catatan hari ham sedunia 2019 · 2020-02-19 · catatan hari ham sedunia 2019 4 penyiksaan, dan...

121
Catatan Hari HAM Sedunia 2019 Jl. Kramat II No. 7, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420 www.kontras.org

Upload: others

Post on 06-Jun-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

CatatanHari HAMSedunia

2019

Jl. Kramat II No. 7, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420

www.kontras.org

Page 2: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Pendahuluan

Page 3: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

3

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyusun catatan tahunan hak asasi manusia dalam rangka memaknai peringatan Hari HAM Internasional yang jatuh setiap 10 Desember setiap tahunnya. Dalam rentang satu tahun terakhir (Desember 2018 – November 2019), KontraS melakukan pemantauan atas situasi dan peristiwa hak asasi manusia yang dihimpun dari sejumlah sumber informasi, pemantauan media, pengelolaan informasi dan pengaduan, serta kasus-kasus yang didampingi.

Berangkat dari informasi dan temuan itu, KontraS menghadirkan catatan ini sebagai media untuk memberikan gambaran mengenai pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di Indonesia. Untuk itu, catatan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengingatkan, mengevaluasi, sekaligus mendesak akuntabilitas negara dalam menjamin penikmatan terhadap hak asasi manusia secara lebih optimal.

Pada tahun ini, KontraS memberikan catatan terhadap dekadensi demokrasi yang semakin deras dan dampaknya yang negatif terhadap pemenuhan terhadap hak asasi manusia pasca 21 tahun Reformasi. Proposisi kemunduran demokrasi dapat diurai dari setidaknya tiga rangkaian peristiwa besar yang terjadi selama satu tahun belakangan, yakni: Pertama, dinamika politik selama dan pasca pemilihan presiden dan wakil presiden yang memuncak dalam peristiwa kekerasan pada tanggal 21-23 Mei 2019; kedua, meletupnya kemarahan rakyat Papua atas serangan rasisme kepada terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya yang menyulut rentetan demonstrasi masif di seluruh wilayah Papua dan memuncak pada kekerasan dan kerusuhan di Jayapura dan Wamena pada bulan September 2019; dan ketiga, rangkaian demonstrasi mahasiswa dan masyarakat pada bulan September yang dipicu oleh dipaksakannya perumusan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang mengancam kebebasan sipil seperti RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan RUU Keamanan Siber dan undang-undang lainnya yang dianggap merugikan rakyat kecil seperti RUU Ketenegakerjaan, RUU Mineral dan Batubara, dan RUU Pertanahan. Keseluruhan rangkaian peristiwa tersebut telah menyebabkan tidak saja rangkaian penangkapan dan penahanan sewenang-wenang,

Page 4: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

4

penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level kebebasan rakyat untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik pemerintahan.

Sementara itu, sepanjang tahun, pengabaian terhadap hak asasi manusia dapat dilihat dari tidak diberikannya ruang kepada penikmatan hak asasi manusia.1 Kebebasan dan hak sipil dan politik dikorbankan oleh obsesi pemerintah untuk mendorong dan mempermudah iklim investasi, dan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Selain itu, politik kompromis kerap dirancang dan dimainkan untuk menjaga “stabilitas” politik dan kekuasaan pemerintah. Selain itu, KontraS tidak melihat inisiasi dan konsepsi yang matang serta partisipatif dari Presiden untuk mewujudkan poin penyelesaian pelanggaran HAM berat. Periode pertama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah gagal untuk mengambil langkah dalam mengungkap kebenaran peristiwa, menginisiasi akuntabilitas hukum, memberikan reparasi kepada korban dan keluarga korban, serta menjalankan reformasi sektor keamanan sebagai bagian dari proses penuntasan pelanggaran HAM masa lalu yang berkeadilan.

Pada sektor hak ekonomi, sosial, dan budaya, KontraS melihat rendahnya pemenuhan kewajiban negara dalam melindungi masyarakat dari praktik bisnis yang buruk dan merusak. Secara umum Kontras melihat rendahnya penghormatan pelaku bisnis terhadap hak asasi manusia dan lingkungan. Sejumlah serangan, baik melalui hukum dan non-hukum terhadap warga yang mempertahankan hak-haknya dalam konflik agraria, sengketa pertambangan, sengketa lingkungan hidup muncul di berbagai pelosok. Sementara itu, sikap dan kebijakan pemerintah cenderung ambivalen antara keinginan untuk melindungi rakyat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, dan keinginan pemerintah untuk mempermudah iklim investasi termasuk keinginan untuk menghilangkan kewajiban analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL), eksploitasi pulau pulau kecil. Akibatnya, rakyat terus menjadi korban dan para pelaku

1 Lihat Catatan Hari Hak Asasi Manusia KontraS Tahun 2018 https://kontras.org/2019/11/20/catatan-hari-hak-asasi-manusia-2018-ham-tidak-dapat-tempat-2/

Page 5: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

5

terus mendapatkan angin segar untuk mengulang kejahatannya dan menjalankan praktik bisnis yang tak menghormati hak asasi manusia.

Melalui catatan ini, KontraS akan menelaah dan mengungkapkan sejumlah peristiwa hak asasi manusia (isu sipil dan politik serta ekonomi, sosial, dan budaya) serta perkembangan penuntasan pelanggaran HAM masa lalu yang menjadi ukuran kualitatif menurunnya demokrasi di Indonesia selama satu tahun terakhir. Catatan ini terbagi menjadi beberapa bagian: sektor sipil dan politik yang berisikan tentang fenomena shrinking civic space (kebebasan sipil yang menyusut) yang meliputi: kebebasan berekspresi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat, hak hidup, hak atas rasa aman, dan seterusnya. Selanjutnya, dari isu ekonomi, sosial, dan budaya, sudut pandang akan difokuskan pada beberapa kasus sumber daya alam dan intimidasi yang dialami oleh pejuang lingkungan hidup. Selain itu, isu Papua menjadi diberikan penekanan dalam catatan ini karena memiliki catatan khusus terkait dengan ekskalasi pelanggaran HAM. Dalam catatan ini, tidak luput akan dibahas perkembangan respons negara dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Page 6: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

6

Sektor Sipil dan Politik

Page 7: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

7

Konteks sosial dan politik secara global menunjukkan gejolak yang ditandai oleh aksi massa dalam satu tahun terakhir di sejumlah negara, seperti Argentina, Brasil, Bolivia, Hong Kong, Spanyol, Venezuela, dan seterusnya. Gelombang massa yang besar itu mewakili beragam sistem politik, ekonomi, pemerintahan, serta sumber daya manusia. Namun, tumbuhnya gerakan di tiap negara setidaknya menunjukkan beberapa fenomena yang serupa: kegagalan mendasar dari sistem politik di sebuah negara dan pengabaian terhadap hak asasi manusia sehingga berbuah pada ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan politik di suatu negara.

Saat ini, hampir di semua negara di Asia Tenggara mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang serius, menyempitnya ruang bagi organisasi masyarakat sipil dan media, dan gejala kerusakan institusi demokrasi dengan membungkam perbedaan pendapat serta toleransi atas praktik-praktik korupsi.2 Kondisi itu menjadi tren di sebuah negara untuk dijadikan alasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada kenyataannya, gencarnya dorongan pertumbuhan ekonomi tidak berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Keterlibatan masyarakat dalam perumusan atau partisipasi publik dalam pembangunan pun tidak diindahkan. Hal ini terlihat dari sejumlah pernyataan yang dikeluarkan oleh pejabat publik beberapa waktu belakangan.3 Dampak langsung atau tidak langsung dari didorongnya paket pertumbuhan ekonomi adalah konsekuensinya pada kebebasan sipil. Alhasil, demi memudahkan pembangunan —beserta penggunaan narasi stabilitas keamanan— negara “mewajarkan” pembungkaman terhadap kebebasan sipil.4 Salah satu cerminan terukur dari potret ini adalah laporan

2 Lihat https://lokataru.id/wp-content/uploads/2019/11/shrinking-space-asean-country-2.pdf diakses pada 27 November 2019 pukul 19.34 WIB.

3 https://www.thejakartapost.com/news/2019/11/27/dilemma-of-democracy-tito-says-nondemocratic-countries-have-better-economic-growth.html? utm_term=Autofeed&utm_medium=Social&utm_source=Twitter#Echobox= 1574827276 diakses pada 27 November 2019 pukul 19.20 WIB.

4 https://katadata.co.id/berita/2019/10/18/kebebasan-berekspresi-dise-but-mundur-moeldoko-demi-stabilitas diakses pada 27 November 2019 pukul 19.20 WIB.

Page 8: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

8

The Economist Intelligence Unit’s (2018) Democracy Index yang menyebutkan bahwa Indonesia mengalami kemunduran demokrasi sejalan dengan tren global berupa “a democratic recession”.5

Kendati demikian, terdapat beragam faktor yang menyebabkan turunnya kondisi demokrasi di sebuah negara. Pada bagian ini, KontraS akan menjabarkan beberapa hal mengenai peristiwa hak asasi manusia dari sektor sipil dan politik yang menjadi tolok ukur kondisi demokrasi dan pemenuhan HAM di Indonesia.

II.1. Kebebasan Sipil : Dikorbankan

Pada elemen kebebasan sipil, KontraS merangkumnya dalam dua bagian, yaitu kebebasan berekspresi serta kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Meski demikian, pembagian itu tidak dapat dipandang sebagai batasan mengingat prinsip HAM dimana suatu hak tidak bisa dipisahkan dan saling kait-mengait satu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebebasan berkumpul secara damai terkait dengan sejumlah hak lain, seperti hak atas kebebasan berserikat atau berasosiasi, berekspresi dan berpendapat, beribadah dan berkeyakinan, bergerak dan berpindah tempat, serta kemerdekaan dan hak atas rasa aman. Keseluruhan hak ini dikategorikan ke dalam kebebasan fundamental yang menjadi prasyarat bagi negara-negara demokratik, seperti Indonesia.

5 https://www.economist.com/media/pdf/DEMOCRACY_INDEX_2007_v3.pdf diakses pada 27 November 2019 pukul 20.00 WIB.

Page 9: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

9

Berdasarkan pemantauan KontraS, peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi selama satu tahun terakhir (Desember 2018 – November 2019) mencapai 187 peristiwa, dengan jumlah korban penangkapan dan penahan sewenang-wenang yang sangat massif yakni 1.615 orang. Tren pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat melonjak tinggi pada bentuk pembubaran paksa, penganiayaan dan pembunuhan. Hal ini relevan jika dikaitkan dengan peristiwa serangkaian aksi massa dalam jumlah besar hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia dan di Papua yang terjadi sepanjang tahun.

Represivitas ini juga diperparah dengan respons buruk aparat pemerintah atas upaya publik untuk menuntut perubahan atas situasi yang juga kerap mendapatkan intimidasi. Dari kelompok besar peristiwa di atas, aparat keamanan kerap bertindak represif dalam menangani aksi massa.6 Selain itu, represivitas juga muncul terhadap lawan politik yang menunjukkan menguatnya peran politik partisan.7 Pembatasan kebebasan berekspresi ini juga kerap terjadi pada kelompok yang sedang menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengimbangi narasi negara, seperti aksi May Day 2019, kerusuhan

6 Lihat laporan kebebasan berkumpul KontraS https://kontras.org/2019/12/06/menemukan-pola-pembatasan-kebebasan-berkumpul/

7 https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2018.1549918 diakses pada 28 November 2019.

Page 10: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

10

21-23 Mei, dan rangkaian aksi demonstrasi rakyat Papua menolak rasisme, dan aksi mahasiswa di seluruh Indonesian pada 23-30 September.

Pendekatan represif, penggunaan kekuatan berlebihan bahkan mematikan seperti menjadi prosedur baru aparat keamanan dalam melakukan penanganan terhadap aksi massa. Kematian Randy dan Yusuf di Kendari serta Akbar dan Maulana di Jakarta8 adalah catatan hitam terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia dimana pasca dua dekade Reformasi kondisi kebebasan sipil masih menjadi problem utama dalam demokrasi. Selain itu, hal ini ditunjang oleh ketiadaan mekanisme akuntabilitas negara yang efektif dan mampu memberikan keadilan kepada korban ketika mencoba menguji ruang-ruang akuntabilitas internal dan eksternal dari praktik pembubaran paksa terhadap kebebasan berkumpul pada beberapa kasus. Minimnya ruang akuntabilitas serta mekanisme koreksi yang lemah serta tidak efektif mengakibatkan keberulangan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi.

Dari sejumlah kasus, KontraS menemukan beberapa pola dalam penanganan aksi massa dalam jumlah besar, antara lain:

8 Kepolisian bahkan menyatakan secara terbuka 256 orang terluka dan 94 orang diamankan di Jakarta berkaitan dengan aksi demonstrasi. Lihat https://www.aljazeera.com/news/2019/09/indonesia-protests-80-students-hurt-police-clashes-190925044211780.html dan https://theconversation.com/riots-in-west-papua-why-indonesia-needs-to-answer-for-its-broken-promises-122127 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.21 CET. Sumber lain menyatakan setidaknya 40 orang dirawat di rumah sakit di Sulawesi Selatan dan 28 orang di Palembang. Lihat https://www.theguardian.com/world/2019/sep/24/thousands-protest-against-new-criminal-code-across-indonesia diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.25 CET. Sumber lainnya menyatakan 500 orang diamankan dari seluruh Indonesia terkait aksi ini. Lihat https://www.channelnewsasia.com/news/asia/indonesia-protests-legal-reforms-hundreds-arrested-11959072 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.26 CET. Termasuk salah satunya adalah musisi Ananda Badudu yang ditangkap karena menggalang dana untuk kepentingan aksi demonstrasi. Lihat https://www.abc.net.au/news/2019-10-02/students-dead-activists-arrested-amid-protests-in-indonesia/11561714 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.23 CET. Peristiwa lain yang berkaitan dengan aksi ini adalah maraknya laporan hilangnya puluhan mahasiswa dan pelajar pasca aksi. Lihat https://www.thejakartapost.com/news/2019/10/19/students-reportedly-dismissed-from-school-after-joining-protests.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.35 CET.

Page 11: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

11

Pertama, penafsiran atas diskresi yang sewenang-wenang sehingga menimbulkan korban jiwa, seperti penggunaan senjata api den pengeroyokan. Kedua, terhadap massa aksi yang ditahan disertai dengan penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka bahkan tidak sadarkan diri. Ketiga, akses untuk bertemu dengan korban-korban yang ditahan dibatasi dan sempat terjadi kondisi incommunicado (tanpa akses informasi). Keempat, tidak mengedepankan mekanisme hukum yang serius untuk mengusut pelaku- pelaku yang menyebabkan kematian peserta aksi.

Bagi Indonesia, konteks kebebasan menjadi indikator penting untuk mengukur peran serta masyarakat. Suatu negara dapat dikatakan demokratis jika prosesnya melibatkan peran serta masyarakat dengan ditunjang perimbangan yang optimum pada semua cabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara penunjang) termasuk keberadaan mekanisme saling kontrol (check and balances). Demokrasi mensyaratkan adanya akuntabilitas. Titik tekan akuntabilitas adalah pada kapasitas negara untuk melakukan pertanggungjawaban (accountability), kapasitas negara untuk menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat atau memberikan justifikasi atas suatu kebijakan dengan dasar pemenuhan kebutuhan publik (answerability), dan kemampuan negara untuk melaksanakan kebijakan dengan standar koreksi yang ketat (enforceability).

Kebebasan Beragama, Berkeyakinan, dan Beribadah : Pelanggaran yang Terus Berulang

Kegagalan negara dalam menjalankan akuntabilitasnya juga dapat ditinjau dari isu kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Selama periode Desember 2018 sampai November 2019, tercatat 70 peristiwa dengan mayoritas tindakan pelarangan dan persekusi. Angka pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah menjadi sorotan setiap tahunnya sebab menjadi pekerjaan rumah turun temurun dari rezim ke rezim. Selain karena adanya kebijakan yang berseberangan dengan konstitusi, peristiwa juga disebabkan lemahnya penegakan hukum atas pelaku-pelaku yang melakukan

Page 12: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

12

tindak pidana di ranah kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah.

Di sisi lain, intimidasi terhadap komunitas agama tertentu dan penghalangan untuk beribadah terus menguat. Salah satu kasus terkini dan mencuat adalah penghentian kegiatan persembahyangan umat Hindu (piodalan) di Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, oleh sekelompok orang yang mengklaim diri sebagai warga desa setempat.9 Keterlibatan negara, dalam hal ini melalui Kapolsek setempat, yang bukan melindungi kelompok minoritas menjadi problem khusus atas kondisi kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah di Indonesia. Pada momen itu, negara bahkan terlihat melakukan pembiaran justru dengan alasan tidak mau terlibat dalam urusan hubungan antar agama. Padahal ketegangan hubungan antar agama itu sudah berjalan menuju penggunaaan aksi kekerasan. Dari kasus ini, persoalan masih eksisnya kelompok-kelompok intoleran yang tidak mendapat evaluasi atas tindakannya terhadap kelompok minoritas perlu menjadi perhatian tersendiri. Terlebih lagi, pejabat negara di tingkat pusat berani “pasang badan” melindungi eksistensi kelompok-kelompok itu.10

9 https://regional.kompas.com/read/2019/11/15/06360041/fakta-upacara-piodalan-di-bantul-dibubarkan-warga--umat-hindu-butuh-rumah?page=all diakses pada 29 November 2019.

10 https://cnnindonesia.com/nasional/20191127180308-20-452069/menag-

Page 13: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

13

Dampak dari kelompok intoleran yang dilindungi oleh negara dan berpotensi besar untuk melakukan tindakan sewenang-wenang, salah satunya juga terjadi di Samarinda ketika sejumlah warga (Majelis Rasulullah Assabatu Sahabah) melakukan penggerebekan terhadap kelompok yang diduga menyebarkan aliran sesat dan dikabarkan melakukan aktivitas asusila antar sesama jamaah meskipun hal itu belum bisa dipastikan karena belum ada bukti.11

Dari rangkaian peristiwa itu, baik pemerintah lokal maupun aparat kepolisian seharusnya memiliki perangkat untuk melakukan deteksi dini tentang potensi penyerangan maupun persekusi lanjutan terhadap kelompok minoritas. Selain itu, negara seharusnya memiliki tindakan-tindakan khusus ketika peristiwa penyerangan terjadi sebagai respons kehadiran negara dalam memberikan perlindungan dan rasa aman. Ketiadaan tindakan preventif maupun respons terhadap mereka yang terlibat dalam peristiwa persekusi mengakibatkan kelompok – kelompok intoleran dapat dengan mudahnya menebarkan virus kebencian dan penghakiman terhadap kelompok minoritas yang

saya-orang-pertama-yang-dorong-izin-fpi-diperpanjang diakses pada 28 November 2019.

11 https://medan.tribunnews.com/2019/10/08/geger-warga-gerebek-tempat-yang-diduga-aliran-sesat-diduga-lakukan-aktivitas-asusila-antar-jamaah?page=1 diakses pada 1 Desember 2019.

Page 14: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

14

dianggap bertentangan atau berbeda tanpa kekhawatiran untuk diproses secara hukum.

Kondisi kebebasan sipil dapat semakin tertekan dengan munculnya kebijakan baru yang memiliki celah dalam membungkam mereka yang dianggap berbeda. Kebijakan yang menjadi sorotan belakangan ini ialah keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri yang mengatur mengatur tentang sinergitas kementerian dan lembaga dalam rangka penanganan tindakan radikalisme Aparatur Sipil Negara (ASN).12 Keberadaan SKB ini akan berbahaya bagi kebebasan berekspresi dimana ASN atas nama “radikalisme” dapat diberhentikan. Upaya pembungkaman dengan tuduhan radikalisme sangat berbahaya dan semakin menambah deret cara negara untuk menekan warga negara setelah marak dilakukan melalui UU ITE di ranah digital13 dan represivitas aparat keamanan di lapangan.

Dari pemaparan di atas, terdapat tren yang meningkat berupa pembatasan terhadap ruang kebebasan sipil yang sifatnya mendasar. Jika ditarik ke konteks global, kondisi yang sama melanda beberapa negara di Asia maupun Eropa dimana muncul peraturan perundang-undangan yang berupaya untuk membatasi hak-hak warga negara untuk berkumpul dan menjalankan hak-hak mereka. Upaya pembungkaman yang terjadi nyatanya kerap bermotif dengan alasan stabilitas keamanan atau mempermudah pertumbuhan ekonomi semata. Padahal, pembatasan ruang sipil tidak akan membuat kondisi lebih nyaman dan justru menimbulkan narasi kepanikan (panic narrative). Bahkan dengan mematikan suara (terutama suara yang berbeda), negara membiarkan ketidakadilan sehingga ketegangan sosial meningkat yang pada akhirnya memaksa orang ke jalan (protes).

12 https://news.det ik .com/ber i ta/d-4799859/skb-penanganan-radikalisme-asn-dikritik-simak-lagi-isinya/2 diakses pada 28 November 2019. Lihat juga https://www.dw.com/en/indonesias-internet-law-limits-freedom-of-expression/a-19568549 atau https://www.newmandala.org/the-role-of-social-media/ diakses pada 5 Desember 2019 pukul 03.06 CET.

13 Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Indonesia mencatat ada 381 kasus UU ITE sepanjang 2011 sampai 2019 yang menjerat baik perorangan maupun institusi. https://interaktif.tempo.co/proyek/pasal-karet-uu-ite-sejoli-pembungkam-kritik/index.php diakses pada 29 November 2019.

Page 15: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

15

Pembatasan kebebasan kerap masih dijadikan alat untuk merepresi hak-hak fundamental yang idealnya harus dilindungi dalam keadaan apapun (seperti hak untuk bebas beragama, beribadah, dan berkeyakinan), baik di masa damai maupun di masa konflik (sebagai contoh adalah Papua). Belum ada perubahan struktur maupun kultur dari aparat keamanan dalam menjalankan beberapa fungsi utamanya, seperti penegakan hukum dan melindungi individu serta masyarakat.

II.2. Hukuman Mati : Unfair Trial dan Penghukuman yang Tidak Efektif

Sejak eksekusi mati gelombang III dilakukan pada pertengahan Juli 2016, pemerintah tidak lagi melakukan proses eksekusi terhadap terpidana mati. Namun demikian, penjatuhan vonis hukuman mati terhadap narapidana masih terus terjadi. Dalam catatan KontraS, setidaknya beberapa pengadilan masih menerapkan penjatuhan vonis mati khususnya terhadap beberapa jenis kejahatan tertentu. Periode Desember 2018 – November 2019, tercatat 40 peristiwa penjatuhan vonis mati yang dilakukan oleh pengadilan. Vonis tersebut diberikan terhadap 27 kasus narkotika dan 13 kasus pembunuhan. Dari kasus-kasus tersebut setidaknya 89 orang dijatuhi vonis mati. Sejumlah 35 orang di antaranya dijatuhi hukuman mati pada tingkat pertama atau Pengadilan Negeri (PN) sementara satu kasus dijatuhi pada

Page 16: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

16

tingkat Mahkamah Agung (MA). Terkait dengan sebaran wilayah, pengadilan di wilayah Sumatera Utara menempati posisi teratas yaitu 10 (sepuluh) peristiwa vonis hukuman mati.

Dari pembacaan terhadap data-data tersebut, beberapa catatan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Pertama, terpilihnya Indonesia sebagai Dewan HAM PBB ternyata tidak serta merta diikuti oleh komitmen terhadap jaminan perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan HAM, khususnya yang terkait dengan regulasi dalam proses penerapan hukuman mati. Penerapan hukuman mati dengan representasi angka di atas telah cukup jelas menunjukkan ketiadaan komitmen pemerintah terutama untuk hak hidup yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pemerintah seharusnya berkomitmen untuk melakukan moratorium dan evaluasi terhadap penerapan hukuman mati. Moratorium ini seharusnya tidak hanya sebatas pada moratorium penerapan eksekusi mati tetapi juga harus diikuti dalam proses penjatuhan vonis mati.

Hal ini penting mengingat penerapan hukuman mati tidak sekadar proses eksekusi tetapi terkait erat dengan proses peradilan pidana yang berujung pada vonis hukuman mati. Perhatian perlu diberikan sejak proses penyidikan dimana potensi penggunaan pasal-pasal yang memuat penerapan hukuman mati terbuka lebar. Beberapa kasus yang terjadi terkait hukuman mati tidak melalui proses peradilan yang adil (undue process), khususnya terkait perlindungan hak sebagai tersangka. Proses peradilan yang tidak adil ini memberikan andil yang cukup besar terhadap dijatuhkannya vonis pidana mati. Kasus Mery Jane Veloso, Zulfikar Ali, Rodrigo Gularte, Yusman Telaumbanua, dan beberapa kasus lainnya dapat menjadi gambaran bahwa ada prosedur yang salah yang dialami oleh para terpidana mati.

Oleh karena itu, basis penolakan hukuman mati tidak berarti menihilkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh para terpidana (meskipun dalam beberapa kasus, kuat dugaan terpidana mati juga tidak melakukan tindak pidana), tetapi berangkat dari upaya meminimalisir pelanggaran terhadap hak-hak para terpidana. Dengan demikian, pertanyaaan soal komitmen pemerintah dalam

Page 17: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

17

posisinya sebagai Dewan HAM PBB menjadi relevan, terutama di tengah ketiadaan proses evaluasi terhadap penerapan hukuman mati di konteks domestik.

Kedua, banyaknya penjatuhan vonis mati oleh pengadilan, khususnya pengadilan tingkat pertama, menunjukkan bahwa penerapan hukuman mati cenderung tidak dilakukan berbasis prinsip kehati-hatian. Pengadilan dalam beberapa kasus cenderung mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terutama untuk kasus narkotika dan pembunuhan. Prinsip kehati-hatian ini sangat penting karena pengadilan adalah filter dan benteng terakhir dalam perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan. Beberapa kasus dapat dijadikan pelajaran berharga, seperti kasus Mery Jane Veloso yang merupakan korban eksploitasi/perdagangan manusia, kasus Yusman Telaumbanua dimana pengadilan negeri tidak proporsional dalam melihat derajat kesalahan pelaku (dikutip dari pertimbangan majelis hakim pada tingkat Peninjauan Kembali), atau kasus Alm. Zulfikar Ali yang mana selama proses penyidikan mengalami unfair trial.

Temuan di atas, walaupun sudah disampaikan dalam proses persidangan dan dijadikan bukti dalam dokumen-dokumen pembelaan, tetapi nyatanya majelis hakim tidak mempertimbangkan atau setidaknya menggali informasi terkait hal tersebut. Padahal dalam kondisi Indonesia yang masih menerapkan praktik hukuman mati, pengetatan penerapan hukuman mati seharusnya menjadi kewajiban dalam proses peradilan agar JPU maupun majelis hakim tidak dengan mudah menjatuhkan vonis mati. Korban utama dari proses ini pada akhirnya adalah hak hidup. Prinsip kehati-hatian harus menjadi hal yang utama yang perlu ditempuh pemerintah dengan segera ditengah keengganan untuk menghapuskan hukuman mati.

Ketiga, terkait dengan politik hukuman mati, KontraS berpendapat bahwa penerapan eksekusi mati tidak lain merupakan ajang politik belaka (baik politik nasional maupun internasional). Hal ini bisa terlihat dari beberapa kali eksekusi yang dilakukan oleh Pemerintah pada 2015 dan 2016. Eksekusi dilakukan dukungan dan memetik kepuasan publik terhadap pemerintah walaupun tekanan dunia Internasional cukup marak. Di sisi lain, ketika Indonesia mencoba mencalonkan diri

Page 18: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

18

menjadi anggota Dewan HAM PBB, wacana-wacana eksekusi mati mulai tersingkirkan. Hal ini kuat hubungannya dengan strategi untuk meloloskan Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB meskipun faktanya kondisi real Indonesia dan komitmen pemerintah terhadap HAM masih jauh panggang dari api (sebagaimana yang disampaikan dalam poin pertama). Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila menyatakan hukuman mati yang dilakukan oleh pemerintah bukan dilakukan semata-mata demi “proses penegakan hokum” tetapi kerap dijadikan sebagai alat politik pencitraan.

Hal ini berbahaya karena taruhannya adalah hak untuk hidup yang sifatnya tidak dapat dikembalikan. Di sisi lain, moratorium yang hanya pada pelaksanaan eksekusi dan bukan vonis ditambah ketiadaan jaminan hukum, menyebabkan pemerintah “menyimpan” deretan daftar terpidana mati yang sewaktu-waktu dapat dieksekusi. Dengan memetik kembali sentimen publik terhadap kejahatan dan dukungan publik terhadap pemerintah, maka eksekusi mati dapat menjadi alat yang ampuh untuk menggaet dukungan politik bagi pemerintah. Saat ini Indonesia memiliki 11 terpidana mati yang sedang dalam proses masa tunggu untuk dieksekusi. Untuk menampik pernyataan di atas, pemerintah seharusnya menunjukkan komitmennya untuk melakukan moratorium hukuman mati (baik tuntutan, vonis, dan pelaksanaan) serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para terpidana yang telah mendapatkan vonis mati dan sedang dalam masa tunggu (death row).

Keempat, proses peradilan terhadap para terpidana mati yang cenderung tidak adil pada proses peradilan juga terjadi ketika para terpidana menjalani proses masa tunggu (death row) di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Dalam catatan KontraS terkait dengan kondisi LAPAS bagi terpidana mati, terdapat sejumlah masalah penting yang harus segera dipecahkan seperti kondisi medis (fisik maupun mental), komunikasi dengan dunia luar, maupun terkait kelayakan kondisi tempat penahanan. Meskipun Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengklaim telah menerapkan prinsip Mandela Rules, tetapi faktanya masih terdapat sejumlah bentuk pelanggaran terhadap hak-hak terpidana, khususnya terpidana mati.

Page 19: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

19

Terkait dengan kesehatan jiwa, para terpidana mati sebenarnya sudah bisa dikatakan mengalami gangguan kesehatan jiwa ketika dijatuhi vonis mati oleh pengadilan. Namun, pemenuhan-pemenuhan terkait akses kesehatan jiwa terhadap para terpidana ini tidak pernah difasilitasi oleh negara dan bahkan cenderung diabaikan. Hal ini berimplikasi buruk bagi terpidana selama menjalani proses masa tunggu di dalam LAPAS. Bahkan dalam kondisi yang lebih buruk dimana sebenarnya merupakan efek dari ketiadaan pemenuhan akses kesehatan jiwa, negara cenderung memberikan treatment yang salah, seperti menempatkan terpidana di sel isolasi atau melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Respons ini menambah efek buruk terhadap kondisi kesehatan jiwa para terpidana mati. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan jiwa selain vonis yang dijatuhkan terhadap terpidana mati, seperti kondisi overcrowded dalam LAPAS dan terputusnya akses komunikasi dengan dunia luar.

II.3 Pembela HAM : Di bawah Pengawasan dan Serangan

Pembela HAM merupakan entitas yang kritis terhadap pemerintah sebagai upaya memastikan negara melakukan tindakan yang diperlukan bagi pemenuhan HAM. Gerakannya yang kritis dan seringkali tidak sejalan dengan agenda pemerintah, membuat Pembela HAM sering diposisikan bukan sebagai elemen penting dalam demokrasi dan pemenuhan HAM, tetapi sebagai musuh keamanan nasional yang perlu disingkirkan. Kerentanan dalam kerja-kerja pembela HAM dapat dilihat dengan aktivitasnya yang memiliki ruang yang cukup luas dalam memunculkan gagasan, ide, serta mempublikasikan temuan-temuan yang dipandang penting bagi perubahan sistem pemerintahan yang lebih berkualitas demi kepentingan masyarakat umum. Namun, perlindungan terhadap pembela HAM sampai hari ini masih sangat rapuh. Dalam beberapa kasus, negara memiliki sentimen dan menganggap kerja-kerja hak asasi manusia sebagai sebuah perlawananan terhadap pemerintah.

Page 20: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

20

Melalui sebuah Resolusi Majelis Umum PBB, pengertian ‘pembela HAM’ (human rights defender) secara formal mulai dikenal sejak 9 Desember 1998 bertepatan dengan peringatan 50 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pemaknaan dalam Deklarasi itu tertulis secara jelas bahwa pembela HAM adalah mereka yang secara individu, bersama-sama, atau berkelompok dengan yang lain, melakukan sesuatu atau aktivitas tertentu untuk pemajuan atau perlindungan hak asasi manusia.

Berdasarkan pemantauan KontraS, selama satu tahun (Desember 2018 – November 2019) tercatat 161 peristiwa kekerasan dialami oleh pembela HAM. Kategorisasi pembela HAM yang dihimpun oleh KontraS berasal dari berbagai latar belakang, seperti mahasiswa, jurnalis, buruh, aktivis Papua, aktivis lingkungan hidup, komunitas, dan aktivis secara umum. Dari data yang tercatat, pembela HAM berstatus mahasiswa menjadi korban dominan selama setahun terakhir dengan tindakan yang dialami berupa pembubaran aktivitas secara represif, penangkapan sewenang-wenang, dan penganiayaan. Sementara itu, secara umum, kondisi pembela HAM cukup beragam dengan mayoritas kasus adalah ditangkap oleh pihak kepolisian.

Beberapa kasus yang menjadi perhatian KontraS ialah percobaan pembunuhan terhadap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan

Page 21: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

21

Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Barat (NTB) Murdani yang mengalami percobaan pembunuhan berencana bersama 3 anggota keluarga, istri, dan dua anaknya.14 Selain itu, terdapat kasus kematian pejuang lingkungan hidup dan HAM, Golfrid Siregar, yang juga aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (WALHI SUMUT). Golfrid ditemukan pada dini hari, Kamis 3 Oktober 2019, dalam keadaan sangat kritis akibat luka parah di bagian tempurung kepala. Golfrid dibawa ke rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia pada Minggu (6 Oktober).15

Kasus kekerasan yang berujung pada kematian atau percobaan pembunuhan yang terjadi di Indonesia dan berbagai negara lainnya, tidak bisa dilepaskan dari aktivitas para pembela lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang memperjuangkan hak-hak masyarakat

14 https://kontras.org/2019/01/31/upaya-pembunuhan-direktur-walhi-ntb-negara-gagal-lindungi-pejuang-lingkungan-hidup/ diakses pada 29 November 2019 pukul 13.00 WIB.

15 https://kontras.org/2019/10/21/usut-tuntas-kematian-aktivis-golfrid-siregar-hadirkan-negara-untuk-lindungi-pembela-ham/ diakses pada 29 November 2019 pukul 14.30 WIB. Lihat juga https://www.theguardian.com/world/2019/nov/10/of-two-journalists-leads-to-arrest-of-indonesian-palm-oil-boss dan https://news.mongabay.com/2019/10/environmental-activist-death-murder-indonesia/ diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.32 CET.

Page 22: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

22

dan lingkungan hidup dari ancaman penghancuran oleh korporasi dan dampaknya seperti kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian, dan kerusakan lingkungan hidup. Berbagai laporan16 organisasi HAM menunjukan bahwa para pembela lingkungan hidup dan HAM sangat rentan mengalami serangan/ancaman ketika bekerja untuk mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan yang serius.

Dengan melihat beberapa hal penting yang menjadi fokus, maka perlindungan terhadap pembela HAM dapat meliputi beberapa hal, yaitu: Pertama, perlindungan hukum. Perlindungan ini tidak hanya terkait adanya hukum yang memberi jaminan atas perlindungan terhadap pembela HAM, tetapi juga meniadakan hukum yang berpotensi mengancam pembela HAM. Kedua, jaminan dan dukungan aktivitas Pembela HAM. Hal ini berkaitan dengan efektivitas pembela HAM dalam melakukan pembelaan, misalnya hak untuk mendapatkan informasi hingga komunikasi baik dengan pemerintah ataupun non-pemerintah. Ketiga, pengakuan terhadap aktivitas pembelaan oleh pembela HAM. Hal ini termasuk jaminan imunitas pembela HAM berkaitan dengan aktivitas pembelaan yang ia lakukan.

16 Lihat laporan KontraS https://kontras.org/home/WPKONTRAS/wp-content/uploads/2018/09/prospek_perlindungan_pembela_HAM_dalam_Hukum-Indonesia.pdf; laporan Protection Internasional https://www.protectioninternational.org/wp-content/uploads/2015/09/PI_2014-Manual-Perlindungan-Pembela-HAM.pdf

Page 23: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

23

Sektor Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Page 24: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

24

Di tengah berkecamuknya perang dagang dan tidak menentunya situasi ekonomi global, Pemerintah telah mengambil jalan yang lebih memprioritaskan penciptaan iklim yang mudah untuk memulai bisnis (easy doing business) dan mendorong berbagai stimulus untuk meningkatkan arus investasi asing ke Indonesia (foreign direct Investment). Selama rentang waktu satu tahun, mulai Desember 2018 sampai dengan November 2019, KontraS melakukan penelusuran atas pidato Presiden Joko Widodo. Dari penelusuran itu, KontraS menemukan 317 pidato. Dari 317 pidato itu, secara literal kami menginventaris kata hak asasi manusia dengan infrastruktur. Kami menemukan terdapat 209 kali kata “infrastruktur” dilontarkan sedangkan untuk “hak asasi manusia” hanya 12 kali. Dari temuan itu, kami mencoba memaknainya sebagai sebuah cara pandang rezim atas kebijakan melalui pernyataan yang dilontarkan. Untuk mencapainya, pemerintah telah menjadikan stabilitas politik sebagai penopang utama termasuk ketika harus mengorbankan demokrasi dan kebebasan sipil. Meskipun itu terlihat canggung, seperti tercermin dari pernyataan dari Presiden dan sejumlah menteri yang kerap kali mencoba menjustifikasi dirinya dengan merujuk pada tingkat ekonomi yang baik yang dicapai sejumlah negara yang tidak menganut sistem demokrasi liberal.17 Sikap canggung ini menunjukkan ketidakyakinan akan keefektifan langkah pemerintah, selain juga menunjukan adanya pemahaman yang sempit bahwa hak ekonomi, sosial, dan budaya kerap dipertentangkan dengan hak sipil dan politik.18

Pada sektor hak ekonomi, sosial, dan budaya, KontraS mencatat sejumlah kasus serangan, baik melalui hukum dan non-hukum terhadap pembela HAM dan warga yang mempertahankan hak-haknya dalam konflik agraria, sengketa pertambangan, sengketa

17 https://ekonomi.bisnis.com/read/20190716/9/1124767/menkeu-sri-mulyanidulu-investasi-datang-justru-saat-pemerintah-otoriter diakses pada 1 Desember 2019 pukul 17.32 WIB.

18 https://www.thejakartapost.com/news/2019/10/22/jokowi-under-fire-for-failing-to-address-human-rights-in-inauguration-speech.html atau https://www.newmandala.org/jokowinomics-gambles-with-indonesias-democratisation/ atau https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/the-danger-of-rejecting-democracy-for-the-sake-of-economic-growth/ diakses pada 5 Desmber 2019 pukul 03.04 CET.

Page 25: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

25

lingkungan hidup muncul di berbagai pelosok. KontraS juga mencatat sikap dan kebijakan pemerintah yang cenderung ambivalen antara keinginan untuk melindungi rakyat dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, dan keinginan pemerintah untuk mempermudah iklim investasi termasuk merancang omnibus law dalam upaya mensederhanakan perizinan usaha, penciptaan lapangan kerja, perbaikan sistem perpajakan, hingga keinginan untuk menghilangkan kewajiban analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL).

Gambaran lebih spesifik dari kondisi hak asasi manusia yang berkaitan dengan isu sumber daya alam, lingkungan hidup, dan persoalan hak-hak dasar, diuraikan dalam penjelasan berikut:

III.1. Pulau Kecil dan Hak Asasi Manusia : Dieksploitasi dan Diabaikan

Hingga habisnya masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada periode pertama (2014- 2019), negara belum memiliki perhatian khusus mengenai pulau-pulau kecil dan pemenuhan hak asasi manusia. Pulau-pulau kecil ini hampir tidak terjamah dari segi pembangunan karena negara fokus pada wilayah daratan pulau besar yang padat penduduk. Kondisi itu dapat terlihat dari pelayanan masyarakat yang jauh dari standar di sektor kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aspek yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Poros Maritim yang dicanangkan Pemerintahan Jokowi dalam Nawa Cita seharusnya menjadikan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai halaman depan Indonesia. Wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil seharusnya tidak diletakkan sebagai komoditas ekonomi untuk dieksploitasi.

KontraS melakukan penelitian terhadap tiga pulau kecil di Indonesia, Pulau Sunut (Lombok Timur), Pulau Bangka (Sulawesi Utara), dan Pulau Romang (Maluku Barat Daya). Ketiga pulau tersebut memiliki latar belakang masalah yang berbeda-beda tetapi berdampak sama, yaitu investasi yang hadir di sana tidak menyejahterakan masyarakat dan sebaliknya kehadiran investor malah membuat lingkungan hidup menjadi rusak. Di Pulau Sunut, hadirnya investor berkedok kepariwisataan menyebabkan seluruh warga pulau dipindah ke

Page 26: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

26

daratan dengan janji-janji yang tidak kunjung ditepati. Keberadaan tambang di Pulau Bangka jelas mendapat penolakan keras dari warga karena selain mengambil setengah dari luas lahan Pulau Bangka, operasi tambang juga merusak lingkungan sekitar. Kondisi pantai menjadi kotor, penggundulan hutan hijau terjadi secara masif, dan dampaknya sampai menyebabkan air untuk kebutuhan warga menjadi tak layak dikonsumsi. Keberadaan tambang juga berpotensi merusak/menghilangkan Pulau Bangka secara permanen.

Di sisi lain, terdapat usaha-usaha perikanan tradisional, pariwisata, dan pertanian yang seketika sangat dirugikan dan terancam keberlangsungannya jika pertambangan terus dilakukan. Sementara itu, dari timur Indonesia, masyarakat Pulau Romang harus vis-a-vis dengan perusahaan tambang yang mengeruk kekayaan alam berupa emas di pulau itu. Masyarakat sekitar tidak mendapatkan dampak positif dari kegiatan eksploitatif itu. Kehadiran perusahaan tambang berpotensi mengganggu keberlangsungan kehidupan di Pulau Romang.

Dampak laten dari investasi dengan model seperti ini adalah tertutupnya masalah sistemik yang terjadi di pulau-pulau kecil, seperti aspek kesehatan, pendidikan, hingga sosial-budaya. Alih-alih menegakkan HAM, pemerintah lebih mengedepankan proyek investasi berbasis ekstraktif dengan skema bisnis melibatkan entitas privat. Bertolak belakang dengan itu, pemenuhan HAM di pulau-pulau kecil tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

Di luar permasalahan yang muncul akibat pihak ketiga yang hadir, masyarakat pulau kecil sudah dihadapkan dengan persoalan sistemik yang menyulitkan mereka untuk menjalankan kegiatan sehari-hari. Misalnya, akses terhadap transportasi, listrik, kesehatan, dan komunikasi. Persoalan kesehatan di Pulau Romang, misalnya, sangat terbatas untuk bisa diakses masyarakat yang hidup di pulau-pulau kecil. Kehadiran pihak ketiga justru lebih banyak menimbulkan masalah baru dan menutup masalah sistemik yang ada. Dalam penetapan pengelolaan pulau kecil, sudah semestinya negara melihat kondisi pulau yang akan jadi target pembangunan. Negara harus mendahulukan perencanaan terpadu sebelum mendorong masuknya

Page 27: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

27

laju investasi di sektor apapun ke pulau-pulau kecil. Hal-hal yang utama dan harus diperhatikan dalam perencanaan itu antara lain ekosistem, daya dukung lingkungan, pelestarian potensi alam, serta kelangsungan kehidupan dan kebudayaan masyarakat, terutama di pulau-pulau kecil itu.

Pengakuan HAM dalam pembangunan menghadapi banyak tantangan, terutama dari sudut pandang yang sempit dan beranggapan bahwa HAM merupakan hambatan dalam pembangunan. Pandangan ini kemudian menjadi legitimasi bagi pembangunan yang melanggar hak-hak individu sehingga berujung pada praktik-praktik represif, pembatasan partisipasi rakyat, dan eksploitasi, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Manusia merupakan subjek sentral dari pembangunan dan semua manusia punya tanggung jawab dalam pembangunan, baik secara individu maupun kolektif dengan mempertimbangkan kebutuhan penghormatan penuh atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Di sini, negara memiliki kewajiban untuk memformulasikan kesesuaian kebijakan pembangunan nasional mencapai tujuannya yaitu peningkatan kesejahteraan bagi sebesar-besarnya orang atas dasar keaktifan, kebebasan, dan partisipasi yang bermakna serta distribusi yang adil atas manfaat yang dihasilkan.

Page 28: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

28

Melalui otoritas pemerintah pusat, sudah semestinya upaya membangun dari pinggir diterjemahkan dengan membangun berdasarkan daya dukung ekologis yang sejalan dengan sumber daya manusia yang ada di pulau-pulau kecil. Konsep membangun dari pinggir seharusnya tidak diimplementasikan dalam bentuk pembukaan keran besar-besaran investasi yang sifatnya destruktif, terlebih lagi kehadirannya merugikan masyarakat dan lingkungan sebagaimana yang terjadi secara nyata setidaknya di Pulau Bangka, Pulau Sunut, dan Pulau Romang,

III.2. Ambisi Investasi Mendorong Eksploitasi

Upaya negara mendorong investasi nampaknya sama sekali tidak memerhatikan dampak yang timbul atas keputusan tersebut. Terkait dengan dampak lingkungan yang menjadi kekhawatiran KontraS terhadap keberlangsungan investasi asing di Indonesia, semestinya Indonesia patut memperhitungkan risiko dampak lingkungan dan hak asasi manusia yang dapat muncul dikarenakan oleh terselenggaranya mega proyek ini di Indonesia. Seperti yang dapat diketahui, bahwasanya berdasarkan catatan KontraS, dampak lingkungan yang terjadi dikarenakan oleh aktivitas bisnis dan ekonomi telah berdampak kepada masyarakat. Khususnya masyarakat adat dan pencemaran lingkungan yang semakin buruk. Di bawah ini, KontraS akan memaparkan beberapa kasus yang berkaitan dengan persoalan investasi yang pada akhirnya berdampak pada eksploitasi terhadap lingkungan, sosial dan budaya bahkan secara lebih jauh mengorbankan masyarakat.

III.2.1. Menciptakan Konflik, Mengancam Warisan Budaya; Kasus PT EMM

Gelombang penolakan terhadap PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) terus berlanjut. Penolakan tidak hanya disuarakan oleh warga terdampak tetapi juga dilakukan oleh berbagai elemen, salah satunya ialah dari unsur mahasiswa. Aksi demonstrasi telah dilakukan mulai

Page 29: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

29

9 hingga 11 April 2019. Tuntutannya yaitu meminta Gubernur Aceh untuk bersikap atas dikeluarkannya izin produksi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terhadap PT. EMM.

PT. EMM merupakan perusahaan tambang Penanaman Modal Asing (PMA) dimana saham mayoritas dikuasai oleh Beutong Resources Pte. Ltd (Singapura) dengan presentase sebesar 80%. Izin usaha pertambangan operasi produksi keluar pada 19 Desember 2017 melalui SK Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 66/1/UP/PMA/2017 untuk komoditas emas dengan luas areal 10.000 Hektar (Ha). IUP operasi produksi yang dikeluarkan dianggap janggal sebab AMDAL yang dikeluarkan pada 3 Desember 2012 diperuntukan untuk 3.620 Ha dan bukan 10.000 Ha.

Selain itu, secara kewenangan, pihak yang mengeluarkan IUP juga bermasalah secara hukum. Penerbitan IUP Operasi Produksi di wilayah Aceh secara hukum merupakan kewenangan Pemerintah Aceh dan bukan BKPM. Hal itu diatur pada Pasal 165 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menyatakan:

“Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dapat menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing, ekspor dan impor dengan memerhatikan norma, standar dan prosedur yang berlaku secara nasional.”

KontraS berpendapat apabila kegiatan pertambangan emas PT.EMM beroperasi, maka bukan tidak mungkin, konflik berkepanjangan akan terjadi di Aceh. Mengingat di areal pertambangan terdapat 11 (sebelas) warisan budaya/sejarah yang dianggap sakral oleh warga setempat. Tempat warisan itu berada di Gunong Lhee Sagoe dengan warisan sejarah berupa Kuburan Tgk. Beutong (Poe Nanggroe), Kuburan Tgk. Kaki Alue, Kuburan Tgk. Alue Panah, Kubruan Tgk. Alue Ilee, Kuburan Tgk. Alue Baro, Kuburan Tgk. Trieng Beutong, Kuburan Tgk. Di Tungkop, Kubruan Tgk. Pakeh, Kuburan Tgk. Bantaqiah, Kuburan

Page 30: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

30

Murid Tgk. Bantaqiah (KM 7), dan Tapak Tilas Cut Nyak Dhien.

“Banyak kuburan para syuhada di sini. Jadi tak boleh PT EMM itu buka tambang emas di sini”, kata Tgk Diwa.19 Ia merupakan salah satu tokoh di Beutong Ateuh yang menolak PT. EMM lantaran bila perusahaan tersebut beroperasi dapat mengancam kuburan-kuburan para syuhada.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, sesungguhnya situs-situs tersebut dapat diklasifikasikan sebagai cagar budaya sebab memilki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Pemerintah dibebani kewajiban untuk mempertahankan dan melindungi cagar budaya itu.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pemerintah dalam menjalankan kewenangannya harus memerhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Namun, terdapat dua asas yang tidak diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini, yaitu asas kecermatan dan asas kepentingan umum. Pertama, pemerintah tidak cermat karena keputusan tidak didasarkan pada fakta bahwa di lokasi pertambangan terdapat 11 cagar budaya yang harus dilindungi. Kedua, pemerintah tidak mengedepankan asas kepentingan umum sebab orang-orang yang terdampak tidak sepakat dengan kegiatan pertambangan itu.

Lebih lanjut, salah satu pemicu lainnya adalah kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu yang hingga sekarang belum diselesaikan oleh Pemerintah. Kasus yang dimaksud ialah kasus Tengku Bantaqiah yang terjadi pada 23 Juli 1999. Tepat pada tanggal itu, telah terjadi pembunuhan yang dilakukan militer terhadap Teungku Bantaqiah dan para santri. Ketika itu, Teungku Bantaqiah dituduh menyimpan senjata dan dianggap mendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Atas tuduhan yang tidak berdasar itu, aparat keamanan melakukan penembakan yang mengakibatkan 56 (lima puluh enam) orang tewas, termasuk Teungku Bantaqiah dan putranya, Usman Bantaqiah. Lokasi

19 https://www.merdeka.com/peristiwa/geger-emas-di-perut-bumi-aceh.html diakses pada tanggal 2 Desember 2019

Page 31: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

31

peristiwa itu berada di Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, Aceh yang tepat berada pada salah satu daerah pertambangan emas PT. EMM.

Dengan terancamnya keberadaan makam yang dianggap sakral dan kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu yang tak terselesaikan secara tuntas, akan berdampak pada naiknya ketegangan antara masyarakat Aceh dengan Pemerintah Pusat. Bila diteruskan dan dibiarkan, bukan tidak mungkin dan tinggal menunggu waktu akan terjadi konflik yang merugikan banyak pihak.

III.2.2. Menyepakati Janji, Melanggarnya Kembali : Kasus PT WKS

Konflik lahan antara PT Wira Karya Sakti (PT. WKS) dengan petani di Jambi merupakan permasalahan yang sudah sangat lama dan masih belum terselesaikan. Konflik terjadi antara PT. WKS dengan petani Serikat Mandiri Batanghari (SMB). Penyelesaian konflik lahan sudah ditangani oleh pemerintah Provinsi Jambi yang kemudian membentuk Tim Terpadu Penyelesaian Konflik. Pembentukan Tim Terpadu itu ternyata tidak kunjung dan tidak mampu menyelesaikan konflik lahan yang terjadi.

Tim Terpadu ini dibentuk untuk melakukan penyelesaian konflik lahan yang ada di wilayah Jambi, salah satunya wilayah lahan kekuasaan petani SMB dan PT. WKS. Namun, indepedensi tim ini diragukan oleh pihak petani dimana tim terpadu cenderung berpihak ke perusahaan. Pada 12-13 Juli 2019, tim terpadu menjanjikan untuk turun ke lokasi konflik dan berniat untuk menyelesaikan konflik lahan. Namun, setelah ditunggu cukup lama, tim terpadu tidak kunjung datang. Selanjutnya, pada 13 Juli 2019, petani SMB berniat untuk melakukan reclaiming lahan di Distrik VIII. Sekitar 15 orang anggota petani SMB mendatangi camp milik perusahaan dan meminta lahan tersebut dikosongkan. Namun, pada saat itu terdapat anggota TNI yang sedang menjaga camp dan melarang upaya yang dilakukan petani SMB. Hingga terjadi bentrokan antara anggota TNI yang berjaga dengan petani SMB. Pada saat kejadian, petani SMB menemukan 1 kotak peluru yang berada di kantor PT. WKS dan kemudian membawanya.

Page 32: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

32

Pada 14 Juli 2019, pihak KODIM Tanjung Barat mengajak petani SMB untuk melakukan perdamaian dan meminta peluru yang sebelumnya diambil untuk dikembalikan. Dalam pertemuan itu, kedua pihak bersepakat untuk berdamai. Namun, beberapa hari kemudian, Pos I milik petani SMB dibakar oleh orang tidak dikenal dan hingga kini kasus pembakaran itu tidak pernah diusut oleh pihak kepolisian. Sebaliknya, pada 18 – 19 Juli 2019, pihak aparat kepolisian melakukan penangkapan terhadap petani SMB yang diduga melakukan kekerasan kepada anggota TNI pada peristiwa lalu. Aparat Kepolisian mendatangi Pos I milik petani SMB dan melakukan penangkapan dengan menggunakan cara kekerasan seperti mengininjak-injak, memukul, menembaki dengan gas air mata, peluru karet serta peluru tajam, dan bahkan petani yang ditangkap juga ditelanjangi. Pihak Kepolisian juga melakukan penghancuran fasilitas yang terdapat di dalam Pos I serta membocorkan kendaraan motor milik petani. Pada saat penangkapan, Polisi juga tidak membawa atau menyerahkan surat penangkapan.

Petani yang ditangkap kemudian dibawa oleh pihak Kepolisian menuju kantor PT. WKS yang terdapat di Distrik VIII. Sesampainya di Distrik VIII, aparat TNI dan Kepolisian sudah menunggu petani SMB yang ditangkap. Petani yang ditangkap dibawa masuk menuju ke dalam kantor milik PT. WKS dan disiksa oleh aparat. Ada juga petani yang disiksa dalam ruangan tertutup dan pada saat keluar, tubuhnya sudah mengeluarkan darah. Petani yang ditangkap tidak hanya laki-laki, tetapi juga perempuan dan anak-anak. Mereka hanya bisa menangis pada saat mengetahui keluarga atau kenalan mereka disiksa.

Sementara itu, paska penangkapan dilakukan, aparat Kepolisian melakukan penyisiran terhadap petani SMB lainnya. Warga dilarang untuk memasuki lahan mereka. Pihak Kepolisian bersama dengan Tim Terpadu telah meratakan lahan yang sebelumnya ditinggali para petani. Tindakan ini disampaikan langsung oleh pihak Kepolisian melalui berita pada 23 Juli 2019.20

Kasus yang dialami petani SMB merupakan pelanggaran hak asasi

20 https://www.beritasatu.com/nasional/565958/polda-jambi-tutup-markas-kelompok -serikat-mandiri-batanghari diakses pada tanggal 7 Desember

Page 33: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

33

manusia yang serius dalam penyelesaian konflik lahan yang juga kerap terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu, penyelesaian konflik lahan kerap berujung pada pola kriminalisasi dan kekerasan terhadap korban. Hal ini menunjukkan bahwa reforma agraria21 belum dilaksanakan oleh pemerintah. Kepolisian tidak bisa menjadi pihak yang terus menerus diperhadapkan dengan masyarakat dalam menghadapi sengketa lahan/tanah yang banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Konflik lahan yang menjadi akar permasalahan dan tidak pernah berhasil diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah, mendorong adanya ruang dialog antara pemerintah, aparat Kepolisian, dan terutama masyarakat yang terdampak dari kejadian-kejadian seperti ini.

III.2.3. Upaya Marginalisasi terhadap Kelompok Rentan: Kasus PT. BSI

Keberadaan pertambangan emas di Kabupaten Banyuwangi22 membawa dampak buruk terhadap lingkungan dan manusia

2019 pukul 09.30

21 Pada kesempatan lain, misalnya Walhi mencatat konflik antara perusahaan sawit dengan masyarakat berdampak pada 52.000 keluarga. Lihat https://www.thejakartapost.com/news/2019/02/19/land-disputes-still-common-putting-farmers-future-in-jeopardy.html atau https://environmentalpaper.org/2019/10/new-study-reveals-asia-pulp-paper-app-involved-in-hundreds-of-conflicts-with-local-communities-as-haze-crisis-in-indonesia-intensifies/ dan dampaknya pada masyarakat adat dapat dilihat pada https://www.forestpeoples.org/en/node/50432 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.51 CET.

22 Perusahaan tambang PT Bumi Sukses Indo (PT. BSI) berlokasi di Pegunun-gan Tumpang Pitu dan PT Damai Sukses Indo (PT. DSI) berlokasi di Pegunungan Sal-akan yang meliputi wilayah Desa Sumberagung, Desa Kandangan, Desa Sarongan, Desa Pesanggaran, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyu-wangi, Jawa Timur. Keberadaan PT. BSI didasarkan pada Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang dikeluarkan oleh Bupati Banyuwangi melalui Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/547/KEP/429.011/2012 tanggal 9 Juli 2012 dan diubah pada 7 Desember 2012 dengan Keputusan Bupati Banyuwangi No-mor 188/928/KEP/429.011/2012. Sementara itu, operasi PT. DSI didasarkan pada Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP Eksplorasi) dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/930/KEP/429.011/2012 tanggal 10 Desember 2012

Page 34: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

34

yang tinggal serta menggantungkan kehidupan pada Pegunungan Tumpang Pitu. Pasca hadirnya PT. BSI di Pegunungan Tumpang Pitu, kesejahteraan nelayan dan petani yang tinggal di wilayah itu mengalami penurunan. Pada Agustus 2016, juga pernah terjadi bencana lumpur yang berasal dari wilayah konsesi pertambangan yang mengakibatkan makin berkurangnya hasil tangkap nelayan. Dampak buruk tidak hanya dialami oleh nelayan, petani yang bercocok tanam di wilayah sekitar Pegunungan Tumpang PItu juga terkena dampaknya. Hasil produksi pertanian menurun serta migrasi hewan hutan, seperti babi, rusa, dan sebagainya menuju wilayah pertanian dan pemukiman warga yang mengakibatkan lahan pertanian petani menjadi rusak meningkat.

Selain kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas tambang di wilayah Pegunungan Tumpang Pitu, kriminalisasi juga dialami oleh warga yang melakukan penolakan terhadap adanya aktivitas tambang dan memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat di wilayah Pegunungan Tumpang Pitu. Heri Budiawan (Budi Pego) merupakan salah satu korban kriminalisasi akibat menolak aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. BSI.23

Investasi tanpa adanya penghormatan hak asasi manusia hanya akan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia yang lain dan terus berulang. Pelanggaran hak asasi manusia melalui sektor bisnis yang terjadi di Pegunungan Tumpang Pitu merupakan salah satu kasus nyata bahwa investasi yang terjadi di Indonesia masih tidak memperhatikan perlindungan hak asasi manusia, terutama dalam relasi kuasa yang lemah seperti petani dan rakyat kecil/marjinal lainnya.

dan diubah pada 20 Januari 2014 dengan Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/109/KEP/429.011/2014.

23 Budi Pego dilaporkan dengan tuduhan penyebaran ajaran komunisme/marxisme leninisme pada saat Budi Pego dan warga melakukan aksi penolakan tambang yang dilakukan oleh PT. BSI. Dimana pada saat aksi terdapat spanduk yang bergambar palu arit yang dianggap merupakan logo komunis. Spanduk itu bukan milik massa aksi dan pada saat persidangan digelar pihak penuntut umum tidak dapat menghadirkan spanduk yang dimaksud. http://kontras.org/backup/home/index.php?module=pers&id=2457

Page 35: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

35

Kekerasan dan Pelanggaran HAM di Papua

Page 36: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

36

Pada 2019, terjadi eskalasi kekerasan yang cukup signifikan terkait isu Papua. Dari segi kebebasan sipil, terjadi peningkatan represi yang diterima oleh masyarakat sipil yang menyampaikan pendapat, terutama yang berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri maupun kemerdekaan Papua. Tindakan represi ini bersamaan dengan aspirasi menentukan nasib sendiri dan dukungan internasional yang menguat untuk Papua.24

Represi ini tidak hanya didapatkan oleh Orang Asli Papua (OAP), tetapi juga individu lain yang secara vokal menyampaikan gagasan terkait Papua.25 Dari segi kekerasan oleh aparat, belum ada tanda

24 Dukungan internasional itu misalnya terlihat dari Pasific Islands Forum yang mengeluarkan pernyataan agar Komisi Tinggi HAM PBB harus mengunjungi dan melaporkan kondisi Papua selama setahun terakhir. Pernyataan ini tepat seminggu sebelum peristiwa Surabaya terjadi. Lihat https://www.theguardian.com/world/2019/aug/22/why-are-there-violent-clashes-in-papua-and-west-papua-explainer diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.09 CET. Sebelumnya, awal 2019, Benny Wenda, aktivis terkemuka Papua, bertemu dengan Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, sembari menyerahkan petisi yang ditandatangani 1,8 juta orang yang mendukung investigasi terhadap situasi Papua. Lihat https://thediplomat.com/2019/07/west-papuas-quest-for-independence/ diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.15 CET.

25 Salah satunya terjadi terhadap pengacara HAM yang menaruh perhatian pada isu Papua, Veronica Koman. Ia aktif menyuarakan situasi Papua melalui akun twitter pribadinya. Polisi kemudian menetapkannya sebagai tersangka dengan

Page 37: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

37

penghindaran dari cara atau tindakan kekerasan. Data yang disajikan dalam catatan ini hanya yang yang berhasil diperoleh untuk menggambarkan kondisi riil di Papua dan Papua Barat. Hal ini mengingat sulitnya akses informasi terhadap berbagai peristiwa, rendahnya dan dibatasinya exposure media, dan diperparah dengan pembatasan akses internet oleh pemerintah dalam beberapa peristiwa kerusuhan yang semakin menyulitkan kerja-kerja pemantauan HAM dan ditenggarai sebagai taktik baru dalam merespons situasi Papua.26

Berdasarkan pemantauan media, dalam kurun waktu Desember 2018 – November 2019 telah terjadi 64 peristiwa kekerasan terhadap masyarakat yang didominasi oleh tindakan penembakan, penganiayaan, dan penangkapan. Dari puluhan peristiwa yang terdokumentasikan, korban yang tercatat mencapai 1.218 orang yang terbagi dari korban ditangkap, luka, dan tewas. Data ini juga belum memasukan peristiwa besar, seperti operasi di Nduga yang mengakibatkan 182 orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi selama berbulan-bulan serta peristiwa kerusuhan di beberapa daerah menyusul peristiwa rasis di Surabaya dan Malang pada Agustus karena terdapat kesulitan akses informasi dan verifikasi data.

Dari segi kebebasan berkumpul, berekspresi, dan menyampaikan pendapat, selama satu tahun ini isu Papua menjadi isu yang sangat rentan mendapat respons berupa represivitas aparat ketika diungkapkan secara publik. Berdasarkan pemantauan KontraS, terdapat 14 peristiwa pelanggaran terhadap hak berekspresi yang terjadi atas isu Papua mengakibatkan setidaknya 41 orang luka-luka, 7 tewas, dan 529 ditangkap. Pelaku paling dominan dalam peristiwa pelanggaran hak berekspresi di Papua adalah Kepolisian dan TNI. Peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi yang paling

tuduhan menyebarkan kabar bohong dan menerbitkan red notice kepada Interpol untuk menangkapnya. Lihat https://jakartaglobe.id/context/police-issue-red-notice-to-interpol-to-track-and-capture-veronica-koman diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.36 CET.

26 https://www.npr.org/2019/08/28/754276641/violence-follows-pro-independence-protests-in-indonesias-papua-region?t=1575317377044 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.38 CET.

Page 38: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

38

dominan adalah pembubaran aksi dengan disertai kekerasan dan penangkapan. Angka riil dapat dipastikan di atas angka yang berhasil ditemukan mengingat terdapat beberapa peristiwa besar pasca peristiwa rasis di Asrama Mahasiswa Surabaya pada Agustus27 dan diikuti peristiwa kerusuhan di Fakfak, Manokwari, dan Wamena yang sulit didapatkan data riil jumlah korbannya. Hal ini belum terhitung efek ketakutan yang muncul dan tidak bisa dikuantifisir tetapi berdampak pada kebebasan berekspresi. Misalnya, pasca peristiwa kerusuhan di Papua, pemerintah mengirim lebih dari 1000 pasukan untuk mengamankan situasi.28

Salah satu pola yang muncul terkait pelanggaran hak berekspresi ini adalah munculnya konflik horizontal yang patut diduga mendapat pembiaran dari aparat keamanan. Hal ini terlihat misalnya dalam peristiwa pembubaran aksi dengan kekerasan di Malang pada 15 Agustus 2019 yang dilakukan oleh Organisasi Masyarakat dan dibiarkan oleh aparat Kepolisian yang saat itu bertugas mengamankan aksi. Dalam kasus itu, Kepolisian justru melakukan penangkapan terhadap massa aksi. Kasus serupa terjadi pada peristiwa penyerangan Asrama Mahasiswa Nayak, Kota Jayapura, pada 2 September 2019. Pada saat itu, penghuni asrama sudah melihat potensi penyerangan dan meminta pengamanan dari Polsek Abepura tetapi tidak ada anggota Kepolisian yang mengamankan asrama sehingga terjadi penyerangan oleh kelompok masyarakat lainnya. Peristiwa ini mengakibatkan satu orang tewas dan 16 luka-luka. Berdasarkan kesaksian korban, justru terdapat aparat Kepolisian yang turut melakukan penyerangan ke asrama dan melepaskan tembakan.

27 Salah satu sumber menyebut 43 orang mahasiswa Papua ditangkap pada peristiwa itu. Lihat https://theconversation.com/riots-in-west-papua-why-indonesia-needs-to-answer-for-its-broken-promises-122127 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.02 CET. Di Jayapura, 28 orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Lihat https://www.dw.com/en/exiled-west-papuan-leader-a-referendum-is-the-only-solution/a-50248569 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.06 CET.

28 https://www.npr.org/2019/08/28/754276641/violence-follows-pro-independence-protests-in-indonesias-papua-region?t=1575317377044&t=1575504998534 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.27 CET.

Page 39: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

39

Angka-angka ini pun masih terbatas pada peristiwa pelanggaran hak berekspresi yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Beberapa peristiwa lain terjadi di berbagai daerah seperti Malang, Bali, dan Surabaya dan mendapat represi dengan pola yang sama karena membawa isu soal Papua, terutama yang berkaitan dengan ide-ide referendum dan kemerdekaan. Pada peristiwa di Surabaya pada 9 Oktober 2019, Lembaga Pers Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya bahkan mendapat ancaman pembubaran oleh Rektorat karena mengadakan diskusi berjudul “Papua dalam Perspektif Media Arus Utama”.29 Pada titik ini, represi tidak hanya diarahkan pada aksi-aksi yang dianggap “melanggar” (melewati waktu dibolehkannya melakukan aksi), melainkan juga pada isu tertentu, misalnya Papua dan penggunaan simbol-simbol yang dianggap oleh negara sebagai simbol separatis, seperti simbol Bintang Kejora.

Situasi lain yang perlu diperhatikan adalah tindakan pemerintah membendung akses internet (internet shut down) ketika eskalasi konflik pasca peristiwa rasisme di Surabaya meningkat. Upaya pengontrolan informasi ini bertentangan dengan kemerdekaan pers untuk mencari kebenaran dan berdampak pada situasi yang semakin memanas karena tidak ada sumber yang bisa diacu dalam memverifikasi berita simpang-siur yang merebak di masyarakat. Pada situasi itu, negara melalui aparaturnya menjalankan pola komunikasi satu pihak yaitu dengan rutin memberikan keterangan pers melalui Kepolisian. Presiden Joko Widodo secara terbuka menyatakan alasan tindakan pembendungan akses internet ini adalah demi keamanan nasional.30

29 Pola serupa untuk isu yang berbeda terjadi ketika Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melarang mahasiswa untuk ikut berdemonstrasi. https://www.thejakartapost.com/news/2019/09/26/rectors-encouraging-students-to-protest-will-be-sanctioned-minister.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.40 CET. Pernyataan ini disambut oleh beberapa universitas dengan ancaman sanksi bagi mahasiswa yang ikut serta dalam demonstrasi. https://en.antaranews.com/news/133612/universities-to-be-sanctioned-if-students-encouraged-to-stage-rallies diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.41 CET.

30 https://www.npr.org/2019/08/28/754276641/violence-follows-pro-independence-protests-in-indonesias-papua-region?t=1575317377044&t=1575504998534 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.22 CET. Berkaitan

Page 40: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

40

Tindakan lain yang muncul secara terorganisir adalah dengan perang opini di media sosial. Modus operandi dari tindakan ini adalah dengan memanipulasi fakta dan berita di media sosial, terutama Twitter. Pembuatan akun palsu dengan menggunakan foto diri palsu atau bintang K-Pop dilakukan secara masif. Akun-akun palsu ini kemudian membuat tagar yang seakan mendukung kemerdekaan Papua, seperti #freewestpapua. Namun, akun ini menimpali dengan kampanye “positif” soal investasi dan pembangunan di Papua. Taktik ini dinamakan “hashtag hijacking”.31

Diskriminasi Penegakan Hukum

Proses hukum terhadap orang-orang yang ditangkap karena menyampaikan pendapatnya terkait isu Papua juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip due process of law dan terkesan diskriminatif. Terkini, pada 28 Agustus 2019, terjadi penangkapan terhadap 6 orang aktivis Papua yaitu Charles Kossay, Surya Anta, Ambrosius Mulait, Dano Tabuni, Isay Wenda, dan Arina Elopere yang menyampaikan pendapat secara damai di muka umum sebagai wujud protes terhadap isu rasisme dan diskriminasi yang terus-menerus terjadi terhadap orang Papua di depan istana. Keenam aktivis Papua ini ditangkap dengan cara-cara di luar hukum, tanpa disertai surat penangkapan, dan di bawah todongan pistol. Polisi menggeledah mereka tanpa menunjukkan izin dari pengadilan negeri setempat sebagaimana syarat oleh undang-undang dan merampas secara paksa barang-barang milik keenam aktivis itu.32 Padahal kebebasan berpendapat

dengan ini, para aktivis hak asasi manusia melayangkan permohonan kepada UN Special Rapporteur on Freedom of Expression. Jurnalis Papua Barat, Victor Mambor, menyatakan ia mendapat ancaman ketika melaporkan pembendungan internet di Papua. Lihat https://www.thejakartapost.com/news/2019/08/24/west-papua-journalist-faces-intimidation-files-appeal-to-un.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.18 CET.

31 Lihat https://www.bbc.com/news/world-asia-49983667 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.12 CET.

32 Lihat siaran pers KontraS https://kontras.org/2019/11/19/sisi-gelap-penanganan-perkara-surya-anta-dan-ke-5-aktivis-papua/

Page 41: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

41

dijamin oleh UUD 1945 serta aksi itu telah mematuhi ketentuan Undang-Undang No. 9/1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dengan menjalankan aksi tertib dan damai yang didahului surat pemberitahuan aksi kepada Polisi.

Namun, sejak awal penangkapan hingga pemeriksaan, keenam aktivis langsung ditetapkan dan diperiksa sebagai tersangka tanpa adanya pemanggilan sebagai saksi dan tanpa melakukan gelar perkara. Bahkan sebelum pemeriksaan dilakukan, penasihat hukum tidak diizinkan bertemu dan memberi pendampingan. Tindakan-tindakan penyidik Polda Metro Jaya ini jelas melanggar serangkaian peraturan perundangan-undangan33. Untuk tindakan sewenang-wenang dan unfair trial itu, sampai saat catatan ini ditulis, para aktivis sedang mengajukan permohonan Praperadilan sebagaimana dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Selain itu, terdapat banyak kejanggalan pada saat para aktivis Papua berada dalam tahanan. Beberapa yang dapat diungkap adalah peristiwa penembakan selongsong peluru asap “salah sasaran” ke ruang kunjungan ketika keluarga aktivis sedang berkunjung, diskriminasi terhadap penasihat hukum dan keluarga ketika berkunjung ke MAKO BRIMOB, ketidakhadiran POLDA METRO JAYA pada sidang perdana Praperadilan serta hakim tunggal Praperadilan yang diduga sengaja memperlambat proses persidangan, serta proses pelimpahan perkara kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang hanya melalui aplikasi Whatsapp.

Berbagai temuan ini memperlihatkan bahwa pendekatan keamanan melalui penggunaan aparat bersenjata terhadap isu Papua bukan cara humanis dan demokratis dalam menyelesaikan permasalahan politik yang kompleks di Papua. Selain tidak menyentuh akar persoalan yang bersifat politis, pendekatan ini juga akan meneruskan lingkar kekerasan seputar isu Papua serta mempertahankan impunitas para pelaku. Dampaknya adalah terbukanya peluang kejadian di masa mendatang dengan pola yang sama atau mirip. Kondisi ini mendesak

33 Mulai dari KUHAP (Pasal 17, 18, 19 ayat (2), 21, 33, 34, 36, 38, 128, dan Pasal 129), Peraturan Mahkamah Agung No. 4/2016, Peraturan KAPOLRI No. 14/2012, hingga Peraturan Kepala BARESKRIM No. 3/2014

Page 42: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

42

dan sudah saatnya menjadi dorongan bagi pemerintah untuk tidak lagi memandang kemajuan hanya sebatas pada pembangunan infrastruktur dan masuknya investasi asing34, melainkan juga dari pemenuhan hak-hak asasi secara menyeluruh kepada masyarakat termasuk pemenuhan rasa keadilan kepada para korban kekerasan, khususnya dalam hal ini terkait isu Papua.

34 Respons pemerintah dengan menyatakan pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup, terutama pembangunan jalan tol trans-papua (dengan bantuan TNI) akan meredam aspirasi kemerdekaan diulas James Elimslie, West Papua Project di Center for Peace and Conflict Studies, University of Sidney. Lihat https://theglobepost.com/2019/10/24/indonesia-west-papua-unrest/ diakses pada 5 Desember 2019 pukul 01.45 CET. Tak hanya itu, upaya meredam konflik Papua juga dilakukan dengan tindakan populis seperti kunjungan dan wacana pembukaan istana di Papua. Presiden Joko Widodo sendiri tercatat mengunjungi Papua sebanyak 12 kali. Lihat https://www.aljazeera.com/news/2019/09/west-papua-unrest-tests-indonesia-jokowi-term-begins-190911060733265.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.02 CET.

Page 43: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

43

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Pemerintah Kembali Meneguhkan Impunitas

Page 44: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

44

Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu adalah sebuah batu uji untuk mengukur komitmen negara dalam pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM. Namun, selama setahun terakhir, tidak ada kemajuan signifikan dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, baik dalam aspek penuntasan kasus secara hukum (retributive justice) maupun pemulihan korban (restorative justice). Minimnya diskursus dan langkah penyelesaian disebabkan oleh masifnya hingar bingar Pemilu Serentak 2019 yang akhirnya mengakibatkan isu pelanggaran HAM berat masa lalu terpinggirkan. Kondisi itu diperparah dengan tidak tampaknya akuntabilitas pemerintah dan DPR untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu meskipun diakui sebagai beban sosial politik bangsa. Kami mencatat bahwa pasca pertemuan Presiden Joko Widodo dengan perwakilan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat pada 31 Mei 2018 lalu35, kebijakan dan juga pernyataan yang dikeluarkan oleh pejabat negara sangat kontraproduktif tujuan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang berkeadilan. Dalam kenyataannya, sampai akhir pemerintahan periode pertamanya, Presiden Joko Widodo belum pernah mengeluarkan pernyataan terkait peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu dan upaya penyelesaiannya. Hal ini mencerminkan Presiden Joko Widodo tidak memahami peristiwa dan jalan penuntasannya. Kondisi yang jelas mengecewakan korban dan keluarga korban serta terkesan menafikan perjuangan mereka selama belasan tahun untuk memperjuangkan penuntasan kasusnya.

Alih-alih menggunakan kewenangannya untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, Kejaksaan Agung lagi-lagi menjadi

35 Terdapat 3 (tiga) poin pernyataan menggambarkan janji kepala negara kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Pertama, Presiden Joko Widodo akan mempelajari berkas yang sempat disampaikan kala itu. Kedua, Presiden Joko Widodo meminta keluarga dan korban pelanggaran HAM masa lalu untuk aktif menanyakan progres pengusutan kasus-kasus itu ke Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn.) Moeldoko. Ketiga, yang perlu menjadi highlight adalah Presiden Joko Widodo berjanji untuk meminta Jaksa Agung (saat itu) H.M. Prasetyo untuk menindaklanjuti penyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu untuk dibawa ke tingkat penyidikan.

Page 45: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

45

pihak yang menghambat penyelesaian kasus-kasus itu. Pada akhir 2018, sembilan berkas penyelidikan dugaan Pelanggaran HAM berat dikembalikan oleh Kejaksaan Agung kepada Komnas HAM. Sembilan berkas itu adalah berkas Peristiwa 1965/1966, Peristiwa Penembakan Misterius, Peristiwa Talangsari Lampung, Peristiwa Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997 – 1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Peristiwa Wasior dan Wamena, serta Peristiwa Simpang KKA dan Peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis Lainnya. Pengembalian tersebut sangat janggal mengingat berkas-berkas penyelidikan itu baru dikembalikan setelah empat tahun berada dalam penguasaan Kejaksaan Agung dan tidak ada kebaruan terkait petunjuk yang diberikan untuk dilengkapi oleh penyelidik (KOMNAS HAM). Tindakan pengembalian itu adalah bentuk pengingkaran terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang bahkan selama ini tidak pernah diberikan informasi perihal perkembangan penuntasan kasusnya oleh Kejaksaan Agung.

ST Burhanuddin selaku Jaksa Agung RI terpilih menyatakan telah menjadikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai prioritas dalam 100 hari kerja. Namun, pada 7 November 2019 dalam Rapat Kerja perdana dengan Komisi III DPR RI, Jaksa Agung kembali menjelaskan bahwa laporan penyelidikan Komnas HAM masih belum bisa diteruskan ke tahap penyidikan karena syarat formil dan materiilnya belum lengkap.36 Pernyataan tersebut seolah mengulang pernyataan Jaksa Agung sebelumnya yang menjadikan alasan itu sebagai “kunci” bagi Kejaksaan Agung untuk menunda atau tidak melakukan proses penyidikan. KontraS menilai pernyataan soal syarat formil dan materiil itu tidak bisa dijadikan alasan untuk terus menunda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Justru hal ini menjadi tugas Kejaksaan Agung yang berperan sebagai penyidik untuk memperdalam bukti-bukti awal yang sudah dikumpulkan oleh KOMNAS HAM.

36 Kristian Erdianto dan Krisiandi (ed), “Di Komisi III, Jaksa Agung Sebut Berkas Penyelidikan Kasus HAM Berat Belum Lengkap”, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/11/07/14015331/di-komisi-iii-jaksa-agung-sebut-berkas-penyelidikan-kasus-ham-berat-belum

Page 46: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

46

Peliknya permalahahan proses hukum kasus pelanggaran HAM berat masa lalu juga tidak terlepas dari peranan KOMNAS HAM sebagai penyelidik. Dimana penyerahan berkas penyelidikan kasus Pelanggaran HAM Berat yang tidak dibarengi dengan upaya proaktif untuk mendorong dan mendesak Kejaksaan Agung melanjutkan laporan tersebut ke tahap penyidikan. Dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, KOMNAS HAM seharusnya secara aktif berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan mendorong pembentukan tim bersama untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga memiliki cara pandang yang sama dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Persoalan lain yang dihadapi korban dan keluarga korban adalah upaya negara untuk mencari legitimasi penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui cara non-yudisial atau rekonsiliasi. Aktor dari upaya itu adalah Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan yang dikepalai (saat itu) oleh Wiranto. KEMENKOPOLHUKAM mendorong proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan membentuk Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat yang diisi oleh Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian RI, dan Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan untuk membedah satu persatu hambatan dalam proses penuntasan pelanggaran HAM Berat yang sudah dilakukan oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.37

Pada kenyataannya, pada 20 Februari 2019, Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat ini melakukan penyelesaian “di bawah tangan” untuk kasus Talangsari, Lampung dengan melibatkan Pemerintah Daerah Lampung dan jajaran perangkat daerahnya untuk menyelesaikan kasus melalui sebuah Deklarasi Damai yang tertuang dalam selembar kertas dan tentu saja tanpa melibatkan partisipasi korban dan keluarga. Tendensi untuk melakukan “cuci tangan” ini merupakan hal yang justru bertolak belakang dengan komitmen yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, baik pada Nawa Cita maupun seperti yang disampaikan pada pertemuan dengan korban

37 https://www.antaranews.com/berita/731488/tim-gabungan-terpadu-dibentuk-usut-pelanggaran-ham, diakses pada 29 November 2019.

Page 47: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

47

dan keluarga korban di Istana.

Dilihat dari aspek pemulihan korban (restorative justice), selama setahun terakhir, Pemerintah juga belum memenuhi hak-hak mendasar korban secara menyeluruh. Masih banyak korban pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya di luar Jakarta, yang masih belum menerima kembali hak-haknya. Banyaknya penerima bantuan layanan kesehatan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pun tidak sebanding dengan banyaknya korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Banyak dari mereka juga tidak bisa mengakses bantuan layanan kesehatan karena sistem administrasi pengajuan permohonan layanan. Berikut jumlah korban penerima bantuan layanan kesehatan dari LPSK.

Jumlah Korban Penerima Bantuan Layanan Kesehatan dari LPSK

Sumber: Presentasi LPSK pada 18 September 2018

Permasalahan pemenuhan hak korban tidak hanya sebatas masih timpangnya jumlah total keseluruhan korban dengan korban yang telah menerima bantuan tetapi juga seringkali didasarkan pada persepsi pemerintah yang menyamaratakan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat sama dengan hak warga negara secara umum. Generalisasi ini menjadi persoalan kunci karena mempengaruhi hak-

Page 48: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

48

hak yang seharusnya diterima oleh korban. Persoalan pemaknaan ini pada akhirnya membuat pemerintah mudah sekali mengklaim sudah menunaikan kewajiban berupa pemberian hak-hak pada korban. Salah satu contoh adalah layanan kesehatan melalui BPJS yang kerapkali dijadikan sebagai salah satu contoh bentuk pemulihan korban dari pemerintah. Padahal layanan ini merupakan hak dasar sebagai warga negara dan bukan khusus bagi korban pelanggaan HAM berat. Pemerintah seakan belum final atas definisi korban pelanggaran HAM berat. Padahal, para korban adalah warga negara yang disakiti dan dikorbankan oleh negaranya sendiri.

Kompromi Dengan Terduga Pelanggar HAM

Jalan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sepatutnya dilandaskan pada itikad politik (political willingness) Presiden sebagai otoritas politik tertinggi. Pada periode pertama, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memenjarakan cita-citanya sendiri dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan mengangkat beberapa terduga pelanggar HAM sebagai pejabat publik yang mengisi pos-pos strategis dan bahkan jabatan “pintu” bagi pengungkapan pelanggaran HAM. Pengalaman itu seharusnya menjadi dasar bagi Presiden Joko Widodo dalam merumuskan kebijakan ke depan dan menunjuk figur-figur untuk mengisi pos-pos yang terkait dengan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dalam termin kedua pemerintahannya. Selain itu, Presiden juga seharusnya mencegah terduga pelanggar HAM untuk bisa mendapatkan posisi politik yang strategis dalam pemerintahan. Hal ini penting sebagai sebuah upaya mitigasi untuk menjamin tidak adanya intervensi dan juga meneguhkan komitmen Presiden.

Namun, yang terjadi justru Presiden Joko Widodo menunjuk Letnan Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 113/P Tahun 2019. Penunjukkan ini jelas merupakan pesan tersirat bahwa Presiden tidak memandang penting penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Keputusan

Page 49: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

49

Presiden itu seolah mengulang kembali pengalaman dalam mengangkat Wiranto yang juga merupakan terduga pelanggar HAM sebagai pejabat publik. Dengan pengangkatan ini, impunitas kembali dilanggengkan. Supremasi dan akuntabilitas hukum untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu kembali dieliminasi oleh Presiden sendiri dengan mengangkat terduga pelanggar HAM yang masih mempunyai tanggung jawab hukum terkait perbuatannya dalam proses prosekutorial yang masih berlangsung.

Integrasi terduga pelanggar HAM dalam lingkar kekuasaan merupakan pesan gamblang bahwa masa depan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu akan semakin suram. Impunitas yang diberikan dengan mengangkat Prabowo sebelum adanya mekanisme pertanggungjawaban hukum akan menghambat proses pengungkapan yang tengah diupayakan korban dan keluarga korban (jika tidak oleh negara). Penunjukkan ini sekali lagi memperlihatkan Presiden Joko Widodo kembali menyandera dirinya sendiri dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Page 50: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

50

Kebijakan Internasional: Jauh Panggang dari Api

Page 51: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

51

Aspek kebijakan ini diukur dari pernyataan dan tindakan Indonesia pada level internasional. Konteks relasi internasional itu akan dibenturkan dengan kondisi domestik dan situasi HAM di negara lain. Dengan pembacaan demikian, gambaran utuh terkait posisi Indonesia secara internal dan kebijakan internasional secara eksternal terkait HAM dapat diurasi secara lebih lengkap dan kontekstual.

Indonesia dan Dewan Keamanan PBB

8 Juni 2018, merupakan pemilihan Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan (DK) PBB/United Nations Security Council (UNSC) Non-Permanent Member pada Sidang Umum Majelis PBB/United Nations General Assembly (UNGA) di New York, Amerika Serikat. Sepuluh Anggota Tidak Tetap DK PBB terdistribusi secara regional sebagai berikut: tiga kuota untuk negara-negara di Afrika, dua untuk negara-negara di Asia-Pasifik, dua untuk negara-negara Amerika Latin dan Karibia, satu untuk negara di Eropa Timur, dan dua untuk negara-negara Eropa dan lainnya. Setiap tahunnya, UNGA selalu memilih lima dari total sepuluh negara Anggota Tidak Tetap DK PBB yang memiliki masa tugas selama dua tahun. Pada 2018, enam negara diusulkan untuk mengganti lima kursi yang dihuni oleh Etiopia, Kazakhstan, Bolivia, Swedia, dan Belanda. Keenam negara itu adalah Afrika Selatan (Afrika), Republik Dominika (Amerika Latin dan Karibia), Belanda dan Swedia (Eropa) sedangkan Indonesia dan Maladewa memperebutkan satu kursi yang mewakili wilayah Asia-Pasifik. Indonesia berhasil menduduki kursi Anggota Tidak Tetap DK PBB dengan dukungan sebanyak 144 suara bersama dengan Afrika Selatan, Belgia, Republik Dominika, dan Jerman.

Dilihat dari konstelasi politik internasional dan secara prosedural, Indonesia memang memenuhi syarat dan diunggulkan menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB. Namun, modal konstelasi politik global dan prosedural yang dimiliki Indonesia tidak berbanding lurus dengan kondisi faktual yang terjadi di dalam negeri. Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi terlebih dahulu, terkhusus dalam bidang HAM. Hal ini seharusnya menjadi rujukan

Page 52: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

52

sekaligus uji kelayakan bagi Indonesia untuk terpilih atau tidak sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB.

Salah satu cerminannya dapat dilihat pada 2017-2018, dimana Indonesia menahan eksekusi terhadap terpidana mati. Sesuai pernyataan Jaksa Agung di Rapat Kerja Komisi III dan Jaksa Agung RI pada Maret 2018, bahwa upaya Indonesia untuk menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB mempengaruhi tatanan hukum Indonesia yang masih menganut hukuman mati. Hal ini menunjukkan bahwa eksekusi mati di Indonesia yang terhenti selama 2017-2018 dilatarbelakangi oleh alasan yang sangat politis dan bukan karena argumentasi yang konstruktif dan berbasis pada penghormatan terhadap HAM. Pekerjaan rumah lain yang perlu digarisbawahi adalah banyaknya kasus unfair trial di Indonesia. Mulai dari kasus Yusman Telaumbanua, Christian, termasuk yang melibatkan warga negara asing, seperti Rodrigo Gularte dan kasus-kasus lainnya yang terlalu banyak untuk dipaparkan. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia dari hulu sampai hilirnya masih carut-marut.

Catatan penting lain yaitu terkait kebijakan HAM luar negeri Indonesia dalam menjaga perdamaian di level internasional. Dalam rules of procedure General Assembly of the United Nations Bab XV Pasal 143 tentang Kualifikasi Keanggotaan (Tidak Tetap DK PBB), menyebutkan salah satunya bahwa calon anggota DK PBB harus memerhatikan kontribusinya dalam rangka menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Melalui pernyataan Menteri Luar Negeri, Indonesia berdalih bahwa Indonesia menghuni peringkat 9 dari total 125 negara yang menjadi penyumbang tentara terbanyak untuk berbagai Misi Kemanusiaan PBB. Namun, hal ini tidak berbanding lurus dengan sikap Indonesia yang ditunjukkan dalam voting di UNGA terkait kasus-kasus pelanggaran HAM di negara-negara yang dilanda konflik, seperti Suriah, Palestina, dan kasus Rohingya di Myanmar.38 Voting Indonesia untuk Suriah banyak diisi dengan suara abstain, kecuali

38 https://www.thejakartapost.com/news/2019/11/18/indonesia-defends-approach-to-rohingya-problem-as-international-pressure-mounts.html dan https://www.thejakartapost.com/academia/2019/06/14/fresh-collective-action-required-to-address-festering-rohingya-crisis.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 03.14

Page 53: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

53

pada 2017, yang mana suasananya sangat politis jika kita menaruh situasi ini dalam konteks Indonesia yang tengah berusaha menjadi Anggota DK PBB.

Dalam Aide Memoire (rancangan teks perjanjian dan negosiasi) yang dibuat untuk kepentingan ini, Pemerintah Indonesia menyampaikan komitmen terhadap penegakan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai kebijakan prioritas di level nasional. Rekomendasi-rekomendasi melalui Universal Periodic Review (UPR) di Dewan HAM PBB yang diterima oleh Indonesia masih belum menunjukkan sebuah perkembangan yang signifikan. Dari catatan kami, dalam beberapa aspek yang disebutkan di atas, Indonesia masih bergerak perlahan. Salah satunya terkait komitmen Indonesia untuk meratifikasi beberapa Konvensi Internasional yang masih belum masuk pada catatan Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS). Selain itu, dalam konteks komitmen pada mekanisme treaty bodies, Indonesia masih belum taat untuk memberikan laporan periodik, salah satunya kepada Committee Against Torture yang pelaporan terakhirnya dilakukan pada 2002. Tidak kalah penting, pelanggaran hak asasi manusia pada isu LGBT, kelompok-kelompok minoritas agama, dan pembela hak asasi manusia (anti korupsi, lingkungan dan perempuan) masih terjadi dan pemerintah cukup lamban atau tidak memberikan respons yang cukup.

Keaktifan Indonesia dalam Isu Luar Negeri

Dalam pidato Menteri Luar Negeri Indonesia ketika pencalonan sebagai anggota Dewan HAM PBB, terdapat komitmen atau upaya untuk membentuk jaringan Asia Tenggara bagi negosiator dan mediator perempuan serta akan dikaitkan dengan networking di bagian dunia lainnya. Diplomasi perdamaian dan kemanusiaan akan dilanjutkan dengan tujuan memberikan kontribusi konkret pada penyelesaian masalah. “Indonesia always wants to be part of solution,” ujar Retno

CET.

Page 54: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

54

Marsudi, kala itu.39 Dalam beberapa kesempatan pengambilan perhitungan suara dalam Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly), Indonesia tercatat kerap tidak memberikan kontribusi konkret penyelesaian masalah terkait kasus-kasus pelanggaran HAM di negara-negara yang dilanda konflik, seperti Suriah, Palestina, dan Rohingya di Myanmar.

Dalam isu Rakhine State, Indonesia berinisiatif melalui Komisi HAM ASEAN (AICHR) dalam bentuk membuat pernyataan terkait situasi krisis yang terjadi di Myanmar. Termasuk posisi Indonesia pada KTT ASEAN pada November 2017 lalu yang mengangkat isu Rohingya bersama dengan Malaysia. Namun, ternyata sikap itu masih belum cukup untuk mempengaruhi negara lain untuk mengambil sebuah kebijakan bersama di kawasan ASEAN karena adanya prinsip konsensus dan non-intervensi. Voting Indonesia untuk isu Rohingnya di Rakhine State pada akhirnya diisi dengan suara absen.40

Menurut Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Alphyanto Ruddyard, ketika menjabat sebagai Presiden DK PBB selama Mei 2019, Indonesia berhasil menunjukkan esensi kepemimpinan intelektualnya melalui pemilihan tema “Investing in Peace” dan penyelenggaraan lima signature events. Pertama, Presidensi Indonesia telah berhasil mengesahkan empat Resolusi, satu Presidential Statement, tiga Press Statement, dan tiga Element to the Press. Kedua, Indonesia memperkenalkan working method baru yang diklaim inovatif, yaitu “Sofa Talk” dan Regional Wrap-up Session. Ketiga, menampilkan soft power diplomasi Indonesia, melalui diplomasi batik, Tari Saman Gayo Aceh, dan lagu lagu khas daerah. Misi perdamaian Kontribusi Indonesia di DK PBB tidak hanya sebatas partisipasi pertemuan di New York saja, tetapi juga di luar New York. Isu-isu strategis yang turut menjadi perhatian Indonesia adalah mengenai Misi Pemeliharaan Perdamaian Dunia. Di misi ini Indonesia merupakan negara kontributor pasukan terbesar ke-8 dari

39 https://internasional.republika.co.id/berita/q04xxq382/indonesia-bawa-3-prioritas-di-dewan-ham-pbb diakses pada 29 November 2019 pukul 14.30 WIB

40 United Nations General Assembly. 27 September 2019. Human Rights Council 39th session 10–28. Agenda no. A/HRC/39/L.22

Page 55: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

55

128 negara dengan jumlah pasukan sebanyak 2.912. Sejumlah 121 personil di antaranya adalah perempuan.41

Namun, deretan klaim atas prestasi ini merupakan sebuah capaian semu yang tidak dibarengi dengan langkah konkret yang secara prinsipil dibutuhkan pada beberapa isu tertentu yang mendesak, seperti yang terjadi pada rekomendasi Tim Pencari Fakta PBB untuk Myanmar yang menyatakan bahwa harus segera dibentuknya investigasi Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelesaikan isu di Myanmar dengan adanya indikasi genosida terhadap masyarakat Rohingya. Indonesia yang menyatakan bahwa sudah berkontribusi dengan memberikan jumlah pasukan yang sangat besar sebagai UN Peacekeeper ternyata tidak mengambil peran penting dalam penyelesaian konflik kemanusiaan, terutama dalam rangka memperluas akses keadilan yang sebetulnya dibutuhkan oleh daerah-daerah konflik, seperti pelaksanaan investigasi dan peradilan. Hal ini berkaitan dengan beban moral dan politis Pemerintah Indonesia yang juga belum berhasil menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di area nasional, baik melalui proses yudisial (pengadilan nasional maupun internasional) maupun non-yudisial dengan pemenuhan hak korban.

41 https://internasional.kompas.com/read/2019/11/30/11040031/ini-capaian-positif-indonesia-menjadi-anggota-dewan-keamanan-pbb?page=2 diakses pada 29 November 2019 pukul 14.30

Page 56: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

56

Kesimpulan

Page 57: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

57

Berdasarkan catatan di atas, KontraS menemukan situasi HAM terus memburuk dengan peningkatan yang tajam pada kasus-kasus pelanggaran kebebasan sipil yang disertai dengan tingkat impunitas yang tinggi atau buruknya akuntabilitas pemerintah dan negara serta aktor-aktor non-negara. Ketika berbagai kebijakan terus dibuat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan kemudahan iklim berusaha dan berinvestasi, pada sisi lain, kebebasan dan hak-hak fundamental di sektor sipil dan politik terus mengalami pukulan dan jelas-jelas dikorbankan. Hak asas manusia terus kehilangan dan tidak mendapatkan ruang dan demokrasi semakin pudar.

Rangkaian peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama satu tahun terakhir menunjukkan bahwa tidak diberikannya atau bahkan ditutupnya ruang bagi hak asasi manusia, terutama dengan cara-cara represif, telah membuat penikmatan demokrasi semakin memudar. Hal ini di perburuk dengan pembatasan kebebasan berekspresi terhadap kelompok yang berbeda, politisasi penegakan hukum, akomodasi terhadap terduga pelanggar HAM sebagai penyelenggara pemerintahan dan masuk dalam lingkaran elit politik, serta penggunaan kedok wacana populis demi kepentingan elit penguasa dan jaringannya semata.

Pada akhirnya Kontras mengingatkan pada pemerintah dan organ-organ negara lainnya untuk meninjau ulang dan mengkoreksi cara pandangnya terhadap hak sipil dan politik dan hak ekonomi dan sosial dalam gambaran yang komprehensif dan terintegrasi.

Page 58: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

58

Proyeksi 2020

Page 59: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

59

Berangkat dari catatan di atas, KontraS menyusun proyeksi terhadap situasi hak asasi manusia pada tahun 2020. Secara umum, Kontras memprediksi tidak akan ada perubahan yang signifikan terkait dengan kondisi hak asasi manusia. Namun sejumlah hal dapat diidentifikasi dan menunjukan trend sebagai berikut:

Dalam sektor hak-hak Sipil dan Politik

1. Dalam kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat di muka umum, Kontras memprediki tingkat kekerasan aparat kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa masyarakat akan sangat tergantung pada kondisi politik nasional dan masing-masing daerah. Secara nasional, komitmen Kapolri baru yang disampaikan dalam uji publik di DPR untuk memperbaiki penggunaan kekuatan dan mekanisme represi saat penanganan aksi massa akan diuji pada tahun depan. Jika komitmen itu ditindaklanjuti dan berhasil menghasilkan sejumlah perubahan pada kebijakan, protap dan penerapan di lapangan, maka tren kekerasan dan brutalitas kepolisian akan menurun. Namun, sebaliknya jika komitmen itu gagal dijalankan maka kasus-kasus pembubaran demonstrasi dan pembungkaman ekspresi warga akan terus berlanjut. Sementara di Papua, akan tetap menjadi pengecualian, dimana ekspresi politik warga di Papua, khususnya untuk penentuan nasib sendiri tetap akan menjadi target pembubaran dan represi dari kepolisian.

2. Prediksi yang hampir sama dengan di atas adalah menyangkut kondisi hak atas fair trial dan bebas dari penyiksaan, hukuman mati (termasuk bebas penangkapan dan penahanan sewenang) Namun tidak memadainya KUHAP, dan masih terdapatnya pasal – pasal KUHP yang bermasalah, mekanisme korektif, dan safeguard yang efektif dalam melindungi hak-hak tersangka dan warga negara pada umumnya, maka isu isu ini akan tetap dalam kondisi yang rentan terjadinya pelanggaran.

Page 60: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

60

3. Dalam kebebasan berserikat dan berkumpul, Kontras memprediksi trend semakin ketatnya pengawasan negara terhadap organisasi masyarakat sipil baik lokal maupun internasional, juga terhadap organisasi terdaftar maupun tidak terdaftar. Kementrian Dalam Negeri yang dipimpin oleh mantan Kapolri sejauh ini telah menunjukan pendekatan yang lebih keras terhadap organisasi-organisasi yang dianggap mengancam ideologi negara dan keutuhan NKRI. Termasuk peraturan perundang-undangangan yang memungkinkan pembubaran Ormas tanpa melalui proses judicial.

4. Dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan, daftar penyerangan dan kekerasan oleh kelompok-kelompok intoleran diprediksi akan semakin panjang karena kegamangan, dan tidak adanya kemauan dan kemampuan negara dalam meredam kekerasan yang diarahkan kepada kelompok-kelompok minoritas keagamaan dan keyakinan. Salah satu hal yang menjadi faktor berpengaruh adalah kedekatan antara pejabat negara dengan kelompok intoleran akan menambah panjang deret masalah pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Dan juga RKUHP yang masih mencantumkan pasal yang berkenaan penodaan agama, dan aturan-aturan diskriminatif lainnya.

5. KontraS memperkirakan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu akan kembali stagnan. KontraS memprediksi akan adanya dinamika baru dalam upaya penuntasan kasus masal lalu. Mahfud MD yang ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM dengan tugas menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat telah menyampaikan kepada publik sesaat setelah dipanggil di istana bahwa pemerintah mengambil jalan pembentukan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hal tersebut masih harus dikritisi motivasi dan tujuannya, agar tidak menjadi celah lain dari bentuk impunitas negara. Situasi ini juga sekaligus memastikan semakin sulitnya peluang mendesak akuntabilitas negara yang berlandaskan keadilan dan kepuasan bagi korban dan keluarga korban melalui

Page 61: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

61

pengadilan HAM. Selain itu, kembali berulangnya akomodasi politik bagi terduga pelanggar HAM untuk menduduki posisi Menteri dan jabatan strategis lain menjadi bukti konkret bahwa tidak ada tekad yang kuat dan solid dari Presiden untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu.

Dalam Sektor Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

1. Kontras memprediksi akan ada benturan yang cukup sengit antara keinginan pemerintah untuk mencapai target kemudahan berbisnis dan iklim investasi melalui perumusan Omnibus Law dengan kerja-kerja advokasi masyarakat sipil dalam penghormatan hak-hak atas lingkungan hidup, reforma agraria dan hak-hak perburuhan. Dilanjutkannya kembali pembahasan beberapa RUU yang sebelumnya ditolak masyarakat sipil diprediksi akan semakin memanaskan dinamika politik di sektor hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

2. Pembangunan infrastruktur tetap menjadi prioritas Presiden Joko Widodo termasuk di Papua dan sebagai mana ditunjukkan dalam realisasi pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Dampak sosial dan lingkungan atas kebijakan tersebut masih menjadi perdebatan publik.

3. Sementara itu, jika tidak ada perubahan berarti dalam hal praktik bisnis yang kurang menghormati HAM dan Pembela HAM, Kontras memprediksi kasus serangan terhadap pembela HAM, pejuang lingkungan dan warga lainnya yang terdapak kegiatan bisnis dan operasi perusahaan akan terus terjadi, khususnya di sektor pertambangan dan perkebunan.

Page 62: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day

Report 2019

Jl. Kramat II No. 7, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420

www.kontras.org

Page 63: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Catatan Hari HAM Sedunia 2019

2

Introduction

Page 64: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

3

The Commission for the Disappeared and Victims of Violence (KontraS) compiles annual human rights records along with the commemoration of International Human Rights Day which falls on December 10 each year. During the last one year (December 2018 - November 2019), KontraS conducted monitoring of human rights situations and incidents compiled from a number of information sources, media monitoring, information management and complaints, as well as cases that were assisted by KontraS.

According to the information and findings, KontraS presents this report as a medium to provide an overview of the promotion, protection and fulfilment of human rights in Indonesia. Thus, this report is intended as an effort to remind, evaluate, and at the same time urge state accountability in ensuring the enjoyment of human rights optimally.

This year, KontraS give a report towards the setback of democracy that keep decreasing vastly and the negative impacts towards the fulfilment of human rights after the 21 year of Reformasi. The democracy setback proposition could be break down into the three series of emblematic incidents that occurred during the last one year, these are: First, the politics dynamic during and after the presidential election that had a peak on the escalation of violence during 21-23 May 2019; Second, the escalation of the Papuan on the racism against the Papuan students in Malang and Surabaya that triggered series of massive demonstration in most of areas in Papua and culminated in the violence and chaos in Jayapura and Wamena on September 2019; and Third, the series of students and civil society demonstration on September that triggered by the establishment of Anti-Corruption Law and several Bills which threatening the civil liberties such as the Criminal Code Bill (RKUHP), Cyber Security Bill, and others that considered to deprive the lower class citizens such Employment Bill, Mineral and Coal Bill as well as Land Bill. All of the series of incidents not only impacted to several arbitrary arrests and detention, but also torture, numbers of victims, and effectively silencing and lowering the civil liberties level related to the freedom of expression and speeches in criticizing the government.

Page 65: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

4

Meanwhile, during the past one year, the negligence towards human rights could be seen from the unavailability of the enjoyment of human rights.1 The freedom and civil and political rights sacrificed by the government obsession to pursue and simplify the investment climate, and to gain infrastructure development. On the other hand, the compromise politics keep being arranged and conducted to protect the political “stability” and government power. Adding to that, KontraS does not see the comprehensive and participative initiative and concept to achieve the point of the settlement of gross past human rights violations. The first period of Joko Widodo-Jusuf Kalla administration, which already failed to take steps on the truth seeking, initiating legal accountability, providing reparation towards the victims and family of victims, also implementing security sector reform as the part of the settlement of gross human rights violations process according to justice.

In the economic, social and cultural rights sector, KontraS sees lack of fulfilment of the state obligations in protecting people from malicious and destructive business practices. In general, Kontras sees the lack of respect of business actors for human rights and the environment. A number of attacks, both through the legal and non-legal against citizens who defend their rights in agrarian conflicts, mining and environmental disputes appear in various remote areas in Indonesia. Meanwhile, the government attitudes and policies tend to be ambivalent between the desire to protect people from pollution and environmental damage, and the government’s desire to facilitate the investment climate including the desire to eliminate the obligation to analyze environmental impacts (AMDAL), exploitation of small islands. As a result, people continue to be the victims and the perpetrators continue to get a fresh air to repeat their crimes and conduct business practices that do not respect human rights.

1 See more: “Catatan Hari Hak Asasi Manusia KontraS Tahun 2018” https://kontras.org/2019/11/20/catatan-hari-hak-asasi-manusia-2018-ham-tidak-dapat-tempat-2/

Page 66: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

5

Through this report, KontraS will examine and disclose a number of human rights events (civil and political and economic, social, and cultural issues) as well as the progress of solving past human rights violations which are a qualitative measure of the decline in democracy in Indonesia over the past year. This report is divided into several sections: the civil and political sector which contains the phenomenon of shrinking civic space which includes: freedom of expression, assembly, and expressing opinions, the right to life, the right to security, and so on. Furthermore, from the economic, social and cultural issues, the point of view will be focused on several cases of natural resources and intimidation experienced by environmental fighters. In addition, the issue of Papua is given emphasis in this report because it has a special findings related to the escalation of human rights violations. In this report, it will not escape the development of the state’s response in resolving past human rights violations.

Page 67: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Civil and Political Rights Sector

Page 68: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

7

The global social and political context shows the turmoil marked by mass action in the past year in several countries, such as Argentina, Brazil, Bolivia, Hong Kong, Spain, Venezuela, and others. This large mass wave represents a variety of political, economic, government and human resources systems. However, the growth of movements in each country shows at least several similar phenomena: the fundamental failure of the political system in a country and the neglect of human rights so that it results in distrust of political leadership in a country.

Recently, almost all countries in Southeast Asia experience serious human rights violations, narrowed space for the civil society organizations and the media, and symptoms of damage to democratic institutions by silencing dissent and tolerance of corrupt practices.2 The condition has become a trend in a country to be used as an excuse to encourage economic growth. In fact, the incessant drive for economic growth does not go hand in hand with improving people’s welfare. Public involvement in the formulation or public participation in development was not heeded. This can be seen from a number of statements issued by public officials recently.3 The direct or indirect impact of the promotion of economic growth is its consequence on civil liberties. As a result, in order to facilitate development - as well as the use of a narrative of stability and security - the state “teaches” a silencing of civil liberties.4 One measurable reflection of this portrait is the report of The Economist Intelligence Unit’s (2018) Democracy Index which states that Indonesia experiences a decline in democracy in line with the global trend of “a democratic recession”.5

2 See more: https://lokataru.id/wp-content/uploads/2019/11/shrinking-space-asean-country-2.pdf accessed on 27 November 2019 at 19.34 WIB.

3 https://www.thejakartapost.com/news/2019/11/27/dilemma-of-democracy-tito-says-nondemocratic-countries-have-better-economic-growth.html?utm_term=Autofeed&utm_medium=Social&utm_source=Twitter# Echobox= 1574827276 accessed on 27 November 2019 at 19.20 WIB.

4 https://katadata.co.id/berita/2019/10/18/kebebasan-berekspresi-disebut-mundur-moeldoko-demi-stabilitas accessed on 27 November 2019 at 19.20 WIB.

5 https://www.economist.com/media/pdf/DEMOCRACY_INDEX_2007_

Page 69: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

8

Nevertheless, there are various factors that causig the degradation of the democracy condition in a country. In this section, KontraS will describe several matters related to the human rights incidents from the civil and political sector that become the benchmark of the democracy condition and fulfilment of human rights in Indonesia.

II.1. Civil Liberties: Sacrificed

In the element of civil liberties, KontraS summarizes it in two parts, namely freedom of expression and freedom of religion, belief, and worship. However, this division cannot be seen as a limitation given the principle of human rights where rights cannot be separated and interdependent with one another. In practice, freedom of peaceful assembly is interconnected with several other rights, such as the right to freedom of association, expression and opinion, worship and belief, movement and relocation, liberties and the right to security. All of these rights are categorized into fundamental freedoms which are a prerequisite for democratic countries, such as Indonesia.

Based on KontraS monitoring, incidents of violations of freedom of expression during the past year (December 2018 - November 2019) reached out 187 events, with a massive number of victims of

v3.pdf accessed on 27 November 2019 at 20.00 WIB.

Page 70: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

9

arbitrary arrest and detention of 1,615 people. Trends in violations of freedom of expression, assembly, and expressing opinions are soaring in the form of forced dissolution, ill-treatment and killings. This is relevant if it is associated with a series of mass action events in large numbers in almost all major cities in Indonesia and in Papua that occur throughout the year.

This repressivity was also aggravated by the government’s poor response to public efforts to demand changes in situations that also often get intimidated. From the large group of events above, security forces often act repressively in handling mass actions.6 In addition, repressiveness also emerged against political opponents who showed the strengthening of the partisan political role.7 These restrictions on freedom of expression also often occur to groups that are using their constitutional rights to balance the state narratives, such as the May Day 2019 action, May 21-23 riots, and a series of Papuan demonstrations against the racism, and student actions throughout Indonesia on 23-30 September.

6 See more: KontraS Report on Freedom of Assembly https://kontras.org/2019/12/06/menemukan-pola-pembatasan-kebebasan-berkumpul/

7 https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2018.1549918 accessed on 28 November 2019.

Page 71: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

10

The repressive approach, the excessive use of force and even lethal as a new procedure for security forces in handling mass actions. The deaths of Randy and Yusuf in Kendari as well as Akbar and Maulana in Jakarta8 are dreadful records on freedom of expression in Indonesia where after two decades the Reformasi of the conditions of civil liberties remains a major problem in democracy. In addition, this is supported by the absence of an effective state accountability mechanism and is able to provide justice to victims when trying to examine internal and external accountability spaces of the practice of forced dissolution of freedom of assembly in some cases. The lack of accountability and weak and ineffective correction mechanisms results in repeated violations of the right to freedom of expression.

According to the numbers of cases, KontraS found several patterns in handling massive mass action, these are:

First, the interpretation of arbitrary discretion causes casualties, such as the use of firearms and beatings. Second, against the detained mass action members along with the persecution that impacted to several injuries and unconsciousness. Third, access to visit the victims

8 The police even openly stated that 256 people were injured and 94 people were secured in Jakarta in connection with the demonstration. See: https://www.aljazeera.com/news/2019/09/indonesia-protests-80-students-hurt-police-clashes-190925044211780.html dan https://theconversation.com/riots-in-west-papua-why-indonesia-needs-to-answer-for-its-broken-promises-122127 diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.21 CET. Sumber lain menyatakan setidaknya 40 orang dirawat di rumah sakit di Sulawesi Selatan dan 28 orang di Palembang. Lihat https://www.theguardian.com/world/2019/sep/24/thousands-protest-against-new-criminal-code-across-indonesia accessed on 5 December 2019 on 02.25 CET. Another source stated that 500 people were secured from all over Indonesia related to this demonstration. See: https://www.channelnewsasia.com/news/asia/indonesia-protests-legal-reforms-hundreds-arrested-11959072 accessed on 5 December 2019 at 02.26 CET. Including one of them is musician Ananda Badudu who was arrested for raising funds for the demonstrations. See https://www.abc.net.au/news/2019-10-02/students-dead-activists-arrested-amid-protests-in-indonesia/11561714 accessed on 5 December 2019 at 02.23 CET. Other events related to this action are the rampant reports of the disappearance of dozens of students and students after the demonstration. See: https://www.thejakartapost.com/news/2019/10/19/students-reportedly-dismissed-from-school-after-joining-protests.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 02.35 CET.

Page 72: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

11

who were detained was limited and there were also incommunicado (without access to information). Fourth, did not prioritizing serious legal mechanism to investigate the perpetrators that impacted the death of the mass action members.

For Indonesia, the context of freedom is an important indicator for measuring community participation. A country can be defined to be democratic if the process involves the participation of the community and is supported by an optimal balance in all institutions of the state power (executive, legislative, judiciary, and supporting state institutions) including the existence of mutual control mechanisms (checks and balances). Democracy requires accountability. Its emphasis the capacity of the state to carry out the responsibility (accountability), the capacity of the state to respond to the problems faced by the community or justify a policy on the basis of the public needs (answerability), and the ability of the state to implement policies with strict corrective standards (enforceability).

Freedom of Religion, Belief and Worship: Repetitive violations

The failure of the state in carrying out its accountability can also be seen from the issue of freedom of religion, belief and worship. During December 2018 to November 2019, 70 events were recorded with the majority of prohibition and persecution. The number of violations of the freedom of religion, belief and worship is in the spotlight each year because it is a homework passed down from regime to regime. Apart from the existence of policies that are contrary to the constitution, the incidents are also caused by a weak law enforcement to the perpetrators who commit criminal acts in the realm of freedom of religion, belief and worship.

Page 73: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

12

On the other hand, intimidation of certain religious communities and barriers to worship continued to strengthen. One of the most recent and emblematic cases is the dismissal of the Hindu community worship activities (piodalan) in Bantul Regency, Yogyakarta Province, by a group of people who claim to be local villagers.9 The involvement of the state, in this case through the local police chief, which is not protecting minorities is a particular problem for the conditions of freedom of religion, belief and worship in Indonesia. At that moment, the state was even seen neglecting precisely on the grounds in resisting to be involved in matters of interfaith relations. Even though the tension between the religions has been running towards the use of violence. From this case, the problem of the existence of intolerant groups who do not get an evaluation of their actions towards minority groups needs to be a particular concern. Moreover, state officials at the central level dared to “attach” to protect the existence of these groups.10

9 https://regional.kompas.com/read/2019/11/15/06360041/fakta-upacara-piodalan-di-bantul-dibubarkan-warga--umat-hindu-butuh-rumah?page=all accessed on 29 November 2019.

10 https://cnnindonesia.com/nasional/20191127180308-20-452069/menag-

Page 74: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

13

The impact of intolerant groups protected by the state and great potential for arbitrary actions, one of which also occurred in Samarinda when a number of residents (Majelis Rasulullah Assabatu Sahabah) carried out raids on groups suspected of spreading heretical sects and reportedly engaged in immoral activities among fellow worshipers although this cannot be ascertained because there is no evidence.11

From this series of incidents, both the local government and the police should have the tools to make early detection of potential attacks and subsequent persecution of minority groups. In addition, the state should have particular actions when an attack incident occurs in response to the state’s presence in providing protection and a sense of security. The absence of preventive action or response to those involved in the persecution incident resulted in intolerant groups that could easily spread hatred and judgment viruses against minority groups that were considered to be contradictory or different without concern for legal proceedings.

saya-orang-pertama-yang-dorong-izin-fpi-diperpanjang accessed on 28 November 2019.

11 https://medan.tribunnews.com/2019/10/08/geger-warga-gerebek-tempat-yang-diduga-aliran-sesat-diduga-lakukan-aktivitas-asusila-antar-jamaah? page=1 accessed on 1 December 2019.

Page 75: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

14

The condition of civil liberties can be further depressed by the emergence of new policies which have gaps in silencing those who are considered different. The policy that has been under the spotlight recently is the existence of the 11 Ministerial Joint Decree (SKB) stipulating the regulation of the synergy of ministries and institutions in the context of handling the radicalism of the State Civil Apparatus (ASN).12 The existence of this decree will be dangerous for freedom of expression where the State Civil Apparatus in the name of “radicalism” can be dismissed. The silencing effort on the accusation of radicalism is very dangerous and increasingly adds to the state’s way to suppress citizens after it is rampant to be convene through the Electronic Information and Transaction (ITE) Law in the digital sphere and the repression of security forces in the field.

From the explanation above, there is an increasing trend in the form of restrictions on the space for fundamental civil liberties. Looking through the global context, the same conditions afflict several countries in Asia and Europe where laws and regulations that emerge to limit the rights of citizens to assemble and exercise their rights. The silencing efforts that occur are in fact often motivated by the reason of security stability or simply facilitating economic growth. In fact, the limitation of civil space will not make conditions more comfortable and will instead create panic (panic narrative). Even by turning off sounds (especially dissent), the state allows injustice so that social tensions increase which eventually forces people into the streets (protests).

Restrictions on freedom are often used as tools to repress fundamental rights which should ideally be protected under any circumstances (such as the right to freedom of religion, worship and belief), both in peacetime and in conflict (for example Papua). There has been no change in the structure or culture of the security forces in carrying out

12 https://news.detik.com/berita/d-4799859/skb-penanganan-radikalisme-asn-dikritik-simak-lagi-isinya/2 accessed ob 28 November 2019. See also: https://www.dw.com/en/indonesias-internet-law-limits-freedom-of-expression/a-19568549 atau https://www.newmandala.org/the-role-of-social-media/ accessed on 5 December 2019 at 03.06 CET.

Page 76: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

15

some of its main functions, such as law enforcement and protecting individuals and society.

II.2. Death Penalty: Unfair Trial and Ineffective Punishment

Since the third batch of execution that was carried out in mid-July 2016, the government has not carried out the process of execution of death-row inmates. However, the conviction of prisoners still continues. In KontraS records, at least some courts still apply death sentences, especially for certain types of crimes. During December 2018 - November 2019, there were 40 incidents of death sentences carried out by the court. The sentence was given to 27 narcotics cases and 13 murder cases. Of these cases at least 89 people were sentenced to death. Among those numbers, 35 people were sentenced to death at the first phase of trial in District Court (PN) while one case was sentenced by the Supreme Court (MA). Related to the distribution of territories, the courts in the North Sumatra region occupy the top position of 10 (ten) death sentence sentences.

According to the data above, some notes that need attention are as follows:

First, as Indonesia elected to become the UN Human Rights Council was not immediately followed by a commitment to guarantee the

Page 77: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

16

protection, fulfillment, and respect of human rights, especially those related to regulations in the process of implementing the death penalty. The application of the death penalty with the representation of the figures above has quite clearly demonstrated the absence of government commitment, especially for the right to life which cannot be reduced under any circumstances. The government should commit to a moratorium and evaluation of the application of the death penalty. This moratorium should not only be limited to the moratorium on the implementation of the executions but must also be followed in the process of imposing a death sentence.

This is important because the application of the death penalty is not just an execution process but is closely related to the criminal justice process that results in a death sentence. Consideration needs to be given since the investigation process where the potential use of articles containing the application of the death penalty is wide open. Some cases related to the death penalty do not go through a fair trial process (undue process), specifically related to the protection of rights as suspects. This unfair trial process contributes a significant amount to the death sentence. The cases of Mery Jane Veloso, Zulfikar Ali, Rodrigo Gularte, Yusman Telaumbanua, and several other cases can illustrate that there were unjust procedures experienced by death-row inmates.

Therefore, the basis against the death penalty does not mean nullifying the alleged criminal offenses committed by the convicted persons (although in some cases, there are several death-row inmates who actually innocent), but departs from efforts to minimize violations of the rights of the convicted persons. Thus, the question of the government’s commitment in its position as the UN Human Rights Council becomes relevant, especially in the absence of an evaluation process for the implementation of capital punishment in the domestic context.

Second, due to the vary of the death sentence by the court, especially the first phase of trial, show that the application of the death penalty tends not to be done based on the precautionary principle. In some cases, the court tends to grant the demands of the Public Prosecutor

Page 78: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

17

(Jaksa Penuntut Umum - JPU), especially for narcotics and murder cases. This precautionary principle is very important because the court is the last filter and fortress in protection, fulfillment, and respect. Some cases can be used as valuable lessons, such as the case of Mery Jane Veloso who is a victim of human exploitation/trafficking, the case of Yusman Telaumbanua where the district court is disproportionate in seeing the degree of violations of the perpetrators (quoted from the judges at the review level), or the Alm. Zulfikar Ali case which during the investigation process experienced an unfair trial.

Eventhough the facts above have been presented in the trial process and used as evidence in defense documents, in fact the panel of judges did not consider or at least explore information related to this matter. Whereas in the case of Indonesia which still applies the practice of the death penalty, tightening application of the death penalty should become an obligation in the judicial process so that the prosecutor and the judges do not easily impose a death sentence. The main victim of this process is ultimately the right to life. The precautionary principle must be the main thing that needs to be taken by the government immediately amid the reluctance to abolish the death penalty.

Third, related to the politics of the death penalty, KontraS stipulate that the execution is nothing but a political arena (both national and international politics). This can be seen from the number of executions carried out by the Government in 2015 and 2016. The executions were carried out in support of and gaining public satisfaction to the government despite the mounting of international pressure. On the other hand, when Indonesia tried to nominate to become a member of the UN Human Rights Council, discourses of executions began to be excluded. This is strongly related to the strategy of passing Indonesia to become a member of the UN Human Rights Council despite the fact that Indonesia’s real conditions and the government’s commitment to human rights are far from the priority (as stated in the first point). Therefore, there is no exaggeration to state that the death penalty is not carried out solely for the sake of “law enforcement processes” but is often used as a political tool of imaging.

Page 79: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

18

This is dangerous because the stakes are the right to life that is non-refundable. On the other hand, a moratorium which only applies to execution and not a sentence plus the absence of legal guarantees, causes the government to “keep” a list of death row inmates who can be executed at any time. By re-picking public sentiments towards crime and public support for the government, executions can be a powerful tool to hook political support for the government. Indonesia currently has 11 death row inmates in the process of waiting to be executed. To dismiss the above statement, the government should show its commitment to conduct a moratorium on the death penalty (both demands, verdicts, and implementation) and conduct a comprehensive evaluation of those convicted who have received death sentences and are currently waiting (death row).

This is dangerous because the stakes are the right to life that is non-derogable. On the other hand, a moratorium which only applies to execution and not a sentence, including the absence of legal guarantees, causes the government to “keep” a list of death-row inmates who can be executed at any time. By re-picking public sentiments towards crime and public support for the government, executions can be a powerful tool to hook political support for the government. Indonesia currently has 11 death-row inmates in the waiting list to be executed. To counter the statement above, the government should show its commitment to conduct a moratorium on the death penalty (both demands, verdicts, and implementation) and conduct a comprehensive evaluation of those convicted who have received death sentences and are currently waiting (death-row).

Fourth, the justice process for death row inmates which tends to be unfair in the trial process also occurs when the convicts undergo a death row in the Correctional Institution (LAPAS). In KontraS report related to the conditions of prison for death-row inmates, there are number of important problems that must be immediately resolved such as medical conditions (physical or mental), communication with the outside world, as well as related to the feasibility of conditions of detention. Even though the Ministry of Law and Human Rights through the Directorate General of Correctional Institution (DitjenPAS) claims to have implemented the Mandela Rules principle, in fact there are

Page 80: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

19

still number of violations forms of the rights of convicted persons, especially those sentenced to death.

Related to the mental health, death-row inmates can actually be said to experience mental health disorders when sentenced to death by the court. However, fulfillments related to mental health access to these convicts have never been facilitated by the state and even tend to be ignored. This has bad implications for the death-row inmates during the process of implementing the detention period. Even in worse conditions where it is actually the effect of not fulfilling access to mental health, the state tends to give the wrong treatment, such as placing the prisoners in solitary confinement or committing acts of violence. This response adds to the adverse effect on the mental health conditions of death row inmates. In addition, there are several factors that can affect mental health conditions in addition to sentences to death-row inmates, such as overcrowded conditions in the prison and interrupted communication access with the outside world.

II.3 Human Rights Defenders: Under Surveillance and Attack

Human rights defenders are entities that are critical of the government in an effort to ensure the country takes the actions needed for the fulfillment of human rights. The movements of the human rights defenders are critical and often not in line with the government’s agenda, making Human Rights Defenders often positioned not as an important element in democracy and fulfillment of human rights, but as enemies of national security that need to be removed. Vulnerability in the work of human rights defenders can be seen by its activities which is in a very limited scope in generating their ideas, ideas, and publishing findings that are considered important for changing a higher quality government system in the interests of the general public. However, protection for human rights defenders remain fragile. In some cases, the state has sentiment and considering human rights work as a resistance to the government.

Page 81: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

20

Through a UN General Assembly Resolution, the notion of ‘human rights defenders’ has formally been recognized since 9 December 1998 to coincide with the 50th anniversary of the Universal Declaration of Human Rights. The meaning in the Declaration clearly states that human rights defenders are those who individually, collaboratively or in groups with others, carry out certain activities or movements for the promotion or protection of human rights.

Based on KontraS monitoring, for one year (December 2018 - November 2019) there were 161 incidents of violence experienced by human rights defenders. The categorization of human rights defenders compiled by KontraS comes from various backgrounds, such as students, journalists, laborers, Papuan activists, environmental activists, communities, and activists in general. From the data recorded, human rights defenders with the status of students become the dominant victims over the past year with the actions experienced in the form of repressive acts, arbitrary arrest, and ill-treatment. Meanwhile, in general, the condition of human rights defenders is quite diverse with the majority of cases being arbitrary arrested by the police.

Some of the cases that become the focus of KontraS were attempted killings of the Executive Director of the Indonesian Forum for the

Page 82: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

21

Environment (WALHI NTB) West Nusa Tenggara (NTB), Murdani, who experienced an arson attack along with his 3 family members, his wife and two children.13 In addition, there are cases of death of environmental and human rights defenders, Golfrid Siregar, who is also an activist from the Indonesian Forum for the Environment North Sumatra (WALHI SUMUT). Golfrid was discovered in the early hours of the morning, Thursday, 3 October 2019, in a very critical condition due to severe injuries in the cranium. Golfrid was taken to hospital until he finally died on Sunday (October 6).14

Cases of violence that lead to death or attempted murder that occurred in Indonesia and various other countries, can not be separated from the activities of environmental and human rights defenders who fight for the rights of society and the environment

13 https://kontras.org/2019/01/31/upaya-pembunuhan-direktur-walhi-ntb-negara-gagal-lindungi-pejuang-lingkungan-hidup/ accessed on 29 November 2019 pukul 13.00 WIB.

14 https://kontras.org/2019/10/21/usut-tuntas-kematian-aktivis-golfrid-siregar-hadirkan-negara-untuk-lindungi-pembela-ham/ accessed on 29 November 2019 at 14.30 WIB. See also: https://www.theguardian.com/world/2019/nov/10/of-two-journalists-leads-to-arrest-of-indonesian-palm-oil-boss dan https://news.mongabay.com/2019/10/environmental-activist-death-murder-indonesia/ accessed on 5 December 2019 at 02.32 CET.

Page 83: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

22

from the threat of destruction by the corporation and its effects such as the loss of houses, livelihoods and environmental damage. Various reports of human rights organizations show that environmental and human rights defenders are very vulnerable to attacks/threats while working to expose cases of human rights violations and serious environmental damage.

By looking at some important things that are the focus, then the protection of human rights defenders can include several things, namely: First, legal protection. This protection is not only related to the existence of a law that guarantees the protection of human rights defenders, but also eliminates laws that have the potential to threaten human rights defenders. Second, guarantees and supports the activities of human rights defenders. This relates to the effectiveness of human rights defenders in defending, for example the right to obtain information to communication either with government or non-government. Third, recognition of defense activities by human rights defenders. This includes guaranteeing the defender’s immunity related to their defense activities.

Page 84: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Economic, Social and Cultural Sector

Page 85: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

24

In the midst of the raging trade war and uncertain global economic situation, the Government has taken the road to prioritizing the creation of an easy doing business climate and encouraging various stimuli to increase the flow of foreign investment into Indonesia (foreign direct investment). For a period of one year, from December 2018 to November 2019, KontraS conducted a findings of President Joko Widodo’s speech. From that search, KontraS found 317 speeches. Among the 317 speeches, we literally took inventory of the word human rights with infrastructure. We found there were 209 times the word “infrastructure” was put forward while for “human rights” only 12 times. From these findings, we try to interpret it as a regime’s perspective on policy through statements made. To achieve this, the government has made political stability the main support including when it comes to sacrificing democracy and civil liberties. Although it looks awkward, as reflected in statements from the President and a number of ministers who often try to justify themselves by referring to the good economic level achieved by a number of countries that do not adhere to a liberal democratic system.15 This awkward attitude shows a lack of confidence in the effectiveness of government measures, as well as showing a narrow understanding that economic, social and cultural rights are often opposed to civil and political rights.16

In the economic, social and cultural rights sector, KontraS recorded a number of cases of attacks, both through legal and non-legal against human rights defenders and citizens who defend their rights in agrarian conflicts, mining and environmental disputes arising in various corners. KontraS also noted the attitudes and government policies that tended to be ambivalent between the desire to protect people from pollution and environmental damage, and the government’s desire to facilitate the investment climate, including designing an omnibus law as an effort to simplify business licensing, job creation,

15 https://ekonomi.bisnis.com/read/20190716/9/1124767/menkeu-sri-mulyanidulu-investasi-datang-justru-saat-pemerintah-otoriter accessed on 1 December 2019 at 17.32 WIB.

16 https://www.thejakartapost.com/news/2019/10/22/jokowi-under-fire-for-failing-to-address-human-rights-in-inauguration-speech.html or https://www.

Page 86: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

25

improving the taxation system, to the desire to eliminating the obligation to analyze environmental impacts (AMDAL).

A more specific description of human rights conditions relating to issues of natural resources, the environment, and issues of fundamental rights, is described in the following explanation:

III.1. Small Islands and Human Rights: Exploited and Neglected

Until the end of President Joko Widodo’s leadership in the first period (2014-209), the state did not have special attention regarding small islands and fulfillment of human rights. These small islands are almost untouched in terms of development because the country focuses on the densely populated large island mainland. This condition can be seen from the community services that are far from standards in the health, education, transportation, and aspects related to the basic needs of the community. The Maritime Axis proclaimed by the Jokowi Government in Nawa Cita should make the coast and small islands the front yard of Indonesia. The sea, coast and small islands should not be placed as economic commodities to be exploited.

KontraS conducted research on three small islands in Indonesia, Sunut Island (East Lombok), Bangka Island (North Sulawesi), and Romang Island (Southwest Maluku). The three islands have different background problems but have the same impact, namely the investment that is present there does not make the community prosperous and on the contrary the presence of investors has actually made the environment damaged. On Sunut Island, the presence of investors under the guise of tourism caused all islanders to move to the mainland with promises that were never kept. The existence of a mine on Bangka Island clearly received strong opposition from residents because in addition to taking up half of the land area of Bangka Island, mining operations also damage the surrounding

newmandala.org/jokowinomics-gambles-with-indonesias-democratisation/ atau https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/the-danger-of-rejecting-democracy-for-the-sake-of-economic-growth/ accessed on 5 December 2019 at 03.04 CET.

Page 87: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

26

environment. The condition of the beach has become dirty, massive deforestation has occurred, and its impact is causing the water for residents to become unfit for consumption. The presence of the mine also has the potential to permanently damage/eliminate Bangka Island.

On the other hand, there are traditional fisheries, tourism and agriculture businesses that are immediately severely disadvantaged and threatened to continue if mining continues. Meanwhile, from eastern Indonesia, the people of Romang Island must vis-à-vis with mining companies that dredge the natural wealth in the form of gold on the island. The surrounding community did not get a positive impact from the exploitative activities. The presence of mining companies has the potential to disrupt the sustainability of life on Romang Island.

The latent impact of investment with a model like this is the closure of systemic problems that occur in small islands, such as health, education, and socio-cultural aspects. Instead of upholding human rights, the government prioritizes extractive-based investment projects with business schemes involving private entities. Contrary to that, the fulfillment of human rights on small islands does not receive the attention of the government.

Beyond the problems that arise due to third parties present, small island communities have been confronted with systemic problems that make it difficult for them to carry out their daily activities. For example, access to transportation, electricity, health, and communication. Health problems on Romang Island, for example, are very limited to be accessed by people who live on small islands. The presence of third parties actually creates more new problems and closes existing systemic problems. In determining the management of small islands, the country should see the condition of the island that will be the target of development. The state must prioritize integrated planning before pushing the pace of investment in any sector to the small islands. The main things that must be considered in the plan include the ecosystem, carrying capacity of the environment, preservation of natural potential, as well as the continuity of life and

Page 88: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

27

culture of the community, especially on the small islands.

Recognition of human rights in development faces many challenges, especially from a narrow perspective and believes that human rights are obstacles in development. This view then becomes legitimacy for development that violates individual rights so that it leads to repressive practices, restrictions on people’s participation, and exploitation, both natural resources and human resources.

Humans are the central subject of development and all humans have a responsibility in development, both individually and collectively by taking into account the need for full respect for human rights and fundamental freedoms. Here, the state has an obligation to formulate the suitability of national development policies to achieve its goal of increasing the welfare of the greatest number of people on the basis of active activity, freedom, and meaningful participation and equitable distribution of benefits.

Through the authority of the central government, efforts to develop from the edge should be interpreted by building based on ecological carrying capacity that is in line with the existing human resources in small islands. The concept of building from the edge should not be implemented in the form of opening a large-scale destructive investment tap, moreover its presence is detrimental to the community and the environment as is evident at least in Bangka

Page 89: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

28

Island, Sunut Island, and Romang Island.

III.2. Investment Ambition Promote Exploitation

The efforts of the state to encourage investment do not seem to notice the impact arising from the decision. Regarding the environmental impact which is a concern for KontraS on the sustainability of foreign investment in Indonesia, Indonesia should take into account the risks of environmental impacts and human rights that can arise due to the implementation of this mega project in Indonesia. As we can see, that based on KontraS records, the environmental impact caused by business and economic activities has affected the community. In particular indigenous peoples and environmental pollution are getting worse. Below, KontraS will describe several cases related to investment issues which ultimately impact on the exploitation of the environment, social and culture even further at the expense of the community.

III.2.1. Creating Conflict, Threatening Cultural Heritage; Case of PT. EMM

Waves of rejection of PT. Pure Mineral Gold (PT. Emas Mineral Murni – EMM) continues. The rejection was not only spoken by the residents affected but also carried out by various elements, one of which was from the student element. Demonstrations have been carried out from 9 to 11 April 2019. The demand is to ask the Governor of Aceh to act on the issuance of a production permit by the Investment Coordinating Board (BKPM) against PT. EMM.

PT. EMM is a Foreign Investment (PMA) mining company in which the majority shares are controlled by Beutong Resources Pte. Ltd (Singapore) with a percentage of 80%. Mining business permit for production operations was issued on December 19, 2017 through the Decree of the Head of the Investment Coordinating Board (BKPM) Number 66/1/UP/PMA/2017 for gold commodities with an area of 10,000 hectares (Ha). IUP production operations issued are considered odd because the AMDAL issued on December 3, 2012 is

Page 90: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

29

intended for 3,620 hectares and not 10,000 hectares.

In addition, in terms of authority, the party that issues the IUP also has legal problems. The issuance of Production Operation IUP in the Aceh region is legally the authority of the Government of Aceh and not BKPM. This is regulated in Article 165 paragraph (2) of Law Number 11 Year 2006 regarding the Government of Aceh stating:

“The Aceh Government and district/city government in accordance with their authority can attract foreign tourists and provide permits related to investment in the form of domestic investment, foreign investment, exports and imports by taking into account national norms, standards and procedures.”

KontraS sees that if PT. EMM’s gold mining activities operate, it is not impossible, a prolonged conflict will occur in Aceh. Considering in the mining area there are 11 (eleven) cultural/historical heritages that are considered sacred by local residents. The place of heritage is in Gunong Lhee Sagoe with a historical heritage in the form of the Tomb of Teuku Beutong (Poe Nanggroe), Tomb of Teuku Alue’s feet, Tomb of Teuku Alue Arrow, Tomb of Teuku Alue Ilee, Tomb of Tgk. Alue Baro, Tomb of Tgk. Trieng Beutong, Tomb of Tgk. In Tungkop, Tomb og Tgk. Pakeh, Tomb of Tgk. Bantaqiah, Tomb of Pupils of Tgk. Bantaqiah (KM 7), and Cut Nyak Dhien historical site.17

“There are many tombs of martyrs here. Thus, PT. EMM cannot open a gold mine here,” said Tgk Diwa.18 He is one of the figures in Beutong Ateuh who rejected PT. EMM because if the company operates it can threaten the tombs of the martyrs.

Referring to Law Number 11 Year 2010 regarding Cultural Heritage, in fact these sites can be classified as cultural heritage because they have a special meaning for history, science, education, religion, and/or culture. The government is burdened with the obligation to defend

17 Those tombs are known as the cultural heroes and figures during the historical centuries in Aceh. Cut Nyak Dhien also consider as a national hero.

18 https://www.merdeka.com/peristiwa/geger-emas-di-perut-bumi-aceh.html accessed on 2 December 2019

Page 91: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

30

and protect the cultural preservation.

Based on Law Number 30/2014 regarding Government Administration, the government in exercising its authority must pay attention to the general principles of good governance. However, there are two principles that the government does not pay attention to in this regard, namely the principle of accuracy and the principle of public interest. First, the government is not careful because the decision is not based on the fact that at the mining site there are 11 cultural heritage that must be protected. Second, the government does not prioritize the principle of public interest because the people affected do not agree with the mining activities.

Furthermore, one of the other triggers is the case of past human rights violations which until now has not been resolved by the Government. The case in question is the case of Tgk. Bantaqiah which occurred on July 23, 1999. Right on that date, there had been a murder committed by the military against Tgk. Bantaqiah and the students. At that time, Tgk. Bantaqiah was accused of storing weapons and was considered to support the Free Aceh Movement (GAM). On these groundless accusations, the security forces carried out a shooting which left 56 (fifty-six) people dead, including Tgk. Bantaqiah and his son, Usman Bantaqiah. The location of the incident was in Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya Regency, Aceh which is right in one of the gold mining areas of PT. EMM.

With the threat of the existence of tombs that are considered sacred and cases of past human rights violations that are not completely resolved, will have an impact on increasing tensions between the people of Aceh and the Central Government. If it is continued and left unchecked, it is not impossible and just a matter of time a conflict will occur which is detrimental to many parties.

III.2.2. Committeed to the promises, breaking again: Case of PT. WKS

The land conflict between PT. Wira Karya Sakti (PT. WKS) and farmers in Jambi is a very long-standing and unresolved problem. Conflict

Page 92: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

31

occurred between PT. WKS with Independent Batanghari Farmers Union (SMB). Settlement of land conflicts has been handled by the Jambi provincial government which later formed the Integrated Conflict Resolution Team. The formation of the Integrated Team was apparently not long and was unable to resolve land conflicts that occurred.

This Integrated Team was formed to resolve land conflicts that exist in the Jambi region, one of which is the area of SMB farmers’ and PT. WKS. However, the independence of this team is doubted by the farmers, where the integrated team tends to take side with the company. On 12-13 July 2019, the integrated team promised to descend to the location of the conflict and intend to resolve the land conflict. However, after a long wait, the integrated team did not come. Furthermore, on July 13, 2019, SMB farmers intend to reclaim land in District VIII. About 15 members of the SMB farmers came to the company-owned camp and asked for the land to be cleared. However, at that time there were members of the National Military who were guarding the camp and banning the efforts of SMB farmers. Until there was a clash between members of the National Military on guard with the SMB farmers. At the time of the incident, SMB farmers found 1 box of bullets in the office of PT. WKS and then bring it.

On July 14, 2019, the Tanjung Barat Military Command (KODIM) invited SMB farmers to make peace and asked for the bullets previously taken to be returned. During the meeting, the two parties agreed to make peace. However, a few days later, the Post I owned by SMB farmers was burned by an unknown person and until now the arson case has never been investigated by the police. On the contrary, on July 18-19, 2019, the police arrested the SMB farmers who allegedly committed violence against members of the Military Command in the previous incident. Police officers came to the Post I owned by SMB farmers and made arrests using violent methods such as trampling, beating, shooting with tear gas, rubber bullets and live ammunition, and even the captured farmers were also stripped naked. The Police also destroyed the facilities contained in Pos I and leaked motorbikes owned by farmers. At the time of arrest, the police also did not bring or submit an arrest warrant.

Page 93: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

32

The arrested farmers were then taken by the Police to the office of PT. WKS located in District VIII. Arriving in District VIII, the TNI and Police officers were waiting for the arrested SMB farmers. The arrested farmer was brought into the office of PT. WKS and tortured by the authorities. There was also a farmer who was tortured in a closed room and when he came out, his body was bleeding. The farmers who were arrested were not only men, but also women and children. They can only cry when they find out their family or acquaintances are being tortured.

Meanwhile, after the arrests were made, the Police carried out sweeping of other SMB farmers. Residents are prohibited from entering their land. The Police together with the Integrated Team has leveled the land previously occupied by farmers. This action was conveyed directly by the Police through the news on July 23, 2019.19

The case experienced by SMB farmers is a serious human rights violation in the resolution of land conflicts which also often occur in Indonesia. Not only that, the resolution of land conflicts often leads to patterns of criminalization and violence against victims. This shows that agrarian reform20 has not been implemented by the government. The police cannot be a party that is constantly confronted with the community in dealing with land disputes that often occur in various regions in Indonesia. Land conflicts, which are the root of the problem and have never been completely resolved by the government, encourage dialogue space between the government, the police, and especially the people affected by events like this.

19 https://www.beritasatu.com/nasional/565958/polda-jambi-tutup-markas-kelompok-serikat-mandiri-batanghari accessed on 7 December 2019 at 09.30

20 On another occasion, for example Walhi noted that conflicts between oil palm companies and the community affected 52,000 families. See: https://www.thejakartapost.com/news/2019/02/19/land-disputes-still-common-putting-farmers-future-in-jeopardy.html or https://environmentalpaper.org/2019/10/new-study-reveals-asia-pulp-paper-app-involved-in-hundreds-of-conflicts-with-local-communities-as-haze-crisis-in-indonesia-intensifies/ dan dampaknya pada masyarakat adat dapat dilihat pada https://www.forestpeoples.org/en/node/50432 accessed on 5 December 2019 at 02.51 CET.

Page 94: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

33

III.2.3. Marginalization efforts against the vulnerable groups: Case of PT. BSI

The existence of gold mining in Banyuwangi Regency21 has a negative impact on the environment and people who live and depend on the Tumpang Pitu Mountains. After the presence of PT. BSI in the Tumpang Pitu Mountains, the welfare of fishermen and farmers living in the region has decreased. In August 2016, there was also a mud disaster coming from the mining concession area which resulted in the reduction in the catch of fishermen. Adverse effects are not only experienced by fishermen, farmers who grow crops in the area around the Tumpang Mountain Plateau are also affected. Agricultural production decreases and migration of forest animals, such as pigs, deer, and so on to agricultural areas and residents’ settlements, results in increased farmland for farmers.

In addition to environmental damage caused by mining activities in the Tumpang Pitu Mountains region, criminalization is also experienced by residents who reject mining activities and defend for good and healthy environmental rights in the Tumpang Pitu Mountain region. Heri Budiawan (Budi Pego) is one of the victims of criminalization due to refusing mining activities carried out by PT. BSI.22

21 The mining company PT. Bumi Sukses Indo (PT. BSI) is located in the Tumpang Pitu Mountains and PT. Damai Sukses Indo (PT. DSI) is located in the Salakan Mountains which includes the areas of Sumberagung Village, Kandangan Village, Sarongan Village, Pesanggaran Village, Sumbermulyo Village, Pesanggaran District, Banyuwangi Regency, East Java. The existence of PT. BSI is based on the Production Operation Mining Business License (IUP OP) issued by the Banyuwangi Regent through Decree of the Banyuwangi Regent Number 188/547/KEP/429.011/2012 dated July 9, 2012 and amended on December 7, 2012 with the Decree of the Banyuwangi Regent Number 188/928/KE/429.011/2012. Meanwhile, PT. DSI is based on the Exploration Mining Business License (IUP Exploration) with the issuance of Decree of the Regent of Banyuwangi Number 188/930/KEP/429.011/2012 dated December 10, 2012 and amended on January 20, 2014 with the Decree of the Regent of Banyuwangi Number 188/109/KEP/429,011/2014 .

22 Budi Pego was reportedly accused of spreading the teachings of communism/Marxism/Leninism at the time Budi Pego and the residents carried out a mine rejection action carried out by PT. BSI. Where at the time of the action there was a banner with a sickle hammer which was considered a communist symbol.

Page 95: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

34

Investment without respect for human rights will only lead to violations of other human rights and continues to recur. Human rights violations through the business sector that occurred in the Tumpang Pitu Mountains are one of the real cases that investment in Indonesia still does not pay attention to the protection of human rights, especially in weak power relations such as farmers and other marginalized people.

The banner did not belong to the mass of action and at the time the trial was held the public prosecutor could not present the banner in question.http://kontras.org/backup/home/index.php?module=pers&id=2457

Page 96: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Violence and Human Rights Violations in Papua

Page 97: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

36

In 2019, there was a significant escalation of violence related to the Papua issue. In terms of civil liberties, there has been an increase in repression received by civil society who express their opinions, especially those relating to the right to self-determination as well as Papuan independence. This repression along with aspirations for self-determination and strong international support for Papua.23

This repression is not only obtained by Papuans (Orang Asli Papua – OAP), but also other individuals who vocally convey ideas related to Papua.24 In terms of violence by the authorities, there are no signs of

23 International support for example can be seen from the Pacific Islands Forum which issued a statement that the UN High Commission on Human Rights must visit and report on the condition of Papua for the past year. This statement is exactly a week before the Surabaya incident occurred. See: https://www.theguardian.com/world/2019/aug/22/why-are-there-violent-clashes-in-papua-and-west-papua-explainer accessed on 5 December 2019 at 01.09 CET. Earlier, in early 2019, Benny Wenda, a prominent Papuan activist, met with the UN High Commissioner for Human Rights, Michelle Bachelet, while submitting a petition signed by 1.8 million people in support of an investigation into the Papua situation. See: https://thediplomat.com/2019/07/west-papuas-quest-for-independence/ accessed on 5 December 2019 at 01.15 CET.

24 One of them happened to a human rights lawyer who paid attention to the Papua issue, Veronica Koman. She actively speaks about the situation of Papua through his personal Twitter account. The police then named him a suspect on charges of spreading false news and issuing a red notice to Interpol to arrest him. See: https://jakartaglobe.id/context/police-issue-red-notice-to-interpol-to-track-

Page 98: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

37

avoidance from the methods or acts of violence. The data presented in this report are only those that were successfully obtained to describe the real conditions in Papua and West Papua. This is due to the difficulty of accessing information on various events, the low and limited exposure to the media, and worsen by restrictions on internet access by the government in a number of riots which have made it harder to work on human rights monitoring and are suspected as a new tactic in responding to the situation in Papua.25

Based on media monitoring, in the period of December 2018-November 2019 there have been 64 incidents of violence against the community that are dominated by shootings, ill-treatment and arrests. Among dozens of documented events, the number of victims recorded was 1,218 people divided into those who were arrested, injured and killed. This data also does not include major events, such as operations in Nduga which resulted in 182 deaths and tens of thousands of people displaced for months and riots in several areas following racist events in Surabaya and Malang in August due to difficulties in accessing information and data verification.

In terms of the freedom of association, expression and opinion, during the past year the issue of Papua has become a very vulnerable issue in the form of government repression when publicly expressed. Based on KontraS monitoring, there were 14 incidents of violations of the right to expression that occurred on the Papua issue resulting in at least 41 people injured, 7 killed, and 529 arrested. The most dominant perpetrators in violations of the right to expression in Papua are the Police and the National Military. The most dominant violation of the freedom of expression incidents is the dissolution of demonstrations/actions accompanied by violence and arrest. The real number can be ascertained above the number findings since there were several major events after the racism incidents at the Surabaya

and-capture-veronica-koman accessed on 5 December 2019 at 01.36 CET.

25 https://www.npr.org/2019/08/28/754276641/violence-follows-pro-independence-protests-in-indonesias-papua-region?t=1575317377044 accessed on 5 December 2019 at 01.38 CET.

Page 99: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

38

Student Dormitory in August26 and were followed by riots in Fakfak, Manokwari and Wamena where it was difficult to obtain real data on the number of victims. This has not been counted the effects of fear that arise and can not be quantified but the impact on freedom of expression. For example, after the riots in Papua, the government sent more than 1,000 troops to secure the situation.27

One pattern that emerges related to violations of the right to expression is the emergence of horizontal conflicts that should be suspected of being ignored by the security forces. This can be seen for example in the event of the dissolution of acts of violence in Malang on August 15, 2019 carried out by Community Organizations and left by the police officers who were then tasked with securing the action. In that case, the Police actually arrested mass protesters. A similar case occurred in the attack on the Nayak Student Dormitory, Jayapura City, on September 2, 2019. At that time, the residents of the dormitory had seen the potential of an attack and requested security from the Abepura Police Station but there were no police officers to secure the hostel so that there was an attack by other community groups. This incident resulted in one person killed and 16 injured. Based on the victim’s testimony, there were actually police officers who also carried out an attack on the hostel and opened fire.

These figures are still limited to incidents of violations of the right to expression that occur in Papua and West Papua. Several other events took place in various regions such as Malang, Bali, and Surabaya and received repression in the same pattern because they brought up the issue of Papua, especially those related to ideas of referendum and independence. On the events in Surabaya on October 9, 2019, the

26 One source said 43 Papuan students were arrested during the incident. See: https://theconversation.com/riots-in-west-papua-why-indonesia-needs-to-answer-for-its-broken-promises-122127 accessed on 5 December 2019 at 02.02 CET. In Jayapura, 28 people were arrested and named as suspects. See: https://www.dw.com/en/exiled-west-papuan-leader-a-referendum-is-the-only-solution/a-50248569 accessed on 5 December 2019 at 02.06 CET.

27 https://www.npr.org/2019/08/28/754276641/violence-follows-pro-independence-protests-in-indonesias-papua-region?t=1575317377044&t=157550 4998534 accessed on 5 December 2019 at 01.27 CET.

Page 100: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

39

Surabaya State Polytechnic Electronics Student Press Institute was even threatened with dissolution by the Rector for holding a discussion entitled “Papua in the Mainstream Media Perspective”.28 At this point, repression is not only directed at actions that are considered “violating” (past the time allowed to conduct demonstration or rally), but also on certain issues, such as Papua and the use of symbols considered by the state as separatist symbols, such as the Morning Star symbol.

Another situation that needs attention is the government’s action on throttling internet access or internet shut down when the escalation of conflict after the racism in Surabaya increased. This information control effort is against the freedom of the press to seek the truth and have an impact on an increasingly heated situation because there are no sources that can be referenced in verifying confusing news that is rife in the community. In that situation, the state through its apparatus runs a one-party communication pattern by routinely providing press information through the Police. President Joko Widodo openly stated that the reason for the throttling on internet access was for the sake of national security.29

28 A similar pattern for different issues occurs when the Minister of Research, Technology and Higher Education forbids students from participating in the demonstration. https://www.thejakartapost.com/news/2019/09/26/rectors-encouraging-students-to-protest-will-be-sanctioned-minister.html accessed at 5 December 2019 at 02.40 CET. This statement was welcomed by several universities with the threat of sanctions for students who took part in the demonstration. https://en.antaranews.com/news/133612/universities-to-be-sanctioned-if-students-encouraged-to-stage-rallies accessed on 5 December 2019 at 02.41 CET.

29 https://www.npr.org/2019/08/28/754276641/violence-follows-pro-independence-protests-in-indonesias-papua-region?t=1575317377044&t=1575 504998534 accessed on 5 December 2019 at 01.22 CET. In this regard, human rights activists sent a request to the UN Special Rapporteur on Freedom of Expression. West Papua journalist, Victor Mambor, said he was threatened when reporting on the internet throttling in Papua. See: https://www.thejakartapost.com/news/2019/08/24/west-papua-journalist-faces-intimidation-files-appeal-to-un.html accessed on 5 December 2019 at 02.18 CET.

Page 101: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

40

Another action that appears organized is with an opinion war on social media. The modus operandi of this action is to manipulate facts and news on social media, especially Twitter. Making fake accounts using fake self photos or K-Pop stars is done massively. These fake accounts then create a hashtag that seems to support Papuan independence, such as #freewestpapua. However, this account chimed in with a “positive” campaign about investment and development in Papua. This tactic is called “hijacking hashtag”.30

Law Enforcement Discrimination

The legal process towards those who are arrested for expressing their opinions regarding the Papua issue is also not in accordance with the principles of due process of law and seems discriminatory. Most recently, on August 28, 2019, there were arrests of 6 Papuan activists namely Charles Kossay, Surya Anta, Ambrosius Mulait, Dano Tabuni, Isay Wenda, and Arina Elopere who expressed their opinions peacefully in public as a form of protest against racism and discrimination constantly happening to Papuans in front of the Presidential Palace. The six Papuan activists were arrested by unlawful means, without an arrest warrant, and at gunpoint. The police searched them without showing permission from the local district court as required by law and forcibly seized property belonging to the six activists. Whereas freedom of opinion is guaranteed by the 1945 Constitution and the action has complied with the provisions of Law No. 9/1998 regarding Freedom of Expression and Opinion in Public by carrying out an orderly and peaceful action preceded by a mass act notification letter to the Police.

However, from the beginning of the arrest to the examination, the six activists were immediately determined and examined as suspects without a summons as a witness and without conducting a case. Even before the examination was conducted, legal counsel was not permitted to meet and provide assistance. The actions of the Metro

30 See: https://www.bbc.com/news/world-asia-49983667 accessed at 5 December 2019 at 02.12 CET.

Page 102: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

41

Jaya Regional Police investigator clearly violate a series of laws and regulations.31 For the arbitrary actions and unfair trial, until the time this note was written, activists are submitting a pretrial petition as guaranteed by the Criminal Procedure Code.

In addition, there are many irregularities when Papuan activists are in custody. Some of the things that can be revealed are the shooting incident of “wrong target” smoke bullet casings into the visiting room when the activist family was visiting, discrimination against the lawyers and family when visiting Mobile Brigade Headquarter (MAKO BRIMOB), the absence of Metro Jaya Police District (POLDA METRO JAYA) at the inaugural hearing of the pretrial and the sole judge of pretrial which is allegedly intentional slowing down the trial process, as well as the process of case transfer to the Central Jakarta District Attorney’s Office only through the Whatsapp application.

These findings show that the security approach through the use of armed forces on the issue of Papua is not a humanist and democratic way of solving complex political problems in Papua. Aside from not touching the root of political problems, this approach will also continue the circle of violence around the issue of Papua and maintain the impunity of the perpetrators. The impact is opening up opportunities for future events with the same or similar patterns. This condition is urgent and the time has come to encourage the government to no longer see progress as limited to infrastructure development and the entry of foreign investment32, but also from the fulfillment of basic

31 Starting with the Criminal Procedure Code (Articles 17, 18, 19 paragraph (2), 21, 33, 34, 36, 38, 128, and Article 129), Supreme Court Regulation No. 4/2016, Chief of National Police Regulation No. 14/2012, until the Head of Criminal Investigation of the National Police Regulation No. 3/2014

32 The government’s response by stating economic development and improving the quality of life, especially the construction of the trans-Papua toll road (with the assistance of the TNI) will reduce the aspirations of independence reviewed by James Elimslie, West Papua Project di Center for Peace and Conflict Studies, University of Sidney. Lihat https://theglobepost.com/2019/10/24/indonesia-west-papua-unrest/ accessed on 5 December 2019 at 01.45 CET. Not only that, efforts to reduce the Papua conflict were also carried out with populist actions such as visits and discourses about opening palaces in Papua. President Joko Widodo himself

Page 103: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

42

human rights to the community, including the fulfillment of a sense of justice to victims of violence, especially in this case related to the issue of Papua.

Gross Past Human Rights Violations: Government Reaffirms Impunity

The settlement of gross past human rights violations cases is a touchstone to measure the country’s commitment to the promotion, respect and protection of human rights. However, during the past year, there has been no significant progress in settling gross past human rights violations, both in the aspect of legal retrieval and restorative justice. The lack of discourse and settlement steps are caused by the massive frenzy of the 2019 Concurrent Elections which ultimately resulted in the issue of gross past human rights violations being marginalized. The condition is exacerbated by the absence of accountability of the government and the Parliament to resolve cases of gross past human rights violations even though they are recognized as a social and political burden on the nation. We note that after President Joko Widodo’s meeting with representatives of victims and families of victims of gross human rights violations on May 31, 201833, the policies and statements issued by state officials were very counterproductive for the purpose of settling the gross past human rights violations that in accordance to justice. In reality, until the end of his first term of government, President Joko

has visited Papua 12 times. Lihat https://www.aljazeera.com/news/2019/09/west-papua-unrest-tests-indonesia-jokowi-term-begins-190911060733265.html accessed on 5 December 2019 at 02.02 CET.

33 There are 3 (three) statement points describing the promise of the head of state to victims of gross past human rights violations. First, President Joko Widodo will study the files that were presented at the time. Second, President Joko Widodo asked families and victims of past human rights violations to actively question the progress of the investigation of these cases to the Head of the Presidential Staff Office (KSP) General (Ret.) Moeldoko. Third, what needs to be highlighted is President Joko Widodo promised to ask the Attorney General (at that time) H.M. Prasetyo to follow up the investigation of cases of gross past human rights violations to be brought to the level of inquiry.

Page 104: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

43

Widodo had never issued a statement regarding gross past human rights violations and their resolution efforts. This reflects President Joko Widodo not understanding the events and the completion of the road. Conditions that clearly disappointed the victims and the victims’ families and seemed to deny their struggle for a dozen years to fight for the completion of the case.

Instead of using its authority to the gross past human rights violations cases, the Attorney General Office has again become a party that impedes the resolution of these cases. At the end of 2018, nine files of investigations of alleged gross human rights violations were returned by the Attorney General Office to Komnas HAM. The nine files are the files of the 1965/1966 Massacre, the Mysterious Shooting, the Talangsari Incident in Lampung, the Abduction and Enforced Disappearances of Activists 1997 - 1998, the May 1998 Riots, the Trisakti, Semanggi I and Semanggi II Incidents, the Wasior and Wamena Incidents, Simpang KKA and Rumah Geudong in Aceh and other Pos Sattis events. The returned documents process was very awkward considering that the investigation files were only returned after four years in the possession of the Attorney General’s Office and there was no novelty regarding the instructions given to be completed by investigators (National Human Rights Commission - KOMNAS HAM). The act of reparation is a form of denial of the victims and families of victims of gross past human rights violations who have not even been provided information about the progress of the completion of the case by the Attorney General Office.

ST Burhanuddin as the elected Attorney General of the Republic of Indonesia stated that he had made the gross past human rights violations cases a priority within 100 working days. However, on 7 November 2019 in the inaugural Working Meeting with the House of Representatives Commission III, the Attorney General reiterated that the Komnas HAM investigation report could not be forwarded to the inquiry stage because the formal and material requirements were incomplete.34 The statement seems to repeat the previous

34 Kristian Erdianto and Krisiandi (ed), “Di Komisi III, Jaksa Agung Sebut Berkas Penyelidikan Kasus HAM Berat Belum Lengkap”, accessed from https://nasional.

Page 105: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

44

Attorney General’s statement which made the reason a “key” for the Attorney General Office to postpone or not to conduct the inquiry process. KontraS considers that the statement regarding formal and material conditions cannot be used as an excuse to continue to postpone the settlement of gross past human rights violations cases. This is precisely the task of the Attorney General Office who acts as an investigator to deepen the initial evidence that has been collected by KOMNAS HAM.

The complexity of the legal process for the gross past human rights violations is inseparable from the role of KOMNAS HAM as investigators. Where the submission of the investigation file of the gross past human rights violations cases that was not accompanied by a proactive effort to encourage and urge the Attorney General to continue the report to the investigation stage. In resolving the gross past human rights violations cases, KOMNAS HAM should actively coordinate with the Attorney General Office and encourage the formation of a joint team to conduct investigations and inquiries so that they have the same perspective in settling gross past human rights violations cases.

Another problem faced by victims and their families is the efforts of the state to seek legitimacy in settling the gross past human rights violations cases through non-judicial or reconciliation methods. The actor of that effort was the Coordinating Ministry for Politics, Law and Security headed by (at the time) Wiranto. The Coordinating Ministry for Politics, Law and Security encourages the process of settling of the gross past human rights violations by forming an Integrated Team for Handling Alleged Serious Human Rights Violations filled by the Attorney General Office, the Ministry of Law and Human Rights, the Indonesian Police, and the Ministry of Home Affairs which aims to dissect one by one the obstacles in the process of solving serious human rights violations committed by Komnas HAM and the Attorney General Office.35

kompas.com/read/2019/11/07/14015331/di-komisi-iii-jaksa-agung-sebut-berkas-penyelidikan-kasus-ham-berat-belum

35 https://www.antaranews.com/berita/731488/tim-gabungan-terpadu-

Page 106: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

45

In fact, on February 20, 2019, the Integrated Handling Team for Alleged Violations of Human Rights Violations settling “under the hand” for the Talangsari, Lampung case by involving the Lampung Regional Government and its regional apparatus to resolve the case through a Peace Declaration set forth in a piece of paper and of course without involving the participation of victims and families. This tendency to “wash hands” is exactly the opposite of the commitment made by President Joko Widodo, both to Nawa Cita and as conveyed at meetings with victims and families of victims at the Presidental Palace.

Looking from the aspect of victim recovery (restorative justice), over the past year, the Government has also not fulfilled the fundamental rights of victims as a whole. There are still many victims of gross past human rights violations, especially outside Jakarta, who still have not yet received their rights. The number of recipients of health service assistance from the Witness and Victim Protection Agency (LPSK) was not comparable with the number of victims of gross past human rights violations. Many of them also cannot access health service assistance because of the administrative system for submitting service requests. Following are the number of victims receiving health service assistance from LPSK.

dibentuk-usut-pelanggaran-ham, accessed on 29 November 2019.

Page 107: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

46

Number of victims receiving health service assistance from LPSK

Number of victims receiving health service assistance from LPSKSource: LPSK presentation on September 18, 2018

The problem of fulfilling the rights of victims is not only limited to the uneven total number of victims and victims who have received assistance, but is also often based on government perceptions that equalizing the rights of victims of gross human rights violations is the same as the rights of citizens in general. This generalization is a key issue because it affects the rights that should be received by victims. The issue of meaning in the end makes it easy for the government to claim to have fulfilled the obligation in the form of granting rights to victims. One example is health services through State Health Insurance (BPJS), which is often used as an example of victim remedy from the government. Though this service is a basic right as a citizen and not specifically for victims of gross human rights violations. The government is as yet not final on the definition of victims of gross human rights violations. In fact, the victims are citizens who have been hurt and sacrificed by their own country.

Page 108: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

47

Compromize with the Alleged Perpetrators of Human Rights Violations

The way to solve gross past human rights violations should be based on the political will of the President as the highest political authority. In the first period, the administration of President Joko Widodo has imprisoned his own ideals in resolving gross past human rights violations cases by appointing several suspected perpetrators of human rights violations as public officials who filled strategic posts and even the “door” position for the disclosure of human rights violations. That experience should be the basis for President Joko Widodo in formulating future policies and appointing figures to fill posts related to settle the cases of gross past human rights violations in the second term of his administration. In addition, the President should also prevent suspected perpetrators of human rights violations from being able to obtain strategic political positions in the government. This is important as a mitigation effort to ensure there is no intervention and also confirms the President’s commitment.

However, what happened was President Joko Widodo appointed Lieutenant General (Ret.) Prabowo Subianto as Minister of Defense of the Republic of Indonesia as outlined in Presidential Decree (Keppres) Number 113/P of 2019. This appointment was clearly an implied message that the President did not consider the importance of settling the gross past human rights violations cases. The President’s decision seemed to repeat the experience in appointing Wiranto, who was also an alleged perpetrator of human rights violations as a public official. With this appointment, impunity is again perpetuated. The supremacy and legal accountability for the settlement of gross past human rights violations cases were again eliminated by the President himself by appointing alleged perpetrators of human rights violations who still have legal responsibilities related to their actions in the ongoing prosecutorial process.

The alleged integration of the perpetrators of human rights violations into the circle of power is a clear message that the future of settling gross past human rights violations will be increasingly bleak. The impunity granted by appointing Prabowo before the mechanism

Page 109: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

48

of legal accountability will hamper the process of disclosure that is being sought by the victim and the victim’s family (if not by the state). This appointment once again shows President Joko Widodo holding himself hostage in settling the gross past human rights violations cases.

Page 110: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Human Rights Foreign Policy: Far from the priority

Page 111: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

50

This policy aspect is measured by Indonesia’s statements and actions at the international level. The context of international relations will be clashed with domestic conditions and the human rights situation in other countries. With this reading, the full picture related to Indonesia’s position internally and foreign policy externally related to human rights can be more comprehensive and more contextualized.

Indonesia and UN Security Council

On June 8, 2018, was the election of Non-Permanent Members of the United Nations Security Council (UNSC) Non-Permanent Member at the United Nations General Assembly (UNGA) General Assembly in New York, United States. The ten non-permanent members of the UNSC are regionally distributed as follows: three quotas for countries in Africa, two for countries in Asia-Pacific, two for Latin American and Caribbean countries, one for countries in Eastern Europe, and two for European and other countries. Every year, UNGA always chooses five out of a total of ten members countries of the UN Security Council Permanent Members who have a term of office of two years. In 2018, six countries are proposed to replace five seats occupied by Ethiopia, Kazakhstan, Bolivia, Sweden and the Netherlands. The six countries are South Africa (Africa), the Dominican Republic (Latin America and the Caribbean), the Netherlands and Sweden (Europe) while Indonesia and the Maldives fight for one seat representing the Asia-Pacific region. Indonesia managed to occupy the seat of the UN Permanent Members of the UN Security Council with the support of 144 votes along with South Africa, Belgium, the Dominican Republic and Germany.

Looking from the constellation of the international politics and procedurally, Indonesia does indeed meet the requirements and is favored as a UN Permanent Member of the UN Security Council. However, the capital of global politics and procedural constellation owned by Indonesia is not directly proportional to the factual conditions that occur in the country. Indonesia still has a lot of homework to be addressed first, especially in the field of human

Page 112: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

51

rights. This should be a reference as well as a feasibility test for Indonesia to be elected or not as a Non-Permanent Member of the UNSC.

One reflection can be seen in 2017-2018, where Indonesia holds the execution of death-row inmates. In accordance with the statement of the Attorney General at the Working Meeting of Commission III and the Attorney General of Indonesia in March 2018, that Indonesia’s efforts to become a Non-Permanent Member of the UNSC influenced the Indonesian legal structure which still adheres to the death penalty. This shows that the execution in Indonesia stalled during 2017-2018 was motivated by a very political reasons and not because of constructive arguments and based on to respect for human rights. Another homework that needs to be underlined is the number of unfair trial cases in Indonesia. Starting from the case of Yusman Telaumbanua, Christian, including those involving foreign citizens, such as Rodrigo Gularte and other cases that were too many to be presented. These cases show that the criminal justice system in Indonesia from upstream to downstream remain chaotic.

Another important record is related to Indonesia’s foreign human rights policy in maintaining peace at the international level. In the General Assembly of the United Nations rules of procedure Chapter XV Article 143 on Membership Qualifications (Non-permanent UNSC), mentions one of them is that candidates for the UNSC must pay attention to their contributions in order to maintain international peace and security. Through the statement of the Minister of Foreign Affairs, Indonesia argued that Indonesia occupies the 9th rank out of a total of 125 countries which are the largest army contributors to various UN Humanitarian Missions. However, this is not directly proportional to the attitude of Indonesia shown in the UNGA voting related to cases of human rights violations in conflict-affected countries, such as Syria, Palestine, and the Rohingya case in Myanmar.36 Indonesia’s voting for Syria is mostly filled with abstentions, except in 2017, where the atmosphere is very political if we put this situation in the context of Indonesia who is trying to become a member of the

36 https://www.thejakartapost.com/news/2019/11/18/indonesia-defends-

Page 113: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

52

UNSC.

In the Aide Memoire (draft text of agreements and negotiations) made for this purpose, the Government of Indonesia conveys commitments to the enforcement and protection of human rights as a priority policy at the national level. Recommendations through the Universal Periodic Review (UPR) at the UN Human Rights Council accepted by Indonesia have yet to show a significant development. From our records, in some of the aspects mentioned above, Indonesia is still moving slowly. One of them is related to Indonesia’s commitment to ratify several International Conventions that are still not included in the National Legislation Program (PROLEGNAS). In addition, in the context of commitments to the treaty bodies mechanism, Indonesia is still not obedient to provide periodic reports, one of which is to the Committee Against Torture, which was last reported in 2002. No less important, human rights violations on LGBT issues, religious minority groups, and human rights defenders (anti-corruption, environment and women) still occur and the government is slow or does not respond adequately.

approach-to-rohingya-problem-as-international-pressure-mounts.html dan https://www.thejakartapost.com/academia/2019/06/14/fresh-collective-action-required-to-address-festering-rohingya-crisis.html diakses pada 5 Desember 2019 pukul 03.14 In the Aide Memoire (draft text of agreements and negotiations) made for this purpose, the Government of Indonesia conveys commitments to the enforcement and protection of human rights as a priority policy at the national level. Recommendations through the Universal Periodic Review (UPR) at the UN Human Rights Council accepted by Indonesia have yet to show a significant development. From our notes, in some of the aspects mentioned above, Indonesia is still moving slowly. One of them is related to Indonesia’s commitment to ratify several International Conventions that are still not included in the National Legislation Program (PROLEGNAS) records. In addition, in the context of commitments to the treaty bodies mechanism, Indonesia is still not obedient to provide periodic reports, one of which is to the Committee Against Torture, which was last reported in 2002. No less important, human rights violations on LGBT issues, religious minority groups , and human rights defenders (anti-corruption, environment and women) still occur and the government is slow or does not respond adequately.CET.

Page 114: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

53

Indonesia Measures in Foreign Human Rights Issues

In the Indonesian Foreign Minister’s speech when nominating as a member of the UN Human Rights Council, there was a commitment or effort to establish a Southeast Asian network for women negotiators and mediators and would be linked to networking in other parts of the world. Peace and humanitarian diplomacy will continue with the aim of making a concrete contribution to solving the problem. “Indonesia always wants to be part of the solution,” said Retno Marsudi, at the time.37 On several occasions taking vote counts in the United Nations General Assembly (UN), Indonesia has been noted not often to make concrete contributions to solving problems related to cases of human rights violations in conflict-affected countries, such as Syria, Palestine, and Rohingya in Myanmar.

In the issue of Rakhine State, Indonesia took the initiative through the ASEAN Human Rights Commission (AICHR) in the form of making statements related to the crisis situation that occurred in Myanmar. Including Indonesia’s position at the ASEAN Summit in November 2017 which raised the Rohingya issue together with Malaysia. However, it turns out that attitude is still not enough to influence other countries to take a joint policy in the ASEAN region because of the principle of consensus and non-intervention. Indonesia’s voting on the Rohingnya issue at Rakhine State was finally filled with absent votes.38

According to the Director General of Multilateral Cooperation of the Ministry of Foreign Affairs, Febrian Alphyanto Ruddyard, while serving as President of the UNSC during May 2019, Indonesia succeeded in demonstrating the essence of its intellectual leadership through the selection of the theme “Investing in Peace” and organizing five signature events. First, the Indonesian Presidency has successfully endorsed four Resolutions, one Presidential Statement, three Press Statements, and three Element to the Press Second, Indonesia

37 https://internasional.republika.co.id/berita/q04xxq382/indonesia-bawa-3-prioritas-di-dewan-ham-pbb accessed on 29 November 2019 at 14.30 WIB

38 United Nations General Assembly. 27 September 2019. Human Rights Council 39th session 10–28. Agenda No. A/HRC/39/L.22

Page 115: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

54

introduced a new working method that claimed to be innovative, namely “Sofa Talk” and Regional Wrap-up Session. Third, displaying the soft power of Indonesian diplomacy, through batik diplomacy, Saman Gayo Aceh Dance, and local special songs. Mission for peace Indonesia’s contribution to the UNSC is not only limited to participation in the New York meeting, but also outside New York. Strategic issues that also concern Indonesia are regarding the Mission to Maintain World Peace. In this mission, Indonesia is the 8th largest contributor of troops from 128 countries with a total of 2,912 troops. Some 121 personnel are women.39

However, this series of claims for achievement is a pseudo-achievement that is not accompanied by concrete steps that are needed principally on certain pressing issues, as appeared in the recommendation of the UN Fact Finding Team to Myanmar which states that an International Criminal Court investigation should be immediately formed for resolve the issue in Myanmar with indications of genocide against the Rohingya community. Indonesia, which stated that it had contributed by giving a very large number of troops as UN Peacekeeper, did not take an important role in resolving humanitarian conflicts, especially in the context of expanding access to justice that was actually needed by conflict areas, such as conducting investigations and justice. This relates to the moral and political burden of the Government of Indonesia which also has not been successful in resolving cases of gross past human rights violations in the national area, either through judicial processes (national or international courts) or non-judicial with the fulfillment of victims’ rights.

39 https://internasional.kompas.com/read/2019/11/30/11040031/ini-capaian-positif-indonesia-menjadi-anggota-dewan-keamanan-pbb?page=2 accessed 29 November 2019 at 14.30

Page 116: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Conclusion

Based on the facts above, KontraS found that the human rights

Page 117: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

56

situation continues to deteriorate with a sharp increase in cases of violations of civil liberties accompanied by high levels of impunity or poor accountability of the government and the state and non-state actors. When policies continue to be made to accelerate infrastructure development and ease the climate of trying and investing, on the other hand, fundamental freedoms and rights in the civil and political sector continue to be hit and clearly sacrificed. Human rights continue to lose and get no space and democracy is fading.

The series of human rights violations that occurred during the past year shows that the absence or even closing of space for human rights, especially in repressive ways, has made the enjoyment of democracy fade. This is exacerbated by restrictions on freedom of expression of different groups, politicization of law enforcement, accommodation of alleged human rights violators as administrators and entering the circle of political elites, and the use of populist discourse under the interests of the ruling elite and its networks.

Finally, Kontras reminded the government and other state organs to review and correct their perspective on civil and political rights and economic and social rights in a comprehensive and integrated picture.

Page 118: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

Projection 2020

Page 119: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

58

According from the facts above, KontraS has prepared projections for the human rights situation in 2020. In general, Kontras predicts that there will be no significant changes related to human rights conditions. But a number of things can be identified and show trends as follows:

Civil and Political Rights Sector

1. In the freedom of expression and expressing opinions in public, Kontras predicts that the level of violence of the police in handling demonstrations will depend greatly on the political conditions of the national and individual regions. Nationally, the commitment of the new National Police Chief delivered in a public trial in the DPR to improve the use of force and repression mechanisms when handling mass actions will be tested next year. If the commitment is followed up and succeeded in producing a number of changes to policy, procedures and implementation in the field, the trend of police violence and brutality will decrease. However, on the other hand, if the commitment fails, then cases of the dissolution of demonstrations and the silencing of citizens’ expression will continue. While in Papua, it will remain an exception, where the political expression of citizens in Papua, especially for self-determination will still be the target of the dissolution and repression of the police.

2. The prediction that is almost the same as above is related to the condition of the right to fair trial and free from torture, capital punishment (including free arrest and arbitrary detention). However, the Criminal Procedure Code is inadequate, and there are still problematic KUHP articles, corrective mechanisms, and safeguards that are effective in protecting the rights of suspects and citizens in general, these issues will remain in conditions that are vulnerable to violations.

Page 120: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

59

3. In freedom of association and assembly, Kontras predicts the trend of increasingly stringent state surveillance of civil society organizations both local and international, as well as registered and unregistered organizations. The Ministry of Home Affairs, led by the former National Police Chief, has so far shown tougher approaches to organizations that are seen as threatening the country’s ideology and the integrity of the Republic of Indonesia. Including laws and regulations that allow the dissolution of CSOs without going through a judicial process.

4. In freedom of religion and belief, the list of attacks and violence by intolerant groups is predicted to be even longer due to confusion, and the lack of willingness and ability of the state to reduce violence directed at minority groups of religion and belief. One of the influential factors is the closeness between state officials and intolerant groups will increase the length of the problem of violations of freedom of religion, belief, and worship. And also, the RKUHP which still includes articles relating to blasphemy and other discriminatory regulations.

5. KontraS estimates that the settlement of gross past human rights violations cases will stagnate. KontraS predicts that there will be new dynamics in efforts to resolve the past mass case. Mahfud MD who was appointed as the Coordinating Minister for Politics, Law and Security with the task of resolving cases of gross human rights violations had told the public shortly after being called to the palace that the government had taken the path of re-establishing the Truth and Reconciliation Commission. These motivations and objectives must still be criticized so that they do not become another gap in the form of state impunity. This situation also at the same time ensures increasingly difficult opportunities to urge state accountability based on justice and satisfaction for victims and victims’ families through a human rights court. In addition, the recurrence of political accommodation for suspected perpetrator of human rights

Page 121: Catatan Hari HAM Sedunia 2019 · 2020-02-19 · Catatan Hari HAM Sedunia 2019 4 penyiksaan, dan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga secara efektif telah membungkam dan menurunkan level

International Human Rights Day Report 2019

60

violations to hold the position of Minister and other strategic positions is concrete evidence that there is no strong and solid determination from the President to resolve past gross human rights violations.

Economic, Social and Cultural Rights Sector

1. Kontras predicts that there will be a strong clash between the government’s desire to achieve the target of ease of business and the investment climate through the formulation of the Omnibus Law with civil society advocacy work in respect of the rights to the environment, agrarian reform and labor rights. The resumption of the discussion of several bills which were previously rejected by civil society is predicted to further fuel the political dynamics in the economic, social and cultural rights sector.

2. Infrastructure development remains a priority for President Joko Widodo including in Papua and as demonstrated in the realization of the transfer of the capital to East Kalimantan. The social and environmental impacts of the policy are still a matter of public debate.

3. Meanwhile, if there is no meaningful change in business practices that do not respect human rights and human rights defenders, Kontras predicts cases of attacks on human rights defenders, environmentalists and other citizens affected by business activities and company operations will continue to occur, particularly in the mining sector and plantations.