case report.doc

29
CASE REPORT Stase Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Sinusitis Maxillaris Sinistra Pembimbing : KRH. Dr. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA., MARS., M.Si, Audiologist dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL Diajukan Oleh : Kakung Satriya Pamungkas, S. Ked (J 500 110 088) FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: aldino-siwa-putra

Post on 18-Dec-2015

249 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

CASE REPORT

Stase Ilmu Telinga Hidung Tenggorok

Sinusitis Maxillaris SinistraPembimbing :

KRH. Dr. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA., MARS., M.Si, Audiologist dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT KL

Diajukan Oleh :

Kakung Satriya Pamungkas, S. Ked (J 500 110 088)FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015BAB IPRESENTASI KASUS

STATUS PASIEN

I. Identitas

1. Pasiena. Nama

: Ny.Sb. Umur

: 52 Tahun c. Alamat

: Munggur 1/13, Bejen, Karangayard. Pekerjaan

: Wiraswastae. Pendidikan: SMAf. Tgl masuk : Selasa , 21 April 2015II. Riwayat Penyakit

1. Keluhan Utama

Hidung kiri terasa tersumbat2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan batuk hidung tersumbat sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga merasakan keluar cairan kental berwarna hijau dan berbau tidak sedap dari hidung kiri. Keluhan ini dirasakan pasien lebih sering saat pagi hari dan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan nyeri disekitar hidung , dan apabila sedang nyeri, daerah bawah mata dan alis kanan ikut merasakan nyeri, dirasakan juga nyeri pada daerah pipi kanan. Pasien sudah berobat namun keluhan tidak juga membaik. Pasien juga merasakan kemampuan menghidu menjadi berkurang. Pasien merasakan pusing cekot-cekot pada kepala. Pasien mempunyai riwayat batuk dan pilek yang dirasakan selama 2 bulan. Susah bernafas (-), cairan hidung(-), nanah(-), darah(-), Pada tenggorokan tidak didapatkan susah menelan. Nyeri tenggorok(-), nyeri menelan (-), ngorok(-). Pada telinga tidak didapatkan kurang pendengaran, cairan atau sekret(-), telinga gembrubug(-), sakit (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan serupa sebelumnya: disangkal

b. Riwayat batuk pilek sebelumnya

: diakui

c. Hipertensi

: disangkal

d. Diabetes Melitus: disangkal

e. Asma

: disangkalf. Alergi

: disangkal

g. Penyakit jantung: disangkal4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Hipertensi

: disangkalc. Diabetes Melitus

: disangkald. Asma

: disangkale. Alergi

: disangkal

f. Penyakit jantung

: disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

1. Keadaan umun: compos mentis (E4V5M6)

2. Suhu badan: 36,5 oC

3. Respirasi

: 20x/menit

4. Nadi

: 85x/menit

5. Tekanan darah: 120/90 mmHg

Kepala: Bentuk normocephal, Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

Leher : Retraksi supra sterna (-) Deviasi trachea (-) Peningkatan JVP (-), Pembesaran kelenjar limfe (-)

Thorax: Setinggi abdomen, Suara dasar vesikuler (+/+),

Rhonki (-/-), wheezing (-/-), Bunyi jantung I dan II murni reguler, Bising (-)

Abdomen: Distended (-), Nyeri tekan (-), Peristaltik Normal 10x/ Menit

Ekstremitas : Clubbing finger (-), Edema tungkai (-), Sianosis (-), Akral hangat (+)

B. Status Lokalis

1. Telinga

a. Pemeriksaan telinga luar

Aurikula AD/AS

1) Bentuk dan ukuran

: normal/ normal

2) Benjolan

: -/-

3) Edema

: -/-

4) Hiperemis

: -/-

5) Sikatrik

: -/-

6) Tragus pain

: -/-

7) Nyeri tarik aurikula : -/-

8) Nyeri pre/retro aurikula

: -/-

Kanalis auditorius eksternus AD/AS

1) Serumen

: -/-

2) Laserasi

: -/-

3) Tumor

: -/-

4) Inflamasi

: -/-

5) Otore

: -/-

b. Telinga tengah AD/AS

Kanan

Kiri

1) Membran timpani

:tampak utuh

tampak utuh

2) Cairan keluar

:(-)

(-)

3) hiperemis

: (-) (-)2. Hidung

a. Pemeriksaan hidung luar

1) Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung

2) Tidak terdapat jaringan parut/ sikatrik pada hidung

3) Tidak terdapat edema pada hidung4) Pada palpasi sedikit terdapat nyeri tekan

5) Pada palpasi tidak terdapat krepitasib. Rinoskopi anterior

1) Mukosa

: hiperemis(-/-), edema (-/-)2) Konka

: warna merah muda, konka dextra sedikit

membesar3) Septum

: deviasi(-/+)

4) Discharge

: -/-

5) Tumor

: -/-

6) Sinus paranasal: nyeri tekan (+/+)

c. Rinoskopi posterior

1) Dinding belakang

: tidak ada kelainan

2) Muara tuba eustachii: tidak ada kelainan

3) Adenoid

: tidak ada kelainan

4) Tumor

: tidak ada kelainan

3. Tenggorok

a. Pemeriksaan Orofaring1) Bibir

: dalam batas normal

2) Gigi

: warna kuning3) Uvula

: di tengah, tidak ada deviasi

4) Mukosa lidah: dalam batas normal, tidak tampak lidah

kotor5) Palatum mole: edema ()

6) Palatum durum: dalam batas normal

7) Mukosa faring posterior: hiperemis(-)

8) Granulasi

: (-)9) Tonsil

:

a) Pembesaran: T0/T0b) Warna

: merah muda

c) Kripte

: tidak ditemukan

d) Detritus: tidak ditemukan

b. Laringoskopi indirek

1. Epiglotis: dbn 2. Aritenoid: dbn 3. Plika vokalis: dbn4. Gerak plika vokalis: dbn 5. Subglotis

: dbn 6. Tumor

: (-)4. Kepala dan leher

a. Kepala

1) Konjungtiva anemis: -/-

2) Sclera ikterik

: -/-

3) Nafas cuping hidung: -/-

b. Leher

1) Retraksi

: -/-

2) Deviasi trachea

: -/-

3) Pembesaran kelenjar limfe: -/-

4) Nyeri tekan

: -/-

IV. Resume Pemeriksaan

A. Pasien datang ke Poli THT dengan keluhan:

1. Hidung tersumbat

2. Kadang keluar cairan kental berwarna hijau dan berbau tidak sedap

3. Terasa nyeri sekitar hidungB. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

1. Status interna: dalam batas normal

2. Status lokalis:

a. Hidung

: - mukosa hiperemis (-/-)

Nyeri tekan sinus paranasal (-/+)

b. Telinga

: dalam batas normalc. Tenggorokan: dalam batas normal.

V. Diagnosis

Sinusitis Maxillaris SinistraVI. Rencana Pemeriksaan Tambahan

Darah lengkap

Radiologi : posisi waters

VII. Terapi

Pre OP CWL

Inf RL 20 tpm

OP CWL

VIII. Edukasi

A. Istirahat yang cukup

B. Menjaga kesehatan saluran napas

C. Menjaga kesehatan gigiFOLLOW UP

21-04-201522-04-201523-04-201524-04-201525-05-2015

SPasien mengeluh sejak 2 bulan yg lalu hidung sebelah kiri keluar cairan jernih pada malam hari, pusing berputar (+), mual/muntah (-), keluhan telinga (-), tenggorokan (-).Pasien masih mengeluh hidung tersumbat dan berbau tidak sedap belum berkurang, masih pusing tetapi sudah berkurang, mual/muntah (-), kel. Telinga (-), kel. Tenggorok (-).

Paien mengeluh pusing (+), nyeri pipi sebelah kiri (+), mual muntah (-). Keluhan telinga (-), keluhan tenggork (-).Pasien mengeluh pusing berputar (+), nyeri dipipin sinistra berkurang, mual muntah (-), kel. Telinga (-), Kel. Tenggorok (-), NT (-).pasien mengeluh sesak berkurang, pusing (-), mual muntah (-), NT(-), keluhan telinga (-), keluhan tnggorok (-).

OKU : CM

TD : 120/90N : 85 x/m

RR : 20 x/m

Suhu : 36,5Status lokalis :

Hidung: nyeri tekan , konka dextra sedikit membesarTelinga: dbn

Tenggorokan:dbn

KU : CM

TD : 120/80

N : 86 x/m

RR : 20 x/m

Suhu : 36,8

Status lokalis :

Hidung: nyeri tekan , konka dextra sedikit membesarTelinga: dbn

Tenggorokan :dbn

KU : CM

TD : 120/80

N : 80 x/m

RR : 22 x/m

Suhu : 36,4

Status lokalis :

Hidung: tampon (+), tanda perdarahan (-) , keluar sedikit cairan jernihTelinga: dbn

Tenggorokan :dbn

KU : CM

TD : 130/90N : 84 x/m

RR : 20 x/m

Suhu : 36,2Status lokalis :

Hidung:ND/NS(tampon(+/+), perdarahan (-), keluar sedikit cairan jernih dan merahTelinga: dbn

Tenggorokan :dbn

KU : CM

TD : 110/70N : 75 x/m

RR : 20 x/m

Suhu : 36,2Status lokalis :

Hidung:ND/NS(tampon(+/+), perdarahan (-), Telinga: dbn

Tenggorokan :dbn

APolip, sinusitis kronik,

Polip, sinusitis kronik Post OP Polip & CWL maxillaris sinistra Hr.1Post OP Polip & CWL maxillaris sinistra HR.2Post OP Polip & CWL maxillaris sinistra HR.3

PInf. RL 20 tpm

Persiapan OPInj. Ceftriaxon igr/12j

Inj. MP 62,5mg/12j

Inj. As tranexamat 500/12j

Inj. Ranitidin 1amp/12j

Inj. Antrain 1amp/8jInf. RL 20 tpm

OP CWLInj. Ceftriaxon igr/12j

Inj. MP 62,5mg/12j

Inj. As tranexamat 500/12j

Inj. Ranitidin 1amp/12j

Inj. Antrain 1amp/8jInf. RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jamInj. MP 62,5mg/12jInj As. Tranexamat 500mg/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Inj. Antrain /8 jamInf. RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jamInj. MP 62,5mg/12jInj As. Tranexamat 500mg/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Inj. Antrain /8 jamAff Tampon

Terapi pulang :

Ciprofloxacin 2x500mg

Metil prednisolon 3x4g

Na diclofenax 2x50g

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HIDUNGHidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu: sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum. Pada dinding lateral terdapat:( 4 buah konka - konka inferior - konka media - konka superior - konka suprema (rudimenter) ( kartilago nasalis lateralis superior( sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)( beberapa pasang kartilago alar minor( tepi anterior kartilago septum.

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. B. ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulag-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1. SINUS MAKSILA

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah:

a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.

d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)Kompleks Osteo-Meatal (KOM)

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.Sistem mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya.Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Fungsi sinus paranasal :

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut :1. Sebagai pengatur kondisi udara

2. Sebagai penahan suhu

3. Membantu keseimbangan kepala

4. Membantu resonansi suara

5. Peredam perubahan tekanan udara

6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

C. DEFINISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu.Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa.Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.

D. GEJALA KLINISGejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipidan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).E. PATOFISIOLOGISinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril. Dengan adanya obstruksi, flora normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi. Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadI hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.F. FAKTOR PREDISPOSISI

Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obtruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai factor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.

G. FAKTOR RESIKOKondisi lain yang menyebabkan berkembangnya obstruksi sinus dan rentan menjadi sinusitis adalah Alergi, Inflamasi yang terjadi bersama alergi mungkin memblok sinus. Deviasi septum nasi. Hal ini akan membatasi atau memblok aliran sinus,

menciptakan lingkungan untuk infeksi. Polip nasal. Pertumbuhan jaringan lunak ini mungkin membatasi aliran

nasal, memperlambat drainase dan memudahkan infeksi berkembang. Kondisi sakit yang lain. Penderita cystic fibrosis atau HIV dan penyakit defisiensi imun.

BAB III

PEMBAHASAN

Sinusitis merupakan radang mukosa sinus paranasal, yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang. Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbatPada kasus ini pasien mengalami sinusitis maxillaris sinistra yaitu peradangan mukosa sinus maxillaris sebelah kiri. Dari anamnesa dan pemeriksaan penunjang didapatkan baha pasien mengeluh hidung kiri terasa tersumbat kurang lebih 2 bulan, pilek, hidung terasa berbau, tenggorokan terasa berdahak, nyeri dipipi kiri. Terdapat keluhan hidung tersumbat, terkadang mengeluarkan cairan kental berwarna hijau berbau tidak sedap. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior terdapat mukosa tidak hiperemis dan ada deviasi septum. Dari pemeriksaan penunjang rontgen Sinus Para Nasalis ditemukan adanya sinusitis maksilaris sinisrtra dan septum deviasi.Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien adalah dengan Operasi polip, CWL, dan SR. Terapi injeksi setelah operasi diberikan antibiotik Ceftriaxon 1GR/12J , Metil prednisolon 62,5g/12j, dan infus RL.DAFTAR PUSTAKA

Bestary, Jaka Budiman. Rossy, Rosalinda. Bedah Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis. Diambil dari Jurnal FK Universitas Andalas/RSUP Dr. M Djamil Padang, Bagian THT Bedah Kepala Leher. Tersedia dari URL http://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revisi_pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf Diunduh tanggal 9 Mei 2015Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2008; 145-53.1