cekungan tarakan (geologi indonesia)

23
Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang Indonesia merupakan negeri yang dibentuk oleh 17.506 pulau dengan luas 7,7 juta km ², oleh sebab itu Indonesia disebut negeri kepulauan terbesar didunia. Secara geologis Indonesia dibentuk oleh interaksi 3 lempeng makro dan 1 lempeng mikro yaitu lempeng Indo-australia,Eurasia,pasifik (Makro Plate) dan Filipina (mikro Plate) hal ini menyebabkan Indonesia dikelilingi oleh rangkaian gunung api dan masuk dalam ring of fire. Selain adanya gunung api sebagai penanda interaksi lempeng, terdapat pula cekungan-cekungan yang berisi hidrokarbon yang sangat kaya. Oleh sebab itu mempelajari geologi Indonesia sangatlah menyenangkan karena terdapat keberagaman kondisi geologi mulai dari pulau bagian timur hingga bagian baratnya. Maka dari itu dalam mata kuliah geologi Indonesia mahasiswa diwajibkan mempresentasikan salah satu kondisi geologi dari Indonesia. Secara khusus dalam tugas ini, kami akan membahas kondisi geologi daerah Kalimantan yaitu Cekungan Tarakan. I.2 Maksud dan Tujuan 1

Upload: rian-akae

Post on 05-Dec-2015

414 views

Category:

Documents


115 download

DESCRIPTION

cekungan tarakan merupakan salah satu dari sekian banyak cekungan besar di indonesia yang telah di eksploitasi, kekayaan alam kalimantan tercermin hebat pada cekungan ini.

TRANSCRIPT

Bab I

PENDAHULUAN.

I.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negeri yang dibentuk oleh 17.506 pulau dengan luas 7,7 juta km ², oleh

sebab itu Indonesia disebut negeri kepulauan terbesar didunia. Secara geologis Indonesia

dibentuk oleh interaksi 3 lempeng makro dan 1 lempeng mikro yaitu lempeng Indo-

australia,Eurasia,pasifik (Makro Plate) dan Filipina (mikro Plate) hal ini menyebabkan

Indonesia dikelilingi oleh rangkaian gunung api dan masuk dalam ring of fire. Selain adanya

gunung api sebagai penanda interaksi lempeng, terdapat pula cekungan-cekungan yang berisi

hidrokarbon yang sangat kaya.

Oleh sebab itu mempelajari geologi Indonesia sangatlah menyenangkan karena terdapat

keberagaman kondisi geologi mulai dari pulau bagian timur hingga bagian baratnya. Maka

dari itu dalam mata kuliah geologi Indonesia mahasiswa diwajibkan mempresentasikan salah

satu kondisi geologi dari Indonesia. Secara khusus dalam tugas ini, kami akan membahas

kondisi geologi daerah Kalimantan yaitu Cekungan Tarakan.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pengerjaan tugas ini ialah agar mahasiswa dapat mengumpulkan data geologi

daerah yang dikerjakan. Dengan tujuan agar mahasiswa memahami akan kondisi

fisiografi,geologi regional,struktur geologi,geomorfologi dan SDA daerah yang ditugaskan.

1Gambar 2.1 Cekungan Tarakan Kalimantan Timur (Sumber: Core-Lab G&G Evaluation Simenggaris Block)

Bab II

FISIOGRAFI

Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa zona fisiografi,

yaitu :

A. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda,

B. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak dilepas

Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan yang dikenal

sebagai sub cekungan Pasir,

C. Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah ini sebagi

bagian dari cekungan Kutai,

D. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut dan

Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan tersebut antara

lain:

a. Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur.

Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh “Semporna High”,

b. Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching yang

merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian  Kuching

selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur Tektonik yang

dikenal sebagai Paternoster Cross Hight dari cekungan Barito.

Gambar 1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)

2

Bab III

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN TARAKAN

Cekungan tarakan atau bisa disebut juga cekungan kaliamantan timur utara

merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Kalimantan Timur bagian utara.

Cekungan Tarakan dapat dibagi menjadi 4 sub-cekungan yaitu: Sub-cekungan Tidung, Sub-

cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan, dan Sub-cekungan Muara (Biantoro dkk., 1996;

IBS, 2006). Batas-batas dari empat sub-cekungan tersebut adalah zona-zona sesar dan

tinggian. Bagian utara dari Cekungan Kalimantan Timur Utara dibatasi oleh Tinggian

Samporna yang terletak sedikit ke utara dari perbatasan wilayah Indonesia dan Malaysia.

Bagian barat ke arah Kalimantan dibatasi oleh Punggungan Sekatak-Berau. Sedangkan di

bagian selatan, terdapat Punggungan Mangkalihat yang memisahkan Cekungan Tarakan

dengan Cekungan Kutai. Batas timur dan tenggara dari cekungan ini berupa laut lepas Selat

Makasar.

Gambar 2. Peta lokasi Sub-Cekungan Tarakan (Biantoro dkk., 1996).

3

Perkembangan struktur-struktur di Sub-cekungan Tarakan, Cekungan Tarakan berlangsung

dalam beberapa tahapan yang mempengaruhi pengendapan sedimen pada area tersebut.

Konfigurasi secara struktural sudah dimulai oleh rifting sejak Eosen Awal. Pemekaran

(rifting) pada sub-cekungan ini disebabkan oleh pembentukan sesar-sesar normal. Pergerakan

dari sesar-sesar tersebut menghasilkan daerah-daerah rendahan yang kemudian terisi oleh

sedimen-sedimen tertua pada sub-cekungan ini, seperti Formasi Sembakung (akhir Miosen

Awal-Miosen Tengah). Sedimen-sedimen pra-Tersier tidak terpenetrasi pada banyak sumur

yang dibor pada sub-cekungan ini, namun keberadaannya terdeteksi pada data seismik

(Biantoro dkk., 1996).

Proses Rifting berjalan dengan terus menerus disertai dengan adanya pengangkatan secara

lokal di bagian barat dari sub-cekungan mengontrol siklus-siklus pengendapan sedimen pada

sub-cekungan ini. Pengendapan pada sub-cekungan ini dapat dibagi menjadi 4 siklus

berhubungan dengan beberapa kejadian tektonik pada regional. Pengendapan sedimen-

sedimen siklus yang pertama (Siklus 1) terjadi pada saat terjadinya pengangkatan pada Eosen

Tengah yang menyebabkan erosi di Tinggian/Punggungan Sekatang.

Pengendapan siklus yang kedua (Siklus 2) dimulai sejak pengangkatan Oligosen Awal pada

fasa transgresif, dengan sedimen yang diendapkan secara tidakselarasan terhadap Siklus 1. 

Fasa ini berubah menjadi regresif ketika proses rifting berakhir dan pengangkatan mencapai

puncaknya pada akhir dair Miosen Akhir. Pengangkatan yang kedua ini berbeda dengan

proses pengangkatan pertama karena berkembang ke arah timur dan menghasilkan

Punggungan Dasin-Fanny. Proses rifting yang kedua ini menghasilkan sesar-sesar normal

yang memiliki arah timurlaut-baratdaya. Pengendapan Siklus 3 yang regresif berlangsung

pada lingkungan transisional-deltaik. Sedimen-sedimen yang diendapkan dalam jumlah yang

besar menyebabkan rekativasi dari sesar-sesar tua yang terbentuk selama Oligosen sampai

Miosen Awal yang berkembang menjadi growth fault. Petumbuhan dari sesar-sesar tersebut

berhenti untuk sementara waktu pada awal pengendapan dari Formasi Santul dikarenakan

oleh terjadinya fasa trangresif yang pendek. Pensesaran tersebut berlangsung selama Pliosen

ketika siklus pengedapan keempat (Siklus 4), yaitu Formasi Tarakan diendapkan.

Aktivitas Tektonik pada Pliosen Akhir-Pleistosen bersifat kompresif dan menghasilkan sesar-

sesar strike-slip.

Di beberapa tempat, kompresi ini menginversikan sesar-sesar normal menjadi sesar-

sesar naik (Biantoro dkk., 1996). Kegiatan tekonik yang menyebabkan pengangkatan,

perlipatan, dan pensesaran keseluruhan Cekungan Tarakan pada Pliosen Akhir kemudian

menyebabkan munculnya ketidakselarasan di beberapa daerah secara lokal. Pada Siklus 5

4

yang merupakan siklus pengendapan terakhir pada sub-cekungan ini, diendapakan Formasi

Bunyu.

Gambar 3. Tektonik Sub-Cekungan Tarakan (Modifikasi dari Biantoro dkk., 1996). Proses-

proses rifting, pengangkatan, dan reaktivasi sesar-sesar tua mempengaruhi perkembangan

struktur dan siklus pengendapan di Sub-Cekungan Tarakan.

5

Bab IV

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN TARAKAN

Batuan dasar pada cekungan Kalimantan Timur Utara terdiri dari sedimen-sedimen

berumur  tua, meliputi Formasi Danau (Heriyanto dkk., 1991) atau disebut juga Formasi

Damiu (IBS, 2006), Formasi Sembakung, dan Batulempung Malio. Sedimen-sedimen tersebut

telah terkompaksi, terlipatkan, dan tersesarkan.

Formasi Danau

Formasi Danau terdeformasi kuat dan sebagian termetamorfosa, mengandung breksi

terserpentinitisasi, rijang radiolaria, spilit, serpih,slate, dan kuarsa.

Formasi Sembakung dan Batulempung Malio

Formasi Sembakung diendapkan di atas Formasi Danau secara tidak selaras. Formasi ini

terdiri dari sedimen volkanik dan klastik yang berumur Eosen Awal-Eosen Tengah. Di atas

Formasi Sembakung diendapkan batulempung berfosil, karbonatan, dan mikaan yang dikenal

dengan Batulempung Malio yang berumur Eosen Tengah.

Siklus 1: Formasi Sujau, Mangkabua, dan Selor (Eosen Akhir – Oligosen)

Sedimen-sedimen pada Siklus 1 diendapkan secara tidak selaras terhadap Formasi

Sembakung dan memiliki lingkungan pengendapan dari laut littoral sampai dangkal. Formasi

Sujau terdiri dari sedimen klastik (konglomerat dan batupasir), serpih, dan volkanik. Klastika

Formasi Sujau merepresentasikan tahap pertama pengisian cekungan “graben-like” yang

mungkin terbentuk sebagai akibat dari pemakaran Makassar pada Eosen Awal. Produk

erosional dari Paparan Sunda di sebelah barat terakumulasi bersamaan dengan endapan

gunungapi dan pirokasltik pada bagian bawah siklus ini. Keberadaan lapisan-lapisan batubara

dan interkalasi napal pada bagian bawah mengindikasikan fasies pengendapan danau yang

bergradasi ke atas menjadi lingkungan laut. Batugamping mikritik dari Formasi Seilor

diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Sujau dan Formasi Mangkabua yang terdiri

dari serpih laut dan napal yang berumur Oligosen menjadi penciri perubahan suksesi

ke basinward. Batuan sedimen siklus 1 terangkat, sebagian tersingkap dan tererosi sebagian

di tepi barat dari cekungan berkaitan dengan aktivitas volkanisme yang terjadi sepanjang

tepian deposenter pada akhir Oligosen.

Siklus 2: Formasi Tempilan, Formasi Taballar, Napal Mesalai, Formasi Naintupo

(Oligosen Akhir – Miosen Tengah).

Sedimen-sedimen yang diendapkan di atas sedimen sebelumnya secara tidak selaras.

Sedimen-sedimen tersebut merupakan sikuen-sikuen transgersif dan tidak terlalu

terdeformasi. Fasies klastik basal dari Formasi Tempilan diendapkan pertama kali pada siklus

6

ini dan diikuti oleh batugamping mikritik dari Formasi Taballar. Formasi Taballar merupakan

sikuen paparan karbonat dengan perkembangan reef lokal Oligosen Akhir sampai Miosen

Awal. Formasi ini secara gradual menipis ke arah cekungan terhadap napal Mesalai yang

kemudian berubah menjadi Formasi Naintupo di atasnya. Formasi Naintupo terdiri dari

lempung dan serpih yang bergradasi ke atas menjadi napal dan batugamping yang

menandakan meluasnya genang laut di cekungan Tarakan.

Siklus 3: Formasi Meliat, Formasi Tabul, dan Formasi Santul (Miosen Tengah –

Miosen Akhir).

Sedimen-sedimen dari siklus 3 ini terdiri dari sikuen-sikuen deltaik regresif yang terbentuk

setelah tektonisma Miosen Awal (Orogenesa Intra-Miosen). Siklus sedimentasi ini terbagi

menjadi 3 formasi, yaitu: Formasi Meliat, Tabul, dan Santul. Perbedaan sikuen deltaik antara

formasi-formasi tersebut sulit untuk diuji dan dibedakan mengingat sedikitnya fosil-fosil yang

dapat ditemukan dan kesamaan litologi antar formasi-formasi tersebut. Pengangkatan yang

terjadi menyebabkan berhentinya fasa genang laut dan perubahan lingkungan pengendapan

yang semula bersifat laut terbuka menjadi lebih paralik. Perubahan ini mengawali pola

pengendapan baru di Cekungan Tarakan yang membentuk delta-delta konstruktif dengan

progradasi dari barat ke timur.

Formasi Meliat merupakan nama formasi tertua dari siklus 3 dan diendapkan secara

tidak selaras dengan Serpih Naintupo. Formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih

karbonatan, dan batugamping tipis. Di beberapa bagian, Formasi Meliat terdiri dari batulanau

dan serpih dengan sedikit lensa-lensa batupasir. Formasi Tabul terdiri dari batupasir,

batulanau, dan serpih yang kadang disertai dengan kemunculan lapisan batubara dan

batugamping. Bagian paling atas dari siklus ini adalah Formasi Santul. Pada formasi ini sering

dijumpai lapisan batubara tipis yang berinterkalasi dengan batupasir, batulanau, dan

batulempung, yang diendapkan di lingkungan delta plain sampai delta front pada Miosen

Akhir.

Siklus 4: Formasi Tarakan (Pliosen)

Pada siklus sedimentasi Pliosen, diendapkan Formasi Tarakan. Formasi ini terdiri

dari interbeding batulempung, serpih, batupasir, dan lapisan-lapisan batubata lignit, yang

menunjukan fasies pengendapan delta plain. Dasar dari Formasi Tarakan pada beberapa

ditepresentasikan oleh ketidakselarasan, sedangkan di Pulau Bunyu, kontak antara Formasi

Santul dengan Tarakan bersifat transisional.

7

Siklus 5: Formasi Bunyu (Plistosen)

Sejak Pliosen, sedimen fluviomarine yang sangat tebal terbentuk, terutama terdiri dari

perlapisan batupasir delta, serpih, dan batubara. Sedimen Kuarter dari siklus 5 dinamakan

Formasi Bunyu, diendapkan di lingkungan delta plain sampai fluviatil. Batupasir tebal,

berukuran butir medium sampai kasar, kadangkala konglomeratan dan interbeding batubara

lignit dengan serpih merupakan litologi penyusun dari formasi Bunyu. Batupasir formasi ini

lebih tebal, kasar, dan kurang terkonsilidasi jika dibandingkan dengan batupasir Formasi

Tarakan. Batas bawah dari Formasi ini dapat bersifat tidak selaras maupun transisional.

Meningginya muka laut pada kala Pleistosen Akhir menyebabkan garis pantai mundur ke arah

barat seperti garis pantai saat ini.

8Gbr.4

Bab V

Struktur Geologi Cekungan Tarakan

Struktur utama di Cekungan Tarakan adalah lipatan dan sesar yang umumnya berarah

aratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Terdapat pola deformasi struktur yang meningkat

terutama sebelum Miosen Tengah bergerak ke bagian utara cekungan. Struktur-struktur di

Sub-cekungan Muara dan Berau mengalami sedikit deformasi, sementara di Sub-cekungan

Tarakan dan Tidung lebih intensif terganggu (Ahmad dkk, 1984). Sub-cekungan Berau dan

Muara didominasi oleh strukturstruktur regangan yang terbentuk oleh aktifitas tektonik

semasa Paleogen, sementara intensitas struktur di Sub-cekungan Tarakan dan Tidung

berkembang oleh pengaruh berhentinya peregangan di Laut Sulawesi yang diikuti oleh

aktifitas sesar-sesar mendatar di fasa akhir tektonik Tarakan (Fraser dan Ichram, 1999).

Di Cekungan Tarakan terdapat 3 sinistral wrench fault yang saling sejajar dan

berarah baratlaut-tenggara, yaitu:

1. Sesar Semporna yaitu sesar mendatar yang berada di bagian paling utara,

memisahkan kompleks vulkanik Semenanjung Semporna dengan sedimen

neogen di Pulau Sebatik

.

2. Sesar Maratua sebagai zona kompleks transpresional membentuk batas Subcekungan

Tarakan dan Muara.

3. Sesar Mangkalihat Peninsula, yang merupakan batas sebelah selatan Sub-Cekungan Muara

bertepatan dengan garis pantai utara Semenanjung Mangkalihat dan merupakan kemenerusan

dari Sesar Palu-Koro di Sulawesi. Struktur sesar tumbuh (growth fault) paling umum terdapat

di Sub-cekungan Tarakan dengan arah utara-baratlaut (di selatan) dan timurlaut (di utara)

dengan perubahan trend yang diperlihatkan oleh perubahan orientasi garis pantai pada mulut

Sungai Sesayap, dari utara-baratlaut di selatan Pulau Tarakan ke arah timurlaut di utara

Pulau Bunyu (Wight, dkk. 1993). Kelompok sesar yang berarah utara lebih menerus

dan mempunyai offset terbesar. Di daerah daratan (onshore), yang melingkupi sub-sub

cekungan Tidung, Berau, dan Tarakan, peta geologi permukaan menunjukkan adanya 2 rejim

struktur yang berbeda antara daerah Sekatak-Bengara (Sub-cekungan Berau) dengan daerah

Simenggaris (Sub-cekungan Tarakan). Di Sekatak-Bengara sesar-sesar turun dan mendatar

berarah utara dan baratlaut mendominasi terutama karena yang tersingkap di permukaan

9

umumnya adalah endapan-endapan paleogen. Sementara di daerah Simenggaris

sesar-sesar turun dan mendatar berarah timurlaut mendominasi

permukaan geologi yang ditempati oleh endapan-endapan Neogen. Di sebelah timur Pulau

Tarakan terdapat trend struktur sesar tumbuh yang berarah utara-selatan dan makin ke timur

lagi terdapat zone shale diapir dan thrusting. Jalur seismik regional yang menerus sampai ke

lepas pantai memperlihatkan tipe struktur dari rejim ekstensional dan sistem sesar utara-

selatan tersebut. Progadasi delta ke arah timur dan forced-regression selama turunnya muka

laut mengendapkan batuan reservoar di daerah lereng kontinental dalam suatu rejim sesar-

anjak di muka delta (toe-thrusting system).

Selain struktur sesar, di Cekungan Tarakan berkembang 5 buah arch (busur) atau antiklin

besar terutama di bagian barat. Dari utara ke selatan busur-busur tersebut dinamakan Busur

Sebatik, Ahus, Bunyu, Tarakan dan Latih. Busur-busur tersebut sebenarnya adalah tekukan

menunjam (plunging flexure) yang besar berarah tenggara dibentuk oleh transpresi timurlaut-

baratdaya dan berorientasi utara baratlaut – selatan tenggara. Umur dari kompresi makin

muda ke arah utara. Intensitas lipatan juga meningkat ke arah utara dimana busur yang makin

besar di lepas pantai menghasilkan lipatan yang tajam dan sempit di daratan, yaitu di daerah

Simenggaris.

Busur Latih dan antiklin-antiklin kecil yang berkembang di bagian selatan dari Cekungan

Tarakan (Sub-cekungan Muara) juga mempunyai orientasi baratlauttenggara. Antiklin-

antiklin minor di selatan ini merupakan struktur inversi, dimana di bagian intinya ditempati

oleh lempung laut dalam Eosen sampai Miosen Akhir dan batugamping turbidit yang ketat

(Wight dkk., 1993).

10

Gambar 5. Simplified Geologic Map of The Tarakan Basin (Sumber: Pertamina-

BEICIP,1992; Netherwood&Wight,1993; Situmorang&Buchan,1992)

11

Bab VI

SUMBER DAYA ALAM

(MINYAK BUMI)

1. Source Rock

Formasi yang berpotensi sebagai source rock adalah Formasi Sembakung, Meliat,

dan Tabul (Sasongko, 2006). Formasi Meliat juga memiliki batuan yang mengandung

material organik yang cukup dengan sebagian formasi temperaturnya cukup tinggi, sehingga

mampu mematangkan hidrokarbon. Batuan Formasi Tabul merupakan source rock terbaik

karena memiliki material organic tinggi dan HI lebih dari 300, sehingga hidrokarbon telah

matang. Ketebalan formasi ini mencapai 1700 m, sehingga mampu menyediakan hidrokarbon

yang melimpah. Menurut L.J. Polito (1978, dalam Indonesia Basins Summaries 2006), batuan

penghasil hidrokarbon di Cekungan Tarakan melampar di Formasi Tabul, Meliat, Santul,

Tarakan dan Naintupo. Wight et al (1992, dalam Indonesia Basins Summaries 2006) juga

memberikan argumen bahwa source rock berasal dari fasies fluvio-lacustrine. Samuel (1980,

dalam Indonesia Basins Summaries 2006) menyebutkan bahwa dari kematangan termal dan

geokimia, hanya gas yang bisa didapatkan di Formasi Tabul, Santul dan Tarakan. Migrasi

bekerja pada blok-blok yang terbentuk Mio-pliocene.

Gambar 6. Play Concept Model of Tarakan Basin

12

2. Reservoir

Karakteristik batuan yang terdapat pada Formasi Sembakung, Meliat/Latih, Tabul,

dan Tarakan/Sanjau menunjukkan potensial sebagai reservoir. Batuan mempunyai kastika

kasar dengan geometri sedimen deltaik yang penyebarannya terbatas. Berdasarkan Indonesia

Basins Summaries (2006), Formasi Meliat, Tabul, Santul, dan Tarakan merupakan seri delta

dengan batupasir berbentuk channel dan bar. Formasi Meliat berisi batupasir dan shale

dengan lapisan tipis batubara. Kualitas reservoir yang ada termasuk sedang-bagus dengan

pelamparan yang cukup luas. Formasi Tabul berisi batupasir, batulanau, shale dengan lapisan

tipis batubara. Tebal formasi mencapai 400-1500 m dan menebal ke arah timur. Formasi

Santul merupakan fasies delta plain sampai delta front proksimal. Formasi ini didominasi

oleh batupasir dan shale dengan lapisan tipis batubara. Batupasir mempunyai ketebalan 40-60

m. Pada beberapa titik, ada channel batupasir yang

tebalnya mencapai 115 m. Formasi Tarakan yang berumur Pliosen merupakan seri delta

dengan dominasi litologi berupa pasir, lempung, dan batubara yang menunjukkan fasies delta

plain hingga fluviatil.

3. Seal Rock

Batuan yang menjadi seal atau tudung adalah batuan penyusun Formasi Sembakung,

Mangkabua, dan Birang yang merupakan batuan sedimen klastik dengan ukuran butir halus.

Formasi Meliat/Latih, Tabul dan Tarakan tersusun oleh batulempung hasil endapan delta

intraformational yang berfungsi pula sebagai batuan tidung.

Gambar 7.Penyebaran Isopach Formasi Tabul yang mengandung batuan

Penudung (Sasongko et al, 2006)

13

4. Traps

Sistem perangkap hidrokarbon yang terdapat di Cekungan Tarakan adalah perangkap

stratigrafi karena adanya asosiasi litologi batuan sedimen halus dengan lingkungan

pengendapannya delta. Namun pada umur Plio-Pleistosen, terjadi tektonik yang

memungkinkan terbentuknya struktur geologi dan dapat terjadi perangkap hidrokarbon yang

berhubungan dengan syngenetic fault dan struktur antiklin.

5. Migrasi

Model migrasi yang terjadi di Cekungan Tarakan disebabkan oleh sesar normal dan

sesar naik serta perbedaan elevasi. Samuel (1980, dalam Indonesia Basins Summaries 2006)

menyebutkan bahwa migrasi hidrokarbon bekerja pada blok-blok yang terbentuk Mio-

Pliosen. Hal itu juga didukung dengan waktu yang tepat proses pematangan hidrokarbon pada

Miosen Akhir dari Formasi Tabul dan Tarakan akibat intrusi batuan beku. Pematangan

hidrokarbon terjadi pada kedalaman 4300 m.

14

DAFTAR PUSTAKA

-> Achmad, Z., Samuel, L. (1984), Stratigraphy and depositional cycles in the N.E. Kalimantan Basin. Proceedings of Indonesia  Petroleum Association 13th Convention, Jakarta, Vol. 1, 109-120.

-> Biantoro, E., Kusuma, M.I., dan Rotinsulu, L.F. (1996), Tarakan sub-basin growth faults, North-East Kalimantan: Their roles hydrocarbon entrapment, Proceedings of Indonesian Petroleum Association 25th Annual Convention, Jakarta,Vol. 1, 175-189.

-> Darman, H. (2001), Turbidite plays of Indonesia: An Overview, Berita Sedimentologi,15, 2-21.

-> Ellen, H., Husni, M.N, Sukanta, U., Abimanyu, R., Feriyanto, Herdiyan, T. (2008),Middle Miocene Meliat Formation in the   Tarakan Islan, regional implications for deep exploration opportunity, Proceedings of Indonesian Petroleum Association 32nd Annual Convention, Jakarta, Vol.1

-> Lentini, M. R., Darman, H. (1996), Aspects of the Neogen tectonic history and hydrocarbon geology of the Tarakan Basin,Proceedings of Indonesian Petroleum Association 25th Annual Convention, Jakarta, Vol.1, 241-251.

15