cengkeh (1)
DESCRIPTION
EtnofarmasiTRANSCRIPT
1. Cengkeh
*GAMBAR*
2. Nama Tanaman
Nama Indonesia : Cengkeh
Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Species : Syzygium aromaticum L.
(USDA, 2013)
3. Kandungan kimia
Kandungan pada cengkeh sebagai senyawa fenolik yaitu eugenol, carvacrol dan
thymol yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri (Pandey dan Parul, 2011).
Kandungan dari kuncup bunga cengkeh adalah Flavonoid, resin, glikosida, tannin,
saponin dan alkaloid (Tanko et al, 2008).
4. Kegunaan Secara Empiris
5. Efek Farmakologi
5.1 Antibakteri
Pada jurnal yang berjudul Antibacterial activity of Syzygium aromaticum
(clove) with metal ion effect against food borne pathogens dilakukan sebuah
penelitian untuk menguji aktivitas antibakteri yang dimiliki oleh cengkeh. Sifat
antibakteri dari Syzygium aromaticum dikenal sebagai “Clove” pengujian dilakukan
dengan menggunakan bakteri yang paling umum menyebabkan penyakit yang
terdapat dalam makanan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella
sp., Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum, Vibrio
vulnificus, Vibrio parahaemolyticus. Pada pengujian ini menggunakan ekstrak
metanol cengkeh, ekstrak etanol cengkeh dan tiga bakteri yang terdapat dalam
makanan yaitu Staphylococcus aureus (gram positif), Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa (gram negatif). Hasil menunjunkkan aktivitas antibakteri
yang lebih baik terdapat pada ekstrak metanol cengkeh. Ekstrak metanol dari cengkeh
menunjukkan zona maksimum penghambatan 24 mm terhadap Staphylococcus
aureus sedangkan zona minimum penghambatan 19 mm terhadap Pseudomonas
aeruginosa. Ekstrak etanol cengkeh menunjukkan zona penghambatan maksimum 20
mm terhadap Pseudomonas aeuginosa sedangkan zona minimum adalah 18mm
terhadap Escherichia coli. Dengan demikian pengujian konsentrasi hambat minimum
(MIC) dapat menunjukkan ekstrak cengkeh memiliki aktivitas sebagai antibakteri
karena mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Pandey dan Parul, 2011).
5.2 Antioksidan
Pada jurnal Estimation of antioxidant activities of fixed and volatile oils
extracted from Syzygium aromaticum (clove) dilakukan pengujian untuk mengetahui
aktivitas antioksidan minyak essensial dan minyak atsiri yang diekstrak dari tunas
kering Syzygium aromaticum (cengkeh) yang dievaluasi oleh aktivitas scavenging
pada 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
minyak essensial memiliki TPC (kandungan total fenolik) tertinggi dari pada minyak
atsiri apabila dibandingkan dengan standar (pirogalol, quercetin). Selain itu dengan
pengujian DPPH (antioksidan) minyak essensial dapat menunjukkan aktivitas
scavenging apabila dibandingkan dengan standar antioksidan L-asam askorbat dapat
mengalami peningkatan konsentrasi. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan
bahwa minyak essensial dari Syzygium aromaticum mengandung fenolik dan
flavonoid dimana senyawa tersebut dapat memberikan potensi reduktif lebih tinggi
karena dapat mengurangi kapasitas aktivitas scavenging DPPH radikal bebas yang
berfungsi sebagai indikator kuat dari aktivitas antioksidan (Fatma et al, 2013).
5.3 Anti inflamasi dan analgesik
Pengujian antiinflamasi digunakan tikus Wistar dewasa yang dibagi menjadi 5
kelompok 5 tikus dalam setiap kelompok . Kelompok pertama sebagai kontrol negatif
(normal salin) sedangkan kelompok kedua, ketiga dan keempat menerima dosis dari
ekstrak kuncup bunga cengkeh masing-masing (50, 100 dan 200 mg /kg berat badan)
sedangkan kelompok kelima menerima obat standar Diklofenak (25 mg/kg berat
badan). Tiga puluh menit kemudian semua kelompok diberikan 50 ml larutan
formalin 2,5% , subkutan di bawah permukaan dari belakang kaki kiri . Peningkatan
diameter belakang kaki kiri tikus yang diinduksi dengan formalin adalah digunakan
sebagai ukuran peradangan akut. Diameternya diukur dengan bantuan dari vernier
caliper pada 1, 2, 3, 4, dan 5 jam setelah injeksi formalin. Perbedaan antara
pembacaan saat 1 jam dan selang waktu berikutnya diambil sebagai ketebalan edema.
%hambat=rata−rata diameter kaki (kontrol )−¿¿
Pengujian sebagai analgesik dilakukan dengan menggunakan metode Koster.
Konsentrasi yang berbeda dari ekstrak masing-masing (50, 100, dan 200 mg/kg berat
badan) diberi intraperitoneal. 30 menit setelah pengobatan, tikus diinduksi nyeri
dengan larutan asam asetat 0,6 % secara intraperitoneal. Piroksikam (20mg/kg berat
badan ) digunakan sebagai obat standar sedangkan kelompok kontrol menerima
normal salin. Lima menit setelah injeksi asam asetat, tikus ditempatkan dalam
kandang dan jumlah kontraksi perut dihitung untuk setiap tikus selama 10 menit .
Persentase penghambatan menggeliat dihitung dengan menggunakan rumus :
% hambat=rata−ratamenggeliat ( kontrol )−¿¿
(Tanko et al, 2008)
Efek dari ekstrak etanol S. aromaticum pada kegiatan anti - inflamasi dan
analgesik dievaluasi . Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak pada dosis
50, 100 dan 200 mg/kg berat badan secara signifikan mengurangi jumlah menggeliat
pada tikus yang diinduksi asam asetat. Kegiatan menggeliat dari tikus lebih terlihat
pada dosis terendah 50 mg/kg berat badan. Metode menggeliat dengan induksi asam
asetat, juga disebut respon kontraksi perut yang salah satunya sangat sensitif karena
dapat mendeteksi efek kesemutan pada dosis yang mungkin tidak aktif. Ekstrak
etanol dari kuncup bunga S. aromaticum menunjukkan (P < 0,05) aktivitas anti-
inflamasi yang signifikan terhadap edema pada tikus yang diinduksi formalin dengan
dosis 50 mg/kg berat badan, 100 mg/kg berat badan dan 200 mg/kg berat badan.
Kehadiran flavonoid dan tanin mungkin bertanggung jawab atas kegiatan analgesic
dan anti-inflamasi seperti flavonoid dan tanin yang ditemukan untuk menghambat
phosphodiesterases yang terlibat dalam sel aktivasi, tergantung pada efek pada
biosintesis protein sitokin yang memediasi adhesi leukosit beredar ke lokasi cedera.
Flavonoid dan tanin telah terbukti memiliki potensi menghambat prostaglandin,
sekelompok zat inflamasi yang kuat. Hubungan dari kedua efek analgesik dan anti -
inflamasi didokumentasikan dengan baik untuk berbagai agen anti-inflamasi non
steroid. Ekstrak mungkin menekan pembentukan edema dengan mengurangi
permeabilitas pembuluh darah seperti dalam kasus NSAID (Tanko et al, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Fatma A. Elslimani, Maraia F. Elmhdwi, Fakhri Elabbar and Otman O. Dakhil. 2013.
Estimation of Antioxidant Activities of Fixed and Volatile Oils Extracted
from Syzygium aromaticum (Clove). Der Chemica Sinica.Vol. 4. No.3. Hal.
120-125
Pandey, Amit and Parul Singh. 2011. Antibacterial Activity of Syzygium aromaticum
(Clove) With Metal Ion Effect Against Food Borne Pathogens. Asian Journal
of Plant Science and Research. Vol 1. No.2. Hal. 69-80
Tanko,Y., A.Mohammed., M.A.Okasha., A.H.Umar., R.A.,Magaji. 2008. Anti
nociceptive and anti-inflammatory activities of ethanol extract of Syzygium
aromaticum flower bud in wistar rats and mice. Afr. J. Traditional,
Complementary and Alternative Medicines. Vol.5. No.2. Hal. 209-2012
USDA, 2013. Classification for Kingdom Plantae Down to Species Cocos nucifera L.
http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?
source=display&classid=CONU diakses pada 24 Januari 2014.