Kabupaten Purbalingga (80,6%), dan terendah di Karanganyar (10,0%).

Page 364: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

309

Tabel 16.29 Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Berisiko tinggi (tinggi badan < 150cm)

Cilacap 35,9 Banyumas 24,8 Purbalingga 80,6 Banjarnegara 13,7 Kebumen 42,6 Purworejo 52,1 Wonosobo 58,9 Magelang 31,7 Boyolali 48,5 Klaten 21,0 Sukoharjo 0 Wonogiri 33,5 Karanganyar 10,0 Sragen 17,1 Grobogan 28,7 Blora 0 Rembang 21,7 Pati 0 Kudus 13,2 Jepara 36,3 Demak 36,9 Semarang 52,8 Temanggung 51,4 Kendal 11,4 Batang 21,9 Pekalongan 13,6 Pemalang 36,6 Tegal 41,1 Brebes 29,3 Kota Magelang 38,7

Kota Surakarta 24,4 Kota Salatiga 31,8 Kota Semarang 10,8 Kota Pekalongan 17,0 Kota Tegal 20,4

JAWA TENGAH 30,7

Page 365: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

310

Kecenderungan prevalensi wanita hamil risiko tinggi berdasarkan tabulasi silang dengan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 16.30. adalah:

a. Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi lebih banyak pada responden yang berpendidikan lebih rendah.

b. Prevalensi wanita hamil risiko tinggi lebih tinggi pada responden yang bekerja lainnya dan sebagai petani/nelayan/buruh, tidak bekerja dan lainnya.

c. Menurut tempat tinggal responden, prevalensi risiko wanita hamil berisiko tinggi lebih banyak pada responden yang tinggal di perdesaan. .

d. Berdasarkan Kuintil Indeks Kepemilikan rumah tangga, prevalensi wanita hamil berisiko tinggi cenderung lebih banyak pada kuintil indeks kepemilikan menengah bawah sampai dengan menengah.

Tabel 16.30

Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Berisiko tinggi

(tinggi badan < 150cm)

Pendidikan Tidak pernah sekolah 72,2 Tidak tamat SD 43,5 Tamat SD 34,2 Tamat SLTP 29,1 Tamat SLTA 25,3 Tamat D1-D3/PT 29,2

Pekerjaan

Tidak bekerja 32,3 Pegawai 21,2 Wiraswasta 22,7 Petani/nelayan/buruh 34,3 Lainnya 36,1

Tempat Tinggal

Perkotaan 21,5

Pedesaan 37,4 Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 32,3 Menengah bawah 44,5 Menengah 34,2 Menengah atas 23,9 Teratas 23,0

Page 366: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

311

Daftar Pustaka Bappenas 2012. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia 2011. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Departemen Kesehatan 1994, Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Pedoman penggunaan alat ukur lingkaran lengan atas (LILA) pada wanita usia subur. Jakarta: Depkes, Departemen Kesehatan 1996. Pedoman Penanggulangan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis. Jakarta Dep.Kes RI Departemen Kesehatan 2001. Pedoman Praktis memantau status gizi orang dewasa. Jakarta Departemen Kesehatan. WHO 2000. The Asia-Pacific Perspective Redefining Obesity and Its Tratment. February.WHOWestern Pacific Region WHO 2005. WHO Child Gold Standards. WHO. Geneva WHO 2007. WHO Reference 2007 for Child and Adolescent. WHO. Geneva WHO 2010. Interpretation Guide Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators.

Page 367: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

312

BAB 17. KESEHATAN INDERA

Sekartuti

Sistem indera merupakan salah satu sistem yang sangat berperan dalam mengoptimalkan proses perkembangan setiap individu. Sejak bayi sistem indera merupakan alat utama manusia untuk mengumpulkan berbagai informasi visual, audio, olfaktoris, rasa, dan fisik. Informasi visual ditangkap oleh mata (indera penglihatan), informasi audio ditangkap oleh telinga (indera pendengaran), informasi olfaktoris diterima oleh hidung (indera penciuman), informasi rasa ditangkap oleh lidah (indera perasa) dan informasi fisik diterima melalui permukaan kulit (indera peraba). Sekitar 90% informasi berupa informasi visual dan audio, yang dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengukuran fungsi indera yang lazim dilakukan secara objektif adalah pengukuran fungsi penglihatan (tajam penglihatan/visus) dan fungsi pendengaran (tajam pendengaran).

Validasi khusus untuk kesehatan indera penglihatan dan pendengaran menghasilkan faktor koreksi untuk prevalensi kebutaan dan ketulian. Organisasi profesi Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) dan Perhimpunan Ahli Telinga, Hidung dan Tenggorok Indonesia (PERHATI) melaksanakan studi validasi di beberapa provinsi terpilih, terkait keterbatasan sumber daya manusia dan pertimbangan lainnya.

17.1. Kesehatan Mata

Data yang dikumpulkan untuk mengetahui indikator kesehatan mata pada Riskesdas 2013 Provinsi jawa Tengah meliputi pengukuran tajam penglihatan menggunakan kartu tumbling-E (dengan dan tanpa pin-hole) pada responden usia 6 tahun ke atas serta pemeriksaan segmen anterior mata terhadap responden semua umur. Pemeriksaan visus dan observasi morbiditas permukaan mata dilakukan di luar ruangan dengan sumber cahaya matahari, tetapi pemeriksaan lensa dilakukan dalam ruangan redup dengan bantuan pen-light. Pemeriksaan visus dilakukan dengan jarak pengukuran 6 atau 3 meter, dengan kartu E disesuaikan setinggi posisi mata responden yang diperiksa. Responden yang sakit berat dan tidak memungkinkan untuk duduk dan diperiksa visus dieksklusi dalam penghitungan prevalensi kebutaan, begitu pula responden yang menolak atau tidak dapat bekerja sama dengan tim enumerator.

Prevalensi low vision dan kebutaan dihitung berdasarkan hasil pengukuran visus dengan atau tanpa kaca mata/lensa kontak koreksi. Kebutaan didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik <3/60 atau dengan kata lain buta bilateral. Low vision didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik ≤6/60 atau mencakup low vision bilateral dan buta unilateral yang disertai low vision unilateral. Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea, katarak, dan xeroftalmia dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan dan observasi nakes.

Keterbatasan pengumpulan data visus adalah tidak dilakukannya koreksi visus, tetapi dilakukan pemeriksaan visus tanpa pin-hole dan jika visus tidak normal (6/6 atau 20/20) dilanjutkan dengan pin-hole, seperti yang dilakukan saat Riskesdas 2007. Keterbatasan pengumpulan data prevalensi morbiditas permukaan mata dan lensa adalah kemampuan klinis pengumpul data (surveyor) yang bervariasi dalam menilai permukaan mata dan lensa menggunakan alat bantu pen-light, sehingga prevalensi tersebut cenderung kurang valid.

17.1.1. Prevalensi kebutaan dan severe low vision

Alat yang dipergunakan untuk pemeriksaan visus adalah tali pengukur jarak sepanjang 6 meter, satu set kartu tumbling E (ukuran besar untuk visus 6/60, sedang untuk visus 6/18, dan kecil untuk visus 6/6), serta penutup mata dengan pinhole. Disediakan 6 pilihan jawaban untuk kategori visus, yaitu:

Page 368: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

313

1. Dapat melihat E kecil (jarak 6m) 2. Tidak dapat melihat E kecil, tetapi dapat melihat E sedang (jarak 6m) 3. Tidak dapat melihat E sedang, tetapi dapat melihat E besar (jarak 6m) 4. Tidak dapat melihat E besar (jarak 6m), tetapi dapat melihat E besar (jarak 3m) 5. Tidak dapat melihat E besar pada jarak 3m 6. TIDAK DIPERIKSA

Interpretasi kode visus adalah sebagai berikut kode 1 berarti visus normal (6/6), kode 2 berarti gangguan visus ringan (6/6<visus x≤6/18), kode 3 berarti low vision (6/18<visus x≤6/60), 4 berarti severe low vision (6/60<visus x≤3/60) dan kode 5 berarti buta(<3/60). Visus tidak diperiksa jika responden berusia 6 tahun keatas, tetapi tidak kooperatif, atau tidak memungkinkan untuk diperiksa visusnya, seperti responden dengan kelainan jiwa berat atau mengalami kelumpuhan total.

Prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas secara nasional adalah 0,4 persen. dan prevalensi severe low vision 0,9 persen.

Tabel 17.1 menunjukan prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas di Provinsi Jawa Tengah adalah 0,5 persen, tertinggi ditemukan di Klaten (1,2%) diikuti Grobogan dan Blora masing-masing 1,1%, Banyumas, Boyolali, Sragen, Rembang, Demak dan Tegal masing-masing 0,8%.

Tabel 17.2 menunjukkan proporsi pegawai yang mempunyai kaca mata atau lensa kontak tiga kali lebih banyak dibanding kelompok yang lain. Proporsi responden yang mempunyai kaca mata atau lensa kontak di perkotaan sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan responden di perdesaan. Responden perempuan cenderung lebih banyak yang menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Makin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan responden, maka makin tinggi pula proporsi responden yang memiliki kaca mata atau lensa kontak untuk melihat jauh.

Tabel 17.2 juga menunjukkan kecenderungan prevalensi penderita severe low vision dan kebutaan yang meningkat pesat pada kelompok umur 45 tahun keatas, rata-rata peningkatan sekitar tiga kali lipat setiap 10 tahunnya. Prevalensi severe low vision dan kebutaan cenderung lebih tinggi pada perempuan dan pada penduduk perdesaan. Penduduk yang tidak bekerja atau bekerja sebagai petani/nelayan/buruh juga cenderung lebih banyak yang menderita severe low vision dan kebutaan. Prevalensi severe low vision dan kebutaan cenderung menurun pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan formal dan kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Tabel 17.3 memperlihatkan distribusi ketersediaan kaca mata atau lensa kontak untuk melihat jauh menurut kabupaten/kota. Proporsi ketersediaan kaca mata atau lensa kontak paling tinggi ditemukan di Kota Tegal (9,5%) diikuti Surakarta (9,2%), dan Kota Magelang (9,1%).

Tabel 17.3 menunjukkan bahwa prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun keatas secara di Jawa Tengah sebesar 1,1 persen. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Blora (4,2%), diikuti Sukoharjo 3,4 persen dan Pekalongan 3,0 persen. Kabupaten/kota dengan prevalensi severe low vision terendah adalah Magelang dan Surakarta masing-masing 0,2 persen diikuti oleh Banyumas dan Kudus (masing-masing 0,3%).

Page 369: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

314

Tabel 17.1

Prevalensi kebutaan pada responden usia 6 tahun ke atas tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Kebutaan

(%)

Cilacap 0,3 Banyumas 0,8 Purbalingga 0,4

Banjarnegara 0,1

Kebumen 0,3

Purworejo 0,1

Wonosobo 0,3

Magelang 0,3

Boyolali 0,8

Klaten 1,2

Sukoharjo 0,6

Wonogiri 0,1

Karanganyar 0,1

Sragen 0,8

Grobogan 1,1

Blora 1,1

Rembang 0,8

Pati 0,7

Kudus 0,1

Jepara 0,8

Demak 0,3

Semarang 0,5

Temanggung 0,3

Kendal 0,2

Batang 0,2

Pekalongan 0,4

Pemalang

Tegal 0,8

Brebes 0,5

Kota Magelang 0,3

Kota Surakarta 0,2

Kota Salatiga 0,5 Kota Semarang 0,5 Kota Pekalongan 0,4 Kota Tegal 0,1

JAWA TENGAH 0,5

Page 370: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

315

Tabel 17.2 Proporsi penduduk umur ≥6 tahun dengan koreksi refraksi serta prevalensi severe low vision dan

kebutaan tanpa/dengan koreksi optimal menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Pakai Kacamata/

Lensa kontak Severe Low vision Kebutaan

Kelompok umur (tahun) 6-14 1,0 0,0 0,0 15-24 2,8 0,1 0,0 25-34 2,7 0,2 0,1 35-44 3,5 0,4 0,1 45-54 7,2 0,9 0,2 55-64 9,2 2,3 0,8 65-74 6,8 7,4 3,3 75+ 5,4 13,4 8,2 Jenis kelamin Laki-laki 3,9 0,9 0,4 Perempuan 4,1 1,4 0,6 Tempat tinggal Perkotaan 5,5 1,1 0,5 Perdesaan 2,8 1,2 0,5 Pendidikan Tidak sekolah 2,3 4,3 2,4 Tidak tamat SD 2,2 1,4 0,5 Tamat SD 3,1 1,1 0,5 Tamat SMP 3,8 0,4 0,2 Tamat SMA 6,4 0,3 0,1 Tamat PT 15,4 0,4 0,1 Pekerjaan Tidak Bekerja 3,8 1,6 0,8 Pegawai 8,5 0,3 0,1 Wiraswasta 5,2 0,6 0,3 Petani/nelayan/buruh 3,1 1,4 0,5 Lainnya 6,0 1,0 0,3 Tingkat Indeks kepemilikan Terbawah 1,3 1,8 0,8 Menengah bawah 2,3 1,5 0,7 Menengah 3,4 1,1 0,4 Menengah atas 4,4 0,7 0,4 Teratas 8,4 0,6 0,2

Page 371: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

316

Tabel 17.3 Proporsi penduduk umur ≥6 tahun dengan koreksi refraksi serta prevalensi severe low vision

dan kebutaan tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Pakai Kacamata/

Lensa kontak Severe Low vision Kebutaan

Cilacap 5,6 1,0 0,3

Banyumas 3,3 0,3 0,8

Purbalingga 4,6 0,5 0,4

Banjarnegara 3,0 0,4 0,1

Kebumen 3,2 1,0 0,3

Purworejo 3,1 0,5 0,1

Wonosobo 2,1 0,7 0,3

Magelang 3,4 0,2 0,3

Boyolali 3,5 1,6 0,8

Klaten 3,5 1,8 1,2

Sukoharjo 5,7 3,4 0,6

Wonogiri 4,0 1,1 0,1

Karanganyar 3,7 0,7 0,1

Sragen 3,4 1,1 0,8

Grobogan 3,3 1,9 1,1

Blora 4,9 4,2 1,1

Rembang 2,6 1,6 0,8

Pati 4,2 1,3 0,7

Kudus 3,9 0,3 0,1

Jepara 3,8 1,8 0,8

Demak 2,5 1,7 0,3

Semarang 2,6 0,9 0,5

Temanggung 3,0 0,7 0,3

Kendal 4,6 0,7 0,2

Batang 2,4 1,2 0,2

Pekalongan 4,7 0,5 0,4

Pemalang 2,7 0,5

Tegal 4,0 1,2 0,8

Brebes 2,8 1,3 0,5

Kota Magelang 9,1 0,7 0,3

Kota Surakarta 9,2 0,2 0,2

Kota Salatiga 7,9 0,5 0,5

Kota Semarang 7,8 0,6 0,5

Kota Pekalongan 3,8 3,0 0,4

Kota Tegal 9,5 0,9 0,1

JAWA TENGAH 4,0 1,1 0,5

Page 372: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

317

17.1.2. Kelainan Permukaan Mata dan Lensa

Kelainan atau morbiditas permukaan mata yang diperiksa oleh surveyor adalah pterygium dan kekeruhan kornea, sedangkan kelainan lensa yang diharapkan dapat diidentifikasi oleh enumerator adalah kekeruhan lensa (katarak) yang tebal dan biasanya sudah disertai gangguan penglihatan. Pemeriksaan morbiditas permukaan mata dan lensa ini dilakukan pada semua responden.

Tabel 17.4 menunjukkan bahwa prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Pterygium merupakan penebalan konjungtiva (bagian putih mata) pada sisi medial dan atau lateral, biasanya pada orang tua, tetapi bisa juga ditemukan pada dewasa muda, semakin lama semakin meluas kearah kornea. Tidak lazim pterygium terjadi pada anak umur 0-4 tahun, sehingga data prevalensi pterygium pada anak balita dalam analisis ini dinilai kurang valid.

Kekeruhan kornea adalah kelainan pada kornea berupa bercak berwarna putih keruh dan biasanya tidak terkait dengan faktor pertambahan usia. Prevalensi kekeruhan kornea yang meningkat seiring bertambahnya usia mungkin disebabkan karena kurangnya keahlian enumerator dalam melakukan penilaian untuk kekeruhan kornea, sehingga data yang dikumpulkan cenderung kurang valid.

Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan. Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea yang paling tinggi (16,1% untuk pterygium dan 16,2% untuk kekeruhan kornea) ditemukan pada kelompok responden yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea tertinggi (13,2% untuk pterygium dan 10,0% untuk kekeruhan kornea) dibanding kelompok pekerja lainnya. Tingginya prevalensi pterygium pada kelompok pekerjaan tersebut mungkin berkaitan dengan tingginya paparan matahari yang mengandung sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kejadian pterygium. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum optimal dilaksanakan di Indonesia.

Penduduk yang tinggal di perdesaan mempunyai prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea yang lebih besar dibandingkan penduduk di perkotaan. Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea cenderung menurun seiring dengan meningkatnya kuintil indeks kepemilikan.

Page 373: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

318

Tabel 17.4 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut karakteristik,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Pterygium Kekeruhan kornea

Kelompok umur (tahun) 0-5 0,6 0,7 6-14 0,7 0,8 15-24 1,0 1,1 25-34 3,2 1,8 35-44 7,1 4,5 45-54 13,5 9,6 55-64 20,1 19,3 65-74 28,8 30,9 75+ 34,1 41,8 Jenis kelamin Laki-laki 7,6 6,5 Perempuan 7,0 6,4 Tempat tinggal Perkotaan 6,4 6,2 Perdesaan 8,1 6,6 Pendidikan Tidak sekolah 16,1 16,2 Tidak tamat SD 8,4 8,1 Tamat SD 9,7 8,3 Tamat SMP 4,4 3,2 Tamat SMA 4,4 3,2 Tamat PT 5,3 3,9 Pekerjaan Tidak Bekerja 6,5 7,2 Pegawai 5,2 3,6 Wiraswasta 7,3 6,1 Petani/nelayan/buruh 13,2 10,0 Lainnya 8,0 7,9 Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 9,5 8,9 Menengah bawah 9,0 7,7 Menengah 7,7 6,5 Menengah atas 5,9 5,2 Teratas 4,6 4,1

Tabel 17.5 menunjukkan bahwa prevalensi pterygium Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 7,3 persen dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Wonogirii (17,6%), diikuti Boyolali (15,2%) dan Klaten (14,4%). Kabupaten Sukoharjo dan Kota Magelang mempunyai prevalensi kekeruhan kornea terendah yaitu masing-masing 1,2 persen.

Prevalensi kekeruhan kornea Provinsi Jawa Tengah adalah 6,4 persen dengan prevalensi tertinggi juga ditemukan di Tegal (12,6%), diikuti oleh Banjarnegara (11,9%) dan Boyolali (11,1%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Sukoharjo dan Kota Magelang masing-masing 1,2%.

Page 374: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

319

Tabel 17.5 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut kabupaten/kota,

Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten / Kota Pterygium Kekeruhan kornea

Cilacap 8,4 5,1 Banyumas 5,0 6,2 Purbalingga 5,5 10,8 Banjarnegara 9,6 11,9 Kebumen 7,2 6,6 Purworejo 5,2 4,7 Wonosobo 7,7 9,0 Magelang 7,9 10,1 Boyolali 15,2 11,1 Klaten 14,4 8,8 Sukoharjo 0,6 1,2 Wonogiri 17,6 6,9 Karanganyar 6,5 5,2 Sragen 4,8 3,6 Grobogan 3,1 3,1 Blora 7,3 8,5 Rembang 7,1 4,1 Pati 4,1 4,0 Kudus 4,8 3,0 Jepara 3,7 2,9 Demak 13,1 4,3 Semarang 8,6 10,3 Temanggung 10,2 4,3 Kendal 3,0 4,7 Batang 6,3 4,2 Pekalongan 4,9 3,4 Pemalang 9,2 9,3 Tegal 5,8 12,6 Brebes 9,6 5,5 Kota Magelang 6,5 1,2 Kota Surakarta 5,7 2,9 Kota Salatiga 1,8 2,2 Kota Semarang 5,7 7,6 Kota Pekalongan 3,9 4,5 Kota Tegal 4,3 4,1

JAWA TENGAH 7,3 6,4

Pada Tabel 17.6 terlihat bahwa prevalensi katarak di Provinsi Jawa Tengah adalah 2,4 persen tertinggi di Klaten (7,0%) diikuti oleh Magelang (6,5%) dan Kota Magelang (5,7%). Prevalensi katarak terendah ditemukan di Kota Salatiga (0,2%) diikuti Kota Pekalongan (0,6%). Sebagian besar penduduk dengan katarak di Indonesia belum menjalani operasi katarak karena faktor ketidaktahuan penderita mengenai penyakit katarak yang dideritanya dan mereka tidak tahu bahwa buta katarak bisa dioperasi/ direhabilitasi. Alasan kedua terbanyak penderita katarak belum dioperasi adalah karena tidak dapat membiayai operasinya.

Page 375: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

320

Tabel 17.6 Prevalensi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak pada responden semua

umur menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Katarak Alasan Belum Operasi

Tidak tahu kalau katarak

Tidak mampu membiayai

Takut Operasi

Cilacap 1,1 38,7 6,4 16,7

Banyumas 1,2 35,4 20,5 14,9

Purbalingga 1,3 54,9 12,9

Banjarnegara 1,4 52,1 22,5 7,1

Kebumen 2,9 66,6 11,4 4,2

Purworejo 1,0 30,8 35,5 13,5

Wonosobo 1,6 80,4 1,1

Magelang 6,5 73,1 7,4 2,8

Boyolali 1,8 50,0 14,6 6,2

Klaten 7,0 85,1 1,5 1,7

Sukoharjo 1,3 17,9 28,2 10,0

Wonogiri 1,7 43,5 3,4 12,5

Karanganyar 1,8 51,3 5,2 4,7

Sragen 2,2 51,2 6,1 10,8

Grobogan 1,3 44,5 8,3 11,0

Blora 1,8 37,9 1,1 10,0

Rembang 1,0 38,7 33,8 3,6

Pati 1,1 48,1 12,5

Kudus 0,8 63,7 11,3 5,3

Jepara 1,0 51,8 16,7

Demak 2,7 43,4 6,2 8,4

Semarang 2,4 82,4 1,3 1,3

Temanggung 3,9 85,6 2,9 1,8

Kendal 2,4 37,1 12,5 6,6

Batang 0,9 46,5 7,7 3,7

Pekalongan 1,7 41,8 4,2 8,9

Pemalang 3,9 81,0 4,0 1,7

Tegal 3,3 75,9 5,1 3,1

Brebes 4,1 45,5 8,8 7,3

Kota Magelang 5,7 83,0 2,6

Kota Surakarta 1,0 23,2 15,9 10,6

Kota Salatiga 0,2 3,8

Kota Semarang 3,4 61,9 12,5 12,8

Kota Pekalongan 0,6 19,5 21,6 16,1

Kota Tegal 3,0 49,7 13,7 6,7

JAWA TENGAH 2,4 60,8 8,1 6,1

Page 376: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

321

17.2. Kesehatan Telinga

Data yang dikumpulkan terkait status kesehatan telinga meliputi anatomi liang telinga, kelainan pada telinga tengah dan daerah retroaurikular, keutuhan gendang telinga, serta adanya gangguan fungsi pendengaran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik oleh nakes terlatih pada responden berusia 2 tahun keatas dan untuk fungsi pendengaran dilakukan tes konversasi bagi responden yang kooperatif dan tidak tuna wicara.

Keterbatasan pengumpulan data terkait kesehatan telinga adalah kemampuan klinis nakes yang sangat bervariasi dalam mengenali kelainan telinga dan retroaurikular. Keterbatasan untuk pengukuran tajam pendengaran adalah tidak tersedianya alat audiometer di lapangan, sehingga hanya dilakukan uji/tes konversasi.

17.2.1. Prevalensi Ketulian

Pada survei ini interpretasi dari skor yang digunakan adalah sebagai berikut: Pemeriksa membisikkan kalimat sederhana dan responden diminta mengulanginya. Jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah ―0‖. Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan mengucapkan satu kalimat dengan volume suara normal dan responden kembali diminta mengulanginya. Jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah ―1‖ pendengaran NORMAL. Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan mengucapkan satu kalimat dengan volume suara yang lebih keras dan responden kembali diminta mengulanginya dan jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah ―2‖ gangguan pendengaran ringan. Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan meneriakkan satu kalimat pada telinga dengan fungsi pendengaran lebih baik dan responden kembali diminta mengulanginya dan jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah ―3 gangguan pendengaran sedang. Jika responden tidak dapat mengikuti teriakan kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah ―4‖ ketulian.

Dalam Riskesdas 2013 diperoleh prevalensi gangguan pendengaran tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (38,9%), disusul oleh kelompok umur 65-74 tahun (18,3%). Angka prevalensi terkecil berada pada kelompok umur 5-14 tahun dan 25-34 tahun (masing-masing 0,7%) sesuai

Tabel 17.7 Prevalensi tertinggi ketulian terdapat pada kelompok umur yang sama dengan gangguan pendengaran, yaitu umur 75 tahun ke atas (1,8%), begitu pula dengan prevalensi terkecil terdapat pada kelompok umur 5-14 tahun dan 25-34 tahun (masing-masing 0,0%). Prevalensi responden dengan gangguan pendengaran pada perempuan cenderung sedikit lebih tinggi daripada laki-laki, namun prevalensi ketulian prevalensi perempuan dan laki-laki sama (0,1%).

Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian tertinggi ditemukan pada kelompok tingkat pendidikan tidak sekolah (11,4% gangguan pendengaran dan 0,5% ketulian). Gangguan pendengaran pada kelompok responden tidak bekerja memiliki angka prevalensi tertinggi, yaitu 4,5%, disusul oleh petani/nelayan/buruh sebesar 3,4%. Prevalensi gangguan pendengaran terendah ditemukan pada kelompok pegawai (1,1%). Prevalensi ketulian tertinggi ditemukan pada kelompok responden tidak bekerja (0,3%) dan terendah pada pegawai dan wiraswasta (0,0%).

Terdapat perbedaan angka prevalensi ketulian dan gangguan pendengaran menurut tempat tinggal. Di perkotaan diperoleh prevalensi gangguan pendengaran sebesar 2,8% dan prevalensi ketulian 0,1%. Prevalensi gangguan pendengaran di perdesaan cenderung sedikit lebih tinggi, yaitu sebesar 3,4% dan prevalensi ketulian 0,1%.

Page 377: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

322

Tabel 17.7 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes

konversasi menurut karakteristik, Provinsi Jawa Tengah 2013

Karakteristik Gangguan Pendengaran Ketulian

Kelompok umur (tahun) 5-14 0,7 0,0 15-24 0,8 0,0 25-34 0,7 0,1 35-44 0,9 0,0 45-54 2,0 0,0 55-64 4,7 0,1 65-74 18,3 0,6 75+ 38,9 1,8 Jenis kelamin Laki-laki 2,8 0,1 Perempuan 3,4 0,1 Tempat tinggal Perkotaan 2,8 0,1 Perdesaan 3,4 0,1 Pendidikan Tidak sekolah 11,4 0,5 Tidak tamat SD 4,0 0,2 Tamat SD 2,9 0,1 Tamat SMP 1,0 0,1 Tamat SMA 0,9 0,0 Tamat PT 1,2 0,1 Pekerjaan Tidak Bekerja 4,5 0,2 Pegawai 1,1 0,0 Wiraswasta 1,5 0,0 Petani/nelayan/buruh 3,4 0,1 Lainnya 2,0 0,3 Tingkat kesejahteraan Terbawah 5,3 0,1 Menengah bawah 3,8 0,2 Menengah 2,9 0,1 Menengah atas 2,0 0,1 Teratas 1,6 0,1

Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian memiliki pola yang sama menurut kuintil indeks kepemilikan, yaitu semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin sedikit prevalensi gangguan pendengaran dan ketuliannya. Pada kuintil indeks kepemilikan terbawah ditemukan prevalensi gangguan pendengaran tertinggi (5,3%) dan prevalensi ketulian tinggi (0,1%) yang tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan menengah bawah (0,2%). Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian terendah ditemukan pada kuiintil indeks kepemilikan teratas (berturut-turut 1,6% dan 0,1%).

Page 378: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

323

Tabel 17.8 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes

konversasi menurut kabupaten/kota, Provinsi Jawa Tengah 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Pendengaran Ketulian

Cilacap 4,0 0,1

Banyumas 3,4 0,2

Purbalingga 3,2 0,1

Banjarnegara 3,1

Kebumen 3,6 0,2

Purworejo 3,3 0,0

Wonosobo 2,3 0,1

Magelang 3,7 0,1

Boyolali 3,1 0,1

Klaten 3,5 0,1

Sukoharjo 2,1 0,4

Wonogiri 4,6 0,3

Karanganyar 2,7 0,1

Sragen 3,1 0,1

Grobogan 4,0 0,0

Blora 4,2 0,0

Rembang 5,5 0,0

Pati 2,7 0,0

Kudus 1,3 0,1

Jepara 4,0 0,1

Demak 1,5 0,1

Semarang 2,5 0,1

Temanggung 2,7 0,3

Kendal 3,1 0,3

Batang 3,0 0,0

Pekalongan 2,3 0,1

Pemalang 4,1 0,2

Tegal 2,2 0,1

Brebes 3,1 0,1

Kota Magelang 2,1 0,2

Kota Surakarta 2,0 0,1

Kota Salatiga 2,1 0,0

Kota Semarang 1,9 0,1

Kota Pekalongan 2,3

Kota Tegal 1,7 0,2

JAWA TENGAH 3,1 0,1

Berdasarkan kabupaten/kota, prevalensi gangguan pendengaran tertinggi terdapat di Rembang (5,5%), dan terendah di Kudus (1,3%). Terdapat sembilan kabupaten/kota dengan prevalensi gangguan pendengaran yang lebih besar dari rata-rata Jawa Tengah (3,1%). Prevalensi ketulian di Jawa Tengah sebesar 0,1 persen dan terdapat 21 kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi ketulian sama dengan angka Jawa Tengah antara lain Kota Semarang, Kota Surakarta, Brebes, Tegal dan lain-lain. Kabupaten/kota dengan prevalensi ketulian di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah ada sejumlah 13 kabupaten/kota dan prevalensi ketulian tertinggi ditemukan di Wonogiri, Temanggung dan Kendal (0,3%), sedangkan yang terendah di 7 kabupaten/kota. (0,0%).

Page 379: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

324

Daftar Pustaka Bashiruddin J, Soetirto I. 2010. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J & Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 49-52. Dandona R, Dandona L. Sosioeconomic status and blindness. Br J Ophthalmol 2001;95:1494-9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2007 Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI 1996: Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1993-1995. Foster A. Cataract and ―Vision 2020-the right to sight‖ initiative. Br J Ophthalmol 2001;95:635-7. Limburg H. 2001. Manual for rapid assessment of cataract surgical services. Switzerland: WHO Prevention of blindness and deafness. Putri Herman NW. 2011. Prevalensi Gangguan Pendengaran Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011. Diakses dari: http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/NING% 20WIDYA%20PUTRI%20HERMAN.pdf Rundjan L, Amir I, Suwento R, Mangunatmadja I. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 4, Maret 2005: 149-54. Soetjipto, Damayanti. Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. 2010. Diakses dari: http://ketulian.com/vi/web/ index.php?to=home. Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1993-1995. WHO Fact Sheet No. 282. http://www.who.int/about/regions/en /index.html. World Health Organization. Global data on visual impairment 2010.World Health Organization: International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems. 10th revision. Current version. Version for 2003. Chapter VII. H54. Blindness and low vision. Diakses di: http://www.who.int/classifications/icd/en.

Page 380: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh ... · PDF filedi rumah tangga dari 31,9 persen rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat

325

LAMPIRAN 1. SK. Menkes untuk Riskesdas 2013

2. SK Korwil

3. Kuesioner Rumah Tangga (RKD 13. RT)

4. Kuesioner Individu (RKD 13. IND)

5. Persetujuan Etik

6. Informed consent

7. Rekomendasi Penelitian