cc besar dr mukti fitri
TRANSCRIPT
KASUS BESAR
SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN VARISES ESOFAGUS GRADE
III, VARISES FUNDUS TIPE III, HEPATITIS B, ANEMIA HIPOKROMIK NOR-
MOSITIK ET CAUSA PERDARAHAN, LEUKOPENIA, DAN TROMBOSI-
TOPENIA
Oleh:
Ayu Rakhmawati G9911112029
Fitri Firdausiya G9911112070
Nesaraja G9911
Pembimbing:
dr. Supriyanto Muktiatmojo, SpPD
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
1
KASUS BESAR
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
dengan judul :
SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN VARISES ESOFAGUS GRADE III,
VARISES FUNDUS TIPE III, HEPATITIS B, ANEMIA HIPOKROMIK NORMOSI-
TIK ET CAUSA PERDARAHAN, LEUKOPENIA, DAN TROMBOSITOPENIA
Oleh:
Ayu Rakhmawati G9911112029
Fitri Firdausiya G9911112070
Nesaraja G9911
Tahun 2013
Telah disahkan pada hari , tanggal Februari 2013
Pembimbing
dr. Supriyanto Muktiatmojo, SpPD
2
KASUS BESAR
DAFTAR MASALAH
Nama : Tn. K No. RM : 01047658
No. ProblemTanggal
ditemukanMasalah
Selesai Terkontrol Tetap
1.Limfadenopathy
multiple13 Maret
2013
2.Anemia
normokromik normositik
13 Maret 2013
3. Hipoalbumin13 Maret
2013
3
KASUS BESAR
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Tgl lahir : 31-12-1987
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Sariwangi RT 04/06 Nguter Sukoharjo
No. RM : 01 18 20 60
Tanggal masuk : 04 Maret 2013
Tanggal pemeriksaan : 11 Maret 2013
II. ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Maret 2013 di
bangsal Melati I Kamar 7 A.
A. Keluhan Utama
Lemas
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merupakan rujukan RS dr. Oen dengan limfadenopati dan
anemia. Pasien mengeluhkan adanya benjolan di dekat pangkal paha sebelah
kanan. Benjolan sebesar telur ayam, tidak nyeri saat ditekan. Benjolan mulai
dirasakan sejak 5 bulan dan dirasakan 2 minggu ini sedikit membesar.
Pasien mengeluh sejak ± 5 hari SMRS badan lemas. Lemas dirasakan
terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat atau dengan pemberian
makanan. Lemas bertambah bila pasien beraktifitas. Selama mengalami
lemas, pasien juga merasakan pusing, nggliyer terutama saat perubahan posisi
dari posisi duduk ke berdiri atau dari posisi tidur ke posisi duduk. Keluhan
telinga berdenging disangkal, keluhan dada berdebar-debar disangkal.
4
KASUS BESAR
Keluhan muntah hitam seperti kopi disangkal. Keluhan BAB hitam seperti
petis juga disangkal. Karena keluhan ini, pasien dirawat di RS dr. Oen selama
5 hari dan dinyatakan hemoglobin rendah sehingga pasien mendapatkan
transfusi darah sebanyak 2 kantong. Karena alesan biaya, pasien meminta
dirawat di RSDM agar mendapat keringanan lewat kartu jamkesmas.
Batuk dan pilek disangkal, sesak napas disangkal. Pasien BAK ± 5-6
kali sehari @1/4-1/2 gelas belimbing, warna kuning jernih, nyeri saat BAK
disangkal, BAK berpasir juga disangkal. BAB 1-2 hari sekali, konsistensi
lembek, tidak terdapat lender dan darah. Nyeri saat BAB disangkal. Pasien
mengaku mengalami penurunan nafsu makan dan berat badan turun sebanyak
± 3 kg dalam beberapa bulan terakhir.
C. Riwayat penyakit dahulu
1. Riwayat mondok : Disangkal
2. Riwayat sakit gula : Disangkal
3. Riwayat sakit jantung : Disangkal
4. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
5. Riwayat sakit asma : Disangkal
6. Riwayat batuk lama : Disangkal
7. Riwayat alergi : Disangkal
8. Riwayat sakit kuning : Disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
1. Riwayat sakit kuning : disangkal
2. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat Asma : disangkal
5. Riwayat TBC : disangkal
6. Riwayat keganasan : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat kebiasaan merokok : Disangkal
2. Riwayat kebiasaan minum alkohol : Disangkal
5
KASUS BESAR
3. Riwayat kebiasaan minum jamu : Disangkal
F. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pria dengan seorang istri, 1 orang anak. Saat ini
pasien bekerja sebagai buruh. Pasien menggunakan fasilitas jamkesmas.
G. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur 2-4x kali sehari dengan nasi,
sayur, dan makan lauk pauk daging, telur, ikan, tahu, tempe, dan minum air
putih.
H. Anamnesis Sistem
1. Kepala : Sakit kepala (-), pusing cekot cekot (-), nggliyer (+), jejas (-) ,
leher cengeng (-)
2. Mata :Penglihatan kabur (-), pandangan ganda, (-),
pandangan berputar (-), berkunang- kunang (-), mata
kuning (-)
3. Hidung :Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
4. Telinga :Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar
cairan (-), darah (-)
5. Mulut :Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-
pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), lidah kotor (-)
6. Leher dan tenggorokan :Sakit menelan (-), suara serak (-),
gatal (-),
7. Sistem respirasi:Sesak napas (-), batuk (-), dahak cair (-), batuk
darah (-), mengi (-)
8. Sistem kardiovaskuler : Sesak napas (-), nyeri dada (-),
berdebar-debar (-)
9. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), muntah darah
(-), perut sebah (-),diare (-), nyeri ulu hati (-),
nafsu makan menurun (+), susah berak (-),
6
KASUS BESAR
berak lendir darah (-), berak hitam (-), BB turun
(+)
10. Sistem muskuloskeletal: Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
11. Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar
darah (-), kencing nanah (-), sulit memulai
kencing (-), warna kencing kuning pekat (-)
12. Ekstremitas: Atas :Luka (-), ujung jari terasa dingin
(-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit
sendi (-),panas (-), berkeringat (-)
Bawah : Luka (-), tremor (-), ujung jari
terasa dingin (-), kesemutan di
kedua kaki (-), sakit sendi (-),
bengkak (-/-) pitting oedem
13. Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau
(-), emosi tidak stabil (-)
14. Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (- ), gatal (-),
bercak hitam di tangan dan kaki (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 11 Maret 2013.
1. Keadaan umum : lemas, tampak sakit sedang,
compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda vital : Tekanan darah : 120/ 70 mmHg
Frekuensi napas : 20x/ menit
Nadi : Frekuensi 84x/ menit,
reguler, isi dan tegangan
cukup, equal
Heart rate : 90x/ menit, pulsus defisit (-)
Suhu : 36,7 0C per axiller
3. Status Gizi : BB 50 kg
TB 160 cm
7
KASUS BESAR
BMI 50/ (1,60)2 = 19,53 kg/m2 kesan berat
badan normoweight.
4. Kulit : Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor (N), kulit
kering di kedua tungkai (-),
hematoma di tangan (-).
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah
rontok(-), mudah dicabut (-), luka (-)
6. Wajah : Moon face(-),atrofi musculus temporalis (-),oedem (-)
7. Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+) normal,
edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), lensa keruh (-/-)
8. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-)
gangguan fungsi pendengaran (-/-)
9. Hidung : Epistaksis (-), napas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik
10. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), mukosa basah (+),
bibir kering (-), sariawan (-), pucat (-), lidah kotor
(-), tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil li-
dah atropi (-), luka pada sudut bibir (-), pharyng
hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
11. Leher : JVP (R+2 cm); trakea di tengah, simetris; KGB tidak
membesar
12. Thoraks : Bentuk normochest, simetris, atrofi musculus pec-
toralis (-/-), spider nevi (-), ginecomastia (-), retraksi
interkostalis (-), retraksi supraklavikula (-), perna-
pasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembe-
saran kelenjar getah bening aksilla(-), rambut ketiak
rontok (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
8
KASUS BESAR
Perkusi :
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea mediclavicularis
sinistra
Batas kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas kanan bawah : SIC IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung : SIC III ±1 cm lateral linea parasternalis sinistra
Kesan : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas murni, reguler,
bising (-), gallop (-).
Pulmo
Inspeksi Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak melebar
Dinamis : Pengembangan dada kanan=kiri simetris, sela
iga tidak melebar, retraksi interkostalis (-),
retraksi supraklavikula (-).
Palpasi Statis : NT (-)
Dinamis : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Kanan : Sonor
Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru jantung.
Auskultasi Kanan : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan
wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki
basah halus (-)
Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan
wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki
basah halus (-)
13. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut = dinding dada, distensi (-) , venektasi
(-), sikatrik (-), striae (-), vena kolateral (-), hernia
umbilikalis (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
9
KASUS BESAR
Perkusi : Timpani, lien teraba schuffer 2, pekak sisi (-), pekak
alih (-),
puddle sign (-), area troube pekak, ascites (-)
Palpasi : hepar tidak teraba, nyeri tekan (-) regio hypochondriaca
dextra dan epigastrium, Murphy sign (-) bruit (-), lien
tidak teraba membesar, kenyal, tepi tumpul,
permukaan rata, nyeri tekan (-), bruit (-)
14. Punggung : Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok
kostovertebra (-) bengkak (-).
15. Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri tekan
suprapubik (-)
16. Kelenjar getah bening inguinal: KGB inguinal membesar
17. Ekstremitas :
Atas : kanan = kiri simetris, ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-),
inflamasi (-), luka (-), kuku sendok (-), jari tabuh (-), sianosis (-),
ikterik (-) krepitasi (-), telapak warna jerami (-), kulit kering (-),
Bawah :
kanan : ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka
(-), sianosis (-), ikterik (-), krepitasi (-), kulit kering (-),
callus (-)
kiri : ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka
(-), sianosis (-), ikterik (-), krepitasi (-), kulit kering (-),
callus (-)
Akral dingin Oedema
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
05/03/13 07/03/13 Satuan Nilai RujukanDARAH RUTIN
Hb 9.010.7
gr/dlLk : 13.5-18.0Pr : 12.0-16.0
10
- -
- -
KASUS BESAR
Hct 29 35 % 33-45AE 3.25 4.25 106/Ul 4.50 – 5.90
AL 6.5 6.2 103/Ul 4.5-11
AT 365 260 103/Ul 150-440
INDEKS ERITROSITMCV 81.4 /um 80.0-96.0MCH 28.5 pg 28.0-33.0
MCHC 34.3 g/dl 33.0-36.0RDW 15.8 % 11.6-14.6HDW 3.3 g/dl 2.2-3.2MPV 6.7 fl 7.2-11.1PDW 50 % 25-65
HITUNG JENISEosinofil 3.80 % 0.00-4.00Basofil 0.40 % 0.00-2.00Netrofil 83.70 % 55.00-80.00Limfosit 9.00 % 22.00-44.00Monosit 5.70 % 0.00-7.00
LUC 4.00 % -KIMIA KLINIK
SGOT 34 u/L 0-35SGPT 27 u/L 0-45
Na 138 mmol/l 136-140K 3.5 mmol/l 3.3-5.1
Ca ion 1.20 mmol/l 1.7-1.29Protein total 6.9 g /dl 6.4-8.3
Albumin 1.8 2.3 mg /dl 3.5-5.2Globulin 3.2 g/dl
SEROLOGIHEPATITIS
HBsAg Reaktif Non reaktifAnti HCV Rapid Test
Non reaktifNon reaktif
Kolesterol total
54mg /dl 50-200
HDL-D 10 mg /dl 31-75LDL-D 30 mg /dl 88-186
Trigliserid mg /dl 50-150Hs-CRP mg/l <6.8Kreatinin 0.8 mg/dl 0.9-1.3Ureum 17 mg/dl <50
Besi (SI) 12 Ug/dl 59-158TIBC 116 Ug/dl 228-428
Saturasi 10.3 % 15.0-45.0
11
KASUS BESAR
Tranferin
B. Urine rutin
Urinalisa 07/03/13 Satuan Nilai Rujukan MAKROSKOPIS
Warna KuningKekeruhan ClearKIMIA URIN
Ph 6.0 4.5-8.0Berat Jenis 1.020 1.015- 1.025Eritrosit Negatif /ul NegatifLeukosit Negatif /ul NegatifGlukosa Normal mg/dl NormalKeton Negatif mg/dl NegatifUrobilinogen Normal mg/dl NegatifBilirubin Negatif mg/dl NegatifNitrit Negatif NegatifMIKROSKOPIS
Eritrosit 0.7 /ul 0-6.4Eritrosit 0 /LPB 0-5Leukosit /ul 0-5.8Leukosit 1 /LPB 0-12
Epitel Squamous 1-2 /LPB NegatifEpitel Transisional - /LPB NegatifEpitel Bulat - /LPB NegatifSilinderHyaline 0 /LPK 0-3Granulated - /LPK NegatifLeukosit - /LPK NegatifBakteri 54.1 /ul 0.0-2150.0Kristal 0.3 /ul 0Yeast like cell 0.0 /ul 0Sperma 0.0 /ul 0Konduktivitas 11.2 mg/cm 3-32.0Lain-lain Bakteri (+), Kristal amorf (+)
12
KASUS BESAR
B. Gambaran Darah Tepi ( 05/03/13)
Eritrosit: normokrom, normosit, polikromasi,sel burr, eritroblast (-)
Lekosit: jumlah dalam batas normal, netrofilia, sel muda (-)
Trombosit: jumlah dalam batas normal, penyebaran merata
Simpulan : anemia normokromik normositik dengan netrofilia relatif e/c
defisiensi besi/ proses kronis bersamaan dengan proses infeksi
C. USG (05/03/13)
Hepar: Ukuran normal, sudut tajam, tepi rata, intensitas echo parenchym
homogen normal, v. hepatica/v.porta normal, IHBD/EHBD tak tampak
melebar, tak tampak nodul/kista/massa
Gall Bladder: Ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu/massa
Pancreas: Ukuran normal, intensitas echo parenchym homogen normal, tak
tampak nodul/kista/massa
Lien: Ukuran normal, intensitas echo parenchym homogen normal, tak tampak
nodul/kista/massa
Ren kanan: Ukuran normal, intensitas echo cortex baik, batas sinus cortex
jelas, tak tampak ectasis sistem pelviocalyceal, tak tampak batu/kista/massa
Ren kiri: Ukuran normal, intesitas echo cortex baik, batas sinus cortex jelas,
tak tampak ectasis sistem pelviocalyceal, tak tampak batu/kista/massa
Buli – buli: Ukuran normal, tak tampak penebalan dinding, tak tampak
batu/massa
Prostat: Ukuran normal,tak tampak kalsifikasi, tak tampak massa/lesi
Gaster: Tak tampak penebalan dinding/mukosa
Mc Burney: Tak tampak target/ doughnut sign, nyeri tekan probe (-)
Tak tampak intensitas echo cairan bebas di cavum abdomen
Tampak lesi solid isoechoic multiple di parailiaca kanan diameter
terbesar sekitar 5 cm, di para iliaca kiri ukuran 1,13x0,89 dan di
suprailiaca ukuran 1,33x0,95
Kesan:
Lesi solid isoechoic multiple di parailiaca kanan kiri dan di suprapubic suspek
gambaran lymphadenopathy multiple
Hepar/Lien/GB/Pankreas/Ginjal kanan kiri/VU/Prostattak tampak kelainan.
13
KASUS BESAR
V. RESUME
Pasien merupakan rujukan RS dr. Oen dengan limfadenopati dan
anemia. Pasien mengeluhkan adanya benjolan di dekat pangkal paha sebelah
kanan. Benjolan sebesar telur ayam, tidak nyeri saat ditekan. Benjolan mulai
dirasakan sejak 5 bulan dan dirasakan 2 minggu ini sedikit membesar.
Pasien mengeluh sejak ± 5 hari SMRS badan lemas. Lemas
dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat atau dengan
pemberian makanan. Lemas bertambah bila pasien beraktifitas. Selama
mengalami lemas, pasien juga merasakan pusing, nggliyer terutama saat
perubahan posisi dari posisi duduk ke berdiri atau dari posisi tidur ke posisi
duduk. Karena keluhan ini, pasien dirawat di RS dr. Oen selama 5 hari dan
dinyatakan hemoglobin rendah sehingga pasien mendapatkan transfusi darah
sebanyak 2 kantong. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan dan
berat badan turun sebanyak ± 3 kg dalam beberapa bulan terakhir.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat (+/+), pembe-
saran kelenjar getah bening inguinal. Dari pemeriksaan laboratorium didap-
atkan penurunan Hb (9 g/dl), Hct (29%), AE (3,25x106/ul). Dari pemeriksaan
gambaran darah tepi didapatkan kesan anemia normokromik normositik
dengan netrofilia relatif e/c defisiensi besi/ proses kronis bersamaan dengan
proses infeksi. Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan lesi solid isoechoic
multiple di parailiaca kanan kiri dan di suprapubic suspek gambaran
lymphadenopathy multiple.
VI. PROBLEM DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Limfadenopaty Multiple
Ass: USG: suspek limfadenopaty multiple
DD: Hodgin limfoma
Non hodgin limfoma
Limfadenopaty e/c metastase
IpDx: Biopsy eksisiIp Tx: Bed rest tidak total
Diet TKTPInfus NaCl 0,9%
14
KASUS BESAR
Inj Ranitidin 50 mg/12 jamIpMx: vital signIpEx: edukasi pasien tentang penyakit dan komplikasinya
2. Anemia Normositik Normokromik ( dalam perbaikan)
Ass: Hb 10.7; GDT: anemia normokromik normositik IpDx:
Ip Tx: Asam folat 3x1B plex 3x1
IpMx:
IpEx: Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, komplikasi, dan penatalaksanaannya
3. Hipoalbuminemia (dalam perbaikan)Ass: Albumin: 2.3IpDx: -Ip Tx: Infus AlbuminIpMx: monitoring kadar albuminIpEx: Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, komplikasi, dan penatalaksanaannya
PROGRESS NOTE
Tanggal 12 Maret 2013 13 Maret 2012Subyektif Tidak ada keluhan Tidak ada keluhanObyektif KU: compos mentis
T : 100/600Rr : 20x/menitN : 84x/menitSuhu : 36, 3°CMata: CP (-/-), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, lien teraba schuffer 2, area Troube timpani
KU: lemah, CMT : 110/70Rr : 20x/menitN : 80x/menitSuhu : 36,5 °CMata: CP (-/-), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, lien teraba schuffer 2Hepar lien tidak teraba, area Troube timpaniAkral dingin:
15
KASUS BESAR
Akral dingin: _ _
_
_
Oedem:
_ _
_
_
Oedem:
Pemeriksaan
Penunjang
- -
Assesment Limfadenopaty Multiple dd Hodgkin limfoma Non Hodgkin limfoma
Anemia normokromik normositik (perbaikan)
Hipoalbumin
Limfadenopaty Multiple dd Hodgkin limfoma Non Hodgkin limfoma
Anemia normokromik normositik (perbaikan)
HipoalbuminPlanning - biopsi
-cek albumin- biopsi- cek albumin
Terapi - Bed rest tidak total- Diet TKTP extra putih telur- Inf NaCl 0.9 % 16 tpm- Inj ranitidin 50 mg/12 jam- Asam folat 3x1- B-Plex 3x1
- Bed rest tidak total- Diet TKTP extra putih telur- Inf NaCl 0.9 % 16 tpm- Inj ranitidin 50 mg/12 jam- Asam folat 3x1- B-Plex 3x1
ALUR KETERKAITAN MASALAH
16
- -- -
- -- -
KASUS BESAR
17
Diabetes Melitus
Neuropati (autonomic, sensorik, motoric)
HiperlipidemiaMerokok,
Hipertensi stage II
PAD (Peripheral Artherial Disease)
Ulkus pada kaki
AzotemiaDD: Nefropati DM, AKI
Cholelithiasis
Cholesistitis Diseminasi infeksi shg
rentan infeksi misal ISK
KASUS BESAR
TINJAUAN PUSTAKA
B. Tinjauan Tentang Penyakit Hepatitis B
1. Definisi Penyakit Hepatitis B
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula menye-
babkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian (Laila Kusumawati, 2006).
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi atau
keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia dan di-
anggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini
karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema
pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma hepatocelluler
primer (Aguslina, 1997).
Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi hep-
atitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih asim-
tomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak – anak menu-
larkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimtomatik, sedangkan lebih dari tiga
perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A adalah simtomatik (Tjokronegoro,
1999).
Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20%
penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cir-
rhosis hepatic dan carcinoma hepatoculler primer (hepatoma). Kemungkinan akan
menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun
belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini diperkirakan terdapat kira – kira
23
KASUS BESAR
350 juta orang pengidap (carrier) HBsAg dan 220 juta (78%) terdapat di Asia terma-
suk Indonesia (Sulaiman, 1994, dalam Aguslina, 1997).
2. Etiologi Hepatitis
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia
yang termasuk DNA virus.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
dengan “Partikel Dane”. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core antigen (HBcAg) dan
hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan
menurut sifat imunologiknya protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu
adw, adr, ayw, dan ayr. Subtype ini secara epidemiologis penting karena menyebabkan
perbedaan geografik dan rasial dalam penyebaranya (Aguslina, 1997).
3. Patogenesis
Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik merusak sel hati masih
belum jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal – hal tersebut. Informasi
dari kenyataanya ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan patogenetik. Ada
dua kemungkinan : (1) Efek simptomatik langsung dan (2) adanya induksi dan reaksi
imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit yang diubah oleh virus, yang
menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi virus. Organ hati pada tubuh manu-
sia.
Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga timbul
kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan mekanisme per-
24
KASUS BESAR
sistensi. Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau obat. Targetnya dapat
berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik. Sedangkan persis-
tensinya dapat akibat mekanisme virus menghindar dari sistem imun tubuh, ketidake-
fektifan respon imun atau pemberian obat yang terus - menerus (Stanley, 1995).
4. Patofisiologi
Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hep-
atitis B (VHB) mula – mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar ke-
mudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma virus
Hepatitis B (VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selan-
juntnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam asam nukleat virus
Hepatitis B (VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hopses dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB)
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan
ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan
karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis
akut tipe A, B, Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut di selu-
ruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel – sel hati dengan histosit
(Aguslina, 1997).
Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah identik
pada proses pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit dihancurkan
dan melepaskan Fe + Globulin + billiburin. Pengahancuran eritrosit terjadi di limpa,
hati, sum – sum tulang belakang dan jaringan limpoid.
a. Billiburin I
25
KASUS BESAR
Hasil penelitian eritrosit di lien adalah billiburin I atau billiburin indirect.
Billiburin I masih terkait dengan protein. Di hati billiburin I dipisahkan protein dan
atas pengaruh enzim hati, billiburin I menjadi billiburin II atau hepatobilliburin.
b. Billiburin II
Billiburin dikumpulkan didalam vesica falea (kandung empedu) dan dialirkan ke
usus melalui ductus choleducutus. Billiburin yang keluar dari vesica falea masuk
ke usus diubah menjadi stercobilin, kemudian keluar bersama feces lalu sebagian
masuk ke ginjal, sehingga disebut urobillinogen. Bila billiburin terlalu banyak
dalam darah akan terjadi perubahan pada kulit dan selaput lendir kemudian
kelihatan menguning sehingga disebut ikterus (Tjokronegoro, 1999).
5. Manefestasi Klinis Hepatitis B
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manefestasi klinis hepatitis B
dibagi dua, yaitu :
a. Hepatitis B akut
Hepatitis B akut yaitu manefestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari
tubuh hopses. Hepatitis B akut terdiri atas 3, yaitu:
1) Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu, fase praikterik (prodromal), gejala non
spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri di
daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan
laboratorium mulai tampak kelainan hati, fase ikterik, gejala demam dan
26
KASUS BESAR
gastrointestinal mulai tambah hebat, disertai hepatomegali dan spinomegali.
Timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu ke dua. Setelah
timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati
abnormal dan fase penyembuhan, ditandai dengan menurunya kadar enzim
aminotransferase, pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri,
pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
2) Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempun-
yai prognosa buruk dalam 7 – 10 hari, 50% akan berakhir dengan kematian.
b. Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik yaitu kira – kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukan perbaikan yang mantap (Aguslina, 1997)
6. Sumber dan Cara Penularan
a. Sumber Penularan Virus Hepatitis B
Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus, feses,
dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi
virus hepatitis B.
b. Cara penularan Virus Hepatitis B
Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu parenternal dimana terjadi
penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang susah
tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tattoo, kemudian secara non parenteral
27
KASUS BESAR
yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. se-
cara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu yang HBsAg positif
kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal, dan secara horizontal
yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang pengidap virus kepada orang
lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual (Aguslina, 1997)
7. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyakit Hepatitis B menurut Aguslina
(1997) dapat dibagi menjadi :
a. Faktor Host (Pejamu)
Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mem-
pengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B yang meliputi:
1) Umur, dimana penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Pal-
ing sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis menurun dengan
bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi kronis, pada anak usia seko-
lah 23 – 46% dan pada orang dewasa 3 – 10% (Aguslina, 1997).
2) Jenis Kelamin, wanita tiga kali lebih sering terinfeksi Hepatitis B dibanding pria.
3) Mekanisme pertahanan tubuh, bayi baru lahir atau bayi dua bulan pertama setelah
lahir sering terinfeksi Hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imu-
nisasi Hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.
4) Kebiasaan hidup, dimana sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan
karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat
narkotika suntikan, pemakaian tattoo, dan pemakaian akupuntur.
28
KASUS BESAR
5) Pekerjaan, kelompok resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi Hepatitis B adalah
dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari – hari kontak dengan penderita
dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
b. Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB). Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw
dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebaranya. Subtype adw
terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi di Afrika Utara dan Se-
latan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan sub-
tipe adr terjadi di jepang dan China.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mem-
pengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor lingkungan adalah
lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan prevelensi virus hepatitis B (VHB)
tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank darah,
daerah tempat pembersihan, daerah dialias dan transplantasi, daerah unit penyakit
dalam.
8. Epidemilologi Hepatitis B
Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika dan
sebelah Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik melalui
peyalahgunaan obat – obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktor – faktor pent-
ing yang lainnya. Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan Jepang sebesar 2
29
KASUS BESAR
-7 % yang umumnya menyerang anak – anak. Prevelensi tinggi berada di wilayah
China, Asia tenggara dan Afrika, dimana penularan terjadi umumnya pada baru lahir
dengan endemisitas > 8%.
9. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan
penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai hepatitis
kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun kronik
persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun terlambat,
pasien – pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.
Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah serangan
awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum alkohol dan aktiv-
itas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi hati tidak
memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah baring biasanya akan segera
di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain itu
juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan den-
gan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit dengan
virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati (Sylvia,
1995).
10. Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan perbaikan
30
KASUS BESAR
biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hep-
atitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius,
bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan
biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati (Tjokronegoro,
1999).
Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey
dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien yang
menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu diantara
dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro, 1999). Di seluruh
dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia
(WHO, 2005).
11. Penatalaksanaan Hepatitis B
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum
penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :
a. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak
tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan umur tua
dan keadaan umum yang buruk.
b. Diet
Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35
kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara berang-
31
KASUS BESAR
sur – angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna dan tidak
merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).
c. Medikamentosa
Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin
darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, di-
mana transaiminase serumsudah kembali normal tetapi billburin masih tinggal.
Pada keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari, jangan
diberikan antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin. Vitamin K
diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam
keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik (Arif, 2000).
d. Pencegahan Penularan Hepatitis B
Menurut Park ada lima pokok tingkatan pencegahan yaitu :
1) Health promotion
Helath promotion yaitu dengan usaha penigkatan mutu kesehatan.
Helath promotion terhadap host berupa pendidikan kesehatan, peningkatan
higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan system tranfusi darah dan men-
gurangi kontak erat dengan bahan - bahan yang berpotensi menularkan virus
hepatitis B (VHB).
2) Specific protection
Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan hep-
atitis B dapat dilakukan melalui sterilisasi benda–benda yang tercemar den-
gan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan yang langsung bers-
32
KASUS BESAR
inggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga
pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan
darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pen-
derita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg
petugas kesehatan (unit onkologi dan dialisa) untuk menghindarkan kontak
antara petugas kesehatan dengan penderita dan juga imunisasi pada bayi baru
lahir.
3) Early diagnosis and prompt treatment
Menurut Noor (2006), diagnosis dan pengobatan dini merupakan up-
aya pencegahan penyakit tahap II. Sasaran pada tahap ini yaitu bagi mereka
yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Tu-
juan pada pencegahan tahap II adalah :
a) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui pemeriksaan berkala
pada sarana pelayanan kesehatan untuk mematiskan bahwa seseorang
tidak menderita penyakit hepatitis B, bahkan gangguan kesehatan lain-
nya.
b) Melakukan screening hepatitis B (pencarian penderita penyakit Hepatitis)
melalui suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai
atau menunjukan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mende-
teksi secara dini adanya suatu penyakit hepatitis B.
c) Melakukan pengobatan dan pearwatan penderita hepatitis B sehingga
cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.
33
KASUS BESAR
4) Disability limitation
Disability limitation merupakan upaya pencegahan tahap III dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu
penyakit.
Upaya mencegah kecacatan akibat penyakit hepatitis B dapat dilakukan
dengan upaya mencegah proses berlanjut yaitu dengan pengobatan dan per-
awatan secara khusus berkisanambungan dan teratur sehingga proses pemuli-
han dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hepatitis B
tidak membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu. Akan tetapi
sekali vitus hepatitis B masuk ke dalam tubuh maka seumur hidup akan men-
jadi carrier dan menjadi sumber penularan bagi orang lainnya.
5) Rehabilitation
Rehabilitasi merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan
(disability limitation) dengan tujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi
fisik, psikologis dan sosial. (Noor, 2006).
Rehabilitation yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit
hepatitis B yaitu sebagai berikut :
a) Rehabilitasi fisik, jika penderita mengalami gangguan fisik akibat penyakit
hepatitis B
34
KASUS BESAR
b) Rehabilitasi mental dari penderita hepatitis B, sehingga penderita tidak
merasa minder dengan orangtua masyarakat sekitarnya karena pernah
menderita penyakit hepatits B.
c) Rehabilitasi sosial bagi penderita penyakit hepatitis B sehingga tetap dapat
melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama orang lainnya.
35
KASUS BESAR
36