cedera spinal dan kord servikal cedera tulang belakang servi

11
CEDERA SPINAL DAN KORD SERVIKAL Cedera tulang belakang servikal secara tradisional dibagi atas fraktura dan dislokasi tulang belakang servikal atas serta bawah. Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C 2 . Cedera tingkat ini jarang pada dewasa, merupakan kurang dari 25% fraktura dan dislokasi pada tulang belakang servikal. Pada anak- anak, kebanyakan cedera tulang belakang servikal adalah terjadi pada tingkat atas. Cedera tulang belakang servikal bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C 3 hingga C 7 . Ruas tulang belakang C 5 adalah yang tersering mengalami fraktura. Cedera pada tulang belakang tingkat bawah lebih sering berkaitan dengan cedera kord spinal, mungkin karena rasio daerah potongan melintang kanal spinal terhadap kord spinal lebih kecil pada tulang belakang servikal bawah dibanding atas. Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun lainnya tetap utuh. 1. Sindroma kord sentral paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis).

Upload: devyan22

Post on 21-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gadar

TRANSCRIPT

Page 1: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

CEDERA SPINAL DAN KORD SERVIKAL

Cedera tulang belakang servikal secara tradisional dibagi atas fraktura

dan dislokasi tulang belakang servikal atas serta bawah. Cedera tulang belakang

servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga

C2. Cedera tingkat ini jarang pada dewasa, merupakan kurang dari 25% fraktura

dan dislokasi pada tulang belakang servikal. Pada anak- anak, kebanyakan cedera

tulang belakang servikal adalah terjadi pada tingkat atas. Cedera tulang belakang

servikal bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3 hingga C7.

Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktura.

Cedera pada tulang belakang tingkat bawah lebih sering berkaitan dengan

cedera kord spinal, mungkin karena rasio daerah potongan melintang kanal spinal

terhadap kord spinal lebih kecil pada tulang belakang servikal bawah dibanding

atas. Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma

tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini,

fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun lainnya tetap

utuh.

1. Sindroma kord sentral

paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena

sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian

sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami

cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada

lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia

menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan

lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan,

sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi

yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral dapat

menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor kord

spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada

kord spinal bawah (konus medularis).

2. Sindroma arteria spinal anterior

terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian

ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat

sindroma klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu

dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom

posterior) utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma

yang terletak anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik.

3. Sindroma Brown-Sequard, pada bentuk yang murni, menunjukkan

akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis berupa hilangnya

fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan,

Page 2: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru

dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun

manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada

lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma.

4. Sindroma kolom posterior

terjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya

sensasi vibrasi dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini

tersering dijumpai sekunder terhadap kelainan sistemik (neurosifilis),

namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal.

Sasaran utama pengelolaan gawat darurat awal pada pasien dengan

fraktura dan dislokasi tulang belakang leher adalah untuk mencegah cedera

sekunder terhadap kord spinal maupun akar saraf. Ini penting bahkan pada

pasien yang sudah mengalami transeksi fungsional kord spinal seketika pada

tingkat fraktura. Utuhnya bahkan hanya sebuah segmen kord spinal diatas tingkat

cedera dapat membuat perbedaan yang sangat besar dalam rehabilitasi jangka

panjang pada pasien dengan cedera kord spinal permanen.

Immobilisasi leher saat resusitasi atau penilaian medikal awal sangat

menentukan. Ini sering terabaikan pada pasien pada keadaan akut dengan cedera

berganda dan fungsi vital yang tak stabil. Petugas medis gawat darurat terlatih

untuk melakukan immobilisasi terhadap pasien yang mengalami cedera

tersangka. Kantung pasir atau kolar servikal kaku adalah jenis yang biasa

digunakan petugas sejak tempat kecelakaan. Apapun jenis immobilisasi yang

dilakukan, ia tetap dipertahankan ditempatnya hingga tulang belakang servikal

dinilai dengan radiograf lateral. Bila fraktura tulang belakang servikal dijumpai,

stabilitas fraktura ditentukan.

Semua pasien dengan fraktura tulang belakang servikal yang diperkirakan

tak stabil harus segera diletakkan dalam fiksasi skeletal eksternal dan traksi

dengan ring halo atau kaliper (tong). Beban traksi bervariasi, namun umumnya

ditentukan sekitar 3-5 pon per ruas tulang belakang servikal. Jadi sebesar 15-25

pon digunakan untuk fraktura C5 tak stabil. Bila sinar-x ulang menunjukkan

reduksi tak lengkap dari pergeseran fraktura atau subluksasi, maka beban

tambahan diberikan hingga fraktura-dislokasi berkurang (maksimum 5kg per

tingkat diatas segmen yang cedera).

Pada kebanyakan fraktura-dislokasi tulang belakang servikal akan dapat

diimmobilisasi dan direduksi dengan efektif memakai fiksasi skelet eksternal dan

traksi. Manipulasi leher berlebihan juga berakibat cedera kord spinal permanen

disaat resusitasi awal pada pasien cedera. Walau mempertahankan jalan nafas

adalah vital, ekstensi yang berlebihan leher disaat intubasi sebelum fraktura

servikal dipastikan harus dicegah.

Page 3: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

Bila jalan nafas artifisial diperlukan sebelum film servikal dibuat, maka

dilakukan krikotiroidotomi atau intubasi nasal. Namun intubasi bukan kontra

indikasi pada pasien dengan fraktura tulang belakang servikal asal dilakukan oleh

petugas yang berpengalaman, sebaiknya seorang ahli anestesi terlatih. Pegangan

penting atas ada serta beratnya cedera tulang belakang servikal adalah

pelebaran ruang jaringan lunak prevertebral.

Cedera dan ketidakstabilan nyata mungkin tampil dengan tanpa kelainan

tulang yang jelas pada foto polos. Pada keadaan ini bukti cedera hanyalah

pelebaran ruang retrofaringeal atau retro- trakheal. Ruangan retro faringeal

membentang dari pinggir posterior bayangan udara faringeal ke aspek antero-

inferior dari aksis. Pengukuran melebihi 6-7mm pada anak dan dewasa adalah

abnormal. Ruang retrotrakheal ditentukan oleh ruangan jaringan lunak antara

batas posterior bayangan udara trakheal keaspek antero- inferior badan ruas

tulang belakang C6. Walau ruang ini bervariasi menurut usia dan pernafasan,

pengukuran yang melebihi 14mm pada anak dan 22mm pada dewasa adalah

abnormal, cedera tulang belakang leher yang bermakna harus diduga. Penting

untuk menampilkan seluruh ruas tulang belakang servikal pada foto lateral pada

pasien yang mengalami trauma yang jelas. Sering foto pertama tidak memadai

menampilkan C7 karena bertumpuk dengan bahu.

Kerusakan kord spinal irreversibel secara sekunder dapat diakibatkan oleh

manipulasi leher pada pasien dengan fraktura atau dislokasi C7 tak stabil disaat C7

tak tampak pada foto pertama. Ada beberapa indikasi untuk pemasangan

traksi leher pada pengelolaan awal cedera tulang belakang servikal:

1. Immobilisasi tulang belakang servikal pada pasien dengan fraktura tak stabil.

2. Reduksi dislokasi atau subluksasi.

3. Distraksi foramina intervertebral pada pasien dengan kompresi radikuler.

4. Mengurangi nyeri yang diakibatkan cedera jaringan lunak bersangkutan.

Terdapat dua indikasi yang jelas untuk tindakan operasi gawat darurat

atas fraktura dan dislokasi tulang belakang servikal:

1. Defisit neurologis progresif.

2. Adanya cedera kord spinal tak lengkap. Pada keadaan tersebut operasi

hanya dilakukan bila terdapat kompresi ekstrinsik atas kord spinal yang

tampak pada mielografi. Intervensi bedah gawat darurat untuk

stabilisasi atau reduksi jarang diperlukan karena biasanya dapat

dicapai dengan traksi skelet. Walau dilaporkan perbaikan neurologis

nyata pada pasien dengan kehilangan fungsi neurologis lengkap

dibawah tingkat cedera yang mendapat operasi dekompresi dalam 24

jam setelah cedera, umumnya tidak diyakini bahwa intervensi bedah

emergensi selalu diperlukan pada pasien yang menampakkan

Page 4: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

kehilangan fungsi neurologis segera dan lengkap dibawah tingkat

fraktura pada saat kecelakaan.

A. DISLOKASI ATLANTO-OKSIPITAL (DAO)

Ditemukan lebih banyak dibanding masa-masa sebelumnya, karena

membaiknya resusitasi ditempat kecelakaan dan cepatnya transportasi

ke UGD.

MEKANISME CEDERA Biasa mengenai penumpang mobil atau pejalan

kaki yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Sendi kranioservikal terdiri

dari dua kelompok ligamen yang terpisah. Tengkorak melekat dengan

C1 melalui ligamen kapsul sendi, ligamen membran kapsul sendi AO

anterior dan posterior, dan dua ligamen AO lateral. Ligamen krusiat

(berstruktur longitudinal yang berhubungan dengan ligamen transvers

atlas) memberikan stabilitas tambahan pada sendi ini.

Harus diingat bahwa kelompok kedua yang berjalan dari oksiput

menuju C2 memberikan struktur penyokong yang utama pada sendi

kranioservikal ini. Pada ligamen ini, dimana termasuk ligamen dental

apikal, pasangan ligamen alar serta membran tektorial, juga

membatasi gerakan ekstrim pada sendi kraniovertebral. Terutama,

hiperekstensi dibatasi oleh membran tektorial dan fleksi lateral oleh

ligamen alar (fleksi berlebihan dibatasi oleh kontak proses odontoid

dengan basion).

Walau dislokasi kranium kedepan terhadap tulang belakang

servikal terjadi setelah pemotongan ligamen alar serta membran

tektorial, DAO traumatika mungkin mencakup cedera ligamen yang

lebih luas. Hiperekstensi akan menyebabkan robeknya membran

tektorial, dan cedera ligamen alar disebabkan oleh komponen fleksi

lateral yang ekstrim. Terpisahnya elemen posterior aksis dan atlas,

mungkin diakibatkan oleh hiperfleksi, tampak pada beberapa pasien.

DAO tampaknya mempunyai insidens yang tinggi pada kelompok

pediatrik yang mungkin ada kaitannya dengan insidens yang relatif

tinggi akan kecelakaan mobil- pedestrian, dengan immaturitas sendi

kraniovertebral, atau keduanya. Hubungan kranioservikal secara

keselu- ruhan, pada anak tampaknya kurang stabil dibanding dewasa

karena dua faktor.

Pada anak-anak dataran sendi diantara kranium dengan atlas

hampir horizontal. Perkembangan kondilus oksipital terjadi bersama

dengan maturasi yang akan memungkinkan sendi kranioservikal

berfungsi lebih stabil pada bidang yang lebih vertikal. Selanjutnya

kondilus oksipital pada bayi dan anak tidak terletak lebih dalam

terhadap fossa faset superior atlas. Dengan maturasi, massa kondiler

Page 5: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

bertambah dan fossa dari faset superior C1 berkembang lebih lengkap,

dengan akibat persendian yang lebih stabil.

GAMBARAN KLINIS Disfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi

kedalam lesi yang mengenai batang otak, saraf kranial, kord spinal

atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai cedera kepala

hingga memperrumit gambaran neurologis.

Cedera batang otak walau sering pada DAO, tidak selalu tampil

lengkap. Postur deserebrasi atau adanya kehilangan fungsi batang otak

lengkap mungkin tampak, walau sulit untuk memastikan apakah

seluruhnya akibat DAO pada pasien yang disertai cedera kepala.

Kerusakan piramidal diskreta mungkin mengakibatkan

paraparesis. Ketidakstabilan kardiopulmoner berakibat bradikardia,

respirasi yang irreguler, atau bahkan apnea dapat terjadi setelah

kerusakan batang otak. Kerusakan batang otak berat paling mungkin

sebagai penyebab kematian yang tinggi. Dislokasi kranioservikal

mungkin berakibat avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf

kranial keenam, sembilan hingga duabelas, adalah yang terutama

berrisiko.

Etiologi sebenarnya disfungsi saraf keenam sulit dipastikan

pada pasien yang disertai cedera kepala. Hipertensi berat mungkin

timbul bila kedua sinus karotid mengalami denervasi setelah cedera

saraf kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas berakibat kuadri-

plegia, walaupun hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan

DAO (setiap disfungsi motori mungkin juga menunjukkan cedera

batang otak).

DAO traumatika mungkin juga disertai cedera akar servikal.

Cedera unilateral multipel pada akar servikal bisa menyerupai lesi

pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas kerusakan neural langsung,

cedera arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau disfungsi

neural. DAO berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme,

dan trombosis pembuluh ini. Beberapa pasien dengan DAO bisa

dengan defisit yang timbul tidak sejak awal. Ini mungkin karena trauma

tambahan terhadap sistema saraf (sekunder terhadap pergerakan pada

tulang belakang yang tak stabil) atau terhadap masalah lain seperti

iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang rusak. Pasien

DAO sering dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai

secara lengkap atas cedera lainnya.

GAMBARAN RADIOLOGIS Diagnosis definitif DAO dibuat berdasar

radiograf. Walau temuan mungkin tidak jelas, adanya hematoma

Page 6: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

retrofaringeal, yang tak selalu ada, harus mewaspadakan pemeriksa

akan cedera tulang belakang serius.

Diagnosis DAO mungkin dipastikan oleh satu dari beberapa

kriteria radiografik. Powers telah menentukan bahwa hubungan antara

basis tengkorak dan C1 ditentukan oleh rasio panjang dua buah garis.

Garis pertama adalah jarak antara basion dengan arkus posterior C1,

dan yang lainnya adalah jarak antara opistion dan arkus anterior atlas.

Rasio rata-rata garis I dan garis II pada orang normal adalah 0.77. Nilai

yang lebih dari satu mungkin menunjukkan DAO. Rasio ini tak

dipengaruhi dimensi, karenanya tidak dipengaruhi pembesaran yang

mungkin terjadi pada posisi film yang tidak baku.

Rasio ini tak berlaku pada pasien dengan anomali kongenital

foramen magnum atau fraktura arkus neural atlas. Rasio mungkin

kurang dari satu pada pasien DAO longitudinal atau posterior. Lee

menilai hubungan kraniovertebral dengan cara pasangan garis (garis-

x): sebuah dari basion ketitik tengah garis C2 spinolaminer (BC2Sl) dan

lainnya dari opistion ke sudut posteroinferior dens (C2O). Garis BC2Sl

memotong tangensial aspek posterosuperior dens dan garis C2O

memotong tangensial titik tertinggi garis C1 spinolaminer pada pasien

normal yang berusia lebih dari 5 tahun. Hubungan ini berubah pada

DAO. Metoda garis-x mungkin lebih sensitif dari rasio Powers.

Validitasnya tergantung hubungan normal C1 dan C2, dan pada lebih

dari 50% pasien dengan DAO, terdapat pemisahan abnormal dari

elemen posterior C1 dan C2. DAO mungkin pula didiagnosa dengan

menentukan pertambahan jarak dari lokasi paling posterior korteks

mandibuler terhadap arkus anterior C1 serta proses odontoid. Posisi

radiografik yang tepat, dengan film 72 sm, diperlukan untuk

mendapatkan pengukuran yang benar dan hal ini tidak selalu tersedia

di UGD. Metoda ini tidak bernilai pada DAO posterior, karenanya

fraktura mandibuler yang tergeser dapat membatalkan pengukuran.

Kaufman menyelidiki jarak dari kondilus oksipital ke faset superior C1

pada anak dan mendapatkan jaraknya tidak lebih dari 5mm.

Diperkirakan bahwa bila setiap pergeseran lebih dari 5mm

menunjukkan DAO.

Pengukuran ini mungkin didapat dari foto AP ataupun lateral,

dan tampaknya terutama berguna dalam menentukan adanya dislokasi

longitudinal. Jarak ini belum dinilai pada orang dewasa. Terdapat tiga

jenis spesifik DAO: DAO jenis I terdiri dari pergeseran anterior oksiput

terhadap C1, jenis II adalah distraksi longitudinal primer dengan

Page 7: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

separasi oksiput dari atlas, dan DAO jenis III bila oksiput dislokasi

keposterior dari C1.

PENGELOLAAN DAN OUTCOME Semua korban kecelakaan, terutama

dengan cedera kepala dan leher, harus diduga mengalami DAO.

Pengelolaan awal adalah mempertahankan ventilasi adekuat dengan

tulang belakang servikal diimmobilisasi pada posisi netral. Intubasi

nasotrakheal harus dilakukan pada pasien yang memerlukan

perlindungan jalan nafas atau menderita distress pernafasan.

Bila gagal atau sulit, trakheo- stomi harus segera dilakukan.

Terdapat kontroversi akan keamanan dan manfaat traksi pada tahap

awal pengelolaan pasien. Walau ada dugaan struktur neural akan

terganggu oleh traksi, hingga saat ini hal ini tak pernah dilaporkan

dengan jelas. Pembagian DAO menjadi tiga jenis berguna untuk

membimbing terapi awal. Pasien dengan DAO jenis II, masalah primer

adalah distraksi longitudinal, karenanya traksi mungkin akan

menyebabkan distraksi lebih jauh, karenanya dikontraindikasikan.

Namun pada pasien dengan DAO jenis I (anterior) dan III

(posterior) dan defisit neurologis, traksi diindikasikan untuk

mengembalikan struktur tulang dan untuk mendekompresi elemen

neural. Resolusi yang cepat dari defisit neurologis major didapatkan

untuk pasien jenis I dan III yang ditindak dengan cara ini. DAO jenis I

atau III yang berdiri sendiri-sendiri tidak mutlak merupakan suatu

keharusan untuk pemasangan traksi. Bila malalignmentnya hanya

minimal, dan/atau defisit ringan, mungkin realignment bisa

dipertanggung- jawabkan dengan pengaturan posisi secara hati-hati

dengan bantuan fluoroskopi. Hanya pada keadaan mis- alignment yang

parah atau defisit neurologis major, traksi bisa dipertimbangkan.

Tindakan dengan traksi harus hati-hati, beban 2.5 kg atau

kurang. Beban yang berlebihan harus dicegah, pengamatan ketat

radiologis dan neurologis diperlukan. Setelah adanya perbaikan dari

defisit atau realignment radiografik dari tulang belakang, traksi bisa

dikurangi hingga 0.5-1kg, atau bahkan dihentikan serta pasien

diimmobilisasi. Setiap traksi dengan beban ringan tersebut harus

dilakukan dengan alat halter servikal. Perhatian khusus diarahkan pada

pemeliharaan jalan nafas yang adekuat.

Traksi bisa juga dengan tong Gardner-Wells atau ring halo.

Anak memerlukan pertimbangan khusus. Setelah usia 4 tahun (dan

mungkin sejak dua tahun) sudah cukup perkembangan kalvaria yang

aman untuk pemasangan tong. Bila jarak interpin minimal dari tong

Gardner-Wells sangat besar untuk memungkinkan fiksasi adekuat dari

Page 8: Cedera Spinal Dan Kord Servikal Cedera Tulang Belakang Servi

tengkorak yang masih kecil, tong University of Virginia mungkin

merupakan alternatif.

Alat halo mungkin juga dipertimbangkan. Pin halo harus

dipuntirkan dengan torsi 2kg pada pasien 2-4 tahun. Pada anak

dibawah 2 tahun, kawat yang dipasang melalui 2 lubang burr mungkin

digunakan untuk traksi. Teknik ini memerlukan pengamanan kulit

dengan meletakkan bantalan antara kawat dan kulit. Walau beberapa

pasien berhasil dengan baik dengan tindakan traksi serta immobilisasi

lama, sisanya tetap tidak stabil dan memerlukan fusi terbuka.

Cedera yang primer pada ligamen, seperti DAO, sering tetap

tak stabil setelah terapi konservatif, karenanya dianjurkan sebagai

tindakan definitifnya adalah fusi posterior sesegera keadaan medikal

memungkinkan. Fusi dari oksiput hingga C1 dan C2 (terkadang C3)

diperlukan walau nyatanya hal ini mungkin mengurangi mobilitas

tulang belakang servikal sekitar 50%. Disukai fusi dengan fiksasi kawat

dan tandur tulang. Penggunaan kawat dan metil metakrilat adalah

metoda alternatif, dan walau teknik ini memerlukan pemasangan

benda asing, fiksasi internal dapat segera dilakukan. Pasien yang hidup

setelah DAO dalam 48 jam pertama mempunyai outcome yang baik.

Hingga seperempat mungkin dengan neurologis intak, dan 25% lainnya

hanya dengan defisit minor.