case vignette koas rsj sh grogol jakarta.docx

5
Case Vignette Koas RSJ SH Grogol Jakarta Kasus I: Seorang anak laki-laki 5 tahun dirujuk ke Dokter anak oleh gurunya pada minggu kedua di sebuah TK karena kesulitan untuk dikontrol dan menunjukkan tanda impulsivitas dan tidak perhatian : (1) dia berpindah sangat cepat dari satu kegiatan ke kegiatan lain, bertindak impulsif dan kadang terlalu agresif, tidak bisa menunggu gilirannya saat bermain game atau diskusi kelompok, dan umumnya sangat harus selalu diawasi. (2) ia sangat mudah teralihkan dan kesulitan untuk mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya atau fokus pada tugas sekolah maupun aktivitas bermain lainnya. Meski cemas akan perilaku anaknya di TK, ibunya berkata dirinya menduga hal itu akan terjadi mengingat si anak juga mengalami masalah yang sama di beberapa PAUD yang telah ia ikuti sebelumnya. "Dia bahkan hiper sebelum dia lahir”, ibunya menjelaskan. “Terkadang saya berpikir dia bergulat di dalam perut saya. Setelah ia lahir, dirinya selalu aktif energik; dia bahkan banyak bergerak saat tidur" Kasus II: Seorang anak laki-laki berumur 2,5 tahun yang tidak pernah berbicara sepatah kata pun atau mencoba untuk berkomunikasi secara verbal dibawa ke klinik anak untuk dievaluasi. Orang tuanya berpikir bahwa anaknya mungkin terdapat tuli, bisu atau keterbelakangan mental dan juga khawatir terhadap penglihatannya. Selama pemeriksaan, didapati kurangnya kontak mata dengan semua orang dewasa. Orang tuanya juga melaporkan bahwa anak tersebut sibuk melihat benda berputar dan menghabiskan berjam-jam melihat gerakan tangan sendiri di udara. Perilakunya dalam ruang pemeriksaan menunjukkan bahwa ia secara visual bisa membedakan benda-benda kecil, seperti sepotong permen

Upload: fadhilah-culan

Post on 13-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Case Vignette Koas RSJ SH Grogol JakartaKasus I:Seorang anak laki-laki 5 tahun dirujuk ke Dokter anak oleh gurunya pada minggu kedua di sebuah TK karena kesulitan untuk dikontrol dan menunjukkan tanda impulsivitas dan tidak perhatian : (1) dia berpindah sangat cepat dari satu kegiatan ke kegiatan lain, bertindak impulsif dan kadang terlalu agresif, tidak bisa menunggu gilirannya saat bermain game atau diskusi kelompok, dan umumnya sangat harus selalu diawasi. (2) ia sangat mudah teralihkan dan kesulitan untuk mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya atau fokus pada tugas sekolah maupun aktivitas bermain lainnya. Meski cemas akan perilaku anaknya di TK, ibunya berkata dirinya menduga hal itu akan terjadi mengingat si anak juga mengalami masalah yang sama di beberapa PAUD yang telah ia ikuti sebelumnya. "Dia bahkan hiper sebelum dia lahir, ibunya menjelaskan. Terkadang saya berpikir dia bergulat di dalam perut saya. Setelah ia lahir, dirinya selalu aktif energik; dia bahkan banyak bergerak saat tidur" Kasus II:Seorang anak laki-laki berumur 2,5 tahun yang tidak pernah berbicara sepatah kata pun atau mencoba untuk berkomunikasi secara verbal dibawa ke klinik anak untuk dievaluasi. Orang tuanya berpikir bahwa anaknya mungkin terdapat tuli, bisu atau keterbelakangan mental dan juga khawatir terhadap penglihatannya. Selama pemeriksaan, didapati kurangnya kontak mata dengan semua orang dewasa. Orang tuanya juga melaporkan bahwa anak tersebut sibuk melihat benda berputar dan menghabiskan berjam-jam melihat gerakan tangan sendiri di udara. Perilakunya dalam ruang pemeriksaan menunjukkan bahwa ia secara visual bisa membedakan benda-benda kecil, seperti sepotong permen di meja di dekatnya dan lampu di dinding jauh dari ruangan. Ia pun bolak-balik untuk menghidup dan mematikan saklar. Riwayat perkembangan dan pengamatan terhadap anak ini yaitu selain kebisuan, ia tidak menunjukkan niat komunikatif, tidak seperti anak-anak tuli atau afasia yang mencoba untuk berkomunikasi dengan gerakan atau suara. Tidak sesuainya perkembangan perilaku pendekatan sosial seperti kurangnya tersenyum juga mendukung diagnosis autisme primer. Namun, karena ketulian dapat berdampingan dengan autisme, anak tersebut kemudian dirujuk ke audiolog anak untuk evaluasi. Diperlukan beberapa sesi dengan audiolog karena pasien kurang kooperatif, namun pada akhirnya menjadi jelas bahwa ternyata pendengarannya normal. Ia kemudian dirujuk ke klinik psikiatri untuk diagnosis kerja lebih lanjut dan rencana tatalaksana.

Kasus III:Anak laki laki usia 12 tahun, dirujuk oleh neurolog ke psikiater anak, untuk perawatan segera karena episode berulang "pseudoseizure pasien memperlihatkan perilaku kasar pada adik laki lakinya yang berusia 6 tahun dan mengatakan dia ingin membunuh adiknya. Dia tidak dapat mengingat kejadian tersebut. Pada saat masuk bangsal perawatan pasien tampak penuh rasa penyesalan atas kejadian kejang nya.Riwayat penyakit dimulai dari orangtua pasien yang mengalami kesulitan dan masalah dalam rumah tangga selama beberapa tahun dan pernah berpisah beberapa kali. Pertumbuhan dan perkembangan awal pada pasien dalam batas normal, namun saat ia memasuki sekolah dasar (SD), dia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran yang didiagnosis sebagai Gangguan atensi (Attention deficit disorder) Ia telah di terapi menggunakan obat obat stimulan, tetapi tidak menunjukkan perbaikan dan gangguan perilakunya meningkatKetika ia berumur 6 tahun, adik laki laki nya lahir. Ketika ia berumur 10 tahun, ibu nya melahirkan lagi bayi laki laki yang kemudian meninggal pada usia 2 bulan. Kedua orangtuanya sangat terpengaruh dengan kematian bayi tersebut, dan ibunya menjadi depresi berat dan mencoba bunuh diri, dan sudah di rawat di rumahsakit untuk beberapa bulan. Pasien tidak tampak bersedih tetapi menyalahkan dirinya atas kematian bayi tersebut. Beberapa bulan kemudian, ia mulai menjadi sangat kasar dan dia mengancam akan membunuh adik laki lakinya. Ia juga menjadi sangat agresif pada teman teman sebayanya dan gangguan perilaku semakin berat, seperti sikap kasarnya.Konsultasi kebagian neurologi dan pediatri sejak pasien masuk rumahsakit memperlihatkan tidak ada apa apa, sehingga mungkin membenarkan diagnosis gangguan kejang. Pemeriksaan psikologi didapatkan pasien memiliki tingkat intelegensi rendah hingga rata rata dengan bermacam defisit persepsi-motorik yang akan mengganggu pembelajaran.

Kasus IV:Tetangga dari remaja penderita retardasi mental sedang berumur 14 tahun mengeluh bahwa tetangga nya menkuti putri mereka dengan cara menanyakan dia pertanyaan pada saat di halte bus. Orang tua dari anak laki-laki tersebut takut apabila kejadian ini terulang lagi, polisi akan dipanggil dan anak mereka akan dikirim ke institusi retardasi mental. Mereka mencari bantuan ke psikiater anak. Kejadian masa lalu terungkap bahwa anak tersebt terlahir dengan mikrosepali setelah 8 bulan di kandungan. Anak tersebut membtuhkan bantuan pernafasan selama 2 minggu di NICU. Selama masa balita anak tersebut sering dirawat karena masalah pernafasan antara umur 2,5 tahun-8 tahun, anak tersebut mengikuti sekolah khusus retardasi mental. Dari sana dia pergi ke sekolah umum dan mengikuti kelas khusus untuk dilatih khusus retardasi.dia tetap terdaftar di sekolah pada saat itu untuk di evaluasi. Penilaian awal menunjukan anak laki-laki dengan retardasi mental sedang disertai dengan suara aneh pada saat bicara. Ketika dia merassa panik, dia menyentuh muka dan pakaian orang lain, bertanya banyak pertanyaan dan gelisah. Ketika dia merasa santai, dia dapat duduk untuk waktu yang lama. Orang tua nya melaporkan bahwa tingkat kecemasan dan tingkah laku tidak pantas anak nya meningkat selama masa pubertas. Orang tua nya menunjukan ke khawatiran mereka mengenai kematangan seksual anak nya dan ketidakmatangan kemampuan mengatasi masalah : bagaimana jika dia masturbasi di tempat umum? Bagaimana jika dia mencoba mencium anak perempuan ? bagaimana cara nya kita menjelaskan kepada dia apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan? Orang tua nya setuju melakukan konseling untuk diri mreka sendiri dan anak nya untuk mengatasi masalah pada anak nya. Anak tersebut melanjutkan sekolah dan hidup di rumah sampai umur 19 tahun. Lalu dia pindah rumah khusus penderita retardasi mental dewasa muda di pinggiran kota kelahiran nya