catatan diskusi g20 dan jebakan negara berpendapatan menengah jakarta, 23 april 2014

4
CATATAN DISKUSI G20 DAN JEBAKAN NEGARA BERPENDAPATAN MENENGAH Jakarta, 23 April 2014 A. Latar Belakang 1.  Jebakan Negara Berpendapatan Menengah Sampul muka majalah The Economist edisi Februari 2014 berjudul “ The parable of Argentina – what other countries can learn from a century of decline” menggambarkan sebuah n egara yaitu Argentina yang memiliki kekuatan ekonomi lebih baik dibanding Amerika Serikat di tahun 1914. Pendapatan perkapitanya di atas Jerman, Perancis dan Italia. Argentina menjadi negara dari sepuluh negara terkaya di dunia setelah Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Namun gambaran sebaliknya dan jauh berbeda yang saat ini terjadi atas perekonomian Argentina. The Economist menyebut perekonomian Argentina telah menurun. Bahkan menjadi pusat dari krisis negara-negara emerging. Menurut the Economist, ada tiga sebab yang menjadikan perekonomian Argentina seperti itu yaitu tidak berkembangkan industri, kebijakan perdagangan yang cenderung tertutup, dan lemahnya institusi dalam mendorong kebijakan  jangka panjang. Pertanyaannya, bagaimana dengan Indonesia?Indonesia yang telah masuk dalam negara yang sedang tumbuh (emerging country ) memiliki masalah yang tidak jauh berbeda. Meskipun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi dibanding negara-negara lain, namun industri nasional belum berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar perekonomian masih disumbang bahan mentah dari komoditas perkebunan dan kehutanan, sementara industri olahan belum seperti yang diharapkan. Belum lagi institusi pemerintahan yang terus digerogoti

Upload: infid

Post on 16-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CATATAN DISKUSIG20 DAN JEBAKAN NEGARA BERPENDAPATAN MENENGAHJakarta, 23 April 2014

TRANSCRIPT

  • CATATAN DISKUSI G20 DAN JEBAKAN NEGARA BERPENDAPATAN MENENGAH

    Jakarta, 23 April 2014

    A. Latar Belakang

    1. Jebakan Negara Berpendapatan Menengah

    Sampul muka majalah The Economist edisi Februari 2014 berjudul The parable of Argentina what other countries can learn from a century of decline menggambarkan sebuah negara yaitu Argentina yang memiliki kekuatan ekonomi lebih baik dibanding Amerika Serikat di tahun 1914. Pendapatan perkapitanya di atas Jerman, Perancis dan Italia. Argentina menjadi negara dari sepuluh negara terkaya di dunia setelah Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Namun gambaran sebaliknya dan jauh berbeda yang saat ini terjadi atas perekonomian Argentina. The Economist menyebut perekonomian Argentina telah menurun. Bahkan menjadi pusat dari krisis negara-negara emerging. Menurut the Economist, ada tiga sebab yang menjadikan perekonomian Argentina seperti itu yaitu tidak berkembangkan industri, kebijakan perdagangan yang cenderung tertutup, dan lemahnya institusi dalam mendorong kebijakan jangka panjang.

    Pertanyaannya, bagaimana dengan Indonesia?Indonesia yang telah masuk dalam negara yang sedang tumbuh (emerging country) memiliki masalah yang tidak jauh berbeda. Meskipun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi dibanding negara-negara lain, namun industri nasional belum berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar perekonomian masih disumbang bahan mentah dari komoditas perkebunan dan kehutanan, sementara industri olahan belum seperti yang diharapkan. Belum lagi institusi pemerintahan yang terus digerogoti

  • penyakit korupsi, juga tiadanya strategi jangka panjang untuk menjadikan perekonomian Indonesia lebih tangguh di masa mendatang.

    Situasi Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada Argentina beberapa puluh tahun menimbulkan kekhawatiran Indonesia akan mengalami jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap). Suatu situasi dimana perekonomian akan stagnan dengan pendapatan saat ini, tanpa mampu bergerak menjadi negara dengan pendapatan tinggi, tetap bergantung dengan sumber daya alam, dan tidak mampu menjadi negara maju dengan basis industri yang kuat dan modern.

    2. Peran G20 dalam Mendorong Kemajuan Ekonomi Indonesia

    Pada saat yang sama, Indonesia menjadi bagian dari G20, sebuah forum yang terdiri dari negara-negara maju yang menguasai lebih dari 80% perekonomian global. G20 memiliki kekuatan ekonomi untuk menentukan arah perekonomian global.

    Tahun ini pertemuan puncak G20 akan berlangsung di Brisbane, Australia. Terdapat beberapa agenda yang menjadi prioritas Keketuaan Australia di antaranya pertumbuhan ekonomi di negara-negara anggota G20 mencapai 2% dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Pertumbuhan ini diperlukan untuk menyerap angkatan kerja yang besar. Guna mendorong tercapainya target pertumbuhan tersebut, menurut G20 diperlukan penguatan kerjasama global terutama dalam perdagangan, mendorong partisipasi sektor swasta di infrastruktur, perubahan struktur ekonomi, dan beberapa usulan lainnya.

    Adapun pertanyaan diskusi yang akan digali yaitu apakah komitmen yang ada di G20 mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang keluar dari middle income trap?syarat-syarat apa yang diperlukan Indonesia untuk memaksimalkan keanggotaannya di G20 agar memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan ekonomi Indonesia?

    B. Relevansi G20 dalam Menjawab Tantangan Indonesia Keluar dari Jebakan Negara Berpendapatan Menengah

    Diskusi menghadirkan dua pembicara yaitu Dr. Yulius Purwadi dari Universitas Parahiyangan Bandung dan Prof Erani Yustika dari Universitas Brawijaya Malang. Seyogyanya diskusi menghadirkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, namun pihak dari kementerian tidak hadir. Peserta diskusi dari berbagai organisasi masyarakat sipil, organisasi buruh dan mahasiswa, pemerintah dari kementerian keuangan dan kementerian perdagangan, Komisi Anti Korupsi (KPK), Bank Dunia, dan media massa.

    Dr. Yulius Purwadi memaparkan perkembangan pembahasan di G20. Menurutnya pendekatan yang digunakan Australia fokus pada pertumbuhan ekonomi melalui dua prioritas yaitu meningkatkan investasi swasta dan membangun ekonomi global yang tangguh.

  • Table 1. Agenda G20 di bawah Keketuaan Australia

    Dari sepuluh prioritas keketuaan Australia, menurut masyarakat sipil, pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar ke agenda investasi untuk infrastruktur. Indonesia yang dikeketuaan Rusia menjadi ketua kelompok studi pembiyaan jangka panjang untuk investasi bersama Jerman, menganggap agenda investasi untuk infrastruktur penting dalam mendukung perekonomian nasional. Saat ini di keketuaan Australia, Indonesia menjadi ketua kelompok kerja bersama Jerman dan Meksiko untuk investasi dan infrastruktur.

    Menurut Prof Erani Yustika, pembahasan di G20 belum memiliki relevansi dalam menjawab problem perekonomian Indonesia terutama menjawab tantangan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Menurutnya difinisi jebakan negara pendapatan menengah dikeluarkan Bank Dunia dengan dua alasan. Pertama, negara yang tidak mampu keluar dari pendapatan menengah memiliki potensi menjadi negara otoritarian. Kedua, guna menjadi negara yang tangguh terhadap hantaman krisis dibutuhkan tingkat pendapatan berkisar USD 6.000 USD 7.000. Oleh karena itu, negara-negara emerging seperti Indonesia harus keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan mencapai tingkat pendapatan USD 6.000 USD 7.000. Alasannya dengan tingkat pendapatan tersebut, ada potensi tabungan baik ekonomi skala rumah tangga maupun dalam skala yang lebih besar. Sementara pendapatan perkapita penduduk Indonesia saat ini dikisaran USD 4.000, masih jauh dari yang diharapkan.

    Meskipun makro ekonomi Indonesia relatif kuat dibanding negara-negara lain terutama anggota G20 seperti difisit neraca fiskal kurang dari 2%, rasio utang di bawah 30%, dan transaksi berjalan 2,8% dari total PDB di tahun 2013, namun fundamental ekonomi Indonesia masih rapuh. Hal ini bisa dilihat dari kontribusi paling besar terhadap PDB adakah sektor tersier yang kurang menyerap tenaga kerja. Sementara sektor yang penyerapann tenaga kerja tinggi seperti pertanian dan industri olahan semakin terpuruk. Kinerja ekspor melemah dibandingkan

  • impor sehingga mengakibatkan difisit neraca berjalan, dan rendahnya kualitas manusia yang menimbulkan permasalahan serius antara lain produktivitas rendah dan kurangnya inovasi dalam perekonomian.

    Oleh karena itu, masalah terpenting bagi Indonesia bukanlah meningkatkan pendapatan per kapita secara cepat seperti yang ditargetkan G20. Namun perlunya Indonesia menyusun dasar-dasar ekonomi yang kokoh melalui formasi aset yang merata, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan kemampuan inovasi dan penguasaan tekhnologi. Hal minimal yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia di G20 yaitu menggunakan ruang-ruang perundingan di G20 untuk meningkatkan ruang pelaku ekonomi kecil yang saat ini semakin terpinggirkan melalui berbagai kebijakan yang mendukung penguatan ekonomi kecil.

    Berbeda dengan Prof Erani Yustika, menurut Bank Dunia setidaknya ada tujuh agenda di G20 yang bisa digunakan Indonesia untuk meningkatkan perekonomian nasional yaitu investasi untuk infrastruktur dimana Indonesia saat ini sedang gencar meningkatkan pembangunan infrastruktur namun terkendala dengan pembiayaan. Sehingga pembahasan di G20 diharapkan membantu memecahkan masalah pembiayaan melalui dua skema penerbitan surat utang infrastruktur (infrastructure bond) dan pembentukan kelembagaan pembiayaan infrastruktur (institutional investor). Agenda lainnya meliputi perdagangan dan investasi, reformasi struktural, stabilitas makro-ekonomi, ketenagakerjaan, ketahanan pangan dan energi, dan stabilitas sosial dan politik termasuk mengatasi masalah ketimpangan.

    C. Penutup

    Tidak bisa disangkal tata dunia semakin mengglobal. Keterbukaan diberbagai sektor terutama ekonomi sudah menjadi keniscayaan termasuk juga keberadaan forum multilateral seperti G20. Namun ruang-ruang ini hendaklah dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi jangka panjang yang itu bertujuan memperkuat basis perekonomian nasional.

    ---000---