cc besar melena fixed

Upload: qsninja-hiten-mitsurugi

Post on 19-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS BESAR SEORANG LAKI-LAKI 67 TAHUN DENGAN MELENA, SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA DAN ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK

Disusun oleh: Novianto Adi N. Christiana Yayi Esti Rahmawati Aningdita Kesumo Elisa Gunawan G0006129 G0007052 G0007064 G0007186 G0007192

Pembimbing

dr. Supriyanto Muktiatmodjo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

2012 HALAMAN PENGESAHAN Kasus besar dengan judul : SEORANG LAKI-LAKI 67 TAHUN DENGAN MELENA, SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA DAN ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK Telah dipresentasikan dan disahkan pada : Hari Tanggal : Senin : 12 Maret 2012

Pembimbing,

dr. Supriyanto Muktiatmodjo, Sp.PD

2

DAFTAR MASALAH No 1. 2. 3. Masalah aktif Melena Sirosis Hepatis Dekompensata Anemia ringan mikrositik hipokromik Tanggal 23/2/2012 23/2/2012 23/2/2012 Masalah inaktif Tanggal

BAB I

3

STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesa dan Alloanamnesa pada tanggal 5 Maret 2012 di Bangsal Melati 1 Kamar 2C. I. Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat No. RM Tanggal Masuk RS Tanggal Pemeriksaan II. Keluhan Utama : BAB hitam III. Riwayat Penyakit Sekarang 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengeluh buang air besar berwarna hitam. BAB 2-3 kali dalam sehari, masing-masing gelas belimbing konsistensi lembek, lengket, warna hitam seperti petis, dan berbau amis. Jika disiram air feces menjadi merah. Buang air tidak tentu waktunya, tidak dirangsang oleh makanan yang dimakannya. Tidak ada benjolan yang keluar dari dubur saat buang air besar, tidak panas saat buang air besar, perasaan tidak puas setelah buang air besar tidak ada, serta tidak ada nyeri saat buang air besar. Sebelum BAB pasien merasakan perutnya terasa mulas. Mulas tidak berkurang dengan pemberian makanan dan istirahat. Pasien juga mengeluh mual, seperti hendak muntah, mual dirasakan sewaktu-waktu terutama bila setelah makan dan berkurang jika makan dihentikan. Pasien tidak mengalami muntah. Karena mualnya, : Tn. K : 67 tahun : Laki-laki : Islam :: Bakalan 3/7 Gemantar, Selogiri, Wonogiri : 01109538 : 23 Februari 2012 : 5 Maret 2012

4

nafsu makan pasien menurun semenjak sakit. Selain itu, pasien mengeluhkan badan terasa lemas. Lemas dirasakan terus-menerus sehingga mengganggu aktivitas pasien. Lemas bertambah dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat maupun makan. Pasien juga merasa nggliyer dan mata berkunang-kunang, terutama saat perubahan posisi yang mendadak dari duduk ke berdiri atau dari tidur ke duduk. BAK 4-5 kali sehari masing-masing - gelas belimbing, berwarna kuning jernih, tidak ada darah, ada anyang-anyangan, tidak ada nyeri, tidak berpasir, dan BAK tidak berwarna seperti teh. 8 bulan SMRS pasien merasa perutnya sakit dan terasa panas, namun tidak terlalu dirasakan oleh pasien. Pasien juga merasa nafsu makan menurun selama sakit. Pasien kemudian memeriksakan diri ke dokter, dinyatakan sakit liver, dan diberi obat-obatan. Setelah obat habis pasien merasa sudah sembuh sehingga tidak kontrol kembali ke dokter.IV. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat mondok Riwayat sakit liver Riwayat sakit gula Riwayat tekanan darah tinggi Riwayat sakit jantung Riwayat sakit asma Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal : (+) 8 bulan yang lalu : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

V. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat sakit serupa Riwayat sakit liver Riwayat tekanan darah tinggi Riwayat sakit gula Riwayat asma Riwayat sakit jantung : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

VI. Riwayat Kebiasaan 5

Riwayat minum jamu Riwayat minum minuman keras Riwayat minum obat-obatan lain Riwayat minum-minuman suplemen Riwayat transfusi Riwayat tato

: Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

VII. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi Pasien adalah seoranng suami yang tinggal bersama dengan seorang istri dan 3 orang anak. Pasien merupakan seorang petani dan berobat dengan biaya dari Jamkesmas. VIII. Riwayat Gizi Sebelum sakit, pasien makan teratur tiga kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur dan ikan. Jarang mengkonsumsi buah-buahan dan olahraga. Saat ini nafsu makan pasien menurun, makan 3 kali sehari hanya 5-6 sendok sekali makan. IX. Anamnesis Sistem 1. Keluhan utama 2. Kepala : berak hitam : Sakit kepala (-), nggliyer (+), kaku pada leher bagian belakang (-), cengeng (-), jejas (-) 3. Mata : Penglihatan kabur (-/-), pandangan ganda (-/-) pandangan berputar (-/-), berkunangkunang (+/+), bengkak kelopak mata (-/-), mata berwarna kuning (-) 4. Hidung 5. Telinga : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-) : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-).

6

6. Mulut

: Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering(-).

7. Tenggorokan 8. Leher 9. Sistem respirasi 10. Sistem kardiovaskuler 11. Sistem gastrointestinal

: Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-). : leher cengeng (-), leher bengkak (-) : Sesak nafas (+), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-) : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-) : Mual (+), muntah (-), perut mulas (+), perut sebah (-), diare (-), nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-), nafsu makan menurun (+), BB turun (-).

12. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-), badan lemas (+) 13. Sistem genitourinaria : BAK sering (-), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih, anyangberwarna seperti teh (-). 14. Extremitas: Atas : Luka (-), flapping tremor (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar eritema (-), benjolan (-) 15. Bawah 16. Sistem neuropsikiatri 17. Sistem Integumentum : Luka (-), tremor (-), ujung jari teraba dingin (-), sakit sendi (-), bengkak (-) : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-) : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercak merah kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-) anyangan (-),

7

II.

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 Maret 2012 di Bangsal Melati 1 Kamar 2C A. Keadaan Umum B. Status Gizi : kesadaran compos mentis, gizi kesan kurang : BB: 41 kg TB: 160 cm Lingkar perut : 69 cm Lingkar pinggul: 70 cm Lingkar panggul: 72 cm BMI= 16,01 kg/m2 Kesan: Underweight untuk orang Indonesia C. Tanda Vital : Tekanan darah: 100/60 mmHg Nadi: 80 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup Respirasi: 18x/menit,tipe thorakoabdominal Suhu : 36,7 C (per axiller) D. Kulit : Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi(-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-) E. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-), atropi musculus temporalis (+) F. Wajah G. Mata : Simetris, moon face (-) : Konjungtiva pucat (+/+), sclera (-/-), perdarahan subkonjungtiva ikterik (-/-),

pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/ +), oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-), katarak (-/-) H. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran (-/-)

8

I. J.

Hidung Mulut

: Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau baik : Sianosis (-), bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa basah (+) gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (-)

K. Leher

: JVP R + 2cm, simetris, trakea di tengah, KGB membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)

L. Thorax

: Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-), spider nevi (-), pernapasan tipe thoraco-abdominal, pembesaran kelenjar getah bening axilla (-), bulu ketiak rontok (-)

M. Cor Inspeksi Palpasi Perkusi kiri bawah kiri atas kanan bawah kanan atas Kesan Auskultasi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS : batas jantung : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularis sinistra : SIC II linea parasternalis sinistra : SIC IV linea sternalis dextra : SIC II linea sternalis dextra : Batas jantung kesan tidak melebar : HR 80 kali/menit, reguler BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

N. Pulmo

9

Depan : Inspeksi: Statis Dinamis Palpasi: Statis Dinamis Perkusi: Kanan Kiri Auskultasi: Kanan : Normochest, simetris kanan kiri, sela iga tidak melebar, retraksi (-) : Simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), pergerakan paru simetris : Simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada yang tertinggal : Pengembangan paru simetris, tidak ada yang tertinggal, Fremitus raba kanan=kiri : Sonor : Sonor : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan Wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-) Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-),ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-) Belakang : Inspeksi: Statis Dinamis Palpasi : Statis Dinamis Perkusi: Kanan Kiri Auskultasi: Kanan : Normochest, simettris, sela iga tidak melebar, retraksi (-) : Pengembangan dada kanan=kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostalis (-) : Simetris, sela iga tidak melebar, retraksi(-) : Pergerakan kanan=kiri : Sonor : Sonor : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing(-), ronki basah kasar(-), ronki basah halus (-) kanan=kiri, fremitus raba

10

Kiri

: Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing(-), ronki basah kasar(-), ronki basah halus (-)

O. Punggung P. Abdomen Inspeksi

: Kifosis(-), lordosis (-), skoliosisi (-), nyeri ketok costovertebra (-) : Dinding perut sejajar dinding dada, supel, venektasi (-), spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-)

Auskultasi Perkusi Palpasi Q. Genitourinaria R. Extremitas Superior dextra

: Peristaltik (+) normal, bruit (-) : Timpani, PA (-), LS 6 cm, area troupe pekak : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit menurun (-) : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-) : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka(-) spoon nail (-), flat nail (+), jari tabuh (-), deformitas (-), CRT < 2 detik

Superior sinistra

: Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka(-), spoon nail (-),flat nail (+), jari tabuh (-), deformitas (-), CRT < 2 detik

Inferior dextra

: Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka(-), spoon nail (-),flat nail (+), jari tabuh (-), deformitas (-), nyeri

11

tekan (-), A. Dorsalis pedis teraba (+), CRT < 2 detik Inferior sinistra : Pitting oedem (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), spoon nail (-),flat nail (+), jari tabuh (-), deformitas (-), nyeri tekan (-), A. Dorsalis pedis teraba (+),CRT < 2 detik III. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium 23/02/ 2012 Hematologi Rutin Hb Hct AL AT AE Retikulosit Gol. Darah Index Eritrosit MCV MCH MCHC RDW HDW MPV PDW Hitung Jenis Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit LUC Hemostasis PT APTT 6,6 21 11,3 201 2,75 O 72,0 23,1 32,1 20,7 4,0 6,6 53 1,40 0,10 79,20 12,20 7,10 1,60 14,9 29,2 14,5 32,0 Detik Detik /um Pg g/dl % g/dl Fl % 80.0-96.0 28.0-33.0 33.0-36.0 11.-14.6 2.2-3.2 7.2-11.1 25-65 0.00 4.00 0.00 2.00 55.00 -80.00 22.00 -44.00 0.00 7.00 10.0-15.0 20.0-40.0 5,8 18 9,4 153 2,49 4,36 8,4 25 3,4 109 2,99 9,3 31 5,4 135 3,76 g/dl % Ribu/ul Ribu/ul Juta/ul % 13.5-17.5 33 45 4, 5 -11,0 150 - 450 4.50 5.90 0.5-1.50 24/02/ 2012 29/02/ 2012 01/03/ 2012 Satuan Nilai rujukan

12

INR Kimia klinik GDS SGOT SGPT Gamma GT Alkali Foafatase Protein total Bilirubin total Bilirubin direct Bilirubin indirect Albumin Globulin Kreatinin Ureum Kolesterol Total LDL Kolesterol HDL Kolesterol Trigliserida Besi (SI) TIBC Saturasi Transferin Hs-CRP Elektrolit Natrium Kalium Ca ion Klorida Serologi HbsAg Anti HCV (elisa) Ferritin

1.240 95 75 42 120 47 30 24 65 5,1 0,74 0,2 0,30 2,5 2,6 1,0 49 65 39 11 89 10 319 3 136 4,4 1,06

1.240 42 23 mg/dl u/l u/l u/l u/l g/dl mg/dl mg/dl mg/dl g/dl g/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl ug/dl ug/dl % Mg/l mmol/l mmol/l mmol/l mmol/l 60-140 0 35 0 45 Cor :

KU : Vital Sign: T =90/60 N =72x/1 Rr= 16x/1 t = 36,30C Mata : CP (+/+) SI (-/-) Leher JVP R+2cm, KGB tdk >> tdk Cor : IC tdk tampak, IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS, BJ I-II int N,

lemah, CM, gizi kesan lemah, CM, gizi kesan lemah, CM, gizi kesan kurang

IC tdk tampak, IC teraba IC tdk tampak, IC teraba batas jantung kesan tidak di SIC V 2 cm medial di SIC V 2 cm medial melebar, LMCS, batas jantung LMCS, batas kesan tidak melebar, BJ kesan tidak melebar, BJ I- Pulmo : I-II int N, regular, bising II int N, regular, bising Pengembangan dada ka=ki, (-). Pulmo : Pengembangan ka=ki, ST (-/-) Abdomen : DP = DD, BU (+) N AT (-), LS 6 cm FR ka = (-). Pulmo : dada Pengembangan ki, ka=ki, ST (-/-) Abdomen : DP = DD, BU (+) N AT (-), LS 6 cm FR ka = FR ka = ki, sonor/sonor, SDV (+/+), ST (-/-) dada Abdomen : ki, DP = DD, BU (+) N (-), LS 6 cm nyeri tekan (-), hepar & lien tdk teraba Tidak ada akral dingin dan jantung regular, bising (-).

sonor/sonor, SDV (+/+), sonor/sonor, SDV (+/+), Tympani, PA(-), PS (-), AT

Tympani, PA(-), PS (-), Tympani, PA(-), PS (-), Ekstremitas : nyeri tekan (-), hepar & nyeri tekan (-), hepar & edema pada ekstremitas

21

lien tdk teraba Ekstremitas : dan ekstremitas ASS. 1. Melena e.c Variceal bleeding, non variceal bleeding 2. Sirosis Hepatis Dekompensata 3. Anemia mikrositik hipokromik Tx. Bedrest tidak total O2 2 lt/mnt edema

lien tdk teraba Ekstremitas : pada dan ekstremitas 1. Melena e.c Variceal bleeding, non variceal bleeding 2. Sirosis Hepatis Dekompensata 3. Anemia mikrositik hipokromik Bedrest tidak total O2 2 lt/mnt 1. Melena e.c Variceal bleeding, non variceal bleeding 2. Sirosis Hepatis Dekompensata 3. Anemia mikrositik hipokromik Bedrest tidak total O2 2 lt/mnt Infus NaCl 0,9% 20 tpm Infus Albumin 20% 100 cc Inj. Ranitidine 1 amp / 8 jam Inj. Vit K 1 amp / 8 jam Kanamicin 3 x 500 mg Curcuma 3 x 1 Vit Bplex 3 x 1 8 Lactulac sirup 3 x CI edema pada

Tidak ada akral dingin Tidak ada akral dingin

Pasang NGT spooling Diet bubur 1700 kkal/ Diet bubur 1700 kkal/ hari dengan NaCl 0,9% 150 hari cc/2 jam hari Infus NaCl 0,9% 20 tpm cc Inj. Ceftazidin 1g/12 jam jam Inj. Vit K 1 amp / 8 jam Lactulac sirup 3 x CI Kanamicin 3 x 500 mg Curcuma 3 x 1 Infus NaCl 0,9% 20 tpm cc Inj. Ceftazidin 1g/ 12 jam jam Inj. Vit K 1 amp / 8 jam Kanamicin 3 x 500 mg Curcuma 3 x 1 Vit Bplex 3 x 1 Transfusi PRC 1 kolf

Diet bubur 1700 kkal/ Infus Albumin 20% 100 Inj. Ceftazidin 1g / 12 jam

Infus Albumin 20% 100 Inj. Ranitidine 1amp/

Inj. Ranitidine 1 amp / 8 Lactulac sirup 3 x CI

22

Vit Bplex 3 x 1 Transfusi PRC 2 kolf PLAN DR3 post transfusi, GDT Skleroterapi (STE) bila kondisi stabil DR3 post transfusi Cek albumin ulang

endoskopi Skleroterapi normal

endoskopi Cek elektrolit ulang

(STE) bila Hb 8 & PT Endoskopi evaluasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKAI. HEMATEMESIS MELENA A. Pengertian

23

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas: 1. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan. 2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain. 3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain. 4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain. 5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpaidi Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas.

Proses regenerasi sel hati dalam bentuk yang tergagnggu

24

Kegagalan parenkim hati Nafsu makan Mual-muntah Perut tak enak paru menyempit Kelemahan Cepat lelah 1. Perubahan nutri

Hipertensi portal Varises esofagus Tekanan meningkat

Enselfalopati

Ascites

Penekanan diafragma Ruang

Pembuluh darah pecah Sakit perut Hematemisis Melena Sesak nafas

2. Keseimbangan cairan 3. Gangguan perfusi jaringan 4. Cemas

5.Gangguan pola nafas

B. Diagnosis 1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium Dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas

25

yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takaran yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain. Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita. 2. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan esofagogram untuk radiologik daerah dilakukan esofagus dengan pemeriksaan dengan dan diteruskan

pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti 3. Pemeriksaan endoskopik Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan

26

pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti. 4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. C. Terapi Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi : 1. Pengawasan dan pengobatan umum a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan. b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair c. Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama belum tersedia darah. d. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor. e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan. f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.

27

g. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan. h. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik. 2. Pemasangan pipa naso-gastrik Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air, dan pemberian obatobatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih. 3. Pemberian pitresin (vasopresin) Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

28

4.

Pemasangan balon SB Tube Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

5.

Pemakaian bahan sklerotik Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.

6.

Tindakan operasi Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi. Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik. Prognosis Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya

29

varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child. Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati. II. SIROSIS HEPATIS Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler terdiri dari jaringan kolagen, glikoprotein dan proteinoglikan. Sel-sel stelata dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk memproduksi matriks ekstraseluler. Sel ini diaktifkan menjadi sel pembentuk kolagen, oleh berbagai faktor parakrin. Sebagai contoh, peningkatan kadar TGF beta 1 terdapat pada pasien dengan hepatitis C kronis dan sirosis. Faktor ini akan merangsang sel stelata untuk memproduksi kolagen tipe 1. Deposisi kolagen di ruang disse dan pengurangan ukuran fenestra endotel, akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Dua hal ini dapat memicu hipertensi portal. Progresifitas kerusakan hati, dapat berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun. Di Indonesia, prevalensinya antara 3,6-8,4% pada pasien rawat inap di Pulau Jawa dan Sumetra. Atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,1 : 1, dan usia rata-rata adalah 44 tahun. Walau paling banyak

30

disebabkan oleh hepatitis B dan C, sirosis dapat disebabkan oleh penyakit hati alkoholik. Secara garis besar, sirosis dapat dibagi menjadi dua: kompensata dan dekompensata. Dekompensata apabila terdapat ikterus, perdarahan varises, asites, ensefalopati hepatikum atau karsinoma hepatica. Komplikasi paling banyak ditemukan adalah asites. Perubahan dari kompensata menjadi tidak, adalah sekitar 5-7% per tahunnya. Sedangkan, harapan hidup cenderung menurun jauh, dari 12 tahun pada sirosis kompensata menjadi 2 tahun pada penderita sirosis dekompensata. Faktor prognosis buruk yang telah terbukti, adalah adanya kegagalan organ. Derajat sirosis bermanfaat untuk memprediksi prognosis sirosis, menilai harapan hidup penderita dan kepentingan transplantasi. Penilaian yang digunakan antara kriteria Child-Plugh Turcotte sebagai berikut :Klasifikasi Parameter Bilirubin (mg/dl) Albumin (g/dl) Ascites Ensefalopati INR Total skor A 1 3.5 < 1.7 5-6 B 2 2-3 2.8-3.5 Terkontrol Stadium I/II 1.7-2.2 7-9 C 3 >3 < 2.8 Sulit terkontrol Stadium III/IV > 2.2 10-15

Klasifikasi Child A Klasifikasi Child B Klasifikasi Child C

: sirosis hati ringan, harapan hidup 15-20 tahun : sirosis hati sedang, harapan hidup 4-14 tahun : sirosis hati berat, harapan hidup 1-3 tahun

(Schuppan dan Afdhal, 2008) A. Patofisiologi Dasar Hipertensi Portal Menurut hokum Ohm, perubahan-perubahan dalam tekanan vena portal sebanding denga perubahan pada aliran darah dan resistensi. Pada hati normal, perubahan resistensi intrahepatik akan disertai perubahan aliran darah portal. Hal ini bertujuan untuk menjaga tekanan dalam vena 31

portal tetap normal. Pada penderita sirosis, resistensi intrahepatik dan aliran aliran darah darah splanknik splanknik meningkat. adalah Faktor fenomena pencetusnya sekunder, adalah untuk peningkatan pada resistensi vascular intrahepatik. Sementara peningkatan mempertahankan atau memperburuk tekanan portal yang meningkat dan menimbulkan kondisi sistemik yang hiperdinamik. Hal ini ditandai dengan peningkatan detak jantung, curah jantung, volume plasma dan resistensi vaskuler yang rendah. Berdasarkan Hukum Poiseuille yang dapat diterapkan pada resistensi vascular portal, menyatakan bahwa R = 8hL/pr4, dimana h adalah viskositas darah, L adalah panjang pembuluh darah, dan r adalah radius pembuluh darah. Viskositas darah berkaitan dengan hematokrit. Panjang pembuluh darah di pembuluh darah portal relatif konstan. Dengan demikian, perubahan pada resistensi vascular portal ditentukan terutama oleh radius pembuluh darah. Resistensi vascular portal secara tidak langsung berbanding terbalik dengan radius pembuluh darah. Menurunnya radius pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vascular portal. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan darah portal. Penyakit hati menyebabkan penurunan radius vascular portal, menghasilkan peningkatan dramatis resistensi vascular portal. Pada sirosis, kenaikan terjadi pada mikrosirkulasi hepatic (sinusoidal hipertensi portal). Peningkatan resistensi vascular hepatic di sirosis tidakhanya konsekuensi mekanis dari gangguan arsitektur hati. Terdapat peran dari komponen dinamis akibat kontraksi akut miofibroblas, dan agen farmakologis yang aktinya sel-sel stelata, dan sel-sel otot halus vaskuler dari vena hepatik. Ada faktor-faktor endogen memodifikasi komponen dinamis yang meningkatkan dan menurunkan resistensi vaskuler hepatik. Faktor-faktor yang meningkatkan resistensi vaskuler hepatic meliputi endothelin, stimulis alfa-adrenergik, dan angiotensin II. Faktor-faktor yang menurunkan resistensi vaskuler

32

hepatic meliputi oksidasi nitrat, prostasiklin, dan obat-obatan vasodilator (seperti nitrat organic, adrenolitik dan kalsium antagonis).

Gambar 1. Hipertensi portal Faktor kedua yang berperan dalam hipertensi portal adalah peningkatan aliran darah dalam vena portal. Hal ini terbentuk melalui vasodilatasi arteriola splanknik yang disebabkan oleh pelepasan vasodilator endogen yang berlebihan (seperti endotelal, neural, humoral). Peningkatan aliran darah portal memperburuk peningkatan tekanan portal dan menjadi penyebab hipertensi portal meski terbentuk jaringan ekstensif kolateral portosistemik yang akan mengalihkan 80% aliran darah portal. Manifestasi dari vasodilatasi splanknik meliputi peningkatan curah jantung, hipotensi arteri, dan hipervolemia. Hal ini menjelaskan alasan pengobatan hipertensi portal dengan pola makan bersodium rendah dan diuretic untuk mengurangi kondisi hiperkinetik. B. Patofisiologi Varises Gastroesofageal pada Sirosis Hepatis Penyakit hati kronis yang berujung pada sirosis merupakan penyebab terbanyak hipertensi portal. Tekanan vena portal secara

33

langsung berhubungan dengan aliran darah dan resistensi pembuluh darah di hati, sebagaimana terlihat pada hokum Ohm (P=QxR; P merupakan tekanan sepanjang pembuluh darah, Q adalah aliran darah dan R adalah resistensi vaskuler). Meski patogenesis hipertensi portal sangat kompleks, penyebabnya sebagian besar pasien dengan sirosis hati adalah peningkatan resistensi intrahepatik (di lokasi perisinusoidal, sinusoidal, dan post-sinusoidal) dan peningkatan aliran melalui system splanknik hiperdinamik. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan ketidakseimbangan antara vasokonstriktor endothelin-1 dan vasodilator nitrat oksida (NO) memiliki peranan penting dalam terjadinya peningkatan resistensi intrahepatik. Varises adalah kolateral portosistemik yang terbentuk setelah dilatasi pembuluh darah oleh hipertensi portal. Bagian distal esophagus berjarak 2-5 cm dari esophagus, merupakan bagian paling sering terjadi varises. Bagian ini terdiri dari vena superficial yang kurang mendapat dukungan dari jaringa sekitar. Dilatasi varises esophageal distal tergantung pada gradient tekanan ambang. Cara pengukuran tekanan portal yang banyak digunakan adalah gradient tekanan vena hepatic (HVPG, Hepatic Venous Pressure Gradient). HVPG adalah gradient tekanan vena hepatic yang tersumbat atau terjepit dan tekanan vena hepatic yang bebas. Pada HVPG < 12 mmHg, varises belum terbentuk. Namun, varises tidak selalu terbentuk pada pasien dengan HVPG 12 mmHg atau lebih. Sebab itu, gradient tekanan ini memang penting, tapi tidak cukup untuk terjadi digunakan pada mendiagnosis pasien varises. dengan Varises sirosis. gastroesofageal 40-60%

Keberadaannya dan ukurannya berhubungan dengan penyebab, durasi, dan keparahan sirosis. Sirosis hepatis sering disertai dengan hipertensi portal dengan splenomegali, akibat terjadinya hipersplenisme dan trombositopenia. Trombositopenia pada sirosis hepatis sering diakibatkan oleh adanya hipersplenisme, disfibrinogenemia dan penurunan produksi

34

trombopoietin oleh hati (Schuppan dan Afdhal, 2008). Hati merupakan tempat sintesis plasminogen dan anti-plasmin. Dan sebaliknya berfungsi untuk membersihkan activator plasminogen dan membuat tidak aktif beberapa faktor pembekuan. Maka dapat dimengerti,mengapa pada penyakit hati dapat terjadi disfibrinogenemia dimana hal ini juga menyebabkan terjadinya trombositopenia (Tambunan, 1980). III. ANEMIA A. Definisi Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium. B. Manifestasi Klinik Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada: 1. kecepatan timbulnya anemia 2. umur individu 3. mekanisme kompensasinya 4. tingkat aktivitasnya 5. keadaan penyakit yang mendasari, dan 6. parahnya anemia tersebut. Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan

35

(walaupun

pengurangannya

50%)

memungkinkan

mekanisme

kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat. Mekanisme kompensasi bekerja melalui: 1. peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah 2. meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin 3. mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan 4. redistribusi aliran darah ke organ-organ vital C. Etiologi 1. Cacat sel darah merah (SDM) Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA. 2. Kekurangan zat gizi Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi. 3. Karena perdarahan Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia.

36

Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi. 4. Karena otoimun Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. D. Diagnosis (Tanda dan Gejala) Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah: 1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah 2. sakit kepala, dan mudah marah 3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi 4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan. Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat

37

menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut). E. Klasifikasi Klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya, terbagi menjadi: 1. Anemia normositik normokrom Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

2. Anemia makrositik normokrom Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel. 3. Anemia mikrositik hipokrom

38

Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital). Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. 1. Peningkatan hilangnya sel darah merah Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah: a. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit b. gangguan sintetis globin misalnya talasemia c.gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter d. defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase). Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab

39

yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfametildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin. 2. Gangguan atau penurunan pembentukan sel darah merah (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: a. keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan b. penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakitpenyakit infeksi dan defiensi endokrin.

c. Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitaminC dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.

DAFTAR PUSTAKA 1. PAPDI: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I&III, Jakarta, 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Tjokroprawiro, Askandar, Setiawan, Poernomo Budi. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga University Press

40

3. Kurt J Isselbacher, Daniel K Podolsky. Test Diagnostik pada Penyakit Hati. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. Pp. 1623 4. Williams, H. Gordon. 2000. ed. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 5. Sambo, A.P. dan Adam, John MF. 2007. Metabolisme Kalsium dalam : Sudoyo (eds) : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI p 1926-1232. 6. Fauci Anthony et al. 2009. Hypocalsemia dalam : Harrissons Manual of Medicine 17th Edition. New York : Mc Graw Hill Medical p 963-964. 7. Bakta, I.M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

41